• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Arsitektur Kolonial di Indo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perkembangan Arsitektur Kolonial di Indo"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS PERKEMBANGAN ARSITEKTUR

(AR. 141343)

Tahun Ajaran 2014/2015

TUGAS INDIVIDU

PERKEMBANGAN ARSITEKTUR KOLONIAL

DI INDONESIA

Oleh:

ARMADHANI ZULA - 3213100099

Dosen Koordinator:

Ir. M. DWI HARIADI, MT

Jurusan Arsitektur

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

(2)

BAB I

Pendahuluan

Pengertian Arsitektur

Kata arsitektur dalam bahasa Yunani ’archi’ yang berarti kepala, ketua dan tecton yang berarti tukang, sehingga architecton berarti kepala tukang, merujuk kepada profesi, kemahiran dan keahlian menukang dalam hal bangunan. Pekerjaan merancang dengan memperhitungkan segala sesuatu yang berhubungan dengan rancang bangun, sehingga menjadikan arsitektur sebagi ilmu pengetahuan yang menggabungkan seni dan teknologi. Arsitektur adalah cerminan dari kebudayaan, oleh Karena itu, dari sebuah karya arsitektur, kita dapat mengetahui latar belakang budaya satu bangsa, Hidayatun (2005).

Arsitektur juga berarti seni bangunan, ilmu yang mempelajari tentang bangunan lebih Mangun Wijaya (1992). Arsitektur dalam bahasa jawa kuno adalah Wastuwidya (vastu-wastu = bangunan, vidia-widia = ilmu). Pengertian yang lebih luas dan menyeluruh jika dibandingkan dengan kata-kata Yunani Archtectonicas (seni bangunan) yang berarti pembangunan utama atau ahli pembangunan.

Arsitektur merupakan wujud aktivitas ’desain’ yang cukup tua sejalan dengan peradaban manusia itu sendiri. Sejak surutnya masa kejayaan kebudayaan Hindu dan Islam di Indonesia, pada masa kolonial awal pembangunan perumahan dan kawasan hunian memiliki kecenderungan mengadopsi kebudayaan arsitektur yang ada di Eropa

(Hersanti, 2008).

(3)

kebahagiaan (Wardani, 2009). Arsitektur selalu berkembang sejajar dengan perkembangan kota, walau periodisasi perkembangannya tidak selalu sama. Hal ini dimungkinkan karena perkembangan arsitektur mempunyai gaya atau style tersendiri yang tidak selalu sama dengan perkembangan kota.

Kartono (2004) mengatakan bahwa sistem budaya, sistem sosial, dan sistem teknologi dapat mempengaruhi wujud arsitektur. Perubahan wujud arsitektur dipengaruhi oleh banyak aspek, akan tetapi perubahan salah satu aspek saja dalam kehidupan masyarakat dapat mempengaruhi wujud arsitektur.

(4)

BAB II

Penjelasan

1. Perkembangan Arsitektur

Sebelum memasuki pembahasan tentang perkembangan arsitektur kolonial di Indonesia dan untuk mengetahui perkembangan arsitektur secara umum, kita dapat mengelompokkannya ke dalam dua bagian, yaitu arsitektur dalam budaya barat dan arsitektur dalam budaya timur.

A. Arsitektur dalam Budaya Barat

Arsitektur dalam budaya barat merupakan arsitektur yang didasari dari pemikiran-pemikiran arsitektur klasik yang berasal dari bangsa Yunani dan Romawi selanjutnya berkembang yaitu masa Renaissance yang merupakan kelahiran kembali arsitektur klasik.

Para pemikir barat memandang berbagai hal termasuk arsitektur merupakan ilmu yang perlu dikaji dan dipelajari, sehingga menciptakan berbagai pandangan baru tentang arsitektur, tidak lain didukung dengan kemanjuan teknolgi dalam masa revolusi industri sekitar abad ke 18.

(5)

neoklasik.

Pada abad ke 19 meskipun elemen dan bentuk klasik masih mendominasi karya-karya arsitektur, tetapi konsep dasar tidak diterapkan lagi. Masa akhirnya arsitektur klasik terjadi sejak revolusi industri sekitar abad ke 18 di Inggris menimbulkan perubahan sosial, ekonomi, budaya dan ilmu pengetahuan yang sangat besar termasuk seni dan arsitektur. Perubahan mendasar di bidang arsitektur antara lain elemen, ornamen yang ditempatkan lebih bebas dibandingkan dengan struktur dan ruang. Ornamen keindahan dalam arsitektur klasik masih tetap menjadi aspek penting pada masa itu. Akan tetapi percampuran berbagai bentuk, konsep, dan ornamen sangat menonjol.

Akhirnya, arsitektur klasik terbentuk dengan bentuk dan fungsi yang berbeda sehingga timbulah gaya arsitektur ekletik yang berarti menambil elemen-elemen terbaik, di gabung dan di konstruksi ulang sehingga menghasilkan bentuk tersendiri. Setelah masa itu ilmu arsitektur berkembang lebih cepat dimulai dari moderenisme awal, moderenisme fungsional, kubisme, internasional, hingga post modern.

B. Arsitektur Dalam Budaya Timur

Arsitektur yang berkembang dalam budaya timur banyak dipengaruhi oleh pandangan dan pemikiran tentang hal-hal seperti budaya dan tradisi.

Pandangan Budaya

(6)

Eropa seperti Arab, Turki, Mesir dan sebagainya.

Pandangan Terhadap Ruang dan Bentuk

Pemikir yang sangat berpengaruh dalam meletakkan dasar pemikiran mengenai ruang adalah Lao Tzu yang hidup pada tahun 550 SM. Ia menyatakan bahwa ruang yang terkandung di dalam adalah hakiki dari pada materialnya. Hal ini terlihat dari bukunya yang tertulis

Tao The Thing, Lao Tzu menyatukan Being (yang ada) dan Non-Being (yang tiada). Lao Tzu menekankan pada batas antara ruang internal dan ruang eksternal, yakni adanya dinding pemisah. Pandangan terhadap ruang dan bentuk juga bisa diartikan sebagai sebuah interprestasi batas sebagai kesinambunagan ruang, menggeser tekanan ruang didalam terhadap bagian-bagian banguanan yang menerjemahkan ruang internal menjadi ruang ekternal. (Van de ven, 1991)

Berarsitektur bukan hanya berbicara tentang bentuk fisik jasmani saja. Melainkan merupakan penampakkan batin dari dalam ke luar. Sebagai adanya manusia, untuk tubuh dan roh merupakan kesatuan yang tak terpisahkan. Begitu pula arsitektur yang selalu memiliki makna entah secara gamblang maupun tersirat di dalamnya.

Pandangan Estetika

Pandangan orang timur tentang estetika yang tetuang dalam bentuk, irama proporsi, pemakaian material, dan lain-lain hal ini lebih disebabkan pengaruh kosmis, mistis, dan agama. Oleh sebab itu asas rohaiah yang menghendaki bentuk ornamen, simbol, demi keselamatan keluarga dan lingkungan. Sebagai contoh pembagian proporsi yang harmonis pada candi kerajaan bukan karena pemikiran geometris semata, melankan lebih dipengaruhi oleh kosmologi, pembagian dunia atas, tengah dan dunia bawah, yang mengandung makna tersendiri.

(7)

terhadap Shinto. Demikian juang etnis-etinis lainnya di Indonesia lebih mencari rempah-rempah. Pada perkembangan selanjutnya terjadi hubungan dagang antara bangsa Indonesia dengan orang-orang Belanda. Hubungan perdagangan tersebut lambat laun berubah drastis menjadi hubungan antara penjajah dan terjajah, terutama setelah didirikannya VOC. Penjajahan Belanda berlangsung sampai tahun 1942, meskipun sempat diselingi oleh Inggris selama lima tahun yaitu antara 1811-1816. Selama kurang lebih 350 tahun bangsa Belanda telah memberi pengaruh yang cukup besar terhadap kebudayaan Indonesia.

Kolonialisme Belanda di Indonesia depat dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu :

1. Fase Awal (1602-1800) : yaitu fase ketika Belanda dengan VOC menggalakkan handels kapitalisme.

2. Fase Paruh Pertama (1800-1850) : fase ini diselingi oleh penjajahan Inggris, pada masa ini Belanda menciptakan dan melaksanakan cultuurstelsel.

3. Fase Tengah (1850-1870): cultuurstelsel dihapus diganti oleh politik liberal kolonial.

4. Fase Akhir (1900an) : makin bertambah perusahaan asing yang ada di Indonesia akibat politik open door negeri Belanda.

(8)

etisnya) telah memberi keuntungan besar, ialah dapat memungkinkan adanya asosiasi kebudayaan antar timur dan barat. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa dalam politik etis Van Deventer terutama program edukasinya merupakan pelaksaanan dari politik asosiasi. Politik asosiasi berarti bangsa penjajah berupaya menghilangkan jurang pemisah antara penjajah dengan bangsa terjajah dengan melenyapkan kebudayaan bangsa terjajah diganti dengan kebudayan penjajah. Politik asosiasi memungkinkan Belanda untuk memasukkan nilai-nilai kolonialismenya pada kebudayaan Indonesia, baik yang bersifat rohani, maupun yang terkait dengan produk fisik kebudayaan.

Prawidyarto (2004), mengungkapkan kolonialisme Belanda memiliki ciri-ciri pokok sebagai berikut:

1. Membeda-bedakan warna kulit (color line).

2. Menjadikan tempat jajahan sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan ekonomi negara induk.

3. Perbaikan sosial amat sedikit.

4. Jarak sosial yang jauh antara bangsa terjajah dengan penjajah.

2. Arsitektur Kolonial Belanda

Pada masa penjajahan Belanda, Indonesia mengalami pengaruh

Occidental (Barat) dalam berbagai segi kehidupan termasuk dalam tata kota dan bangunan. Para pengelola kota dan arsitek Belanda banyak menerapkan konsep lokal atau tradisional dalam perencanaan dan pengembangan kota, permukiman dan bangunan-bangunan.

(Wardani, 2009)

(9)

Arsitektur kolonial lebih banyak mengadopsi gaya neo-klasik, yakni gaya yang berorientasi pada gaya arsitektur klasik Yunani dan Romawi. Ciri menonjol terletak pada bentuk dasar bangunan dengan trap-trap tangga naik (cripedoma). Kolom-kolom dorik, ionik dan

corinthian dengan berbagai bentuk ornamen pada kapitalnya. Bentuk pedimen, yakni bentuk segi tiga berisi relife mitos Yunani atau Romawi di atas deretan kolom. Bentuk-bentuk tympanum (konstruksi dinding berbentuk segi tiga atau setengah lingkaran) diletakkan di atas pintu dan jendela berfungsi sebagai hiasan.

Arsitektur kolonial merupakan arsitektur yang memadukan antara budaya Barat dan Timur. Arsitektur ini hadir melalui karya arsitek Belanda dan diperuntukkan bagi bangsa Belanda yang tinggal di Indonesia, pada masa sebelum kemerdekaan. Arsitektur yang hadir pada awal masa setelah kemerdekaan sedikit banyak dipengaruhi oleh arsitektur kolonial disamping itu juga adanya pengaruh dari keinginan para arsitek untuk berbeda dari arsitektur kolonial yang sudah ada.

(Safeyah, 2006)

Arsitektur klonial Belanda adalah gaya desain yang cukup popular di Netherland tahun 1624-1820. Ciri-cirinya yakni (1) facade simetris, (2) material dari batu bata atau kayu tanpa pelapis, (3) entrance mempunyai dua daun pintu, (4) pintu masuk terletak di samping bangunan, (5) denah simetris, (6) jendela besar berbingkai kayu, (7) terdapat dormer (bukaan pada atap). (Wardani, 2009)

Arsitektur kolonial adalah arsitektur cangkokan dari negeri induknya Eropa ke daerah jajahannya, Arsitektur kolonial Belanda adalah arsitektur Belanda yang dikembangkan di Indonesia, selama Indonesia masih dalam kekuasaan Belanda sekitar awal abad ke 17 sampai tahun 1942. (Soekiman,2011)

(10)

termasuk bangunan yang ada di Karaton Surakarta dan Puri Mangkunegaran.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa arsitektur kolonial Belanda merupakan bangunan peninggalan pemerintah Belanda dan bagian kebudayaan bangsa Indonesia yang merupakan aset besar dalam perjalanan sejarah bangsa.

Kebudayaan kolonial Belanda

Elemen-elemen penyusun bangunan merupakan sebuah simbol

yang memiliki makna tersendiri, dan dapat dipahami dan dipelajari

melalui kajian arsitektural.Soekiman (2011) memperjelas bahwa,

orang-orang Belanda, pemilik perkebunan, golongan priyayi, dan

penduduk pribumi yang telah mencapai pendidikan tinggi merupakan

masyarakat papan atas pada saat itu. Mereka ikut serta dalam

penyebaran kebudayaanBelanda, lewat gaya hidup yang serba

mewah.Kebijakan pemerintah Belanda menjadikanbentuk

arsitekturhindia Belandasebagai standar dalam pembangunan

gedung-gedung, baik milik pemerintah maupun swasta. Bentuk tersebut ditiru

oleh mereka yangbersatus sosial cukup baik, terutama para pedagang

dari etnis tertentu, dengan harapan agar memperoleh kesan pada

status sosial yang sama dengan para penguasa dan priyayi.

Bangunan kolonial Belanda juga merupakan bangunan yang

tercipta dari kebudayaan bangsa Belanda, baik secara murni, maupun

yang sudah dipadukan dengan budaya tradisional, dan kondisi

lingkungan sekitar. Bangunan kolonial memiliki makna dan

(11)

arsitekturnya.

2. 1 Aspek Arsitektur Kolonial Nusantara

Widyati (2004) mengklasifikasikan arsitektur bangunan bersejarah yang tidak akan terlepas dari fungsi, material dan style atau gaya. Hal ini diperkuat oleh teori Barry yang menekankan pada empat komponen utama yang perlu analisis atau diteliti studi terhadap fasade bangunan yaitu: pattern, alligment, size dan shape dalam melakukan klasifikasi arsitektur bersejarah. Arsitektur kolonial di nusantara merupakan arsitektur yang berkembang dengan langgam neoklasik.

Di Indonesia, arsitektur neoklasik ini diperkenalkan oleh Herman Willen Daendels saat dia bertugas sebagai gubernur jendral hindia belanda (1808-1811). Daendels saat itu merupakan bekas perwira Louis Napoleon dari Perancis (saat itu Belanda dikuasai Perancis). Setelah revolusi Perancis, timbul gerakan baru neoklasik di Perancis yang disebut dengan "Empire Style". Jadi saat Daendels datang ke Hindia Belanda, ia langsung menerapkan dan mengubah bangunan-bangunan indisch menjadi bangunan-bangunan yang dikenal dengan sebutan "Indische Empire Style".

Handinoto menyebutkan bahwa hal-hal pokok yang perlu dibahas dalam arsitektur kolonial Belanda adalah sebagai berikut:

a. Periodesasi

Handinoto (1996) membagi periodisasi perkembangan arsitektur kolonial Belanda di Indonesia dari abad ke 16 sampai tahun 1940-an menjadi empat bagian, yaitu:

Abad 16 sampai tahun 1800-an

(12)

bentuk yang jelas. Yang lebih buruk lagi, bangunan-bangunan tersebut tidak diusahakan untuk beradaptasi dengan iklim dan lingkungan setempat.

Tahun 1800-an sampai tahun 1902

Ketika pemerintah Belanda mengambil alih Hindia Belanda dari perusahaan dagang VOC. Setelah pemerintahan Inggris yang singkat pada tahun 1811-1815. Hindia Belanda kemudian sepenuhnya dikuasai oleh Belanda. Indonesia waktu itu diperintah dengan tujuan untuk memperkuat kedudukan ekonomi negeri Belanda. Oleh sebab itu, Belanda pada abad ke-19 harus memperkuat statusnya sebagai kaum kolonialis dengan membangun gedung-gedung yang berkesan

grandeur (megah). Bangunan gedung dengan gaya megah ini dipinjam dari gaya arsitektur neo-klasik yang sebenarnya berlainan dengan gaya arsitektur nasional Belanda waktu itu.

Tahun 1902-1920-an

Antara tahun 1902 kaum liberal di negeri Belanda mendesak apa yang dinamakan politik etis untuk diterapkan di tanah jajahan. Sejak itu, pemukiman orang Belanda tumbuh dengan cepat. Dengan adanya suasana tersebut, maka “indische architectuur” menjadi terdesak dan hilang. Sebagai gantinya, muncul standar arsitektur yang berorientasi ke Belanda. Pada 20 tahun pertama inilah terlihat gaya arsitektur modern yang berorientasi ke negeri Belanda.

Tahun 1920 sampai tahun 1940-an

(13)

Indonesia sebagai sumber pengembangannya.

b. Gaya bangunan

Gaya berasal dari bahasa Latin stilus yang artinya alat bantu tulis, yang maksudnya tulisan tangan menunjukan dan mengekspresikan karakter individu. Dengan melihat tulisan tangan seseorang, dapat diketahui siapa penulisnya. Gaya bisa dipelajari karena sifatnya yang publik dan sosial. (Wardani, 2009)

Gaya desain ini timbul dari keinginan dan usaha orang Eropa untuk menciptakan negara jajahan seperti negara asal mereka. Pada kenyataannya, desain tidak sesuai dengan bentuk aslinya karena iklim berbeda, material kurang tersedia, teknik di negara jajahan, dan kekurangan lainnya. Akhirnya, diperoleh bentuk modifikasi yang menyerupai desain di negara mereka, kemudian gaya ini disebut gaya kolonial. (Wardani, 2009)

Gaya atau langgam adalah suatu hal yang tampak dan mudah dikenali dalam desain arsitektur, seperti bentuk (wujud), tampak, elemen-elemen dan ornamen yang biasa menyertainya.

1) Bentuk

Arti kata bentuk secara umum, menunjukkan suatu kenyataan jumlah, tetapi tetap merupakan suatu konsep yang berhubungan. Juga disebutkan sebagai dasar pengertian kita mengenai realita dan seni.dalam arsitektur, arti kata bentuk mempunyai pengertian berbeda-beda, sesuai dengan pandangan dan pemikiran pengamatnya. (Suwondo, 1982)

(14)

merupakan susunan suatu bentuk.

Bentuk merupakan ekspresi fisik yang berupa wujud dapat diukur dan berkarakter karena memeilki tekstur berupa tampak baik berupa tampak tiga dimensi maupun tampak dua dimensi.

2.) Fasade/Tampak bangunan

Fasade bangunan merupakan elemen arsitektur terpenting yang mampu menyuarakan fungsi dan makna sebuah bangunan. Akar kata fasade (façade) diambil dari kata latin facies yang merupakan sinonim dari face (wajah) dan appearance (penampilan). Oleh karena itu, membicarakan wajah sebuah bangunan, yaitu fasade, yang kita maksudkan adalah bagian depan yang menghadap jalan. (Juanda, 2011)

Fasade adalah representasi atau ekspresi dari berbagai aspek yang muncul dan dapat diamati secara visual. Dalam konteks arsitektur kota, fasade bangunan tidak hanya bersifat dua dimensi saja akan tetapi bersifat tiga dimensi yang dapat merepresentasikan masing-masing bangunan tersebut dalam kepentingan public kota atau sebaliknya.

(15)

kolonial adalah manifestasi dari nilai-nilai budaya yang ditampilkan bentuk atap, dinding, pintu, dan jendela serta bentuk ornamen dengan kualitas tinggi sebagai elemen penghias gedung.

Elemen-elemen pendukung wajah bangunan menurut Krier (2001), antara lain adalah sebagai berikut:

a) Atap

Jenis atap ada bermacam-macam. Jenis yang sering dijumpai saat ini adalah atap datar yang terbuat dari beton cor dan atap miring berbentuk perisai ataupun pelana. Secara umum, atap adalah ruang yang tidak jelas, yang paling sering dikorbankan untuk tujuan eksploitasi volume bangunan. Atap merupakan mahkota bagi bangunan yang disangga oleh kaki dan tubuh bangunan, bukti dan fungsinya sebagai perwujudan kebanggaan dan martabat dari bangunan itu sendiri.

(16)

menjadi patokan untuk menentukan ukuran sebuah pintu. Contohnya pada sebuah bangunan monumental, biasanya ukuran dari pintu dan bukaan lainnya disesuaikan dengan proporsi kawasan sekitarnya.

Posisi pintu ditentukan oleh fungsi ruangan atau bangunan, bahkan pada batasan-batasan fungsional yang rumit, yang memiliki keharmonisan geometris dengan ruang tersebut. Proporsi tinggi pintu dan ambang datar pintu terhadap bidang-bidang sisa pada sisi-sisi lubang pintu adalah hal yang penting untuk diperhatikan. Sebagai suatu aturan, pengaplikasian sistem proporsi yang menentukan denah lantai dasar dan tinggi sebuah bangunan, juga terhadap elemen-elemen pintu dan jendela. Alternatif lainnya adalah dengan membuat relung-relung pada dinding atau konsentrasi suatu kelompok bukaan seperti pintu dan jendela.

c) Jendela

(17)

ini mewakili kondisi-kondisi sosial, karena masing-masing tingkat dihuni oleh anggota dari kelas sosial yang berbeda. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan jendela pada wajah bangunan, antara lain adalah sebagai berikut; proporsi geometris wajah bangunan, penataan komposisi, yaitu dengan pembuatan zona wajah bangunan yang terencana, memperhatikan keharmonisan proporsi geometri. Jendela dapat bergabung dalam kelompok-kelompok kecil atau membagi wajah bangunan dengan elemen-elemen yang hampir terpisah dan membentuk simbol atau makna tertentu.

d) Dinding

Dinding juga memiliki peranan yang tidak kalah pentingnya dengan jendela dalam pembentukan wajah bangunan. Penataan dinding apat diperlakukan sebagai bagian dari seni pahat sebuah bangunan, bagian khusus dari bangunan dapat ditonjolkan dengan pengolahan dinding yang unik, yang bisa didapatkan dari pemilihan bahan, ataupun cara finishing dari dinding itu sendiri, seperti warna cat, tekstur, dan juga tekniknya. Permainan kedalaman dinding juga dapat digunakan sebagai alat untuk menonjolkan wajah bangunan.

(18)

foto 1. Deretan kolom gaya Yunani ini sudah tidak bisa kita saksikan kembali. Lokasi: Surabaya, Werfstraat.

Agaknya gaya "Indische Stijl" yang lebih dulu eksis (telah menyesuaikan dengan filosofi Jawa), dinilai kurang mencerminkan keangkuhan dan kekuasaan, oleh karena itu diambillah gaya Empire ke Hindia Belanda oleh Daendels.

(19)

foto 3. Interior dari Istana Gubernur Jendral di Batavia (Jakarta).

Daendels yang datang dengan angkuh setelah tiba di Batavia, membangun Gouvernementshotel dan memboyong suasana Eropa ke dalam kota Batavia. Karena Daendels hanya memboyong tanpa memikirkan kondisi iklim yang lembab, jendela2-jendela pada bangunannya tidak terlindungi dari panas dan hujan (ini masih bisa kita lihat dalam bangunan tersisa yang masih eksis).

(20)

Di Surabaya, Daendels merenovasi gedung di simpang (kini Grahadi) menjadi gaya "Indisch Empire Style". sejak saat itu banyak gedung di Surabaya dibangun dengan gaya ini. misalnya gedung pengadilan di jalan pahlawan (sudah hancur karena bom), gedung kantor pos jalan bibis, panti asuhan di jalan sampoerna (kini House of Sampoerna), dan lainnya.

foto 5.Gedung BPN (badan pertanahan nasional) di

jalan Tunjungan,

(21)

foto 6. house of sampoerna, fasadnya mengalami perubahan dari aslinya.

Penerapan langgam arsitektur neo-klasik pada Gedung Arsip Nasional, Jakarta

Penjajahan yang dilakukan oleh Belanda membawa pengaruh besar terhadap perkembangan arsitektur di Indonesia. Salah satunya adalah arsitektur vilaReiner de Klerk, Gubernur Jenderal Belanda. Langgam arsitektur yang digunakan merupakan replika dari langgam arsitektur yang diterapkan di Belanda pada saat itu.

Penerapan langgam arsitektur Neo Klasik pada Gedung Arsip Nasional ini diteliti dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif melalui observasi secara langsung terhadap objek studi dan

wawancara dengan badan-badan terkait. Selain itu juga menggunakan teori arsitektur Neo Klasik dan unsur-unsur arsitektur yang dimiliki Balai Kota Lama Amsterdam yang bergaya Neo Klasik sebagai tolok ukur dalam mengkaji penerapan langgam arsitektur Neo Klasik di Indonesia.

Bangunan Neo Klasik yang menjadi objek penelitian adalah Gedung Arsip Nasional, Jakarta. Bangunan ini dibangun padaawal periode Neo Klasik, yaitu tahun 1760 sehinggatelah menerapkan karakteristik langgam arsitektur Neo Klasik, terutama langgam Neo Klasik Belanda.

Berdasarkan penelitian, didapatkan hasil analisis bahwa penerapan langgam arsitektur Neo Klasik pada Gedung Arsip Nasional diketahui dari unsur tatanan massa, bentuk massa, penataan lansekap, sirkulasi tapak dan bangunan, tatanan ruang dalam bangunan, tampak, elemen entablature, dinding, jendela, ornamen, tangga eksterior, pedestal, stylobate, lantai, konstruksi dan material bangunan.

(22)

Nasional. Namun, ditemukan beberapa perbedaan yang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu situasi dan kondisi, keterbatasan material, kurangnya tenaga ahli yang terampil, serta budaya lokal yang

memengaruhi. (abstrak Melisa Juswadi dan Rahadhian Prajudi)

DAFTAR PUSTAKA

Handinoto, 1994, Indisch Empire Style

Handinoto, Daendels dan Perkembangan Arsitektur di Hindia Belanda Abad 19 http://en.wikipedia.org/wiki/Neoclassical_architecture

http://en.wikipedia.org/wiki/Herman_Willem_Daendels skyscrapercity.com

http://library.gunadarma.ac.id/

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang diperoleh tersebut menunjukan bahwa nilai signifikan sebesar 0,001 < alpha 0,05 maka keputusannya adalah Ho ditolak dan Ha diterima sehingga dapat

a) Quiters (mereka yang berhenti). Tak diragukan lagi, ada banyak orang yang memilih untuk keluar menghindari kewajiban, mundur dari usahanya. Mereka ini disebut dengan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas dan efisiensi adsorpsi terbesar dihasilkan oleh adsorben H yang terbuat dari ampas tebu dengan aktivasi asam (ATA).. Pada nisbah

Adanya suatu barrier yang memisahkan fauna (tikus) di sebelah utara daerah Palu dengan fauna dari daerah di sebelah selatan di masa lalu, maka berdasarkan analisis topografi,

Tubuh membulat pipih (discus), pola warna dasar putih dengan garis-garis coklat muda vertikal, mulut meruncing, bagian kepala bergaris coklat muda tepat pada

Menentukan kondisi operasi yang optimal (daya microwave , lama waktu ekstraksi, dan rasio antara bahan baku yang akan diekstrak dengan pelarut yang digunakan) dari

MARKET VALUE ADDED PADA PERUSAHAAN MAKANAN DAN MINUMAN YANG TERDAFTAR DI BURSA

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada nabi akhir zaman, yang telah mendapatkan mukjizat paling besar dan menjadi pembuka pintu surga, yaitu nabi besar kita Muhammad