• Tidak ada hasil yang ditemukan

Etika Saksi dalam Perkara menurut Perjan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Etika Saksi dalam Perkara menurut Perjan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Etika Saksi dalam Perkara menurut Perjanjian Lama (Kitab Pentateukh) 1. Pendahuluan

Dalam konteks hukum di Indonesia pada saat ini, berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP) No 8 Tahun 1981 dalam Pasal 1 angka 26, saksi dibutuhkan untuk memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. Saksi adalah seseorang yang mempunyai informasi tangan pertama mengenai suatu kejahatan atau kejadian dramatis melalui indera mereka (misalnya penglihatan, pendengaran, penciuman, sentuhan) dan dapat menolong memastikan pertimbangan-pertimbangan penting dalam suatu kejahatan atau kejadian. Seorang saksi yang melihat suatu kejadian secara langsung dikenal juga sebagai saksi mata. Saksi sering dipanggil ke pengadilan untuk memberikan kesaksiannya dalam suatu proses peradilan.1 Pentingnya peranan saksi dalam sebuah perkara

mengundang minat penulis untuk membahas hal tersebut dan di dalam paper ini penulis mencoba memaparkan etika saksi dalam perkara menurut Perjanjian Lama.

2. Pembahasan a. Terminologi

Dalam bahasa Ibrani, saksi terambil dari kata ‘ana (harfiah=menjawab), ‘ud, ‘ed: Yunani martureo, dan kata-kata yang berakar padanya martus, marturia dan marturion. Saksi ialah orang yang memberi kesaksian tentang sesuatu yang ia sendiri telah melihatnya.2

Seseorang yang memberi kesaksian untuk membuktikan/menegakkan kebenaran terhadap sebuah tuduhan atau sebuah pernyataan fakta. Dalam masyarakat Perjanjian Lama, memberi kesaksian sebagai saksi merupakan pengesahan formal berdasarkan kepercayaan bersama di dalam masyarakat. Dokumen legal ditandatangan oleh saksi.3 Sembarang warga Israel dapat

dipanggil menjadi saksi, maka oleh karena itu tiap warga Israel menyadari betapa beratnya tanggung jawab yang terletak pada bahunya bila ia menjadi saksi.4

1 www.wikipedia.org

2 Enslikopedia Alkitab Masa Kini, Jilid 2 M-Z (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2003), 340

3 W.H. Gispen, et al., The Eerdmans Bible Dictionary, ed. Allen C. Myers (Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company, 1987), 1061

(2)

b. Dasa titah ke-9 sebagai dasar Saksi (Keluaran 20:16, Ulangan 5:20) Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu.

Menurut rekonstruksi E. Nielsen, bentuk asli dasa titah ke-9 tidak mengalami perubahan dalam versi Ulangan 5:20 dan versi Keluaran 20:16. Perbandingan anara versi Ulangan dengan versi Keluaran memperlihatkan perbedaan sebagai berikut, yaitu bahwa Ulangan memakai istilah “saksi sia-sia” (Ibrani: “syaw”), sedangkan Keluaran memakai istilah “saksi dusta” (Ibrani: “syeker”). Secara formal ada perbedaan sedikit antara syaw dan syeker, yakni bahwa syaw menekankan unsur kosong, tak bermakna, sedangkan syeker menekankan unsur tipuan, dusta. Akan tetapi lapangan arti kedua istilah ini agak meluas, sampai menjadi kira-kira sinonim. Kemungkinan versi Keluaran lebih asli dibandingkan dengan versi Ulangan karena syeker merupakan istilah yang biasa, sedangkan Ulangan terkena pengaruh bahasa dari Ulangan 5:11. “Mengucapkan saksi dusta”, kata Ibrani anah yang diterjemahkan dengan mengucapkan, berarti secara harfiah menjawab. Kata itu termasuk bahasa teknis yang berkenaan dengan proses pengadilan, dan dapat berarti membela atau mendakwa. Kenyataan ini mengingatkan bahwa di dunia kuno (khususnya di Israel) kesaksian palsu dapat membahayakan nyawa orang terdakwa. Kata ini bukan hanya mencakup kepalsuan saja, melainkan meliputi juga tiap-tiap usaha untuk menutupi kebenaran dengan jalan memberikan kesaksian secara efektif, menciptakan kesan yang berat sebelah, memupuk distorsi, dan sebagainya.5 Robert M. Patterson menambahkan apa yang diucapkan

saksi-saksi sangat bermakna. Oleh karena itu kesaksian yang jujur dan benar sangat dibutuhkan, karena saksi dusta sangat merugikan bahkan merugikan banyak orang karena masyarakat menjadi tidak stabil, aman, dan damai.6

5 I.J Cairns, 123-124

(3)

c. Teks-teks yang membahas Saksi dalam Perkara menurut Kitab PentateukhKeluaran 23:1-2

Janganlah engkau menyebarkan kabar bohong; janganlah engkau membantu orang yang bersalah dengan menjadi saksi yang tidak benar.

Janganlah engkau turut-turut kebanyakan orang melakukan kejahatan, dan dalam memberikan kesaksian mengenai sesuatu perkara janganlah engkau turut-turut kebanyakan

orang membelokkan hukum.

Kabar bohong yang dimaksud di sini yaitu kabar yang kosong, tanpa bukti atau tuduhan yang tidak berdasarkan fakta. Kabar bohong merugikan reputasi orang dalam semua situasi dan sering menyebabkan perselisihan serta kekerasan. Mengucapkan apa yang benar selalu sangat penting, terlebih-lebih di pengadilan. Tujuan peraturan-peraturan dalam ayat 1-2 ialah mencegah kesaksian palsu. Saksi-saksi tidak bisa membuat atau mengabarkan laporan yang tidak benar di depan hakim. Dia juga tidak bisa menguatkan bukti seorang saksi yang berdusta supaya orang yang tidak bersalah dihukum. Di samping itu, mereka tidak bisa mengikuti pendapat mayoritas dari antara orang-orang yang hadir, jika mereka tahu bahwa pendapat itu tidak benar, bahkan jika tidak cukup bukti. Mengikuti pendapat mayoritas yang demikian dapat menyebabkan ketidakadilan. Segala sesuatu dalam pengadilan harus dilaksanakan secara tepat dan benar. Saksi-saksi bertanggung jawab untuk menjaga integritasnya supaya diberikan keputusan-keputusan yang adil.7

Imamat 5:1

Apabila seseorang berbuat dosa, yakni jika ia mendengar seorang mengutuki, dan ia dapat naik saksi karena ia melihat atau mengetahuinya, tetapi ia tidak mau memberi keterangan,

maka ia harus menanggung kesalahannya sendiri.

Sesudah zaman mazhab Ulangan, mazhab Imamat meringkaskan Ulangan 19:15-21 dan Bilangan 35:30, den menambahkan bahwa setiap orang yang mempunyai bahan kesaksian, wajiblah mengutarakannya, mazhab Imamat menuliskannya dalam Imamat 5:1 ini.8 Ayat ini

berbicara mengenai orang yang tidak mau bersaksi dalam pengadilan meskipun dia mempunyai keterangan. Robert M. Patterson menambahkan ini berkaitan juga dengan dasa

7 Robert M. Paterson, Tafsiran Alkitab: Kitab Keluaran (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 315-317

(4)

titah ke-9, dimana orang yang tidak mengucapkan saksi sama sekali termasuk juga di dalamnya.9 Ada banyak pandangan mengenai orang yang tidak mau memberi keterangan,

namun John E. Hartley menyatakan bahwa orang itu dapat dinyatakan bersalah10 dan dia

berdosa. Di dalam Israel Kuno, tidak ada polisi, sehingga keamanana masyarakat berdasarkan pada setiap informasi penduduk kepada pemimpin terkait dengan perbuatan salah atau kegiatan-kegiatan gelap. Pengabaian melaporkan kegiatan menyimpang/kejahatan akan membahayakan keamanan masyarakat dan solidaritas. Siapa pun yang berdosa dalam hal ini harus menanggung tanggung jawab atas perbuatan salahnya11 dan harus mempersembahkan

korban penghapus dosa untuk memperoleh pendamaian dengan Allah.12

Bilangan 35:30

35:30 Setiap orang yang telah membunuh seseorang haruslah dibunuh sebagai pembunuh menurut keterangan saksi-saksi, tetapi kalau hanya satu orang saksi saja tidak cukup untuk

memberi keterangan terhadap seseorang dalam perkara hukuman mati.

Ayat ini didasari oleh Ulangan 17:6 (terkait perkara penyembahan berhala) dan juga Ulangan 19:15 (terkait dengan semua perkara)13 dimana menurut tradisi Timur Dekat Kuno

memang membutuhkan lebih dari seorang saksi dalam memperoleh tuntutan hukuman mati.14

Ulangan 17:6-7

Atas keterangan dua atau tiga orang saksi haruslah mati dibunuh orang yang dihukum mati; atas keterangan satu orang saksi saja janganlah ia dihukum mati.

Saksi-saksi itulah yang pertama-tama menggerakkan tangan mereka untuk membunuh dia, kemudian seluruh rakyat. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari

tengah-tengahmu.

Mengingat bahwa beban pembuktian dalam perkara di Israel Kuno adalah terletak pada orang terdakwa dan bukan pada pendakwanya, makanya soal kesaksian sangat menentukan. Kesaksian yang tidak benar langsung membahayakan nyawa orang yang tidak bersalah, maka

9 Robert M. Patterson, Tafsiran Alkitab: Kitab Imamat (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), 72

10 Robert M. Patterson melihat ungkapan ia harus menanggung kesalahannya sendiri kadang-kadang berarti “dihukum”, tetapi dalam konteksnya dalam teks tersebut, ungkapan ini mempunyai arti yang sama dengan kata “bersalah” dalam ayat 2, 3, 4 dan 5.

11 John E. Hartley, Word Biblical Commentary: Leviticus (Dallas: Word Books, Publisher, 1992), 68

12 Robert M. Patterson, Tafsiran... Kitab Imamat, 72

13 Philip J. Budd, Word Biblical Commentary: Numbers (Waco: Word Books, Publisher, 1984), 338

(5)

oleh karena itu adalah penting bahwa kesaksian tunggal harus didukung paling sedikit oleh kesaksian satu orang lagi ataupun dua orang lagi. Sanksi-sanksi berat harus dikenakan kepada pihak yang sengaja memalsukan kesaksiannya. Hukuman mati di sini menunjuk kepada pelemparan batu, dimana menurut Keluaran 8:26 hukuman ini sudah berlaku sebelum Israel keluar dari Mesir, mula-mula dipakai sebagai menghukum tanpa menyentuh pihak yang bersalah tersebut. Pelemparan batu merupakan penghukuman yang mengikut-sertakan segenap masyarakat, dengan alasan bahwa segenap masyarakatlah yang kena bahaya kenajisan yang dibuat oleh pihak yang bersalah itu. Maka dalam hal ini, saksi-saksi yang kesaksiannya menyebabkan jatuhnya vonis itu harus bertindak sebagai pelaksana pertama, seolah-olah dengan demikian saksi-saksi tersebut mengaku bahwa tanggung jawab hinggap ke atas bahu mereka, bila ternyata akhirnya terdakwa itu bersalah.15 Di sini proses pengadilan

menuntut kejujuran tidak hanya dari mereka yang mengelolanya tetapi juga dari semua yang terlibat di dalamnya. Para saksi harus disiapkan untuk menghadapi hukuman yang sangat berat bila kesaksian mereka terbukti palsu. Semua orang Israel hendaknya bertanggung jawab terhadap kejujuran dari sistem pengadilan. Tujuan utama dari sistem ini ialah untuk membersihkan Israel dari praktek-praktek merusak yang mengancam keberadaan masyarakat.16

Ulangan 19:15-21

Kejujuran dari suatu sistem peradilan tergantung pada dapat dipercayanya saksi-saksi. Bagian ini merupakan perluasan dari pasal 17:6 dimana di sini diperluas untuk semua kasus. Jika kejujuran saksi diragukan, orang hendaknya naik banding ke pengadilan pusat (ay 17). Perhatian di sini adalah pada hukuman bagi mereka yang dituduh sumpah palsu. Hukuman untuk sumpah palsu sesuai dengan hukuman bagi kesaksian palsu yang dituduhkan kepada teman sebangsanya Israel. Akhirnya kejahatan akan menimpa mereka yang merencanakan kejahatan bagi orang lain. Mereka yang membahayakan kehidupan orang yang tidak bersalah dengan sumpah palsunya akan menemukan hidupnya sendiri menderita.17 “Lex Talionis”

(mata ganti mata, ayat 21) dikutip berfungsi sebagai ilustrasi, dan bukan sebagai keputusan hakim secara formal. Hukum yang mengatur kesaksian ini, mempunyai akar-akar kuno, baik di Asia Barat daya kuno, maupun di Israel. Lex talionis ini merupakan rumusan kuno yang dipakai di sini untuk menguatkan kesan bahwa soal kesaksian dusta itu memang berat sekali.

15 I.J. Cairns, Tafsiran... Pasal 12-34, 81-82

16 Dianne Bergant & Robert J. Karris, Tafsir Alkitab Perjanjian Lama (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 215

(6)

Hukuman yang bersifat pembalasan demikian memang kedengarannya kejam. Tetapi dalam hal ini ada segi-segi positif yang patut diingat, yaitu sebagai berikut:

- Menurut keyakinan dunia kuno, hukuman berupa pembalasan itu sungguh berhasil mencegah perkelahian dan pembunuhan.

- Lex talionis mencerminkan suatu langkah kemajuan, dibanding dengan berlakunya hukum rimba. Karena Lex talionis menegaskan bahwa pembalasan tidak boleh melebihi kerugian yang diderita oleh pihak penuduh. Prinsip yang ditegaskan oleh lex talionis ialah bahwa hidup dan nyawa manusia harus dihargai oleh sesama manusia, karena nyawa itu berharga di hadapan Tuhan, Sang Pemberi Hukum.18

d. Proses pengadilan dalam Perjanjian Lama

Pengadilan dalam Perjanjian Lama itu terjadi di pintu gerbang kota, suatu tempat pertemuan yang cukup luas dan semua orang Israel yang bebas bisa hadir dan seharusnya memang semuanya hadir.19 Selama persidangan hakim duduk, tetapi ia berdiri ketika

mengucapkan kalimat. Dan orang banyak berdiri di depan hakim (Ulangan 19:17) dalam arti menghadap pengadilan. Pendakwa20 berdiri di sebelah kanan. Pembela juga berdiri di sebelah

kanan, tetapi ia disebut saksi pembela bukan dipanggil pengacara, karena tidak kata kata pengacara dalam bahasa Ibrani. Secara umum, dakwaan disampaikan secara lisan, namun ada indikasi juga bahwa dakwaan dapat ditulis. Kedua kelompok (pendakwa dan pembela) tersebut disebut saksi-saksi. Ada saksi sebagai pihak penuntut dan ada saksi sebagai pembela. Namun perannya tidak begitu jelas dapat didefenisikan. Pendakwa memberi keterangan dan didengar oleh para tua-tua dan juga hakim. Untuk hukuman mati, hukum membutuhkan paling sedikit dua saksi sebagai pendakwa (Ulangan 17:6), dan memungkinkan juga untuk setiap kasus (Ulangan 19:15). Para saksi ini menerima tanggungjawab untuk pernyataannya, itulah sebabnya mereka yang melemparkan batu pertama kali jika orang banyak memberi hukuman/mengutuki hukuman rajam (Ulangan 17:7). Tetapi keterangan mereka harus dibuktikan oleh hakim terlebih dahulu. Tetapi saksi palsu akan dihukum kembali seperti apa yang telah ia tuduhkan (Ulangan 18:18-19), kemungkinan ini kelihatannya tidak mencegah

18 I.J. Cairns, Tafsiran... Ulangan 2 Pasal 12:34, 116-118

19 Robert M. Paterson, 271

(7)

kegagalan dari keadilan. Berdasarkan penuturan ahli sejarah Josephus, wanita dan budak tidak dapat memberi kesaksian, jika ini adalah peraturan kuno, maka kebiasaan Israel ini berbeda dengan Mesopotamian dan kredibilitas seorang saksi juga ditentukan oleh masa lalu kehidupannya.21 Jika bukti fakta telah dihasilkan sebelum pengadilan seperti contoh dalam

Ulangan 22:13-17 dimana seorang isteri dituduh oleh suaminya telah kehilangan keperawanannya sebelum menikah, setelah semuanya secara menyeluruh telah diperiksa, pengadilan menyatakan bersalah atau menyatakan tidak bersalah, putusannya memberi hukuman atau membebaskan. Peran dari hakim, bagaimana pun juga, bukanlah hanya sekedar untuk memutuskan hukuman seperti menyudahi sebuah perkara. Dia lebih dari seorang pembela kebenaran daripada seorang penghukum kejahatan.22

3. Kesimpulan

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa saksi memiliki peranan sangat penting di dalam sebuah pengadilan terlebih menyangkut keamanan dari keseluruhan masyarakat, melihat bahwa tidak ada petugas keamanan khusus seperti polisi yang melihat secara langsung setiap kejadian menyimpang/kejahatan di dalam masyarakat. Setiap warga menjadi penjaga keamanan di tengah-tengah kehidupan masyarakat dengan bersedia memberi keterangan/kesaksian tentang hal-hal menyimpang/kejahatan yang ia ketahui. Dari penjelasan di atas juga kita dapat menemukan nilai-nilai dasar etika saksi dalam Perjanjian Lama, yaitu:

1. Etika Saksi berdasarkan pada dasa titah ke-9, jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu. Saksi tidak boleh memberikan keterangan yang kosong, tanpa bukti atau tuduhan yang tidak berdasarkan fakta. Oleh karena itu kesaksian yang jujur dan benar sangat dibutuhkan di dalam pengadilan. (Keluaran 20:16, Ulangan 5:20 dan Keluaran 23:1-2)

2. Seorang saksi harus didukung oleh satu atau dua orang lagi. Hal ini mengingat beratnya tuduhan kepada terdakwa yang bisa saja berupa hukuman mati, maka kesaksian tunggal harus didukung oleh satu atau dua orang lagi. (Ulangan 17:6, Ulangan 19:15 dan Bilangan 35:30)

3. Setiap orang yang mempunyai bahan kesaksian, wajiblah mengutarakannya karena ini menyangkut keamanan dari seluruh masyarakat. Apabila ia mengabaikan kesaksiannya, maka ia bersalah dan berdosa, ia harus menanggung kesalahannya itu sendiri. (Imamat 5:1)

21 George Arhur Bttrick, et al, The Interpreter’s Dictionary Of The Bible (Nashville: Abingdon Press, 1962), 864

(8)

4. Saksi tidak boleh mengucapkan saksi dusta. Hukuman untuk sumpah palsu sesuai dengan hukuman bagi kesaksian palsu yang dituduhkan kepada saudaranya tersebut. (Ulangan 19:18-20). Soal saksi dusta memang menjadi urgen di dunia kuno, mengingat bahwa pada prinipnya, beban pembuktian terletak pada pihak tertuduh. Bila dia tertuduh dalam perara yang menyangkut hukuman mati, maka saksi dusta sangat membahayakan nyawa tertuduh. Maka dari itu dapat dikatakan bahwa di belakang perhatian terhadap soal saksi dusta itu, adalah prinsip bahwa nyawa manusia sangat berharga, bahkan menjadi milik Tuhan secara khsusus.23

Semuanya ini sudah ditetapkan, diatur dan ditata dalam berbagai peraturan, ketetapan dan hukum (terkhusus dalam Hukum Deuteronomis=kitab Ulangan) untuk mewujudkan kasih kepada Allah dan sesama serta memelihara ciptaan lain. Dengan demikian berbagai peraturan, ketetapan merupakan wujud kasih Allah dalam kehidupan yang konkrit dan relevan dengan tuntutan zamannya.24

4. Relevansi

Secara umum, sebetulnya nilai-nilai etika saksi dalam Perjanjian Lama sudah terwujud dalam konteks saksi di Indonesia pada saat ini. Adapun saksi dalam konteks Indonesia yaitu25:

Saksi mempunyai kewajiban sebagai berikut:

1. Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya (Pasal 160 ayat (3) KUHAP);

2. Saksi wajib untuk tetap hadir di sidang setelah memberikan keterangannya (Pasal 167 KUHAP);

3. Para saksi dilarang untuk bercakap-cakap (Pasal 167 ayat (3) KUHAP).

Ada juga hukuman bagi saksi yang menolak panggilan sebagai saksi dikategorikan sebagai tindak pidana menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ("KUHP"). Adapun ancaman hukuman bagi orang yang menolak panggilan sebagai saksi diatur di dalam Pasal 224 ayat (1) KUHP yang berbunyi:

23 I.J. Cairns, Tafsiran... Ulangan 2 Pasal 12:34, 116-117

24 Barnabas Ludji, Pemahaman Dasar Perjanjian Lama 1 (Bandung: BMI, 2009), 128

(9)

Barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus dipenuhinya, diancam: 1. dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan.

R. Soesilo juga menjelaskan bahwa orang itu harus benar-benar dengan sengaja menolak memenuhi kewajibannya tersebut, jika ia hanya lupa atau segan untuk datang saja, maka ia dikenakan Pasal 522 KUHP.

(10)

Daftar Pustaka

Ashley, Timothy R. 1993. The New International Commentary On The Old Testament: The Book of Numbers. Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company.

Bergant, Dianne & Robert J. Karris. 2002. Tafsir Alkitab Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius.

Bttrick, George Arhur, et al. 1962. The Interpreter’s Dictionary Of The Bible. Nashville: Abingdon Press.

Budd, Philip J. 1984. Word Biblical Commentary: Numbers. Waco: Word Books, Publisher.

Cairns, I.J. 1997. Tafsiran Alkitab: Kitab Ulangan Pasal 1-11. Jakarta: BPK Gunung Mulia,

Cairns, I.J. 1986. Tafsiran Alkitab: Ulangan 2 Pasal 12-34. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Enslikopedia Alkitab Masa Kini, Jilid 2 M-Z. 2003. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF.

Gispen, W.H. et al., The Eerdmans Bible Dictionary, ed. Allen C. Myers. 1987. Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company.

Hartley, John E. 1992. Word Biblical Commentary: Leviticus. Dallas: Word Books, Publisher.

Ludji, Barnabas. 2009. Pemahaman Dasar Perjanjian Lama 1. Bandung: BMI.

Paterson, Robert M. 2006. Tafsiran Alkitab: Kitab Keluaran. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Patterson, Robert M. 1997. Tafsiran Alkitab: Kitab Imamat. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Vaux, Roland de. 1968. Ancient Israel: It’s Life and Institution. London: DLT, 1968.

www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5394538dd600b/hak-dan-kewajiban-saksi-dalam-perkara-pidana

Referensi

Dokumen terkait

 beberapa kekurangan, kekurangan, diantaranya adalah diantaranya adalah hipotesa ini hipotesa ini tidak dapat tidak dapat menjelaskan efek menjelaskan efek yang yang lama

Perlu adanya penerapan vermikompos limbah sludge industri kecap dan seresah daun lamtoro pada tanaman untuk mengetahui kemampuan vermikompos dalam menyuburkan

Algoritma pengklasifikasi DT memiliki keunggulan dalam menyelesaikan masalah klasifikasi, namun data noise yang terdapat pada dataset berukuran besar dan memiliki

Kolom 2 Diisi uraian belanja sesuai kode rekening di dalam APBDes Kolom 3 Diisi anggaran satu tahun sesuai dengan APBDes Kolom 4 Diisi anggaran satu tahun sesuai dengan APBDes

 Yaitu suatu program yang merusak program lain secara kasar, sehingga bisa dipastikan program yang diserang akan rusak dan tidak bisa digunakan lagi..  Program trojan horse

Dari tabel diketahui bahwa pasien usia lanjut berusia ≥45-59 tahun, yang menderita hipertensi dengan gangguan fungsi kognitif (75%) jauh lebih banyak dibandingkan yang

dan nilai religius yang perlu dilestarikan; (2) Warga KAT mempunyai kemampuan untuk melakukan adaptasi ekologi; mengolah lahan tanpa merusak lingkungan, termasuk ketelitian

Instrumen penilaian ini berbentuk soal isomorphic dan rubriknya berbasis multirepresentasi dimana dari ada beberapa tipe soal dalam satu indikator, soal-soal