• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRACT. Alamat Korespondensi : Telp , PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ABSTRACT. Alamat Korespondensi : Telp , PENDAHULUAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 17, September 2005

KAJIAN FAKTOR PENYEBAB DAN UPAYA PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN GAMBUT OLEH MASYARAKAT DI DESA SALAT MAKMUR

KALIMANTAN SELATAN Oleh/By

FONNY RIANAWATI

Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru

ABSTRACT

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor penyebab dan upaya masyarakat dalam mengendalikan kebakaran lahan gambut di Desa Salat Makmur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Faktor penyebab kebakaran lahan gambut di desa Salat Makmur adalah pembersihan lahan (35,29 %), pembuangan puntung rokok dan korek api (30,15 %), api yang berasal dari daerah lain (28,68 %) dan api yang berasal dari areal penangkapan ikan (5,88%). Upaya yang dilakukan masyarakat untuk mencegah kebakaran adalah dengan memperhatikan waktu pembakaran saat pembersihan lahan (23,20 %), melihat arah dan kecepatan angin (22,10 %), membersihkan bahan bakar bawah tegakan (20,99 %), pembuatan sekat bakar (18,78%), tidak membuang puntung rokok dan korek api (8,29%) dan melakukan pembakaran terkontrol (6,63%). Sementara itu, upaya pemadaman yang dilakukan masyarakat adalah dengan menggunakan pohon pisang (49,53 %), menggunakan ember (43,92%) dan dengan menggunakan selang (6,54%).

Alamat Korespondensi : Telp. +62-5114774969, E-mail : fonny_rianabudi@yahoo.co.id

PENDAHULUAN

Tekanan terhadap lahan saat ini begitu tinggi, hal ini dapat dilihat dari banyaknya tuntutan dan permintaan lahan dari berbagai sektor pembangunan. Tuntutan dan permintaan lahan kini bergeser pada areal gambut, hal ini terjadi karena makin sempitnya lahan-lahan untuk pengembangan pembangunan, pertanian, pemukiman penduduk dan kegiatan lainnya sehingga areal gambut juga mengalami alih fungsi. Perkembangan pemanfaatan dan konversi lahan gambut seringkali menyebabkan lahan gambut mengalami gangguan. Rusaknya fungsi lahan gambut sebagai penyimpan air menyebabkan turunnya tinggi muka air pada musim-musim kemarau sehingga menyebabkan lahan-lahan gambut menjadi rawan terhadap bahaya kebakaran.

Peta sebaran Hotspot menunjukkan banyaknya kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada musim kemarau di wilayah Kalimantan Selatan. Banyaknya kebakaran hutan dan lahan, menimbulkan deforestasi yang paling besar dibanding faktor-faktor perusak lainnya dalam waktu singkat. Demikian juga halnya dengan kebakaran pada lahan gambut. Kebakaran lahan gambut sering terjadi dan masih sering dianggap sebagai suatu musibah bencana alam seperti halnya gempa bumi dan angin topan, padahal kebakaran tersebut berbeda dengan kejadian-kejadian bencana alam. Kebakaran lahan gambut dapat dicegah dan dikendalikan, karena kita telah mengetahui bahwa apabila musim kemarau atau daerah rawan kebakaran tidak diadakan kegiatan pencegahan maka kebakaran dapat terulang tiap tahunnya. Kebakaran yang terjadi di lahan gambut sangat sukar untuk dikendalikan karena api di lahan gambut cepat meluas dan dapat menjalar mencapai lapisan dalam. Karenanya perlu mengutamakan upaya pencegahan agar tidak terjadi kebakaran di lahan gambut.

(2)

Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 17, September 2005 52

Kebakaran hutan dan lahan mempunyai dampak yang sangat merugikan baik untuk skala lokal, regional maupun global, diantaranya berpengaruh terhadap hilangnya keanekaragaman hayati, meningkatnya pemanasan global, berkurangnya kualitas kesehatan dan kesempatan berusaha atau pemenuhan kebutuhan hidup bagi masyarakat.

Areal perladangan dan pertanian yang berada di desa Salat Makmur merupakan suatu desa yang berada di dalam kawasan lahan gambut, hampir setiap musim kemarau selalu mengalami kebakaran, dimana kebakaran terjadi akibat dari adanya aktivitas pembakaran untuk penyiapan lahan perladangan yang seringkali mengancam areal hutan disekitarnya atau api menjadi tidak terkendali.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan, masyarakat di desa Salat Makmur sering melakukan pembakaran pada saat akhir musim kemarau untuk pembersihan lahan. Kebakaran cenderung terjadi diakibatkan karena kurangnya pengawasan dalam pengendalian api untuk pembersihan lahan dan kurang sempurnanya pembuatan sekat bakar dalam mencegah agar api tidak meluas. Selain itu, masyarakat di desa Salat Makmur juga sering menggunakan api untuk menangkap ikan sehingga kegiatan tersebut juga cenderung dapat menyebabkan terjadinya kebakaran.

Seiring dengan paradigma pembangunan hutan melalui social forestry, yang menempatkan social forestry sebagai payung 5 strategi pembangunan hutan termasuk pengendalian kebakaran hutan dan lahan, sehingga upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran lahan gambut perlu mengandalkan hubungan pendekatan partisipatif masyarakat dalam sistem pengelolaan lahan gambut yang didasari oleh peningkatan kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap ancaman kebakaran. Karena itu, perlunya melibatkan masyarakat dalam mengendalikan kebakaran lahan gambut guna peningkatkan pengelolaan lahan gambut yang ramah lingkungan.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis tertarik mengadakan penelitian mengenai faktor-faktor penyebab kebakaran dan seberapa jauh upaya-upaya yang dilakukan oleh masyarakat dalam mengendalikan kebakaran yang terjadi di kawasan lahan gambut tersebut.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor penyebab dan upaya masyarakat dalam mengendalikan kebakaran lahan gambut.

METODE PENELITIAN

Lokasi penelitian ini berada di desa Salat Makmur Kecamatan Beruntung Baru Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan. Penelitian ini akan dilaksanakan selama 3 bulan, mulai bulan Mei sampai Juli 2005, yang meliputi tahap persiapan, pengambilan data di lapangan, pengolahan data, analisis data dan penyajian laporan.

Obyek dalam penelitian ini adalah masyarakat yang dijadikan responden sebanyak 80 orang yang berada di desa Salat Makmur Kecamatan Beruntung Baru Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan.

Penelitian tentang faktor penyebab kebakaran lahan gambut dan upaya pengendaliannya dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang dilakukan dengan metode sebagai berikut:

1. Wawancara langsung dengan masyarakat yang berada pada lokasi penelitian 2. Menggunakan data sekunder yaitu pengumpulan data yang sudah ada dari Instansi

terkait berupa data populasi penduduk, dan data sebaran hotspot (titik api)

3. Observasi yaitu mengadakan peninjauan dan pengamatan pada lokasi yang diteliti. Alternatif yang menjadi faktor penyebab kebakaran lahan gambut adalah:

• Pembuangan puntung rokok dan korek api yaitu aktivitas masyarakat pengguna jalan di sekitar lahan gambut secara sembarangan

(3)

Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 17, September 2005 53

• Pembersihan lahan yaitu aktivitas masyarakat yang membersihkan lahan mereka dengan pembakaran

• Api datang dari daerah lain yaitu kebakaran yang terjadi di daerah lain dapat mengakibatkan kebakaran yang lebih luas

• Penangkapan ikan yaitu masyarakat menggunakan api untuk menjebak dan menangkap ikan serta memperbaiki habitat ikan.

Parameter yang digunakan dalam upaya pengendalian kebakaran lahan gambut oleh masyarakat yaitu:

a. Upaya Pencegahan Kebakaran Lahan Gambut 1. Pembuatan sekat bakar

2. Pembersihan bahan bakar bawah tegakan 3. Melakukan pembakaran terkontrol

4. Melihat arah dan kecepatan angin 5. Memperhatikan waktu pembakaran 6. Tidak membuang puntung rokok.

b. Upaya Pemadaman Kebakaran Lahan Gambut 1. Menggunakan ember

2. Menggunakan selang

3. Menggunakan pemukul (kepyok) dari pohon pisang atau alat-alat lain.

Data yang dikumpulkan dibuat rekapitulasinya. Sehubungan dengan data yang dikumpulkan sebagian dalam rangka skala kuantitatif, maka dalam analisisnya digunakan pendekatan “analisa tabulasi”. Data kualitatif yaitu untuk mengetahui bagaimana kemungkinan asal sumber api dan upaya apa saja yang dilakukan oleh masyarakat sekitar dalam mengendalikan kebakaran lahan gambut, maka digunakan uji “Chi Square”.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Data yang diperoleh melalui wawancara di desa Salat Makmur disajikan pada Tabel 1, 2 dan 3.

Tabel 1. Rekapitulasi faktor-faktor penyebab kebakaran lahan gambut

No Faktor penyebab Jumlah jawaban responden

(orang)

1 Pembuangan puntung rokok dan korek api 41

2 Pembersihan lahan 48

3 Api datang dari daerah lain 39

4 Penangkapan ikan 8

(4)

Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 17, September 2005 54

Tabel 2. Rekapitulasi upaya pencegahan kebakaran lahan gambut

No Upaya pencegahan Jumlah jawaban responden (orang)

1 Pembuatan sekat bakar 34

2 Pembersihan bahan bakar bawah

tegakan 38

3 Melakukan pembakaran terkontrol 12

4 Melihat arah dan kecepatan angin 40

5 Memperhatikan waktu pembakaran 42

6 Tidak membuang puntung rokok dan korek api 15

Total 181 Tabel 3. Rekapitulasi upaya pemadaman kebakaran lahan gambut

No Upaya pemadaman Jumlah jawaban responden

(orang)

1 Menggunakan ember 47

2 Menggunakan selang 7

3 Menggunakan pohon pisang 53

Total 107

Berdasarkan hasil yang diperoleh, selanjutnya dilakukan uji “Chi Square” (X2)

untuk mengetahui faktor penyebab kebakaran, upaya pencegahan kebakaran dan upaya pemadaman kebakaran lahan gambut.

Tabel 4. Tabel penolong untuk menghitung “Chi Square” faktor penyebab kebakaran Alternatif faktor

penyebab kebakaran fo fn fo - fn (fo – fn)2 (fo – fn)

2

fn Pembuangan

puntung rokok dan korek api

41 34,0 7 49 1,441

Pembersihan lahan 48 34,0 14 196 5,765

Api datang dari

daerah lain 39 34,0 5 25 0,735

Penangkapan ikan 8 34,0 -26 676 19,882

Jumlah 136 136 27,823

Berdasarkan Tabel 18 tersebut didapatkan nilai X2

hitung sebesar 27,823 dan jika

dibandingkan X2

tabel (dk = 3, ∞ = 5%) sebesar 9,448 ternyata X2hitung lebih besar dari

pada X2

tabel, maka Ho ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti adanya perbedaan

(5)

Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 17, September 2005 55

Tabel 5. Tabel penolong untuk menghitung “Chi Square” upaya pencegahan kebakaran

Upaya pencegahan fo fn fo - fn (fo - fn)2 (fo - fn)2

fn

Pembuatan sekat bakar 34 30,2 3,8 14,44 0,478

Pembersihan bahan bakar

bawah tegakan 38 30,2 7,8 60,84 2,015

Melakukan pembakaran

terkontrol 12 30,2 -18,2 331,24 3,180

Melihat arah dan kecepatan

angin 40 30,2 9,8 96,04 10,968

Memperhatikan waktu

pembakaran 42 30,2 11,8 139,24 4,611

Tidak Membuang puntung

rokok dan korek api 15 30,2 -15,2 231,04 7,650

Jumlah 181 181 28,902

Berdasarkan Tabel 19 tersebut didapatkan nilai X2

hitung sebesar 28,902 dan jika

dibandingkan X2

tabel (dk = 5, ∞ = 5%) sebesar 12,592 ternyata X2hitung lebih besar dari

pada X2tabel, maka Ho ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti adanya perbedaan upaya

masyarakat dalam mencegah kebakaran lahan gambut.

Tabel 6. Tabel penolong untuk menghitung “Chi Square” upaya pemadaman kebakaran

Upaya pemadaman fo fn fo - fn (fo - fn)2 (fo - fn)2

fn

Menggunakan ember 47 35,7 11,3 127,69 3,577

Menggunakan Selang 7 35,7 -28,7 823,69 23,072

Menggunakan pohon pisang 53 35,7 17,3 299,29 8,383

Jumlah 107 107 35,032

Berdasarkan Tabel 20 tersebut didapatkan nilai X2

hitung sebesar 35,032 dan jika

dibandingkan X2

tabel (dk = 2, ∞ = 5%) sebesar 7,814 ternyata X2hitung lebih besar dari

pada X2

tabel, maka Ho ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti adanya perbedaan upaya

(6)

Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 17, September 2005 56 Pembahasan

Faktor Penyebab Kebakaran Lahan Gambut

Berdasarkan perhitungan data persentase faktor penyebab kebakaran lahan gambut di desa Salat Makmur, pembersihan lahan merupakan penyebab pertama dengan persentase jawaban 35,29 % yang umumnya dilakukan oleh petani. Kegiatan pembersihan lahan oleh masyarakat biasanya dilakukan setiap akhir Juli sampai akhir September yang sebagian besar dilakukan dengan pembakaran lahan terlebih dahulu. Jika pembakaran pertama tidak membakar semua vegetasi, maka dilakukan penebasan dan kemudian dibakar kembali sampai lahan siap untuk ditanam padi. Kebakaran cenderung terjadi karena kurangnya pengawasan dan pengendalian dari penggunaan api untuk pembersihan lahan serta kurangnya pengetahuan masyarakat tentang rawannya penggunaan api di lahan gambut.

Menurut pendapat responden, pembakaran dilakukan karena manfaat yang bisa diperoleh dari penggunaan api dalam kegiatan pembersihan lahan. Bagi mereka pembakaran merupakan salah satu cara yang paling praktis dan efektif dalam pembersihan lahan, karena selain dianggap lebih mudah dan cepat sehingga dapat menghemat biaya dan tenaga, sebagian masyarakat juga beranggapan bahwa dengan dibakar, tanah dapat menjadi lebih subur dan cepat bersih sehingga lahan bisa cepat ditanami padi.

Pembersihan lahan dengan cara dibakar adalah aktivitas masyarakat yang rutin dilaksanakan. Pola pembersihan lahan yang demikian telah dilakukan secara turun-temurun dan kebiasaan ini sulit dihilangkan. Meskipun masyarakat mengetahui adanya dampak dari kebakaran tersebut, tapi pembersihan lahan dengan cara pembakaran tetap dilakukan karena sampai saat ini belum ada cara lain yang dianggap dapat menggantikan fungsi api pada kegiatan ini.

Penyebab kebakaran yang kedua adalah karena pembuangan puntung rokok dan korek api dengan persentase 30,15 %. Turunnya tinggi muka air di lahan gambut pada setiap musim kemarau menyebabkan lahan gambut menjadi kering. Begitu juga lahan gambut di desa Salat Makmur, kondisi kemarau panjang menyebabkan lahan menjadi sangat kering dan rentan terhadap penggunaan api di lahan tersebut. Saat musim kemarau juga mengakibatkan semak belukar dan serasah menjadi sangat kering. Hal ini memungkinkan puntung rokok atau korek api yang dibuang sembarang oleh petani, peladang atau pengguna jalan lainnya yang melintasi areal tersebut dapat menimbulkan terjadinya kebakaran.

Penyebab kebakaran yang ketiga adalah karena api datang dari daerah lain dengan persentase jawaban 28,68 %. Menurut responden, kebakaran kadang terjadi di lahan mereka tanpa mereka tahu penyebabnya. Mereka beranggapan api mungkin berasal dari pembakaran hutan yang berada di sekitar lahan mereka atau karena pembakaran lahan oleh petani lain yang menjalar ke lahan milik mereka.

Penyebab kebakaran yang lainnya adalah karena penangkapan ikan dengan persentase jawaban 5,88%. Api oleh masyarakat digunakan untuk mempermudah dalam pencarian lokasi ikan. Pada musim kemarau saat air gambut surut, masyarakat mencari ikan dengan cara membakar semak dan rerumputan yang telah mengering dan menutupi permukaan air untuk menemukan cekungan-cekungan yang masih ada air, tempat ikan banyak terjebak. Tidak adanya usaha dari masyarakat untuk mengawasi penggunaan api pada saat penangkapan ikan terutama pada musim kemarau menyebabkan sangat mudah api menyebar dan menjadi tidak terkendali. Menurut responden, saat ini jumlah ikan yang ada di rawa-rawa sudah sangat sedikit, dan penangkapan ikan ini hanya digunakan untuk konsumsi sendiri. Menurut Setijeno (2006), cenderung berkurangnya ikan di areal gambut disebabkan karena terdegradasinya lahan gambut akibat kesalahan dari sistem pengelolaan lahan gambut untuk pertanian dan karena potensi ikan yang dieksploitasi melebihi daya dukungnya.

(7)

Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 17, September 2005 57 Upaya Pencegahan Kebakaran Lahan Gambut

Berdasarkan perhitungan data persentase upaya pencegahan kebakaran lahan gambut di desa Salat Makmur, upaya pencegahan kebakaran yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat di desa Salat Makmur adalah dengan memperhatikan waktu pembakaran pada saat pembersihan lahan dengan persentese jawaban 23,20 %. Mereka memilih menggunakan cara ini karena dengan memilih waktu pembakaran yaitu sekitar mulai pukul 15.00-20.00 dapat mengurangi resiko terjadinya kebakaran. Mereka beranggapan dengan melakukan pembakaran diwaktu tersebut, intensitas cahaya matahari tidak terlalu tinggi dan angin yang berhembus tidak terlalu kencang sehingga penggunaan api untuk pembersihan lahan tidak menjadi ancaman terjadinya kebakaran.

Menurut Purbowoseso (2000), waktu sangat terkait dengan kondisi cuaca. Kondisi cuaca yang terjadi pada waktu siang hari umumnya adalah suhu udara tinggi (panas) dan angin bertiup kencang, sedangkan pada waktu malam hari kondisi cuaca yang terjadi sebaliknya. Suhu udara dan angin merupakan faktor pemicu dalam tingkah laku api. Suhu udara yang tinggi akan menurunkan kelembapan udara sehingga mempercepat pengeringan bahan bakar, memperbesar ketersediaan oksigen, sehingga api dapat berkobar dan merambat cepat, serta adanya angin akan mengarahkan lidah api kebahan bakar yang belum terbakar.

Upaya pencegahan kebakaran kedua yang dilakukan oleh masyarakat desa Salat Makmur adalah melihat arah dan kecepatan angin dengan persentase jawaban 22,10 %. Menurut responden untuk mengetahui arah dan kecepatan angin mereka menggunakan cara yang sederhana yaitu arah angin yang bertiup dapat diketahui dengan melihat arah condongnya daun atau tajuk pohon yang tertiup angin. Sedangkan kecepatan angin dapat diketahui dengan merasakan sendiri angin yang bertiup di daerah itu. Setelah mereka mengetahui arah angin tersebut barulah mereka mulai membakar. Pembakaran dilakukan berlawanan dengan arah angin yang bertujuan agar api tidak berkobar terlalu besar dan tidak cepat meluas. Apabila angin dirasakan bertiup cukup kencang maka pembakaran tidak dilakukan untuk menghindari terjadinya loncatan api karena angin dapat menerbangkan bara api yang disebut api loncat sehingga akhirnya menyebabkan terjadinya lokasi kebakaran baru.

Upaya pencegahan yang ketiga adalah membersihkan bahan bakar bawah tegakan dengan persentase jawaban 20,99 %. Sebagian masyarakat melakukan pembersihan serasah-serasah atau rerumputan dan ranting-ranting kering disekitar lahan mereka dimaksudkan agar api liar yang datang atau api yang kemungkinan berasal dari daerah lain tidak sampai membakar lahan mereka. Upaya pembersihan ini juga dilakukan masyarakat disekitar pemukiman mereka untuk mencegah agar jika terjadi kebakaran tidak sampai pada pemukiman mereka. Kegiatan ini dilakukan pada awal musim kemarau sehingga jika musim kemarau tiba tidak terjadi penumpukan serasah yang sangat banyak dan mudah terbakar.

Upaya pencagahan keempat yaitu pembuatan sekat bakar dengan persentase jawaban 18,78%. Sebagian masyarakat membuat sekat bakar dengan membersihkan bahan bakar yang ada di dalam jalur atau sekat. Selain itu masyarakat memanfaatkan gundukan-gundukan pembatas sawah antara sawah yang satu dengan sawah yang lainnya sebagai sekat dan juga ada yang memanfaatkan jerami-jerami padi bekas panenan untuk dijadikan gundukan-gundukan di sekitar lahan atau pemukiman yang mereka fungsikan untuk memperlambat jalannya api jika ada terjadi kebakaran. Hanya sebagian kecil yang menggunakan sekat parit dan itupun tidak sempurna karena fungsi parit oleh mereka adalah untuk menampung atau mengalirkan air sehingga bentuk dan kedalamannya tidak teratur.

Pembuatan sekat yang fungsinya kurang efektif untuk lahan gambut dapat menyebabkan kebakaran lahan gambut tiap tahun rutin terjadi. Kedalaman parit yang efektif untuk mencegah perambetan api atau melokalisir gambut yang telah terbakar disesuaikan dengan kedalaman air tanah gambut. Kebakaran di bawah permukaan

(8)

Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 17, September 2005 58

tidak akan merembet lebih dalam lagi apabila tanah gambut tersebut mengandung air yang cukup banyak. Umumnya lebar parit 50 cm dan kedalaman 50 cm sudah dianggap cukup untuk melokalisir gambut yang terbakar (Purbowoseso, 2000).

Upaya pencegahan berikutnya adalah tidak membuang puntung rokok dan korek api dengan persentase jawaban 8,29 %. Data persentase jawaban banyak diperoleh dari responden usia remaja. Mereka menganggap upaya pencegahan kebakaran yang dapat mereka lakukan hanya sebatas penyadaran untuk tidak membuang puntung rokok atau korek api sembarang, terutama pada saat musim kemarau dimana banyak terjadi kebakaran lahan di desa mereka.

Upaya pencegahan lain yang juga dilakukan adalah dengan melakukan pembakaran terkontrol dengan persentase jawaban 6,63 %. Menurut responden untuk melakukan pembakaran terkontrol memerlukan banyak orang sehingga dirasa kurang efektif dalam pengupayaan pembersihan lahan. Mereka yang melakukan upaya ini dengan cara bergotong-royong atau bersama-sama dengan petani lain mengontrol pembakaran pada saat pembersihan lahan. Apabila salah satu petani melakukan pembakaran lahan, maka petani yang lain akan turut membantu dan demikian juga sebaliknya. Lahan yang telah dibakar dikontrol sampai api itu padam dan tidak menjalar.

Upaya Pemadaman Kebakaran Lahan Gambut

Berdasarkan perhitungan data persentase upaya pemadaman kebakaran lahan gambut di desa Salat Makmur yang disajikan pada Tabel 23, upaya pemadaman kebakaran lahan gambut yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat desa Salat Makmur adalah dengan menggunakan pohon pisang dengan persentase jawaban 49,53 %. Menurut sebagian besar responden mereka baru melakukan upaya pemadaman ketika api hampir menjalar ke pemukiman mereka. Mereka memadamkan api dengan cara memukulkan pohon pisang kearah api yang mendekati pemukiman mereka bersama-sama dengan penduduk yang lain. Untuk kebakaran yang terjadi pada lahan mereka, umumnya dibiarkan saja karena mereka merasa tidak mampu atau kesulitan memadamkan kebakaran pada lahan tersebut. Mereka menganggap penggunaan pohon pisang untuk memadamkan api cukup efektif dan praktis karena bila harus membeli alat pemadam akan mengeluarkan sejumlah uang lagi.

Upaya pemadaman lain yang dilakukan masyarakat adalah dengan menggunakan ember dengan persentase jawaban 43,92 %. Sebagian responden melakukan upaya pemadaman hanya dengan menggunakan alat seadanya saja diantaranya menggunakan ember untuk mengangkut air. Mereka juga menganggap penggunaan ember hanya sebatas untuk membantu memadamkan api yang mendekati pemukiman mereka.

Penggunaan alat yang lain oleh masyarakat untuk upaya pemadaman adalah dengan menggunakan selang dengan persentase jawaban 6,54%. Penggunaan selang juga dilakukan bersama-sama dengan masyarakat lain untuk memadamkam api yang menjalar ke pemukiman mereka. Bagi mereka penggunaan selang cukup membantu tapi terbatasnya kepemilikan selang menjadikan mereka lebih banyak menggunakan alat yang seadanya.

Menurut sebagian responden, pernah diadakan kegiatan penyuluhan mengenai isu kebakaran, dampaknya serta upaya pencegahan dan pengendaliannya oleh kelembagaan desa. Tetapi mereka menganggap kegiatan penyuluhan tersebut hanya sekedar pemberian informasi tanpa ada upaya tindak lanjut seperti pelatihan tentang upaya pengendalian atau pengelolaan penggunaan api agar tidak terjadi kebakaran. Sehingga kegiatan penyuluhan tersebut dirasa tidak membantu dalam peningkatan kesadaran akan bahaya kebakaran lahan gambut.

Pengambilan sampel berdasarkan mata pencaharian memberi kejelasan bahwa bukan karena mata pencaharian yang memberikan mereka pengetahuan tentang pengendalian kebakaran secara formal, tetapi karena semua responden dari berbagai

(9)

Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 17, September 2005 59

mata pencaharian memiliki pengalaman yang sama mengenai kebakaran. Semua masyarakat bertempat tinggal di desa yang sama, dimana di desa tersebut sering terjadi kebakaran sehingga secara otomatis mereka juga mengetahui sebab-sebab dan cara- cara mengendalikan kebakaran.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dalam perhitungan terhadap data jawaban responden di desa Salat Makmur dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Faktor penyebab kebakaran lahan gambut di desa Salat Makmur adalah pembersihan lahan (35,29 %), pembuangan puntung rokok dan korek api (30,15 %), api yang berasal dari daerah lain (28,68 %) dan api yang berasal dari areal penangkapan ikan (5,88%)

2. Upaya yang dilakukan masyarakat untuk mencegah kebakaran adalah dengan memperhatikan waktu pembakaran saat pembersihan lahan (23,20 %), melihat arah dan kecepatan angin (22,10 %), membersihkan bahan bakar bawah tegakan (20,99 %), pembuatan sekat bakar (18,78%), tidak membuang puntung rokok dan korek api (8,29%) dan melakukan pembakaran terkontrol (6,63%)

3. Upaya pemadaman yang dilakukan masyarakat adalah dengan menggunakan pohon pisang (49,53 %), menggunakan ember (43,92%) dan dengan menggunakan selang (6,54%)

4. Kejadian kebakaran lahan gambut tetap terjadi karena pembuatan sekat bakar yang tidak efektif untuk lokasi lahan gambut.

Saran

1. Penguatan kapasitas dan komitmen dari lembaga pemerintahan daerah untuk berupaya menuju pemanfaatan serta konservasi lahan gambut yang berkelanjutan 2. Mengembangkan konsep pengendalian kebakaran lahan gambut yang berbasis

masyarakat agar masyarakat dapat mencegah dan mengendalikan kebakaran pada tahap dini

3. Penciptaan serta penguatan peraturan lokal mengenai penggunaan api oleh kelembagaan masyarakat di lahan gambut

4. Mengintensifkan program-program penyuluhan dan kampanye kepada masyarakat mengenai pengendalian kebakaran lahan gambut.

DAFTAR PUSTAKA

Jahrin, S.T. 2007. Kebakaran Hutan dan Lahan Cenderung Masih Akan Terjadi.

/http:/www.google.com. Di Akses pada Tanggal 5 Maret 2007.

Larin, D. 2006. Kebakaran Hutan dan Lahan. /http:/www.google.com. Di Akses pada Tanggal 20 November 2006.

Nicolas, Marc. V.J dan M. Roderick Bowen. 1999. Pendekatan Kebakaran Gambut

dan Batubara di Propinsi Sumatera Selatan, Indonesia. Proyek Pencegahan dan

Pengendalian Kebakaran Hutan Propinsi Sumatera Selatan, Palembang.

Notohadinegoro, T. 1996. Perspektif Pengembangan Lahan Basah. Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Purbowoseso, B. 2000. Buku Ajar Pengendalian Kebakaran Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru.

Purwanto, Edi. 1996. Kebakaran Hutan, Mengusir Kabut Mengkonvensi Gambut. Majalah Kehutanan Indonesia volume XIII no 4.

Gambar

Tabel 1.  Rekapitulasi faktor-faktor penyebab kebakaran lahan gambut
Tabel 4.  Tabel penolong untuk menghitung “Chi Square” faktor penyebab kebakaran
Tabel 6.  Tabel penolong untuk menghitung “Chi Square” upaya pemadaman  kebakaran

Referensi

Dokumen terkait

Bunga mawar potong kiss yang tangkainya direndam dalam larutan pulsing yang dilanjutkan dengan perendaman dalam vial isi akuades yang dikemas dalam kotak karton berukuran

Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa zat warna Cibacron Orange dapat diuraikan dengan mesin berkas elektron.. Persentase penguraian tergantung pada konsentrasi

Tiga dari empat jenis kejahatan kemanusiaan universal yang menjadi yurisdiksi ICC secara berurutan dirumuskan dalam pasal 6,7 dan 8 Statuta Roma 1998. Sedang perumusan yurisdiksi

of Malaya.. Dengan cara ini robot dapat m c n e nt uka n arah Jaluan yang akan diikuti dahulu dan mengaitkannya dengan persekitaran yang diper lehi daripada pengesan yang

Tipe Perikatan Atestasi Lain • Standar untuk Pelaporan Pengendalian Intern • Perikatan Prosedur yang Disepakati Bersama Perikatan Non Atestasi • Standar Jasa Akuntansi dan

analis literature adalah salah satu modalitas dari edukasi adalah dengan pemberian rencana tindakan tertulis bagi pasien asma atau lebih di kenal dengan written

1) Istri nelayan tradisional yang menekuni kegiatan produktif minimal 5 tahun. Dengan asumsi bahwa istri nelayan yang telah menekuni kegiatan produktif tersebut dianggap