• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN IPTEK PADA USAHA KERAJINAN SARUNG GOYOR DI KECAMATAN KALIJAMBE KABUPATEN SRAGEN Tutik Dwi Karyanti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENERAPAN IPTEK PADA USAHA KERAJINAN SARUNG GOYOR DI KECAMATAN KALIJAMBE KABUPATEN SRAGEN Tutik Dwi Karyanti"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN IPTEK PADA USAHA KERAJINAN SARUNG GOYOR DI KECAMATAN KALIJAMBE KABUPATEN SRAGEN

Tutik Dwi Karyanti1), Sartono1)

1

Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Semarang Jl Prof Soedharto, Semarang

tutikdwikaryanti@yahoo.co.id

Abstract

This activity aims to improve the competence of The Crafts Gloves Goyor "King Tex" and The Crafts Gloves Goyor "Mr. Marjono". Sampling is purposive sampling, data were collected through interviews and observations. The results showed that its equipment is still lacking is plangkan for granting motifs and colors and electrically klos tool. Besides the equipment, there is a lack of knowledge about management, bookkeeping and calculation of production costs. Furthermore, the application of science and technology activities through the provision of equipment such as electrical klos tool on the second object, especially on gloves goyor "King Tex" coupled with plangkan equipment. Besides the help of the equipment are also given the knowledge of management, bookkeeping and how to calculate the cost of production in accordance with the rules right. With additional knowledge and tools owned by the expected turnover of production can be increased.

Keywords: craft weaving, goyor gloves, tools

Abstrak

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi Usaha Kerajinan Sarung Goyor ”Prabu Tex” dan Usaha Kerajinan Sarung Goyor ”Bapak Marjono”. Pengambilan sampel secara purposive sampling, data dikumpulkan dengan wawancara dan observasi. Hasil menunjukkan bahwa peralatan yang dimiliki masih kurang yaitu plangkan untuk pemberian motif dan warna serta alat klos elektrik. Disamping peralatan, juga belum memiliki pengetahuan tentang manajemen, pembukuan dan perhitungan biaya produksi. Selanjutnya dilakukan kegiatan penerapan iptek melalui pemberian bantuan peralatan berupa alat klos elektrik pada kedua obyek, khususnya pada usaha sarung goyor “Prabu Tex” ditambah dengan peralatan plangkan. Disamping bantuan peralatan juga diberi pengetahuan manajemen, pembukuan dan cara perhitungan biaya produksi sesuai dengan kaidah yang benar. Dengan tambahan pengetahuan dan peralatan yang dimiliki maka diharapkan omzet produksi dapat ditingkatkan.

Kata kunci: kerajinan tenun, sarung goyor, peralatan

PENDAHULUAN

(2)

pemberdayaan ekonomi masyarakat sekaligus bagian dari upaya menurunkan tingkat pengangguran dan pengentasan kemiskinan.

Kalijambe adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Sragen Propinsi Jawa Tengah, terletak di ujung barat daya Kabupaten Sragen. Daerah ini sebagian warganya memiliki mata pencaharian pada industri kerajinan sarung goyor dengan peran yang berbeda, sebagai penenun atau tenaga kerjanya dan sebagai pengusaha atau yang memproduksi, sehingga tidak kurang dari 60 penenun ada di daerah tersebut. Pekerjaan ini merupakan pekerjaan yang turun temurun, tahun 1955 sudah banyak yang memproduksi sarung goyor.

Usaha Sarung Goyor “Prabu Tex” memiliki pengalaman serta prospek bagus di dunia bisnis. Pemerintah melalui Kementerian Koperasi sangat mendukung dan memfasilitasi, Bapak Krisna sebagai salah satu pengurus Koperasi yang bergerak di bidang usaha sarung goyor telah berupaya agar koperasinya berkembang dengan baik, namun justru sebaliknya, sebab sebagian pengurus koperasi tersebut memiliki kesibukan yang berbeda. Akhirnya Bapak Krisna memutuskan untuk melanjutkan usaha sarung goyor tersebut, sayang sekali usaha yang telah dirintis berhenti begitu

saja, selanjutnya diberi nama “Prabu Tex”.

Apabila dilihat dari peta daerah, Kecamatan Kalijambe berada antara Kota Surakarta dan Kabupaten Sragen, mata pencaharian masyarakatnya sangat beragam, banyak industri kerajinan lain seperti mebel, konveksi, dll untuk memasok kebutuhan Kota Surakarta demikian pula daerah Sragen sendiri. Namun demikian karena latar belakang kerajinan tenun sarung goyor merupakan kerajinan turun temurun maka masih banyak masyarakatnya yang enggan untuk pindah ke lain pekerjaan. Demikian pula dengan Bapak Krisna yang masih tergolong muda berusia 31 tahun, berupaya mempertahankan warisan leluhur dengan menekuni usaha kerajinan tenun sarung goyor.

Kerajinan tenun merupakan usaha yang padat karya, proses produksi yang digunakan adalah proses perubahan bentuk. Proses perubahan bentuk menurut Suwinardi dan Arif Nursyahid (2011), adalah proses produksi dengan cara mengubah bentuk sehingga menambah daya guna barang tersebut. Sarung goyor menggunakan bahan baku benang dengan bantuan alat tenun bukan mesin, benang tersebut diubah bentuknya menjadi bahan sandang yang memiliki nilai seni dan nilai jual tinggi.

Proses produksinyapun masih sangat sederhana yaitu secara manual sehingga memakan waktu lama, satu bulan rata-rata hanya mampu menghasilkan 4 kodi atau 80 potong sarung. Pada hal dilihat dari prospek usaha sangat bagus, karena sarung goyor banyak diminati oleh konsumen luar negeri, disamping sebagai pakaian harian juga sebagai pakaian ibadah bagi pria. Bahannya yang khas apabila dipakai pada cuaca panas akan terasa dingin, sebaliknya dipakai pada cuaca dingin terasa hangat. Pernah mendapatkan order dari negara Somalia 50 kodi per bulan, namun tidak bisa melayani mengingat keterbatasan yang dimiliki. Sebetulnya hal ini merupakan peluang yang sangat bagus bagi usaha Bapak Krisna namun masih ada beberapa kendala yang masih harus diatasi untuk melancarkan proses produksinya.

(3)

Proses produksi pembuatan sarung goyor kurang lebih melalui 17 proses. Mula-mula bahan benang rayon yang sudah berwarna putih diputihkan lagi, hal ini dilakukan agar putihnya benang merata untuk mendapatkan hasil pewarnaan yang lebih bagus (warna menjadi tajam). Selanjutnya di kelos yaitu dipindah ke gulungan kecil-kecil, setelah itu di skir yaitu dipasang pada plangkan untuk diberi motif atau gambar. Proses selanjutnya ditali, untuk pemberian warna melepas beberapa tali, begitu seterusnya hingga ikatan tali lepas semua dengan kombinasi warna sesuai motif yang telah dibuat. Selanjutnya dibongkar atau digulung, setelah digulung di palet yang merupakan proses awal penenunan. Proses ini dilakukan untuk benang yang diatur membujur dan benang yang diatur melintang, selanjutnya dilakukan proses penenunan dengan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). Setelah selesai menjadi bahan sarung, dipotong sesuai ukuran, dijahit, dicuci, dipress terakhir dikemas.

Proses produksi pembuatan sarung goyor mulai awal sampai produk jadi terdapat urutan yang pasti, apabila terdapat tahapan yang menghadapi masalah maka waktu yang diperlukan menjadi lebih lama. Dilihat dari urutan proses produksi menurut Suwinardi dan Arif Nursyahid (2011) terdapat dua macam tipe yaitu proses produksi terus menerus (continuous process) dan proses produksi terputus putus (intermittent process). Proses pembuatan sarung goyor memiliki urutan yang pasti, sehingga tipe proses produksinya terus menerus (continuous process).

Dilihat dari aspek produksi, pembuatan sarung goyor belum bisa memenuhi permintaan, karena lamanya proses produksi masih menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM), serta biaya operasional yang tinggi. Pernah dicoba pada salah satu tahapan proses produksi menggunakan mesin, namun tidak bisa karena tekstur benang dari rayon yang lembut sehingga mudah patah, penggunaan mesin harus disesuaikan dengan sifat bahan dan perlu dirancang khusus. Tingginya biaya operasional serta terbatasnya teknologi yang dimiliki menjadikan omzet produksi belum bisa mencapai target. Seperti yang dikemukakan Imroatul Khasanah (2004), teknologi merupakan elemen kritis dari rantai nilai tambah dan sebagai suatu sumberdaya, sama halnya dengan faktor produksi yang lain seperti bahan baku dan tenaga ahli.

Keterbatasan peralatan dan teknologi yang dimiliki menjadikan proses produksi memakan waktu lama karena masih dilakukan secara manual. Proses klos secara manual akan menghasilkan 4 pak benang selama 2 hari, dengan mesin klos khusus listrik bisa menghasilkan 20 pak benang setiap hari, perbandingannya 1 : 10. Tingginya biaya operasional serta terbatasnya modal, peralatan plangkan yang dimiliki belum mencukupi apalagi mesin klos listrik yang dirancang secara khusus belum memungkinkan untuk dibeli.

Usaha Kerajinan Tenun Sarung Goyor “Prabu Tex” meskipun dapat dikatakan masih belum lama namun sudah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Bapak Krisna sebelum mengelola usahanya sendiri telah berpengalaman mengelola usaha sarung goyor milik koperasi. Desa Sambirembe Kecamatan Kalijambe dikenal dengan pusat kerajinan tenun sarung goyor, sehingga apabila ada permasalahan yang muncul, bisa saling tukar pengalaman dengan sesama pengrajin yang lain. Hal ini bisa dilakukan karena hampir tidak ada permasalahan dalam kegiatan pemasaran sehingga hampir tidak ada unsur persaingan, bahkan lebih cenderung mengadakan kerjasama.

(4)

Beteng dan Pusat Grosir Solo (PGS). Penjualan dilakukan dalam partai besar oleh pembeli umumnya dari Kota Solo untuk dijual lagi. Lokasi usaha merupakan faktor strategis yang sangat penting, menurut Murdifin Haming dan Mahmud Nurnajamuddin (2011), lokasi dipilih dengan cermat dan hati-hati dengan mempertimbangkan berbagai aspek, diantaranya jenis usaha, skala usaha, ketersediaan bahan baku dan konsumen. Sarung goyor ini juga banyak diminati oleh konsumen dari luar negeri dari pada dalam negeri yaitu Timur Tengah dan Afrika.Sarung goyor memiliki kelebihan yaitu apabila dipakai pada cuaca dingin terasa hangat, sedangkan pada cuaca panas terasa dingin. (Kompas.Com, Senin 13/12/2012)

Berdasarkan permasalahan yang dihadapi untuk lebih meningkatkan efisiensi produksi maka kendala yang dihadapi saat ini perlu segera diberikan solusi jalan keluar agar usaha kerajinan tenun sarung goyor mampu menangkap peluang bisnis yang bagus. Dengan peralatan yang memadai dapat meningkatkan omzet produksi sehingga mampu memenuhi permintaan lokal maupun luar negeri.

Usaha Kerajinan Tenun Sarung Goyor “Bapak Marjono” dibandingkan dengan Bapak Krisna, Bapak Marjono memiliki pengalaman yang jauh lebih lama, sejak tahun 1960 sudah mulai bekerja sebagai penenun. Dilihat dari faktor usia juga jauh berbeda, Bapak Marjono sudah berusia 75 tahun, dengan jarak lokasi 200 meter di Desa Sambirembe karena memang mayoritas penduduknya memiliki mata pencaharian pada kerajinan tenun sarung goyor. Pada awalnya pada saat belum berkeluarga Bapak Marjono sudah mulai menggeluti pekerjaan dalam pembuatan sarung goyor, setelah berkeluarga semakin ditekuni, bahkan saat ini untuk mengejar omzet produksi beberapa tahapan proses produksi dilakukan dengan jasa pihak luar.

Dunia usaha seperti juga yang lain tidak lepas dari permasalahan, dari waktu ke waktu permasalahan yang muncul dihadapi dengan mencari jalan keluar terbaik. Banyaknya warga di Desa Sambirembi yang juga memiliki matapencaharian sama, dalam mengatasi permasalahan saling memberikan saran, bahkan saling membantu dan bekerjasama. Sarung Goyor yang diproduksi di pedesaan ini tidak hanya diminati konsumen dalam negeri namun justru lebih banyak di luar negeri. Usaha padat karya, menggunakan alat tenun bukan mesin yang proses pembuatannya memakan waktu lama, perlu mendapatkan perhatian tersendiri agar omzet produksi dapat ditingkatkan untuk memenuhi permintaan pasar.

Usaha Kerajinan Tenun Sarung Goyor “Marjono” adalah usaha tenun sarung goyor yang memproduksi sarung dengan kualitas satu. Proses produksi pembuatan sarung goyor sama, sebelumnya terlebih dahulu dipersiapkan untuk benang yang diatur membujur dan benang yang diatur melintang. Mula-mula bahan benang rayon yang sudah berwarna putih diputihkan lagi, hal ini dilakukan agar putihnya benang merata untuk mendapatkan hasil pewarnaan yang lebih bagus (warna menjadi tajam). Selanjutnya di kelos yaitu dipindah ke gulungan kecil-kecil, setelah itu di skir yaitu dipasang pada plangkan untuk diberi motif atau gambar. Proses selanjutnya ditali, untuk pemberian warna melepas beberapa tali, begitu seterusnya hingga ikatan tali lepas semua dengan kombinasi warna sesuai motif yang telah dibuat. Selanjutnya dibongkar atau digulung, setelah digulung di palet yang merupakan proses awal penenunan. Proses penenunan menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM), setelah selesai menjadi bahan sarung, dipotong sesuai ukuran, dijahit, dicuci, dipress terakhir dikemas.

(5)

produksi yaitu proses produksi terus menerus (continuous process) dan proses produksi terputus putus (intermittent process). Pada proses pembuatan sarung goyor terdapat urutan yang pasti, sehingga tipe proses produksi adalah terus menerus (continuous process).

Biaya operasional untuk pembuatan sarung goyor ini sangat tinggi, diperlukan modal yang berlipat mulai dari modal untuk pengadaan bahan baku, modal yang tertahan pada barang dalam proses dan barang jadi yang siap untuk dijual. Disamping itu juga penggunaan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) menjadikan proses produksi memakan waktu lama, sehingga perputaran modal juga menjadi lama. Hal ini perlu dicarikan jalan keluar agar proses produksi menjadi lebih efisien, misalnya menggunakan mesin elektrik untuk mempercepat hasil pada proses klos yaitu memindah benang menjadi gulungan kecil-kecil untuk diproses lebih lanjut. Keterbatasan teknologi akan menghambat proses produksi, seperti yang dikemukakan Imroatul Khasanah (2004), teknologi merupakan elemen kritis dari rantai nilai tambah dan sebagai suatu sumber daya, sama halnya dengan faktor produksi yang lain seperti bahan baku dan tenaga ahli.

Seperti halnya pada usaha kerajinan tenun sarung goyor “Prabu Tex”, usaha

kerajinan tenun sarung goyor “Marjono” proses produksi masih dilakukan secara

manual sehingga memakan waktu lama, proses klos secara manual akan menghasilkan 4 pak benang selama 2 hari, dengan mesin klos khusus listrik bisa menghasilkan 20 pak benang setiap hari, perbandingannya 1 : 10. Produk sarung yang dihasilkan per bulannya hanya mampu 2 kodi. Tingginya permintaan, Bapak Marjono memutuskan untuk menggunakan jasa produksi dari luar dengan hasil produksi sarung 250 potong per bulan atau sekitar 2,5 kodi. Tingginya biaya operasional serta terbatasnya modal, keinginan untuk memiliki mesin klos elektrik belum menjadi prioritas meskipun sebetulnya kebutuhan tersebut sudah mendesak.

Usaha Kerajinan Tenun Sarung Goyor “Bapak Marjono” mengalami peningkatan yang cukup pesat. Pada awal memproduksi semampunya dengan tenaga kerja yang ada, namun seiring dengan perjalanan waktu, permintaan mengalami peningkatan, terbatasnya kapasitas peralatan dan tenaga kerja akhirnya diputuskan untuk menggunakan jasa dari pihak luar. Usaha kerajinan dapat dikatakan usaha yang padat karya (labour intensive) namun memakan waktu lama dan biaya operasional tinggi, dengan demikian dapat dikatakan juga sebagai usaha yang padat modal (capital intensive). Keterbatasan modal yang dimiliki para pengusaha di bidang kerajinan tersebut perlu mengatur pada sisi lain yaitu kebutuhan tenaga kerja dengan membuat perencanaan. Melalui perencanaan ini maka kebutuhan tenaga kerja baik jumlah dan jenis yang dibutuhkan pada setiap periode tertentu dapat diperhitungkan (Tri Maryati, 2002).

(6)

Kepercayaan ini perlu dipertahankan sebagai wujud dari cara memelihara dan mempertahankan pelanggan yang sudah dibina sejak lama juga untuk mempertahankan pelanggan baru. Segala daya upaya dilakukan untuk mempertahankan eksistensi dan keberlanjutan dari usaha kerajinan mebel yang sudah dimulai cukup lama, namun demikian dunia usaha dipengaruhi oleh lingkungan internal dan eksternal. Lingkungan internal lebih mudah diprediksi sehingga lebih mudah pula untuk diatasi, namun lingkungan eksternal sulit diprediksi sehingga kadang permasalahan yang dihadapi diluar batas kemampuan. Menghadapi kondisi tersebut maka permasalahan yang dihadapi perlu segera dicarikan jalan keluar, agar usaha dapat dijalankan sesuai dengan yang diharapkan.

METODE PENELITIAN

Pada riset ini metode pengambilan sampel menggunakan purposive random sampling yaitu usaha kerajinan tenun sarung goyor yang memiliki prospek usaha untuk ditingkatkan namun menghadapi beberapa permasalahan dalam mengembangkan usahanya. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara secara langsung dengan pemilik usaha. Disamping wawancara dilakukan observasi pada lokasi usaha. Kedua metode ini untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi dalam hal pengelolaan usaha dan kapasitas produksinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan identifikasi di lapangan ditemukan bahwa

 Pada Usaha Kerajinan Tenun Sarung Goyor “Prabu Tex” dan “Bapak Marjono” menghadapi keterbatasan modal sehingga pada proses produksi belum efisien dan memerlukan waktu lebih lama karena belum memiliki mesin klos elektrik untuk mempercepat proses penggulungan benang menjadi gulungan yang kecil. Demikian

pula pada Usaha Kerajinan Tenun Sarung Goyor “Prabu Tex” peralatan berupa

plangkan yang diperlukan pada tahap pekerjaan skir pada benang untuk diberi motif belum mencukupi.

 Terbatasnya peralatan yang dimiliki pada kedua mitra membuat proses produksi tidak efisien, kapasitasnya belum mampu menghasilkan produk sesuai jumlah yang diinginkan.

 Dengan latar belakang pendidikan, belum mampu mengelola usahanya dengan baik, dalam hal menanaj, menghitung biaya produksi dan pembukuan. Dari identifikasi tersebut dilakukan penerapan teknologi dengan memberikan pelatihan manajemen, pembukuan dan perhitungan biaya produksi, seperti pada gambar di bawah.

SIMPULAN

(7)

Alat Klos Elektrik Plangkan

Proses Pembuatan Sarung

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Aditya Dinkop, Launching Produk Unggulan Daerah Melalui OVOP, Pemerintah Propinsi Jateng, 2013.

Imroatul Khasanah, 2004, Pengaruh Teknologi Informasi Pada Strategi Pemasaran Internasional Terhadap Pangsa Pasar Luar Negeri. Jurnal Studi Manajemen dan Organisasi, Vol. 1 No. 1.

Kompas.Com, Sarung Tenun Goyor Potensi Yang Terabaikan, Kabupaten Sukoharjo, diunduh 18 Maret 2013.

M. Darussawa, Peningkatan Kompetensi Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi Di Era Global, Jurusan Keuangan dan Perbankan Politeknik Swadharma Jakarta. Murdifin Haming, Mahfud Nurnajamuddin, 2011, Manajemen Produksi Modern,

Operasi Manufaktur dan Jasa – Buku 1, PT Bumi Aksara, Jakarta.

Ravik Karsidi, 2005, Pemberdayaan Masyarakat untuk Usaha Kecil dan Mikro (Pengalaman Empiris di Wilayah Surakarta, Jateng), disampaikan dalam seminar nasional, IPB Bogor.

Suwinardi, Arif Nursyahid, 2011, Manajemen Industri, Semarang, Polines Semarang. Tri Maryati, 2002, Perencanaan Sumber Daya Manusia Menyongsong Era Globalisasi:

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan peraturan menteri Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia nomor 22 tahun 2015 Tentang Biaya Kuliah Tunggal Dan Uang Kuliah Tunggal

(47) ja sitten viejän tehtävä on öö antaa tila sille seuraajalle silleen että se vaan viejä vaan ehdottaa että nyt voitais tehdä tällanen ja sit seuraaja toteuttaa sen

(1) Apabila PIHAK KEDUA tidak manInggalkan dan mengosongkan Sarusunawa Bukan Hunian/Kios Kegiatan Usaha dalam waktu 7 (tujuh) hari kalender sejak pemberitahuan

Adapun simpulan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah spesies insekta pada tanaman cengkeh di Kawasan Gampong Meunasah Beutong Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh

The sediment ary environm ent and coal bearing form at ion in Seam M 2 M uaraenim Form ation in Kendi Hill, Sout h Sum at ra based on m easured st rat igraphic cross

Penelitian Sevinc Inan dkk menjelaskan adanya penurunan perfusi plasenta yang menyebabkan dinding pembuluh darah arteri berusaha mempertahankan.. tekanan darah

Setelah dilaksanakan test kubus beton dengan umur 28 hari dari 5 (lima) percobaan dan analisis kuat tekan, maka beton setelah mengalami kebakaran selama 150 Menit

Dalam penulisan ilmiah ini akan dibahas mengenai pembuatan website PT.CATUR ELANG PERKASA dengan harapan dapat mempromosikan dan memperkenalkan layanan produk jasa yang