• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN INFRASTRUKTUR DALAM MENUNJANG PEMB (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN INFRASTRUKTUR DALAM MENUNJANG PEMB (1)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1 PERAN INFRASTRUKTUR DALAM MENUNJANG

PEMBANGUNAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA

Oleh

Tajuddin

Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakutas Ekonomi Universitas Haluoleo, Kendari

email-tajuddincila@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya dukung infrastruktur dalam menunjang pembangunan ekonomi di Sulawesi Tenggara, menggunakan data sekunder yang kemudian dianalisis secara deskriptif kuantitatif dan kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa infrastruktur jalan belum mendukung pembangunan secara optimal, hal tersebut dilihat baik dari panjang maupun kualitas jalan. Jumlah pelabuhan udara cukup memadai, namun kualitas pelayanan belum optimal. Peranan pelabuhan laut sangat strategis karena Sulawesi Tenggara merupakan daerah kepulauan. Meskipun beberapa daerah sudah terlayani oleh pelayaran laut secara rutin namun beberapa daerah lainnya belum terlayani secara teratur. Pembangunan irigasi belum berimbang dengan ketersediaan potensi lahan.

Kata kunci: Infrastruktur dan pembangunan ekonomi

I. Pendahuluan

Pendiri Bangsa Indonesia telah menetapkan tujuan pembangunan nasional yaitu untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat serta ke arah yang lebih baik dan merata. Untuk mencapainya maka peran pemerintah sebagai fasilitator

pembangunan sangat strategis. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk mengukur kinerja pembangunan termasuk untuk merumuskan arah pembangunan di masa yang akan datang.

(2)

2 Peran infrastruktur sebagai lokomotif pembangunan nasional dan daerah sangat dibutuhkan untuk menggerakan roda pertumbuhan ekonomi. Secara ekonomi makro, ketersediaan dari jasa pelayanan infrastruktur mempengaruhi marginal productivity of private capital, sedangkan dalam konteks ekonomi mikro, ketersediaan jasa pelayanan infrastruktur berpengaruh terhadap pengurangan biaya produksi. Sehingga perannya sangat penting baik dalam proses produksi maupun dalam menunjang distribusi komoditi dan ekspor (Permana, 2009;1)

Bank Dunia (dalam Wahyuni, 2009:20-21) mendefinisikan infrastruktur ekonomi, merupakan aset fisik yang diperlukan untuk menunjang aktivitas ekonomi baik dalam produksi maupun konsumsi final, meliputi public utilities (tenaga, telekomunikasi, air minum, sanitasi dan gas), public work (jalan,

bendungan, kanal, saluran irigasi dan drainase) serta sektor transportasi (jalan, rel kereta api, angkutan pelabuhan, lapangan terbang dan sebagainya).

Keterkaitan antara infrastruktrur dan pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari fungsi dari infrastruktur sebgai enabler kegiatan ekonomi. Infrastruktur mempunyai manfaat menggerakan berbagai sektor perkenonomian karena dianggap sebagai social

overhead capital (Hirchman dalam Yanuar dalam Permana, 2009:11).

Infrastruktur yang buruk dapat mengakibatkan turunnya tingkat pelayanan sehingga dapat menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi dan tenaga kerja dan pada akhirnya akan banyak perusahaan keluar dari bisnis atau membatalkan ekspansinya. Karena itulah infrastruktur sangat berperan dalam proses produksi dan merupakan prakondisi yang sangat diperlukan untuk menarik akumulasi modal sektor swasta. Keberadaan infrastruktur juga akan mendorong terjadinya peningkatan produktivitas bagi faktor-faktor produksi, dan sebaliknya apabila mengabaikannya maka akan menurunkan produktivitasnya. Infrastruktur bisa menjadi jawaban dari kebutuhan negara-negara berkembang untuk mendorong pertumbuhan ekonominya dengan membantu penanggulangan kemiskinan, meningkatkan kualitas hidup, mendukung tumbuhnya pusat ekonomi dan meningkatkan mobilitas barang dan jasa serta merendahkan biaya aktifitas investor dalam dan luar negeri.

(3)

3 kuat dengan tingkat perkembangan wilayah, yang antara lain dicirikan oleh laju pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari kenyataan bahwa daerah yang mempunyai kelengkapan sisteminfrastruktur yang lebih baik mempunyai tingkat laju pertumbuhan ekonomi yang lebih baik pula dibandingkan dengan daerah yang mempunyai kelengkapan infrastruktur yang terbatas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penyediaan infrastruktur merupakan faktor kunci dalam mendukung pembangunan nasional (Bappenas dalam Permana,2009:12)

Penyediaan infrastruktur jalan masih menjadi tantangan utama pembangunan Pulau Sulawesi. Secara umum, infrastruktur jalan di wilayah ini relatif terbatas, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Padahal ketersediaan infrastruktur jalan yang memadai sangat dibutuhkan oleh Pulau Sulawesi untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonominya, mempercepat penurunan angka kemiskinan, mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam, meningkatkan daya saing ekonomi wilayah, dan memperbaiki akses penduduk terhadap sumberdaya, pasar, dan layanan publik, seperti pendidikan dan kesehatan.

Bappenas dalam Wahyuni (2009) menyatakan bahwa secara umum paling tidak terdapat 3 dimensi relasi antara ekonomi dan infrastruktur, yaitu:

1. Kegiatan ekonomi, seperti halnya keberadaan jalan, jembatan, listrik, dan telepon yang mendasari terciptanya transaksi dalam perekonomian.

2. Infrastruktur juga merupakan input produksi, seperti halnya penggunaan listrik 3. untuk proses produksi di semua industri.

4. Akses terhadap infrastruktur menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat, dalam hal ini misalnya; peran air minum dan sanitasi yang baik, layanan transportasi dan listrik yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat modern.

(4)

4 Kajian teori pembangunan menjelaskan bahwa untuk menciptakan kegiatan ekonomi diperlukan sarana infrastruktur yang memadai. Oleh karena itu, dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi dan memperkuat landasan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan diperlukan dukungan penyediaan infrastruktur, yang pada prinsipnya dapat dilakukan melalui dua pendekatan. Pendekatan pertama, yaitu penyediaan prasarana berdasarkan kebutuhan (demand approach) termasuk didalamya untuk memelihara prasarana yang telah dibangun. Pendekatan kedua, yaitu penyediaan prasarana untuk mendorong tumbuhnya kegiatan ekonomi pada suatu daerah tertentu

(supply approach). Pada saat ketersediaan dana sangat terbatas, maka prioritas lebih diarahkan kepada pendekatan pertama (demand approach), sedangkan pada saat kondisi ekonomi sudah membaik maka pembangunan prasarana baru untuk mendorong tumbuhnya suatu wilayah dapat dilaksanakan (Propenas dalam Bulohlabna dalam Permana, 2009).

Berdasarkan pemikiran di atas maka tujuan penelitian adalah untuk mengetahui mendapatkan gambaran tentang peranan infrastruktur bagi pembangunan ekonomi Sulawesi Tenggara. Infrastruktur disini mencakup jalan, pelabuhan udara,

dan pelabuhan laut, irigasi, listrik dan air bersih.

II. Metode

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif, yaitu penelitian yang mendeskripsikan fakta secara objektif, runtut berdasarkan trend data yang tersedia, sepenuhnya menggunakan data sekunder sehingga teknik pengumpulan datanya adalah metode dokumentasi baik melalui jalur koleksi perpustakaan maupun dengan cara mengakses pada website yang relevan. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini merupakan penelitian penjelas (explanatory research) karena menjelaskan keterkaitan data infrasrukur dengan pembangunan ekononi. Lingkup penelitian ini meliputi wilayah Sulawesi Tenggara.

III. Hasil

1. Infrastruktur Jalan

(5)

5 Pulau Sulawesi yang sudah mencapai 12.311 km2 dan rata-rata nasional sebesar 162.802 km.

Meski panjang jalan di Sulawesi Tenggara masih dibawah pulau sulawesi dan nasional, namun dalam dua tahun tidak terlihat adanya penambahan panjang jalan. Meskipun pasca otonomi daerah intensitas pemekaran daerah sangat tinggi, namun belum seiring dengan pembangunan jalan. Dalam jangka waktu dua tahun terakhir (2010-2011) tidak terlihat adanya penambahan jalan baik jalan negara maupun jalan provinsi bahkan terjadi penurunan panjang untuk jalan kabupaten/kota. Rendahnya intensitas pembangunan infrastruktur dapat berdampak pada melambatnya pembangunan ekonomi dan seringkali dijadikan sebagai isu politik dalam rangka memprovokasi opini public terhadap rendahnya kinerja pemerintah.

Gambar 1.1

Panjang Jalan di Sulawesi Tenggara Masih Dibawah Rata-rata Sulawesi dan Nasional, Tahun 2009-2011

Sumber: Sulawesi Tenggara Dalam Angka BPS, 2011 (dolah)

Berdasarkan kewenangan, baik di Sulawesi Tengara, Pulau Sulawesi dan secara nasional, sebagian besar jalan adalah jalan kabupaten/kota. Pada tahun 2011 panjang jalan di Sulawesi Tenggara terdiri dari 1.397 km adalah jalan negara, 906 km jalan provinsi dan 7.519 km jalan kabupaten/kota. Pada tahun yang sama, pada level pulau Sulawesi panjang jalan Negara sebesar 7.800 km, jalan provinsi 6.274 km dan jalan kabupaten/kota sebesar 59.793 km.

9,704.61 10,221.23 9,822.15 13,543.1714,435.55 13,582.33 12,311.20

162,343.33 162,802.40

20000.0 40000.0 60000.0 80000.0 100000.0 120000.0 140000.0 160000.0 180000.0

2009 2010 2011

Sulawesi Tenggara

Rata-rata Sulawesi

(6)

6 Gambar 1.2

Sebagian besar jalan di Sulawesi Tenggara adalah jalan Kabupaten/Kota Tahun 2011

Sumber: Sulawesi Tenggara Dalam Angka BPS, 2011 (dolah)

Sulawesi Tenggara memiliki tingkat kepadatan jalan (road density), baik secara spasial maupun demografis masih relatif rendah. Rasio panjang jalan provinsi Sulawesi Tenggara terhadap luas wilayah sebesar 25,75 km per 100 km2, angka ini

lebih rendah dari rasio panjang jalan terhadap luas wilayah Indonesia sebesar 26,18 dan dibawah rata-rata rasio pulau sulawesi yang sudah mencapai 42,69 km per 100 km2. Begitupun rasio panjang jalan terhadap jumlah penduduk, Sulawesi Tenggara berada dibawah Pulau Sulawesi namun sudah diatas angka nasional.

Gambar 1.3

Rasio panjang jalan/100 km2 dan jumlah penduduk/1000 jiwa

di Sulawesi Tenggara, 2011

Sumber: Sulawesi Tenggara Dalam Angka BPS, 2011 (dolah)

14% 10% 8%

(7)

7 Panjang jalan tertinggi terdapat di Kota Kendari yaitu 131,68 km per 100 km2, menyusul Wakatobi dan Kota Bau-Bau. Sementara panjang jalan terendah terdapat di kabupaten Konawe Utara dan Kolaka Utara. Persentase jalan “kondisi baik” sebagian besar terdapat di Kota Bau-Bau dan Kota Kendari, sedangkan jalan “kondisi tidak baik” terdapat di Kabupaten Kolaka Utara dan Konawe Utara.

Tabel 1.1

Rasio Panjang Jalan Terhadap Luas Wilayah dan Kondisi Jalan di Kabupaten/Kota Di Sulawesi Tenggara, 2011

Kabupaten/Kota Panjang Jalan

per 100 km2 Kondisi Baik

Sumber: Sulawesi Tenggara Dalam Angka, 2012 (diolah)

Selain panjang jalan yang belum memadai, kualitas jalan juga belum menunjukkan angka yang cukup menggembirakan, kualitas aspal jalan di Sulawesi Tenggara cukup rendah. Lebih dari separuh jalan provinsi di Sulawesi Tenggara dalam kondisi tidak baik hal ini menghambat mobilitas barang dan masyarakat antar kabupaten.

Gambar 1.4

Kualitas Jalan di Sulawesi Tenggara Masih Relative Rendah, 2011

Sumber: Sulawesi Tenggara Dalam Angka BPS, 2011 (dolah) 38% 26% 13% 22% 51% 25% 14% 09% 39% 20% 20% 21%

Jalan Negara Jalan Provinsi Jalan Kab/Kota

INDONESIA

SULAWESI

(8)

8 Meskipun lebih dari separuh jalan provinsi dalam kondisi tidak baik, namun persentase jalan beraspal cukup tinggi hal ini menggambarkan bahwa kualitas aspal jalan provinsi di Sulawesi Tenggara cukup rendah.

Gambar 1.5

Persentase Jalan Negara, Provinsi dan Kabupaten/Kota yang Beraspal Di Sulawesi Tenggara, 2011

Sumber: Sulawesi Tenggara Dalam Angka BPS, 2011 (dolah)

2. Infrastruktur Pelabuhan Udara

Ketersediaan Pelabuhan udara di Sulawesi Tenggara cukup memadai, melebihi jumlah Pelabuhan udara di beberapa provinsi lainnya di Sulawesi. Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki enam pelabuhan udara yaitu pelabuhan udara Haluleo, Kendari: pelabuhan udara Betoambari, Bau-Bau; pelabuhan udara Sangia Ni Bandera, Kolaka; pelabuhan udara Matahora, Wakatobi; pelabuhan udara Sugimanuru, Raha; dan pelabuhan udara Maranggo, Tomia.

Tabel 2.1

Ketersediaan Pelabuhan udara di Pulau Sulawesi

No Provinsi Jumlah Badar Udara

1 Sulawesi Utara 3

Jumlah penerbangan ke Sulawesi Tenggara sebagian besar melalui pelabuhan udara Haluoleo, hal ini wajar kerena pelabuhan ini berada di ibukota provinsi. Selama

(9)

9 tiga tahun terakhir, lalulintas penerbangan di pelabuhan udara Haluoleo sebanyak 2.600 kali; di pelabuhan udara Betoambari sebanyak 980 kali; pelabuhan udara Sangia Ni Bandera sebanyak 478 kali dan di pelabuhan udara Matahora sebanyak 496 kali.

Jumlah penumpang yang datang dan yang berangkat melalui pelabuhan udara di Sulawesi Tenggara tidak jauh berbeda, hal ini mencirikan bahwa pelabuhan udara di Sulawesi Tenggara merupakan pelabuhan tujuan (bukan transit). Pada tahun 2011 jumlah penumpang yang datang ke Sulawesi Tenggara sebanyak 430.458 orang dan penumpang yang berangkat dari Sulawesi Tenggara sebanyak 437.620 orang, sekitar 76 persen melalui pelabuhan udara Haluoleo Kendari.

Pertumbuhan jumlah penumpang dalam tiga tahun terakhir cukup bervariasi, tertinggi di pelabuhan udara Sangia Ni Bandera dan Matahora, dan paling kecil di pelabuhan udara Betoambari. Mobilitas penumpang tertingi di pelabuhan udara Sangia Ni Bandera karena pelabuhan udara ini sangat strategis untuk digunakan oleh masyarakat dari dua daerah yaitu Kolaka dan Kolaka Utara . Sedangkan Pelabuhan Udara Matahora berkaitan dengan gencarnya promosi Kabupaten Wakatobi sebagai daerah kunjungan wisata yang dikenal dengan “surga di bawah laut”.

Tabel 2.2

Jumlah Penumpang Melalui Pelabuhan Udara di Sulawesi Tenggara, 2011

Pelabuhan Udara Datang Berangkat

Haluoleo 325.771 336.697

Betoambari 48.750 43.658

Sangia Ni Bandera 46.635 47.508

Matahora 9.302 9.756

Sumber: Statitik Perhubungan Provinsi Sulawesi Tenggara 2012

Berdasarkan rasio jumlah penumpang terhadap lalulintas penerbangan, maka pelabuhan udara Haluoleo paling efisien daripada pelabuhan udara lainnya. Selama tiga tahun terakhir, rasio lalu lintas penumpang terhadap lalulintas penerbangan di pelabuhan udara Haluoleo sebesar 114 yang datang dan 117 yang berangkat; di

pelabuhan udara Betoambari sebesar 28 yang datang dan 26 yang berangkat; pelabuhan udara Sangia Ni Bandera sebesar 58 yang datang dan 61 yang berangkat dan

(10)

10 3. Infrastruktur Pelabuhan Laut

Infrastruktur perhubungan laut merupakan sarana transportasi yang vital bagi

masyarakat Sulawesi Tenggara, hal ini disebabkan karena sekitar 75 persen wilayah Sulawesi Tenggara adalah kepulauan. Wilayah kepulauan meliputi Kabupaten

Wakatobi, Buton, Buton Utara, Kota Baubau, Muna dan Kecamatan Kabaena (Kabupaten Bombana). Meskipun Sulawesi Tenggara adalah daerah kepulauan, namun belum semua pulau dapat dapat dilayani secara reguler oleh kapal laut baik angkutan penumpang maupun barang.

Pelayanan kapal laut penumpang ke beberapa daerah sebagian sudah terlayani dengan kapal cepat yaitu rute Kendari-Raha-Baubabu (pulang pergi), namun untuk Kabupaten Buton Utara, Wakatobi, baru terlayani dengan kapal kayu. Kondisi ini menggambarkan belum optimalnya aksesibilitas masyarakat ke Kendari sebagai ibu kota provinsi.

Jenis-jenis usaha pelayaran yang sedang beroperasi di Sulawesi Tenggara saat ini adalah: pelayaran umum, pelayaran rakyat, pelayaran perintis dan angkutan penyeberangan, dan sesuai dengan kebutuhan telah berkembang pula jenis pelayaran lain yang disebut pelayaran khusus.

Mobilitas penduduk ke Sulawesi Tenggara yang menggunakan pesawat udara berbeda dengan yang menggunakan kapal laut. Berdasarkan data lima tahun terakhir, penduduk pengguna kapal laut lebih banyak yang datang dari pada penduduk yang berangkat. Sedangkan penduduk pengguna pesawat udara lebih banyak yang berangkat daripada yang datang. Beberapa faktor yang menyebabkan kapal laut banyak digunakan masyarakat Sulawesi Tenggara, antara lain Sulawesi Tenggara sebagai

daerah kepulauan, kapal laut lebih efiisien untuk daerah pelosok, biaya naik kapal laut juga lebih murah dan pelabuhan laut terdapat pada seluruh kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara.

(11)

11 Tabel 3.1

Jumlah Penumpang yang datang lebih banyak daripada yang berangkat Tahun 2011

No Kabupaten/Kota Datang Berangkat Jumlah

1 Buton 278.490 285.285 563.775

2 Muna 241.983 188.562 430.545

3 Konawe 25.999 25.492 51.491

4 Kolaka 234.305 210.362 444.667

5 Konawe Selatan 111.804 122.390 234.194

SULAWESI TENGARA 1.958.833 1.942.433 3.901.266

Sumber: Sulawesi Tenggara Dalam Angka, 2012

Tabel 3.2

Rasio Penumpang Pesawat Udara/100 orang penumpang kapal laut Tahun 2009-2011

Tahun

Pesawat Udara Kapal Laut

Penumpang Pesawat Udara/100

orang penumpang kapal laut

Datang Berangkat Datang Berangkat Datan g

Kapal laut tidak hanya penting bagi angkutan penumpang manusia, tapi juga lebih penting untuk angkutan barang. Selama periode 2006-2011, arus barang

melalui pelabuhan laut di Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan, akan tetapi tidak seimbang antara kondisi barang yang dibongkar dengan barang yang akan keluar (imbalance cargo), Kabupaten Konawe, Kota Kendari, Kabupaten Raha, Kabupaten Buton, Kota Bau-Bau dan Kabupaten Buton Utara menunjukkan arus barang masuk lebih besar dibandingkan dengan arus barang yang keluar, sementara Kabupaten Kolaka, Kabupaten Kolaka Utara, Kabupaten Bombana, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Konawe Utara menunjukkan gambaran peningkatan arus

(12)

12 Secara garis besar pelabuhan yang ada di Sulawesi Tenggara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : (1) hasil produksi dari industri lokal masih sangat terbatas, (2) pertimbangan efesiensi bagi perusahaan lebih memilih pembuatan pelabuhan sendiri ketimbang menggunakan pelabuhan yang ada, (3) pelabuhan masih kurang memiliki kapasitas tampung yang besar, (4 ) kecepatan bongkar muat barang masih relatif lambat, dan (5) akses angkutan barang keluar negeri masih kurang.

Meskipun Kendari mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi cukup tinggi, namun tingkat pertumbuhan bongkar muat barang melalui pelabuhan Kendari masih rendah dibandingkan dengan pelabuhan yang ada di Kota Makassar. Arus bongkar barang dipelabuhan Kendari mengalami tingkat pertumbuhan yang positif dengan rata – rata 15,89 persen setiap tahun selama periode 2006-2011. Pertumbuhan bongkar muat barang di Pelabuhan Kendari erat kaitannya dengan skala ekonomi yang masih kecil.

Gambar 3.1

Imbalance Cargo di Sulawesi Tengara 2006-2011

Sumber : BPS, Statistik perhubungan 2012

Secara umum, ketersediaan sarana dan prasarana pelabuhan pada masing – masing Pelabuhan di Sulawesi Tenggara cukup bervariasi dan relatif sangat terbatas. Beberapa fasilitas dan peralatan yang dapat menunjang aktivitas pelabuhan, namun ketersediaannya sangat minim, seperti kedalaman kolam, container yard, container freht station, container crane, reffer plug, rubber typed grantries, reach stacker, chassis , head treak dan forklift. Keterbatasan fasilitas tersebut terjadi di semua Pelabuhan di Sulawesi Tenggara.

Bongkar

(13)

13 3. Infrastrktur Irigasi

Selama periode 2006-2011, kondisi bangunan jaringan irigasi dan bendung di

Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan, akan tetapi tidak seimbang antara kondisi pembangunan bendung dan jaringan irigasi dengan luas lahan yang potensial untuk

dikembangkan menjadi daerah irigasi dengan jumlah daerah irigasi sebanyak 97 buah yang terdiri dari irigasi teknis 42 buah dan semi teknis 54 buah, sedangkan untuk irigasi desa sebanyak 302 buah yang tersebar di semua Kabupaten/Kota yang ada di Sulawesi Tenggara. Luas tanah sawah sesuai data statistik tahun 2012 sebanyak 108.655 Ha atau sekitar 2,85 % dari luas lahan yang ada. Namun secara garis besar irigasi yang ada di Sulawesi Tenggara dipengaruhi oleh faktor, antara lain : (i). Kondisi Hidrologi daerah irigasi yang bervariasi, (ii). Kondisi daerah aliran sungai ( DAS ) yang tidak konstan, ( iii). Luas areal yang potensial untuk dikembangkan menjadi daerah irigasi, (iv). Kondisi sumber air, apakah menggunakan air permukaan atau menggunakan air tanah, ( v ). Kondisi produksi hasil pertanian yang masih terbatas, dan (vi). Kondisi masyarakat yang masih kurang dalam penerapan alat dan proses pengolahan pertanian.

Meskipun Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, namun tingkat pembangunan dan rehabilitasi bangunan bendung dan jaringan irigasi masih rendah. Prosentase Produksi padi hasil pertanian yang ada di Propinsi Sulawesi Tenggara dengan rata – rata 41,34 persen, dengan kondisi padi sawah yang menggunakan irigasi berkisar 42,13 persen dan untuk padi ladang/tanah hujan sekitar 30,62 persen. Kondisi pertanian tanah hujan yang ada masih sangat tinggi dan hampir sama produksi yang dihasilkan, ini terlihat bahwa pengolahan dan

pemanfaat jaringan irigasi yang ada masih kurang dan masih banyak daerah yang mengandalkan air melalui hujan.

(14)

14 Gambar 3.1

Luas Kondisi Lahan Beberapa Kabupaten di Sulawesi Tenggara, 2012

Sumber : BPS, Statistik 2012

Kondisi lahan yang ada memperlihatkan Kabupaten yang menggunakan irigasi teknis yang terbanyak adalah Kabupaten Konawe kondisi ini didukung dengan adanya bendung Wowotobi di Unahaa dengan luas lahan irigasi teknis 16.250 ha ini sebenarnya masih kurang dari luas areal perencanaan irigasi Wowotobi dengan luas areal potensial 16.500 ha, sedangkan di konawe terdapat 15 buah daerah irigasi dengan luas lahan potensial sebesar 27.489 Ha.

Kabupaten yang tidak mempunyai areal persawahan adalah Kabupaten Wakatobi, yang hanya mengandalakan potensi pariwisata dan sektor kelautan.

Sedangkan untuk Kabupaten Buton Utara tidak terdapat irigasi teknis ,semiteknis dan sederhana, padahal Kabupaten Buton Utara merupakan Kabupaten yang mempunyai potensi sumber daya air permukaan yang sangat besar yang terdapat sungai Buranga, Sungai Soloi, Sungai Laeya Langkumbe, sungai laura, sungai Labota dan sungai Labana, sungai – sungai tersebut mengalirkan air yang potensial untuk dimanfaatkan , daerah Buton Utara mulai dari datar, bergelombang dan berbukit, kondisi datar sangat luas didaerah Buranga, Soloi Agung, Triwacu-wacu dan daerah Laeya. Begitupun untuk daerah Kabupaten yang lain masih kurang pemanfaatn lahan yang potensial untuk daerah irigasi seperti di Kabupaten Konawe Utara, Kolaka Utara, Bombana dan Kota Kendari.

Teknis

Semiteknis

Sederhana

Irigasi Desa

(15)

15 Gambar 3.2

Kondisi Luas Lahan Potensial dan Fungsional di Sulawesi Tenggara

Sumber : Balai Sumber Daya Air Sulawesi Tenggara, 2013

IV. Pembahasan

Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Dan Manajemen (P3KM) Universitas Hasanuddin (2013), menyebutkan bahwa dibandingkan dengan jenis infrastruktur lainnya, infrastruktur jalan dianggap sebagai faktor penting untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan mewujudkan pertumbuhan inklusif di Pulau Sulawesi.

Infrastruktur jalan masih menjadi problem bagi pembangunan masyarakat Sulawesi Tenggara baik kuantitas maupun kualitasnya. Panjang jalan dan rasio terhadap luas wilayah masih dibawah rata-rata salawesi dan nasional dan dalam kurun waktu dua tahun terakhir tidak terlihat adanya penambahan jalan yang signifikan. Disamping kuantitas, rendahnya kualitas jalan juga ditunjukkan oleh angka yang masih dibawah 50% jalan dengan kondisi baik. Berdasarkan hal ini dapat dikatakan bahwa infrastruktur jalan masih belum mendukung mobilitas pembangunan daerah di Sulawesi Tenggara secara maksimal. Infrastruktur pelabuhan udara dari segi kuantitas cukup memadai, namun kualitas pelayanan dan kenyamana pelabuhan perlu mendapat perhatian.

Secara umum, ketersediaan sarana dan prasarana pelabuhan pada masing –

masing Pelabuhan di Sulawesi Tenggara cukup bervariasi dan relatif sangat terbatas. Beberapa fasilitas dan peralatan yang dapat menunjang aktivitas pelabuhan, namun ketersediaannya sangat minim.

Potensial

(16)

16 V. Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data maka disimpulkan:

a) Ketersediaan jalan, baik kuantitas maupun kualitasnya belum mendukung pembangunan ekonomi daerah. Lebih dari separuh jalan belum dalam dalam baik.

b) Terjadi paradox antara kondisi jalan yang masih sebagian besar tidak baik dan panjang jalan yang permukaannya sudah beraspal, sehingga dapat dikatakan bahwa kualitas aspal jalan di Sulawesi Tenggara cukup redah.

c) Ketersediaan jumlah lapangan udara di Sulawesi Tenggara cukup memadai bahkan mengalahkan beberapa provinsi di pulau Sulawesi, namun pelayanan belum optimal. Jumlah penumpang datang dan berangkat hampir sama mengindikasikan bahwa Sulawesi Tenggara adalah daerah tujuan. Rasio lalu lintas penumpang melalui lapangan udara Haluleo terhadap jumlah penerbangan cukup tinggi, mengindikasikan bahwa penerbangan di lapangan udara Haluleo cukup efisien.

d) Peranan pelabuhan laut cukup penting bagi pembangunan ekonomi Sulawesi Tenggara. Meskipun seluruh kabupaten/kota telah terlayani oleh pelayaran namun kuantitas dan kuntinyutas pelayaran pada beberapa daerah belum memadai.

e) Pembangunan jaringan irigasi dan bendung di Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan, akan tetapi tidak seimbang antara kondisi pembangunan bendung dan jaringan irigasi dengan luas lahan yang potensial. Secara umum, ketersediaan sarana dan prasarana bangunan irigasi pada masing –masing Kabupaten di Sulawesi Tenggara cukup bervariasi dan relatif sangat terbatas. 2. Saran-Saran

a) Dalam rangka meningkatkan mobilitas dan percepatan pembanguan di Sulawesi Tengga, maka perlu peningkatan jalan baik kuantitas maupun kualitasnya. b) Kuantitas lapangan udara telah mencukupi namun pelayanan dan kenyamanan

(17)

17 c) Untuk pemanfaatan potensi lahan pertanian secara optimal pembangunan irigasi

perlu ditingkatkan. VI. DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2013., Kondisi Luas Lahan Potensial dan Fungsional di Sulawesi Tenggara,

Balai Pengembangan Sumber Daya Air Sulawesi Tenggara, BPS. 2012, Sulawesi Tenggara Dalam Angka, 2012

---, Sulawesi Tengah Dalam Angka, 2012

---, Statistik Perhubungan Provinsi Sulawesi Tenggara, 2012

Bandar Udara di Indonesia. http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_bandar_udara_ di_Indonesia

Cahyono Eko Fajar Dan Kaluge David. 2010. Analisis Pengaruh Infrastruktur Publik Terhadap Produk Domestik Bruto Perkapita Di Indonesia. Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, Malang

Permana Chandra Darma. 2009. Analisis Peranan Dan Dampak Investasi Infrastruktur Terhadap Perekonomian Indonesia: Analisis Input-Output. Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Statistik Perhubungan, Dinas Perhubungan Sulawasi Tenggara, 2013

Todaro, P. L. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Erlangga, Jakarta.

Wahyuni, Krismanti Tri.2009. Analisis Pengaruh Infrastruktur Ekonomi dan Sosial Terhadap roduktivitas Ekonomi di Indonesia. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen.Institut Pertanian Bogor

Worl Bank-P3KM. 2013. Pembangunan Infrastruktur Untuk Menjaga Momentum dan Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Pulau Sulawesi. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Kebijakan Dan Manajemen (P3KM) Universitas

Gambar

Gambar 1.1 Panjang Jalan di Sulawesi Tenggara Masih Dibawah Rata-rata Sulawesi dan
Gambar 1.2 Sebagian besar jalan di Sulawesi Tenggara adalah jalan Kabupaten/Kota
Gambar 1.4 Kualitas Jalan di Sulawesi Tenggara Masih Relative Rendah, 2011
Tabel  2.1 Ketersediaan Pelabuhan udara di Pulau Sulawesi
+5

Referensi

Dokumen terkait

“Pemindahan orang melewati batas nasional dan internasional secara gelap dan melanggar hukum, terutama dari negara berkembang dan dari negara dalam transisi ekonomi, dengan

Berikut ini adalah diagram alir perhitungan Orthogonal Laplacianfaces pada bagian pengurangan dimensi dengan PCA sampai tahap perhitungan data baru untuk diproses pada

Ketakutan-ketakutan akan ancaman ilmu hitam yang dimiliki oleh orang suku laut membuat orang melayu sebisa mungkin menghindari kontak langsung dengan orang suku laut untuk

Berdasarkan latar belakang yang menunjukan adanya perbedaan antar makna leksikal dan idiomatikal dari Idiom dan makna konotasi yang terdapat di dalam kata Herzen dan Augen

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka penulis merumuskan masalah yang akan dibahas dalam laporan ini adalah “Bagaimana membangun suatu Aplikasi pengajuan cuti

Adanya peningkatan pelayanan dalam dimensi jaminan (assurance), dalam hal ini meningkatkan kemampuan dosen, karyawan dan fungsionaris Jurusan Pendidikan Ekonomi yang

Dermatitis atopik yang sering disebut dengan ekzema merupakan penyakit inflamasi pada kulit yang bersifat kronik yang ditandai dengan adanya pruritus yang hebat, eritema,

Dengan peningkatan konsentrasi garam, tekanan uap air akan berkurang, dan karenanya mengurangi fluks. Dengan konsentrasi umpan tinggi kemungkinan membran fouling terjadi