• Tidak ada hasil yang ditemukan

If you don t have someone to share with, simple, just do write.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "If you don t have someone to share with, simple, just do write."

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

2

If you don’t have someone to

share with, simple,

just do write.

-@Miaabuih

(3)

Nama tokoh, nama jalan, nama kampus, nama

gebetan, nama samaran, dll (yang kliatan gak masuk

akal) dalam buku ini adalah fiktif.

Jangan coba cari di dunia nyata. Syukur-syukur kalo

ketemu. Kalo ga?

(4)

4

Menerawang...

Banyak yang bilang kalau jadi perawat itu kerjaannya cuma mengurus orang sakit di rumah sakit, mengurus pasien, bersihin ‘pup’ dan blablabla terus jadi babu tukang lap keringat dokter. Awalnya gue emang gak niat menekuni pendidikan di bidang ini, terlebih karena lama pendidikan minimal 5 tahun, yang bisa bikin gue menunda merit sementara temen-temen yang lain udah pada hamil anak kedua. Tapi, Tuhan berkata lain, gue lulus di jurusan keperawatan ini dan harus mengubur cita-cita buat jadi mahasiswi jurusan Design Grafis.

Lambat laun gue sadar emang harus serius di bidang pendidikan ini, karena nantinya akan berurusan dengan hak hidup orang banyak. Menurut gue nih, perawat bukan pembantu dokter, melainkan mitra dokter. Perawat juga bukan pembantu rumah sakit, melainkan SDM yang menunjang keprofesionalan sebuah rumah sakit. Gue yang notabene calon perawat, harus bisa memposisikan diri sebagai seorang yang rendah hati –tapi gak sampe rendah diri-. Jadi pribadi yang perfect itu gak mudah, jadi perawat pun sama sekali gak gampang. Keikhlasan gue menjalani kuliah benar-benar diuji, sampai gue dicap sebagai mahasiswi pemalas yang cuma beruntung karena lulus lewat jalur PMDK. Rentetan kejadian di tiap semesternya membuat gue sedikit demi sedikit mengubah tingkah laku. Mulai dari

(5)

dapat nilai D jamaah, jungkir balik belajar Anatomi, jadi anak band amatiran, putus cinta dalam waktu singkat, sampai mempertahankan persahabatan yang udah di ujung tanduk. Cinta dan cita-cita itu hampir sama, senang luar biasa kalau terjadi seperti yang kita mau, dan depresi setengah mati kalau yang kita inginkan tidak tercapai.

Semua yang ada di buku ini merupakan scene demi scene perjalanan gue selama jadi mahasiswa keperawatan. Mulai dari kuliah, sahabat, orang tua, cita-cita maupun cinta. Apa yang gue hadapi tiap hari, persoalan hidup yang bikin waktu gue tersita, kejadian serta orang-orang berharga yang ingin gue bagi kisahnya bersama orang lain.

(6)

6

Keputusan

2009 adalah tahun yang sakral menurut gue. Karena keterbatasan perbendaharaan kata-kata, gue cuma beranggapan kalo sakral itu adalah sesuatu yang penting, dan 2009 itu penting. Di tahun yang angkanya gak keren itu, gue menamatkan pendidikan formal di sekolah menengah atas. Gue hepi gak ada batas, sampe ikutan corat-coret baju walaupun pulang-pulang di ceramahin Ibu tentang bahaya pergaulan bebas. Waktu itu gue masih setengah polos dan gak nemu hubungan pergaulan bebas sama corat-coret dan tanda tanganin baju SMA.

Terlepas dari euforia kelulusan, gue dibelenggu sama yang namanya rencana masa depan. Dulu waktu masih lucu-lucu dan culun-culunnya, gue gak pernah ngitung waktu. Maksudnya, gue gak pernah punya

planning apa yang bakal gue lakuin hari ini dan nanti. Gue

cuma nikmatin waktu yang terus berdetak ke kanan dan gembira kayak masa depan itu bukan sesuatu yang harus gue pikirin sampe rambut kribo.

Sekarang di akhir umur belasan dan merasa mulai memikul tanggung jawab sendiri, gue harus punya kontribusi buat masa depan gue, minimal sebuah rencana. Dari kecil waktu masih unyu gak ada limit

(7)

sampe punya mantan pacar selusin, hidup gue gak pernah lepas dari yang namanya campur tangan orangtua, dari hal besar dan penting sampe hal kecil dan sepele. Termasuk sekarang, buat nglanjutin pendidikan ke perguruan tinggi. Hmm, soal mantan pacar selusin… selusin itu, ga nyampe belasan, kan?

Kakak gue pernah ngasi nasehat, di mana menurut gue saat itu adalah saat yang penting buat menguatkan silaturahmi antara gue dan dia. Gue cuma punya satu kakak perempuan dan tingkat keakuran kita berdua kurang memuaskan buat Ayah dan Ibu. Gue selalu pengen jadi anak tunggal. Karena keberadaan kakak bikin gue ngerasa punya tiga orang tua. Ayah, Ibu dan co-AyahIbu.

Kakak bilang, “Dek, pilih jurusan yang memang ada bakat kamu di sana. Jangan pilih jurusan yang cuma jual passing grade tinggi tapi kamu gak ada minat dan bakat, terus ikut-ikutan daftar.”

Gue mulai belajar untuk dewasa dan gak ngelawan sama kakak. Kalo situasinya gak sepenting ini, gue mungkin udah angkat sebelah alis sambil bilang “apaan, sih!”. Tapi gak buat yang satu ini.

Mencerna nasehat kakak yang hanya setengahnya gue mengerti dan setengahnya lagi cuma angguk-angguk balam, gue mulai bergerak. Gue mulai

(8)

8

Penghasilan Ayah Ibu dan tampang gue yang pribumii gak cocok buat kuliah di swasta. Di tambah lagi gue gak suka keju, so gak bakal cocok jadi kaum borju.

Setelah sibuk atau lebih tepatnya dibikin seolah-olah gue sibuk banget sama rencana kuliah, Ibu mulai ngomong pelan-pelan sama gue, soal PMDK. Gue kira dengan gaya yang sok asik buat nyari info kuliah bakal bikin Ibu ‘melepas’ gue dengan rencana yang gue bikin sendiri. Tapi sepertinya gak.

“Gimana kalau kamu lulus di kedokteran nanti?” Tanya Ibu waktu gue lagi sibuk browsing tes masuk Universitas Indonesia. Dengan tidak menguragi rasa hormat ke komputer gue, dia gue hibernate dulu, dan dengerin Ibu ngomong.

“Ya kalau lulus Alhamdulillah, Bu.” “Kalau lulus pilihan kedua?” “Ya keperawatan juga bagus.”

Dan selanjutnya Ibu mengaminkan untuk hasil PMDK yang terbaik, mau itu pilihan pertama atau kedua.

Gue inget sebelum kelulusan SMA, Ibu nawarin atau lebih tepatnya memastikan gue ikut jalur PMDK dan milih kedokteran. Gue semangat banget waktu itu, karena kuliah di kedokteran itu impian gue. Jadi mahasiswi kedokteran itu bener-bener keinginan gue. Ya, waktu itu.

(9)

Setelah berpikir lebih jauh dan lebih ekstrem lagi, gue gak mau jadi anak kedokteran. Ini yang namanya labil. Ini yang namanya ikut-ikutan. Dan itu gak ngenakin.

Gue nanya-nanya lagi ke hati nurani, lebih kayak orang gila yang ketawa sendiri dan nangis sendiri tanpa bisa dikontrol, gue geleng-geleng dan angguk-angguk sendirian di kamar. Pergelutan batin yang melelahkan. Pergelutan itu menghasilkan keputusan yang menurut gue bijaksana. Keputusan buat bikin orang tua gue bahagia, dengan melakukan apa yang mereka minta. Toh sejauh ini Ayah Ibu selalu bahagia dan bangga sama hasil prestasi akademik gue. Gak mungkin karena kelabilan dan niat coba-coba gue malah ngedatengin kesedihan buat mereka.

Hari demi hari gue nunggu hasil PMDK Universitas Andalas. Bakal lulus ataupun gak, gue mulai ngelatih diri buat nerima, mulai siap-siap buat seneng dan sedih. Kayak latihan drama monolog.

Gue gak mungkir kalo gue iri ngeliat temen-temen yang bebas milih jurusan yang mereka mau. Mau itu jurusan yang gak diperhitungkan atau yang ada di list jurusan paling diminati. Tapi gue punya sesuatu yang gue yakinin, mulai dari hari kelulusan gue di SMA sampai sekarang, gue belajar untuk menghargai diri sendiri,

(10)

10

Dari SMA, gue sebenernya tertarik sama dunia yang gak eksak. Entah apa nama kerennya gue juga gak tau. Yang jelas gue suka sesuatu yang baru dan gak teksbook. Gue suka sesuatu yang mengeksplor bakat. Gue suka sesuatu yang bisa dibilang agak merusak. Intinya sesuatu yang baru. Dan jurusan design grafis menarik perhatian gue.

Seperti yang para orangtua kebanyakan lakukan, Ayah-Ibu menimbang dan bertanya-tanya bakal jadi apa gue nanti kalo kuliah di jurusan yang namanya baru mereka denger sekarang. Apakah dengan kuliah di jurusan itu bisa menjamin masa depan gue? Apa gue bakal sukses kalo kuliah di jurusan grafis itu? Dan lagi-lagi gue belajar banyak dari pengalaman orang lain dan kehidupan gue sendiri, jaminan kesuksesan masa depan gak bergantung sama jurusan kita waktu kuliah, mau kita kuliah di dalam atau luar negeri, jurusan keren ataupun gak, tetap kerja keras dan keteguhan hati yang nentuin kesuksesan itu.

Pengumuman kelulusan PMDK Universitas Andalas jatuh pada hari apa dan tanggal berapa gue gak inget, yang pasti waktu itu ada temen SMA gue yang nelfon dan bilang kalo pengumuman udah ada di website UA. Terus dia sekalian minta tolong liatin pacar dia lulus PMDK atau gak.

Sesaat otak gue berhenti buat mikir. Gue harus gimana?

Referensi

Dokumen terkait

Kepada para peserta yang merasa keberatan atas penetapan tersebut diatas, diberikan hak untuk menyampaikan sanggahan baik secara sendiri maupun bersama-sama, mulai hari ini

Kepada Geuchik Gampong Lamme Garot Kecamatan Montasik Aceh Besar, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi tentang masalah psikologis yang sering

Kharisma Pemasaran Bersama, saya mohon bantuan Bapak/Ibu untuk dapat mengisi kuesioner berikut dengan memberikan tanda check list ( √) pada kotak yang sesuai dengan tingkah

Based on the previous analysis, the researcher found that there were three types of gambits that were uttered by the students in EFL classroom and they always use in

Apabila dalam perencanaan dan pelaksanaan acara dimaksud dirasakan ada yang kurang berkenan maka kami sekeluarga mohon maaf sebesar-besarnya.Dan bersama ini kami haturkan tali

Pada tulisan ini, beberapa potensi penerapan bahan polimer nanokomposit dalam kemasan pangan telah dibahas, termasuk : bahan nanokomposit untuk kemasan dan