2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) diharapkan menjadi payung hukum dalam menjaga kelestarian sumberdaya dan lingkungan Indonesia. Hal ini dikarenakan, setidaknya terdapat 23 undang-undang yang bersifat sektoral yang mengatur bidang sumberdaya alam dan lingkungan ( Tabel 1).
Selain dikhawatirkan menimbulkan konflik hukum yang berujung pada konflik kepentingan antar lembaga tinggi negara akibat tumpang tindih aturan. Banyaknya peraturan
perundang-undangan tersebut dapat menimbulkan inefisiensi dalam tataran implementasi di lapangan. Lantas apa yang harus dilakukan pemerintah dalam mengawal hukum lingkungan yang dihadapkan pada kompleksitas permasalahan?
Payung Hukum
Sebagaimana yang telah disebutkan, pada dasarnya UU PPLH adalah payung hukum (law umbrella) dalam mengawal hukum lingkungan di Indonesia. Hal ini tercermin dari Pasal 44, yang menyebutkan bahwa "Setiap penyusunan peraturan perundang-undangan pada tingkat nasional dan daerah wajib memperhatikan perlindungan fungsi lingkungan hidup dan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini". Artinya, dalam menyusun peraturan perundang-undangan, harus
menjadikan UU PPLH sebagai pedoman.
Berdasarkan Pasal 44 diatas, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh semua pihak dalam penyusunan peraturan perundang-undangan, baik di tingkat pusat seperti
undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden dan peraturan menteri atau
lembaga negara lainnya, maupun pemerintah daerah seperti peraturan daerah dan peraturan desa. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan tersebut, yaitu :
PPLH, pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Daya dukung lingkungan adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antarkeduanya. Sementara daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. Artinya, dalam proses penyusunan peraturan
perundang-undangan, para pihak harus mampu memperhatikan keseimbangan alam. Kalau hal ini diabaikan, maka bencana adalah jawaban atas ketidakseimbangan alam tersebut.
2. wajib memperhatikan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 2 memuat 14 prinsip-prinisp perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yaitu: tanggung jawab negara, kelestarian dan keberlanjutan, keserasian dan keseimbangan,
keterpaduan, manfaat, kehati-hatian, keadilan, ekoregion, keanekaragaman hayati, pencemar membayar, partisipatif, kearifan lokal, tata kelola pemerintahan yang baik, dan otonomi daerah.
Sungguh suatu prinsip yang sangat lengkap, berbeda dengan prinsip pengelolaan lingkungan hidup yang tertuang pada UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dimana pengelolaan lingkungan hidup diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat yang bertujuan untuk mewujudkan
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Apabila dicermati, maka UU No. 23 Tahun 1997 hanya memuat tiga prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan hidup, yaitu tanggung jawab negara, berkelanjutan, dan manfaat. Hal ini sangat wajar, karena undang-undang ini dilahirkan pada rezim orde baru yang kental dengan suasana sentralistik dan penyeragaman. Ini berbeda jauh dengan prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang dituangkan pada UU PPLH, yang lahir di era desentralistik dan keterbukaan, sehingga memuat beberapa prinsip-prinsip keterbukaan, seperti partisipatif, kearifan lokal, tata kelola pemerintahan yang baik, dan otonomi daerah.
pelaksanaan yang diamanatkan dalam undang-undang ini ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak undang-undang ini diberlakukan". Dengan demikian, Pemerintah yang dalam hal ini adalah Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) sebagaimana yang diamanatkan UU PPLH, harus bergerak cepat untuk menyelesaikan 20 Peraturan Pemerintah dan 9 Peraturan Menteri (Tabel 2). Waktu yang diberikan adalah satu tahun sejak undang-undang diberlakukan,
sehingga apabila 3 Oktober 2009 adalah tanggal pengesahan UU PPLH, maka peraturan pelaksananya harus ditetapkan sebelum bulan Oktober 2010.
Hingga saat ini, sudah 6 bulan berlalu sejak UU PPLH diberlakukan. Pertanyaannya adalah, sudah berapa peraturan pelaksana yang sudah ditetapkan? Selain peraturan pelaksana, UU PPLH juga menunjuk pembentukan Undang-undang Pelaksanaan Penegakan Hukum Terpadu. Penegakan hukum terpadu ini dilakukan dengan melibatkan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS), kepolisian, dan kejaksaan di bawah koordinasi Menteri Lingkungan Hidup. Namun demikian, kejar tayang KLH dalam menyusun peraturan pelaksana harus tetap menjaga kualitas produk hukum dengan cara memperhatikan aspirasi para pemangku kepentingan, khususnya masyarakat lapisan bawah (grass root) yang selama ini selalu menjadi korban kebijakan.
Rekayasa Sosial
Para ahli hukum sepakat, bahwa hukum adalah alat yang ampuh untuk mencapai
pembaharuan masyarakat (a tool social engineering), suatu istilah yang dikembangkan oleh Roscue Pound. Hal ini dikarenakan, peranan hukum dalam pembangunan adalah untuk menjamin bahwa perubahan itu tejadi dengan cara yang teratur, yang dapat dibantu oleh peraturan perundang-undangan (Kusumaatmadja, 2002).
Dalam konteks hukum lingkungan, keberadaan UU PPLH berperan untuk mengatur dan membatasi tindakan setiap individu, kelompok masyarakat atau suatu lembaga badan hukum dalam memanfaatkan sumberdaya alam, sehingga kelestarian sumberdaya alam dan
kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap subjek hukum dan larangan untuk tidak melakukan perbuatan tertentu terhadap lingkungan hidup. Oleh karenanya, untuk menjamin tingkat kepatuhan tehadap hukum lingkungan tersebut, maka bagi setiap subjek hukum yang melanggar akan dikenakan sanksi administrasi, perdata, pidana dan tindakan tata tertib sekaligus. Sebagai penutup, untuk menciptakan kepastian hukum maka diperlukan
penyempurnaan hukum lingkungan, melalui penyusunan peraturan pelaksana sebagaimana yang diamanatkan oleh UU PPLH. Mengingat, kebiasaan yang umumnya terjadi adalah, kurangnya keseriusan pemerintah dalam membuat peraturan pelaksana. Akibatnya adalah, masyarakat menafsirkan undang-undang secara parsial.
Tabel 1. Perundang-undangan di Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan No Undang-Undang
UU No. 5/1960
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria 2 UU No. 1/1973
Landas Kontinen Indonesia 3 UU No. 5/1983
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
4
UU No. 5/1984 Perindustrian 5 UU No. 17/1985
Pengesahan Konvensi PBB tentang Hukum Laut 6 UU No. 5/1990
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya 7 UU No. 16/1992
UU No. 5/1994
Pengesahan Konvensi Keanekaragaman Hayati 9 UU No. 41/1999 Kehutanan 10 UU No. 22/2001
Minyak dan Gas Bumi
11
Sumber Daya Air 12 UU No. 31/2004 Perikanan 13 UU No. 26/2007 Penataan Ruang 14 UU No. 27/2007
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
UU No. 17/2008 Pelayaran 16 UU No. 18/2008 Pengelolaan Sampah 17 UU No. 4/2009
Pertambangan Mineral dan Batubara 18 UU No. 10/2009
Kepariwisataan 19 UU No. 18/2009
Peternakan dan Kesehatan Hewan 20 UU No. 32/2009
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 21 UU No. 30/2009 Ketenagalistrikan
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan 23 UU No. 45/2009
Perubahan Atas UU Nomor 31/2004 tentang Perikanan
Tabel 2. Undang-undang dan Peraturan Pelaksana yang Diamanatkan UU PPLH No Pasal
Tentang Mandat 1 Pasal 95 ayat (2)
Pelaksanaan penegakan hukum terpadu Undang-undang 2 Pasal 11
Peraturan Pemerintah 3 Pasal 12 ayat (4)
Tata cara penetapan daya dukung dan daya tamping lingkungan hidup Peraturan Pemerintah 4 Pasal 18 ayat (2)
Tata cara penyelenggaraan kajian lingkungan hidup strategis Peraturan Pemerintah 5
Pasal 20 ayat (4)
Baku mutu lingkungan hidup untuk air, air laut, udara ambien, dan baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Peraturan Pemerintah 6 Pasal 21 ayat (5)
Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup Peraturan Pemerintah 7 Pasal 33 Amdal Peraturan Pemerintah
Pasal 41 Izin lingkungan Peraturan Pemerintah 9 Pasal 43 ayat (4)
Instrumen ekonomi lingkungan hidup Peraturan Pemerintah 10 Pasal 47 ayat (3)
Analisis risiko lingkungan hidup
Peraturan Pemerintah 11 Pasal 53 ayat (3)
Tata cara penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup Peraturan Pemerintah 12 Pasal 54 ayat (3)
Tata cara pemulihan fungsi lingkungan hidup Peraturan Pemerintah 13 Pasal 55 ayat (4)
Peraturan Pemerintah 14 Pasal 56
Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup Peraturan Pemerintah 15 Pasal 57 ayat (5)
Konservasi dan pencadangan sumber daya alam serta pelestarian fungsi atmosfer Peraturan Pemerintah 16
Pasal 58 ayat (2) Pengelolaan B3 Peraturan Pemerintah 17 Pasal 59 ayat (7) Pengelolaan limbah B3 Peraturan Pemerintah 18 Pasal 61 ayat (3)
Tata cara dan persyaratan dumping limbah atau bahan
Pasal 75
Tata cara pengangkatan pejabat pengawas lingkungan hidup dan tata cara pelaksanaan pengawasan Peraturan Pemerintah 20 Pasal 83 Sanksi administratif Peraturan Pemerintah 21 Pasal 86 ayat (3)
Lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup diatur
Peraturan Pemerintah 22 Pasal 20 ayat (5)
Baku mutu lingkungan hidup untuk air limbah, emisi, dan gangguan Peraturan Menteri 23 Pasal 23 ayat (2)
Jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan amdal Peraturan Menteri 24 Pasal 28 ayat (4)
Peraturan Menteri 25 Pasal 29 ayat (3)
Persyaratan dan tatacara lisensi Peraturan Menteri 26 Pasal 35 ayat (3)
UKL-UPL dan surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup Peraturan Menteri 27
Pasal 52
Audit lingkungan hidup Peraturan Menteri 28 Pasal 62 ayat (4)
Sistem informasi lingkungan hidup Peraturan Menteri 29 Pasal 65 ayat (6)
Tata cara pengaduan
Pasal 90 ayat (2)
Kerugian lingkungan hidup
Peraturan Menteri