• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 0 0 m 2 1, 7 FILLET IKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3 0 0 m 2 1, 7 FILLET IKAN"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

(2)

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

FILLET IKAN

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami penjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya Buku

Pola Pembiayaan Usaha Fillet Ikan (irisan daging ikan tanpa tulang) ini mampu diselesaikan. Penyusunan buku ini dilakukan dalam rangka mendukung pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), terutama untuk menyediakan informasi baik bagi perbankan, UMKM pengusaha maupun calon pengusaha yang berminat mengembangkan usaha tersebut. Informasi pola pembiayaan disajikan juga dalam Data dan Informasi Bisnis Indonesia (www.bi.go.id).

Buku Pola Pembiayaan Usaha Fillet Ikan mengambil sampel di Desa Tegalsari Barat Kecamatan Tegalsari, Kota Tegal, Jawa Tengah. Penyusunan buku dilakukan melalui survei langsung ke lapangan dan in depth interview terhadap pengusaha fillet ikan, wawancara dan diskusi dengan dinas/instansi terkait serta dengan pihak perbankan.

Dalam penyusunan buku pola pembiayaan ini, Bank Indonesia bekerjasama dengan Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (DKP) dan memperoleh masukan dan saran dari banyak pihak antara lain PT. Bank Mandiri, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero), Bukopin, Bank Niaga, Bank Permata, Bank Panin, Bank Internasional Indonesia, Bank Danamon serta narasumber yang terkait baik asosiasi maupun perorangan. Atas sumbang pikir dan bantuan kelancaran penyusunan buku pola pembiayaan Usaha Fillet Ikan, Bank Indonesia cq Biro Pengembangan UMKM - Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (BUMKM - DKBU) menyampaikan terimakasih.

Sedangkan bagi pembaca yang ingin memberikan kritik, saran dan masukkan bagi penyempurnaan buku ini atau ingin mengajukan pertanyaan terkait dengan buku ini dapat menghubungi: Biro Pengembangan UMKM Direktorat Kredit, BPR dan UMKM, Bank Indonesia dengan alamat:

Gedung Tipikal (TP), Lt. V

Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10110

Telp: (021) 381-8581, Fax: (021) 351 – 8951 Email: Bteknis_PUKM@bi.go.id

Akhir kata, semoga buku ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi pengembangan UMKM.

Jakarta, Mei 2008 Direktorat Kredit, BPR dan UMKM

(4)

RINGKASAN EKSEKUTIF

USAHA FILLET IKAN

No. Unsur Pembiayaan Uraian

1. Jenis Usaha Usaha Fillet ikan

2. Lokasi Usaha Ds Tegalsari Barat Kec Tegalsari,

Kota Tegal, Jawa Tengah

3. Dana yang Diperlukan  Investasi Rp.203,706.000,-

 Modal Kerja Rp.311.480.000,-  Total Rp.515,186,000-

4. Sumber Dana  Kredit Rp.360.630.000,-

 Modal Sendiri Rp.154.555.800.-,

5. Plafon Kredit  Modal Kerja Rp.

Rp.360.630.000,-

6. Jangka Waktu Kredit Jangka waktu kredit adalah 1

tahun (kredit modal kerja) tanpa tenggang waktu (grace period)

7. Suku Bunga 18 % per tahun menurun

8. Periode Pembayaran

Kredit

Angsuran pokok dan bunga dibayarkan setiap bulan mulai tahun ke-1 9. Kelayakan Usaha:  Periode Proyek  Produk yang Dihasilkan  Skala Usaha/Luas Areal  Siklus Usaha  Tingkat Teknologi  Pemasaran Hasil 5 tahun Fillet Ikan 300 m2

Produksi setiap hari Sederhana

Harga rata-rata Rp. 9.000,- per kg dijual langsung ke industri pengolah lanjutan 10. Kriteria Kelayakan Usaha  NPV  IRR  Net B/C Ratio  Penilaian Rp. 290.342.081,- 40,86% 1,56 Layak dilaksanakan 11. Analisis Sensitivitas 11.1 Penurunan Pendapatan: Sebesar 2 %  NPV  IRR  Net B/C Ratio  Penilaian Rp.35.912.088,- 21,00% 1,7 Layak dilaksanakan

(5)

No. Unsur Pembiayaan Uraian Sebesar 3,00%  NPV  IRR  Net B/C Ratio  Penilaian Rp. (91.261.827,-) 10,05% 0,85

Tidak layak dilaksanakan 11.2 Kenaikan Biaya Operasional: Sebesar 2,00%  NPV  IRR  Net B/C Ratio  Penilaian Rp.56.478.623,- 22,69% 1,11 Layak dilaksanakan Sebesar 3,00%  NPV  IRR  Net B/C Ratio  Penilaian Rp.(60.398.525) 12.80% 0,88

Tidak layak dilaksanakan 11.3 Penurunan Pendapatan

dan Kenaikan Biaya Operasional: Masing-masing sebesar 1%  NPV  IRR  Net B/C Ratio  Penilaian Rp.46.199.855,- 21,85 % 1,09 Layak dilaksanakan Penurunan Pendapatan 2,00% dan Kenaikan Biaya Operasional 2,00%:  NPV  IRR  Net B/C Ratio  Penilaian - Rp.(197.860.207) 0,04 0,62

(6)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ……… i RINGKASAN EKSEKUTIF ..……….……… ii DAFTAR ISI ………... iv DAFTAR TABEL ……… vi DAFTAR GAMBAR ……….. vii BAB I PENDAHULUAN ...……….……. 1

BAB II PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN ... 5 2.1 Profil Usaha .. ……..…….…...…………... 5 2.2 Pola Pembiayaan ………... 6 2.2.1 Bank Panin ………... 6 2.2.2 Bank BRI ………..……….………... 7

BAB III ASPEK PASAR DAN PEMASARAN ... 9 3.1 Aspek Pasar ……….………. 9

3.1.1 Permintaan …………... 10

3.1.2 Penawaran ………...….………... 11

3.1.3 Analisis Persaingan dan Peluang Pasar ………. 11

3.2 Aspek Pemasaran ………... 12

3.2.1 Jalur pemasaran poduk………... 13

3.2.2 Kendala Pemasaran ………. 14

BAB IV ASPEK TEKNIS PRODUKSI………..………... 15 4.1 Lokasi Usaha ……….………... 15

4.2 Fasilitas Produksi dan Peralatan ………... 15

4.3 Bahan Baku ………... 16

4.4 Tenaga Kerja dan Upah ………... 18

4.5 Teknologi ………... 19

4.6 Proses dan Metode Produksi ... 19

4.7 Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi ………... 24

4.8 Kendala Produksi ...………... 24

BAB V ASPEK KEUANGAN ..………... 27 5.1 Pemilihan Pola Usaha ……….………... 27

(7)

5.3.1 Biaya Investasi………... 28

5.3.2 Biaya Operasional…………...….………... 29

5.4 Kebutuhan Dana untuk Investasi... 30

5.5 Produksi dan Pendapatan .……….. 32

5.6 Proyeksi Rugi Laba Usaha dan Break Even Point ……….. 33

5.7 Proyeksi Arus Kas ………... 34

5.8 Analisis Sensitivitas ..……… 35

BAB VI ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN ... 37

6.1 Aspek Ekonomi dan Sosial ... 37

6.2 Dampak Lingkungan ... 37

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ………... 39 7.1 Kesimpulan ……….………. 39 7.2 Saran-saran ….…………..………... 39 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1

Tabel 1.2

Produksi Ikan menurut Jenis Pengolahan ... Usaha Pengolahan Ikan Skala Rumah Tangga - Kota Tegal ...

1 3

Tabel 3.1 Penggunaan Hasil Produksi Fillet ... 9

Tabel 3.2 Permintaan, Harga dan Nilai Fillet Ikan ... 10

Tabel 3.3 Produksi, Permintaan, Penawaran dan Potensi Pasar Fillet - Kota Tegal ... 10

Tabel 3.4 Produksi dan Nilai Produksi Perikanan – Kota Tegal ... 11

Tabel 4.1 Alat dan Fungsi ... 15

Tabel 4.2 Harga Bahan Baku Ikan ... 17

Tabel 4.3 Standar Mutu Air untuk Pengolahan Hasil Perikanan ... 17

Tabel 5.1 Asumsi dan Parameter untuk Analisis Keuangan ... 28

Tabel 5.2 Biaya Investasi Fillet Ikan ………. 29

Tabel 5.3 Biaya Operasional Fillet Ikan ... 30

Tabel 5.4 Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja Fillet Ikan ... 31

Tabel 5.5 Angsuran Pokok, Bunga Kredit Investasi dan Modal Kerja ... 32

Tabel 5.6 Produksi dan Pendapatan ... 33

Tabel 5.7 Proyeksi Laba Rugi Usaha Fillet Ikan ... 33

Tabel 5.8 Kelayakan Usaha Fillet Ikan ……… 35

Tabel 5.9 Analisis Sensitivitas : Pendapatan Turun .……….……… 35

Tabel 5.10 Analisis Sensitivitas: Biaya Operasional Naik ... 36

Tabel 5.11 Analisis Sensitivitas : Perubahan Pendapatan turun dan Biaya operasional naik ……….………. 36

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1 Jalur Pemasaran Fillet ... 13

Gambar 4.1 Bahan Baku Fillet Ikan ... 16

Gambar 4.2 Sortir Ikan ... 19

Gambar 4.3 Pencucian Ikan ... 20

Gambar 4.4 Penimbangan Ikan ... 20

Gambar 4.5 Proses Pemiletan ... 21

Gambar 4.6 Memilet Ikan ... 21

Gambar 4.7 Pengulitan ... 22

Gambar 4.8 Pengerokan Sisa Daging pada Tulang ... 22

Gambar 4.9 Penimbangan dan Pengemasan dalam Kantong Plastik ... 23

Gambar 4.10 Fillet ditata dalam Cool Box ... 23

(10)
(11)

BAB I

PENDAHULUAN

Kekayaan sumberdaya laut Indonesia sangat berlimpah, dua per tiga wilayah Indonesia terdiri dari laut, potensi perikanan sebesar 6,26 juta ton/tahun dengan keragaman jenis ikan namun belum seluruhnya dimanfaatkan secara optimal. Pada tahun 2005, total produksi perikanan 4,71 juta ton, dimana 75% (3,5 juta ton) berasal dari tangkapan laut. Apabila dilihat dari tingkat pemanfaatan, terutama untuk ikan-ikan non ekonomis belum optimal. Hal ini disebabkan pemanfaatannya masih terbatas dalam bentuk olahan tradisional dan konsumsi segar. Ekspor hasil perikanan Indonesia hingga saat ini masih didominasi oleh ikan dalam bentuk gelondongan dan belum diolah (DKP,2007).

Dari total produksi tangkapan laut, sebesar 57,05 % dimanfaatkan dalam bentuk basah, sebesar 30,19% bentuk olahan tradisional dan sebesar 10,90 % bentuk olahan modern dan olahan lainnya 1,86% Sedangkan dari ekspor tahun 2005 sebesar 857.782 ton, 80% diantaranya didominasi produk olahan modern sedangkan produk olahan tradisional hanya sekitar 6%.

Upaya untuk meningkatkan nilai dan mengoptimalkan pemanfaatan produksi hasil tangkapan laut adalah dengan pengembangan produk bernilai tambah, baik olahan tradisional maupun modern. Saat ini produk bernilai tambah yang diproduksi di Indonesia masih dari ikan ekonomis seperti tuna, udang dan lain sebagainya yang memiliki nilai jual meski tanpa dilakukan proses lanjutan. Apabila ingin merubah nilai jual ikan non ekonomis maka salah satu cara yang bisa ditempuh adalah melalui diversivikasi pengolahan produk perikanan agar lebih bisa diterima oleh masyarakat dan sesuai dengan selera pasar dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, aman, sehat melalui asupan gizi/vitamin/protein dari produk hasil perikanan dan ketahanan pangan. Berikut ini disajikan data produksi ikan olahan Indonesia tahun 2000- 2005.

Tabel 1.1

Produksi Ikan Menurut Jenis Pengolahan Jenis Pengolahan 2000 2001 2002 2003 2004 2005 611.662 584.394 571.577 598.235 483.471 478.317 66.457 134.071 124.628 121.491 123.555 95.776 Terasi 16.581 21.607 7.251 9.342 15.731 13.911 Diawetkan Peragian Peda 7.950 13.442 4.996 4.911 5.331 6.452 Kecap 76 524 2 6 204 71 37.641 36.561 53.905 56.574 66.516 88.690 9.195 30.158 53.045 52.355 17.516 28.012 305.923 307.235 319.237 573.911 636.303 699.224 21.227 25.299 36.913 28.415 36.137 49.211 1.640 12.204 16.612 8.635 6.458 7.251 1.078.352 1.165.495 1.188.364 1.453.875 1.391.222 1.466.915 Kering/Asin Pindang Asapan Lainnya Beku Kalengan Tepung Ikan JUMLAH

Produksi Ikan Olahan Menurut Jenis Pengolahan ( Ton) Tahun

(12)

Pendahuluan

Hasil dari usaha tersebut sangat tergantung pada proses pengolahannya. Untuk mendapatkan mutu terbaik dari proses pengolahan ikan dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan bahan dan alat yang digunakan. Usaha pengolahan ikan tidak hanya sebatas pada pengolahan menjadi produk yang masih berbentuk ikan tetapi juga pengolahan menjadi bentuk lain. Salah satu bentuk pengolahan dapat berupa fillet.

Fillet ikan adalah suatu irisan daging ikan tanpa tulang. Ketika mendengar kata fillet maka akan terbayang jenis fillet ikan “golongan mahal”, seperti fillet Salmon, Kakap Merah (Lutjanus argentimaculatus), Kerapu (Serranidae) dan sebagainya. Sebenarnya fillet dapat dikategorikan menurut bahan bakunya yaitu fillet yang berasal dari ikan ekonomis seperti Salmon, Kakap Merah (Lutjanus argentimaculatus), Kerapu (Serranidae), dan fillet dari jenis ikan non ekonomis; Kurisi (Nemipterus nematophorus), Swanggi (Priacanthus tayenus), Biji Nangka/kuniran (Upeneus sulphureus), Pisang-pisang (Caesio chrysozomus), Paperek (Leiognathus sp), dan Gerot-gerot (Pomadasys sp). Jenis yang kedua ini merupakan bentuk mengoptimalkan pemanfaatan ikan hasil tangkapan melalui pengembangan produk bernilai tambah.

Salah satu bentuk usaha dalam mengoptimalkan pemanfaatan ikan adalah dengan mengembangkan fillet dan produk lanjutannya (gel-based products) (Wahyuni, 2002). Fillet ikan non ekonomis digunakan sebagai bahan baku produk makanan olahan lanjut antara lain seperti baso, sosis, burger, otak-otak, siomay, nugget, empek-empek, krupuk ikan dan produk lainnya.

Dalam lending model ini dilakukan penelitian di Kota Tegal yang mempunyai potensi industri pengusahaan hasil perikanan yang cukup bagus. Fillet ikan merupakan salah satu komoditas unggulan Kota Tegal yang banyak diminati oleh konsumen. Usaha ini sudah berkembang sejak tahun 1999, yang dimulai oleh tiga pengusaha fillet ikan. Usaha fillet ini berkembang pesat sehingga pada tahun 2007 pengusaha yang bergerak di bidang ini menjadi 35 pengusaha. Lokasi usaha fillet ikan di Desa Tegalsari Kecamatan Tegal Barat dengan dengan produksi total sebesar 12 – 15 ton/hari (DKP kota Tegal, 2007).

Melimpahnya hasil tangkapan ikan non ekonomis di Kota Tegal merupakan faktor pendukung keberhasilan usaha ini. Selain fillet ikan terdapat usaha perikanan skala rumah tangga lainnya. Berikut data usaha perikanan skala rumah tangga berdasarkan jumlah pengusaha dan jenis usahanya:

(13)

Tabel 1.2

Usaha Pengolahan Ikan skala Rumah Tangga Kota Tegal

No. Jenis Usaha Pengolah Ikan Jumlah

1. Pengolah Ikan Asin 61

2. Pengolah Ikan Segar 38

3. Pengolah Ikan Fillet 35

4. Pengasapan/Pemindangan 64

5. Pembuatan Terasi. 11

6. Pengolah Kerupuk Ikan/Udang 10

7. Pengumpul Benih/Ikan Lele 1

8. Penampung Limbah Padat Fillet Ikan 7

Jumlah 227

Sumber: Bappeda Kota Tega,l 2007.

Pengolahan fillet ikan menguntungkan banyak pihak dan meningkatkan efisiensi secara keseluruhan. Konsumen dapat memperoleh produk yang praktis sehingga waktu yang dibutuhkan untuk memasak menjadi lebih cepat. Bagi produsen, fillet merupakan upaya memperoleh nilai tambah karena hasil dari penjualan fillet lebih tinggi daripada ikan dijual utuh. Limbah hasil produksi fillet berupa kepala ikan, jeroan dan tulang ikan dapat diolah menjadi tepung ikan, makanan unggas, pupuk atau produk lainnya. Jadi jika dilihat secara keseluruhan dalam usaha fillet ikan terjadi peningkatan efisiensi karena tidak ada limbah terbuang.

Pengolahan fillet bisa dikembangkan lebih luas di Indonesia untuk pemanfaatan produksi perikanan dengan pertimbangan sebagai berikut :

a. Hasil tangkapan ikan di Indonesia sangat beraneka ragam.

b. Hampir semua jenis ikan dapat dibuat sebagai bahan baku fillet

c. Fillet kondisi beku dapat disimpan jangka panjang sebagai bahan baku produk makanan

olahan.

d. Fillet mempunyai volume lebih kecil dari ikan utuh

e. Fillet dan produk lanjutannya dapat memberikan nilai tambah untuk nelayan serta perbaikan

(14)

Pendahuluan

(15)

BAB II

PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN

2.1. Profil Usaha

Usaha fillet ikan di Kota Tegal merupakan usaha perorangan dengan tehnologi yang sederhana menggunakan cara manual. Usaha ini dapat dilakukan oleh industri rumah tangga karena proses produksinya relatif mudah dan tidak memerlukan tenaga dengan pendidikan tinggi atau peralatan yang canggih. Pengusaha fillet di Kota Tegal dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori menurut cakupan kegiatan usaha sebagai berikut :

a) Pengusaha yang melakukan seluruh aktifitas usaha, mulai dari membeli ikan melalui lelang di TPI, mengolah menjadi fillet dan memasarkan sendiri. Pengusaha golongan ini umumnya sudah menguasai pasar fillet.

b) Pengusaha yang hanya memproduksi fillet, hasil fillet dipasok ke pedagang pengumpul. Konsekuensi dari pengusaha ini akan menerima harga penjualan yang lebih rendah dari pengusaha yang memasarkan sendiri.

Jenis usaha fillet yang ada adalah dengan menggunakan ikan non ekonomis atau sering disebut ”ikan runcah”. Untuk memproduksi fillet pengusaha tidak hanya menggunakan satu jenis ikan saja. Mereka menggunakan campuran ikan yang berbeda-beda tergantung jenis ikan yang didapat dari pelelangan TPI. Jenis ikan yang digunakan di Kota Tegal adalah jenis ikan demersal antara lain Kurisi (Nemipterus nematophorus), Swanggi (Priacanthus tayenus), Biji Nangka/kuniran (Upeneus sulphureus). Bahan baku ikan diperoleh dari TPI Jongor dan 2 TPI lainnya di Kota Tegal.

Pada saat survey dilakukan terdapat 35 orang pengusaha fillet yang didominasi oleh kaum wanita dimana 66% dimiliki oleh pengusaha wanita. Pengusaha fillet mempunyai tenaga kerja antara 10 orang sampai dengan 100 orang, yang terdiri dari tenaga kerja wanita dan pria.

Tenaga kerja wanita diupah secara borongan sesuai dengan jumlah fillet yang dihasilkan tiap harinya. Pengusaha membagi tenaga kerja wanita dalam kelompok untuk mengerjakan fillet ini. Tiap kelompok terdiri dari 4 orang. Masing-masing mempunyai tugas yang berbeda yaitu memilet, mengerok, menguliti, dan mengemas fillet ke dalam plastik serta membawa ke meja penimbangan. Sedangkan tenaga kerja pria merupakan tenaga kerja tetap yang bertugas mengangkut ikan, menimbang, dan mengepak.

Menurut data DKP 2007 Kebutuhan bahan baku ikan untuk fillet rata rata 3.256,33 kg per hari dan produk rata-rata adalah 1.321,5 kg per hari.

(16)

Profil Usaha dan Pola Pembiayaan

Dengan dasar perhitungan skala usaha menurut PER.18/MEM/2006 Tentang Skala Usaha Pengolahan Hasil Perikanan, sampel pengusaha fillet memperoleh nilai kumulatif sebesar 56 artinya usaha yang dijalankan termasuk dalam pengolahan hasil perikanan skala kecil.

Usaha fillet ikan dapat lebih dikembangkan, mengingat potensi hasil tangkapan ikan non ekonomis di Kota Tegal cukup tinggi serta permintaan fillet ikan yang terus meningkat seiring dengan perkembangan konsumsi ikan.

2.2. Pola Pembiayaan

Untuk penyusunan buku ini, dilakukan survey di Desa Tegalsari Barat Kec Tegalsari Kota Tegal. Dari hasil survey diperoleh informasi bahwa bank yang sudah membiayai usaha fillet di Kota Tegal yaitu Bank Panin dan BRI. Berdasarkan diskusi dengan bank-bank responden, dapat disimpulkan bahwa bank yang membiayai usaha fillet ikan belum memiliki skema pinjaman khusus untuk usaha fillet ikan. Kredit yang disalurkan untuk usaha fillet digolongkan sebagai kredit umum. Jenis pinjaman yang disalurkan Bank Panin pada usaha fillet ikan adalah Smart Panin, sedangkan pada Bank BRI adalah Kupedes.

2.2.1. Bank Panin

Bank Panin telah menyalurkan kredit untuk fillet sejak tahun 2006. Motivasi pemberian kredit ini adalah potensi usaha di bidang fillet ikan yang dianggap akan semakin berkembang karena faktor geografis yang menguntungkan untuk usaha sejenis di Kota Tegal.

Smart Panin adalah kredit modal kerja yang menggunakan pola rekening koran. Pola rekening koran adalah pembiayaan di mana nasabah yang mendapatkan kredit diharuskan membuka rekening di bank bersangkutan. Bank akan memberikan kredit sejumlah pengajuan yang disetujui dengan jangka waktu tertentu. Kredit tersebut dapat diambil sewaktu-waktu oleh nasabah selama jangka waktu kredit yang diberikan, akan tetapi kredit harus dibayar lunas pada akhir periode. Dengan pola ini memungkinkan bagi nasabah untuk mengambil sejumlah dana yang diperlukan pada waktu-waktu diperlukan. Tingkat suku bunga dihitung per hari berdasarkan jumlah kredit yang diambil dan jangka waktu pengambilan kredit. Jangka waktu pelunasan dapat diperpanjang sesuai dengan kemampuan nasabah. Tingkat bunga pinjaman untuk sebesar 12 % untuk nasabah baru dan 13,5% untuk perpanjangannya. Jangka waktu max 10 tahun dengan nilai kredit minimal 100 juta dan maksimal 1 milyar.

Untuk mendapatkan kredit, nasabah harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh bank. Dua faktor utama yang dipertimbangkan bank adalah agunan dan karakter. Agunan bisa dikatakan merupakan persyaratan yang mutlak harus ada dalam pengajuan kredit. Agunan

(17)

biasanya berupa sertifikat tanah/bangunan tempat usaha, barang/aset bergerak atau tabungan. Untuk pengusaha fillet yang mendapatkan kredit dari Panin menggunakan jaminan berupa sertifikat tanah dan tabungan. Penilaian karakter dilakukan berkaitan sifat pengusaha dalam hubungannya dengan pengembalian kredit.

Jangka waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh kredit dari Bank Panin ini relatif singkat. Pengusaha sudah dapat mencairkan kredit dalam waktu 14 hari sejak masa pengajuan kredit. Jumlah pengusaha fillet yang memperoleh kredit adalah 5 (lima) pengusaha senilai Rp 3.200.315.006,-.

2.2.2. BRI

BRI memberikan kredit kepada pengusaha fillet dalam bentuk Kredit Umum Pedesaan (Kupedes). Kupedes adalah fasilitas kredit yang disediakan oleh BRI Unit (bukan oleh Kantor Cabang) untuk mengembangkan atau meningkatkan usaha kecil dan mikro yang layak (eligible). Fasilitas ini diberikan untuk semua kebutuhan pembiayaan usaha mikro (micro financing) di masyarakat dengan prosedur yang relatif mudah dan sederhana, baik untuk tujuan produktif maupun konsumtif. Tujuan Kupedes adalah membantu anggota masyarakat yang membutuhkan dana untuk pembiayaan usaha mikro, baik yang bersifat modal kerja, investasi, maupun keperluan lainnya. Sifat kredit adalah kredit komersial dengan bunga 1,5 % sampai 2 % per bulan.

Pengusaha yang mengajukan kredit dilayani berdasarkan domisili tempat tinggal. Putusan kredit maksimal 7 hari kalender untuk putusan Ka Unit dan 14 hari untuk putusan Kanca BRI. Jangka waktu maksimal 24 bulan untuk Kupedes Modal Kerja, dan 36 bulan untuk Kupedes Investasi. Semua nasabah kupedes diikutkan program Asuransi Jiwa dengan beban biaya BRI. Bagi nasabah yang mengangsur secara tepat waktu selama periode tertentu diberikan PBTW (Pendapatan Bunga Tepat).

(18)

Profil Usaha dan Pola Pembiayaan

(19)

BAB III

ASPEK PASAR DAN PEMASARAN

3.1 Aspek Pasar

Fillet produksi Kota Tegal merupakan bahan dasar beberapa jenis makanan olahan di Indonesia. Peluang dan potensi pasar fillet ikan dalam negeri sangat bagus. Hal tersebut dapat dilihat dalam tabel penggunaan hasil fillet sebagai berikut :

Tabel 3.1

Penggunaan hasil produksi fillet

Produksi Penggunaan Fillet  Bakso  Siomay  Otak-otak  Krupuk  Sosis  Nugget  Mpek-mpek  Kemplang

 Jenis makanan olahan lainnya

Limbah (Tulang,kepala,sisik, dan jerohan)  Minyak ikan  Gelatin  Tepung ikan  Makanan ternak  Filamen

Sumber: data diolah.

Melihat penggunaan hasil fillet yang begitu luas maka dapat lihat peluang pasar yang juga luas. Daerah yang menjadi tujuan pemasaran adalah Cirebon, Jakarta, Bandung, Sidoarjo, dan Palembang. Fillet produksi Kota Tegal yang dikiring ke Palembang merupakan bahan utama pembuatan empek-empek dan kemplang. Fillet dipasok ke Sidoarjo sebagai bahan pembuatan krupuk. Di Bandung fillet digunakan sebagai bahan pembuatan siomay, sedangkan di Jakarta fillet digunakan sebagai bahan bakso ikan, otak-otak atau nugget.

Potensi dan peluang pasar dunia hasill fillet ikan non ekonomis cukup baik. Permintaan fillet tahun 2001 yang berupa produk Sebiraki head on, Sebiraki head off, Harabiraki, Whole bone less, Dress tail on dan fillet skin on, mencapai 600 ton/bulan. Fillet tersebut berasal dari ikan yang ukurannya maksimal 500 gram. Pada tahun mendatang seiring dengan perkembangan konsumsi ikan dunia maka tidak tertutup kemungkinan pangsa pasar untuk fish fillet jenis ini bisa sebagus

(20)

Aspek Pasar dan Pemasaran

Tabel 3.2

Permintaan, Harga dan Nilai Fillet Ikan

Deskripsi Permintaan harga nilai

fish fillet:

 Sebiraki head on

 Sebiraki head off

 Harabiraki

 Whole bone less

 Dress tail on fillet skin on

600 ton

per bulan

$4 per kilo $ 12 juta

Sumber : DSFI, 2007 (http://www.dsfi.net.id\)

Total ekspor perikanan Indonesia ke Amerika Serikat pada 2006 bernilai 785,97 juta dolar AS terjadi peningkatan sebesar 7,39 prosen dibandingkan tahun sebelumnya. Produk ekspor perikanan Indonesia ke AS tahun 2006 meliputi antara lain udang, fillet, ikan beku, ikan nila, tuna, cumi-cumi, ikan bertulang, ikan kering, dan ikan asin (Antara, 2007).

3.1.1 Permintaan

Permintaan fillet ikan dari luar negeri sangat bagus, tetapi keterbatasan penguasaan keterampilan dan penerapan teknologi modernlah yang membuat pengusahaan fillet Kota Tegal belum mampu memenuhi permintaan tersebut. Pada saat ini pengusaha belum memiliki jaringan pemasaran ke luar negeri. Melihat jumlah tenaga kerja dan potensi kelautan maka tantangan tersebut sangat mungkin terpenuhi di masa mendatang.

Permintaan pasar fillet dalam negeri sangat bagus, berdasarkan hasil survey pengusaha fillet masih belum mampu memenuhi permintaan tersebut. Salah satu sampel pengusaha fillet hanya mampu memenuhi 3 ton per hari dari permintaan 6 ton per hari untuk pasar Cirebon.

Tabel 3.3

Produksi, Permintaan, Penawaran dan Potensi Pasar Fillet Kota Tegal

Tahun Produksi Ikan

(Kg) Permintaan Fillet (Kg) Penawaran Fillet (Kg) Potensi Pasar Fillet (Kg) 2003 3.197.472,50 639.495 426.330 213.165 2005 3.580.650,00 716.130 477.420 238.710 2010* 5.967.750,00 1.193.550 795.700 397.850 2015* 7.758.075,00 1.551.615 1.034.410 517.205 2020* 8.951.625,00 1.790.325 1.193.550 596.775 Rata-rata 392.741

Keterangan : *Data estimasi

Sumber: Profil Rencana Usaha Ppp Th.2004 Ketersediaan Bahan Baku, Bappeda Kota Tegal, 2007. Dari tabel di atas dapat dilihat potensi pasar yang cukup tinggi. sehingga usaha fillet ini

(21)

Manufacture Practice/GMP). Sejalan dengan perkembangan konsumsi ikan nasional meningkat sekitar 3% per tahun dan konsumsi dunia meningkat sekitar 4%, merupakan pasar yang cukup prospektif bagi pengembangan usaha perikanan.

3.1.2 Penawaran

Dengan melihat tabel 4.3 dapat dilihat bahwa pengusaha hanya mampu memproduksi fillet 477.420 kg pada tahun 2005. Kondisi seperti ini belum mencukupi kebutuhan pasar di Indonesia, karena hasil produksi harus didistribusikan ke beberapa kota seperti Jakarta, Bandung, Palembang, Sidoarjo dan Cirebon.

Untuk mengusahakan fillet ini harus didukung dengan ketersedian bahan bahu yang cukup sehingga kontinyuitas produksi dapat dijaga dan stabil. Berikut ini disajikan produksi dan nilai produksi perikanan Kota Tegal:

Tabel 3.4

Produksi dan Nilai Produksi Perikanan Kota Tegal 2002 - 2006

Tahun Produksi (Kg) Nilai Produksi (Rp

2002 31.741.089 107.245.005.500

2003 27.714.963 91.921.096.000

2004 27.117.315 89.914.814.500

2005 22.271.411 88.656.815.500

2006 20.573.787 94.333.559.500

Sumber: Kota Tegal Dalam Angka Tahun 2006.

Dari data pada tabel diatas dapat dilhat bahwa produksi mengalami penurunan. Bagi usaha fillet jenis ini hal itu tidak menimbulkan masalah yang berarti. Hal ini disebabkan bahan baku yang digunakan bisa dari berbagai macam jenis ikan.

3.1.3 Analisis Persaingan dan Peluang Usaha

Hasil fillet dari Kota Tegal yang menggunakan jenis ikan non ekonomis pada saat ini hanya untuk konsumsi domestik. Kondisi ini sangat berbeda dengan produk fillet kakap merah yang telah menggunakan peralatan yang lebih modern dan diakui dunia sebagai produk terbaik dari perikanan Indonesia. Jika dibandingkan dengan fillet ikan “mahal” seperti Salmon, Kakap dan Kerapu, fillet dari Kota Tegal ini belum banyak dikenal diketahui masyarakat umum.

Hasil produksi fillet kakap tahun 2003 mencapai sekitar 36.118 ton dengan sentra produksi meliputi Propinsi Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah dan NAD (DKP, 2007).

(22)

Aspek Pasar dan Pemasaran

Ekspor fillet nila dalam bentuk beku Indonesia di pasar Amerika Serikat menduduki posisi kedua setelah Cina. Tahun 2004 mencapai 4.250 ton atau meningkat sebesar 18,6% dibanding tahun sebelumnya yang hanya mencapai 3.583 ton. Jawa Barat merupakan sentra produksi ikan nila terbesar disamping Propinsi Jawa Tengah, Sulawesi Utara dan Sumatera Barat

Untuk perdagangan ekspor fillet kerapu di Indonesia sudah berjalan cukup lama, dengan mengandalkan pasokan dari hasil tangkapan. Prospek permintaan ikan kerapu untuk ekspor cukup menjanjikan, sehubungan dengan semakin membaiknya perekonomian di negara-negara tujuan ekspor seperti Hongkong, Taiwan, Singapura, dan Cina. Posisi produksi ikan kerapu budidaya terhadap penangkapan sampai saat ini baru sekitar 13% dari total produksi. Tercatat produksi tahun 2003 sekitar 61.743 ton, dan hanya sekitar 8.000 ton (sekitar 13%) berasal dari budidaya. Sentra produksi untuk ikan kerapu meliputi Riau, Sulawesi Tengah, Sumatera Utara dan NTB.

Kebutuhan ikan untuk pasar dunia sampai tahun 2010 diperkirakan oleh FAO, masih akan kekurangan pasok ikan sebesar 2 juta ton/tahun. Meningkatnya permintaan ikan di pasaran dunia dipengaruhi oleh meningkatnya jumlah penduduk, tingkat pendapatan, bergesernya selera konsumen dari red meat ke white meat dan kebutuhan manusia akan makanan sehat (healthy food) serta rasa ketidakamanan manusia untuk mengkonsumsi daging ternak karena ada penyakit Mad cow disease, Dioxin dan penyakit mulut dan kuku yang melanda hewan ternak di Eropa dan Amerika memberikan dampak positip pada peningkatan konsumsi ikan.

Melihat perkembangan yang terjadi di Kota Tegal dimana semakin berkembang usaha pengusahaan filllet dari tahun ke tahun yang pada awal usaha tahun 1999 hanya 3 orang pengusaha kemudian tahun 2007 menjadi 35 orang pengusaha fillet maka perlu diupayakan penawaran kerja sama bidang processing ikan mengingat para pengusaha masih memiliki sumber daya manusia yang rendah dan kurangnya jaringan pemasaran di luar negeri.

3.2 Aspek Pemasaran

Sistem pemasaran merupakan cara yang dilakukan pengusaha untuk memasarkan outputnya. Harga jual output juga dipengaruhi efektifitas mekanisme dan jalur pemasaran. Semakin panjang rantai pemasaran menyebabkan harga jual yang lebih tinggi.

Harga fillet pada saat ini dapat dibagi menjadi 2 yaitu harga di pengusaha fillet yang memasarkan sendiri adalah Rp9.000,-. pengusaha fillet yang tidak bisa memasarkan sendiri umumnya dijual ke pedagang pengumpul harga yang diterima Rp8.000,-.

Limbah fillet yang berupa tulang ikan, kepala dan isi perut dijual kepada pengusaha tepung ikan atau peternak bebek dengan harga Rp300,- s/d 500,- per kg. Di kota Tegal terdapat 3

(23)

oleh pengusaha ke pembeli maka harga diterima Rp500,- per kg. Jika pembeli mengambil sendiri di lokasi pengolahan maka harga limbah menjadi Rp300,- per kg.

3.2.1 Jalur Pemasaran Produk

Setiap jalur distribusi produk memiliki peran penting, dengan demikian tata niaga dan efektifitas sistem pemasaran berperan penting dalam menentukan keberhasilan usaha. Pemasaran dan perdagangan selama ini berjalan sesuai dengan mekanisme pasar. Kekuatan permintaan dan penawaran yang menentukan harga output, sementara harga input fillet dipengaruhi oleh ketersediaan bahan baku

Berdasarkan informasi yang diperoleh pada saat survey, pengusaha fillet memasarkan produknya dengan dua cara, yakni:

a. Memasarkan fillet secara langsung, pengusaha ini memasarkan fillet secara langsung ke pedagang besar dan pabrik pengolah lanjutan

b. Memasarkan fillet melalui pedagang pengumpul

Bagan di bawah ini mengambarkan jalur pemasaran fillet dari pengusaha hingga ke konsumen akhir.

Bagan 3.1 Jalur Pemasaran Fillet.

Pengusaha Industri pengolah lanjutan Pedagang besar Konsumen akhir Pedagang pengecer ekspor

(24)

Aspek Pasar dan Pemasaran

3.2.2 Kendala Pemasaran.

Salah satu kendala pemasaran produk perikanan yang sering ditemui adalah kurangnya informasi mengenai tingkat harga di setiap lembaga pemasaran yang terlibat. Pengusaha belum memiliki bargain power dalam menentukan harga. Dari hasil survey diketahui bahwa harga masih ditentukan oleh pedagang. Sistem penjualannya pun masih menggunakan sistem kepercayaan dengan pembayaran tidak secara tunai. Pedagang fillet umumnya membayar secara tempo dalam jangka waktu 1 minggu sampai dengan 1 bulan. Kondisi seperti ini sangat merugikan pengusaha karena setiap berproduksi membutuhkan modal kerja yang cukup tinggi.

Kendala lain adalah tingkat teknologi pendinginan fillet selama masa pengiriman. Pendinginan hanya menggunakan es batu sehingga apabila es kurang atau terjadi transportasi yang kurang lancar (macet) maka mutu fillet menjadi kurang bagus sehingga fillet dihargai rendah oleh pembeli.

(25)

BAB IV

ASPEK TEKNIS PRODUKSI

4.1 Lokasi Usaha

Pada dasarnya tidak terdapat persyaratan khusus dalam menentukan letak lokasi usaha fillet. Lokasi fillet yang baik tentunya adalah lokasi usaha yang dekat dengan sumber bahan baku utama (ikan segar) serta memiliki akses yang luas terhadap sumber air bersih dan es batu sebagai bahan pembantu.

Lokasi fillet sebaiknya tidak jauh dari pantai, karena bahan baku akan cepat membusuk jika tidak segera diolah setelah ditangkap. Lokasi usaha fillet di Kota Tegal menempati kawasan industri di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tegalsari dengan sistem sewa lahan dengan tarif resmi sebagaimana yang sudah diatur dan disepakati antara Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dengan Pemerintah Kota Tegal.

4.2 Fasilitas Produksi dan Peralatan

Bangunan digunakan untuk aktivitas proses produksi yang meliputi penyiapan bahan baku, penimbangan, pencucian, pemiletan dan pengepakan. Luas lahan yang digunakan tergantung pada kapasitas produksi yang dihasilkan dalam hal ini berhubungan dengan jumlah tenaga kerja yang terlibat.

Peralatan dan perlengkapan unit pengolahan harus ditata sehingga terlihat jelas tahap-tahap proses yang menjamin kelancaran pengusahaan, mencegah kontaminasi silang dan mudah dibersihkan. Peralatan yang berhubungan langsung dengan ikan yang diolah harus terbuat dari bahan tahan karat, mudah dibersihkan dan tidak menyebabkan kontaminasi terhadap bahan baku maupun produk akhir serta dirancang sesuai persyaratan sanitasi.

Peralatan utama yang digunakan untuk pengusahaan fillet yaitu : Tabel 4.1

Alat dan Fungsi

Alat Fungsi

Pompa air / sumur Sumber air untuk pencucian ikan

Timbangan Menimbang ikan

Keranjang plastik Wadah ikan sebelum ditimbang

Pemecah es batu Memecahkan es batu menjadi bongkahan

kecil-kecil

Sekop ikan Mengambil ikan

Basket Wadah ikan setelah selesai ditimbang dan

(26)

Aspek Teknis Produksi

Alat Fungsi

Pisau Mengiris ikan menjadi lembaran fillet

Garpu Mengerok sisa daging yang menempel pada

tulang

Meja Talenan untuk mengiris ikan menjadi fillet

Ember kecil Mencuci tangan pekerja saat pemiletan

Keranjang plastik Wadah fillet sebelum ditimbang

Plastik Pembungkus fillet ukuran 1 kg

Karet Pengikat plastik

Basket Wadah fillet setelah selesai ditimbang

Es batu Bahan pengawet fillet

Cool box (fiber)

ukuran 1 atau 5 kw

Wadah penyimpanan fillet dengan pendingin menggunakan es batu yang sudah siap dipasarkan

Sumber: Data primer diolah.

4.3 Bahan Baku 4.3.1 Bahan Utama

Bahan baku yang digunakan pada usaha fillet ini merupakan ikan non ekonomis (runcah). Ikan tersebut antara lain: Kuniran/Yellows goatfishes (Upeneus sulphureus), Mata Goyang/Swangi/Purple sputted bigeyes (Priacanthus tayenus), Coklatan (Pomadasys macullatus), Kurisi/Treafin breams (Nemipterus nematophorus) dan ikan “ runcah” lainnya.

1.ikan Coklatan 2.Kuniran 3.Kurisi 4.Swangi

Gambar 4.1 bahan baku fillet ikan

Bahan baku diperoleh melalui pelelangan di TPI Jongor dan 2 TPI lainnya di Kota Tegal. Jika ikan yang diperoleh dari TPI Kota Tegal dianggap kurang cukup maka pengusaha membeli ikan di TPI Pemalang,Tegal dan Pekalongan.

Harga bahan baku cukup murah berkisar Rp1.800,- sampai dengan Rp2.300,- per kg. secara terperinci disajikan dalam tabel berikut :

(27)

Tabel 4.2 Harga Bahan Baku Ikan Nama ikan

Harga (Rp/kg)

Terendah Tertinggi Rata-rata

Coklatan 2.200 2.300 2.200

Kurisi 2.000 2.200 2.100

swangi 1.900 2.300 2.100

Kuniran 1.800 2.200 2.000

Sumber: Data diolah.

4.3.2 Bahan Pembantu dan Tambahan 4.3.2.1 Air Bersih

Air merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam usaha fillet ikan. Selain digunakan

untuk membersihkan ikan, juga membersihkan peralatan, lantai, dan pekerja. Air yang digunakan sebagai bahan penolong dalam pengusahaan ikan sebaiknya memenuhi persyaratan kualitas air minum. Standar mutu air untuk pengolahan hasil perikanan dapat dilihat pada tabel 4.3

Tabel 4.3

Standar mutu air untuk pengolahan hasil perikanan

Kriteria Standar mutu

Warna Jernih

Rasa dan bau Normal

Nitrit 0,0 mg/l Nitrat maks 20 mg/l Klorida maks 250 mg/l Sulfat 250 mg/l Besi maks 0,2 mg/l Mangan maks 0,1 mg/l Timbal maks 0,5 mg/l Tembaga maks 3 mg/l PH 6,5-9 Kesadahan 5-10 D Bakteri coli 0/100 ml

Sumber: Dewan Standarisasi Nasional, 1994.

(28)

Aspek Teknis Produksi

Air untuk pencucian fillet harus disalurkan terpisah dan tidak berhubungan silang dengan sistem saluran air kotor. Air untuk tujuan pencucian dan pengusahaan, sebelum dipakai harus disaring atau dengan perlakuan lain sehingga air menjadi bersih (Dewan Standarisasi Nasional, 1994).

4.3.2.2 Es Batu

Es batu digunakan sebagai bahan pembantu pencegahan pembusukan/sebagai pengawet bahan baku ikan dan fillet. Es yang digunakan dalam pengolahan ikan harus memenuhi kualitas air minum dan tidak boleh terkontaminasi selama penanganan atau penyimpanan.

Es batu diperoleh dari pabrik es di sekitar lokasi pemiletan. Es batu diantar sampai lokasi pemiletan oleh pabrik es. Harga es batu per blong Rp35.000,-. Es batu yang digunakan untuk pengawetan ikan/fillet dicurah dahulu menjadi butiran es dengan menggunakan cusher. Bentuk es curah lebih efektif dalam mendinginkan daripada es bentuk balok karena semakin luas permukaannya sehingga lebih cepat mencair. Jadi semakin kecil ukuran buturan es semakin cepat kemampuan mendinginkannya.

4.4 Tenaga kerja dan Upah

Usaha fillet ini termasuk jenis usaha yang banyak menyerap tenaga kerja. Tenaga kerja yang diperlukan dalam pengolahan fillet tidak memerlukan keahlian khusus. Tenaga kerja terbagi menjadi 2 yaitu kerja pria dan tenaga kerja wanita. Tenaga kerja wanita banyak digunakan pada tahap pemilletan, sedangkan tenaga kerja laki-laki bekerja pada proses penyiapan bahan, penimbangan, pembungkusan dan pengepakan. Tenaga kerja umumnya bekerja sejak pukul 08.00 hingga 19.00.

Tenaga kerja wanita bekerja secara kelompok. Tiap kelompok terdiri dari 4 orang dalam 1 meja. Masing-masing mempunyai tugas yang berbeda yaitu mengiris ikan, menguliti ikan, mengerok dan mengemas ke dalam plastik. Mereka mendapat upah Rp 1.000,- per satu kilogram irisan daging fillet yang dihasilkan. Upah yang diterima buruh wanita tergantung dari kecepatan mereka dalam menghasilkan fillet per hari. Jumlah maksimal yang dapat dihasilkan oleh 1 orang tenaga wanita dalam satu hari sebesar 30 kg fillet. Makan siang pekerja wanita tidak ditanggung oleh penggusaha.

Tenaga kerja pria merupakan buruh tetap dengan upah Rp. 40.000 – 50.000,-per hari dan makan ditanggung oleh pengusaha. Tenaga kerja pria bertugas untuk menimbang ikan, mencuci ikan, menimbang fillet, mengangkut ikan dari TPI sampai pada saat hasil fillet siap dipasarkan.

(29)

4.5 Teknologi

Usaha fillet ini menggunakan metode dan peralatan yang sederhana, pemilletan dilakukan dengan cara manual. Peralatan yang digunakan pada teknologi ini mudah diperoleh sebab merupakan peralatan yang sering dipakai dalam rumah tangga pada umumnya. Tenaga kerja merupakan faktor utama dalam hasil produksi fillet karena semua proses dari produksi ini mengandalkan tenaga manusia.

Beberapa persyaratan teknis yang perlu diperhatikan dalam pengusahaan fillet ikan adalah ketersediaan bahan baku yang bermutu tinggi (tingkat kesegarannya), penerapan sanitasi dan hygien di unit pengusahaan ikan, penerapan cold chain system selama penanganan, produksi dan distribusi.

4.6 Proses dan Metode Produksi

Tahapan proses produksi fillet ikan adalah sebagai berikut: 4.6.1 Penyortiran,

Sebelum ikan diolah, terlebih dahulu dipilih ikan yang masih dalam kondisi bagus dan tidak membusuk. Ikan yang digunakan harus segar agar mudah dalam pemilletan dan memperoleh produk yang bermutu tinggi.

Ikan segar yang digunakan sebaiknya telah melewati fase pengkakuan (rigor mortis). Fillet yang diperoleh dari ikan yang belum dan sedang mengalami pengkakuan, fillet akan mengkerut/berlekuk atau jaringan otot pecah (gaping) (BPTP, 2007).

Gambar 4.2 Sortir Ikan

(30)

Aspek Teknis Produksi

4.6.2 Pencucian

Kemudian ikan dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan kotoran-kotoran dan menghilangkan darah atau lendir.

Gambar 4.3 Pencucian Ikan.

4.6.3 Penimbangan

Ddilakukan dengan menggunakan timbangan gantung. Ikan yang akan ditimbang ditempatkan dalam keranjang plastik.

Gambar 4.4 Penimbangan Ikan. 4.6.4 Pemiletan

Ddilakukan secara berkelompok dengan jumlah pekerja 4 orang pada satu meja. Pemiletan meliputi tahapan sebagai berikut :

(31)

Gambar 4.5 Proses Pemiletan a. Pembuatan fillet

Ikan diletakkan di atas meja/talenan. Kepala ikan menghadap ke kanan dan perut menghadap ke arah pekerja (jika pekerja bukan kidal). Bagian bawah insang diiris melintang sampai menyentuh tulang belakang.

Gambar 4.6 Memilet ikan

Daging diiris dari arah sayatan tadi mengarah ke ekor. Mata pisau diusahakan menyentuh tulang belakang dan tulang perut rusuk yang membatasi badan dengan rongga perut tidak terpotong pada waktu penyayatan, tapi tidak sampai melukainya. Ikan dibalikkan, dan prosedur seperti di atas diulangi. Irisan yang diperoleh tersebut disebut fillet.

(32)

Aspek Teknis Produksi

b. Pengulitan

Gambar 4.7 Pengulitan

Pengulitan dilakukan dilakukan untuk melepas kulit dari fillet. Daging yang tersisa pada tulang dikerok dengan garpu dan dicampurkan dengan fillet.

Gambar 4.8

Pengerokan sisa daging pada tulang

4.6.5 Pengemasan

Fillet yang diperoleh harus segera dipak dalam wadah yang sesuai dengan secepatnya. Setiap saat fillet harus didinginkan untuk mencegah penurunan mutu dan selalu menjaga kebersihan.

(33)

Gambar 4.9

Penimbangan dan pengemasan dalam kantong plastik

Pengemasan dilakukan dengan memasukkan fillet ke dalam kantong plastik. Tiap kantong misalnya diisi dengan fillet sebanyak 1 kg, kemudian kantong plastik diikat dengan karet. Udara di dalam kantong diupayakan seminimum mungkin. Fillet yang sudah dikemas disimpan dalam cool box yang diberi es curah dan siap untuk dipasarkan.

Gambar 4.10 Fillet Ditata Dalam Cool box

(34)

Aspek Teknis Produksi

Tahapan proses produksi dapat dilihat pada bagan sebagai berikut :

Gambar 4.11 Tahapan proses produksi fillet 4.7 Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi

Hasil dari usaha ini adalah fillet dan limbah. Jumlah produksi fillet tergantung pada ketersediaan bahan baku, yaitu ikan segar. Kualitas fillet dipengaruhi oleh kualitas bahan baku dan proses produksi. Pengawasan bahan baku adalah penting karena kualitas fillet yang dihasilkan ditentukan oleh bahan baku (Kesegaran ikan). Agar diperoleh hasil yang berkualitas perlu menerapkan cold chain system pada setiap tahap pengerjaan untuk menjaga ikan tetap segar.

Pengawasan proses produksi dilakukan dengan pengawasan terhadap tenaga kerja dan hasil produksi. Pengawasan terhadap tenaga kerja meliputi kebersihan dan kedispilinan tenaga kerja dalam proses produksi. Pengawasan terhadap hasil produksi fillet dilakukan agar mutu fillet dapat terjaga.

4.8 Kendala Produksi

Secara umum kendala yang berarti dalam produksi fillet ikan tidak dijumpai, akan tetapi hal Penyortiran ikan

Pencucian ikan

Penimbangan ikan

Penimbangan fillet per 1 kg

Pengemasan dalam plastik 1 kg dan diikat karet Pemiletan

(35)

mengatasinya Pengusaha mempergunakan berberapa jenis ikan karena jika mengandalkan 1 jenis ikan maka kontinuitas produksi tidak bisa berlangsung dengan baik dan stabil sepanjang tahun. Pengusaha menyesuaikan bahan baku dengan jenis yang ada pada musim tersebut.

Mutu fillet sangat tergantung pada kesegaran ikan. Rantai dingin mulai dari pemilihan bahan baku, proses produksi hingga pengiriman fillet harus tetap dijaga. Untuk itu peranan supervisi kualitas dan pemberian es curah yang cukup sangat dibutuhkan untuk menjamin kesegaran ikan tetap terjaga.

(36)

Aspek Teknis Produksi

(37)

BAB V

ASPEK KEUANGAN

5.1 Pemilihan Pola Usaha

Dalam analisis keuangan dipilih pola usaha fillet ikan yang menggunakan teknologi sederhana dan melakukan pemasaran sendiri produknya. Kapasitas produksi merupakan kapasitas produksi rata-rata selama 1 tahun yaitu sebesar 428.700 kg. Jangka waktu analisis keuangan didasarkan pada umur proyek yakni 5 tahun.

5.2 Asumsi Parameter dan Perhitungan

Periode proyek diasumsikan selama 5 tahun, periode proyek ini ditentukan dari umur ekonomis peralatan utama yang digunakan dalam usaha fillet ikan. Penghitungan proyeksi pendapatan dan komponen biaya dilakukan untuk periode usaha selama 5 tahun, dengan memperhitungkan nilai sisa dari seluruh peralatan yang memiliki umur ekonomis lebih dari 5 tahun. Mesin dan peralatan yang diperhitungkan dalam komponen biaya adalah seluruh mesin dan peralatan, baik yang dibeli maupun peralatan yang dibuat sendiri oleh pengusaha yang dapat dinilai dengan sejumlah uang.

Gambaran kondisi dan perkembangan keuangan usaha fillet ikan ini dihitung dengan menggunakan asumsi-asumsi dan parameter yang ditetapkan berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan lapangan.

Asumsi dalam usaha fillet adalah :

 Produksi dilakukan setiap hari, tiap bulannya diasumsikan selama 25 hari.

 Bahan baku yang digunakan dari berbagai jenis ikan demersal sehingga kontinuitas produksi

relatif stabil sepanjang tahun.

 Lahan yang digunakan disewa per lima tahun sesuai Perda Kota Tegal No.5 tahun 2002 harga

sewa tanah per tahun Rp 3.000 /m2

(38)

Aspek Keuangan

Tabel 5.1

Asumsi dan Parameter Untuk Analisis Keuangan

Secara lebih rinci asumsi dan parameter untuk analisis keuangan dijelaskan pada lampiran. 5.3 Komponen Biaya Investasi dan Biaya Operasional

5.3.1 Biaya Investasi

Biaya investasi dalam usaha fillet ikan ini dialokasikan biaya-biaya yang diperlukan pada tahun 0 proyek yang meliputi sewa lahan, bangunan, biaya perijinan, serta pembelian peralatan. Jumlah biaya investasi pada tahun 0 proyek adalah Rp203.706.000,-. Seluruh biaya investasi yang dikeluarkan untuk usaha fillet ikan ini diasumsikan adalah 30 % milik pengusaha, dan 70% kredit dari bank.

(39)

Tabel 5.2 Biaya Investasi

Selama jangka waktu proyek terdapat re-investasi dari beberapa komponen investasi yaitu, perijinan, dan peralatan. Pada akhir periode proyek terdapat nilai sisa. Komponen biaya investasi fillet ikan sebagaimana Tabel 5.2.

Lokasi usaha menempati kawasan industri di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tegalsari dengan sistem sewa lahan dengan tarif resmi sebagaimana yang sudah diatur dan disepakati antara Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dengan Pemerintah Kota Tegal.

5.3.2 Biaya Operasional

Biaya operasional dihitung per tahun terdiri dari biaya variabel dan biaya tetap. Biaya

(40)

Aspek Keuangan

meliputi pembelian bahan baku utama dan pembantu, peralatan, biaya pemeliharaan mesin dan peralatan utama, dan upah tenaga kerja.

Tabel 5. 3 Biaya Operasional Fillet Ikan

** 5% dari harga pembelian Sumber: Lampiran 1.3.

Modal kerja awal yang dibutuhkan sebesar Rp321.820.000,-. Modal kerja awal ini merupakan kebutuhan dana yang diperlukan untuk membiayai produksi awal yang dihitung berdasarkan produksi fillet ikan selama 1 bulan produksi.

5.4 Kebutuhan Dana untuk Investasi

Secara keseluruhan kebutuhan Dana untuk Investasi filet ikan yang terdiri dari biaya investasi dan modal kerja selama 1 bulan adalah sebesar Rp. 515.186.000,- . Rincian sebagaimana tabel 5.4.

(41)

Tabel 5.4

Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja Fillet Ikan

Sumber: Lampiran 1.4.

Dalam Lending model ini diasumsikan bahwa baik dana investasi dan modal kerja bersumber dari kredit bank dan dana sendiri dengan komposisi 70% kredit bank dan 30% dana sendiri.

Perhitungan angsuran kredit investasi dan modal kerja digunakan asumsi sebagai berikut: a. Kredit investasi jangka waktu 3 tahun, suku bunga per tahun 18% menurun, angsuran pokok

dan bunga per bulan

b. Kredit modal kerja jangka waktu 1 tahun, suku bunga per tahun 18% menurun, angsuran pokok dan bunga per bulan

Berdasarkan ketentuan kredit tersebut maka angsuran kredit dapat dilihat pada tabel berikut:

(42)

Aspek Keuangan

Tabel 5.5.

Angsuran Pokok, Bunga Kredit Investasi dan Modal Kerja

Tahun Bulan Angsuran Bunga jumlah saldo

pokok Angsuran kredit

Tahun 0 0 0 365.774.325 Tahun 1 1 22.559.294 5.486.615 28.045.909 343.215.031 2 22.559.294 5.148.225 27.707.519 320.655.738 3 22.559.294 4.809.836 27.369.130 298.096.444 4 22.559.294 4.471.447 27.030.740 275.537.150 5 22.559.294 4.133.057 26.692.351 252.977.856 6 22.559.294 3.794.668 26.353.962 230.418.563 7 22.559.294 3.456.278 26.015.572 207.859.269 8 22.559.294 3.117.889 25.677.183 185.299.975 9 22.559.294 2.779.500 25.338.793 162.740.681 10 22.559.294 2.441.110 25.000.404 140.181.388 11 22.559.294 2.102.721 24.662.015 117.622.094 12 22.559.294 1.764.331 24.323.625 95.062.800 Tahun 2 13 3.960.950 1.425.942 5386892 91.101.850 14 3.960.950 1.366.528 5327477,75 87.140.900 15 3.960.950 1.307.114 5268063,5 83.179.950 16 3.960.950 1.247.699 5208649,25 79.219.000 17 3.960.950 1.188.285 5149235 75.258.050 18 3.960.950 1.128.871 5089820,75 71.297.100 19 3.960.950 1.069.457 5030406,5 67.336.150 20 3.960.950 1.010.042 4970992,25 63.375.200 21 3.960.950 950.628 4911578 59.414.250 22 3.960.950 891.214 4852163,75 55.453.300 23 3.960.950 831.800 4792749,5 51.492.350 24 3.960.950 772.385 4733335,25 47.531.400 Tahun 3 25 3.960.950 712.971 4673921 43.570.450 26 3.960.950 653.557 4614506,75 39.609.500 27 3.960.950 594.143 4555092,5 35.648.550 28 3.960.950 534.728 4495678,25 31.687.600 29 3.960.950 475.314 4436264 27.726.650 30 3.960.950 415.900 4376849,75 23.765.700 31 3.960.950 356.486 4317435,5 19.804.750 32 3.960.950 297.071 4258021,25 15.843.800 33 3.960.950 237.657 4198607 11.882.850 34 3.960.950 178.243 4139192,75 7.921.900 35 3.960.950 118.829 4079778,5 3.960.950 36 3.960.950 59.414 4020364,25 0 Sumber: Lampiran 1.6.

5.5 Produksi dan Pendapatan

Output dari usaha pengolahan ikan ini berupa fillet. Limbah yang berupa tulang, kepala

ikan dan isi perut dijual kepada pabrik tepung ikan. Pengusaha fillet memperoleh pendapatan dari hasil penjual fillet dan limbah. Fillet yang diproduksi setiap tahun adalah 428.700 kg dengan harga jual Rp9.000/kg, sedangkan limbah dijual Rp300,- per kg pada pabrik tepung ikan. Pendapatan pengusaha sebesar Rp4.066.740.000,- per tahun seperti disajikan pada Tabel 5.6.

(43)

Tabel 5.6.

Produksi dan Pendapatan

Tahun Produksi Harga Hasil Produksi Pendapatan

Kg Nilai (Rp) 1 Fillet 9,000 428,700 3,858,300,000 4,066,740,000 Limbah 300 694,800 208,440,000 2 Fillet 9,000 428,700 3,858,300,000 4,066,740,000 Limbah 300 694,800 208,440,000 3 Fillet 9,000 428,700 3,858,300,000 4,066,740,000 Limbah 300 694,800 208,440,000 4 Fillet 9,000 428,700 3,858,300,000 4,066,740,000 Limbah 300 694,800 208,440,000 5 Fillet 9,000 428,700 3,858,300,000 4,066,740,000 Limbah 300 694,800 208,440,000 Sumber: Lampiran 1.5.

5.6 Proyeksi Rugi Laba Usaha dan Break Even Point

Proyeksi Laba Rugi digunakan untuk memprediksi kondisi yang akan datang. Analisis Break Even Point (BEP) dimaksudkan untuk menentukan bagaimana kondisi perusahaan apabila terjadi perubahan harga, biaya dan volume atau unit produksi. Berikut ini proyeksi laba Rugi Usaha Fillet Ikan

Tabel 5.7

Proyeksi Laba Rugi Usaha Fillet Ikan (Rp)

(44)

Aspek Keuangan

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa usaha fillet ikan merupakan usaha yang bisa mendapatkan laba. BEP akan tercapai pada posisi penjualan Rp2.530.151.900,- dan pada saat dicapai hasil produk 281.128 kg.

5.7 Proyeksi Arus kas

Penilaian terhadap suatu usaha dapat dilakukan dengan baik apabila arus kas dari usaha

tersebut diketahui dengan jelas. Arus kas tersebut terdiri dari 2, yakni arus kas masuk (Cash Inflow) dan arus kas keluar (Cash Outflow). Dalam analisa arus kas dan kelayakan usaha fillet ikan ini digunakan beberapa metode penilaian kelayakan keuangan, antara lain Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Net B/C Ratio.

NPV digunakan untuk menghitung nilai sekarang dari pendapatan yang diharapkan pada discount rate tertentu. NPV ini adalah selisih antara present value benefit dan present value cost. Apabila NPV > 0, maka investasi pada proyek dapat diterima dan usaha layak untuk dilaksanakan.

Dari hasil analisis kelayakan keuangan diperoleh NPV > 0 yaitu sebesar Rp 290.259.918,- Dari hasil ini disimpulkan bahwa usaha fillet ikan ini diterima atau layak untuk dilaksanakan karena nilai NPV > 0 (positif).

Metode penilaian investasi lain yang digunakan adalah Internal Rate of Return (IRR). IRR

merupakan discount rate i yang membuat NPV dari proyek = 0. Suatu proyek dikatakan layak apabila IRR yang dihasilkan lebih besar dari tingkat keuntungan yang disyaratkan, yang dalam hal ini discount rate = 18 % (tingkat bunga kredit). Apabila IRR yang dihasilkan lebih rendah dari tingkat bunga yang diisyaratkan, maka usulan proyek/usaha harus ditolak. Dari hasil analisis diperoleh IRR = 40.86% usaha fillet ikan ini dapat dinyatakan diterima dan layak dilaksanakan karena nilai IRR yang diperoleh juga lebih besar dari tingkat bunga kredit modal kerja.

B/C Ratio merupakan perbandingan antara manfaat benefit (B) dari tahun-tahun yang bersangkutan yang telah di-present value-kan (pembilang bersifat positif) dengan biaya bersih dalam tahun di mana cost (C) (penyebut bersifat negatif) yang telah di-present value-kan. Suatu proyek diterima jika B/C Ratio > 1, sebaliknya jika B/C ratio < 1 maka proyek ditolak. Hasil perhitungan menunjukkan B/C Ratio = 1,56 dari hasil ini dapat dikatakan usaha fillet ikan ini dapat diterima karena B/C Ratio yang diperoleh lebih dari 1.

Sementara jika dilihat dari Pay back Period (PBP), usaha fillet akan dapat mengembalikan investasi setelah usaha berjalan 2,43 tahun atau 29 bulan.

Hasil perhitungan yang disajikan dalam angka tersebut dalam tabel 5.8 menunjukkan bahwa usaha fillet layak untuk dijalankan.

(45)

Tabel 5.8 Kelayakan Usaha Fillet Ikan

Kriteria Kelayakan Nilai Kesimpulan

NPV 290,259,918 Layak

IRR 40.86% Layak

Net B/C 1.56 Layak

PBP (tahun) 2.43 Layak

Sumber: Data Primer, diolah 5.8 Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dilakukan dengan menetapkan suatu prediksi perubahan pada

komponen harga, baik pada harga beli input maupun harga jual output. Perubahan pendapatan dan pengeluaran akan menyebabkan perubahan arus kas. Untuk menguji sensitivitas usaha terhadap perubahan asumsi pendapatan dan biaya operasional, digunakan beberapa simulasi. 5.8.1 Simulasi Penurunan Pendapatan

Berdasarkan perhitungan pada arus kas dengan menggunakan asumsi dasar kemudian

dilakukan simulasi penurunan pendapatan yang disebabkan produk fillet bermutu rendah sehingga dihargai lebih rendah. Penurunan pendapatan 3% menyebabkan usaha fillet ikan ini menjadi tidak layak dilaksanakan karena pada tingkat suku bunga 18% diperoleh IRR 9,6%, NPV negatif yaitu (Rp91,261,827) dan Net B/C ratio kurang dari 1, yaitu 0.82.

Tabel 5.9

Analisis Sensitivitas Pendapatan Turun

Kriteria Kelayakan Pendapatan Turun

2% 3%

NPV Rp35,912,088 (Rp91,261,827)

IRR 21.00% 10.05%

Net B/C Ratio 1.07 0.82

PBP (tahun) 4.62 > 5

Sumber : Data diolah.

5.8.2 Simulasi Peningkatan Biaya Operasional

Pada tahap ini, dilakukan simulasi pada komponen biaya, yaitu biaya operasional mengalami kenaikan sebesar 3%. Hasil analisis menunjukkan apabila biaya operasional naik hingga 3% usaha fillet ikan pada tingkat suku bunga 18% diperoleh IRR sebesar 12,80 %, NPV negatif yaitu sebesar (Rp60.398.525) dan Net B/C Ratio sebesar 0,883 (kurang dari 1) yang berarti usaha fillet ikan ini menjadi tidak layak apabila terjadi kenaikan biaya operasional diatas 3%. Kenaikan biaya operasional ini bisa terjadi jika harga bahan baku naik misalnya saat ada badai atau gelombang tinggi sehingga nelayan tidak melaut.

(46)

Aspek Keuangan

Tabel 5.10

Analisis Sensitivitas Biaya Operasional Naik

Kriteria Kelayakan Pendapatan Turun

2% 3%

NPV Rp56,487,623 (Rp60,398,525)

IRR 22.69% 12.80%

Net B/C Ratio 1.11 0.883

PBP (tahun) 4.42 > 5

Sumber: Data diolah.

5.8.3 Simulasi Perubahan pada Pendapatan dan Biaya

Apabila pendapatan dan biaya operasional mengalami perubahan secara bersamaan. Pada saat pendapatan mengalami penurunan 2% dan secara bersamaan biaya operasional naik sebesar 2%. usaha fillet ikan sudah tidak layak lagi. Hal ini dapat dilihat dari IRR sebesar 12,80 %, NPV negatif yaitu sebesar (Rp60.398.525) dan Net B/C Ratio sebesar 0,883 (kurang dari 1).

Tabel 5.11

Analisis Sensitivitas Pendapatan turun dan Biaya operasional naik Kriteria Kelayakan

Pendapatan Turun dan Biaya Operasional Naik

2% 3%

NPV Rp46,199,855 (Rp197,860,207)

IRR 21.85% -0.04%

Net B/C Ratio 1.09 0.62

PBP (tahun) 4.51 > 5

Sumber : Data Primer, diolah

Pada tingkat suku bunga 18% jika pendapatan mengalami penurunan 2% dan biaya operasional naik 2% maka usaha fillet menjadi tidak layak.

(47)

BAB VI

ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN

6.1 Aspek Ekonomi dan Sosial

6.1.1 Aspek Ekonomi

Usaha fillet ikan di Kota Tegal mempuyai manfaat ekonomi yaitu penciptaan pendapatan yang dapat membantu perekonomian keluarga. Penciptaan pendapatan ini antara lain bagi pengusaha, karyawan dan tentunya bagi nelayan yang merupakan ujung tombak penyediaan ikan untuk diolah.

Pendapatan tenaga kerja pria pada usaha fillet ikan per bulan adalah Rp1.220.833,- lebih tinggi dari jumlah Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Kota Tegal tahun 2007 yaitu Rp643.000,-. Rata-rata pendapatan tenaga kerja wanita pada usaha fillet ikan per bulan Rp. 553.611 lebih tinggi dari Upah Minimun Kota (UMK) Tegal tahun 2007 yaitu Rp 520.000,-.

Bagi Pemerintah Kota Tegal usaha fillet dapat menciptakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang ditandai dengan pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), serta berperan menciptakan lapangan kerja.

6.1.2 Aspek Sosial

Kegiatan pengusahaan fillet membawa manfaat sosial bagi masyarakat. Penciptaan lapangan kerja khususnya bagi wanita/ibu rumah tangga karena usaha ini banyak didominasi oleh tenaga kerja wanita. Jumlah tenaga kerja yang terserap pada usaha fillet ikan pada tahun 2006 mencapai 1.675 orang. Dengan penyerapan tenaga kerja yang cukup besar ini dapat mengurangi penggangguran sehingga akan menekan angka kriminalitas.

Sebagian besar tenaga kerja berasal dari Kabupaten Tegal, sehingga terdapat Keterkaitan saling membutuhkan antara Kabupaten Tegal sebagai penyedia tenaga kerja dengan Kota Tegal sebagai pemasaran dan tempat pengolahan.

6.2 Dampak Lingkungan

Sifat ikan yang berbau, dan mudah membusuk dapat menimbulkan berbagai masalah lingkungan. Usaha fillet menghasilkan limbah bagi lingkungan sekitar, air bekas cucian ikan akan menimbulkan bau menyengat, residu dari pengusahaan ikan juga akan menimbulkan pencemaran bagi lingkungan sekitar. Usaha fillet di Kota Tegal yang lokasinya masih menjadi satu dengan pemukiman warga belum memiliki sistem pengelolaan air limbah yang baik sehingga banyak

(48)

Aspek Sosial Ekonomi dan Lingkungan

saluran air mampet dan menimbulkan bau yang kurang sedap. Kondisi pencemaran ini tidak dikeluhkan oleh warga sekitar karena sebagian besar bermata pencaharian pada sektor perikanan (nelayan, pengusaha, pedagang) sehingga mereka sudah terbiasa dengan bau ikan.

Sejalan dengan berkembangnya usaha fillet ikan maka perlu upaya pengembangan usaha yang berwawasan lingkungan. Setiap pengusaha berkewajiban meminimalkan pencemaran lingkungan dengan cara pengelolaan air limbah fillet yang baik. Untuk pengembangan yang lebih luas dibutuhkan sarana pengelolaan limbah dengan membangun IPAL secara terpadu.

(49)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

1. Usaha fillet ikan non ekonomis memiliki peluang dan potensi pengembangan di masa mendatang mengingat pasar yang masih luas dan ketersedian bahan baku yang berlimpah. 2. Analisis kelayakan keuangan diperoleh hasil IRR 40,86% pada discount rate 18%, NPV positif

sebesar 290.259.918,- dan Net B/C Ratio sebesar 1,5, hal ini menunjukkan bahwa usaha fillet ikan layak dilaksanakan.

3. Hasil Analisis sensitivitas usaha fillet ikan sensitif terhadap perubahan kenaikan biaya sampai 3%, sedangkan kenaikan biaya operasional sampai 3%.

4. Analisis sensifitas secara simultan yaitu penurunan pendapatan dan kenaikan biaya operasional lebih dari 2% akan mengakibatkan usaha tidak layak dilaksanakan.

7.2 Saran

1. Untuk memperoleh rendemen daging ikan yang tinggi perlu suatu keahlian tersendiri dalam melakukan filleting pada jenis ikan tertentu.

2. Selama proses produksi kesegaran daging ikan harus terus dijaga dengan senantiasa mempertahankan rantai dingin yang dilakukan dengan menggunakan es yang cukup dan merata.

3. Untuk pengembangan usaha lebih lanjut maka pengusaha fillet perlu menerapkan pengolahan yang higienis sesuai GMP (Good Manufacturing Practices), SSOP (Standard Sanitation Operating Procedure) dan secara bertahap menerapkan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) agar mampu memasuki pasar yang lebih luas.

4. Untuk menggurangi pencemaran dari usaha fillet di kawasan industi pengolahan ikan, perlu dibangun IPAL secara terpadu isehingga pencemaran dapat lebih ditekan.

(50)

KESIMPULAN DAN SARAN

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah,Rabiatul, 2007. Pengolahan Dan Pengawetan Ikan, Bumi Aksara Jakarta Bank Indonesia, 2004. Pola Pembiayaan Usaha Kecil Pengasinan Ikan Teri, Jakarta Haming, Murdifin, et.al, 2003. Studi Kelayakan Investasi, PPM, Jakarta

Jusuf, Jopie, 1995. Analisis Kredit Untuk Account Officer, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Kemal, Tarwiyah. 2001, Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan. 02/Men/2004 Tentang Perizinan Usaha Pembudidayaan Ikan

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan 02/Men/2002 Tentang Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan

Umar, Husein, 2003. Studi kelayakan Bisnis, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Vitner, Yon, 2004. "Ecolabelling" Produk Perikanan Laut (Peluang atau Ancaman bagi Perdagangan Perikanan, artikel Sea Food Ecolabelling Working Group (SEWG) Jakarta

Wahyuni,Mita, 2002. Teknologi Rekayasa Alat Pemisah Daging Dan Tulang Ikan (Meat Bone Separator).

(52)

Daftar Pustaka http://www.ristek.go.id http://www.dfsi.net.id http://www.dkp.go.id http://www.bi.go.id http://www.bapedakotategal.go.id

(53)

LAMPIRAN 1

. Perhitungan Aspek Keuangan

(54)

Lampiran

Lampiran 1.2 Biaya Investasi Fillet Ikan

Lampiran 1.3 Biaya Operasional fillet Ikan (Rp/Tahun)

K e t e r a n g a n S a t u a n J u m l a h H a r g a / S a t u a n N i l a i ( R p ) b a h a n b a k u C o k la t a n k g 8 1 6 . 9 0 0 2 . 2 0 0 1 . 7 9 7 . 1 8 0 . 0 0 0 K u r is i k g 6 9 . 0 0 0 2 . 1 0 0 1 4 4 . 9 0 0 . 0 0 0 s w a n g i k g 1 6 0 . 8 0 0 2 . 0 0 0 3 2 1 . 6 0 0 . 0 0 0 K u n ir a n k g 1 5 6 . 3 0 0 2 . 0 0 0 3 1 2 . 6 0 0 . 0 0 0 B a h a n P e m b a n t u E s b a t u b lo k / h r 9 . 0 0 0 , 0 0 3 7 . 5 0 0 3 3 7 . 5 0 0 . 0 0 0 P la s t ik k g 1 . 5 0 0 , 0 0 1 9 . 5 0 0 2 9 . 2 5 0 . 0 0 0 K a r e t k g 4 5 0 , 0 0 3 0 . 0 0 0 1 3 . 5 0 0 . 0 0 0 B i a y a P e n g i r i m a n R p / k ir im 3 0 0 3 0 0 . 0 0 0 9 0 . 0 0 0 . 0 0 0 b i a y a T e n a g a k e r j a t e n a g a p r ia O H 2 . 4 0 0 4 0 . 0 0 0 9 6 . 0 0 0 . 0 0 0 B ia y a m a k a n T e n a g a p r ia O H 2 . 4 0 0 1 0 . 0 0 0 2 4 . 0 0 0 . 0 0 0 t e n a g a k e r j a w a n it a b o r o n g a n k g 4 2 8 . 7 0 0 1 . 0 0 0 4 2 8 . 7 0 0 . 0 0 0 s u p ir O H 3 0 0 4 5 . 0 0 0 1 3 . 5 0 0 . 0 0 0 P is a u u n it 8 0 5 . 0 0 0 4 0 0 . 0 0 0 B ia y a lis t r ik R p 1 2 5 0 0 . 0 0 0 6 . 0 0 0 . 0 0 0 B ia y a t e le p o n R p 1 2 1 0 0 . 0 0 0 1 . 2 0 0 . 0 0 0 T e n a g a m a n a j e m e n p e r b u la n R p 1 2 3 . 0 0 0 . 0 0 0 3 6 . 0 0 0 . 0 0 0 B ia y a A d m in is t r a s i U m u m p e r b u la n R p 1 2 1 . 0 0 0 . 0 0 0 1 2 . 0 0 0 . 0 0 0 b e n s in lit e r 9 . 0 0 0 4 . 5 0 0 4 0 . 5 0 0 . 0 0 0 S o la r lit e r 3 . 0 0 0 4 . 3 0 0 1 2 . 9 0 0 . 0 0 0 b ia y a p e m e lih a r a a n * * R p 1 8 . 9 8 0 . 0 0 0 8 . 9 8 0 . 0 0 0 J u m l a h b i a y a o p e r a s i o n a l 3 . 7 2 6 . 7 1 0 . 0 0 0 B i a y a o p e r a s i o n a l b u l a n a n 3 1 0 . 5 5 9 . 1 6 6 , 6 7

Gambar

Gambar 4.1 bahan baku fillet ikan
Tabel 4.2  Harga Bahan Baku Ikan  Nama ikan
Gambar 4.2  Sortir Ikan
Gambar 4.4   Penimbangan Ikan.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian adalah Segala kegiatan yang berkaitan dengan sumber daya manusia di Sekolah Dasar Harapan Nusantara selalu di usulkan dan dilaporkan kepada

Untuk ekstrapolasi data cadangan karbon di tingkat lahan ke tingkat bentang lahan (DAS), dilakukan dengan jalan mengalikan besarnya luasan masing-masing tutupan

INSIDEN INFEKSI SALURAN KEMIH BERDASARKAN HITUNG LEUKOSIT PADA WANITA HAMIL TRIMESTER III PERIODE SEPTEMBER-OKTOBER 2015 DI RUMAH SAKIT

Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah metode analisis FTIR yang dikombinasikan dengan analisis kemometrika melalui pemodelan PCA dan PLS-DA mampu

Hasil penelitian di perairan Muara Sungai Rokan Kecamatan Bangko dan Kecamatan Batu Hampar Kabupaten Rokan Hilir dapat menunjukkan tidak ada perbedaan yang

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor motivasi karir, persepsi mahasiswa terhadap profesi akuntan berhubungan positif sedangkan lama pendidikan berhubungan negatif dengan

Metode klasikal tradisional merupakan salah satu metode yang dipakai sudah sejak lama seiring adanya perkembangan pesantren semenjak masa-masa permulaan kedatangan

Analisis hasil uji praktikalitas oleh guru dan peserta didik, modul bermuatan kecerdasan komprehensif yang dikembangkan dikategorikan sangat valid dengan nilai 92,36