• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I REFORMASI TATA PEMERINTAHAN DAN INOVASI DI KABUPATEN KEBUMEN. Sejak menggelindingnya semangat desentralisasi, pemerintah daerah di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I REFORMASI TATA PEMERINTAHAN DAN INOVASI DI KABUPATEN KEBUMEN. Sejak menggelindingnya semangat desentralisasi, pemerintah daerah di"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

REFORMASI TATA PEMERINTAHAN DAN INOVASI DI KABUPATEN KEBUMEN

A. LATAR BELAKANG

Sejak menggelindingnya semangat desentralisasi, pemerintah daerah di Indonesia mulai berlomba-lomba memajukan daerahnya. Berbagai strategi tata kelola pemerintahan daerah dilancarkan, dan sejak itu pula lahirlah berbagai terobosan inovatif. Pengkajian berbagai program ataupun kebijakan inovatif daerah pun semakin marak dilakukan. Bahkan kita dapat melihat beberapa contoh daerah yang tampil dengan inovasinya. Seperti inovasi e-government di Kabupaten Sragen, atau kisah sukses Kabupaten Jembrana dengan inovasi efisiensi anggaran pemerintah daerahnya. Namun, seringkali pengkajian tentang inovasi daerah hanya berhenti pada tataran perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dari program-program inovasi yang dilakukan, akan tetapi tidak merambah hingga ke tahap keberlanjutan inovasi. Padahal, sehebat apapun inovasi yang dilakukan oleh seorang pemimpin daerah pada periode kepemimpinannya, tidak akan terlalu berarti atau kelak hanya menjadi sebuah kenangan saja ketika inovasi yang terbukti mampu memberikan manfaat besar serta sumbangsih pada pembangunan daerah tidak dapat dipastikan keberlanjutannya terutama saat terjadi pergantian pemimpin daerah.

(2)

2

Peluang daerah untuk menjalankan pembangunan daerahnya diatas kemandirian lokal, membuat sosok pemimpin daerah semakin dijadikan aktor penting yang akan membawa keberhasilan atau justru kegagalan bagi daerah yang dipimpinnya. Peran seorang pemimpin daerah menjadi penting bukan hanya karena pemimpin daerah adalah sosok yang memegang wewenang untuk memimpin dan bertanggung jawab atas pemerintahannya, tetapi lebih dari itu, menjadi penting karena bingkai otonomi menempatkan sosok pemimpin menjadi sosok yang harus mampu membuat berbagai terobosan dan inovasi. Sehingga daerah yang sukses menjalankan otonomi, bisa dikatakan pasti memiliki pemimpin yang inovatif.

Dengan adanya otonomi, maka daerah memiliki peran dan tanggungjawab yang lebih besar untuk membangun daerahnya sendiri sesuai dengan prioritas dan kebutuhannya. Otonomi menunjukkan adanya penyerahan fungsi, personil dan aset dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, baik itu provinsi, maupun kabupaten/kota. Peran dan tanggungjawab daerah yang lebih besar di era otonomi pada akhirnya membawa paradigma baru dalam menyikapi berbagai dinamika yang terjadi di daerah. Di era otonomi, dengan „aturan main‟ yang berbeda, dengan kewenangan dan tanggungjawab daerah yang berbeda, maka penggunaan kekuasaan administratif, politik, dan ekonomi daerah juga harus dikelola dengan „cara yang tidak biasa‟. Daerah harus tanggap terhadap tantangan yang lebih besar dalam memajukan daerahnya.

Gagasan-gagasan inovatif pada era otonomi di Kabupaten Kebumen berangkat bersama dengan komitmen yang datang dari seorang Kepala Daerah

(3)

3

bernama Rustriningsih, yang menjabat sebagai Bupati Kebumen periode 2000-2005 dan 2000-2005-2010, yang mulai tahun 2008 telah melepas jabatannya sebagai Bupati Kebumen karena maju menjadi Wakil Gubernur Jawa Tengah berpasangan dengan Bibit Waluyo untuk masa jabatan 2008-2013.

Implementasi pengelolaan kekuasaan administratif, politik, dan ekonomi daerah berdasarkan prinsip-prinsip good governance di kabupaten Kebumen yang ditempuh Bupati Rustriningsih salah satunya diwujudkan dalam bentuk inovasi „lima plus perangkat komunikasi‟ Pemda Kebumen. Inovasi di bidang media informasi dan komunikasi milik Pemda Kebumen yang menonjolkan prinsip transparansi, partisipasi dan akuntabilitas inilah yang akan menjadi objek dalam penelitian ini.

Sosok Rustriningsih memang dapat dikatakan merupakan sosok yang sangat menonjol dalam sejarah Pemerintahan Kabupaten Kebumen, khususnya di era otonomi daerah. Selain karena sosoknya yang merupakan Bupati wanita pertama di Jawa Tengah, tetapi juga karena prestasinya dalam menerapkan berbagai terobosan inovatif dalam tata pemerintahan yang memang terbukti mampu meningkatkan taraf Kabupaten Kebumen menjadi lebih baik, khususnya praktik pemerintahan dan pelayanan publik yang transparan dan partisipatif.

Kabupaten Kebumen, kini tidak lagi memposisikan Rustriningsih sebagai kepala daerah. Setelah Rustriningsih melenggak menjadi wakil Gubernur Jawa Tengah, sisa masa jabatan Kepala daerah kemudian diteruskan oleh Wakil Bupati periode Rustriningsih, KH.Nashiruddin. Kini Kabupaten Kebumen menempatkan

(4)

4

H.Buyar Winarso sebagai kepala daerah periode 2010-2015 yang terpilih pada pemilukada yang dilaksanakan pada Juni 2010. Hal itu menggambarkan dinamika pergantian pemimpin daerah.

Lahirnya terobosan inovatif dalam tata pemerintahan melalui inovasi di bidang media komunikasi di Kabupaten Kebumen adalah sebuah bukti dimana Rustriningsih mampu mengelola struktur yang melingkupinya. Bagaimana Bupati Rustriningsih dapat memanfaatkan faktor yang mendukungnya, serta dapat mengelola faktor yang menghambatnya. Berkaitan dengan keberlanjutan inovasi tata pemerintahan, kepala daerah sebagai salah satu pemegang otoritas memiliki kemampuan dan konsep kerja serta praktik kebiasaan kerja masing-masing, apalagi dengan latar belakang yang beragam pula. Kepala daerah mampu mereproduksi, menawar, maupun memodifikasi kebijakan-kebijakan serta struktur inovasi tata pemerintahan yang ada sebelumnya.

Namun, seringkali inovasi yang telah tercipta dan menghadirkan manfaat justru harus berhenti ketika terjadi pergantian pemimpin daerah. Berbicara mengenai keberlanjutan, maka tidak bisa dilepaskan dari sejauhmana Bupati Rustriningsih mampu melembagakan inovasi yang ada selama Ia menjabat sebagai Kepala Daerah dan berkaitan pula dengan komitmen dari pemimpin daerah pasca Bupati Rustriningsih.

Keberlanjutan inovasi membutuhkan dukungan dari kapasitas organisasi untuk memastikan inovasi memiliki keberlanjutan. Dan menjadi penting bagaimana seharusnya sebuah inovasi dapat terlembaga, serta menjadi sebuah

(5)

5

kesadaran kolektif, sehingga keberlanjutannya tidak hanya tergantung oleh sosok pemimpin penggagasnya saja.

Dan menjadi pertanyaan kemudian bagaimana keberlanjutan inovasi tata pemerintahan di Kabupaten Kebumen ketika berada di tangan sosok pemimpin pengganti Bupati Rustriningsih. Untuk itu, penelitian ini akan membahas mengenai keberlanjutan inovasi tata pemerintahan di Kabupaten Kebumen pasca pemerintahan Rustriningsih. Penelitian ini merupakan potret mengenai keberlanjutan salah satu program inovatif yang dipraktikkan dalam menjalankan tata pemerintahan di Kabupaten Kebumen yaitu mengenai peningkatan transparansi dan partisipasi membangun akuntabilitas pemerintah daerah melalui inovasi „lima plus perangkat komunikasi‟ Pemda Kebumen. Inovasi tersebut sengaja dipilih dengan pertimbangan bahwa inovasi tersebut adalah salah satu best practice di Kabupaten Kebumen, serta dinilai cukup memberikan nilai positif dalam praktik pelaksanaan tata pemerintahan daerah. Pembahasan akan berlanjut pada bentuk keberlanjutan serta faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan inovasi „lima plus perangkat komunikasi‟ Pemda Kebumen dalam tata pemerintahan di Kabupaten Kebumen Pasca Bupati Rustriningsih.

Diharapkan penelitian dapat memberi manfaat, menjadi salah satu kajian tentang keberlanjutan inovasi daerah, khususnya menjadi tambahan dan memberikan sedikit titik terang bahwa menjamin adanya keberlanjutan suatu inovasi adalah tidak kalah pentingnya dengan pelaksanaan bahkan dengan kesuksesan yang lahir dari inovasi-inovasi yang digagas sebuah daerah. Bagi masyarakat khususnya warga Kebumen, mereka akan mengetahui bahwa mereka

(6)

6

juga mampu berpartisipasi dan punya andil dalam kemunculan dan keberlanjutan inovasi-inovasi yang ada di daerahnya sehingga masyarakat diharapkan akan ikut terlibat lebih aktif untuk menjadi unsur pendukung bagi keberlanjutan maupun terciptanya inovasi-inovasi baru di daerah yang pada akhirnya akan bermuara pada kesejahteraan masyarakat itu sendiri.

Bagi pemerintah Kabupaten Kebumen khususnya diharapkan penelitian ini akan dapat memberikan gambaran bagaimana bentuk keberlanjutan inovasi „lima plus perangkat komunikasi‟ Pemda Kebumen dalam membangun tata pemerintahan yang baik pasca Rustriningsih serta mengetahui faktor apa saja yang ikut mempengaruhi keberlanjutan inovasi „lima plus perangkat komunikasi‟ dalam tata pemerintahan di Kabupaten Kebumen. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan dokumentasi bagaimana proses pembentukan dan pelembagaan program-program inovatif di kabupaten Kebumen agar tetap dapat terjaga keberkelanjutannya.

B. RUMUSAN MASALAH

Setelah menguraikan sedikit mengenai realitas inovasi dalam tata pemerintahan di Kabupaten kebumen, maka penelitian ini merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

Bagaimana Keberlanjutan Inovasi „lima plus perangkat komunikasi‟ Pemda Kebumen Pasca Rustriningsih?

(7)

7

Penelitian ini memiliki beberapa tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pembentukan dan pelembagaan inovasi „lima plus perangkat komunikasi‟ Pemda Kebumen periode Bupati Rustriningsih 2. Untuk mengetahui bentuk keberlanjutan inovasi „lima plus perangkat

komunikasi‟ Pemda Kebumen pasca pemerintahan Rustriningsih

3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan inovasi „lima plus perangkat komunikasi‟ Pemda Kebumen

D. KERANGKA TEORI

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa kerangka kajian yang saling terkait, yaitu mengenai konsepsi Reformasi Tata Pemerintahan dan Good Governance sebagai landasan dalam pemaparan pembentukan inovasi „lima plus perangkat komunikasi‟ dalam tata pemerintahan di Kabupaten Kebumen ketika masa kepemimpinan Bupati Rustriningsih, serta penggunaan Teori Strukturasi yang akan menjelaskan bagaimana bentuk keberlanjutan inovasi „lima plus perangkat komunikasi‟ Pemda Kebumen pasca kepemimpinan Bupati Rustriningsih.

D.1. Reformasi Tata Pemerintahan dan Good Governance

Reformasi tata pemerintahan adalah sebuah hal yang semakin sering dibicarakan dan mulai menjadi wacana utama khususnya, ketika masyarakat mulai menuntut adanya sistem tata pemerintahan yang transparan, partisipatif, akuntabel, efisien, dan berkeadilan. Runtuhnya hegemoni Orde baru Soeharto

(8)

8

menjadi momen penting atas tidak diterimanya kembali sistem sentralisasi pemerintah khas Orde Baru. Krisis yang menimpa Indonesia yang mencakup krisis multidimensi menunjuk dominasi negara dan ketertutupan sistem tata pemerintahan yang tidak melibatkan peran serta masyarakat sebagai penyebab krisis multidimensi yang menimpa Indonesia.

Konsep tata pemerintahan (governance) merupakan perluasan konsep dari pemerintah (goverment). Jika pemerintah government diidentikkan dengan satu aktor tunggal yaitu Negara, maka governance lebih melibatkan multistakeholders didalamnya. Tata pemerintahan menurut UNDP (dalam Agus Dwiyanto dkk 2003:4) didefinisikan sebagai „penggunaan kekuasaan administratif, politik dan ekonomi untuk mengelola masalah suatu negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup mekanisme, proses, dan lembaga ketika Warga Negara dan kelompok masyarakat menyampaikan kepentingan, melakukan hak-hak politiknya, memenuhi kewajibannya, dan mendiskusikan perbedaan diantara mereka.

Reformasi Tata Pemerintahan adalah bagian dari proses demokratisasi yang dapat dimaknai yaitu selain reformasi tata pemerintahan terkait erat dengan demokrasi, tetapi juga reformasi tata pemerintahan dianggap sebagai sebuah prasyarat bagi jalannya demokrasi. Demokrasi disini adalah bagaimana terdapat keterlibatan dan redistribusi kekuasaan khususnya dalam hal tata pemerintahan dimana terdapat kesempatan bagi para stakeholder diluar pemerintah untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan publik. Atau dengan kata lain, tata pemerintahan dikelola dalam rangka menjawab berbagai permasalahan publik

(9)

9

khususnya dengan turut melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dengan tetap berpegang pada nilai-nilai konsensus dan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang demokratis.

Reformasi Tata Pemerintahan adalah sebuah usaha perubahan secara signifikan elemen-elemen tata pemerintahan yang kemudian diharapkan akan mengarah pada tata pemerintahan yang baik. Ada beberapa indikator yang dapat digunakan untuk memberi penilaian tata pemerintahan yang baik, menurut UNDP pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang mengikuti prinsip-prinsip antara lain partisipasi, efisiensi dan efektivitas, keadilan, akuntabilitas, transparansi, responsivitas, kesamaan dan kepastian hukum (Agus Dwiyanto dkk 2003:6).

Sementara Kenneth Thompson (dalam Syamsuddin Harris (Eds)2005:46) melakukan pendekatan terbalik dalam menyebut ciri pemerintahan yang baik (good governance). Kebalikan dari ciri bad governance inilah yang layak disebut sebagai ciri good governance. Dari konsepsi yang dikemukakan Kenneth Thompson, maka menurut Riswandha Imawan (dalam Syamsuddin Harris (Eds)2005:47) tata pemerintahan yang baik memiliki dua ciri besar: secara struktural; slim and lean, yaitu membentuk struktur yang menghindari kompleksitas jaringan, terwujudnya prinsip organisasi modern, yakni adanya pembagian tugas yang jelas, pendelegasian wewenang, serta koordinasi yang tidak mematikan inisiatif bawahan. Secara tataran nilai: terdapat nilai efisiensi, yang berhubungan dengan pemaksimalan fungsi managemen pemerintahan, efektivitas yang berhubungan dengan upaya menjawab persoalan yang benar-benar ada

(10)

10

dalam masyarakat dengan metode dan pendekatan yang benar pula. Selain itu nilai-nilai tersebut juga didukung oleh faktor transparansi, akuntabilitas, bersih dari penyalahgunaan, dan nilai kejujuran yang berkaitan dengan etika.

Reformasi tata pemerintahan semakin bergaung di level pemerintahan lokal dengan adanya UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Otonomi daerah adalah salah satu praktik yang membawa misi mendekatkan pemerintahan kepada masyarakat untuk dapat lebih berpartisipasi dalam jalannya pemerintahan. Dalam otonomi daerah, diberikan kewenangan lebih besar kepada Kabupaten/Kota yang diharapkan akan mampu mendorong perbaikan dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah yang lebih partisipatif, akuntabel dan transparan. Hubungan antara reformasi tata pemerintahan dan pelaksanaan otonomi daerah dalam hal ini adalah bagaimana untuk mewujudkan keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah perlu didahului dengan adanya reformasi tata pemerintahan. Dan sebaliknya, otonomi daerah merupakan kondisi yang mendukung bagi pelaksanaan reformasi tata pemerintahan daerah.

Otonomi daerah juga merupakan bukti bahwa sentralisasi gaya orde baru tidak lagi relevan diterapkan dalam tata pemerintahan. Kewenangan yang besar menyangkut berbagai hal baik itu merumuskan kebijakan dan program-program yang akan dibuat, juga masalah pembiayaannya yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah. Kewenangan itu diberikan kepada daerah khususnya kabupaten /kota melalui para pejabat publik untuk pada akhirnya dapat menghasilkan kebijakan yang mengutamakan kepentingan publik. Otonomi daerah juga menjadi kesempatan bagi pemerintah daerah untuk lebih

(11)

11

meningkatkan kinerjanya. Tuntutan untuk lebih mandiri dalam mengelola daerahnya juga memantik pemerintah daerah untuk lebih kreatif dalam usaha memajukan daerahnya. Kini daerah tidak lagi hanya bisa menjalankan aturan yang telah ditetapkan (rule driven), tetapi harus pandai-pandai mencari celah untuk memajukan daerahnya, salah satunya dapat diwujudkan dalam bentuk inovasi-inovasi daerah. Inovasi menjadi hal yang semakin diperlukan untuk menunjang kinerja pemerintah daerah, meskipun ditengah kondisi sumberdaya daerah yang terbatas.

D.2. Pembentukan dan Bentuk Keberlanjutan Inovasi Tata Pemerintahan

Anthony Gidden dalam Teori Strukturasi-nya memaparkan tentang pentingnya memberikan perhatian kepada cara-cara pemimpin berbagai institusi dalam memberikan campur tangan dan mengubah pola sosial.

Pembentukan inovasi „lima plus perangkat komunikasi‟ Pemda Kebumen memang bisa dikatakan identik dengan Bupati Rustriningsih, karena Ia adalah Kepala Daerah Kabupaten Kebumen saat itu. Pembentukan inovasi „lima plus perangkat komunikasi‟ yang berlangsung di Kabupaten Kebumen adalah proses perubahan sosial yang terjadi karena perulangan praktek sosial yang melampaui ruang dan waktu (strukturasi) (Giddens 2010:46).

Menurut Anthony Giddens perubahan disebabkan karena keberhasilan praktek sosial baru (de-rutinisasi yang berasal dari kesadaran diskursif agensi dengan memanfaatkan struktur kesempatan) atau praktik-praktik sosial lama (rutinisasi yang berasal dari struktur lama dengan kesadaran praktis).

(12)

12

Namun tentunya kepala daerah memiliki keterbatasan, ia tidak bisa begitu saja memilih bagaimana menciptakan sebuah struktur baru di daerahnya, ia dibatasi oleh kendala (constraint) lokasi sejarah diluar pilihan mereka sendiri. Jadi struktur memiliki kapasitas ganda, yaitu ia bisa menjadi kendala (constraining) tetapi ia bisa menjadi faktor pendukung (enabling) bagi agen. Atau struktur tidak boleh disamakan dengan kekangan namun meskipun dermikian ia bersifat mengekang dan membolehkan (Giddens 2010:41). Sehingga „inovasi lima plus media komunikasi dan informasi‟ Pemda Kebumen bisa dikatakan merupakan hasil strategi Bupati Rustriningsih dalam mengelola struktur yang tadinya menghambat menjadi struktur yang mendukungnya. Strategi tersebut dilakukan dengan me-restrukturisasi struktur signifikansi berkaitan dengan penggunaan skema wacana, struktur dominasi berkaitan dengan skema kekuasaan, dan struktur legitimasi berkaitan dengan penggunaan skema aturan normatif atau tata hukum.

Pada Teori Strukturasi, selain menjelaskan bahwa struktur memiliki peran ganda yaitu dapat mendukung dan menghambat, struktur juga dipahami sebagai sebuah faktor yang terintegrasi dengan agen dalam hubungan timbal balik. Hubungan timbal balik ini, yang disebut Giddens sebagai konsep dualitas struktur. Inti dari konsep dualitas struktur menjelaskan bahwa komposisi antara para agen dan struktur-struktur bukanlah dua perangkat fenomena tertentu yang saling terpisah atau sebuah dualisme, melainkan sebuah dualitas. (Gidden:2010:40). Jadi, kehidupan sosial tidak hanya dipengaruhi oleh tindakan individual saja (kepala daerah), melainkan juga dipengaruhi oleh struktur sosial (lingkungan yang melingkupi keberadaan kepala daerah, misalnya kondisi sosial,

(13)

13

ekonomi, sejarah maupun budaya). Jadi struktur dibentuk melalui tindakan, dan tindakan dibentuk oleh struktur yang ada. Konsep mengenai dualitas struktur juga menjelaskan bahwa kelengkapan-kelengkapan struktural dari sistem-sistem sosial adalah sarana sekaligus hasil dari praktik-praktik yang terorganisasi secara rutin (Gidden:2010:40)

Berkaitan dengan bentuk keberlanjutan inovasi „lima plus perangkat komunikasi‟ Pemda Kebumen, struktur sendiri dapat diciptakan, dipertahankan, dan diubah oleh tindakan agen. Tindakan berulang-ulang agen inilah yang mereproduksi struktur. Tindakan sehari-hari agen memperkuat dan mereproduksi seperangkat ekspektasi. Perangkat ekspektasi orang-orang lainlah yang membentuk kekuatan sosial/struktur sosial. Hal ini berarti terdapat struktur sosial yang bekerja secara mapan untuk melakukan sesuatu namun struktur sosial bisa diubah ketika orang mulai mengabaikan, mengganti dan mereproduksi secara berbeda.

Jadi bentuk keberlanjutan inovasi „lima plus perangkat komunikasi‟ Pemda Kebumen berkaitan dengan bagaimana tindakan agen (kepala daerah pasca Rustriningsih) apakah Ia melakukan tindakan rutinisasi atas struktur inovasi tata pemerintahan yang telah terbentuk, ataukan Ia melakukan de-rutinisasi atas struktur inovasi tata pemerintahan yang telah terbentuk yang selanjutnya akan menjawab bagaimana dan seperti apa bentuk keberlanjutan inovasi „lima plus perangkat komunikasi‟ Pemda Kebumen.

(14)

14 E.1. Inovasi Tata Pemerintahan:

Inovasi tata pemerintahan adalah praktik penggunaan kekuasaan administratif, politik dan ekonomi yang dimiliki daerah dengan cara-cara yang berbeda secara signifikan dengan menerapkan nilai-nilai good governance. Inovasi dalam tata pemerintahan bertujuan untuk meningkatkan kinerja pemerintah dalam menjalankan fungsinya serta menumbuhkan nilai transparansi, partisipasi dan akuntabilitas.

E.2. Keberlanjutan Inovasi Tata Pemerintahan :

Merupakan sebuah kondisi dimana terdapat praktek-praktek kontinuitas terhadap kebijakan inovasi daerah yang telah terbentuk di bidang tata pemerintahan. Keberlanjutan inovasi tata pemerintahan pada penelitian ini memfokuskan pada konsep rutinisasi dan de-rutinisasi yang dijabarkan menjadi dua hal yaitu sejauhmana pelembagaan inovasi yang dilakukan oleh Bupati Rustriningsih dan sejauhmana komitmen dan kapasitas pemimpin daerah pasca Rustriningsih untuk menjaga keberlanjutan inovasi tata pemerintahan yang telah terbentuk ketika masa pemerintahan Rustriningsih. Dua hal ini juga menunjukkan apakah agen (Kepala daerah pasca Rustriningsih) mereproduksi, memodifikasi, atau mengabaikan struktur inovasi „lima plus perangkat komunikasi‟ Pemda Kebumen yang telah terbentuk.

E.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan Inovasi Tata Pemerintahan

(15)

15

Hal-hal yang mempengaruhi keberlanjutan inovasi tata pemerintahan berasal dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari kapasitas individu sang Pemimpin Daerah, dan faktor eksternal berasal dari struktur diluar yang melingkupi individu sang Pemimpin daerah. Dalam jalannya inovasi tata pemerintahan, kedua faktor tersebut tidak saling berdiri sendiri melainkan saling berkaitan satu sama lain. Dimana kapasitas individu mempengaruhi dan juga dipengaruhi oleh struktur diluar yang melingkupi individu kepala daerah.

F. DEFINISI OPERASIONAL:

F.1. Inovasi Tata Pemerintahan:

Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah inovasi „lima plus perangkat komunikasi‟ Pemda Kebumen. Inovasi tersebut merupakan sinergi enam media informasi komunikasi milik Pemda Kebumen yang terdiri dari Radio IN FM, Ratih TV, Surat dari Bupati (Direct Mail), Press Center, Pustaka Foto, Film dan Video (FFV) serta website resmi Pemda Kebumen www.kebumenkab.go.id. Terobosan inovatif tersebut sengaja dipilih oleh peneliti dengan alasan inovasi tersebut merupakan best practices di Kabupaten Kebumen, secara akademis telah cukup sering terpublikasi dalam beberapa dokumen serta terobosan inovatif tersebut juga mengusung nilai-nilai good governance.

F.2. Keberlanjutan Inovasi Tata Pemerintahan :

Konsepsi mengenai keberlanjutan inovasi dalam tata pemerintahan akan dijelaskan dengan dua hal yaitu:

(16)

16

Sejauhmana pelembagaan inovasi tata pemerintahan yang dilakukan oleh Bupati Rustriningsih menyentuh hal-hal sebagai berikut; instrumen, tata kelembagaan, Kepemimpinan, Budaya organisasi, dan Norma/nilai

Sejauhmana komitmen pemimpin daerah pasca Bupati Rustriningsih dalam menjaga keberlanjutan inovasi tata pemerintahan yang telah terbentuk ketika masa pemerintahan Bupati Rustriningsih. Hal tersebut dioperasionalisasikan dengan mengamati hal-hal sebagai berikut: strategi, tata kelola, penguatan kelembagaan, dan pengembangan terhadap kebijakan inovasi daerah.

F.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan Inovasi Tata Pemerintahan

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan Inovasi Tata Pemerintahan merupakan penjabaran lebih rinci dari pelembagaan inovasi yang dilakukan kala pemerintahan Bupati Rustiningsih serta penjabaran lebih rinci mengenai komitmen yang dilakukan oleh Bupati pasca Rustriningsih. Penjelasan tersebut meliputi faktor-faktor pendukung dan faktor penghambat yang melingkupi individu Kepala Daerah. Operasionalisasi faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan Inovasi Tata Pemerintahan dikerucutkan menjadi beberapa poin yaitu:

Pelembagaan inovasi di Era Bupati Rustriningsih

(17)

17

Komitmen dan kapasitas individu Kepala Daerah Pasca Rustriningsih

Situasi dan peran era otonomi daerah

Kapasitas Organisasi Birokrasi

Respon dan dukungan publik (masyarakat sipil,LSM, swasta)

G. METODE PENELITIAN:

G.1. Jenis penelitian:

Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif dengan metode studi kasus. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui pembentukan, bentuk keberlanjutan, serta untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan inovasi „lima plus perangkat komunikasi‟ Pemda Kebumen pasca Rustriningsih. Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah studi kasus. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi mengapa akhirnya studi kasus dipilih menjadi metode penelitian, pertama karena berawal dari pertanyaan penelitian adalah „bagaimana‟ (Bagaimana keberlanjutan inovasi „lima plus perangkat komunikasi‟ Pemda Kebumen pasca Rustriningsih? Pertanyaan „bagaimana‟ dan „mengapa‟ memerlukan adanya klarifikasi lebih lanjut, karena pertanyaan seperti itu berkenaan dengan kaitan-kaitan operasional yang menuntut pelacakan waktu tersendiri dan bukan sekedar frekuensi atau kemunculan (Yin:2002:9). Tema keberlanjutan inovasi tata pemerintahan di Kabupaten Kebumen, termasuk dalam fenomena kontemporer. Metode studi kasus akan dapat digunakan untuk menelusuri lebih dalam fenomena yang akan diteliti tanpa memberi peluang

(18)

18

peneliti untuk melakukan intervensi terlalu jauh atas peristiwa atau fenomena yang diteliti.

G.2. Teknik pengumpulan data:

Teknik pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan.

Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari:

G.2.1. Sumber data:

Dalam penelitian, data pokok yang dibutuhkan terdiri dari:

1. Dokumen-dokumen. Informasi dokumenter merupakan sumber informasi yang relevan dalam studi kasus. Dokumen yang akan menjadi sumber data terdiri dari dokumen resmi yang dimiliki Pemda Kebumen, serta dilihat dari dokumen kemunculan artikel berita di media massa terkait dengan inovasi „lima plus perangkat komunikasi‟ Pemda Kebumen.

2. Wawancara. Peneliti data dengan melakukan wawancara dengan beberapa narasumber yaitu:

a. Drs. Drajat Triwibowo, Kabag. Informasi dan komunikasi pada Dinas Informasi, Komunikasi, dan Telematika (Dinas Inforkomtel) Pemda Kebumen.

b. Drs. Adi Nugroho, Kabag. Telematika pada Dinas Informasi, Komunikasi, dan Telematika (Dinas Inforkomtel) Pemda Kebumen.

(19)

19

c. Beberapa masyarakat Kabupaten Kebumen

d. Yusuf Murdiono, LSM Formasi Kabupaten Kebumen

e. Bornie Kurniawan, LSM IRE

f. Drs.H. Kholid Anwar, aktivis media/ dewan pengawas Ratih TV Kebumen

3. Observasi langsung.

Observasi langsung dilakukan untuk mencari data berupa budaya organisasi secara nyata dijalankan serta pola kinerja atau pelaksanaan inovasi „lima plus perangkat komunikasi‟ Pemda Kebumen.

G.2.2. Cara mengumpulkan data:

1. Dengan dokumentasi.

Peneliti mengunjungi instansi pemerintah yang terkait, yaitu Dinas Inforkomtel yang membawahi program inovasi yang menjadi objek pada penelitian ini. Dengan sebelumnya membuat janji dan menjelaskan tujuan kedatangan dengan didukung oleh surat pengantar resmi untuk dapat memperoleh dokumen-dokumen yang lebih lengkap dan komprehensif.

2. Wawancara

Wawancara juga menjadi salah satu sumber data yang penting dalam penelitian ini. Dalam hal ini wawancara diharapkan akan menghasilkan data yang valid dan diharapkan pula bantuan dari informan yang diwawancarai akan dapat memberikan informasi dan akses kepada sumber-sumber bukti lain yang bisa

(20)

20

lebih memantapkan pengumpulan data yang dibutuhkan. Peneliti melakukan wawancara dengan teknik indepth interview. Narasumber yang sebagian besar adalah birokrat, membuat wawancara berlangsung secara formal dan dilakukan ketika jam kerja narasumber. Namun, untuk beberapa narasumber lain diluar birokrat, wawancara berlangsung dengan suasana yang lebih informal, seperti ketika melakukan wawancara dengan LSM Formasi maupun IRE, serta ketika wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat. Untuk lebih menjaga keakuratan hasil wawancara maka selama wawancara berlangsung, peneliti melakukan perekaman serta peneliti juga dibekali dengan poin-poin pertanyaan yang dicatat guna menjaga agar informasi yang digali tetap dalam koridor utama sesuai tujuan penelitian.

3. Observasi langsung

Observasi dilakukan disela-sela kunjungan lapangan ketika wawancara sedang berlangsung. Pada awalnya, tujuan observasi yang dilakukan diharapkan akan semakin menambah pemahaman peneliti akan kasus yang tengah diteliti. Wawancara yang dilakukan akan dilaksanakan di lokasi tertentu yang telah dipilih seperti di kantor Pemda,Dinas Inforkomtel, maupun di studio Ratih TV, hingga kunjungan ke LSM Formasi Kebumen. Hal-hal yang akan diobservasi tidak terlalu baku melingkupi poin-poin yang sudah tercatat dalam daftar peneliti seperti latar belakang serta pengamatan kegiatan yang terkait dengan objek penelitian. Selain itu, peneliti juga melakukan studi pustaka. Data studi pustaka pada penelitian-penelitian terkait inovasi „lima plus perangkat komunikasi‟ Pemda Kebumen yang telah dilakukan sebelumnya akan mendukung data primer dan

(21)

21

menjadi modal pengetahuan peneliti yang bisa dimanfaatkan ketika melakukan wawancara dengan para narasumber.

G.2.3. Teknik analisa data

Teknik analisa data dilakukan secara kualitatif. Data yang ada dianalisa secara berkelanjutan. Karena analisa data kualitatif adalah upaya yang berkelanjutan dan terus-menerus. Tahapan teknik analisa data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Menelaah data yang diperoleh dari hasil wawancara, dari observasi dan dokumentasi yang dilakukan selama penelitian. Data tersebut kemudian disusun dan dipilah. Peneliti mereduksi data hasil wawancara, dari observasi dan dokumentasi yang dirasa tidak relevan dengan tujuan penelitian. Setelah melakukan pemilahan, kemudian peneliti membuat rangkuman dan selanjutnya diinterpretasi. Tahap berikutnya peneliti melakukan analisa lebih dalam terhadap data yang telah terpilih. Selanjutnya adalah menarik kesimpulan. Peneliti mencoba menarik kesimpulan dari awal penelitian. Karena penelitian yang diambil adalah penelitian kualitatif dan analisa data kualitatif adalah upaya analisa yang berkelanjutan dan berulang-ulang, maka kesimpulan selanjutnya semakin lama akan menjadi kesimpulan yang lebih mendalam. Dalam mengambil suatu kesimpulan, peneliti mencoba secara berkelanjutan memverifikasi kesimpulan yang diambil selama penelitian. Peneliti juga melihat kembali keabsahan data yang digunakan selama penelitian.

(22)

22

Pada penelitian ini, teknik untuk memperoleh keabsahan data adalah triangulasi. Pemeriksaan keabsahan data adalah pengecekan secara cermat terhadap data-data yang diperoleh dengan menggunakan teknik-teknik tertentu untuk memperoleh data secara ilmiah dan data-data tersebut dapat dipertanggungjawabkan sehingga data-data yang diperoleh dapat dinyatakan sah (Moleong,2000:171). Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dari luar data tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong,2004:330).

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber. Triangulasi sumber adalah membandingkan dan mengecek derajat kepercayaan suatu data informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif (Moleong,2004:331). Triangulasi sumber dapat dilakukan dengan membandingkan data hasil wawancara dengan data hasil pengamatan, membandingkan data hasil wawancara dengan data dokumentasi terkait, dan dengan membandingkan data hasil wawancara yang berasal dari beberapa narasumber.

Pelaksanaan analisa data dilakukan peneliti setelah proses pengumpulan data dilakukan dan data yang dibutuhkan telah tersedia. Namun, dalam rangka meng-kroscek kevalidan data, analisa data juga dilakukan setiap kali peneliti memperoleh data sehingga peneliti akan lebih mudah untuk mengumpulkan data hasil analisis secara kolektif di akhir-akhir masa penelitian. Dengan kata lain, proses analisa data dilakukan selama proses penelitian berlangsung. Kesimpulan

(23)

23

yang didapat dari analisis yang dilakukan juga akan coba kembali diverifikasi dan lebih meng-kroscek kembali keabsahan data yang digunakan.

H. SISTEMATIKA BAB

Hasil penelitian akan dipaparkan dalam empat bab. Bab pertama memuat latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan penelitian, kemudian juga memaparkan konsep reformasi tata pemerintahan daerah dan pelaksanaan good governance, serta konsep keberlanjutan inovasi tata pemerintahan di Kebumen. Bab kedua akan membahas mengenai pembentukan dan pelembagaan inovasi „lima plus perangkat komunikasi‟ Pemda Kebumen saat kepemimpinan Bupati Rustriningsih. Bab ketiga pembahasan mengenai keberlanjutan inovasi „lima plus perangkat komunikasi‟ Pemda Kebumen pasca Rustriningsih meliputi bagaimana tindakan Kepala Daerah pasca Rustriningsih kaitannya dengan keberlanjutan program inovasi yang menjadi objek penelitian, membahas faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keberlanjutan serta bentuk keberlanjutan inovasi „lima plus perangkat komunikasi‟ Pemda Kebumen pasca Rustriningsih. Bab keempat memuat kesimpulan dari penelitian yang dilakukan.

Referensi

Dokumen terkait

Di dalam kulit buah mahkota dewa terkandung senyawa alkaloid, saponin, dan flavonoid yang diketahui memiliki aktivitas antimikroba dan memiliki kemampuan untuk mematikan

Pada tulisan ini telah dibahas sebuah sistem pendeteksi senyum yang memanfaatkan metode histogram equalization sebagai tahap praproses, metode edge detection sebagai

Sehubungan dengan itu, dalam kajian ini selain mengkaji kesan kaedah Model Pembelajaran 5E dengan Pembelajaran Kontekstual (MOPEK) terhadap motivasi murid, kaedah MOPEK

Ajaran salat sebagai jalan mistik ini dapat kita temukan dalam berbagai serat atau suluk, diantaranya adalah Suluk Sajatining Salat dan Suluk Salat Sarengat

Augmented reality tidak memberi solusi pada masalah penglihatan para pengguna sehingga AR lebih berada pada posisi mempertahankan persepsi penuh terhadap realitas

Dari kedua pendapat tersebut, maka yang dimaksud dengan metode angket dalam penelitian ini adalah suatu metode pengumpulan data dengan cara mengajukan serangkaian

5, Block 6, 1st Floor, Vamshee Estates Building, Besides Hotel Vamshee International, Phulong X Road, Opp.. Avenue