• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Zona Prospek Mineral Logam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Identifikasi Zona Prospek Mineral Logam"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Identifikasi Zona Prospek Mineral Logam Menggunakan Metode Induksi Polarisasi

Daerah Fatunisuan Kecamatan Miomaffo Barat Nusa Tenggara Timur

Benny Aji Sasmito, Ir. Agus Santoso. MSi, Wahyu Hidayat. SSi. MSc UPN “Veteran” Yogyakarta, Jln SWK Ring Road Utara Condong Catur 55283,

Prodi Teknik Geofisika email : Basasmito.upnyk@gmail.com

Kata Kunci : Induksi Polarisasi, Resistivity, Chargeability, Skarn, Zona Prospek Logam

Sari

Metode induksi polarisasi merupakan salah satu bagian dari geolistrik yang sering digunakan dalam eksplorasi mineral logam. Lintasan yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 12 lintasan pengukuran dengan arah lintasan N 55° E (Barat daya-Timur laut). Panjang lintasan rata-rata 2000 meter dengan spasi pengukuran 20 meter dengan faktor pengali kedalaman (n) 8. Konfigurasi yang digunakan dalam pengambilan data adalah konfigurasi Dipole-Dipole.

Berdasarkan pengukuran metode induksi polarisasi, mineral logam pada daerah penelitian memiliki nilai

Chargeability > 60 Msec dengan korelasi nilai Resistivity

sedang-tinggi dengan range nilai 80-250 Ohm.m. dari sebaran anomali IP, posisi mineralisasi logam pada daerah penelitian menyebar secara setempat, pola kemererusannya terlihat terkonsentrasi pada daerah lembah dan lereng bukit. Mineral logam pada daerah penelitian merupakan jenis endapan skarn.

Zona prospek mineral logam pada daerah penelitian ini dibagi menjadi tujuh zona, dimana masing masing zona memiliki karakteristik yang relatif sama. Berdasarkan hasil interpretasi penyebaran mineral logam cenderung berarah utara-selatan dengan luasan zona bervariasi antara 0,5 sampai 3,3 hektar. Berdasarkan sebaran zona target didapatkan 16 titik rekomendasi titik pemboran guna memastikan jenis mineral logam yang terdapat pada daerah penelitian.

1. PENDAHULUAN

Wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara yang terletak di Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu kabupaten yang memiliki potensi bahan galian logam yang cukup menarik untuk di teliti lebih lanjut. Identifikasi sebaran mineral di permukaan oleh para ahli geologi di rasa kurang cukup untuk memberi gambaran mengetahui pola dan kemenerusan mineral di bawah permukaan, oleh sebab itu sekarang banyak berkembang metode metode pendekatan yang di dasari dari sifat tertentu.

Metode Geofisika merupakan salah satu metode tidak langsung yang digunakan untuk mempelajari bumi berdasarkan kaidah atau prinsip dasar fisika. Metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan untuk penyelidikan bawah permukaan berdasarkan sifat kelistrikan suatu batuan. Metode polarisasi terimbas atau biasa disebut Induksi Polarisasi (IP) merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan untuk eksplorasi base metal dan logam (Herdi, 2011).

Metode ini menggunakan parameter Chargeability untuk mendeteksi adanya kandungan mineral logam.

Chargeability adalah parameter yang menunjukan lamanya

waktu yang dimiliki suatu benda untuk menyimpan atau

menahan arus listrik. Metode ini mengasumsikan bahwa batuan dibawah permukaan bumi memiliki variasi nilai

Chargeability tergantung besarnya kandungan mineral

logam yang dimiliki batuan tersebut.

2. TINJAUAN GEOLOGI

Pulau Timor memiliki keadaan geologi yang sangat rumit, hal ini ditunjukan dari variasi litologi yang beragam serta struktur geologi yang cukup rumit. Secara tektonik pulau Timor merupakan bagian yang tidak terpisah dri kerak benua Australia hal ini ditunjukan dengan adanya batuan malihan yang terdapat hampir diseluruh wilayah pulau. Sebagai akibat dari benturan yang terjadi, pada busur Banda terbentuk batuan campur aduk (Bancuh) yang terdiri atas batuan basa dan ultrabasa, terjadinya proses metamorfisme pada batuan sedimen, dan pembentukan gunung api sebagai sumber dari batuan vulkanik.

Gambar II.1. Peta Geologi Regional (Modifikasi Peta Geologi

Lembar Kupang-Atambua, P3G, 1996).

Di lihat dari kenampakan topografi, morfologi daerah penelitian terdiri atas perbukitan bergelombang berlereng landai sampai agak terjal. Di beberapa tempat terlihat adanya tonjolan-tonjolan bukit yang berupa bongkah batugamping yang disebut Fatu. Pada umumnya satuan morfologi ini tersusun oleh batuan campur aduk yang termasuk dalam kompleks Bobonaro.

Berdasarkan peta Geologi Lokal (Gambar II.1.) litologi penyusun pada daerah penelitian dibagi menjadi 3 satuan batuan yaitu :

1. Satuan Bancuh (Kompleks Bobonaro), satuan ini berupa batuan campur aduk yang terdiri atas bongkah-bongkah batugamping baik klastik maupun non klastik, batuan metamorf derajat sedang seperti batusabak, sekis. Beberapa tempat juga ditemukan Marmer dan kuarsit serta rijang. Bongkah-bongkah tersebut tertanam pada massa dasar Batulempung bersisik (Scaly Clay).

(2)

berwarna abu-abu gelap, kurang kompak, ukuran butir sangat halus (lempung). setempat terdapat urat-urat yang terisi kalsit.

3. Satuan Batugamping klastik (Formasi Maubisse), pada satuan batuan ini terdiri atas batugamping klastik berupa kalkarenit, kalsilutite, berwarna putih berlapis, sangat kompak. Batugamping non klastik ditemukan setempat dan sebagian telah termetamorfkan menjadi Marmer.

Stratigrafi antar satuan batuan tersebut berhubungan secara tidak selaras, hal ini ditunjukan dari umur masing-masing satuan batuannya. Formasi maubisse berumur perm-trias merupakan batuan tertua yang terdapat pada daerah ini, selanjutnya Formasi Haulasi berumur Tersier pada kala paleosen tengah-eosen tengah. Kompleks Bobonaro memiliki umur Tersier terbentuk pada kala Oligosen-Pliosen. Berdasarkan peta geologi tentatif masing-masing formasi tersebut bersentuhan secara struktur.

Gambar II.2. Peta Geologi Lokal (PT.Geomap).

3. DASAR TEORI

3.1. Induksi Polarisasi

Metode induksi polarisasi merupakan salah satu bagian dari geolistrik yang sering digunakan dalam eksplorasi mineral logam. Metode ini dapat mendeteksi adanya polarisasi yang terjadi pada permukaan mineral logam ketika arus listrik di injeksikan kedalam bumi.

Pada prinsipnya metode ini mengukur perbedaan nilai potensial listrik yang menurun secara gradual pada saat arus listrik di matikan. Arus listrik di injeksikan kedalam bumi melalui dua buah elektroda arus, beda potensial yang terjadi di ukur melalui dua buah eletroda potensial. Pada saat arus listrik di injeksikan terjadi distribusi ion ion di bawah permukaan bumi yang mengalir melewati tubuh batuan.

Potensial yang terukur pada saat penginjeksian arus ini disebut potensial primer. Adanya kandungan mineral logam akan menggangu distribusi ion ion yang mengalir. Pada saat arus listrik di matikan potensial listrik akan mengalami penurunan di mana penurunan ini tidak langsung menuju nilai nol, tetapi menurun secara bertahap dalam interval waktu tertentu. Potensial yang terukur pada saat arus di matikan ini disebut potensial sekunder.

Polarisasi yang terjadi pada batuan di kontrol oleh dua mekanisme yang utama yaitu polarisasi membran dan polarisasi elektroda. Polarisasi membran erat kaitannya dengan keberadaan mineral lempung sedangkan polarisasi elektroda disebabkan oleh keberadaan mineral logam di dalam tubuh batuan.

3.1.1. Polarisasi membran

Pada batuan energi listrik yang tersimpan erat kaitannya dengan proses elektrokimia yang terjadi. Proses elektrokimia adalah proses reaksi atau perubahan kimia yang terjadi karena adanya arus listrik. Polarisasi membran terjadi karena keberadaan mineral lempung dalam suatu tubuh batuan. Pada mekanisme ini polarisasi yang terjadi tidak ada hubungannnya dengan kandungan mineral logam dalam batuan.

Gambar III.1. Distribusi ion pada lapisan tipis lempung (a),

distribusi ion pada partikel lempung dalam batuan (b). (dimodifikasi dari Reynold, 1997).

Pada permukaan mineral lempung dan bidang batas antar pori batuan terjadi penumpukan muatan negatif karena adanya reaksi air formasi yang membawa muatan positif. Akibatnya terjadi penumpukan muatan positif pada permukaan mineral membentuk semacam awan positif sedangkan muatan negatif tertolak menjauhi bidang batas permukaan mineral (Gambar III.1).

Apabila arus listrik di alirkan, maka muatan posirif akan bergerak mengikuti arah medan listrik tetapi muatan negatif akan terakumulasi pada awan positif sehingga menghambat arus listrik yang mengalir. Saat arus listrik di matikan, muatan muatan yang menumpuk akan kembali pada posisi semula, hal ini yang menyebabkan terjadinya polarisasi listrik dalam frekuensi yang kecil dan biasa disebut Normal

IP effect (Telford,1990).

3.1.2. Polarisasi elektroda

Aliran arus listrik pada batuan sangat di pengaruhi ada tidaknya larutan elektrolit yang mengisi pori pori batuan sebagai media penghantar. Adanya partikel mineral logam di dalam tubuh batuan yang bereaksi dengan larutan elektrolit akan menghasilkan beda potensial. Beda potensial ini terjadi karena proses pengkutuban antara ion ion dalam batuan yang sering disebut Potensial diri atau self potential. Mineral logam bersifat konduktif sehingga pada tubuh mineral dapat mengalirkan arus listrik dengan sangat baik.

(3)

menghasilkan beda potensial baru akibat penambahan muatan listrik dalam hal ini biasa disebut Overvoltage.

Gambar III.2. Distribusi ion yang membentuk potensial diri (a),

polarisasi yang terjadi saat injeksi arus (b). (dimodifikasi dari Reynold, 1997).

Dalam mekanisme ini potensial yang di hasilkan mempunyai nilai yang lebih besar dari potensial yang terjadi pada reaksi elektrolit. Penumpukan muatan ini

membentuk semacam “kapasitor” dimana pada saat arus

listrik dimatikan muatan tersebut tertahan sesaat sebelum akhirnya kembali pada posisi sebenarnya. Lamanya waktu yang dibutuhkan muatan untuk kembali keposisi semula ini yang akan di deteksi sebagai peluruhan potensial yang akan menjadi parameter dalam pegukuran induksi polarisasi.

3.2. Teknik Pengukuran IP Kawasan Waktu

Pengukuran dalam domain waktu ini bertujuan untuk melihat perubahan beda potensial pada saat arus injeksi di matikan. Dalam hal ini arus di injeksikan kedalam bumi melalui sepasang elektroda arus menghasilkan beda potensial yang di ukur melalui dua buah elektroda potensial non-polarisable. Beda potensial yang pada saat arus di injeksikan di sebut sebagai potensial primer (Vp) sedangkan beda potensial yang terukur pada saat arus di matikan di sebut potensial sekunder (Vs).

Pengukuran dalam kawasan waktu di dasari oleh perbedaan nilai potensial yang terjadi karena adanya proses peluruhan potensial terhadap fungsi waktu. Saat arus listrik di matikan, potensial primer (Vp) tidak langsung menuju nilai nol tetapi turun secara gradual berdasarkan fungsi waktu (Gambar III.3).

Gambar III.3. Peluruhan potensial pada saat dan sesudah arus

dimatikan (Reynold, 1997).

Pengukuran dalam kawasan waktu ini dapat di nyatakan dalam dua besaran berbeda yaitu Millivolts per volt (IP Percent) dan Chargeability.

Millivolts per volt di dasari pengukuran potensial sekunder

pada waktu tertentu pada saat arus di matikan. Besaran ini dinyatakan dalam persamaan berikut :

�� % =� 1

�� × 100

Potensial sekunder ini memiliki nilai yang sangat kecil (mV) di bandingkan potensial primer (V) sehingga IP Persent sering di nyatakan dalam satuan persen (%). Chargeability

merupakan besaran yang paling sering digunakan dalam pengukuran induksi polarisasi. Besaran ini di rumuskan dalam persamaan :

�= 1

�� � ( )�

2 1

Dalam Chargeability potensial primer dan sekunder memiliki satuan yang sama (mV) dan dan di nyatakan dalam satuan Milliseconds (Msec).

3.3. Konfigurasi dipole-dipole

Berdasarkan letak (konfigurasi) elektroda-elektroda arus dan potensialnya, dikenal beberapa jenis konfigurasi elektroda dalam survei geolistrik. Pada pengukuran induksi polarisasi konfigurasi yang paling sering digunakan adalah konfigurasi Dipole-dipole. Konfigurasi ini telah lama dan masih digunakan untuk survei resistivitas dan IP karena memiliki efek kopling EM yang rendah antara potensial dan arusnya (Loke, 2004).

Gambar III.4. Susunan Konfigurasi Dipole-dipole (Modifikasi dari

Loke, 1994).

Pada konfigurasi Dipole-dipole (Gambar III.4) jarak antar elektroda arus (a) sama dengan jarak antar elektroda potensial dimana jarak antar elektroda arus C1 dan P1 (na) merupakan faktor pengali yang berhubungan dengan faktor kedalaman penetrasi. Jarak antar elektroda di pasang sama dengan faktor pengali yang meningkat untuk menambah kedalaman investigasi. Dalam konfigurasi ini faktor geometri di nyatakan dalam persamaan berikut :

�= �+ 1 �+ 2 ��

Sehingga Resistivitas semu dapat dihitung menggunakan rumus :

�= �+ 1 �+ 2 ��∆�

I

(4)

Gambar III.5. Penampang Sensitivitas Konfigurasi Dipole-Dipole

untuk n = 1 hingga n = 6 (Loke, 1994)

Nilai sensitivitas terbesar umumnya terletak diantara pasangan kutub C2-C1, dan pada pasangan P1-P2. Ini berarti konfigurasi ini sangat sensitif terhadap perubahan sensitivitas di bawah setiap pasangan elektroda kutubnya.

Dengan bertambahnya faktor „n‟ maka nilai sensitivitas

tingginya juga bertambah dan lebih terkonsentrasi di bawah kutub C1-C2 dan P1-P2, sedangan nilai sensitivitas di bawah pusat konfigurasinya (antara C1-P1) menurun.

4. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini diawali dengan tahapan studi literatur untuk mempelajari karakteristik geologi daerah penelitian meliputi informasi geologi daerah penelitian, stratigrafi, kondisi struktur regional serta mineralisasi daerah penelitian. Hasil dari studi literatur tersebut menjadi dasar dalam penentuan desain survei lintasan sesuai dengan target yang ingin di teliti.

Tahapan selanjutnya dilakukan akuisisi data yang meliputi pengukuran nilai Potensial listrik (V), Kuat arus listrik (I), Resistivitas semu (Rho), dan Chargeability (M). Data resistivitas terukur merupakan nilai resistivitas semu dimana nilai ini merupakan nilai tahanan jenis batuan yang masih terpengaruh oleh heterogenitas batuan di bawah permukaan. Untuk mendapatkan nilai resistivitas sebenarnya dilakukan proses inversi secara 2D menggunakan perangkat lunak Res2Dinv, sehingga didapatkan nilai True Resistivity dan

True Chargeability dalam gambaran penampang 2D.

Pada penampang 2D ini memberi gambaran kondisi bawah permukaan di sepanjang lintasan pengukuran di mana dalam hal ini memberikan informasi tentang posisi target serta kedalaman anomali.

Hasil dari pemodelan 2D tidak bisa memberikan gambaran pola penyebaran anomali oleh karena itu pengolahan dilanjutkan dengan membuat peta sebaran anomali dengan menggunakan perangkat lunak Mapinfo. Peta hasil berupa

peta sebaran anomali yang memperlihatkan pola penyebaran serta kemenerusan anomali sehingga dapat diinterpretasikan pola sebaran dan arah dari kemenerusan mineralisasi logam.

Gambar IV.1 Diagram Alir Metodologi Penelitian

4.1. Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data hasil akuisisi lapangan yang dilakukan oleh PT. Geomap sebagai pelaksana kegiatan survey. Data yang digunakan berupa data mentah hasil pengukuran meliputi koordinat posisi elektroda, nilai Potensial listrik (V), Kuat arus (I), beda tinggi antar titik, dan nilai Chargeability (M).

Lintasan yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 12 lintasan pengukuran dengan arah lintasan N 55° E (Barat daya-Timur laut). Panjang lintasan rata-rata 2000 meter dengan spasi pengukuran 20 meter dengan faktor pengali kedalaman (n) 8. Konfigurasi yang digunakan dalam pengambilan data adalah konfigurasi dipole-dipole.

Tabel IV.1.Rekapitulasi data koordinat awal dan akhir lintasan.

4.2. Pengolahan Data

Dari data yang diperoleh dari hasil pengukuran lapangan selanjutnya dilakukan pengolahan data. Tahapan pertama dari pengolahan data ini yaitu mengelompokan data masing-masing lintasan pengukuran menggunakan perangkat lunak

Ms Excel. Data yang dikelompokan berupa data faktor

Easting Northing Elevasi Easting Northing Elevasi 1 648734.2 8939960 638.972 650332.7 8941107 536.052 2 648717.8 8940350 693.826 650363.4 8941501 562.098 3 648323.2 8940522 710.531 649991.8 8941655 630.226 4 648348.1 8940868 776.815 650045.5 8942044 641.198 5 648189 8941090 837.652 649825 8942236 641.188 6 648169.4 8941438 836.662 649844 8942552 619.994 7a 647793.3 8941467 974.848 648014.9 8941596 929.572 7b 648088.5 8941700 876.293 649527.7 8942659 645.172 8 647893.5 8941914 887.454 649601.6 8943115 582.419 9a 647656.7 8942002 965.893 648026.1 8942216 881.704 9b 648351.9 8942470 828.559 649510 8943220 558.74 10 647503.8 8942253 970.554 649090.7 8943355 607.435

(5)

pengali kedalaman (n), Potensial listrik (V), Kuat arus (I), Resistivitas semu (Rho), dan Chargeability (M) pada tiap lintasan. Pada tahapan awal ini menghasilkan data berupa data Notepad yang pada tahapan selanjutnya akan dilakukan pemodelan 2D.

Pada tahapan selanjutnya dilakukan pemodelan 2D menggunakan perangkat lunak Res2Dinv yang bertujuan untuk mendapatkan nilai resistivitas sebenarnya yang menggambarkan kondisi bawah permukaan. Pada tahapan ini didapatkan hasil berupa pseudosection 2D True Resistivity

dan Chargeability beserta nilai yang akan digunakan dalam

pembuatan peta sebaran Resistivity dan Chargeability.

Dari data yang dihasilkan perangkat lunak Res2Dinv, tahapan selanjutnya adalah membuat peta sebaran True

Resistivity dan Chargeability. Data diolah menggunakan

Ms.Excel untuk membuat data base berupa koordinat titik

pada masing masing “n” pengukuran hal ini dilakukan guna

mendapatkan posisi nilai resistivitas terukur secara geografis. Data selanjutnya diolah menggunakan perangkat lunak Mapinfo. Dari tahapan pengolahan ini didapatkan hasil berupa peta sebaran yang terlebih dahulu melalui proses interpretasi kualitatif guna mendapatkan posisi anomali berdasarkan karakteristik nilai Resistivity dan Chargeability.

4.3. Interpretasi Data

Tahapan interpretasi merupakan tahapan dimana peneliti menganalisa, memperkirakan dan menentukan posisi anomali yang berhubungan dengan sifat fisika batuan yang ada di bawah permukaan. Tahapan ini sangat penting mengigat hasil yang diperoleh memberikan gambaran bawah permukaan yang harus dapat dipertanggung jawabkan seorang peneliti. Interpretasi pada penelitian ini didasari oleh respon sifat kelistrikan bahan yang ada dibawah permukaan bumi dengan hasil berupa peta sebaran anomali yang berhubungan dengan zona mineralisasi logam yang ada pada daerah penelitian.

Tahapan interpretasi ini diawali dengan mempelajari karakteristik geologi daerah penelitian serta membuat hipotesa sementara, selanjutnya dengan membandingkan nilai Resistivity dan Chargeability akan didapatkan posisi anomali yang menunjukan keberadaan mineral logam. Berdasarkan dari informasi geologi, mineralisasi pada daerah penelitian merupakan mineralisasi sekunder dimana mineral logam yang ada pada daerah penelitian bersifat tidak insitu dengan kata lain merupakan hasil transportasi dari tempat asal mula pembentukannya. Data geologi lokal daerah penelitian memberikan gambaran bahwa:

1. Mineral logam yang ditemukan pada daerah penelitian berasosiasi dengan formasi yang terdiri dari batuan campur aduk (Kompleks Bobonaro) yang didominasi Batulempung.

2. Bentuk dari cebakan mineral logam memiliki geometri berupa nodul-nodul yang ditemukan secara setempat.

3. Mineral logam yang tersingkap di daerah penelitian mineral logam berasosiasi Batugamping yang memiliki nilai resistivitas yang cenderung tinggi.

4.5 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan dari hasil penyelidikan geokimia sistematik lembar Atambua yang dilakukan Ramli (2005) menyebutkan bahwa mineral logam yang terdapat pada Pulau Timor terdiri dari Emas (Au), Mangan (Mn), Nikel (Ni), Tembaga (Cu), Timah hitam (Pb), dan Perak (Ag). Pada Kabupaten Timor Tengah Utara tepatnya di Desa Noetoko terdapat kandungan emas dan tembaga. Semua unsur logam yang ditemukan

termasuk kedalam satuan batuan campur aduk (Kompleks Bobonaro) hanya beberapa mineral yang ditemukan pada Formasi Maubisse.

Selain itu menurut informasi survei pendahuluan geologi, mineral logam ditemukan pada daerah lereng bukit dan menyebar mengikuti lembah perbukitan. Dari hasil penelitian menggunakan metode induksi polarisasi yang dilakukan oleh PT.Geomap pada daerah Oekopa didapatkan informasi bahwa mineral logam terdapat pada boulder Batugamping

yang termasuk dalam satuan Batulempung “Scaly Clay”

Kompleks Bobonaro dengan nilai Resistivity sedang sampai tinggi > 80-250 Ohm.m dengan keberadaan mineral logam di tunjukan dengan nilai Chargeability sedang-tinggi >60 msec.

5. HASIL dan PEMBAHASAN

5.1 Interpretasi Kualitatif

Berdasarkan dari studi litelatur mineral logam berasosiasi dengan satuan Bancuh (Kompleks Bobonaro) yang terdiri atas batuan campur aduk yang tersusun atas batuan metamorf, lava, dan batuan sedimen berupa Batugamping,

dengan Batulempung “Scaly Clay” sebagai masa dasar. Mineral logam pada daerah penelitian merupakan mineral logam yang tidak insitu sebagai hasil dari proses geologi yang terakumulasi pada zona-zona cebakan. Cebakan mineral logam banyak ditemui berasosiasi dengan bongkah Batugamping, dan Rijang dengan geometri berupa nodul-nodul yang tersebar secara acak di beberapa lokasi tertentu. Interpretasi kualitatif ini menjelaskan hubungan antara parameter geofisika dengan kondisi geologi daerah penelitian. Berdasarkan dari data singkapan batuan, satuan batuan yang ada pada daerah penelitian dapat dibagi menjadi tiga satuan batuan yang memiliki karakteristik litologi yang berbeda yang dijelaskan pada Tabel V.1 berikut :

Tabel V.1. Klasifikasi satuan batuan berdasarkan data singkapan

batuan.

5.2 Interpretasi Kuantitatif

Analisa lebih lanjut dalam interpretasi metode induksi polarisasi dilakukan secara kuantitatif. Dalam hal ini interpretasi bertujuan untuk mendapatkan klasifikasi jenis litologi berdasarkan nilai parameter Resistivity serta keberadaaan mineral logam berdasarkan parameter

Chargeability. Dari hasil pengolahan data menggunakan

perangkat lunak Res2Dinv didapatkan hasil berupa penampang Pseudosection 2D True Resistivity dan

Chargeability pada masing-masing lintasan pengukuran.

Pada penelitian ini interpretasi secara kuantitatif didasari oleh beberapa hal dimana setiap parameter yang digunakan merupakan hasil dari studi litelatur dan parameter lapangan yang digunakan sebagai titik acuan. Beberapa pertimbangan yang digunakan dalam interpretasi ini dijelaskan sebagai berikut :

1. Dari hasil kalibrasi pengukuran pada saat pengambilan data, mineral logam memiliki respon Chargeability > 60 Msec.

No Satuan Batuan Keterangan 1

Metasedimen Batugamping

Terdiri atas Kalkarenit dan Kalsilutite yang sebagian termetamorfkan menjadi marmer

2

Batugamping Terdiri atas bongkah Batugamping non klastik dan Rijang

3

(6)

2. Cebakan mineral logam bersifat tidak insitu dan memiliki geometri berupa nodul-nodul.

3. Mineral logam ditemukan berasosiasi dengan Batugamping yang memiliki respon Resistivity tinggi.

5.3. Hasil Pengukuran

Pengukuran metode induksi polarisasi yang dilakukan berjumlah 10 lintasan dimulai dari lintasan Line 1 sampai

Line 10. Lintasan pengukuran berarah baratdaya-timurlaut

dengan azimut N 55° E. Pengukuran dilakukan dengan spasi 20 m dengan n = 8. Pada pemodelan 2D spasi pengukuran diperpendek menjadi 10 m dengan n = 10 hal ini dilakukan untuk mendapatkan model pendekatan yang lebih detail dengan geometri anomali yang lebih smooth.

5.3.1. Lintasan Line 001 Fatunisuan

Hasil pengukuran IP pada lintasan ini memperlihatkan dominasi nilai Resistivity yang cenderung rendah dengan range nilai 5 sampai 50 Ohm.m (Gambar V.1). pada beberapa posisi terlihat adanya anomali Resistivity tinggi dengan nilai 80 sampai > 150 Ohm.m. Respon

Chargeability tinggi terlihat menyebar secara setempat

(Spotted) mengikuti pola Resitivity tinggi dengan nilai

Chargeability > 60 Msec (Gambar V.1).

Nilai Resistivity rendah kemungkinan merupakan respon dari batulempung sedangkan anomali Resistivity tinggi yang terlihat spot spot merupakan boulder dari Batugamping dan Metamorf. Pada lintasan ini diinterpretasikan mineral logam berada pada Batugamping. Interpretasi didasari oleh keberadaan singkapan batuan yang ditemukan pada saat pengukuran. Anomali

Chargeability tinggi memperlihatkan adanya kandungan

mineral logam pada lintasan ini dengan kedalaman > 20 m di bawah permukaan tanah.

5.3.2. Lintasan Line 002 Fatunisuan

Hasil pengukuran IP pada lintasan ini memperlihatkan adanya kesamaan pola dengan lintasan pertama dengan

dominasi nilai Resistivity yang cenderung rendah dengan range nilai 10 sampai 50 Ohm.m. Respon Chargeability

tinggi terlihat terkonsentrasi pada posisi jarak 1670 – 1720 m dengan nilai Chargeability > 60 Msec (Gambar V.2). Pada lintasan ini terdapat perbedaan letak anomali yang berada pada respon Resistivity tinggi dengan nilai 80 sampai 200 Ohm.m. Pada lintasan ini juga terlihat adanya pola Resistivity low-to-high yang berubah secara signifikan, pola ini di mengindikasikan adanya struktur geologi berupa sesar normal.

Nilai Resistivity rendah kemungkinan merupakan respon dari batulempung sedangkan anomali Resistivity tinggi merupakan boulder dari Batugamping. Pada lintasan ini diinterpretasikan mineral logam berasosiasi dengan Batugamping.

5.3.3. Lintasan Line 003 Fatunisuan

Pada lintasan ini memperlihatkan dominasi nilai Resistivity

yang rendah dengan range nilai 10 sampai 50 Ohm.m. Pada posisi jarak 240 – 650 m di beberapa bagian terlihat adanya respon Resistivity tinggi dengan range nilai 80 – 400 Ohm.m yang diinterpretasikan berupa batugamping (Gambar V.3). Respon Chargeability tinggi yang menunjukan keberadaan mineral logam terlihat pada jarak -510 sampai -350 dengan nilai >60 Msec.

Anomali ini terlihat berada pada nilai resistivity sedang-tinggi. Pada nilai Resistivity tinggi mineral logam diinterprtasikan berasosiasi dengan Batugamping klastika. Adanya penurunan nilai Resistivity secara gradual pada bidang batas anomali Resistivity tinggi pada jarak sekitar 500 m diinterpretasikan sebagai zona hancuran. Interpretasi ini diperkuat dengan adanya kelurusan struktur pada peta geologi lokal.

(7)

5.3.4. Peta Sebaran Resistivity

Peta sebaran Resistivity dibuat dengan tujuan untuk melihat bagaimana penyebaran nilai Resistivity yang terukur dilapangan baik dalam fungsi kedalaman maupun secara geografis.

Dalam peta ini (Gambar V.4) dapat dapat menjelaskan bagaimana perubahan respon Resistivity pada masing-masing kedalaman investigasi. Berdasarkan dari peta

Resistivity with depth ini dibuat analisa penyebaran batuan

berdasarkan nilai Resistivity yang dominan sehingga

mendapatkan hasil berupa peta sebaran litologi dipermukaan (Gambar V.5).

Dari interpretasi penulis sebaran nilai Resistivity ini mewakili sebaran litologi yang ada di daerah penelitian dengan dasar pembagian klas nilai Resistivity, maka dibuat klasifikasi litologi berdasarkan respon nilai Resistivity

yang dapat dilihat pada tabel berikut :

Gambar V.3. Penampang Pseudosection 2D Resistivity, Chargeability dan interpretasi mineral logam pada lintasan Line 003 Fatunisuan.

(8)

Gambar V.4. Peta sebaran nilai Resistivity pada kedalaman tertentu.

Gambar V.5. Peta sebaran litologi permukaan berdasarkan nilai Resistivity.

Tabel V.2. Klasifikasi satuan batuan berdasarkan nilai Resistivity.

\

5.3.13. Peta Sebaran Chargeability

Sama halnya dengan peta sebaran Resistivity, peta sebaran

Chargeability juga dibuat bertujuan untuk melihat

bagaimana penyebaran nilai Chargeabilty yang terukur dilapangan baik dalam fungsi kedalaman maupun secara geografis.

Gambar V.6. Peta sebaran nilai Chargeability pada kedalaman tertentu.

Dalam peta ini (Gambar V.6) dapat dijelaskan penyebaran nilai Chargeability pada masing-masing kedalaman investigasi pada daerah penelitian. Kemenerusan anomali terlihat pada kedalaman -12 sampai -21,7 meter. Anomali ini terletak pada tenggara daerah penelitian.

Anomali lain juga terlihat pada kedalaman -21 sampai -40 meter dengan penyebaran yang cukup luas. Anomali ini terletak pada baratlaut daerah penelitian. Sebaran nilai

Chargeability sangat di dominasi oleh nilai Chargeability

rendah hal ini dapat dilihat dari klas nilai 0 – 50 Msec yang di tandai dengan warna biru. Nilai Chargeability sedang sampai tinggi dengan nilai 60 – 200 Msec cenderung menyebar secara setempat.

Target yang akan dicari pada penelitian ini berupa lokasi yang memiliki nilai Chargeability tinggi sebagai indikasi

Gambar V.7. Peta sebaran anomali Chargeability. No Nilai Resistivity (Ohm.m) Satuan Batuan Keterangan

1 150 - > 500 Metasedimen BatugampingTerdiri atas Kalkarenit dan Kalsilutite yang sebagian termetamorfkan menjadi marmer

2 80 - 150 Batugamping Terdiri atas bongkah Batugamping non klastik dan Rijang

(9)

Berdasarkan peta yang telah dibuat, lokasi yang mengambarkan chargeability tinggi tersebar secara setempat atau spot-spot serta tidak memperlihatkan adanya zona penyebaran yang jelas. Untuk mempermudah interpretasi dilakukan overlay antara peta sebaran

Chargeability dengan peta topografi. Dari hasil kompilasi

peta tersebut di dapatkan kesimpulan bahwa anomali

Chargeability tinggi tersebar pada bentukan morfologi

berupa lembah dan lereng bukit (Gambar V.7).

Gambar V.8. Peta Zona Prospek Mineral Logam.

Dari peta zona anomali didapatkan kesimpulan bahwa ada tiga zona utama penyebaran mineral logam pada daerah penelitian. Pembagian zona ini di jelaskan pada uraian berikut :

1. Zona A terletak di bagian barat daerah penelitian pada koordinat 647.767-647.927 mE dan 8.941.842-8.942.187 mN, dengan arah penyebaran relatif utara-selatan. Zona ini di dapatkan dari hasil pengukuran IP pada lintasan 009a dan 008 dengan luasan zona 3,3 hektar.

2. Zona B terletak pada bagian tengah daerah penelitian pada koordinat 648.458-648.573 mE dan 8.941.933-8.942.040 mN, dengan arah penyebaran relatif baratlaut-tenggara. Zona ini di dapatkan dari hasil pengukuran IP pada lintasan 007 dengan luasan zona 0,6 hektar.

3. Zona C terletak pada bagian tengah daerah penelitian pada koordinat 649.142- 649.257 mE dan 8.941.473-8.941.797 mN, dengan arah penyebaran relatif utara-selatan. Zona ini di dapatkan dari hasil pengukuran IP pada lintasan 004 dan 005 dengan luasan zona 1,6 hektar.

4. Zona D terletak pada bagian tengah daerah penelitian pada koordinat 648.327-648.387 mE dan 8.941.182-8.941.532 mN, dengan arah penyebaran relatif utara-selatan. Zona ini di dapatkan dari hasil pengukuran IP pada lintasan 004 dan 005 dengan luasan zona 0,9 hektar.

5. Zona E terletak pada bagian timur daerah penelitian pada koordinat 650.072-650.137 mE dan 8.941.264-8.941.379 mN, dengan arah penyebaran relatif utara-selatan. Zona ini di dapatkan dari hasil pengukuran IP pada lintasan 002 dengan luasan zona 0,5 hektar.

6. Zona F terletak pada bagian timur daerah penelitian pada koordinat 649.720-649.787 mE dan 8.940.831-8.941.224 mN, dengan arah penyebaran relatif utara-selatan. Zona ini di dapatkan dari hasil pengukuran IP pada lintasan 002 dengan luasan zona 1,8 hektar. 7. Zona G terletak pada bagian paling selatan daerah

penelitian pada koordinat 649.415-649.602 mE dan 8.940.507-8.940.834 mN, dengan arah penyebaran relatif utara-selatan. Zona ini di dapatkan dari hasil pengukuran IP pada lintasan 001 dengan luasan zona 3 hektar.

Berdasarkan peta penyebaran anomali didapatkan zona yang diperkirakan mengandung mineral logam. Untuk penyelidikan lebih detail dilakukan rekomendasi penentuan titik lokasi pemboran. Koordinat lokasi rekomendasi titik pemboran dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel V.3. Koordinat lokasi rekomendasi pemboran.

Gambar V.9. Peta lokasi rekomendasi pemboran.

6. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengolahan, analisa serta interpretasi yang dilakukan pada penelitian ini, didapatkan beberapa kesimpulan, yaitu :

 Mineral logam pada daerah penelitian merupakan jenis endapan skarn dimana terbentuk dari proses metamorfisme regional yang bersentuhan langsung dengan batuan induk berupa Batugamping.

 Berdasarkan pengukuran metode induksi polarisasi, mineral logam pada daerah penelitian memiliki nilai

Chargeability > 60 Msec dengan korelasi nilai

Resistivity sedang-tinggi dengan range nilai 80-250

(10)

logam pada daerah penelitian menyebar secara acak, pola kemenerusannya terlihat terkonsentrasi pada daerah lembah dan lereng bukit.

 Zona prospek mineral logam pada daerah penelitian ini dibagi menjadi tujuh zona, dimana masing masing zona memiliki karakteristik yang relatif sama. Berdasarkan hasil interpretasi penyebaran mineral logam cenderung berarah utara-selatan dengan luasan zona bervariasi antara 0,5 sampai 3,3 hektar. Berdasarkan sebaran zona target didapatkan 16 titik rekomendasi titik pemboran guna memastikan jenis mineral logam yang terdapat pada daerah penelitian.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih saya ucapkan kepada Ir. Agus Santoso, M.si dan Wahyu Hidayat, S.si, Msc sebagai dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya dalam memberikan arahan kepada penulis hingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Griffin, R. H., 2005, Geophysical Exploration For

Engineering and Environmental Investigations, U.S.

Army Corps of Engineers, Washington DC.

Grandis, H., 2009. Pengantar Pemodelan Inversi

Geofisika. Institut Teknologi Bandung.

Hamilton, W.,1979, Tectonic of The Indonesian Region, U.S. Geol. Survey Prof.Paper 1078,355pp.

Holcombe, H.T., and Jiracek, G.R., 1984, Three Dimensional Terrain Correction In Resistivity Surveys,

Geophysics 49, 439-52

Kearey, P.,et al., 2002, An Introduction Of Geophysical

Explorations, Blackwell Science Ltd, United Kingdom.

Kurniawan, R., 2009, Pendugaan Keberadaan Zona

Mineralisasi Sulfida Logam Menggunakan Metode Induksi Polarisasi Konfigurasi Dipole-Dipole Pada daerah Panyumpa, Rantau Pulut, Kabupaten Seruyan, Kalimatan Tengah, Skripsi, Prodi Teknik Geofisika

UPN “Veteran” Yogyakarta.

Loke, M. H., 2000, Electrical Imaging Survey For

Environmental and Engineering Studies, Geotomo

Software, Malaysia.

Loke, M. H., 2004, Tutorial : 2-D and 3-D Electrical

Imaging Surveys, Geotomo Software, Malaysia.

Prasetyo, H. A., 2012, Identifikasi Penyebaran Zona Mineralisasi Berdasarkan Metode Induksi Polarisasi di “Bukit Kambing” Daerah Sandai, Kabupaten Ketapang, Kalimantan barat, Skripsi, Prodi Teknik

Geofisika UPN “Veteran” Yogyakarta.

Peta Topografi Kabupaten Timor Tengah Selatan, 2010, Jakarta : Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Ramli, Y.R., 2005, Penyelidikan Geokimia Regional Sistematik lembar Atambua, Provinsi Nusa Tenggara

Timur, Subdit Mineral Non Logam, Direktorat Sumber

Daya Mineral.

Reynold, J.M., 1997, An Introduction to Applied and

Enviromental Geophysics, Jhon Wiley and Sons,

England

Siswanto, R.U., Firmansyah., 1992, Pengantar

Pertambangan Indonesia, Asosiasi Pertambangan

Indonesia, LIPI, Jakarta

Stanton, R. L., 1972, Ore Petrologi, Departement of Geology University of New England, Mc Graw Hill Book Company, Australia.

Sukandarrumidi., 2009, Geologi Mineral Logam, Gadjah Mada University Press.

Tjokrosapoetro, S., Suwitodirdjo, K., 1996, Peta Geologi

Kupang-Atambua, Timor, Skala 1:250.000, P3G

Bandung.

Yusuf, A.F.,dkk., 2003, Inventarisasi Bahan Galian Non Logam di Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi

Nusa Tenggara Timur, Subdit Mineral Non Logam,

Gambar

Gambar II.1. Peta Geologi Regional (Modifikasi Peta Geologi Lembar Kupang-Atambua, P3G, 1996)
Gambar III.1. Distribusi ion pada lapisan tipis lempung (a), distribusi ion pada partikel lempung dalam batuan (b)
Gambar III.2. Distribusi ion yang membentuk potensial diri (a), polarisasi yang terjadi saat injeksi arus (b)
Gambar III.5.  Penampang Sensitivitas Konfigurasi Dipole-Dipole untuk n = 1 hingga n = 6 (Loke, 1994)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Assurance dalam penelitian ini adalah dalam memberikan pelayanan konseling petugas kesehatan (bidan) harus memiliki : Pendidikan minimal DIII kebidanan, pengetahuan

Pada cara ini tidak perlu menyediakan server untuk pengelolaan dan pembagian IP address, hanya men- setting router saja dimana host yang telah

Teknologi jaringan sensor nirkabel atau sering disebut wireless sensor network (WSN) adalah suatu jaringan nirkabel yang terdiri dari beberapa perangkat otonom yang terdistribusi

Pada penelitian ini diperoleh kesimpulan terdapat korelasi positif antara asupan energi mahasiswa fakultas kedokteran terhadap massa lemak tubuh dan lingkar

yaitu ANFIS untuk meramalkan jumlah penumpang Kereta Api Ekonomi Kertajaya yang merupakan.. time series

Dalam karya ilmiah ini, penentuan nilai batas atas dilakukan dengan menentukan spanning tree menggunakan adaptasi dari algoritme Prim.. Pada adaptasi algoritme

Gambar C.1.1 Grafik hubungan penurunan terhadap akar waktu untuk tanah asli pada tekanan 0,25 kg/cm². Gambar C.1.2 Grafik hubungan penurunan terhadap akar waktu untuk tanah asli

Adami, Brune Newman, dan Gazali mengenai tingkat pengaruh pencitraan seseorang terhadap preferensi pemilih. Selain itu juga menggunakan teori komunikasi politik