• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI ESTETIK BATIK GAJAH OLING BANYUWANGI JAWA TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NILAI ESTETIK BATIK GAJAH OLING BANYUWANGI JAWA TIMUR"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

i

NILAI ESTETIK BATIK GAJAH OLING BANYUWANGI JAWA TIMUR

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Yusuf Candra Nugroho NIM 13206241020

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI RUPA JURUSAN PENDIDIKAN SENI RUPA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v MOTTO

“Sesungguhnya setelah kesulitan itu akan menemukan keindahan” (Q.S Al Insyiroh: 6)

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada kedua orang tua saya yang telah mendidik, membesarkan, dan memberikan kasih sayangnya kepada saya. Terima kasih karena selalu mengajarkan dan mengingatkan saya untuk bisa menjadi orang yang

tegar, sabar, bijaksana, dan selalu bersyukur atas nikmat dan karunia yang Allah berikan kepadaku.

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi untuk memenuhi sebagian persyaratan guna untuk memperoleh gelar sarjana.

Keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari adanya kerja sama dan bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada Bapak Dr. I Ketut Sunarya, M.Sn., selaku Dosen Pembimbing yang dengan sabar memberikan bimbingan, arahan, dan dorongan disela-sela kesibukan, sehingga penyusunan skripsi ini telah berjalan dengan lancar dan baik. Selanjutnya, penulis juga menyampaikan terimakasih kepada.

1. Bapak Prof. Dr. Sutrisna Wibawa, M.Pd., selaku Rektor Universitas Negeri Yogyakarta;

2. Bapak Prof. Dr. Margana M.Hum., M.A., selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta;

3. Ibu Dwi Retno Sri Ambarwati, S.Sn, M.Sn., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Seni Rupa;

4. Bapak Aran Handoko, S.Sn. M.Sn., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang sudah memberikan saya bimbingan dan arahan;

5. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Seni Rupa yang sudah memberikan ilmu, bantuan, dan kerjasama yang baik;

6. Ibu Tri selaku Staf Jurusan Pendidikan Seni Rupa dan Staf Subag Pendidikan Fakultas Bahasa dan Seni yang sudah memberikan bantuan dan kerjasama yang baik;

7. Bapak Firman, Bapak Eko, dan Ibu Buhan yang telah membantu dalam memberikan informasi dan telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di Industrinya;

Bapak Hj. Ahmad Ghozi dan Ibu Yastatik, S.Pd., yang telah menghantarkan sampai ke titik ini serta kedua kakak laki-laki Mas Hendra Rahman dan Mas

(8)
(9)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGHANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

ABSTRAK ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II KAJIAN TEORI ... 5

A. Deskripsi Teori ... 5

1. Pengertian Batik ... 5

2. Unsur-Unsur dalam Batik ... 6

a. Ornamen Motif Batik ... 6

1. Ornamen Pokok ... 6

2. Ornamen Tambahan ... 6

b. Isen Motif Batik ... 6

(10)

x

a. Aspek-Aspek Estetika ... 8

b. Aspek Wujud ... 8

4. Unsur-Unsur Estetika ... 8

a. Wujud atau rupa ... 9

1. Bentuk ... 9 1.1 Titik. ... 9 1.2 Garis ... 10 Bidang ... 11 1.3 Ruang ... 11 1.4 Warna ... 12 2. Struktur ... 13

a. Kesatuan atau kebersatuan (unity) ... 13

b. Penonjolan (dominance) ... 14

c. Keseimbangan (balance) ... 14

b. Bobot atau isi (content, substance) ... 15

1) Suasana ... 16

2) Gagasan atau Ide ... 16

3) Ibarat atau pesan (message) ... 16

c. Penampilan, penyajian (presen tation) ... 17

1) Kesatuan (unity)... 17

2) Kerumitan (complexity) ... 17

3) Kesungguhan (intensity) ... 17

4) Tinjauan Tentang Makna Simbolik ... 18

B. Penelitian yang Relevan ... 20

BAB III METODE PENELITIAN ... 22

A. Jenis Penelitian ... 22

B. Sumber Data Penelitian ... 22

C. Sumber Data ... 23

D. Teknik Pengumpulan Data ... 23

(11)

xi b. Wawancara ... 24 c. Dokumentasi ... 25 E. Instumen Penelitian ... 26 a. Pedoman Observasi ... 26 b. Pedoman Wawancara ... 26 c. Pedoman Dokumentasi... 27

F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 27

G. Analisis Data ... 28

BAB IV NILAI ESTETIK BATIK GAJAH OLING BANYUWANGI JAWA TIMUR ... 30

A. Sejarah Batik Gajah Oling ... 30

B. Wujud dan Penampilan Batik gajah Oling ... 33

1. Wujud atauRupa ... 34

2. Bobot atau Isi ... 34

3. Penampilan atau Penyajian ... 35

a. Batik Gajah Oling Lung-Lungan ... 35

b. Batik Gajah Oling Gedegan ... 39

c. Batik Gajah Oling Galaran ... 43

d. Batik Gajah Oling Paras Gempal ... 47

e. Batik Gajah Oling Beras Kutah ... 51

f. Batik Gajah Oling Mata Pitik ... 55

C. Makna Simbolis Motif Batik Gajah Oling ... 59

a. Batik Gajah Oling Lung-Lungan ... 61

b. Batik Gajah Oling Gedegan ... 63

c. Batik Gajah Oling Galaran ... 65

d. Batik Gajah Oling Paras Gempal ... 67

e. Batik Gajah Oling Beras Kutah ... 69

(12)

xii BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 73 B. Saran ... 75 DAFTAR PUSTAKA ... 76 LAMPIRAN ... 78

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 : Rician Motif Batik Gajah Oling Lung-Lungan ... 61

Tabel 2 : Rician Motif Batik Gajah Oling Gedegan ... 63

Tabel 3 : Rician Motif Batik Gajah Oling Galaran ... 65

Tabel 4 : Rician Motif Batik Gajah Oling Paras Gempal ... 67

Tabel 5 : Rician Motif Batik Gajah Oling Beras Kutah ... 69

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 01 : Gapura Selamat Datang Kabupaten Banyuwangi ... 30

Gambar 02 : Peta Kabupaten Banyuwangi ... 31

Gambar 03 : Jenis Motif Batik Banyuwangi ... 32

Gambar 04 : Motif Batik Gajah Oling Lung-Lungan ... 35

Gambar 05 : Ornamen Gajah Oling ... 36

Gambar 06 : Ornamen Lung-Lungan dan Kupu-kupu ... 37

Gambar 07 : Pakaian Adat JebengTulik ... 38

Gambar 08 : Batik Gajah Oling Gedegan ... 39

Gambar 09 : Ornamen Gajah Oling ... 40

Gambar 10 : Ornamen Bunga Mawar ... 40

Gambar 11 : Ornamen Ukel ... 41

Gambar 12 : Ornamen Gedegan ... 42

Gambar 13 : Udeng Tutup Kepala ... 42

Gambar 14 : Batik Gajah Oling Galaran ... 43

Gambar 15 : Ornamen Gajah Oling ... 44

Gambar 16 : Ornamen Bunga Mawar ... 44

Gambar 17 : Ornamen Ukel ... 45

Gambar 18 : Ornamen Galaran ... 45

Gambar 19 : Pakaian Adat Tulik ... 46

Gambar 20 : Motif Batik Gajah Oling Paras Gempal ... 47

Gambar 21 : Ornamen Gajah Oling ... 48

Gambar 22 : Ornamen Bunga Mawar ... 48

Gambar 23 : Ornamen Ukel ... 49

Gambar 24 : Ornamen Paras Gempal... 49

Gambar 25 : Pakaian Sewek Batik Gajah Oling Paras Gempal ... 50

Gambar 26 : Motif Batik Gajah Oling Beras Kutah ... 51

Gambar 27 : Ornamen Gajah Oling ... 52

Gambar 28 : Ornamen Bunga Mawar ... 52

(15)

xv

Gambar 30 : Ornamen Beras Kutah ... 53

Gambar 31 : Pakaian Batik Gajah Oling Beras Kutah ... 54

Gambar 32 : Motif Batik Gajah Oling Mata Pitik... 55

Gambar 33 : Ornamen Gajah Oling ... 55

Gambar 34 : Ornamen Bunga Mawar ... 56

Gambar 35 : Ornamen Ukel ... 57

Gambar 36 : Ornamen Mata Pitik ... 57

Gambar 37 : Udeng ... 58

Gambar 38 : Motif Batik Gajah Oling Lung-lungan ... 61

Gambar 39 : Motif Batik Gajah Oling Gedegan ... 63

Gambar 40 : Motif Batik Gajah Oling Galaran ... 65

Gambar 41: Motif Batik Gajah Oling Paras Gempal ... 67

Gambar 42: Motif Batik Gajah Oling Beras Kutah ... 69

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampitan 01 : Surat Izin Penelitian dari Fakultas Bahasa Dan Seni... 78

Lampiran 02 : Surat Izin Penelitian dari Kesbangpol Yogyakarta ... 79

Lampiran 03 : Surat Izin Penelitian dari Kesbangpol Jawa Timur ... 80

Lampiran 04 : Surat Izin Penelitian dari Kesbangpol Banyuwangi ... 81

Lampiran 05 : Pedoman Wawancara ... 82

Lampiran 06 : Instrument wawancara ... 83

Lampiran 07 : Pedoman Dokumentasi ... 86

Lampiran 08 : Daftar Narasumber ... 87

(17)

xvii

NILAI ESTETIK BATIK GAJAH OLING BANYUWANGI JAWA TIMUR

Oleh

Yusuf Candra Nugroho NIM 13206241020

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai estetik dan makna simbolik batik Gajah Oling Kabupaten Banyuwangi.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan data kualitatif. Data penelitian diperoleh melalui metode observasi secara langsung, wawancara dengan budayawan, seniman, pemilik perusahaan batik, dan dokumentasi yang berupa sejarah perkembangan batik Banyuwangi, serta foto-foto motif batik gajah oling Banyuwangi. Keabsahan data dilakukan dengan cara triangulasi data yang membandingkan dengan hasil pengamatan dan wawancara dengan beberapa informan. Data dianalisis dengan teknik analisis kualitatif yaitu reduksi data, kategori data, pengambilan kesimpulan, dan verifikasi.

Hasil penelitian ini, peneliti dapat mengambil kesimpulan: (1) Motif batik Gajah Oling Lung-lungan terdiri dari ornamen gajah oling, lung-lungan, dan kupu-kupu. (2) Motif batik Gajah Oling Gedeghan terdiri dari motif gajah oling, bunga mawar, ukel, dan ornamen gedeghan. (3) Motif batik Gajah Oling Galaran terdiri dari motif gajah oling, bunga mawar, ukel, dan ornamen galaran. (4) Motif batik Gajah Oling Paras gempal terdiri dari gajah oling, bunga mawar, ukel, dan ornamen paras gempal. (5) Motif batik Gajah Oling Beras Kutah terdiri dari motif gajah oling, bunga mawar, ukel, dan ornamen beras kutah (6) Motif batik Gajah Oling Mata Pitik terdiri dari motif gajah oling, bunga mawar, ukel, dan ornamen mata pitik.

(18)

1

PBAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia mempunyai keanekaragaman budaya yang tidak ternilai harganya. Salah satu keanekaragaman budaya Indonesia yang tidak ternilai harganya adalah seni kerajinan. Batik merupakan salah satu bentuk karya seni asli dari bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Jawa. Sejalan dengan perkembangan nilai sosial dan budaya bangsa Indonesia, batik hasil karya seni budaya bangsa ini tumbuh dan berkembang menjadi kekayaan nasional yang bernilai tinggi.

Menurut Rasjoyo (2008:1) batik merupakan suatu cabang seni rupa terapan (kriya) yang ada hampir di sebagian besar daerah di Nusantara. Batik Indonesia mempunyai ciri khas tersendiri. Batik juga merupakan identitas dari mana asal batik tersebut, yang mencerminkan dari ragam hias, warna, dan corak yang menjadi ekspresi diri yang menyatakan keadaan lingkungan penciptanya yang disebabkan oleh faktor budaya disekitarnya. Di setiap daerah yang sebagian besar masyarakatnya memproduksi batik, bentuk motif batik satu sama lain juga berbeda, namun memiliki makna yang sama, dalam hal ini saling mempertahankan tradisi proses teknologinya dan selera masing- masing.

Motif batik pada tiap-tiap daerah sampai saat ini masih terlihat jelas unsur- unsur yang mempengaruhi pertumbuhannya baik dari pewarnaan, corak susunan, penampilan hiasan, dan isian pada ornamen. Dengan motif yang khas di masing-masing daerah tersebut, batik dapat hidup dan berkembang.

(19)

2

Salah satu wilayah yang menghasilkan seni kerajinan batik adalah Kabupaten Banyuwangi. Batik Banyuwangi lebih dikenal oleh masyarakat luas sebagai batik pesisir, yaitu batik yang biasanya munculnya di daerah pesisir pulau Jawa. Hal ini juga di dukung dengan pemberian warna yang beraneka ragam di setiap motif batiknya. Batik Banyuwangi di jaman modern yang sekarang ini lebih cenderung pada warna–warna yang lebih mencolok seperti warna merah, kuning, hijau, ungu, dan lain sebagainya. Berbeda dengan batik peninggalan jaman dahulu yang warnanya lebih ke batik keraton.

Asal–usul batik Banyuwangi juga tidak terlepas dari Kerajaan Mataram yang menjajah Bumi Blambangan, dari kejadian tersebut masyarakat Bumi Blambangan di bawa oleh Pemerintah Mataram ke Kotagede Pleret. Disana masyarakat Bumi Blambangan diajarkan bagaimana cara membatik dan sampai akhirnya muncul rasa senang dan ingin melestarikan batik di dearah asalnya yaitu Bumi Blambangan (wawancara, Pak Eko Agustus 2017).

Pemberian nama pada motif batik Banyuwangi berasal dari nama benda yang ada di lingkungan sekitar dan telah akrab dengan kehidupan sehari-hari masayarakat Banyuwangi. Pada motif batik terdiri dari ragam hias sebagai ornamen utama motif secara keseluruhan dan ragam hias tambahan sebagai ornamen pelengkap. Motif batik Banyuwangi menyajikan bentuk yang berorientasi pada tumbuhan (flora) dan hewan (fauna) sebagai ragam hias utamanya seperti berbagai jenis tanaman berupa daun, bunga, dan binatang.

Seni kerajinan batik pesisir Banyuwangi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga di Kabupaten Banyuwangi sendiri sudah ada kurang

(20)

3

lebih 21 motif batik Banyuwangi wawancara dengan Aekanu (Dinas Kebudayaan) yang sudah dipatenkan secara Nasional. Motif batik di Kabupaten Banyuwangi mempunyai banyak jenis batik dengan motif berbeda-beda namun sama-sama memiliki makna yang merupakan perwujudan atas nilai estetika, ragam, hias, dan khas masyarakat Banyuwangi diantaranya adalah motif batik gajah oling.

Batik gajah oling dikenal sebagai pakaian adat yang digunakan untuk upacara adat seblang, yang dipakai oleh jebeng dan tholek, penari gandrung, untuk pakaian menghadiri resepsi atau acara. Batik gajah oling menjadi batik unggulan di wilayah Kabupaten Banyuwangi, terlihat batik ini dipakai oleh seluruh kalangan masyarakat Banyuwangi sebagai baju adat suku Osing, maupun digunakan sebagai baju seragam untuk pegawai dan pelajar di daerah Banyuwangi. Maka peneliti sangat tertarik untuk meneliti tentang nilai estetika dan makna simbolik batik gajah oling dalam pembuatan skripsi.

B. Fokus Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis perlu melakukan batasan atau fokus permasalahan agar pembahasan penelitian tidak terlalu meluas. Penulis memfokuskan permasalahan pada keindahan atau nilai estetik serta makna simbolik yang terkandung di dalam batik gajah oling Banyuwangi. Ditinjau dari wujud atau rupa, bobot atau isi, penampilan atau penyajian.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus masalah di atas maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut.

(21)

4

1. Untuk mendeskrepsikan nilai estetik pola dan motif batik gajah oling Banyuwangi dan ditinjau dari titik, garis, bidang, bentuk, ruang, warna, tektur, gelap terang.

2. Untuk mengetahui makna simbolik dari batik gajah oling Banyuwangi. D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian diharapkan dapat berguna dan bermanfaat sebagai usaha pengenalan identitas budaya bangsa khususnya batik Banyuwangi agar dikenal oleh masyarakat luas.

b. Menambah wawasan dan pengalaman dalam mengkaji nilai estetika dan tinjauan warna motif batik tulis Banyuwangi.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadikan rujukan untuk mengembangkan batik Banyuwangi lebih lanjut.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Rupa FBS Universitas Negeri Yogyakarta sebagai wawasan tambahan tentang batik tradisional Banyuwangi.

b. Bagi peneliti sendiri, sebagai tambahan wawasan yang sangat berharga untuk berapresiasi karya-karya batik.

(22)

5 BAB II KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teori

Ada beberapa teori yang perlu disajikan karena berkaitan erat dengan topik penelitian. Teori ini menjadi dasar atau kerangka dalam melakukan penelitian, atau dengan kata lain teori ini digunakan sebagai perspektif atau pendekatan untuk memecahkan permasalahan dalam penelitian ini. Teori yang dimaksud adalah sebagai berikut.

1. Pengertian Batik

Menurut Hamzuri (1998: 70) batik merupakan lukisan atau gambar pada mori yang dibuat dengan alat bernama canting. Orang melukis, menggambar atau menulis pada mori memakai canting disebut membatik (bahasa Jawa : mbathik). Sedangkan Sutopo (1956:31) menjelaskan batik adalah gambar di atas mori dengan menggunakan alat canting, canting cap, dan memakai alat pembantu lilin atau malam kemudian dicelup. Pendapat lain tentang batik dikemukakan oleh Holt (1967:149) bahwa batik adalah suatu cara pemberian warna, pencelupan dingin pada kain dasar putih (mori), sedangkan pada bagian yang terkena lilin tidak mendapatkan warna. Langkah pertama dalam pencelupan membuat pola dasar pada kain putih, kemudian memakai alat canting.

Berdasarkan pendapat yang diungkapkan oleh para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa batik merupakan sebuah karya seni yang cara pembuatannya

(23)

6

menggoreskan atau menggambar di atas kain mori yang dibuat dengan alat canting. Batik juga dapat dibedakan menjadi batik tulis, batik cap, batik modern, batik printing, batik celup ikat, dan batik lukis.

2. Unsur-Unsur dalam Batik

Menurut Wulandari (2011: 105), unsur-unsur yang terdapat dalam batik merupakan struktur atau prinsip dasar penyusunan batik. Struktur batik terdiri dari unsur pola atau motif batik yang disusun berdasarkan pola atau struktur yang sudah baku. Adanya juga yang menyebutkan bahwa unsur-unsur batik dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu ornamen motif batik dan isen motif batik. a) Ornamen motif batik

Ornamen adalah komponen produk seni yang ditambahkan atau sengaja dibuat untuk tujuan sebagai hiasan. Jadi, berdasarkan pengertian itu ornamen merupakan penerapan hiasan pada suatu produk. Menurut Sewan Susanto (1873:212) susunan motif batik memiliki unsur-unsur tersendiri. Ornamen pada motif batik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ornamen pokok dan ornamen tambahan.

1. Ornamen pokok adalah suatu ragam hias yang menentukan dari motif tersebut. Pada umumnya ornamen utama ini mempunyai arti dan mengandung kejiwaan dari batik.

2. Ornamen tambahan adalah pengisi bidang sehingga ada keluwesan antara ornamen pokok dan pengisi bidang utama yang harmonis.

(24)

7

Menurut (Dalidjo dan Mulyadi, 1983: 93) isen adalah gambar-gambar yang diisikan di dalam pola garis untuk melengkapinya dengan tujuan

memperindah. Isen terdiri dari dua jenis yaitu isen latar dan isen ornamen. Isen ornamen adalah pengisi bidang kosong pada ornamen untuk memperindah. Isen ini bisa berupa cecek atau titik-titik kecil, ukel, sraweyan, dan lain-lain. Isen latar adalah pengisi pada bagian yang kosong yang luas pada suatu pola batik, isen ini biasanya berupa lung atau daun dan bunga kecil. Sedangkan menurut Dharsono (2004:217) pemberian isen (isian) bertujuan untuk memperindah pola secara keseluruhan, baik ornamen pokok maupun ornamen pengisi dengan memberikan isian berupan hiasan titik-titik, garis-garis dan gabungan titik dan garis. Biasanya isen dalam seni batik mempunyai bentuk dan nama tertentu serta jumlahnya

banyak.

3. Pengertian Nilai Estetika

Menurut N. Ganda Prawira dan Dharsono (2003: 155) menyebutkan bahwa “Nilai adalah ukuran derajat tinggi rendah atau kadar yang dapat diperhatikan, diteliti atau dihayati dalam berbagai objek yang bersifat fisik (kongkrit) maupun abstrak”.

Estetika baru muncul tahun 1750 oleh seorang filsuf minor bernama

Baumgarten (1714-1762) istilah ini diambil dari bahasa Yunani kuno aistheton yang berarti kemampuan melihat lewat penginderaan (Sumardjo, 2000: 24). Menurut Gie (1975: 15) estetik adalah hal-hal yang dapat diserap dengan panca indra. Keindahan dalam arti terbatas, lebih disempitkan sehingga hanya

(25)

8

menyangkut benda-benda yang diserap dengan penglihatan, yakni berupa keindahan bentuk dan warna secara kasat mata (Dharsono, 2004: 3).

Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai estetika adalah nilai yang terdapat di dalam suatu karya seni yang telah diciptakan dan dapat memberikan rasa keidahan bagi diri pengamat yang diserap dengan panca indra.

a) Aspek – Aspek Estetika

Menurut Djelantik (1999: 17), unsur benda atau peristiwa kesenian

mengandung tiga aspek yang mendasar, yaitu: (1) wujud atau rupa, (2) bobot atau isi, (3) penampilan atau penyajian.

b) Aspek Wujud (Intrinsik)

Menurut Sumardjo (2000: 169), nilai intrinsik seni dibentuk oleh medium atau material seninya yang dapat diindra dengan mata, telinga atau keduanya. Sedangkan menurut Dharsono (2004: 21) nilai intrinsik adalah nilai yang hakiki dalam karya seni secara implisit atau bisa disebut juga nilai seni itu sendiri. Sifatnya mutlak dan hakiki serta macam dan fungsinya dalam berbagai cabang seni dan jenis seni berlainan. Menurut pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa nilai instrinsik seni merupakan nilai yang hakiki, memiliki fungsi, dan dapat diindra dengan mata dan telinga wujud yang dapat diterima oleh inderawi (bisa dilihat) seperti bentuk (shape) titik, garis, bidang, warna, dan bentuk proporsi terdiri dari kesatuan, harmoni, dan keseimbangan.

(26)

9

Menurut A. A. M. Djelantik (2004: 15) estetika memiliki unsur-unsur yang menjadi dasar terhadap sesuatu (benda/karya seni) dianggap indah atau memiliki keindahan, diantaranya: wujud atau rupa (appearance), bobot atau isi (content, substance), penampilan atau penyajian (presentation).

a. Wujud atau rupa (appearance)

Wujud adalah sesuatu yang nampak secara kongkrit maupun abstrak. Secara kongkrit berati sesuatu tersebut dapat dilihat maupun didengar, sedangkan secara abstrak menekankan pada sesuatu tersebut dapat dibanyangkan dan tidak terlihat (A. A. M. Djelantik, 2004: 17). Wujud terdiri dari bentuk (form) atau unsur yang mendasar dan susunan atau struktur (structure).

1) Bentuk

Bentuk yang paling sederhana adalah titik. Titik sendiri tidak mempunyai ukuran atau dimensi. Titik sendiri belum memiliki arti tertentu. Kumpulan dari beberapa titik yang ditempatkan di area tertentu akan mempunyai arti. Kalau titik-titik berkumpul dekat sekali dalam suatu lintasan titik-titik itu akan membentuk garis. Beberapa garis bersama bisa membentuk bidang. Beberapa bidang bersama bisa membentuk ruang (A. A. M. Djelantik, 2004: 18).

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk merupakan wujud atau kenampakan dari benda atau karya itu sendiri. Seperti yang telah dijelaskan di atas, bentuk ada bermacam-macam yaitu titik, garis, bidang, ruang, dan warna sebagai pendukung.

(27)

10

Titik yang digerakkan bisa memberi kesan garis yang beraneka rupa dan berliku-liku. Gerak-gerak ini dapat dilengkapi dengan sinar atau warna (Djelantik, 1999:19). Bila kita menyentuhkan alat gambar atau alat tulis pada tafril atau bidang gambar, akan menghasilkan bekas. Bekas tersebut dinamakan titik, tidak peduli alat yang digunakan, apakah runcing seperti ujung pensil atau ujung benda seperti sapucuk yang dicelup cat sebagai alat penyentuhnya. Sedangkan menurut Sachari (1998: 190) titik adalah unsur rupa yang terkecil yang terlihat mata. Titik diyakini pula sebagai unsur yang menggabungkan elemen-elemen rupa menjadi garis atau bentuk.

Jadi dari pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa titik adalah unsur visual yang paling kecil yang memiliki sifat lembut dan relatif. Penggunaan titik pada batik biasanya digunakan untuk mengisi ornamen utama maupun mengisi bidang latar dengan penempatan titik itu sendiri bisa beraturan atau tidak beraturan serta bisa membentuk garis-garis dengan ritmis.

1.2) Garis

Garis sebagai bentuk mengandung arti lebih dari pada titik karena dengan bentuknya sendiri garis menimbulkan kesan tertentu pada pengamat. Garis yang lurus memberikan pesan yang berbeda dari yang membelokatau melengkung.yang satu memberikan kesan yang kaku, keras, dan yang lain memberikan kesan yang luwes dan lemah lembut. Kesan yang diciptakan juga tergantung dari ukuran, tebal tipisnya, dan dari letaknya terdapat garis-garis yang lain, sedangkan warnanya selaku penunjang, memberikan kualitas tersendiri (Djelantik, 1999:19). Sedangkan menurut Dharsono (2004:101) garis merupakan dua titik yang

(28)

11

dihubungkan. Dalam dunia seni rupa garis merupakan sebagai simbol emosi yang diungkapkan lewat garis, atau lebih tepat disebut goresan.

Dari pendapat para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa garis merupakan kumpulan dari titik-titik yang berjejer dan membentuk goresan yang berfungsi untuk mengekspresikan ide atau gagasan tertentu. Garis juga merupakan garis adalah batas limit dari suatu benda, ruang, warna dan lain-lain.

1.3) Bidang

Menurut A. A. M. Djelantik (2004: 20) bila sebuah garis diteruskan melalui belokan atau paling sedikit dua buah siku sampai kembali lagi pada titik tolaknya hingga wilayah yang dibatasi ditengah garis tersebut membentuk suatu bidang. Bidang mempunyai dua ukuran, lebar dan panjang, yang disebut dua dimensi. Bidang yang berukuran dua dimensi itu tidak selalu mendatar atau

tampak. Bisa juga melengkung atau juga tidak merata dan bergelombang. Menurut Dharsono (2004: 102) bidang atau bentuk dalam unsur rupa merupakan wujud dwi matra yang mempunyai panjang, lebar dan tinggi.

Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa bidang merupakan bidang mempunyai bentuk pipih atau datar yang dibatasi oleh garis, memiliki ukuran panjang dan lebar (dua dimensi). Unsur bidang dalam batik berupa motif yang terdapat dalam selembar kain. Bidang-bidang itulah yang dijadikan motif dan nama untuk menyebutkan corak batik.

(29)

12

Kumpulan beberapa bidang akan membentuk ruang. Ruang mempunyai tiga dimensi diantaranya adalah panjang, lebar, dan tinggi. Dalam seni patung ruang memiliki peranan yang utama dan terwujud nyata. Dalam seni lukis, yang memakai bidang kertas atau kanvas, ruang merupakan suatu ilusi yang dibuat dengan pengelolaan bidang dan garis dan dibantu oleh warna (sebagai unsur penunjang) yang mampu menciptakan ilusi sinar atau bayangan. Pengelolaan tersebut meliputi perspektif dan kontras antara gelap dan terang (A. A. M. Djelantik, 2004: 21).

Jadi, ruang adalah bentuk yang memiliki ukuran panjang, lebar, dan tinggi (tiga dimensi) yang dapat tersusun dari kumpulan bidang. Peran warna bagi unsur-unsur ini sangat penting. Oleh karena peran yang sangat penting bagi unsur-unsur-unsur-unsur yang merupakan bagian dari wujud ini, maka pada poin selanjutnya akan dibahas mengenai warna.

1.5) Warna

Djelantik (1999: 30), menyatakan bahwa warna merupakan kesan yang ditimbulkan oleh cahaya terhadap mata, oleh karena itu warna tidak akan terbentuk jika tidak ada cahaya. Masing-masing warna memberikan kesan suhu tersendiri, seperti warna merah memberi rasa panas, warna hijau dan biru memberikan kesan sejuk serta ungu memberikan kesan dingin.

Menurut Djalantik (1999: 32), warna secara umum dapat digolongkan menjadi tiga kelompok utama, yaitu:

(30)

13

a. Warna primer atau warna tulen adalah warna-warna yang tidak bisa dibuat dengan warna yang lain sebagai bahannya yaitu merah, kuning, dan biru. b. Warna sekunder adalah warna-warna yang dapat dibuat dengan campuran

antara dua warna primer.

c. Warna tersier adalah warna yang dibuat dengan warna sekunder dengan warna primer yang bukan komplemen dari warna itu.

Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa warna adalah kesan yang ditimbulkan oleh cahaya terhadap mata. Warna sendiri juga dapat dikelompokan menjadi tiga kelopok utama yaitu warna primer, warna sekunder, dan warna tersier.

2) Struktur

Struktur atau susunan mengacu pada bagaimana cara unsur-unsur dasar masing-masing kesenian tersusun hingga berwujud. Cara menyusunnya beraneka macam. Penyusunan itu meliputi juga pengaturan yang khas, sehingga terjalin hubungan-hubungan berarti diantara bagian-bagian dari kesseluruhan perwujudan itu (A. A. M. Djelantik, 2004: 18-19).

Jadi, struktur adalah susunan-susunan karya seni yang disusun dengan cara tertentu yang khas. Tiga unsur estetik mendasar dalam struktur setiap karya seni adalah keutuhan atau kebersatuan (unity); penonjolan atau penekanan

(dominance); keseimbangan (balance) (A. A. M. Djelantik 2004: 37).

a. Kesatuan atau Kebersatuan (Unity)

Kesatuan (Unity) adalah kohesi, konsistensi, ketunggalan atau keutuhan yang merupakan isi pokok dar komposisi. Kesatuan merupakan efek yang dicapai

(31)

14

dalam suatu susunan, sehingga secara keseluruhan menampilkan kesan tanggapan secara untuh (Dharsono, 2004: 117). Karya yang indah dalam keseluruhannya menunjukkan sifat yang utuh, tidak ada cacatnya, tidak ada yang kurang dan tidak ada yang berlebihan. Terdapat hubungan yang bermakna (relevan) antar bagian tanpa adanya bagian yang sama sekali tidak berguna atau tidak ada hubungannya dengan bagian yang lain. Hubungan yang relevan bukan berati gabungan yang begitu saja melainkan saling mengisi, bagian yang satu memerlukan bagian yang lain. Dengan demikian terjadi kekompakan antar bagian-bagian tersebut (A. A. M. Djelantik, 2004: 38).

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kesatuan atau keutuhan dalam karya seni adalah salah satu prinsip dasar tata rupa yang sangat penting dan tersusun secara baik atau sempurna bentuknya. Kesatuan (Unity) dalam seni batik ditunjukan untuk menggambarkan suatu komposisi hasil ciptaan secara utuh dengan menghubungkan sejumlah fakta visual.

b. Penonjolan (dominance)

Penonjolan mempunyai maksud mengarahkan perhatian orang yang menikmati sesuatu karya seni terhadap sesuatu hal tertentu yang dianggap lebih penting daripada hal yang lain. Penonjolan dapat dicapai dengan menggunakan a-simetris, a-ritmis, dan kontras pada penyusunannya. Penonjolan juga dapat dicapai dengan mengeraskan suara tertentu, melalui perubahan ritme, perubahan

kecepatan gerak, atau kecepatan melodi, atau memakai warna yang cerah, dan mencolok (A. A. M. Djelantik 2004: 44).

(32)

15

Jadi, penonjolan adalah menekankan unsur atau bagian tertentu pada suatu karya seni yang bertujuan untuk lebih menarik perhatian pengamat pada unsur atau bagian tersebut.

c. Keseimbangan (balance)

Keseimbangan (balance) adalah keadaan atau kesamaan antara kekuatan yang saling berhadapan dan menimbulkan adanya kesan seimbang secara visual. Rasa keseimbangan dalam karya seni paling mudah tercapai dengan simetri, namun keseimbangan juga dapat dicapai dengan a-simetri. Dalam kesenian, kata “sama berat” sebaiknya digantikan dengan kata “sama kuat”. Apa yang dirasakan seimbang biasanya memberikan kesan “sama kuat”. Pengalaman rasa seimbang biasanya memberikan ketenangan, keseimbangan yang simetris memberikan kesan diam, statis, dan tidak berubah. Keseimbangan yang tidak simetris memberikan kesan bergerak, dinamis dan berubah. Keseimbangan yang tidak simetris mempunyai daya tarik yang lebih besar dari pada keseimbangan yang simetris karena dinamis dirasakan lebih “hidup” daripada yang statis A.A.M. Djelantik (2004: 46-48).

Dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa keseimbangan adalah kesesuaian, keselarasan, keteraturan, dan kesamaan antara unsur yang satu dengan yang lain di dalam sebuah karya sastra.

b. Bobot atau isi (content, substance)

Isi atau bobot dari benda atau peristiwa kesenian bukan hanya yang dapat dilihat saja tetapi juga meliputi apa yang bisa dirasakan atau dihayati sebagai

(33)

16

makna dari wujud kesenian itu. Dengan kata lain, bobot atau isi dari suatu karya seni adalah sesuatu yang ada dibalik atau di dalam karya seni tersebut, baik tersurat atau tampak mata maupun tersirat. Jadi, bobot atau isi suatu karya seni adalah makna atau apa yang terdapat dibalik suatu karya seni.

Bobot kesenian mempunyai tiga aspek: suasana (mood), gagasan (idea), ibarat atau pesan (message) (A. A. M. Djelantik, 2004: 15). Pada halaman yang lainnya A. A. M. Djelantik (2004: 52) menjelaskan bagian dari bobot ini, yakni:

1) Suasana

Paling jelas tercipta dalam seni musik dan seni karawitan. Dijumpai pula dalam penciptaan segala macam suasana untuk memperkuat kesan yang

dibawakan oleh para pelaku dalam film, drama, tari-tarian, atau drama gong. Di Bali teknik ini sebenarnya sudah dari dahulu kala dikenal dalam seni yang paling tradisional, seperti pewayangan. Kemudian juga dalam pengambuhan, tari topeng, dan tari-tarian yang lain. Juga dalam kesenian yang lain seperti seni sastra, seni lukis dan seni patung, suasana dapat ditonjolkan sebagai unsur yang utama dalam bobot karya seni tersebut. Jadi, suasana adalah keadaan yang memberikan kesan tertentu dalam penciptaan suatu karya seni.

2) Gagasan atau Ide

Dengan ini dimaksudkan hasil pemikiran atau konsep, pendapat atau pandangan tentang sesuatu. Dalam kesenian tidak ada suatu cerita yang tidak mengandung bobot; yakni ide atau gagasan yang perlu disampaikan kepada

(34)

17

penikmatnya. Bagaimanapun sederhana ceritanya, tentu ada bobotnya. Pada umumnya bukan cerita semata yang dipentingkan tetapi bobot, makna dari cerita itu. Jadi, gagasan atau ide adalah latar belakang atau konsep yang dihasilkan dari pemikiran untuk menciptakan suatu karya tetentu.

3) Ibarat atau pesan (message)

Disini melalui kesenian kita menganjurkan kepada sang pengamat atau lebih sering kepada khalayak ramai. Hal ini meliputi juga propaganda, misalnya anjuran dalam Keluarga berencana, himbauan untuk membentu Palang Merah. Jadi, dapat disimpulkan bahwa ibarat atau pesan adalah sesuatu yang ingin disampaikan kepada pengamat karya seni baik berupa konsep, pemikiran, doktrin maupun yang lainya melalui karya seni tersebut.

c. Penampilan, atau penyajian (presentation)

Penampilan mengacu pada pengertian bagaimana cara kesenian itu disajikan atau ditampilkan atau disuguhkan kepada penikmatnya (A. A. M. Djelantik, 2004: 15).

Berbeda dengan Djelantik, ahli estetika modern Monroe Beardsley menyatakan bahwa ada 3 unsur yang menjadi sifat-sifat suatu karya seni (karya estetik) dianggap indah (The Liang Gie, 1996: 43), yaitu:

1) Kesatuan (unity)

(35)

18

sempurna bentuknya.

2) Kerumitan (complexity)

Karya estetis itu tidak sederhana sekali, melainkan kaya dengan isi maupun unsur-unsur yang saling berlawanan atau mengandung perbedaan- perbedaan yang halus. Kalau tidak terdapat unsur kerumitan, maka sebidang tembok yang dicat putih yang menunjukkan kesatuan bisa dianggap sebagai benda yang indah. Padahal kenyataannya tidaklah demikian. Jadi, unsur kesatuan harus dilengkapi dengan unsur yang kedua sehingga menjadi kesatuan dalam keanekaragaman.

3) Kesungguhan (intensity)

Suatu karya estetis yang baik harus memiliki suatu kualitas tertentu yang menonjol dan bukan sekedar sesuatu yang kosong. Tidak menjadi soal kualitas apa yang dikandungnya (misalnya suasana suram atau gembira, sifat lembut atau kasar), asalkan merupakan sesuatu benda (a something) yang sungguh-sungguh atau intensif.

Pada penelitian ini, unsur-unsur estetika yang dipaparkan oleh A. A. M. Djelantik di atas yang akan digunakan untuk pendekatan dalam menganalisis nilai estetik yang terdapat pada batik gajah oling Banyuwangi.

d. Tinjauan Tentang Makna Simbolik

(36)

19

menciptakan budaya dan kemudian kebudayaan memberikan arah dalam hidup dan tingkah laku manusia. Dalam kebudayaan tercakup hal-hal bagaimana tanggapan manusia terhadap dunia luarnya, bahkan u8ntuk mendasari langkah-langkah kegiatan yang hendak dan harus dilakukan sehubungan dengan kondisi alam maupun pola kemasyarakatan. Kebudayaan terdiri dari pola-pola yang nyata maupun tersembunyi, mengarahkan perilaku yang dirumuskan dan dicatat oleh manusia melalui simbol-simbol yang menjadi pengarah yang tegas bagi

kelompok-kelompok manusia. Di satu sistem-sistem kebudayaan dapat dianggap sebagai hasil tindakan, dipikak lainya sebagai landasan (unsur-unsur) yang mempenggaruhi tindakan selanjutnya (Said, 2004: 1-2).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2006: 737) makna adalah arti atau maksud. Sedangkan simbol atau lambangadalah semacan tanda, lukisan,

perkataan, lencana dan sebagainya, yang menyatakan sesuatu hal atau menggandung maksud tertentu (Poerwadarminta, 2006:1124). Pendapat lain diungkap oleh said, (2004: 4) kata simbol berasal dari kata yunani, yaitu symbolos yang berarti tanda atau ciri yang memberi taukan sesuatu hal kepada

seseorang. Simbol atau lambing iyalah suatu hal atau keadaan yang memimpin pemahaman sumjek kepada objek. Tanda selalu menunjuk kepada sesuatu yang riil (benda), kejadian atau tindakan Budiyono (2003: 10). Menurut Erwin

Goodenough dalam Saidi (2008: 28) simbol adalah barang atau pola yang apapun sebabnya, bekerja dan berpengaruh kepada manusia melampaui pengakuan tentang apa yang disajikan secara harfiah dalam bentuk yang diberikan itu.

(37)

20

adalah suatu tanda dimana hubungan tanda dan denotasinya ditentukan oleh suatu peraturan yang berlaku umumatau ditentukan oleh sesuatu kesepakatan bersama. Said (2006: 6). Jadi simbol adalah tanda yang diwujudkaan sebagai bentuk fisual bagi sesuatu makna tertentu, yang abstrak, yang bersifat komunikatif bagi

masarakat tertentu, namun tidak bagi masyarakat lainya. Hal ini menggandung pengertian bahwa simbol dalam masyarakat tradisional tidak dapat dilepaskan dari ketentuan normatif dalam kesatuan social masyarakat tersebut kecuali untuk beberapa simbol yang unifersal dan telah dipergunakan secara meluas di kalangan masyarakat lain. Untuk menggerti simbol simbol yang terdapat dalam suatu masyarakat tradisional yang mungkin berkaitan dengan mitosdan sepirit relijius maka dibutuhkan pengetahuwan mengenai sistem budaya yang berlaku dalam masyarakat itu, termaksud pandangan hidupnya.

Menurut Geertz (dalam Irawanto, 2010: 10) penggunaan ragam hiyas pada batik tradisional menunjukkan kedekatan masyarakat jawa pada pemakaian simbol simbol, mengingat ragam hias tersebut sarat dengan makna simbolis. Simbol sebagian besar berbentuk kata-kata, disamping berbentuk lukisan,bunyi-bunyian musik, pelalatan mikanis atau objek damiah Sayidi (2008: 29)

penjelaskan bahwa fungsi simbol adalah untuk menjembatani objek atau hal hal yang kongrit dengan hal hal aftrak yang lebih dari sekedar yang tampak.

Berdasarkan paparan di atas maka makna simbolik merupakan arti atau maksut dari lambing dalam budaya yang mengenai mitos dan sepirit relijius. B. Penelitian yang Relevan

(38)

21

Penelitian yang relevan berisi kajian berbagai hasil penelitian orang lain yang bersifat relevan dengan fokus permasalahan penelitian sebagai berikut: 1. Nilai Estetik Batik Tulis Perwarna Alam Karya Industri Kebon Indah

Bayat, Kelaten, Jawa Tengah.

Penelitian ini dilakukan oleh Zakia. Jurusan Pendidikan Seni Rupa

Universitas Negeri Yogyakarta pada tahun 2012. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Zakia tersebut menunjukkan bahwa nilai estetik karya batik yang dihasilkan industri Kebon Indah terdiri dari dua aspek estetik dan aspek intrinsik.

Aspek estetik batik yang dihasilkan oleh industri Kebon Indah ditampilkan melalui wujud batik itu sendiri yang terdiri dari wujud, isi, dan penampilan. Sedangkan aspek intrinsik itu sendiri terdiridari bentuk, titik, garis, bidang, warna dan proporsi.

2. Tinjauan Motif, Warna, dan Nilai Estetik Batik Tegal Produksi Kelompok Usaha Bersama Sidomulyo di Pasangan Talang Tegal

Penelitian ini dilakukan oleh Krismawan Adi jurusan Pendidikan Seni Rupa Universitas Negeri Yogyakarta pada tahun 2012. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Krisnawan Adi tersebut menunjukkan bahwa nilai estetik karya batik yang dihasilkan oleh Kelompok Usaha Bersama Sidomulyo terdiri dari dua aspek estetik yakni aspek intrinsik dan aspek ekstrinsik.

Aspek instrinsik batik yang dihasilkan oleh Kelompok Usaha Bersama Sidomulyo ditampilkan melalui wujud batik itu sendiri yang terdiri dari bentuk, titik, garis, bidang, warna dan proporsi. Berbeda dengan itu, aspek ekstrinsik ditampilkan melalui isi atau makna yang terkandung dalam karya batik tersebut.

(39)

22 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Pendekatan yang digunakan di dalam penelitian yang berjudul “Nilai Estetik Batik Gajah Oling Banyuwangi Jawa Timur” menggunakan pendekatan kualitatif untuk menghasilkan data deskriptif. Pendekatan deskripsi kualitatif pada penelitian ini bertujuan untuk mendeskrepsikan nilai estitk batik banyuwangi. Menurut Moleong (2002:3) penelitian kualitatif yaitu mempunyai tujuan untuk memberikan gambarkan secepat mungkin tentang suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu dan untuk mendeskripsikan data secara sistematis terhadap fenomena yang dikaji berdasarkan data yang diperoleh untuk mencapai tujuan penelitian secara kualitatif. Dalam penelitian ini peneliti berusaha

mendeskrepsikan atau memberikan gambaran kepada pembaca secara jelas tentang nilai estetika dan makna simbolis batik gajah oling Banyuwangi.

B. Data dan Sumber Data

Dalam penelitian kualitatif, data yang dikumpulkan berupa data deskriptif, misalnya dokumen pribadi, catatan lapangan, tindakan responden, dokumen, dan lain-lain (Andi Prastowo, 2012: 43). Pada penelitian ini, adapun data-data deskriptif yang diperoleh adalah hasil dari observasi atau pengamatan pada saat terjun langsung ke lapangan (lokasi penelitian) yang berupa catatan lapangan. Data lainnya berupa dokumen dan foto yang merupakan hasil dari dokumentasi serta data-data hasil dari wawancara yang berupa catatan dan

(40)

23

rekaman hasil wawancara. Selain itu, karena penelitian ini bertujuan untuk mengkaji nilai estetik dan makna simbolis batik gajah oling Kabupaten Banyuwang. Maka, data-data utamanya berupa data deskriptif hasil dari analisis batik gajah oling Banyuwangi.

C. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini diambil di Kabupaten Banyuwangi. Menurut Suharsimi (2002: 122) sumber data dalam penelitian adalah apa saja yang menjadi titik perhatian dari suatu penelitian. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dijelaskan bahwa di dalam penelitian ini fokus pada nilai estetik batik gajah oling Banyuwangi. Sumber data tersebut dapat diperoleh dari budayawan,

seniman, pemilik perusahaan batik, guru seni.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan suatu cara yang digunakan untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penelitian. Untuk memperoleh data yang sesuai dengan fokus masalah dalam penelitian ini diperlukan teknik

pengumpulan data. Teknik-teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

A. Observasi

Menurut Jakob Sumardjo (2000:24) Observasi adalah suatu kegiatan mengamati dan mencatat secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada obyek penelitian. Sedangkan menurut Moleong (2002:125) metode observasi adalah teknik pengumpulan data denga melakukan pengamatan secara langsung

(41)

24

dan sistematis terhadap segala gejala-gejala yang dimiliki dengan cara meneliti, mengamati, merangkum, dan mendata sebagai mana yang terjadi pada keadaan yang sebenarnya.

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara observasi langsung di kota Banyuwangi. Teknik observasi langsung ini digunakan dengan melakukan pengamatan langsung dan pencatatan untuk memperoleh informasi tentang batik banyuwangi. Pengumpulan data melalui observasi langsung dilakukan untuk mengamati secara langsung bentuk motif, nilai estetik dan warna.

B. Wawancara

Moleong (2002:135) wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan tersebut dilakukan oleh dua pihak yaitu, antara pewawancara (interviewer) yang memberikan pertanyaan dan pihak yang diwawancarai untuk memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Sedangkan menurut Menurut Zuriah (2006: 174) wawancara adalah pengumpulan informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula.

Peneliti mengumpulkan data Penelitian menggunakan teknik wawancara. Teknik wawancara ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi yang bertujuan untuk mengetahui nilai estetik yang terkandung dalam batik

Banyuwangi dan penggunaan warna pada batik banyuwangi. Wawancara dilakukan menggunakan alat bantu yaitu berupa voice recorder untuk merekam pembicaraan antara narasumber dan peneliti.

(42)

25

Sumber data wawancara adalah orang-orang yang terkait dengan fokus kajian tentang nilai estetik batik gajah oling Banyuwangi. Sumber data

wawancara juga merupakan orang mengetahui banyak tentang batik gajah oling serta orang-orang yang mengetahui banyak tentang nilai estetik batik gajah oling. Sumber data wawancara pada penelitian ini yaitu:

1. Pak Eko Purwanto (51 tahun), sumber data.

2. Pak Firman Sauqi (47 tahun), sumber data.

3. Pak Sarto Widoyo (51 tahun), sumber data.

4. Bu Buhan (46 tahun), sumber data.

5. Pak Porwadi (52 tahun), sumber data.

6. Pak Suhaimi (55 tahun), sumber data.

7. Pak Joko Susilo (49 tahun) sumber data.

8. Pak Hisom Prastio (36 tahun) sumber data.

C. Dokumentasi

Menurut Moleong (2002: 161) dokumentasi adalah setiap bahan tertulis, dokumen yang digunakan dalam penelitian ini sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan. Metode dokumentasi dipilih sebagai metode pengumpulan data sebab dianggap penting karena data dokumentasi

(43)

26

merupakan data yang mendukung dalam penelitian ini. Dokumentasi yang digunakan berupa pengambilan foto beberapa motif batik antara lain adalah motif gajah oling, kangkung setingkes, paras gempal, sembruk cacing, garuda, kopi pecah dan masih banyak lagi.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan segala sesuatu yang berperan serta sebagai alat pengumpulan data penelitian. Kualitas instrumen akan menemukan kualitas data yang terkumpul. Oleh karena itu, menyusun instrumen untuk kegiatan penelitian merupakan hal penting yang harus dipahami betul oleh peneliti(Suharsimi dalam Zuriah, 2006: 168). Menurut Moleong (2002: 19), pengumpulan data dalam penelitian kualitatif, instrumen banyak tergantung pada diri sendiri sebagai alat pengumpulan data, karena dapat menilai keadaan dan mengambil keputusan. Adapun alat bantu yang digunakan sebagai instrumen dalam penelitian ini adalah :

a. Pedoman Observasi

Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan observasi langsung. Pedoman observasi ini digunakan untuk mengamati secara langsung tentang situasi dan kondisi yang terjadi selama beradaan dilapangan. Adapun hal -hal yang diamati dalam penelitian ini adalah pengamatan dan pencatatan yang ditemukan pada seluruh ragam hias termasuk komponen-komponennya seperti warna, bentuk motif, dan nama masing-masing motif yang dipakai pada batik Banyuwangi.

(44)

27

b. Pedoman Wawancara

Pertanyaan dalam wawancara meliputi masalah pokok yang akan diteliti, yang berhubungan dengan nilai estetika dan warna batik Banyuwangi.Pedoman wawancara disusun peneliti sendiri secara seksama untuk dikatakan langsung kepada informan dengan tujuan untuk mencari dan menggali informasi secara mendalam dan terperinci yang berkaitan dengan produksi batik banyuwangi mengenai nilai estetika dan warna yang terdapat pada motif batik banyuwangi.

c. Pedoman Dokumentasi

Dokumentasi pada penelitian ini berupa foto – foto motif batik

banyuwangi. Dalam pedoman dokumentasi, peneliti menggunakan alat bantu berupa kamera. Kamera adalah alat perlengkapan yang digunakan untuk memperoleh data penelitian. Instrumen ini digunakan untuk mendapatkan data visual berupa foto batik. Dari hasil foto-foto kain batik ini akan diperoleh perluasan mengenai nilai estetika dari motif batik banyuwangi dan dapat menganalisis tentang warna yang ada di dalam batik banyuwangi.

F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Menurut Moloeng (2002: 177) Uji validitas dapat dilakukan dengan beberapa teknik yaitu: “(1) Perpanjangan keikutsertaan (2) Ketekunan pengamatan (3) Trianggulasi data (4) Pemeriksaan sejawat (5) Kecukupan referensi (6) Kajian kasus negatif (7) Pengecekan anggota.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik triangulasi data, karena pada penelitian ini data yang diperoleh bersifat kualitatif memerlukan penjelasan secara deskriptif. Menurut Sugiyono (2005:83) teknik pengumpulan data

(45)

28

triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Apabila peneliti melakukan pengumpulan data yang sekaligus menguji. kredibilitas data, yaitu pengecekan kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data.

Adapun proses triangulasi ini dikemukakan oleh Wuradji (1992:26) sebagai berikut: “proses triangulasi dilakukan dengan cara mengamati sesuatu kasus dengan cara yang berbeda atau memperoleh informasi tentang suatu hal yang berbeda. Bila suatu data yang diperoleh dari metode yang berbeda tetap memberikan informasi yang sama, maka pengamatan tersebut dianggap objektif”.

Teknik trianggulasi dalam penelitian ini memanfaatkan sumber dalam penelitian dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Membandingkan hasil wawancara dari orang ke orang.

2. Membandingkan wawancara dengan isi dokumen. .

Untuk mempertanggungjawabkan keabsahan data, peneliti memeriksa dan membandingkan dengan responden lain, karena untuk menguatkan kebenaran data. Validasi data triangulasi terletak pada akuratnya data serta informasi yang diperoleh, kemudian diadakan kajian terhadapnya. Informasi itu sendiri diperoleh dari orang-orang yang dapat dipercaya atau reliabilitas dalam kapasitasnya sebagai nara sumber.

(46)

29

G. Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis data yang bersifat kualitatif. Analisis ini mendeskripsikan mengenai nilai estetika dan tinjauan warna motif batik

banyuwangi. Menurut Moloeng (2002: 173) teknik analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sedemikian rupa sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja sebagai yang disarankan oleh data. Analisis data penelitian adalah mencari data dan menatanya secara sistematis dari hasil observasi. Data hasil interprestasi tersebut dikelompokkan menurut jenis

permasalahan yang diteliti, kemudian dicocokkan kembali dengan masing-masing nara sumber, dengan tujuan mengindari kesalahan dalam penafsiran terhadap fokus permasalahan yang diteliti. Setelah data terkumpul, maka data yang ditempuh selanjutnya adalah sebagai berikut.

a. Membuat katagorisasi dengan jalan menginventarisasikan data yang terkumpul baik melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Kemudian

dikelompokkan sesuai jenis dan pokok permasalahan.

b. Menata jenis urutan permasalahan sesuai dengan pokok permasalahan.

c. Membuat deskripsi, pemahaman terhadap data yang disajikan dalam bentuk uraian sesuai dengan fokus permasalahan yang diteliti.

(47)

30

d. Menguji kembali hasil pemahaman dan penafsiran terhadap objek penelitian, dengan tujuan menghindari kesalahan dari hasil penafsiran tentang konteks permasalahan.

e. Menyusun hasil penelitian kualitatif kedalam bentuk laporan, denga tujuan mendeskripsikan data yang diperoleh dari hasil interaksi dengan subjek.

(48)

31 BAB IV

NILAI ESTETIK BATIK GAJAH OLING BANYUWANGI JAWA TIMUR

A. Sejarah Batik Gajah Oling

Gambar 01: Gapura Selamat Datang Kabupaten Banyuwangi (Dokumentasi: Yusuf, Agustus 2017)

Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu Kabupaten di wilayah provinsi Jawa Timur. Berdasarkan garis batas koordinatnya, posisi Kabupaten Banyuwangi terletak di antara 70 43’ - 80 46’ Lintang Selatan dan 1130 53’ – 1140 38’ Bujur Timur. Secara administratif di sebelah utara Kabupaten Banyuwangi berbatasan dengan Kabupaten Situbondo, bagian timur berbatasan Selat Bali, sementara bagian selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia dan di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Jember dan Kabupaten Bondowoso.

(49)

32

Gambar 02: peta Kabupaten Banyuwangi Sumber: http://www.meteobanyuwangi.info

Sebagian besar wilayah daratannya berupa hutan seluas 183.396,3 ha atau 31,72%. Lahan persawahan sekitar 66.152 ha atau 11,44%, perkebunan seluas 82.143,63 ha atau 14,21%, permukiman seluas 127,454,22 ha atau 22,04%, dan sisanya dimanfaatkan untuk jalan, ladang dll. Selain itu, wilayah Kabupaten Banyuwangi memiliki garis pantai sepanjang lebih kurang 175,8 km. Wilayah Kabupaten Banyuwangi secara administratif terdiri dari 25 Kecamatan dan 217 Desa.

Sejarah batik Banyuwangi berawal ketika terjadi usaha penaklukan Blambangan oleh Mataram yang ada pada saat itu dalam masa pemerintahan Sultan Agung. Pada tahun 1633 Sultan Agung melakukan usaha penyerangan ke wilayah timur, yaitu wilayah Blambangan, Panarukan, dan Blitar. Pada upaya

(50)

33

penaklukannya yang kedua tahun 1636-1639 ujung timur Blambangan berhasil ditaklukan

Sejarah tentang penaklukan Blambangan oleh Mataram menjadi hipotesa sejarah kemunculan batik Banyuwangi. Pada masa kekuasaan Mataram di Blambangan, banyak rakyat Blambangan yang dibawa ke pusat pemerintahan Mataram Islam di Pleret, Kotagede. Sehingga, pada akhirnya tidak mustahil para rakyat Blambangan belajar membatik di Keraton Mataram Islam. Menurut data sejarah bahwa batik sudah dikenal oleh tradisi Keraton Jawa sejak abad 15 kususnya pada masa pemerintahan Sultan Agung. Seiring dengan perkembangnya zaman terjadi kepentingan politik yang mutualisme, yang akhirnya menetapkan pembatik sebagai identitas atau simbol penaklukan terhadap budaya yang di dalamnya. Namun yang menarik dari sosok batik khas Banyuwangi, pengaruh dari unsur batik Bali maupun Mataram tidak terlalu nampak pada motif batik Banyuwangi, berbeda dari batik Madura, batik Ponorogo, Pacitan, dan Trenggalek yang tampak sekali pengaruh Mataram.

Gambar 03: Jenis Motif Batik Banyuwangi (Dokumentasi: Yusuf, Agustus 2017)

(51)

34

Kabupaten Banyuwangi adalah satu wilayah produsen batik. Batik di wilayah Banyuwangi termasuk dalam batik pesisiran (wawancara, Bapak Eko Agustus 2017). Batik khas Banyuwangi yang kaya corak ini masih belum banyak dikenal oleh masyarakat luas. Batik Banyuwangi masih kalah populer dengan batik dari Solo dan Pekalongan di Jawa Tengah, maupun batik Yogyakarta. Penggunaan batik Banyuwangi belum seluas batik Solo atau batik Yogyakarta yang biasa digunakan dalam berbagai kesempatan. Berbeda dengan batik Banyuwangi utntuk masyarakat Banyuwangi sendiri, pemakaian batik Banyuwangi khususnya corak gajah oling dikenal sebagai seragam untuk para pegawai di kalangan pemerintahan Kabupaten Banyuwangi.

B. Wujud dan Penampilan Batik Gajah Oling

Seni (art) merupakan hal-hal yang diciptakan dan diwujudkan oleh manusia yang dapat memberi rasa ketenangan dan kepuasan dengan pencapaian rasa indah, termasuk di dalamnya barang-barang hasil kerajinan tangan, lukisan, patung, musik, nyanyian, dan lain sebagainya. Hasil dari unsur seni tersebut tentu tidak hanya kita lihat dan kita dengar, namun akan menimbulkan rasa-nikmat indah dalam diri kita.

Menurut Djelantik, (1999:14) di dalam rasa-nikmat indah yang ada pada diri manusia tentu pasti menimbulkan pertanyaan apa yang terkandung dari berbagai macam kesenian yang ada sehingga memunculkan rasa nikmat indah. Jawaban dari berbagai pertanyaan tersebut tidak dapat di peroleh secara langsung . namun jalan tersebut dapat ditempuh melalui pengetahuan mengenai ciri-ciri barang yang menimbulkan rasa nikmat dan indah itu. Kita dapat menyusun

(52)

35

berbagai ciri khas dari barang kesenian melalui pengamatan dan penyelidikan. Penyelidikan dan pengamatan barang seni tentunya tidak cukup hanya satu barang kesenian, tetapi malalui banyak kesenian. Berdasarkan dari hal tersebut kemudian di petik kesamaan yang paling sering dijumpai dan akhirnya dapat ditarik kesimpulan.

Ciri-ciri yang berperan dalam perangsangan rasa indah dapat disebut ciri estetik yang hadir dalam perwujudan karya seni. Potensi untuk menstimulus rasa indah dalam diri manusia dengan mengamati dan menyelidiki benda kesenian itulah maka diperlukan sifat-sifat yang dikenal dengan unsur estetik. Benda atau peristiwa kesenian semuanya mengandung unsur-unsur estetika, dimana unsur tersebut terbagi menjadi tiga, yakni:

1. Wujud atau Rupa

Segala hal dalam kesenian yang dapat terlihat oleh mata (visual) maupun yang dapat didengar oleh telinga (akustis) dapat dinyatakan sebagai wujud. Aspek wujud dibagi menjadi dua yakni: bentuk (form) dan struktur (structure). Bentuk meliputi titik, garis, bidang, dan gempal (volume), sedangkan struktur meliputi, keutuhan atau kebersatuan (unity), penojolan atau penekanan, dan keseimbangan (balance).

2. Bobot atau Isi

Suatu karya seni atau peristiwa kesenian tidak semata-mata yang hanya dilihat, namun juga meliputi apa yang dirasakan yang dihayati sebagai makna dari wujud kesenian tersebut. Tiga aspek bobot kesenian adalah suasana (mood), gagasan (ide), ibarat atau pesan (message).

(53)

36

3. Penampilan dan Penyajian

Penampilan mengacu pada pengertian bagaimana cara kesenian itu disajikan dan disuguhkan kepada penikmatnya. Unsur penyajian terbagi menjadi tiga, yakni: bakat (talent), ketrampilan (skill), dansarana atau media. Berikut ini adalah analisa kajian batik Gajah Oling Banyuwangi berdasarkan teori estetika Djelantik. a. Batik Gajah Oling Lung-lungan

Gambar 04: Motif Batik Gajah Oling Lung-lungan

Dokumen: Yusuf, Agustus 2017

Batik Gajah Oling merupakan batik tertua di Kabupaten Banyuwangi. Kemunculanya sejak kerajaan Blambangan ditaklukan oleh kerajaan Mataram yakni sekitar tahun 1639. Motif batik gajah oling ini dijadikan ikon Kabupaten Banyuwangi oleh pemerintah daerah setempat.

Batik Gajah Oling terdiri dari motif utama, motif tambahan atau pendukung, dan isen- isen. Unsur motif utama terletak pada motif gajah oling yang dibangun dari beberapa ornamen yakni: tiga daun dilem, tiga bunga manggar ( bunga kelapa), dan satu bunga melati. Kompesisi motif gajah oling

(54)

37

Bunga manggar Daun dilem

Bunga melati

Gambar 05: Ornamen Gajah Oling Digambar ulang oleh: Yusuf, Agustus 2017

Ornamen tambahan atau pendukung pada pola hias gajah oling terdiri dari ornamen lungan (tumbuhan menjalar) dan fauna kupu- kupu. Ornamen lung-lungan dibangun dari garis-garis lengkung yang tersusun ke dalam visual batang, sedangkan untuk ornamen bidang daun dibentuk dari dua komponen garis lengkung busur yang disatukan. Unsur ornamen tambahan lainnya adalah kupu. Bidang kupu-kupu terdiri dari bidang-bidang yang memadukan garis-garis lengkung yang luwes.

Gambar 06: Ornamen Lung-lungan dan Kupu-kupu Digambar ulang oleh: Yusuf, Agustus 2017

Motif isen-isen pada pola gajah oling terdiri dari ceceg-ceceg (titik-titik) dan ceceg sawut. Isen ceceg-ceceg terletak diantara motif lengkung gajah oling, ornamen kupu-kupu dan daun sulur-sulur, sedangkan untuk isen ceceg sawut

(55)

38

(garis menjari) terdapat bagian mahkota ornamen lengkung gajah oling dan ornamen daun dilem.

Kesan seimbang tampak tercapai dari komposisi pola secara keseluruhan. Irama motif gajah oling yang diselingi dengan tumbuhan ornamen lung-lungan daun tampak menambah nilai estetik dari pola hias tersebut. Paduan warna coklat tua, hitam, dan coklat muda pada objek motif tampak serasi jika dipadukan warna latar putih yang ada pecah-pecahan warna coklat muda.

Unsur flora dan fauna seperti daun dilem, bunga manggar, bunga melati, dan kupu-kupu yang berada disekeliling pola gajah oling merupakan satu bentuk kekayaan alam dari Kabupaten Banyuwangi mengingat bahwa wilayah dari utara sampai selatan dan dari wilayah barat sampai timur dikelilingi oleh gunung, hutan, serta pantai. Keadaan alam tersebut memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap flora dan fauna disekitarnya.

Karya batik dengan pola hias gajah oling dikenalkan sebagai pakaian adat Banyuwangi yakni Jebeng Thulik, pakaian penari gandrung, pakaian penari seblang dan juga seragam. Pada pakaian adat jebeng thulik pola hias gajah oling dikenakan pada bagian udeng tongkosan dan sembong untuk pakaian laki-laki, sedangkan untuk pakaian wanita pola hias gajah oling dikenakan sebagai kain panjang atau “sewek”.

Batik dengan pola hias gajah oling juga dikenakan oleh penari gandrung yang pada bagian sewek (kain panjang yang digunakan sebagai bawahan). Sama halnya dengan penari gandrung pola gajah oling juga dikenakan oleh penari seblang pada bagian sewek. Mengenakan kain panjang dengan pola hias gajah

(56)

39

oling pada busana penari gandrung dan seblang dimaksudkan untuk mensyukuri limpahan rejeki yang diberikan Tuhan dan berharap bahwa hasil pertanian akan selalu lancar. Sedangkan dalam bentuk seragam batik dengan pola hias gajah oling telah ditetapkan sejak tanggal 4 maret 2009 bawah batik digunakan sebagai seragam wajib setiap hari Kamis dan Jumat.

Gambar 07: Pakaian Adat Jebeng Thulik Sumber: www. Google.com 2017

Dalam penampilan batik pola hias gajah oling Lungl-ungan biasanya di gunakan untuk busana adat jebeng thulik, penari gandrung, dan penari seblang. Pada pakaian jebeng (laki-laki) biasanya dipakai untuk udeng (tutup kepala) dan sembong. Sedangkan tulik (perempuan) biasanya dipakai untuk sewek (kain panjang yang digunakan sebagai bawahan).

(57)

40

b. Motif Batik Gajah Oling Gedegan

Gambar 08: Batik Gajah Oling Gedegan Dokumen: Yusuf, Agustus 2017

Komponen motif yang menyusun pola motif batik Gajah Oling Gedegan antara lain: motif gajah oling, bunga mawar, dan unsur ornamen ukel, sedangkan untuk latar berupa pola hias anyaman bambu. Unsur motif gajah oling tersusun dari ornamen tiga daun dilem, satu bunga melati dan tiga bunga manggar. Gajah oling terdiri dari susunan garis lengkung S yang disatukan menjadi bidang lengkung. Di dalam garis lengkung S dan didaun dilem terdapat cecek-cecek (titik-titik) untuk memperindah motif gajah oling. Penyatuan bidang bunga dan daun terdiri dari beberapa gabungan garis, seperti: garis lengkung kubah, garis lengkung busur, dan garis diagonal. Susunan motif yang terdapat di atas pola latar dikomposisikan secara berselang untuk menciptakan kesan yang selaras dan menghindarkan tata letak yang membosankan dalam sebuah pola.

(58)

41

Bunga manggar Daun delem

Bunga melati

Gambar 09: Ornamen Gajah Oling Digambar ulang oleh: Yusuf, Agustus 2017

Unsur motif bunga Mawar tersusun dari bidang natural kombinasi dan garis lengkung kubah dan garis diagonal, sedangkan untuk garis lengkung busur dan garis zig-zag dipertemukan dalam satu titik membentuk bidang bunga mawar. Di dalam motif bunga mawar terdapat cecek-cecek dan cecek-cecek sawut.

Gambar 10: Ornamen Bunga Mawar Digambar ulang oleh: Yusuf, Agustus 2017

Motif ketiga adalah ukel yang secara visual menyerupai daun paku atau pakis yang masih muda. Ukel terbentuk berdasarkan bidang yang tersusun dari

(59)

42

garis lengkung S, sedangkan untuk ornamen daun-daun kecil yang mengelilingi motif ukel terbentuk dari bidang yang bersudut bebas.

Gambar 11: Ornamen Ukel Digambar ulang oleh: Yusuf, Agustus 2017

Isen yang terdapat pada pola hias gedegan terdiri dari ceceg-ceceg (titik-titik), sawut daun (garis-garis menjalar), dan kombinasi dari kedua jenis isen. Dalam segi warna batik Banyuwangi cenderung mengkomposisikan warna pesisir yang bebas tidak harus mengikuti warna batik tradisi seperti warna soga (coklat). Unsur warna hijau, biru muda, dan putih menjadi kombinasi dalam pola hias gedegan. Efek warna biru muda dapat menonjolkan kesan tekstur gedegan. Dan warna putih untuk memberi kesan timbul ke ornamen gajah oling yang berwarna coklat yang dapat menyeimbangkan warna hijau yang cenderung mendominasi pola gedegan.

(60)

43

Gambar 12: Ornamen Gedeghan Dokumen: Yusuf, Agustus 2017

Pola gedegan yaitu unsur motif garis yang membentuk pola gedegan. Gedegan dibangun dari perpaduan garis-garis diagonal ke kiri dan ke kanan yang dirangkai membentuk anyaman. Garis diagonal dikompesisikan dengan ritme kerapatan garis yang sama.

Berdasarkan aspek struktur dan bobotnya secara keseluruhan masing-masing motif batik latar maupun komponen motif di atas latar sama-sama memiliki peran yang kuat. Kesetaraan peran diciptakan dari kesamaan warna baik pada latar maupun motifnya. Dalam hal ini keutuhan terkait dengan harmonisasi atau keselarasan. Jika dilihat pola hias gedegan tampak lugas, lugu, dan sederhana. Hal tersebut yang mencerminkan karakteristik dari masyarakat Banyuwangi.

Gambar 13: Udeng (tutup kepala) Dokumen: Yusuf, Agustus 2017

(61)

44

Dalam penampilan pola hias batik gajah oling Gedegan dituangkan dalam sebuah kain dalam teknik batik tulis berbahan katun primissima maupun sutra. Kain kemudian dibentuk dalam bentuk udeng (penutup kepala), kemeja atau pakaian wanita. Apabila dilihat secara visual ketika pola ini dituangkan pada kain semakin menambah nilai estetiknya.

c. Motif Batik Gajah Oling Galaran

Gambar 14: Batik Gajah Oling Galaran Dokumen: Yusuf, Agustus 2017

Pola hias galaran secara keseluruhan dibangun berdasarkan empat komponen motif. Motif pertama adalah ornamen gajah oling, motif kedua bunga mawar, ketiga ukel, dan keempat adalah galaran yang menjadi pola latar. Pada dasarnya komponen pola hias galaran tidak jauh berbeda dengan pola hias gedegan, hanya saja perbedaanya terletak pada pola bagian latar yang terbentuk dari susunan garis-garis diagonal dan komposisi warna di dalamnya.

Motif pertama yakni gajah oling disusun berdasarkan dari formasi dua garis lengkung S yang dihubungkan menjadi satu bidang. Komponen garis lainnya adalah perpaduan antara garis lengkung kubah, garis diagonal, dan garis lengkung busur yang di pertemukan dalam satu titik menjadi susunan bidang bunga melati,

(62)

45

tiga daun dilem, dan tiga bunga manggar. Garis lengkung S memberikan asosiasi kedinamisan, kelincahan, kegesitan, dan kekenesan.

Bunga manggar

Daun delem Bunga melati

Gambar 15: Ornamen Gajah Oling Digambar ulang oleh: Yusuf, Agustus 2017

Motif kedua adalah bunga mawar dimana motif ini merupakan bidang organik atau natural. Ornamen bunga terbentuk dari kombinasi garis lengkung kubah dan garis diagonal, sedangkan garis busur dan zig-zag dipertemukan dalam satu titik membentuk bidang daun.

Gambar 16: Ornamen Bunga Mawar Digambar ulang oleh: Yusuf, Agustus 2017

Motif ketiga adalah ukel yang secara visual menyerupai daun paku atau pakis yang masih muda. Ukel terbentuk berdasarkan bidang yang tersusun dari

Gambar

Gambar 01: Gapura Selamat Datang Kabupaten Banyuwangi  (Dokumentasi: Yusuf, Agustus 2017)
Gambar 02: peta Kabupaten Banyuwangi  Sumber: http://www.meteobanyuwangi.info
Gambar 05: Ornamen Gajah Oling   Digambar ulang oleh: Yusuf, Agustus 2017
Gambar 07: Pakaian Adat Jebeng Thulik  Sumber: www. Google.com 2017
+7

Referensi

Dokumen terkait