• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH EKONOMI SUMBERDAYA PERTANIAN (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH EKONOMI SUMBERDAYA PERTANIAN (1)"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH EKONOMI SUMBERDAYA PERTANIAN

PERALIHAN HAK KEPEMILIKAN DAN SEWA ATAS TANAH

Oleh : Kelompok 2

Yoseph Kurniawan (522012027) Jon Situnas Mekar (522013068) Ermelinda Bola (522014008) Pebriana Dwi Ariyani (522014031) Juniandri Masri (522014047) Albert Melkisedek (522014054) Agnes Chaprilla (522014061)

FAKULTAS PERTANIAN DAN BISNIS

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)

I. LATAR BELAKANG

Masalah tanah merupakan persolan yang rumit. Tanah adalah harta yang sangat penting kedudukannya bagi setiap orang. Apalagi bagi petani, karena hidup matinya tergantung pada tanah yang merupakan tempat mencari nafkah. Juga sumber kehidupan yang sudah turun – temurun dimiliki sejak nenek moyang. Hubungan manusia dengan tanah sejak dulu memiliki keterkaitan yang erat. Persoalan tentang tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting oleh karena sebagian besar daripada kehidupan manusia adalah sangat tergantung pada tanah. Tanah dapat dilihat sebagai suatu yang mempunyai sifat permanen dan dapat dicadangkan untuk kehidupan masa yang akan datang.

Dengan pertambahan penduduk yang cepat sedangkan jumlah tanah yang tersedia relatif tetap, maka pemilikan tanah semakin tidak merata. Pemilikan tanah yang tidak merata dapat mempertajam jurang semakin tajam diantara penduduk. Pemilikan tanah terlalu kecil bagi usaha pertanian, sekitar 0,5 Ha, tidak menjamin pendapatannya. Dari produksinya yang kecil menyebabkan perolehan pendapatan juga kecil.

(3)

penghidupan dan hidup manusia sebab tanah bukan saja sebagai tempat berdiam juga tempat bertani, lalu lintas, perjanjian dan pada akhirnya tempat manusia berkubur. Sebagaimana diketahui sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria berlaku bersamaan dua perangkat hukum tanah di Indonesia (dualisme). Satu bersumber pada hukum adat disebut hukum tanah adat dan yang lain bersumber pada hukum barat disebut hukum tanah Barat. Dengan berlakunya hukum agraria yang bersifat nasional (UU No. 5 Tahun 1960) maka terhadap tanah-tanah dengan hak barat maupun tanah-tanah dengan hak adat harus dicarikan padanannya di dalam UUPA. Untuk dapat masuk ke dalam sisem dari UUPA diselesaikan dengan melalui lembaga konversi. Setelah adanya UUPA masih saja ada masalah yang lingkupnya pada hak atas tanah, seharusnya ada suatu peraturan yang menjelaskan lebih jelas dan mengikat mengenai hak atas tanah. Undang-undang pertanahan tersebut diharapkan secepatnya dibuat dan diundangkan agar dapat memberikan kepastian hukum dan jaminan perlindungan hukum kepemilikan dan penguasaan hak atas tanah. Selain peralihan hak – hak kepemilikan, yang sering menjadi masalah juga adalah sewa/kontrak atas tanah. Sewa tanah merupakan konsep penting dalam teori ekonomi sumberdaya tanah. Timbulnya rencana sewa/kontrak terhadap tanah, dikarenkan semakin mendesaknya kebutuhan akan tanah dari waktu ke waktu. Sementara itu adanya pemilikan tanah dalam skala besaroleh orang – orang tertentu, akan mendorong orang – orang yang tidak mempunyai tanah untuk mengadakan sewa/kontrak untuk berbagai keperluannya. Sehingga dengan bertambahya jumlah penduduk dari tahun ke tahun mengakibatkan permintaan terhadap tanah semakin meningkat pula. Dilain pihak banyak pemilik – pemilik tanah yang tidak mau melepaskan tananhya tetapi mereka berusaha mendapatkan pendapatan dari tanahnya tanpa harus menjualnya, melainkan lewat sewa/kontrak yang dilakukannya.

II. TUJUAN

Adapun tujuan dari makalah ini adalah :

1. Mengetahui bagaimana hak atas tanah dapat dialihkan dan jenis tanah apa saja yang dapat dialihkan.

(4)

III. TINJAUAN PUSTAKA

Berdasarkan Ensiklopedi Indonesia, Tanah adalah campuran bagian-bagian batuan dengan material serta bahan organik yang merupakan sisa kehidupan yang timbul pada permukaan bumi akibat erosi dan pelapukan karena proses waktu.

Menurut Darmawijaya (1990), Tanah sebagai akumulasi tubuh alam bebas, menduduki sebagain besar permukaan planet bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman, dan memiliki sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam keadaan relief tertentu selama jangka waktu tertentu pula.

Menurut Soil Survey Staff (1999), Tanah merupakan suatu benda alam yang tersusun dari padatan (bahan mineral dan bahan organik), cairan dan gas, yang menempati permukaan daratan, menempati ruang, dan dicirikan oleh salah satu atau kedua berikut: horison-horison, atau lapisan-lapisan, yang dapat dibedakan dari bahan asalnya sebagai hasil dari suatu proses penambahan, kehilangan, pemindahan dan transformasi energi dan materi, atau berkemampuan mendukung tanaman berakar di dalam suatu lingkungan alam.

(5)

tanah tersebut (Pasal 4 ayat 2). Dengan demikian, maka pengertian tanah dalam penggunaannya berarti ruang ”

Tanah sama dengan permukaan bumi (Pasal 1 ayat 2 Jo Pasal 4 ayat 1 UUPA), diartikan sama dengan ruang pada saat menggunakannya karena termasuk juga tubuh bumi dan air di bawahnya dan ruang angkasa di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.

Hak atas tanah telah diatur dalam Bab II UUPA. Dimana hak atas tanah adalah hak yang memeberi wewenang kepada yang empunya hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya.

Hak-hak atas tanah menurut pasal 16 j0 53 UUPA ialah : Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Membuka Tanah, Hak Memungut Hasil Hutan, Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang dan Hak Sewa Tanah Pertanian.

Adapun pengelompokkan hak-hak atas tanah yaitu sebagai berikut: a. Hak atas tanah yang bersifat tetap: Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

(6)

10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah atau Peraturan Pemerintah ini (Pasal 1 Angka 9 PP No. 24 Tahun 1997).

Dalam hal sistem pendaftaran tanah, maka dikenal dua sistem kegiatan pendafataran tanah, yaitu: 1. Pendaftaran tanah secara sistematik

Berdasarkan Pasal 1 Angka 10 PP No. 24 Tahun 1997, pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah suatu desa/kelurahan.

2. Pendaftaran tanah secara sporadik

Berdasarkan Pasal 1 Angka 11 PP No. 24 tahun 1997, pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau missal.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tetap dipertahankan tujuan diselenggarakannya pendaftaran tanah yang pada hakikatnya sudah ditetapkan dalam Pasal 19 UUPA yaitu bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dalam rangka menjamin kepastian hukum di bidang pertanahan. Secara rinci tujuan dari pendaftaran tanah di jelaskan dalam Pasal 3 dan 4 PP Nomor 24 Tahun 1997. Pasal 3 tertulis bahwa :

“Pendaftaran tanah bertujuan :

a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.

b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar.

c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Lebih lanjut dalam Pasal 4 ditulis bahwa :

a. Untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah.

(7)

c. Untuk mencapai tertib administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c setiap bidang tanah dan satuan rumah susun termasuk peralihan, pembebanan dan hapusnya hak atas bidang tanah dan hak milik atas satuan rumah susun wajib didaftar.

Kepastian hukum yang dimaksud dari Pasal 3 dan 4 tersebut meliputi 2 hal, yaitu:

a. Kepastian hukum mengenai objek (data fisik), yaitu keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan di atasnya.

b. Kepastian hukum mengenai subjek (data yuridis), yaitu keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan hak pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya.

Dilaksanakannya pendaftaran tanah juga bertujuan untuk menyediakan informasi kepada para pihak yang berkepentingan. Dengan tersedianya informasi ini, maka akan memudahkan berbagai pihak yang ingin mengetahui segala sesuatu yang berhubungan dengan bidang-bidang tanah atau satuan rumah susun yang sudah terdaftar tanpa harus mengecek langsung ke lokasi di mana bidang tanah yang dimaksud berada.

Penyajian data tersebut dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan Nasional Kabupaten/ Kota khususnya Seksi Tata Usaha Pendaftaran Tanah. Informasi yang dimaksud adalah keterangan atau dokumen yang terdapat dalam daftar umum. Disebut sebagai daftar umum karena daftar dan peta-peta di dalamnya terbuka untuk umum. Oleh karena itu para pihak berhak untuk mengetahui data yang tersimpan di dalamnya sebelum melakukan perbuatan hukum mengenai suatu bidang tanah atau satuan rumah susun.

Daftar umum tersebut terdiri atas :

a. Peta pendaftaran, yaitu peta yang menggambarkan bidang atau bidang-bidang tanah untuk keperluan pembukuan tanah.

b. Daftar tanah, yaitu dokumen dalam bentuk daftar yang memuat identitas bidang tanah dengan suatu sistem penomoran.

c. Surat ukur, yaitu dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian yang diambil datanya dari peta pendaftaran.

d. Buku tanah, yaitu dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu objek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya.

(8)

Data yang tercantum dalam daftar nama tidak terbuka untuk umum. Hanya diperuntukkan bagi instansi pemerintah tertentu untuk keperluan pelaksanaan tugasnya. Dalam penjelasan Pasal 34 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 dipaparkan bahwa daftar nama sebenarnya tidak memuat keterangan mengenai tanah, melainkan hanya memuat keterangan mengenai orang perseorangan atau badan hukum dalam hubungannya dengan tanah yang dimilikinya.

Dalam Pasal 30 dan 31 PP Nomor 24 Tahun 1997 diuraikan bahwa tujuan pendaftaran tanah untuk menghimpun dan menyediakan informasi yang lengkap mengenai bidang-bidang tanah dipertegas dengan dimungkinkannya pembukuan bidang-bidang tanah yang data fisik dan/ atau data yuridisnya belum lengkap atau masih disengketakan, walaupun untuk tanah-tanah demikian belum dikeluarkan sertifikat sebagai tanda bukti haknya.

Sertifikat tanah adalah produk final dari manajemen pertanahan yang berfungsi sebagai alat bukti pemilikan sekaligus sebagai sarana pengendali bidang tanah menuju tanah untuk kemakmuran dan keadilan serta menjamin kelangsungan pembangunan berkelanjutan bagi seluruh rakyat NKRI. Oleh karenanya maka penerbitan sertifikat tanah hanya dapat dikelola dalam satu sistem terpusat.

Berdasarkan Pasal 1 Angka 20 PP No. 24 Tahun 1997, sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.

Lalu, dalam Pasal 32 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 menjelaskan bahwa sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.

Selanjutnya dalam hal sewa tanah, menurut Cahyono (1983) sewa tanah dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Contract rent (sewa tanah) sbg pembayaran dari penyewa ke pemilik di mana pemilik melakukan kontrak sewa dlm jangka waktu ttt

(9)

Dalam hal perbedaan sewa tanah, menurut David Ricardo terjadi karena adanya perbedaan kesuburan tanah. Tanah yang subur akan menerima sewa tanah yang lebih tinggi disbanding tanah yang tidak subur. Mengapa demikian? Karena tanah yang subur mampu memberikan hasil yang lebih banyak dibanding tanah yang tidak subur. Dengan demikian, tinggi rendahnya sewa tanah bergantung pada tingkat kesuburan tanahnya. Sewa tanah yang berbeda disebut dengan istilah “differential rent” (yang berasal dari kata rent = sewa dan di fferential = berbeda). Sehingga, teori David Ricardo disebut juga dengan istilah “Teori Sewa Tanah Diferensial. Pada umumnya petani akan mengolah terlebih dahulu tanah yang subur karena memberikan hasil yang memuaskan. Tetapi sekarang ini tanah yang tidak subur dan gersang juga sudah diolah. Jumlah penduduk yang semakin bertambah (mencapai 6 miliar) dan kemajuan teknologi telah mendorong manusia untuk mengolah tanah yang tidak subur dan gersang. Dewasa ini, di negara-negara Timur Tengah pun dengan menggunakan teknologi pertanian yang modern telah mampu mengolah tanah yang gersang menjadi lahan pertanian yang subur, menghijau dan menghasilkan aneka sayursayuran dan buah-buahan.Teori David Ricardo hanya memperhitungkan tinggi rendahnya sewa tanah berdasarkan tingkat kesuburan tanah dan belum memperhitungkan letak tanah yang ternyata juga mampu memengaruhi tinggi rendahnya sewa tanah.

Lalu Von Thunen mengembangkan Teori David Ricardo dengan menambahkan “letak tanah” sebagai faktor yang mampu memengaruhi tinggi rendahnya sewa tanah. Beberapa bidang tanah yang memiliki tingkat kesuburan yang sama tetapi letaknya berbeda-beda (ada yang dekat pasar, dekat jalan raya, dekat pabrik atau jauh di pedalaman) tentu memiliki sewa tanah yang berbeda-beda. Menurut Von Thunen, tanah yang subur dan letaknya strategis (mudah dijangkau atau dekat kota) memiliki sewa tanah yang mahal, karena letak yang strategis memudahkan hasil pertanian cepat diangkut ke tempat-tempat penjualan dengan biaya murah. Dalam kenyataan sehari-hari, ada bermacam-macam kegiatan ekonomi seperti kegiatan di terminal, pasar, pusat-pusat perbelanjaan, perusahaan, dan pusat-pusat perkantoran yang memerlukan tempat-tempat strategis dan tidak terlalu mengutamakan unsur kesuburan tanah. Dalam kasus demikian, factor utama yang menentukan tinggi rendahnya sewa tanah adalah “letak tanah”. Semakin strategis letak tanah semakin mahal pula sewa tanah.

(10)

Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi yang disebut permukaan bumi. Tanah yang dimaksudkan di sini bukan mengatur tanah dalam segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya yaitu tanah dalam pengertian yuridis yang disebut hak. Tanah sebagai bagian dari bumi disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA yaitu “atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.

Konsep hak-hak atas tanah yang terdapat dalam hukum agraria nasional membagi hak-hak atas tanah dalam dua bentuk:

1. hak-hak atas tanah yang bersifat primer yaitu hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki atau dikuasai secara langsung oleh seorang atau badan hukum yang mempunyai waktu lama dan dapat dipindahtangankan kepada orang lain atau ahli warisnya seperti Hak Milik (HM), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai (HP).

(11)

Adapun yang menjadi peraturan perundang-undangan mengenai peralihan hak atas tanah yaitu:

- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria;

- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1963 Tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah;

- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha (“HGU”), Hak Guna Bangunan (“HGB”) Dan Hak Pakai Atas Tanah Negara (“HP“);

- Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“PP No.40/1997“); - Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1996 Tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Orang Asing (“PP No.41/1996“); dan

- Instruksi Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999 Tentang Percepatan Pelayanan Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah (“InMenAg No.2 Tahun 1999″).

Dengan konsep peralihan hak atas tanah, yang dilakukan dengan cara jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang. Dengan demikian berarti setiap peralihan hak milik atas tanah, yang dilakukan dalam bentuk jual beli, tukar menukar atau hibah harus dibuat di hadapan PPAT. Jual beli, tukar menukar atau hibah ini dalam konsepsi hukum adat adalah suatu perbuatan hukum yang bersifat terang dan tunai. Dengan terang dimaksudkan bahwa perbuatan hukum tersebut harus dibuat di hadapan pejabat yang berwenang yang menyaksikan dilaksanakan atau dibuatnya perbuatan hukum tersebut. Sedangkan dengan tunai diartikan bahwa dengan selesainya perbuatan hukum dihadapan PPAT berarti pula selesainya tindakan hukum yang dilakukan dengan segala akibat hukumnya. Ini berarti perbuatan hukum tersebut tidak dapat dibatalkan kembali, kecuali terdapat cacat cela secara substansi mengenai hak atas tanah (hak milik) yang dialihkan tersebut, atau cacat mengenai kecakapan dan kewenangan bertindak atas bidang tanah tersebut.

Dengan demikian berarti, agar peralihan hak atas tanah, dan khususnya hak milik atas tanah tersebut dapat terselenggara secara benar, maka seorang PPAT yang akan membuat peralihan hak atas tanah harus memastikan kebenaran mengenai hak atas tanah (hak milik) tersebut, dan mengenai kecakapan dan kewenangan bertindak dari mereka yang akan mengalihkan dan menerima pengalihan hak atas tanah tersebut.

(12)

Dalam UUPA diatur dasar hukum peralihan hak atas tanah, yaitu dalam pasal 20, 28, 35 dan 43.

- Pasal 20 ayat (2):

Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. - Pasal 28 ayat (3):

Hak guna usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. - Pasal 35 ayat (3):

Hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Mengenai hak pakai ada pembatasan seperti diatur dalam pasal 43:

(1) Sepanjang mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara maka hak pakai hanya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan izin pejabat yang berwenang

(2) Hak pakai atas tanah milik hanya dapat dialihkan kepada pihak lain, jika hal itu dimungkinkan dalam perjanjian yang betsangkutan.

b. Peralihan Hak Atas Tanah karena Pewarisan.

Hak-hak atas tanah mempunyai peranan sangat penting dalam kehidupan manusia ini, karena semakin maju masyarakat, semakin padat penduduknya, maka akan menambah lagi pentingnya kedudukan hak-hak atas tanah. Di dalam UUPA telah ditentukan bahwa tanah-tanah di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia harus didaftarkan, hal ini sesuai dengan Pasal 19 ayat (1) UUPA yang berbunyi:

“Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadkan Pendaftaran Tanah, yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”

Selain itu juga diatur dalam ketentuan Pasal 23 ayat (1) UUPA yang berbunyi sebagai berikut:

“Hak milik, demikian juga setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksudnya dalam Pasal 19”

Sedangkan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dala Pasal 19 ayat (1) UUPA adalah Peraturan Pemerintah Noor 10 Tahun 1961 yang sekarang telah disempurnakan dengn Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Menurut Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 disebutkan:

(13)

(2) Pembukuan dalam buku tanah serta pencatatannya dalam surat ukur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bukti bahwa hak yang bersangkutan beserta pemegang haknya dan boidang tananhya yang diuraikan dalam surat ukur secara hukum telah didaftar menurut Peraturan Pemerintah ini.

(3) Pembukuan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan alat bukti yang dimaksud dalam Pasal 23 dan berita acara pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28”

Dengan sistem buku tanah berarti bahwa setiap hak atas tanah yang wajib didaftarkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 harus dibuat salinan dari buku tanah untuk diterbitkannya sertifikat.

Pendaftaran peralihan hak karena pewarisan diwajibkan dalam rangka memberikan perindungan hukum kepada para ahli waris dan demi ketertiban tata usaha pendaftaran tanah, agar data yang tersimpan dan disajikan selalu menunjukkan keadaan yang mutakhir. Proses pewarisan itu terjadi disebabkan oleh meninggalnya seseorang dengan meninggalnya sejumlah harta kekayaan, baik yang materiil maupun immateriil dengan tidak dibedakan antara barang bergerak dan barang tidak bergerak.

Pada dasarnya proses beralihnya harta kekayaan seseorang kepada ahli warisnya yang dinamakan pewarisan terjadi hanya karena kematian, oleh karena itu pewarisan baru akan terjadi jika terpenuhi tiga persayaratan yaitu:

1. Ada seseorang yang meninggal dunia

2. Ada orang yang masih hidup sebagai ahli waris yang akan memperoleh warisan pada saat pewaris meninggal dunia;

3. Ada sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan pewaris.

(14)

Untuk setiap perjanjian yang bermaksud mengalihkan hak atas tanah harus dibuatkan suatu akta yang dibuat oleh Pejabat yang berwenang yaitu Pejabat Pebuat Akta Tanah. Menuruut Pasal 6 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menyebutkan bahwa:

“Dalam melaksanakan pendaftaran tanah, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh PPAT dan Pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut Peraturan Peerintah ini dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan”.

Sebelum Pejabat membuat akta peralihan hak atas tanah harus diperlihatkan lebih dahuku sertifikat tanah yang bersangkutan, bila tanah itu telah didaftarkan atau dibukukan dalam bentuk tanah pada Kantor Agraria Seksis Pendaftaran Tanah. Bila tanah itu belum didaftarkan atau dibukukan dalam buku tanah maka sebagai pengganti sertifikat tanah harus diserahkan surat keterangan pendaftaran tanah dari Kantor Agraria Seksi Pendaftaran Tanah setempat, bahwa tanah itu belum mempunyai sertifikat atau sertifikat sementara.

Menurut ketentuan, akta harus ditandatangani oleh semua pihak, oleh PPAT dan para saksi. Dan pada umumnya dibuat dalam rangkap empat, yaitu:

1. Satu helai (yang asli) bermaterai Rp. 6.000,- untuk disimpan dalam protokol pejabat. 2. Satu helai bermaterai Rp. 6000.,- untuk keperluan Kantor Pertanahan.

3. Satu helai untuk keperluan lampiran permohonan izin (apabila diperlukan izin) 4. Satu helai untuk yang berkepentingan

Untuk semua akta peralihan hak, sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 11 Tahun 1961 dan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 6 Agustus 1977 Nomor SK.104/DJA/1977 harus dipergunakan formulir-formulir yang tercetak di kantor Pos.

Menurut UUPA tidak cukup dibuatkan akta saja tetapi harus melakukan proses balik nama untuk membuat sertifikat, untuk balik nama atau perubahan nama dari pemilik lama kepada rekomendasi dari Pejabat Pebuat Akta Tanah. Tetapi dengan adanya akta sudah cukup untuk memperoleh hak milik, karena haknya sudah beralih, hanya saja belum memiliki kepastian hukum di kemudian hari. Karena untuk menjamin kepastian hukum harus dibuktikan dengan sertifikat bukan oleh akta. Akta hanya berfungsi sebagai tanda bukti hak. Adapun syarat balik nama adalah:

1. Ada akta pejabat (akta peralihan hak)

(15)

3. Rekomendasi atau surat pengantar balik nama dari PPAT.

Pasal 11 PP Nomor 24 Tahun 1997 mengatur kegiatan pelaksanaan Pendaftaran Tanah, bahwa “Pelaksanaan Pendaftaran Tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah”.

Selanjutnya untuk pendaftaran peralihan hak milik atas tanah karena pewarisan yang wajib dilakukan oleh pihak yang memperoleh tanah hak milik sebagai warisan diatur dalam Pasal 42 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang berbunyi sebagai berikut: “Untuk pendaftaran peralihan hak karena pewarisan mengenai bidang tanah hak yang sudah didaftar dan hak milik atas satuan rumah susun sebagai yang diwajibkan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 36, wajib diserahkan oleh yang menerima hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan, surat kematian orang yang namanya dicatat sebagai pemegang haknya dan surat tanda bukti sebagai ahli waris”.

Dari ketentuan di atas, apabila seseorang pemilik tanah meninggal dunia, maka orang yang menerima warisan itu dalam waktu 6 (enam) bulan harus mendaftarkan tanah warisannya tersebut ke Badan Pertanahan Nasional, waktu 6 (enam) bulan itu dapat diperpanjang oleh Badan Pertanahan Nasional.

Menurut ketentuan pasal 61 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 :

“Untuk pendaftaran peralihan hak karena pewarisan yang diajukan dalam waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal meninggalnya pewaris, tidak dipungut biaya pendaftaran”.

Sesuai dengan pasal tersebut di atas, bahwa penerima warisan (ahli waris) harus mendaftarakan tanahnya ke Kantor Pertanahan. Tetapi harus diperhatikan terlebih dahulu apakah tanahnya tersebut sudah dibukukan atau belum. Apabila tanahnya belum dibukukan sesuai dengan ketentuan Pasal 42 ayat (2) PP No. 24 tahun 1997 yang berbunyi sebagai berikut:

“jika bidang tanah yang merupakan warisan belum didaftar, wajib diserahkan juga dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud dalam pasal 39 ayat (1) huruf b”

Dokumen yang membuktikan adanya hak atas tanah pada yang mewariskan diperlukan setelah pendaftaran untuk pertama kali hak yang bersangkutan atas nama yang mewariskan. Hal tersebut dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 42 ayat (2) PP Nomor 24 tahun 1997.

Dari ketentuan Psal 42 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 di atas maka:

(16)

Kepala kantor Pertanahan dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya.

2. Surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum bersertifikat dari kantor Pertanahan, atau untuk tanah yang terletak di daerah yang jauh dari kedudukan kantor Pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan.

3. Berdasarkan data butir 1 dan 2 di atas kemudian dibuatkan akta waris oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Kemudian pemohon (ahli waris) mendaftarkan ke kantor Badan Pertanahan Nasional dengan persyaratan yang ada.

c. Peralihan hak atas tanah karena jual-beli

Di dalam UUPA tidak terdapat penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan pengertian jual beli itu. Menurut hukum barat yang pengaturannya terdapat dalam pasal 1457 KUHPerdata, jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu (penjual) mengikatkan dirinya untuk menyerahkan (hak miliknya) suatu benda dan pihak yang lain (pembeli) untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Menurut pasal 1458 jual beli itu dianggap telah mencapai kata sepakat mengenai benda yang diperjualbelikan itu seta harganya, biarpun benda tersebut belum diserahkan dan harganya belum dibayar.

Tetapi dengan adanya jual beli saja, hak milik atas benda yang diperjual belikan, belumlah beralih kepada pembeli, walaupun harganya sudah dibayar, sebab hak milik atas tanah tersebut baru beralih kepada pemiliknya apabila telah dilakukan apa yang disebut penyerahan yuridis ( juridische levering), yang wajib diselenggarakan dengan pembuatan akta tanah dimuka dan oleh Kepala Kantor Pendaftaran tanah selaku overschrijvings ambtenaar menurut Overschrijvings Ordonnanties 1934 No. 27 dan pasal 1459 KUHPerdata.

Beralihnya hak milik atas tanah hanya dapat di buktikan dengan akta. Perbuatan hukum itu lazim disebut ( overschrijying ) aktanya disebut “akta balik nama ”, sedang pejabatnya disebut “ Pejabat balik nama” ; Sebelum dilakukan penyerahan yuridis, melainkan penjual yang masih merupakan pemilik atas tanah yang bersangkutan biarpun tanah yang diperjual belikan tersebut sudah di kuasai oleh pembeli.

(17)

KUHPerdata, tetapi suatu perbuatan hukum yang berupa penyerahan tanah yang bersangkutan oleh penjual kepada pembeli untuk selama-lamanya pada saat yang mana pihak pembeli menyerahkan harganya kepada penjual. Dengan dilakukan jual beli tersebut, maka hak milik atas tanah itu beralih kepada pembeli. Walaupun misalnya baru dianggap telah dibayar penuh. Jual beli tanah menurut hukum adat bersifat contant atau tunai. Dengan dilakukannya jual beli itu dihadapan Kepala Desa/Adat, maka jual beli itu menjadi “terang”, dan bukan merupakan perbuatan hukum yang gelap. Jadi, walaupun tanpa sertifikat kepemilikan, asal dilakukan di hadapan Kepala Desa/Adat, maka tanah tersebut dapat beralih kepemilikannya. Oleh karena itu pembeli mendapat pengakuan dari masyarakat sebagai pemilik yang baru dan akan mendapat perlindungan hukum apabila di kemudian hari ada gugatan terhadapnya.

Selanjutnya, dalam hal sewa atas tanah dengan teori sewa tanah mahzab Physiokratik menyatakan bahwa sewa tanah (land rent) sebenarnya telah mulai pada zaman praklasik, yaitu pada mazhab physiokratik yang merupakan tahap pendahulu bagi mazhab klasik. Terutama perkembangan pemikiran ekonomi yang telah dikemukakan oleh Francois Quesnay (1694-1774) dan Baron Jaques Turgot (1721-1781) yang dapat dianggap sebagai proses transisi ke arah pemikiran para pakar ekonomi pada mazhab klasik.

Kaum physiokrat kembali pada ajaran tradisional bahwa semua kekayaan berasal dari tanah, hanya tanah yang dapat memberikan hasil melalui apa yang ditanam ke dalamnya. Jadi, surplus satu-satunya itu berasal dari tanah. Tokoh penganut ajaran physiokrat Francois Quesnay berkebangsaan Perancis menganggap tanah sebagai satu-satunya sumber pendapatan dan kekayaan. Hanya sektor pertanianlah yang dapat dianggap produktif karena hanya sektor tersebut yang menghasilkan sisa produk bersih (product net), dalam artian adanya selisih (surplus) antara hasil produksi dengan konsumsi.

(18)

menerima sewa sebagai suatu imbalan jasa atas penggunaan tanahnya. Tokoh Physiokrat lainnya Baron Jaques Turgot, ia mempunyai pemikiran tentang masalah ekonomi masyarakat yang sehaluan dan sejalan dengan pola dan garis pemikiran yang dikemukakan oleh Quesnay. Sebagaimana juga tercermin pada karyanya yang berjudul Reflexions Sur La Formation et la Distribution Des Richesses (1766), Turgot berpendapat bahwa produk bersih yang diciptakan oleh penggarap tanah menjadi sumber satu-satunya yang dapat memelihara kehidupan golongan masyarakat lainnya. Akan tetapi, dalam kenyataannya sebagian besar surplus itu jatuh (dinikmati) oleh pemilik tanah sebagai sewa tanah yang akhirnya bertumbuh menjadi akumulasi modal.

Turgot juga mengungkapkan bahwa besar kecilnya imbalan jasa bagi penggunaan tanah, yaitu tingkat sewa tanah berbeda-beda sesuai dengan perbedaan mutu lahan yang digunakan pada kegiatan produksi yang bersangkutan. Turgot untuk pertama kalinya merumuskan suatu kecenderungan dalam produksi pertanian yang kemudian dikenal dalam teori ekonomi sebagai Law Diminishing Returns (LDR). Menurut Turgot, pertambahan modal secara berlipat ganda dalam produksi pertanian tidak membawa pelipatan hasil produksinya dengan tingkat yang sepadan dengan tingkat pelipatgandaan modal. Secara absolut hasil produksi itu memang bertambah tetapi secara nisbi pertambahan itu semakin menurun dalam perimbangannya terhadap jumlah modal yang digunakan.

(19)

Lalu teori sewa tanah dengan mazhab kalsik menyatakan bahwa para pemikir ekonomi pada mazhab klasik, diantaranya Adam Smith (1723-1790), David Ricardo (1772-1823), dan Thomas Robert Malthus (1766-1834) telah meletakkan landasan yang kuat bagi perkembanan ilmu ekonomi. Di dalamnya juga terdapat teori tentang sewa tanah yang satu sama lainnya mengandalkan beberapa pengertian dasar yang telah dipaparkan oleh para tokoh mazhab phsyokrat. Menurut Adam Smith yang terkenal dengan karyanya Wealth oh Nations pembayaran uang terbesar untuk membiayai produksi dan distribusi adalah upah, sewa, dan laba.

Mengenai sewa, Smith berpendapat bahwa sewa pada hakekatnya merupakan suatu harga monopoli. Luas tanah yang subur yang dibutuhkan itu terbatas jumlahnya, orang yang memilikinya dapat menarik bayaran tertentu pada para pemakai. Sewa itu bukan merupakan upah tenaga kerja maupun balas jasa bagi para pemilik modal atau investor. Sewa yang tinggi sematamata akibat kekayaan nasional yang melimpah atau tingkat upah yang tinggi. Dalam analisisnya tentang sewa, Adam Smith telah merintis teori terkenal tentang Uneraned Increment (penghasilan bukan balas karya).

Selanjutnya, dalam beberapa pemikiran yang terkandung dalam gagasan, Adam Smith telah mengungkapkan bahwa imbalan jasa untuk penggunaan tanah tidak dianggap sebagai factor yang menentukan harga, melainkan sewa tanah merupakan residu, unsur residual (sisa hasil) dari harga barang tersebut. Bagian residu itu jatuh pada dan dinikmati oleh pemilik atau penguasa tanah. Menurutnya, sewa tanah bukan merupakan komponen dalam biaya produksi yang menentukan harga barang, melainkan tinggi rendahnya upah (beserta bunga dan laba) yang menjadi faktor yang menentukan tinggi rendahya harga barang. Sebaliknya, tinggi rendahnya sewa tanah merupakan sisa hasil dari harga barang itu (setelah dikurangi dengan biaya produksi). Dalam hubungan itu, oleh Adam Smith dengan mengandalkan pemikiran yang telah diungkapkan oleh Turgot sebelumnya yang juga ditunjukkan dengan perbedaan mutu lahan diantara berbagai bidang tanah yang digunakan dalam proses produksi. Menurut Smith, tingkat sewa tanah ditentukan oleh tanah yang subur.

(20)

oleh Turgot pada mazhab physiokrasi sebagai kecenderungan dalam produksi pertanian. Ricardo menyatakan bahwa meningkatnya sewa tanah adalah sebagai akibat kesulitan untuk menyediakan tanah dan pangan bagi penduduk yang bertambah. Kini terlihat bahwa LDR yang berawal dari pemikiran Turgot menjadi dasar dan pangkal tolak bagi teori sewa tanah oleh David Ricardo.

Setelah mengalami perkembangan hingga sekarang ini dan pada akhirnya telah ada definisi yang jelas mengenai hal tersebut. Sumber daya tanah merupakan sumber daya alam yang umumnya terbatas persediannya dibandingkan dengan permintaannya sehingga bersifat langka dan mempunyai nilai (Delianov,1995). Tanah mempunyai Opportunity Cost dalam pemanfaatannya. Penguasaan tanah dapat menunjukkan status sosial, ekonomi atau politik seseorang. Selain itu, tanah dapat juga berfungsi sebagai faktor produksi (input fakor) pada berbagai aktifitas ekonomi seperti pertanian, pemukiman, kegiatan industri, dan lain-lain. Sumber daya tanah digunakan manusia untuk meningkatkan kesejahteraan. Penggunaan tanah pada umumnya sangat tergantung pada kemampuan atau kesuburan dan lokasinyta. Hubungan sewa tanah dan lokasi, pertama kali dibahas oleh seorang ekonomi Jerman Heindrich Von Thunen. Lokasi tanah terhadap pusat kegiatan ekonomi dinyatakan dengan jarak lokasi tanah tersebut dengan pusat kegiatan ekonomi tempat produk atau hasil dari tanah tersebut dijual. Von Thunen menyatakan bahwa ”Economic Rent” sebidang tanah akan semakin kecil denan semakin jauhnya jarak lokasi tanah tersebut ke pasar (pusat kegiatan ekonomi).

Sewa tanah merupakan konsep penting dalam ekonomi sumber daya tanah. Pada umumnya, orang berpikir bahwa sewa adalah imbalan atau pembayaran yang dibutuhkan untuk penerimaan sebidang lahan atau bangunan pada pemilikinya. Istilah sewa dapat mempunyai arti berikut.

1. Contract Rent; sebagai pembayaran dari penyewa kepada pemilik tanah dan pemilik tanah melakukan kontrak sewa dalam jangka waktu tertentu.

2. Economic Rent atau Land Rent yang merupakan surplus usaha.

(21)

Penggunaan dari nilai produk dan kurva biaya untuk ilustrasi konsep “Land Rent” yang merupakan surplus ekonomi setelah pembayaran biaya produksi.

Sewa tanah didefinisikan sebagai kelebihan penerimaan dari hasil pemanfaatan tanah yang bersangkutan dengan biaya yang dikeluarkan selain tanah., misalnya tenaga kerja, modal, bahan baku, dan energi yang dipakai untuk mengubah sumber daya alam menjadi barang atau produk. Konsep rent dapat didekati dengan pendekatan Average Value (per Ha, per m2 ) yang merupakan selisih antara harga produk yang dihasilkan dari pemanfaatan tanah tersebut dengan biaya rata-rata (tidak termasuk biaya untuk tanah) yang dikeluarkan untuk membeli input yang digunakan dalam menghasilkan produk tersebut. Selain pendekatan Average Value, konsep rent dapat didekati dengan pendekatan Marginal Value yang merupakan selisih antara harga produk terakhir dan biaya per unit input (tidak ternasuk tanah) terakhir yang dipakai untuk menghasilkan tambahan produk terakhir tersebut. Dalam kasus menganggap harga produk konstan dan input tersedia dengan penawaran yang elastis sempurna, pendekatan Average Value akan menjadi serupa dengan pendekatan Marginal Value.

Sewa tanah sebagai surplus ekonomi dapat terjadi karena kesuburannya dan lokasinya. Pada dasarnya, sewa tanah tersebut merupakan balas jasa untuk pemanfaatan tanah yang dipakai dalam suatu aktifitas.

(22)

= (produksi x harga/unit produk) - biaya produksi (selain biaya untuk tanah)

Besarnya Economic Rebt atau land rent akan sangat bergantung pada hal berikut.

1. Jenis penggunaan tanah (hotel, kebun, dan lain-lainnya).

2. Dalam hal-hal tertentu (pertanian) tergantung pada kesuburan tanah tersebut. 3. Teknologi yang dipakai dalam pemanfaatan tanah tersebut.

4. Aksessibiltasnya (terkait dengan jarak tanah ke lokasi pelemparan hasil).

Ditinjau dari aspek ekonomi, pemanfaatan tanah dikatakan makin efisien kalau tanah tersebut mengahasilkan rent yang semakin tinggi. Besarnya sewa tanah yang mencerminkan pula land value besarnya tergantung pada kesuburannya dan lokasi tanah tersebut terhadap pusat kegiatan ekonomi dan produk tanah tersebut dipasarkan. Jarak lokasi tanah dari pusat kegiatan ekonomi terkait erat dengan biaya transportasi. Dengan jarak yang semakin jauh akan menyebabkab biaya transportasi makin besar maka hubungan antara economic rent dan jarak bersifat negatif. Artinya, semakin jauh jarak lokasi tanah tersebut dari pusat kegiatan ekonomi tersebut akan semakin kecil economic rentnya.

V. PENUTUP

6.1. Kesimpulan

(23)

2. Timbulnya rencana sewa/kontrak terhadap tanah, dikarenkan semakin mendesaknya kebutuhan akan tanah dari waktu ke waktu. Sementara itu adanya pemilikan tanah dalam skala besaroleh orang – orang tertentu, akan mendorong orang – orang yang tidak mempunyai tanah untuk mengadakan sewa/kontrak untuk berbagai keperluannya. Sehingga dengan bertambahya jumlah penduduk dari tahun ke tahun mengakibatkan permintaan terhadap tanah semakin meningkat pula. Dilain pihak banyak pemilik – pemilik tanah yang tidak mau melepaskan tananhya tetapi mereka berusaha mendapatkan pendapatan dari tanahnya tanpa harus menjualnya, melainkan lewat sewa/kontrak yang dilakukan.Keuntungan dari sewa tanah yaitu : adanya pendapatan dari tanah yang disewakan dan adanya hak milik tanah yang masih di punyai untuk selamanya, selama tanahnya belum dijual. Hal ini menyebabkan bahwa sewa hanya merupakan pemindahan hak milik tanah kepada orang yang menyewa dalam jangka waktu tertentu. Setelah melewati jangka waktu yang telah ditentukan, maka hak milik tanah harus diserahkan kembali oleh penyewa kepada pemilik tanah (orang yang menyewakan).

6.2. Saran

(24)

VI. DAFTAR PUSTAKA

Boedi Harson. 1980. Himpunan Peraturan Pertanahan. Jakarta : Penerbit Jambatan. Cahyono, B.T., 1983. Ekonomi Pertanahan. Yogyakarta: Penerbit Liberty.

Darmawijaya, I. 1990. Klasifikasi Tanah, Dasar – dasar Teori Bagi Penelitian Tanah dan Pelaksanaan Penelitian. UGM Press, Yogyakarta.

Delianov. 1995. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Departemen Penerangan RI, Peraturan Dasar- Dasar Pokok Agraria dan Landreform

Soil Survey Staff. 1998. Kunci Taksonomi Tanah. Edisi Kedua. Bahasa Indonesia, 1999. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.

Soule, G. 1994. Pemikiran para Pakar Ekonomi Terkemuka, dari Aristoteles hingga Keynes. Jakarta: Kanisius.

(25)

Referensi

Dokumen terkait

Kelapa yang Akan Dibuat Kopra Panti asuhan Al Mustagfirin terletak di Kecamatan Seruyan Hilir Kota Kuala Pembuang, merupakan panti asuhan bagi anak-anak yang kurang

Data yang digunakan untuk analisa daerah potensi banjir ini adalah peta kemiringan lereng dan peta kontur dari citra TanDEM-X tahun 2011, Peta jenis tanah Kabupaten

Namun disisi lain purna migran perempuan juga harus bertanggungjawab pada kegiatan produktif yang dilaksanakan dalam proses pemberdayaan di Organisasi KAMI TKI

[r]

Hingga saat ini, belum banyak alat bantu (aplikasi) yang secara khusus dapat digunakan untuk menghitung estimasi resiko proyek software. Oleh karena itu, dipandang perlu

Telah diterima oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar

mengajar bagi mahasiswa di Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Magelang Tahun 2015/2016, perlu adanya Pembimbing Akademik dan konseling bagi mahasiswa Semester II,

[r]