• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISOLASI BAKTERI PENGHASIL POLIHIDROKSI ALKANOAT (PHA) DARI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT DAN TANAH MANGROVE RIAU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ISOLASI BAKTERI PENGHASIL POLIHIDROKSI ALKANOAT (PHA) DARI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT DAN TANAH MANGROVE RIAU"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1

ISOLASI BAKTERI PENGHASIL

POLIHIDROKSI ALKANOAT (PHA) DARI LIMBAH

CAIR PABRIK KELAPA SAWIT DAN TANAH MANGROVE RIAU

Putri Sukma1), Delita Zul2)

1)

Mahasiswa Program Studi S1 Biologi 2)

Dosen Bidang Mikrobiologi Jurusan Biologi

Fakuktas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Bina Widya Pekanbaru, 28293, Indonesia.

putrisukma842@gmail.com

ABSTRACT

Plastic waste that is difficult to degrade becomes a serious problem because it can pollute the environment. Therefore, it is necessary to be handled with the use of bioplastics or environmentally friendly plastics that will be decomposed by microorganisms. The purpose of this research was to obtain potential isolates in producing Polyhydroxy Alkanoate (PHA) for bioplastics manufacture from the liquid waste of palm oil mills and Riau mangrove soils. PHA-producing bacteria were isolated using nutrient agar medium with spread method. Insulated bacteria were selected using Sudan Black B dye and bacteria that had the ability to produce PHA became dark blue or blackish blue. Selected bacterial isolates were cultured in mineral salt medium for PHA production. PHA produced was extracted using hot chloroform solvents. PHA-producing bacteria isolated from 3 sampling locations amounted to 65 bacterial isolates with 17 reselected bacterial isolates and 8 selected bacterial isolates conducted production tests.A total of 8 PHA-producing selected bacterial isolates had dry cell weight between 0.23-0.77 g/L, PHA levels of 0.004-0.12 g/L, biomass residues of 0.22-0.66 g/L and PHA accumulation percentages

of 0.88-25.22%.The highest percentage of PHA accumulation was obtained in MTL1.1 isolates

(25.22%) and the lowest was MTL3.2 isolate (0.88%), which came from mangrove soil samples of Tanjung Leban Village.

(2)

2 ABSTRAK

Sampah plastik yang sulit terdegradasi menjadi masalah yang serius karena dapat mencemari lingkungan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penanganan dengan penggunaan bioplastik atau plastik yang ramah lingkungan yang akan terurai oleh mikroorganisme. Tujuan dari penelitian ini mendapatkan isolat yang potensial dalam menghasilkan Polihdroksi Alkanoat (PHA) untuk pembuatan bioplastik yang diisolasi dari limbah cair pabrik kelapa sawit dan tanah mangrove Riau. Bakteri penghasil PHA diisolasi mengggunakan medium Nutrient Agar dengan metode

spread. Bakteri hasil isolasi diseleksi menggunakan pewarna Sudan Black B dan bakteri yang

memiliki kemampuan dalam menghasilkan PHA akan berwarna biru tua atau biru kehitaman. Isolat bakteri yang terseleksi dikulturkan pada mineral salt medium untuk produksi PHA dan PHA yang dihasilkan diekstraksi menggunakan pelarut kloroform panas. Bakteri penghasil PHA yang diisolasi dari 3 lokasi pengambilan sampel berjumlah 65 isolat bakteri dengan 17 isolat bakteri hasil reseleksi dan 8 isolat bakteri terpilih yang dilakukan uji produksi. Sebanyak 8 isolat bakteri terpilih penghasil PHA memiliki berat kering sel antara 0,23-0,77 g/L, kadar PHA 0,004-0,12 g/L, residu biomassa 0,22-0,66 g/L dan persentasi akumulasi PHA 0,88-25,22%. Persentasi akumulasi PHA tertinggi oleh isolat MTL1.1 sebanyak 25,22% dan terendah oleh isolat MTL3.2 sebanyak 0,88% yang berasal dari sampel tanah mangrove Desa Tanjung Leban.

(3)

3 PENDAHULUAN

Plastik adalah salah satu bahan yang dapat kita temui hampir di setiap barang, mulai dari botol minum sampai mainan anak-anak (Karuniastuti 2011). Fragmen dari plastik yang terdegradasi sering disebut dengan mikroplastik. Ukuran mikroplastik yang sangat kecil dan jumlahnya yang banyak menyebabkan sifatnya ubiquitous dan

bioavailable yang dapat termakan oleh biota

laut (Li et al. 2016). Di Indonesia telah ditemukan mikroplastik pada tubuh ikan kembung, ikan layang, ikan herring, ikan dari jenis Carangidae dan juga ikan baronang (Rochman et al. 2015).

Berbagai macam cara telah dilakukan untuk menangani pencemaran lingkungan

yang diakibatkan oleh limbah plastik

(Purwaningrum 2016). Salah satunya melalui biodegradasi atau mengganti bahan dasar plastik konvensional menjadi bahan yang mudah diuraikan oleh mikroorganisme yaitu plastik biodegradable (bioplastik) (Avella 2009). Salah satu bahan bioplastik yang masih terus diteliti dan dikembangkan sampai saat ini adalah polihidroksi alkanoat (PHA).

PHA memiliki fitur umum dari

termoplastik non-toksik, biokompatibel,

biodegradable dan dapat didaur ulang (Philip et al. 2007). Menurut Pujawati dan Nawfa

(2016), PHA bersifat hidrofobik, resisten

terhadap uap air dan permeabilitas

oksigennya rendah. Hal tersebut

menyebabkan PHA menjadi bahan campuran paling banyak digunakan sebagai biopolimer dalam membuat plastik. Aplikasi utama PHA meliputi penggantian polimer petrokimia yang saat ini digunakan untuk pengemasan dan pelapisan serta plastik sekali pakai (Philip et al. 2007)

Menurut Potter et al. (2004), PHA diproduksi secara intraseluler oleh beberapa jenis bakteri sebagai cadangan karbon dalam kondisi karbon berlebih dengan media pertumbuhan

mengandung nitrogen dan fosfor yang terbatas. Kresnawaty et al. (2014), berhasil mengisolasi bakteri penghasil PHA dari tempat pembuangan sampah dan limbah cair pabrik kelapa sawit. Jenis-jenis bakteri yang

berhasil diisolasi adalah Pseudomonas

aeroginosa dan Bacillus subtilis dengan

kemampuan mengakumulasi PHA berturut-turut sebanyak 6,67% dan 9,97%. Habitat lain sebagai sumber isolat bakteri penghasil PHA

adalah tanah mangrove Kannur India

(Moorkoth dan Nampoothiri 2015) dan tanah mangrove Provinsi Quang Ninh Vietnam (Doan dan Nguyen 2012) yang mampu menghasilkan PHA yang tinggi.

Saat ini sampah-sampah plastik yang sulit terdegradasi menjadi perhatian oleh para

peneliti untuk menanggapi masalah

lingkungan. Beberapa penelitian dan

pengembangan tentang bioplastik

menjelaskan bahwa bakteri memiliki

kemampuan untuk menghasilkan bioplastik

dalam bentuk PHA. Tanah mangrove dan

limbah cair pabrik kelapa sawit merupakan

habitat dari berbagai mikroba yang

mempunyai kemampuan dalam menghasilkan enzim dan molekul-molekul yang bermanfaat bagi manusia. Salah satunya yaitu isolat bakteri penghasil PHA yang dapat digunakan

sebagai bioplastik. Namun penelitian

mengenai bakteri penghasil PHA dari tanah mangrove dan limbah cair pabrik kelapa sawit belum banyak dilakukan di Indonesia khususnya di Riau.

Penelitian ini bertujuan untuk untuk mendapatkan isolat yang potensial dalam menghasilkan PHA sebagai bahan pembuatan bioplastik yang diisolasi dari limbah cair pabrik kelapa sawit dan tanah mangrove di Provinsi Riau

(4)

4 METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2019 sampai dengan September 2020 di Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera, soil tester (Model DM-5),

meteran, coolbox, shaker incubator

(LabTech), timbangan analitik (Omstech),

autoklaf, microwave (Samsung), oven

sterilisasi (Cosmos), oven inkubator

(Heraeus), waterbath, mikropipet, vortex,

sentrifuges (Wifug), cawan petri, beaker glass, tabung reaksi (Pyrex), gelas ukur, rak

tabung reaksi, spatula, erlenmeyer, lampu bunsen, jarum ose, dry glassky, botol gelap, pH meter, sprayer, pH meter, tube sentrifuge dan pipet volume.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel tanah mangrove, limbah cair pabrik kelapa sawit, plastik zip, karet gelang, batu es, Nutrient Agar (NA), Nutrient

Broth (NB), aquades, aluminium foil, Sudan

Black B, NaCl, aquades, etanol absolut, phenol, Na2HPO4.12H2O, kertas saring, natrium klorida, K2HPO4, KH2PO4, MgSO4, sukrosa, amonium nitrat, alkohol, sodium hipoklorit, aseton, metanol, dietil eter dan klorofom.

Lokasi Pengambilan Sampel

Lokasi pengambilan sampel tanah mangrove berada di Desa Tanjung Leban, Kecamatan Bandar Laksamana dan Sungai Pakning, Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau dan sampel limbah cair pabrik kelapa sawit di PT. Wira Karya Pramitra, Garuda Sakti Km. 18, Desa Bencah Kelubi, Tapung, Kampar, Provinsi Riau.

Pembuatan Garam Fisiologis

Natrium klorida (NaCl) 0,85 g

dilarutkan dalam 100 ml akuades, sehingga menghasilkan larutan garam fisiologis 0,85%.

Selanjutnya disterilisasi menggunakan

autoklaf pada suhu 121°C dan tekanan 15 psi selama 15 menit (Kresnawaty et al. 2014). Pembuatan Larutan Sudan Black

Larutan Sudan Black B dibuat dengan cara melarutkan 0,5 gram Sudan Black B dalam 100 mL etanol absolut. Selanjutnya dibiarkan selama 2 hari, dan disaring menggunakan kertas saring. Sebanyak 60 ml dicampurkan dengan 40 ml larutan buffer

(larutan buffer dibuat dengan cara

mencampurkan 16 gram phenol, 30 ml etanol

absolut dan 0,3 gram Na2HPO4.12H2O

kemudian dilarutkan dalam 100 ml aquades) (Phanse et al. 2011).

Pembuatan Medium Nutrient Agar (NA) Medium NA dibuat dengan cara

Nutrient Agar sebanyak 28 g kemudian

dilarutkan dengan 1000 ml akuades dan dipanaskan sampai homogen. Selanjutnya disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121°C dan tekanan 15 psi selama 15 menit (Stery et al. 2015).

Pembuatan Medium Nutrient Broth (NB) Medium NB dibuat dengan cara

Nutrient Broth sebanyak 8 g kemudian

dilarutkan dengan 1000 ml aquades dan dipanaskan sampai homogen. Selanjutnya disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121°C dan tekanan 15 psi selama 15 menit (Stery et al. 2015).

(5)

5 Pembuatan Mineral Salt Medium (MSM)

Medium MSM dibuat dengan cara

mencampur 5 g natrium klorida, 1,5 g

K2HPO4, 1,5 g KH2PO4, 1 g MgS04, 5 g Sukrosa, 0,5 g amonium nitrat kemudian dilarutkan dengan 1 L aquades kemudian dipanaskan sampai homogen dengan pH medium yaitu 7 ± 0,1. Selanjutnya medium tersebut disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121°C dan tekanan 15 psi selama 15 menit (Du et al. 2001).

Isolasi Bakteri Penghasil PHA dari Sampel Tanah dan LCPKS

Isolasi bakteri dilakukan menggunakan seri pengenceran terhadap sampel tanah dengan larutan garam fisiologis steril 0,85 %. Tanah mangrove diambil sebanyak 1 g dan LCPKS diambil sebanyak 1 ml kemudian dilarutkan dalam 9 ml 0,85% larutan garam fisiologis dan dihomogenkan. Sebanyak 0,1 ml dengan faktor pengenceran 10-7 pada tanah mangrove dan faktor pengenceran 10-4 diinokulasikan pada medium NA secara

spread plate. Selanjutnya, diinkubasi pada

suhu ruang selama 24 (Raj et al. 2014). Seleksi Bakteri Penghasil PHA

Sebanyak 8 ml larutan Sudan Black B dituangkan ke dalam isolat yang sudah

diinkubasi selama 24 jam, kemudian

diinkubasi pada suhu ruang selama 30 menit. Setelah itu dibilas menggunakan etanol absolut, kemudian dilakukan analisis secara

kualitatif dimana koloni bakteri yang

menghasilkan PHA akan tampak berwarna

hitam kebiru-biruan, sedangkan koloni

bakteri yang tidak mampu menghasilkan PHA akan tampak berwarna putih. Kemudian koloni yang mampu menghasilkan PHA ditumbuhkan kembali pada medium NA (Phanse et al 2011).

Produksi PHA

Isolat yang digunakan untuk produksi dipilih berdasarkan tingkat penyerapan warna Sudan Black B pada masing-masing sampel. Produksi PHA diawali dengan membuat starter dari isolat yang terpilih kemudian diinokulasikan sebanyak 1 ose ke dalam 10 ml medium NB dan diinkubasi pada suhu ruang selama 18 jam menggunakan shaker

incubator dengan agitasi 150 rpm. 10 ml

masing-masing starter tersebut diinokulasikan ke dalam 90 ml MSM steril dan diinkubasi pada shaker incubator dengan agitasi 150 rpm pada suhu 35oC selama 48 jam (Du et al. 2001).

Ekstraksi PHA

Setelah berakhir masa inkubasi

kemudian kultur tersebut disentrifugasi

dengan kecepatan 4500 rpm selama 15 menit. Pelet sel kemudian dipindahkan ke dalam cawan petri yang sebelumnya telah diketahui

beratnya dan selanjutnya dikeringkan

menggunakan oven incubator pada suhu 80oC

hingga berat konstan, sehingga didapatkan berat kering sel (BK) dengan satuan g/L (Mohapatra et al. 2015). Sel yang telah dikeringkan ditambahkan dengan 5 ml sodium hipoklorit 5% dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 2 jam. Campuran tersebut disentrifugasi sampai terbentuk endapan (pelet), kemudian supernatan dibuang. Pelet dicuci dua kali dengan 10 ml aquades steril dan disentrifugasi. Selanjutnya pelet dicuci dua kali dengan aseton, metanol, dan dietil eter dengan rasio 1:1:1. Pelet yang dihasilkan

dilarutkan dengan kloroform kemudian

dipanaskan pada suhu 65oC menggunakan

waterbath selama ±5 menit dan dibiarkan

pada suhu ruang sehingga didapatkan bubuk kering PHA (Santhanam dan Sasidharan 2010).

(6)

6 Penentuan Residu Biomassa dan

Akumulasi PHA

Residu biomassa dihitung sebagai perbedaan antara berat kering sel dan berat kering PHA yang telah diekstraksi. Persentasi intraseluler akumulasi PHA merupakan proporsi dari persentase komposisi PHA yang ada pada berat kering sel (Raj et al. 2014). Residu biomassa dan persentasi akumulasi PHA dihitung menggunakan rumus:

Residu biomassa = BK Sel (g/L) – BK PHA (g/L) Akumulasi PHA (%) = BK PHA (g/L) x 100 % BK Sel (g/L) Analisis Data

Data hasil isolasi isolat bakteri, hasil seleksi isolat penghasil PHA dan persentasi akumulasi PHA disajikan dalam bentuk tabel

dan gambar. Data tersebut dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN Sebanyak 298 isolat bakteri berhasil diisolasi dari 3 lokasi pengambilan sampel diantaranya yaitu 95 isolat bakteri dari sampel tanah mangrove Desa Tanjung Leban, Kecamatan Bandar Laksamana dan 125 isolat bakteri dari sampel tanah mangrove Sungai Pakning, Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis serta 78 isolat bakteri dari LCPKS di PT. Wira Karya Pramitra Provinsi Riau (Tabel 1).

Tabel 1. Hasil isolasi dan seleksi bakteri dari 3 lokasi pengambilan sampel

Sumber Isolat Kode

Sampel

Jumlah Isolat

Seleksi

Seleksi Awal Reseleksi

Tanah Mangrove Desa Tanjung Leban

DTL1 31 4 4 DTL2 16 5 5 DTL3 48 9 2 Sub Total 95 18 11 Tanah Mangrove Sungai Pakning SP1 25 8 0 SP2 40 16 0 SP3 60 15 0 Sub Total 125 39 0 LCPKS K1U1 21 0 0 K1U2 32 4 2 K2U1 9 2 2 K2U2 16 2 2 Sub Total 78 8 6 Total 298 65 17

(7)

7 Berdasarkan hasil seleksi dari 298

isolat bakteri dari 3 lokasi pengambilan sampel terdapat 65 isolat bakteri yang

mampu mengakumulasi PHA secara

kualitatif yaitu ditandai dengan kemampuan isolat bakteri tersebut menyerap warna pada Sudan Black B. Isolat tersebut diantaranya yaitu 18 isolat bakteri berasal dari sampel tanah mangrove Desa Tanjung Leban, 39 isolat bakteri berasal dari sampel tanah mangrove Sungai Pakning dan 8 isolat bakteri dari sampel LCPKS (Tabel 1).

Sebanyak 65 isolat bakteri hasil seleksi dari 3 lokasi pengambilan sampel

kemudian ditumbuhkan kembali pada

medium NA dengan metode totol untuk

dilakukan reseleksi. Reseleksi tersebut

bertujuan untuk memastikan kembali

kemampuan isolat bakteri tersebut dalam menyerap warna pada Sudan Black B. Hasil reseleksi dari 65 isolat bakteri tersebut didapatkan 17 isolat bakteri yang masih memiliki kemampuan dalam menyerap warna pada Sudan Black B diantaranya yaitu 11 isolat bakteri sampel tanah mangrove Desa Tanjung Leban dan 6 isolat bakteri dari sampel LCPKS, sedangkan dari sampel tanah mangrove Sungai Pakning tidak ada isolat bakteri yang mampu menyerap Sudan Black B. Salah satu gambar hasil pewarnaan Sudan Black B disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Representasi isolat bakteri setelah pewarnaan Sudan Black B (A: Isolat LCPKS1.1 yang tidak mampu menyerap warna Sudan Black B, B: Isolat MTL1.1 yang mampu menyerap warna Sudan Black B)

Mascarenhas dan Aruna (2017), menggunakan Sudan Black B dalam seleksi bakteri yang mengakumulasi PHA dan Aljuraifani et al. (2018), menggunakan metode pewarnaan Sudan Black B sebagai seleksi awal untuk mengetahui bakteri yang mengakumulasi PHA dan mendapatkan 8 isolat bakteri dari hasil pewarnaan tersebut. Jaber (2019), juga menggunakan Sudan Black B untuk mendeteksi isolat bakteri yang mampu menghasilkan PHA.

Mohapatra et al. (2015), berhasil mengisolasi 4 isolat bakteri yang mampu

mengakumulasi PHA dari tanah rizosfer ubi jalar menggunakan pewarnaan Sudan Black B. Mascarenhas dan Aruna (2017), juga berhasil mengisolasi 5 isolat bakteri dari tanah danau, 8 isolat bakteri dari tanah area yang terkontaminasi minyak dan 10 isolat bakteri dari tanah mangrove yang mampu mengakumulasi PHA dengan pewarnaan Sudan Black B. Evangeline dan Sridharan (2019), juga melaporkan 5 isolat bakteri

berhasil diisolasi dari tanah yang

terkontaminasi limbah cair yang memiliki

kemampuan mengakumulasi PHA

(8)

8 menggunakan pewarnaan Sudan Black B.

Jika dibandingkan dengan hasil penelitian diatas jumlah isolat yang diperoleh perlokasi sampel relatif tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya.

Perbedaan jumlah hasil isolasi

bakteri pada 3 lokasi pengambilan sampel bisa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kondisi bahan makan dan juga lingkungan. Jika bahan makanan dan kondisi lingkungan cocok maka bakteri akan dapat tumbuh

dalam waktu singkat. Para peneliti

mengatakan bahwa sekitar 85%

mikroorganisme di alam sebagian besar

tidak dapat dibudidayakan karena

ketidakmampuan untuk bereproduksi pada kondisi laboratorium (Lok 2015).

Isolasi bakteri dari sampel tanah mangrove dan LCPKS dilakukan pada medium NA, karena sampai saat ini belum ada yang melaporkan medium selektif untuk isolasi bakteri penghasil PHA. Medium NA merupakan media umum untuk pertumbuhan bakteri. Seleksi bakteri penghasil PHA dilakukan dengan uji pewarnaan terhadap isolat-isolat bakteri hasil isolasi. Semua isolat bakteri hasil isolasi diseleksi dengan

pewarnaan PHA untuk mengetahui

kemampuannya dalam mengakumulasi

PHA. Teknik pewarnaan PHA dilakukan dengan zat warna Sudan Black B. Granula PHA akan menyerap warna Sudan Black B, sehingga akan terlihat berwarna biru kehitaman (Lay 1994).

Bakteri penghasil PHA dapat

diseleksi dalam waktu singkat dengan menggunakan pewarnaan khusus untuk PHA. Hartman merupakan orang yang pertama kali menyarankan penggunaan Sudan Black B sebagai pewarna lipid bakteri pada tahun 1940. PHA membentuk granula seperti lipid yang dapat diwarnai dengan zat warna yang larut dalam lipid seperti Sudan Black B. Zat warna tersebut dapat mewarnai

granula PHA menjadi biru tua atau biru kehitaman. Pewarna ini banyak digunakan di laboratorium untuk mengisolasi bakteri yang mampu menghasilkan PHA (Lay 1994).

Arshad et al. (2017), berhasil mengisolasi bakteri penghasil PHA dari tanah yang terkontaminasi solar tanpa menggunakan medium NA. Medium yang

digunakannya adalah medium yang

diperkaya dengan bahan diantaranya yaitu

glukosa, (NH4)2SO4, MgSO4.7H2O,

KH2PO4, asam sitrat, trcae element solution,

nile blue dye, dan agar. Isolat bakteri yang

tumbuh pada medium tersebut kemudian diamati dibawah sinar UV. Bakteri yang menghasilkan fluoresensi kuning atau biru kemudian dilakukan seleksi menggunakan pewarnaan Sudan Black B dan diamati di

bawah mikroskop fase kontras dan

mendapatkan 3 isolat bakteri yang mampu menghasilkan PHA dengan menggunakan metode ini.

Aljuraifani et al. (2018) berhasil mengisolasi 20 isolat bakteri dari tanah

menggunakan medium NA yang

dimodifikasi menggunakan glukosa, etanol dan pewarna Sudan Black B untuk seleksi bakteri penghasil PHA. Isolat bakteri yang telah diseleksi menggunakan pewarna Sudan Black B, kemudian di warnai menggunakan Nile Red A dan diamati menggunakan mikroskop fluoresensi. Isolat bakteri yang

mampu mengakumulasi PHA akan

menunjukkan warna orange kekuningan yang cerah.

Residu Biomassa dan Akumulasi PHA Sebanyak 17 isolat bakteri hasil reseleksi (Tabel 1) memiliki kemampuan menyerap warna Sudan Black B yang relatif sama dari kedua lokasi pengambilan sampel. Oleh karena itu, diputuskan 50% dari jumlah isolat bakteri kedua sampel dipilih untuk dilanjutkan pada produksi PHA, sehingga

(9)

9 didapatkan 5 isolat bakteri dari sampel tanah

mangrove Desa Tanjung Leban dan 3 isolat dari sampel LCPKS dengan total 8 isolat bakteri.

Persentase akumulasi PHA dihitung berdasarkan persentase kadar PHA yang ada pada berat kering sel. Hasil berat kering sel setelah masa inkubasi 48 jam disajikan pada Tabel 4.2. Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa hasil perhitungan berat kering sel pada 8 isolat bakteri terpilih berkisar antara 0,23-0,77 g/L. Zain et al. (2016), berhasil mengisolasi bakteri penghasil PHA dengan berat kering sel sebanyak 0,1574 g/L. Hal ini menunjukkan bahwa berat kering sel yang diperoleh dari penelitian ini lebih tinggi jika dibanding dengan penelitian Zain

et al. (2016) yang mengisolasi bakteri Pseudomonas sp. dari aliran payau dan

menggunakan molase kurma sebagai sumber karbon pengganti glukosa dalam medium

produksi PHA. Penelitian ini juga

menunjukkan bahwa berat kering sel yang diperoleh lebih rendah dari berat kering sel hasil penelitian Doan dan Nguyen (2012), yang melaporkan bahwa bakteri penghasil PHA hasil isolasi dari tanah mangrove memiliki berat kering sel 6 g/L dengan

menggunakan fruktosa pada medium

produksi PHA.

Bubuk PHA (Gambar 2) didapatkan dari hasil ekstraksi berat kering sel. Hasil berat kering PHA pada 8 isolat bakteri terpilih berkisar antara 0,004-0,12 g/L. Hasil penelitian ini memiliki berat kering PHA lebih rendah dibanding penelitian yang dilakukan oleh Ratnaningrum et al. (2019) dengan berat kering PHA 0,15-0,70 g/L karena penelitian tersebut menggunakan

glukosa sebagai sumber karbon dengan waktu inkubasi produksi selama 72 jam. Hasil penelitian ini juga lebih rendah dari penelitian Mascarenhas dan Aruna (2017), yang berhasil mengisolasi 34 isolat bakteri dari 7 lokasi yang berbeda dengan berat kering PHA antara 0,1504-3,983 g/L. Penelitian tersebut menggunakan medium yang telah dimodifikasi untuk produksi PHA dan menggunakan glukosa sebagai sumber karbon dengan waktu inkubasi 72-96 jam.

Hal yang sama juga dilaporkan Mohapatra et al. (2015), 4 isolat bakteri berhasil diisolasi dengan berat kering PHA

antara 0,737-0,999 g/L. Hal ini

menunjukkan bahwa berat kering PHA dari penelitian ini jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang sebelumnya telah melakukan optimasi suhu, pH dan sumber karbon untuk pertumbuhan bakterinya.

Berdasarkan berat kering sel dan berat kering PHA didapatkan residu biomassa oleh 8 isolat bakteri terpilih yang berkisar antara 0,22-0,66 g/L. Hasil penelitian ini lebih rendah dari penelitian Mohapatra et al. (2015), yang berhasil mengisolasi 4 isolat bakteri penghasil PHA dengan residu biomassa 1,225-1,716 g/L yang sebelumnya telah melakukan optimasi suhu, pH dan

sumber karbon untuk pertumbuhan

(10)

10 Tabel 2. Hasil produksi PHA dari 8 isolat bakteri inkubasi 48 jam

Kode Isolat BK Sel BK PHA Residu Biomassa Akumulasi PHA

(g/L) (g/L) (g/L) (%) MTL1.1 0,47 ± 0,38 0,12 ± 0,09 0,35 ± 0,29 25,22 ± 6,38 MTL2.2 0,77 ± 0,12 0,10 ± 0,05 0,66 ± 0,07 12,90 ± 4,38 MTL2.4 0,33 ± 0,15 0,03 ± 0,01 0,30 ± 0,15 10,57 ± 7,81 MTL3.1 0,67 ± 0,25 0,04 ± 0,01 0,62 ± 0,24 7,11 ± 1,86 MTL3.2 0,40 ± 0,00 0,004 ± 0,00 0,40 ± 0,00 0,88 ± 0,53 LCPKS1.2 0,23 ± 0,06 0,02 ± 0,00 0,22 ± 0,06 6,86 ± 1,17 LCPKS2.8 0,40 ± 0,10 0,05 ± 004 0,35 ± 0,13 14,93 ± 10,51 LCPKS2.5 0,40 ± 0,23 0,04 ± 0,02 0,36 ± 0,21 10,50 ± 6,06

Keterangan: MTL : Mangrove Tanjung Leban

LCPKS: Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

Gambar 2. Salah satu hasil bubuk PHA dari isolat MTL1.1 Persentasi akumulasi PHA dari 8

isolat terpilih berkisar antara 0,88%-25,22%. Hasil penelitian ini lebih rendah jika

dibandingkan dengan hasil penelitian

Ratnaningrum et al. (2019), yang berhasil mengisolasi 19 isolat bakteri penghasil PHA dengan kemampuan mengakumulasi PHA

antara 35,3-52,9%. Penelitian tersebut

menggunakan glukosa sebagai sumber karbon dengan waktu inkubasi produksi selama 72 jam. Hasil penelitian ini juga lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil penelitian Doan dan Nguyen (2012), yang mengisolasi bakteri dari tanah mangrove

dengan kemampuan mengakumulasi PHA sebesar 63,3% dengan sumber karbon yang digunakan adalah fruktosa.

Berdasarkan penelitian Mohapatra et

al. (2015), 4 isolat bakteri penghasil PHA

yang berhasil diisolasi memiliki kemampuan mengakumulasi PHA sebanyak 54,32-64,53%. Hal ini menunjukkan bahwa hasil

penelitian yang diperoleh memiliki

persentasi akumulasi PHA lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian Mohapatra

et al. (2015). Berdasarkan pembahasan

sebelumnya Mohapatra et al. (2015) telah melakukan optimasi suhu, pH dan sumber U1A.1

(11)

11 karbon untuk pertumbuhan bakterinya. Hasil

penelitian ini memiliki persentasi akumulasi PHA jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan Zain et al. (2016), yang berhasil mengisolasi bakteri Pseudomonas sp. dari aliran payau dan menggunakan molase kurma sebagai sumber karbon pengganti glukosa dalam medium produksi PHA dan memiliki kemampuan mengakumulasi PHA sebanyak 88,3%.

Bakteri penghasil PHA mampu

mengakumulasi PHA dalam kondisi

kekurangan nutrisi. Punrattanasin (2001) menyatakan bahwa akumulasi PHA dapat

distimulasi pada kondisi pertumbuhan

dengan kadar nutrisi yang terbatas sehingga

mengakibatkan akumulasi PHA pada

berbagai mikroorganisme. Sebagai

tambahan, selain kondisi terbatasnya kadar nitrogen, fospor, oksigen, dan sulfat, terbatasnya beberapa senyawa seperti besi, megnesium, mangan, potasium dan natrium juga menstimulasi akumulasi PHA. Medium MSM telah banyak digunakan dalam produksi PHA sehingga menjadi medium umum dalam produksi PHA oleh bakteri. Medium ini biasanya memiliki komposisi yaitu dikalium fosfat, monopotasium fosfat, magnesium sulfat, amonium nitrat yang

sedikit dan berbagai sumber karbon

sehingga bisa digunakan untuk menstimulasi PHA pada isolat bakteri (Du et al. 2001 dan Raj et al. 2014).

Tingkat pembentukan granula PHA dapat bervariasi antara mikroorganisme yang berbeda (Zhang et al. 2018). Perbedaan ini berasal dari variasi substrat, sifat polimerisasi dan jalur metabolismeyang

terlibat dalam produksi. PHA dapat

disintesis oleh berbagai mikroba yang hanya mengandalkan jenis sumber karbon yang

digunakan (Chen dan Jiang 2018).

Berdasarkan uraian diatas diketahui bahwa

terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi sintesis PHA oleh bakteri

seperti sumber karbon yang berbeda dan waktu inkubasi. Menurut Evangeline dan Sridharan (2019), produksi PHA bergantung

pada jenis sumber karbon dan

mikroorganismenya. Banyak jenis bakteri

Bacillus spp. dilaporkan menghasilkan PHA

tinggi ketika glukosa dijadikan sebagai

sumber karbon. Dalam meningkatkan

produksi PHA, sumber karbon harus dioptimalkan karena komponen media berperan penting dalam produksi PHA. Faktor lain yang harus diperhatikan adalah pH, suhu dan kecepatan agitasi juga sangat mempengaruhi sisntesis PHA. Menurut hasil peneltian Mohammed et al. (2019), jika tidak adanya sumber karbon maka isolat bakteri tidak dapat menghasilkan PHA.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Bakteri penghasil PHA yang diisolasi dari 3 lokasi pengambilan sampel berjumlah 65 isolat bakteri dengan 17 isolat bakteri hasil reseleksi dan 8 isolat bakteri terpilih yang dilakukan uji produksi. Sebanyak 8 isolat bakteri terpilih penghasil PHA memiliki berat kering sel antara 0,23-0,77 g/L, kadar PHA 0,004-0,12 g/L, residu biomassa 0,22-0,66 g/L dan persentasi akumulasi PHA 0,88-25,22%. Persentasi akumulasi PHA tertinggi oleh isolat MTL1.1 sebanyak 25,22% dan terendah oleh isolat MTL3.2 sebanyak 0,88% yang berasal dari sampel tanah mangrove Desa Tanjung Leban

SARAN

Perlu dilakukan optimasi faktor-faktor yang mempengaruhi sintesis PHA oleh bakteri seperti sumber karbon, pH, suhu dan waktu inkubasi.

(12)

12 DAFTAR PUSTAKA

Aljuraifani AA, MM Berekaa, AA

Ghazwani. 2018. Bacterial

biopolymer (polyhydroxyalkanoate) production from low‐cost sustainable sources. Microbiology Open. DOI: 10.1002/mbo3.755

Arshad A, Ashraf B, Ali I, Jamil N. 2017.

Biosynthesis of

polyhydroxyalkanoates from styrene by Enterobacter spp. isolated from polluted environment. Frontiers in

Biology. DOI

10.1007/s11515-017-1446-2

Avella M. 2009. Ecochallenges of biobased polymer composites. Materials. 2: 911-925

Doan TV, Nguyen BT. 2012.

Polyhydoxyalkanoates production by a bacterial isolated from mangrove soil samples collected from Quang Ninh province. Journal of Vietnam

Environment. 3(2): 76-79

Du G, Chen J, Yu J, Lun S. 2001. Continuous production of

poly-3hydroxybutyrate by Ralstonia

eutropha in a two stage culture

system. Journal of Biotechnology. 88: 59-65

Evangeline S, Sridharan TB. 2019.

Biosynthesis and statistical

optimization of

polyhydroxyalkanoate (PHA)

produced by Bacillus cereus VIT-SSRI and fabrication of biopolymer films for sustained drug release.

International Journal of Biological Macromolekules. 135: 945-958

Hartman TL. 1940. The use of Sudan Black B as a bacterial fat stain. Staining

Technology. 15: 23-28

Jaber NN. 2019. Isolation and identification of Polyhydroxyalkanoates from two strains of Clostridium Bifermentans isolated from the Soil Near the Gas Station in Basrah City. Biomedical

Journal of Scientific dan Technical Research. 13(2): 1-5

Karuniastuti N. 2011. Bahaya plastik. Jurnal

Forum Teknologi. 3(1): 6

Kresnawaty I, Prakoso HT, Eris DD, AS Mulyatni. 2014. penapisan bakteri

penghasil bioplastik polihidroksi

alkanoat dari tanah tempat

pembuangan sampah dan limbah cair

pabrik kelapa sawit. Menara

Perkebunan. 82 (2): 25-31

Lay BW. 1994. Analisis mikroba di

laboratorium. Jakarta: Rajawali

Grafindo Persada.

Li J, Qu X, Su L, Zhang W, Yang D, Kolandhasamy P, Li D, Shi H. 2016. Microplastics in mussels along the

coastal waters of China.

Environmental Pollution. 214: 177 –

184

Lok C. 2015. Mining the microbial dark matter. Nature. 522: 270-273

Mascarenhas J, Aruna K. 2017. Screening

Of polyhydroxyalkonates (PHA)

accumulating aacteria from diverse

habitats. Journal of Global

Biosciences. 6(3): 4835-4848

Mohapatra S, Samantaray DP, Samantaray

SM. 2015. Study on

polyhydroxyalkanoates production

(13)

13 isolates of sweet potato. Indian

Journal of Science and Technology.

8(S7): 57–62

Mohammed S, Panda AN, Ray L. 2019. An

investigation for recovey of

polyhydroxyalkanoates (PHA) from

Bacillus sp. BPPI-14 and Bacillus sp.

BPPI-19 isolated from plastic waste landfill. 134: 1085-1096

Moorkoth D, Nampoothiri KM. 2015. Production and characterization of

polyhydroxy butyrate-co-valerate

(PHBV) by a novel halotolerant

mangrove isolate. Bioresource

Technology. DOI: http://

dx.doi.org/10.1016/j.biortech.2015.1 1.046

Phanse N, Chincholikar A, Patel B, Rathore P, Vyas P, Patel M. 2011. Screening

of PHA (polyhydroxyalkanoate)

producing bacteria from diverse sources. International Jounral of

Biosciences. 1(6): 27-32

Philip S, Keshavarz T, Roy I. 2007. Polyhydrox-yalkanoates:

biodegradable polymers with a range of applications. Journal of Chemical

Technology dan Biotechnology. 82:

233- 247

Potter M, Muller H, Reinecke F, Wieczorek R, Fricke F, Bowien B, Friedrich B, Steinbuchel A. 2004. The complex

structure of polyhydroxybutyrate

(PHB) granules: four orthologous and paralogous phasins occur in

Ralstonia eutropha. Journal of

Microbiology. 150: 2301-2311

Pujawati PSA, Naufa R. 2016. Studi

produksi plastik pha dengan

pengaruh penggunaan media

minimal cair dan glukosa oleh

Ralstonia picketti. Jurnal Sains dan Seni ITS. 5(1): 2337-3520

Purwaningrum P. 2016. Upaya mengurangi

Timbulan sampah plastik di

lingkungan. Jurnal Teknologi

Lingkungan. 8(2): 141-147

Raj A, Ibrahim V, Devi M, Sekar KV, Yogesh BJ, Bharath S. 2014.

Screening, optimization and

characterization of polyhydroxy

alkanoates (pha) produced from

microbial isolates. International

Journal of Current Microbiology and Appliedd Sciences. 3(4): 785-790

Ratnaningrum D, Saraswaty V, Priatni S,

Lisdiyanti P, Purnomo A,

Pudjiraharti S. 2019. Screening of

polyhydroxyalkanoates

(PHA)-producing bacteria from soil bacteria strains. Earth and Environmental

Science. 277. doi:10.1088/1755-1315/277/1/012003

Rochman CM, Tahir A, Williams SL, Baxa DV, Lam R, Miller JT, Teh FC, Werorilangi S, Teh SJ. 2015. Anthropogenic debris in seafood: Plastic debris and fibers from textiles in fish and bivalves sold for human

consumption. Nature. DOI:

10.1038/srep14340.

Santhanam A, Sasidharan S. 2010.

Microbial production of

polyhydroxyalkanote (PHA) from

Alcaligens spp. And Pseudomonas oleovorans using different carbon

sources. African Journal of

Biotechnology. 9(21): 3144-3150

Stery B, Febby EF, Kandou, Pelealu J, Pandiangan D. 2015. Uji Daya Hambat Ekstrak Metanol Selaginella

(14)

14

terhadap Bakteri Staphylococcus

aureus dan Escherichia coli. Jurnal Ilmiah Sains. 15(1): 52-58

Zain NAM, Zargoun LMA, Elias NF, Wahab MFA, Suhaimi MS. 2016. Isolation dan characterization of

polyhydroxyalkanoates (PHAs)

producing bacteia from brackish stream. Jurnal Teknologi. 78(7): 75-81

Zhang J, Shishatskaya EI, Volova TG, Ferreira da Silva L, Chen GQ. 2018. Polyhydroxyalkanoates (PHA) for therapeutic applications. Materials

Science and Engineering. 86: 144–

150 .

Gambar

Gambar 2. Salah satu hasil bubuk PHA dari isolat MTL1.1  Persentasi  akumulasi  PHA  dari  8

Referensi

Dokumen terkait

Bakteri yang terseleksi dan dianggap potensial dalam mengakumulasikan PHA kemudian diinokulasikan untuk dibiakkan ke dalam media LCPKS yang berasal dari tangki RANUT yang

Akan tetapi, bakteri penghasil selulosa lebih efektif dilakukan dari buah sebagai sumber isolat (Toyosaki et al. Pada penelitian ini, terbentuknya tikar selulosa pada

Berdasarkan pengujian yang dilakukan didapatkan hasil bahwa dari 9 isolat hanya 1 isolat yaitu isolat F memiliki aktivitas sebagai antibiotik terhadap bakteri Escherichia coli

Metode yang digunakan adalah isolasi bakteri selulosa dengan menggunakan medium Hestrin Schramm (HS), seleksi isolat terpilih dengan menggunakan medium Glucose Extract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah isolate bakteri pendekolorisasi zat warna melanoidin limbah cair gula rafinasi, mengetahui nama isolate bakteri terbaik

Hasil uji dengan Kit dan identifikasi bakteri didapatkan hasil bahwa bakteri 1 adalah spesies Pseudomonas diminuta, bakteri 2 adalah spesies Bacillus sp.1, bakteri 3 adalah spesies

Kemampuan isolat bakteri dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon yang terkandung dalam limbah minyak berat dilakukan untuk menyeleksi isolat yang akan digunakan untuk

Hasil pengamatan pada skrining tahap dua untuk isolat 1 menunjukan ciri morfologi koloni bentuk circular, tepi entire, warna bening, bentuk sel coccus gram