• Tidak ada hasil yang ditemukan

Barat pada kurun waktu SM. Jadi sebagai ternak, kambing lebih tua

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Barat pada kurun waktu SM. Jadi sebagai ternak, kambing lebih tua"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Kambing

Ternak Kambing pertama kali dipelihara di daerah pengunungan Asia Barat pada kurun waktu 8.000-7.000 SM. Jadi sebagai ternak, kambing lebih tua daripada sapi. Diduga kambing yang dipelihara saat ini (Capra aegagrus hircus) berasal dari keturunan tiga macam kambing liar yaitu Benzoar goat atau kambing liar Eropa (Capra aegagrus), kambing liar India (Capra aegagrus blithy) dan Markhor goat atau kambing Markhor (Capra falconeri). Persilangan yang terjadi antara ketiga jenis kambing tersebut menghasilkan keturunan yang subur (Mulyono dan Sarwano, 2004).

Menurut Davendra and Mcleroy (1982), sistematika kambing adalah sebagai berikut : Kingdom : Animals, Phylum : Chordta, Group : Cranita (Vertebra), Class : Mammalia, Order : Artiodactyla, Sub order : Ruminantia, Famili : Bovidae, Sub Famili : Caprinae, Genus : Capra atau Hemitragus, Spesies : Capra hircus, Capra ibex, Capra caucasica, Capra pyrenaica, Capra falconeri

Kambing Boerka Kambing boerka adalah kambing hasil persilangan antara pejantan Boer

dengan induk kacang. Program pembentukan kambing silangan Boer dengan Kacang adalah untuk mendapatkan kambing Boerka dengan komposisi 50% Boer dan 50% Kacang. Dari pengalaman membentuk domba Sei Putih, Bradford et al (1996) menyimpulkan bahwa komposisi 50 : 50 untuk ras lokal dan ras eksotik merupakan kombinasi yang cukup optimal. Mengambil pelajaran dari pembentukan domba Sei Putih, maka dikembangkan program pembentukan kambing Boerka. Pembentukan kambing Boerka selanjutnya dilakukan melalui

(2)

perkawinan sesama Boerka (intersemating). Pejantan maupun betina Boerka yang dikawinkan adalah kelompok yang telah lolos seleksi pada tahap pra dan lepas sapih. Walaupun demikian, ke depan tidak tertutup kemungkinan untuk meningkatkan atau menurunkan persentase darah Boer dalam pembentukan kambing Boerka yang lebih efisien sesuai dengan kondisi agroekosistem dimana kambing Boerka akan dikembangkan.

Gambar 1. Kambing Boerka Kambing Kacang

Kambing kacang adalah jenis kambing yang berbadan kecil dengan berat badan sekitar 30 kg yang jantan, 20-25 kg yang betina. Baik yang jantan maupun yang betina bertanduk, tetapi relative pendek, melengkung kebelakang dengan ujungnya membengkok keluar. Bentuk hidung lurus, leher pendek dan pada jantan berjenggot dan baik tumbuhnya. Warna rambut macam-macam yang betina lebih pendek, ada yang coklat, hitam atau putih. Kambing kacang terkenal karena ketahananya dan merupakan ternak di Indonesia yang tersebar luas dimana-mana. Ia sangat subur berkembangbiak. Pada umumnya ia melahirkan anak kembar dua, bahkan tiga. Ia juga semata-mata dipelihara untuk daging dan kulitnya. Daun telinga pendek, berdiri tegak mengarah ke depan dan ke samping dan ada kalanya ujungnya terkulai sedikit (Sumoprastowo, 1994).

(3)

Gambar 2. Kambing Kacang Kambing Muara

Kambing Muara dijumpai di daerah Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara di Propinsi Sumatera Utara. Penampilannya kambing ini nampak gagah, tubuhnya kompak dan sebaran warna bulu bervariasi antara warna bulu coklat kemerahan, putih dan ada juga berwarna bulu hitam. Bobot kambing Muara lebih besar dibandingkan dengan kambing Kacang dan diduga kambing prolifik (Batubara et al., 2005).

Gambar 3. Kambing Muara

Kambing Peranakan Etawa (PE)

Kambing Peranakan Etawa merupakan jenis kambing hasil persilangan antara kambing Kacang (lokal) dengan kambing Ettawa (impor). Kambing ini

(4)

tergolong tipe dwiguna yang banyak dipelihara untuk menghasilkan daging dan susu (Sarwono, 2002).

Karakteristik kambing PE menurut Markel dan Subrandiyo (1997) adalah kuping panjang antara 18-19 cm, tinggi badan antara 75-100 cm dan bobot badan jantan sekitar 40 kg dan bobot betina sekitar 35 kg.

Ciri khas kambing PE antara lain; bentuk muka cembung melengkung dan dagu berjanggut, terdapat gelambir di bawah leher yang tumbuh berawal dari sudut janggut, telinga panjang, lembek menggantung dan ujungnya agak berlipat, ujung tanduk agak melengkung, tubuh tinggi, pipih, bentuk garis punggung mengombak ke belakang, bulu tumbuh panjang di bagian leher, pundak, punggung dan paha, bulu paha panjang dan tebal. Warna bulu ada yang tunggal; putih, hitam dan coklat, tetapi jarang ditemukan. Kebanyakan terdiri dari dua atau tiga pola warna, yaitu belang hitam, belang coklat, dan putih bertotol hitam (Subandryo et al., 1995).

Gambar 4. Kambing Peranakan Ettawa (PE) Kambing Samosir

Berdasarkan sejarahnya kambing ini dipelihara penduduk setempat secara turun-temurun di Pulau Samosir, di tengah Danau Toba, Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatera Utara. Kambing Samosir pada mulanya digunakan

(5)

untuk bahan upacara persembahan pada acara keagaamaan salah satu aliran kepercayaan (Parmalim) penduduk setempat. Kambing yang dipersembahkan harus yang berwarna putih, maka secara alami penduduk setempat sudah selektif untuk memelihara kambing, mereka mengutamakan yang berwarna putih. Dalam selang waktu yang lama dan beradaptasi dengan kondisi alam yang cenderung kering berbatu-batu serta topografi berbukit, ternak kambing diduga mengalami evolusi dan beradaptasi dengan lingkungan Pulau Samosir sehingga membentuk kambing spesifik lokasi yang disebut Kambing Samosir atau Kambing Batak oleh penduduk setempat (Dolok saribu et al, 2006).

Bobot badan kambing Samosir lebih besar dari pada kambing Marica, atau hampir sama besarnya dengan kambing Kacang, tetapi ciri khas yang paling menonjol adalah warna bulu putihnya sangat dominan. Warna tanduk dan kukunya juga agak keputihan. Kambing Samosir bisa menyesuaikan diri dengan kondisi ekosistem lahan kering dan berbatu-batu, walaupun pada musim kemarau biasanya rumput sangat sulit dijumpai dan kering. Ternyata kambing ini dapat beradaptasi dan berkembang biak dengan baik, pada kondisi Pulau Samosir yang topografinya berbukit (Dolok saribu et al., 2006).

(6)

Gambar 5. Kambing Samosir Korelasi Bobot Badan dan Lingkar Dada

Menurut Gunawan et al., (2008) bahwa nilai korelasi yang berpengaruh tinggi dalam pendugaan bobot badan domba Garut tangkas, pedaging dan persilangannya adalah panjang badan, tinggi pundak, dalam dada dan lingkar dada. Persamaan Regresi Linier Ganda merupakan penduga bobot badan terbaik berdasarkan ukuran-ukuran tubuh pada domba Garut tangkas, pedaging dan persilangannya.

Lingkar dada dan dalam dada mempunyai hubungan erat dengan bobot hidup sehingga dapat digunakan sebagai penduga bobot hidup disamping tinggi pundak, panjang badan, lebar dada pada domba lokal di Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) (Utami, 2008). Koefisien regresi antara lingkar dada, panjang badan dan lingkar skrotum dengan bobot hidup bernilai positif dan bersifat nyata sehingga secara langsung mempengaruhi bobot hidup (Hanibal, 2008).

Bobot badan dapat diduga oleh seseorang yang telah berpengalaman beberapa tahun, sedangkan tingkat kebenarannya sangat subyektif. Hal ini mengakibatkan bahwa tidak mudah sembarang orang menduga bobot badan ternak, lagi pula sering berbias besar. Demikian pula halnya dengan menduga

(7)

bobot lahir ternak. Pendugaan bobot badan memakai pita ukur buatan Dalton, yang berasal dari Inggris, terutama digunakan untuk ternak sapi. Jelas bahwa pita ini kurang tepat apabila dipergunakan untuk ternak kerbau yang berbeda keadaan klan bangsanya (Ensminger, 1968). Dimana hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Brookes dan Harrington (1960) yang melakukan penelitian pada sapi jantan Hereford, Dairy Shorthorn dan Frisian, yang menyatakan bahwa korelasi tertinggi antara bobot hidup dengan ukuran ukuran badan adalah lingkar dada (r = 0,90).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Zulbardi dan Sastrodihardjo (1983), kedudukan lingkar dada pada anak kerbau betina menempati koefisien korelasi tertinggi jika dibanding kan dengan ternak jantan. Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien determinasi untuk pendugaan bobot badan dengan variabel tunggal lingkar dada masih bernilai rendah (0,4201 pada betina dan 0,2654 pada jantan) jika dibandingkan dengan pendugaan bobot badan dengan menggunakan kombinasi variabel lingkar dada, panjang badan dan tinggi pundak. Akurasi Pengukuran dan Rumus Pendugaan Bobot Badan

Rumus pendugaan menggunakan dua peubah bahkan lebih kurang praktis karena pengukuran sangat dipengaruhi posisi berdiri ternak. Pengukuran lingkar dada akan lebih praktis dibandingkan panjang badan, dalam dada, tinggi pundak, dan ukuran linear tubuh lainnya. Pengukuran lingkar dada lebih mudah karena dapat diukur pada ternak dengan posisi apapun (Herman et al., 1985).

Penelitian yang dilakukan oleh Francis et al., (2002) pada 116 sapi lokal Zimbabwe, 72 Friesen, 95 Brahma, 88 Red dane dan 123 sapi silangan dari 42 peternakan di Lancashire Zimbabwe diketahui bahwa nilai korelasi antara bobot badan dengan panjang badan adalah sebesar 0,90 sedangkan nilai korelasi antara

(8)

bobot badan dengan lingkar dada adalah sebesar 0,96 dengan koefisien determinan sebesar 0,97.

Secara umum ada dua teknik penentuan bobot badan seekor ternak, yaitu penimbangan (weight scale) dan penaksiran. Kedua teknik tersebut memiliki keuntungan dan keterbatasannya masing-masing. Metode penimbangan merupakan cara paling akurat tetapi memiliki beberapa kelemahan, antara lain membutuhkan peralatan khusus dan dalam beberapa kasus membutuhkan operator relatif lebih banyak (terutama dalam peternakan besar dengan sistem ranch) sehingga menjadi kurang efisien, dan tidak semua ranch memiliki peralatan (weight scale) tersebut. Adapun metode penaksiran atau pendugaan umumnya dilakukan melalui ukuran-ukuran tubuh ternak, misalnya melalui lingkar dada, tinggi pundak, dan lain lain. Metode pendugaan ini memiliki keunggulan dalam hal kepraktisan, akan tetapi memiliki kendala dengan tingkat akurasi pendugaannya dan masih perlu terus dikembangkan terutama dalam konteks ternak-ternak lokal di Indonesia (Gunawan et al, 2008).

Menurut Gafar (2007), rumus-rumus yang dapat digunakan untuk menduga bobot badan adalah :

Rumus Schoorl : (𝐿𝐿𝐿𝐿(𝑐𝑐𝑐𝑐 )+22)

2

100 (kg)

Rumus Winter : (LD)2(inchi) x PB(inchi) (dalam satuan pound)

300 Rumus Smith :

(𝐿𝐿𝐿𝐿

(𝑐𝑐𝑐𝑐 )

+ 18)

2

100

(kg)

Keterangan : LD = Lingkar Dada PB = Panjang Badan

Penelitian Dewi (2010), terhadap 101 domba Batur tanpa memperdulikan faktor umur menunjukkan persamaan regresi linear untuk domba Batur jantan

(9)

adalah y = -93,62 + 1,851x dengan koefisien determinasinya sebesar 96,4%. Persamaan regresi linear untuk domba Batur betina adalah y = -37,50 + 0,9385x dengan koefisien determinasinya sebesar 89,00%. Nilai korelasi antara lingkar dada dan bobot hidup cukup tinggi, pada domba jantan dan betina berturut-turut adalah 0,9817 dan 0,9435. Jantan memiliki nilai koefisien regresi yang lebih tinggi dibandingkan dengan betina, yang menunjukkan perbedaan pertambahan bobot badan terhadap setiap pertambahan lingkar dada.

Penelitian Herman et al. (1985), terhadap 295 ekor kambing Peranakan Etawah dari lepas sapih hingga dewasa menunjukkan persamaan allometris lingkar dada untuk gabungan jantan dan betina adalah log y = 0,2930 + 0,3286 log x. Persamaan ini mempunyai nilai r sama dengan 0,9677 dengan interpretasi sebesar 94 persen. Persamaan garis kuadratis yang dibentuk oleh lingkar dada dan bobot tubuh

adalah y = -6,25 + 0,104x + 0,0046x2 dengan nilai r2 sebesar 0,9616.

Menurut hasil penelitian Malewa (2009), bahwa rumus Lambourne dan Schoorl dapat digunakan untuk menaksir bobot badan domba Donggala. Rumus yang lebih akurat menaksir bobot badan domba Donggala adalah Lambourne. Rataan Simpangan Baku antara bobot nyata domba betina dengan bobot hasil rumus adalah Lambourne (1,45) dan Schoorl (1,76).

Tabel 1. Bobot Badan Nyata dan Hasil Penaksiran Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Bobot Badan Nyata Penaksiran Lambourne Schroll Jantan 28,59 28,15 28,34 Betina 25,43 26,09 26,73

Menurut Wahyudin (2007), hasil rumus Lambourne lebih mendekati berat real sapi sebenarnya dengan tingkat kesalahan di bawah 10 persen. Sedangkan rumus Schoorl tingkat kesalahannya mencapai 22,3 persen.

(10)

Masalah yang sering dihadapi dalam mengukur bobot badan ternak dalam jumlah yang besar serta biasanya tidak dikandangkan adalah membutuhkan peralatan, tenaga dan waktu yang banyak sehingga pekerjaan menjadi tidak efektif dan efisien. Menurut Takaendengan (1998), sudah cukup banyak jenis timbangan yang sifatnya dapat dibawa (portable) akan tetapi hal tersebut belum dapat mengatasi masalah pengukuran yang lebih praktis, mudah dan murah tanpa mengurangi efektifitas hasil kerjanya. Beberapa parameter ukuran tubuh ternak yang memiliki hubungan yang erat dengan bobot badan sering dimanfaatkan sebagai penduga bobot badan. Menurut Gunawan (1990), bahwa ketelitian pengukuran akan lebih baik apabila ternak dikelompokkan menurut jenis kelamin.

Mcculloch dan Talbot, (2007) menyatakan bahwa pengukuran statistik vital berupa panjang badan dan lingkar dada untuk menduga bobot badan sudah dilakukan pada beberapa bangsa sapi baik pada umur maupun jenis kelamin yang berbeda. Rata-rata penyimpangan yang diperoleh dalam pendugaan bobot badan tersebut mencapai 5-10%. Selaras dengan pernyataan tersebut Williamson dan Payne (1978) juga menyatakan bahwa penyimpangan pendugaan bobot badan umumnya berkisar antara 5% sampai 10 % dari bobot badan sebenarnya.

Keandalan Pita Ukur

Suatu alat ukur dikatakan memiliki keterandalan (reliabilitas tinggi) atau dapat dipercaya jika alat ukur itu mantap dalam pengertian bahwa hasil yang diperoleh dengan penerapan alat tersebut tidak berbeda jauh dengan bobot hidup yang sesungguhnya. Untuk mengetahui sejauh mana suatu alat ukur disebut mantap, maka perlu diketahui indeks atau koefisien reliabilitasnya. Indeks reliabilitas yang lebih rendah daripada 0.9 menunjukkan reliabilitas yang kurang

(11)

artinya alat ukur yang digunakan masih belum dapat diandalkan (Natsir, 1985). Tingkat reliabilitas alat pengumpul data hanya dapat dilakukan dengan perhitungan korelasi dan data untuk perhitungan dapat diperoleh dari hasil ujicoba pada sejumlah individu di luar sampel tetapi berasal dari populasi yang sama (Nawawi, 1985). Berdasarkan hasil penelitian (Undang, 2001) menyatakan bahwa penggunaan metode pita ukur cocok untuk tipe ternak seperti pada sapi-sapi di Indonesia

Penelitian untuk mengetahui keterandalan pita Coburn dalam menduga bobot badan juga telah dilakukan oleh Sahat (2013) terhadap 30 ekor sapi ACC. Dari penelitian tersebut diperoleh bahwa penyimpangan bobot badan dengan pita ukur Coburn sebesar 6,79%, sedangkan bila dibandingkan dengan rumus Schoorl 0,40%. Sehingga penyimpangan bobot badan berdasarkan rumus Schoorl nyata (P<0,05) lebih rendah daripada penyimpangan dengan pita ukur Coburn. Dari hasil penelitian, disimpulkan bahwa pendugaan bobot badan dengan menggunakan pita ukur Coburn tidak cocok bila dibandingkan dengan rumus Schoorl dalam menduga bobot badan sapi ACC.

Penelitian untuk mengetahui keterandalan pita Dalton dalam menduga bobot hidup kerbau Lumpur, sapi Bali, dan babi persilangan Landrace telah dilakukan oleh Putra (2005) terhadap 544 ekor kerbau lumpur, 1264 ekor sapi Bali, dan 200 ekor babi persilangan Landrace jantan dan betina menunjukkan bahwa pita Dalton tidak dapat diandalkan secara langsung untuk menduga bobot hidup kerbau Lumpur, sapi Bali, dan babi. Pita Dalton terandalkan penggunannya bila dikoreksi melalui regresi linier sederhana antara bobot hidup hasil penimbangan dengan bobot hidup hasil pendugaan dengan pita Dalton. Dimana

(12)

rumus untuk menduga bobot hidup ternak melalui pita Dalton adalah masing-masing : BH (Bobot Hidup) = 37.408+0.729 PD (Pita Dalton) untuk kerbau Lumpur, BH = 30.167+0.670 PD untuk sapi Bali , BH = 8.609 + 0.714 PD untuk babi persilangan Landrace.

Analisa Korelasi dan Regresi Sederhana

Analisa korelasi bertujuan untuk mengukur kekuatan asosiasi (hubungan) linear antara dua variabel atau lebih. Besarnya koefisien relasi berkisar antara +1 sampai dengan -1, dimana koefisien relasi menunjukkan kekuatan (strength) hubungan linear dan arah hubungan dua variabel acak (Sarwono, 2006). Pengambilan keputusan dalam uji regresi sederhana dapat mengacu pada dua hal, yakni dengan membandingkan nilai t hitung dengan t tabel, atau dengan membandingkan nilai signifikasi dengan nilai probabilitas 0,05

Analisa korelasi merupakan alat yang dipakai untuk mengukur keeratan hubungan antara dua variabel. Perhitungan dari derajat keeratan didasarkan pada persamaan regresi (Kustituanto, 1984). Korelasi r adalah hubungan timbal balik atau asosiasi yaitu saling bergantungnya dua variabel misalnya Y1 dan Y2. Ada

dua hubungan antara dua variabel tersebut, yaitu hubungan negatif pada gambar 4 dan hubungan negatif pada gambar 5. Bila variabel-variabel memiliki hubungan negatif, maka hubungan tidak searah yaitu semakin tinggi nilai variabel Y1 maka

semakin rendah variabel Y2. Begitupun sebaliknya jika dua variabel berhubungan

positif, maka hubungan diantara keduanya bersifat searah yaitu semakin tinggi variabel Y1 maka semakin tinggi pula variabel Y2.

(13)

Gambar 1. Jenis kurva korelasi negatif Gambar 2. Jenis kurva korelasi positif Analisis regresi dan korelasi telah dikembangkan untuk penelitian dan mengukur hubungan statistik yang ada antara dua atau lebih variabel. Istilah regresi linier sederhana dan korelasi linier sederhana menunjukkan bahwa hubungan yang diteliti dalam pembahasan ini hanya melibatkan dua variabel saja. Jika lebih dari dua variabel yang diteliti dan diukur hubungannya maka dikatakan sebagai regresi linier berganda. Di dalam analisis regresi, dikembangkan suatu persamaan matematis yang menggambarkan karakteristik pola hubungan yang ada antara variabel yang satu dengan variabel yang lainnya. Dalam hal ini istilah regresi sendiri berimplikasi pada pros esestimasi, sehingga persamaan matematis regresi tidak lain adalah persamaan untuk estimasi. Variabel yang akan diestimasi dikatakann sebagai variabel respons, atau variabel dependen. Dikatakan demikian karena nilai yang akan didapatkan dari proses estimasi tersebut ditentukan oleh variabel estimatornya, yaitu variabel prediktor atau lazim dikatakan sebagai variabel independen (Ahmad, 2007).

Korelasi tersebut dapat dihitung dengan menggunakan analisis regresi linier sederhana (Seni, 2005)

Y = a + bX dimana:

(14)

X = variabel bebas (independent) a = nilai konstanta

b = koefisien arah regresi (kemiringan)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Gambar

Gambar 1. Kambing Boerka  Kambing Kacang
Gambar 2. Kambing Kacang  Kambing Muara
Gambar 4. Kambing Peranakan Ettawa (PE)  Kambing Samosir
Gambar 5. Kambing Samosir  Korelasi Bobot Badan dan Lingkar Dada
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan penggunaan kemasan vakum menunjukkan kandungan TPT dan tingkat keretakan buah yang lebih rendah dibandingkan dengan kemasan MAP, namun tidak

Dinyatakan selanjutnya bahwa yang dimaksud dengan Konservasi sumber daya air adalah upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi sumber daya air agar

Perilaku menggaram gajah diperoleh dari pengamatan secara deskriptif, dan wawancara terhadap mahout gajah, dan kandungan garam dalam tanah diperoleh secara observasi dengan

- lakukan survei ke rencana lokasi penempatan pos hidrologi. - lakukan kegiatan dokumentasi di lokasi pos tersebut dengan mengisi kartu survei dan membuat sket dan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya hubungan positif antara social support dan resilience of efficacy pada remaja atlet bulutangkis di Surabaya

Besar arus pada pengelasan mempengaruhi hasil las. Bila arus terlalu rendah akan menyebabkan sukarnya penyalaan busur listrik dan busur listrik yang terjadi tidak stabil.

Pembelajaran dengan pendekatan konferensi dimaksudkan agar mahasiswa didik dapat mempelajari lebih dalam tentang kasusnya, namun metode pembelajaran ini sering

ini bertujuan untuk menghasilkan media pembelajaran yang bersifat mobile berbasis android untuk siswa homeschooling kelas X, serta mengetahui kualitas produk media