• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Network Strategy pada Wilayah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Penerapan Network Strategy pada Wilayah"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Ilahi Robbi, Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah dengan judul “Penerapan Network Strategy pada Wilayah Mega Urban Gerbangkertasusila (GKS)” ini dapat diselesaikan tepat waktu. Tidak lupa kami menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.rer.reg. dan Ibu Vely Kukinul Siswanto, ST, MT, M.Sc. selaku dosen pembimbing mata kuliah Perencanan Wilayah yang telah memberikan arahan berupa saran, serta waktu untuk berdiskusi.

Dalam proses penyelesaian makalah ini tentunya banyak kekurangan, baik dari pengambilan referensi data maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak demi sempurnanya makalah ini. Demikianlah makalah ini disusun, semoga bermanfaat dan berkontribusi bagi berbagai pihak.

Surabaya, 19 Mei 2018

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR TABEL ... iii

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

1. 1. Latar Belakang ... 1

1. 2. Tujuan dan Sasaran Penelitian ... 2

1. 3. Sistimatika penulisan... 2

BAB II ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2. 1. Mega-Urban ... 3

2.1.1. Pengertian Mega-Urban ... 3

2.1.2. Faktor-Faktor Terjadinya Mega-Urban... 3

2.1.3. Ciri-Ciri Mega-Urban ... 5

2. 2. Network Strategy... 6

2.2.1. Pengertian dan Konsep Dasar Network Strategy ... 6

2.2.2. Ciri-Ciri Network Strategy ... 7

BAB III ... 9

GAMBARAN UMUM ... 9

3. 1. Gambaran Umum ... 9

3. 2. Pengembangan Kawasan Gerbangkertasusila ... 11

3. 3. Permasalahan Wilayah ... 12

BAB IV ... 13

IDENTIFIKASI & ANALISIS PERSOALAN PENGEMBANGAN WILAYAH ... 13

4.1. Perkembangan Wilayah Gerbangkertasusila ... 13

4.2. Identifikasi Tingkat Urbanisasi di Wilayah Gerbangkertasusila (GKS) ... 14

4.3. Identifikasi Ketimpangan Pendapatan di Wilayah Gerbangkertasusila (GKS) ... 16

BAB V ... 18

KONSEP PENANGANAN PERSOALAN PENGEMBANGAN WILAYAH ... 18

5. 1. Pemerataan Pembangunan Infrastruktur ... 18

5. 2. Penanggulangan Hyper-Urbanisasi ... 19

(4)

BAB VI ... 22

KESIMPULAN ... 22

DAFTAR PUSTAKA ... 23

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Ilustrasi Penerapan Konsep Network Strategy... 7

Gambar 2 Peta Wilayah GKS ... 9

Gambar 3. Rasio Penggunaan Lahan pada Kawasan Terbangun Menurut Desa/Kelurahan dalam tahun 1993 Dan 2006 ... 13

Gambar 4. Proses Urbanisasi dan Rasio Penggunaan Lahan pada Kawasan Terbangun di Daerah Metropolitan Surabaya dalam tahun 1993 dan 2006 ... 15

Gambar 5. Rencana Pengembangan Struktur Ruang GKS ... 18

DAFTAR TABEL Tabel 1 Tabel Demografi GKS ... 9

Tabel 2. PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan 2010 ... 10

Tabel 3. Sektor Unggulan Kabupaten/Kota di Kawasan Gerbangkertasusila ... 11

Tabel 4. Peran/Fungsi Kabupaten/Kota di Kawasan Gerbangkertasusila ... 11

Tabel 5. PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2012-2016 ... 16

(5)

BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang

Kota adalah pemukiman yang berpenduduk relatif besar, luas area terbatas, pada umumnya bersifat non-agraris, dan kepadatan penduduk relatif tinggi menurut kamus tata ruang. Indonesia memiliki lahan perkotaan terbesar ketiga di Asia timur, setelah Tiongkok dan Jepang. Antara tahun 2000 hingga 2010, jumlah lahan perkotaan di Indonesia meningkat, dari sekitar 8.900 kilometer persegi menjadi 10.000 kilometer persegi, bertambah 1,1% per tahun - laju pertumbuhan lahan perkotaan tertinggi setelah Tiongkok.

Dengan padatnya jumlah penduduk perkotaan Meningkatnya jumlah penduduk dan kegiatan dikota-kota yang terjadi terus-menerus, serta makin meluasnya areal masing kota dan tidak terbendungnya proses urban sprawl kearah luar masing-masing kota. Sehingga perlu adanya integrasi tata ruang wilayah kota (metropolitan) dengan wilayah sekitarnya (mikropolitan) guna menyesuaikan beban dengan daya dukung wilayah serta upaya integrasi antar wilayah.

Konsep yang matang diperlukan untuk memfasilitasi dampak yang nantinya ditimbulkan oleh keadaan perkotaan jaman sekarang yang dimana penduduk cenderung menyebar dipinggiran kota yang mengakibatkan munculnya saling ketergantungan antar wilayah yang terlibat. Salah satu konsep yang bisa digunakan yaitu MegaUrban.

Globalisasi ekonomi, teknologi dan informasi mengakibatkan perubahan dalam proses dan pola urbanisasi di Asia sejak tahun 1970an. Perubahan dan dinamika spasial, social dan ekonomi tidak terjadi pada wilayah sekitar atau wilayah di antara dua kota metropolis tetapi terjadi juga padakota-kota kedua (secondary urban centres) terutama yang di daerah yang mengalami percepatan industrialisasi (Mc Gee, 1990 dalam Iwan Kustiwan, 2008).

Fenomena Mega Urban yang terjadi di GKS sendiri bertujuan untuk mewujudkan pemerataan pembangunan antar Daerah. Wilayah Gerbangkertosusila yang berpusat di Surabaya ini merupakan wilayah metropolitan terbesar kedua di Indonesia setelah Jabodetabek yang berpusat di Jakarta. Pembentukan Satuan wilayah Pembangunan (SWP) Gerbangkertosusila sendiri, menurut Perda Provinsi Jawa Timur No.4/1996 tentang RTRW Provinsi Jawa Timur dan PP No.47/1996 tentang RTRW Nasional

(6)

1. 2. Tujuan dan Sasaran Penelitian

Berdasarkan latar belakang, adapun tujuan dari penulisan makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Mengetahui pengertian Mega Urban

2. Mengetahui konsep pengembangan wilayah dengan pendekatan mega-urban dan network strategy

3. Mengetahui contoh studi kasus pengembangan dengan network strategy

1. 3. Sistimatika penulisan

Untuk mencapai tujuan yang telah disampaikan sebelumnya, berikut merupakan rumusan sistematika penulisan pada makalah ini:

BAB I Pendahuluan; berisi mengenai latar belakang, tujuan penulisan, serta sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka; berisi mengenai pembahasan mengenai Mega-urban dan network strategy.

BAB III Gambaran Umum; berisi mengenai gambaran umum wilayah, kekuatan hukum, pengembangan kawasan GKS, dan permasalahan pengembangan wilayah GKS

(7)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Mega-Urban

2.1.1.Pengertian Mega-Urban

Mega Urban yakni dua kota atau lebih yang terhubungkan oleh jalur transportasi yang efektif sehingga menyebabkan wilayah di sekitar koridornya berkembang pesat dan cenderung menyatukan secara fisikal dua kota utamanya. Dalam perkembangan mega urban sangat berpengaruh dalam suatu pertumbuhan ekonomi daerah sekitarnya yang memiliki hubungan ekonomi dan pasar yang cukup kuat. Namun seringkali perkembangan ini tidak diimbangi dengan ketersediaannya sarana dan prasarana wilayah akibat keterbatasan dari pihak pemerintah. Latar belakang terjadinya mega urban yakni adanya keinginan masyarakat desa yang ingin menaikkan taraf kehidupannya di sebuah perkotaan. Faktor perekonomian merupakan faktor yang mendominasi dalam proses urbanisasi skala mega. Pembangunan berdasar pada kepentingan ekonomi memiliki bentuk dan model yang berbeda (Silas,2002).

Pada proses urbanisasi di pinggiran kota besar terjadi lebih cepat dibandingkan di kota besar itu sendiri. Fenomena ini diperkenalkan dalam konsep kotadesasi yang dikembangkan oleh Mc.Gee. Semakin banyaknya masyarakat desa yang melakukan perpindahan ke kota menyebabkan kota tersebut meningkat juga penduduknya. Sehingga hal ini menyebabkan kota tersebut pertumbuhannya juga semakin meningkat karena menyesuaikan penduduk yang semakin lama semakin banyak jumlahnya. Batas antara wilayah perdesaan dan perkotaan semakin tidak jelas, akibat pertumbuhan ekonomi yang pesat serta ditunjang kemajuan teknologi transportasi yang semakin memperpendek waktu tempuh antarlokasi. McGee mengatakan bahwa wilayah Extended Metropolitans Religions (EMR) yang kenudian popular sebagai “Mega-Urban Regions” (MUR) secara keseluruhan terdiri atas komponen kota ini (core city), wilayah metropolitan dan wilayah kotadesa. MUR ini kerap meliputi wilayah yang secara fisik tidak bersesuaian dengan wilayah administrasi. Pada Mega Urban Region (MUR) Surabaya, penyediaan lahan di kawasan kota telah mengalami kejenuhan dan mengalami perubahan untuk kawasan terbangun terutama untuk permukiman, perdagangan dan industri. Oleh karenanya, struktur pertumbuhan kota mulai bergerak menjauh dari pusat kota menyebar dan menggeser wilayah pinggiran (fringe areas) dan kota/kabupaten sekitarnya (JM Nas, 2003). Kota dengan pembangunan fisik yang harus meningkat menyebabkan adanya pelebaran kawasan perkotaan tersebut hingga menyebar ke pinggiran kota.

2.1.2.Faktor-Faktor Terjadinya Mega-Urban

(8)

desa untuk pindah ke kota dan mencari peruntungan. Ada beberapa hal yang mana akan menjadi faktor-faktor terjadinya mega-urban yakni:

1. Sempitnya Lapangan Pekerjaan

Lapangan pekerjaan di suatu desa identiknya bekerja dalam bidang pertanian, hal ini dikarenakan lahan di desa kebanyakan memang dimanfaatkan untuk sawah, kebuh, dan lainnya. Karena pada kondisi ini menyebabkan profesi lainnya yang berada di luar sektor pertanian tidak terlalu banyak. Hal ini dapat memberikan kesempatan orang yang memiliki skill lainnya akan lebih memilih berpindah di perkotaan karena skill mereka bisa lebih dikembangkan sesuai bidangnya.

2. Adar Istiadat Yang Cukup Mengekang

Faktor lainnya selain sempitnya lapangan pekerjaan yaitu dikarenakan adat istiadat yang masih sangat mengekang. Masyarakat desa sendiri masih menjunjung tinggi adat istiadat yang berlaku, bahkan di masa modern seperti saat ini. Namun pada kenyataannya adat istiada masih belum membuat masyarakat tidak dapat berkembang dan tidak maju.

3. Rendahnya Upah Kerja Di Desa

Berbanding terbalik dengan di kota-kota besar, upah yang didapatkan dari pekerjaan di desa rata-rata berpenghasilan cukup rendah. Sehingga membuat mayoritas masyarakat desa berkeinginan untuk mengubah perekonomiannya dengan berpindah ke kota.

4. Lahan Pertanian Semakin Sempit

Faktor lainnya yaitu berasal dari mata pencaharian utama di desa, yaitu sektor pertanian yang semakin sempit. Lahan pertanian di perdesaan mulai menyempit karena pembangunan desa yang terjadi, hal ini lah yang akhirnya membuat lapangan kerja semakin sempit di pedesaan.

5. Tidak Tersedianya Fasilitas Lengkap Di Desa

Fasilitas merupakan kebutuhan yang terpenting bagi manusia karena fasilitas inilah akan memberikan dampak yang lebih bagi manusia meskipun tidak dirasakan secara langsung maupun secara langsung. Di suatu pedesaan masih banyak fasilitas yang belum tersedia, mulai dari kesehatan, pendidikan, hingga pusat perbelanjaan. Sehingga membuat masyarakat desa kesulitan untuk bisa mendapatkan kebutuhannya. Selain itu, sarana dan prasarana di desa yang masih sangat terbatas membuat banyak orang kesulita untuk mendapatkan pelayanan.

6. Kehidupan Yang Monoton

(9)

hal yang cocok untuk dijalani. Sehingga membuat masyarakat pedesaan untuk berpindah ke perkotaan.

7. Adanya Keinginan Untuk Merubah Hidup

Faktor pendorong lainnya dan menjadi hal yang cukup penting dalam mendorong masyarakat desa berkeinginan untuk pindah ke kota adalah adanya keinginan untuk mengubah hidup. Karena kondisi di pedesaan yang kadang tidak memungkinankan, sehingga membuat orang-orang berharap dengan tinggal di kota dapat mengubah kehidupannya menjadi lebih baik.

2.1.3.Ciri-Ciri Mega-Urban

Ciri-ciri atau karakteristik mega urban yakni: 1. Kepadatan penduduk tinggi

Kepadatan Penduduk tinggi disebabkan oleh banyaknya masyarakat perdesaan yang melakukan perpindahan ke kota untuk meningkatkan taraf perekonomian mereka, untuk memperbaiki kehidupan mereka sebelumnya. 2. Intensitas mobilitas penduduk tinggi

3. Transformasi lahan pertanian ke non pertanian

Banyaknya kebutuhan akan lahan menyebabkan kawasan perkotaan yang sebelumnya merupakan lahan pertanian bertransformasi menjadi lahan non pertanian. Penduduk suatu kota yang terus meningkat menyebabkan kebutuhan akan lahan yang permukiman yang terus meningkat, sehingga menyebabkan daerah pinggiran perkotaan ikut terkena dampak dari permasalahan tersebut. bukan hanya lahan permukiman yang terus meningkat, lahan industri juga akan semakin meningkat dilihat banyaknya jumlah penduduk yang semakin lama semakin meningkat, ketika di kota-kota besar sudah terlalu banyak menampung tenaga kerja maka daerah pinggiran yang lahan pertanian yang sudah di alih fungsikan sebagai lahan untuk industri akan menyerap tenaga kerja yang cukup banyak.

4. Keterkaitan antar kota sangat baik

(10)

2. 2. Network Strategy

2.2.1.Pengertian dan Konsep Dasar Network Strategy

Regional Network Strategy merupakan sebuah konsep pengembangan wilayah yang menitik beratkan pada keterkaitan antara wilayah. Konsep pengembangan regional network model atau biasa disebut juga regional clustering model tidak bergantung pada industri pengolahan sebagai sektor basis melainkan semua sektor bisa saja menjadi leader, tergantung kondisi dan potensi internal yang dimilik oleh wilayah tersebut. Konsep pengembangan wilayah ini dilakukan dengan mengaitkan pengembangan desa dan kota.

Strategi dan model pengembangan wilayah yang lebih dulu berkembang adalah strategi pembangunan dari atas (development from above) dengan menekankan pengembangan pada wilayah urban (urban based) yang disebut strategi pusat pertumbuhan (growth pole). Dalam strategi ini, pusat pertumbuhan diharapkan dapat memberikan efek penetesan (trickle down effect) dan efek penyebaran (spread effect) pada wilayah hinterlandnya dan pedesaan melalui mekanisme hirarki perkotaan secara horizontal. Namun dalam prakteknya, seringkali yang terjadi pusat pertumbuhan melakukan penghisapan sumber daya wilayah hinterland ke wilayah urban (backwash effect). Akibatnya, pusat pertumbuhan semakin berkembang pesat namun wilayah hinterland menjadi terbelakang dan tidak berkembang sehingga terjadi kesenjangan wilayah. Menanggapi hal tersebut, muncul strategi pengembangan wilayah populis yang merupakan pengembangan wilayah dari bawah (development from below) dengan menekankan pengembangan pada wilayah rural (rural based).

Berkembangnya dua strategi pengembangan wilayah ini menyebabkan terjadinya urban bias dan dikotomi pembangunan antara urban dan rural (Douglas, 1998). Urban bias terjadi karena masing-masing strategi memiliki pandangan yang berbeda dalam pengembangan wilayah. Menurut strategi urban growth, pembangunan di perkotaan merupakan kunci utama dalam pengembangan wilayah. Disisi lain, strategi populis menganggap kota merupakan mesin penghisap sumberdaya pedesaan sehingga perlu adanya pengembangan pedesaan untuk mencegah hal tersebut. Hal ini mendorong munculnya dikotomi desa kota yaitu suatu pola pikir yang memandang kota dan desa merupakan dua hal yang berbeda. Padahal, desa dan kota memiliki peran yang sama-sama penting dan saling terkait satu sama lain dalam pengembangan wilayah. Keterkaitan ini antara lain berupa realita bahwa penduduk desa merupakan konsumne barang dan jasa kota. Sementara itu, penduduk kota juga merupakan konsumen barang dan jasa hasil produksi desa (Lo Salih dan Douglas, 1981).

(11)

tidak lagi dipandang sebagai dua hal yang terpisah, namun perlu adanya keterkaitan antara kota dan desa dalam pengembangan wilayah.

Keterkaitan kota dengan kota lain atau dengan desa merupakan strategi pengembangan wilayah yang bersifat Horizontal dan bersifat komplementer. Strategi ini memandang tiap-tiap kota memiliki peran dan kedudukan yang sama dalam pengembangan wilayah. Dalam strategi ini, tiap-tiap kota merupakan suatu kesatuan yang utuh sehingga dalam upaya pengembangan wilayah tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Tidak dapat dipisahkannya desa dan kota dikarenakan antara desa dan kota terdapat keterkaitan dan saling membutuhkan satu sama lain. Secara umum, keterkaitan tiap kota jelas terlihat dari hubungan fungsionalnya yang berbeda-beda namun saling membutuhkan. Misalnya pada desa membutuhkan kota dalam pemasaran hasil produksi dan mendapatkan barang jasa yang tidak dapat disediakan di desa. Sedangkan kota membutuhkan hasil produksi dari desa untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduknya, sebagai bahan baku industri dan untuk mengoptimalkan fungsi kota sebagai pusat distribusi. Menurut Rondenelli (1985), keterkaitan desa dan kota dapat ditinjau dari keterkaitan fisik (infrastruktur), ekonomi (aliran barang dan jasa), mobilitas penduduk (migrasi), teknologi, interaksi sosial, penyediaan pelayanan, politik, administrasi dan organisasi.

Gambar 1. Ilustrasi Penerapan Konsep Network Strategy

Kunci utama keberhasilan strategi keterkaitan desa kota adalah pengoptimalan peran dan fungsi kota dan desa dalam pengembangan wilayah. Kota memiliki peran sebagai market center (pusat pemasaran) hasil pertanian desa dan pendistribusian hasil pertanian ke wilayah lain.

Peran kota sebagai market center tidak akan berhasil jika tidak ada dukungan hasil pertanian yang baik dari desa. Selain itu, kota juga sebagai penyedia barang dan jasa yang dibutuhkan desa untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Kota dapat tumbuh dengan adanya peningkatan pasokan hasil pertanian dan konsumsi dari desa dan desa dapat tumbuh dengan adanya dukungan market center, fasilitas serta barang jasa yang ada di kota.

2.2.2.Ciri-Ciri Network Strategy

(12)

1. Sektor Basis : Semua sektor, tergantung pada kondisi dan potensi internal. Tidak terfokus kepada urban-based manufacturing sebagai leading sector dalam pembangunan regional. Biasanya menekankan pada industri kecil dan menengah yang berskala regional.

2. Sistem Perkotaan : Horisontal, tersusun dari beberapa pusat dan pinggirannya, masing-masing dengan spesialisasi dan Keuntungan komparativnya

3. Aktivitas Pusat-Pinggiran : Adanya aktivitas yang kompleks, dimana perkembangan dibangkitkan baik dari pusat maupun pinggiran

4. Model Perencanaan : Menggunakan sistem perencanaan desentralisasi dengan integrasi dan koordinasi multisektoral pada pusat maupun pinggiran. 5. Kebijakan-kebijakan : Diversifikas pertanian, agroindustri, industri berbasis

(13)

BAB III

GAMBARAN UMUM 3. 1. Gambaran Umum

Gerbangkertasusila atau GKS terdiri dari sebagian Kabupaten Gresik, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Mojokerto, Kota Mojokerto, Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, dan Kabupaten Lamongan, yang merupakan kawasan metropolitan terbesar kedua di Indonesia setelah Jabodetabek. GKS terletak di Provinsi Jawa Timur dan berpusat di Kota Surabaya. Wilayah GKS termasuk sebagai Kawasan Strategis Nasional yang memiliki batas-batas sebagai berikut :

Sebelah Utara : Laut Jawa

Sebelah Timur : Kabupaten Sampang dan Selat Madura Sebelah Selatan : Kabupaten Jombang, Pasuruan, dan Malang Sebelah Barat : Kabupaten Tuban dan Bojonegoro

Gambar 2 Peta Wilayah GKS

GKS diproyeksikan untuk menjadi wilayah provinsi tersendiri dikarenakan perkembangan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonominya yang sangat pesat. GKS disebut sebagai kawasan Mega-Urban karena kawasan salah satu ciri-ciri kawasan Mega-Urban adalah memiliki jumlah penduduk tiga sampai dengan sepuluh juta penduduk, sedangkan wilayah GKS memiliki penduduk yang mencapai 9.378.679 juta jiwa.

Tabel 1 Tabel Demografi GKS

No Nama Wilayah Luas Wilayah (km2) Jumlah Penduduk

1 Kabupaten Gresik 1.137 1.310.439

2 Kabupaten Bangkalan 1.001 932.232

3 Kabupaten Mojokerto 717,8 1.138.262

(14)

5 Kota Surabaya 350,5 3.016.653

6 Kabupaten Sidoarjo 634,4 2.222.996

7 Kabupaten Lamongan 1.782 1.357.771

Sumber : Dalam Angka Tahun 2017

Topografi dari kawasan GKS ini terbagi menjadi tiga kelompok wilayah, yaitu 0-500 mdpl, 0-500-1000 mdpl, dan diatas 1000 mdpl. Kawasan GKS memiliki temperature dengan rata-rata 28.5oC dan kelembaban udara dengan rata-rata 75%. Curah hujan di kawasan ini relatif rendah, yaitu memiliki rata-rata 1.290 mm per tahunnya. Struktur Geologi Kawasan perkotaan Gerbangkertosusila di dominasi oleh Alluvium dan bentukan hasil gunung api kuarter muda, keduanya meliputi 44,5 % dari luas wilayah darat, sedangkan bantuan yang relatif juga agak luas persebarannya adalah miosen sekitar 12,33 % dan hasil gunung api kuarter tua sekitar 9,78 % dari luas total wilayah daratan. Sementara itu batuan lain hanya mempunyai proporsi antara 0 - 7% saja.

Konsentrasi kegiatan sektor industri di wilayah tersebut terjadi di Kabupaten Gresik dan Kota Surabaya karena sarana dan prasarana infrastruktur di kedua wilayah ini sangat menunjang untuk kegiatan industri. Sebagai contoh, di Kota Surabaya terdapat pelabuhan internasional terbesar kedua di Indonesia, yaitu Pelabuhan Tanjung Perak. Konsentrasi kegiatan sektor industri yang hanya terjadi di 2 wilayah saja, Gresik dan Surabaya, semakin lama akan mengakibatkan pertumbuhan wilayah yang tidak seimbang dengan wilayah sekitarnya. Hal ini juga dijelaskan pada Dokumen Rencana East Java Integrated Industrial Zone (EJIIZ) Tahun 2006, bahwa 80% kegiatan industri yang terkonsentrasi di Pulau Jawa akan mengakibatkan tidak meratanya aktifitas ekonomi daerah. Terkait dengan hal ini, maka prioritas persebaran pembangunan industri diarahkan ke daerah-daerah di luar Pulau Jawa yang disertai dengan penataan ruang. Selain itu, harga lahan di wilayah tersebut akan semakin tinggi karena kebutuhan lahan semakin meningkat, terutama kebutuhan untuk guna lahan industri. Sementara persediaan tanah untuk guna lahan apapun pada dasarnya adalah terbatas.

Terpusatnya kegiatan industri di Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik mempengaruhi pendapatan per kapita setiap daerahnya. Kota Surabaya serta Kabupaten Gresik memiliki pendapatan per kapita tertinggi di wilayah GKS lainnya yang menimbulkan ketidakrataan antar daerah di wilayah GKS sendiri sehingga terjadinya kesenjangan antar daerahnya. Dapat dilihat pada tabel dibawah

Tabel 2. PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Kabupaten/Kota 2016 GKS

Nomor Nama Wilayah PDRB Per Kapita 2016

1 Kabupaten Gresik 84.899.600

2 Kabupaten Bangkalan 20.758.000

(15)

4 Kota Mojokerto 42.492.300

5 Kota Surabaya 157.730.200

6 Kabupaten Sidoarjo 74.410.900

7 Kabupaten Lamongan 26.683.600

Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Timur Kabupaten/Kota Menurut Lapangan Usaha 2012-2016

Setiap daerah dari Kawasan Gerbangkertasusila memiliki keunggulan yang berbeda-beda, berikut adalah komoditas unggulan dari setiap daerah di Wilayah Gerbangkertasusila :

Tabel 3. Sektor Unggulan Kabupaten/Kota di Kawasan Gerbangkertasusila

Kabupaten/Kota Sektor

Kabupaten Gresik Industri Pengolahan; Pengadaan Listrik dan Gas

Kabupaten Bangkalan Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan; Konstruksi; Informasi dan Komunikasi; Jasa Lainnya

Kabupaten Mojokerto Industri Pengolahan; Konstruksi; Informasi dan Komunikasi

Kota Surabaya

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah; Transportasi dan Pergudangan; Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum; Informasi dan Komunikasi; Real Estate; Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Kabupaten Sidoarjo Industri Pengolahan; Pengadaan Listrik dan Gas; Konstruksi

Kabupaten Lamongan

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan; Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah; Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil; Real Estate; Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial; Jasa Lainnya Sumber: Andy Yusuf, 2017

Dilihat dari tabel diatas, setiap wilayah pun akhirnya memiliki peran dan fungsinya masing-masing dalam kawasan Gerbangkertasusila ini yaitu sebagai berikut:

Tabel 4. Peran/Fungsi Kabupaten/Kota di Kawasan Gerbangkertasusila

Kabupaten/Kota Peran/Fungsi

Kabupaten Gresik Kawasan industri utama (Semen Gresik, Petrokimia Gresik) Kabupaten Bangkalan Sebagai daerah penghasil bahan makanan

Kabupaten Mojokerto Kawasan pembangunan ekonomi bidang kawasan industri

Kota Surabaya Pusat kegiatan ekonomi, keuangan, dan bisnis di Gerbangkertasusila Kabupaten Sidoarjo Sebagai salah satu daerah penghasil perikanan, penyangga Kota

Surabaya

Kabupaten Lamongan Sebagai salah satu daerah penghasil perikanan Sumber: Andy Yusuf, 2017

3. 2. Pengembangan Kawasan Gerbangkertasusila

(16)

dan lain sebagainya. Pada aspek keruangan, wilayah GKS pada tahun 2009 menjadi lebih luas dengan konsep pengembangan Germakertasusila (Gresik, Madura, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan). Pengembangan Gerbangkertasusila terus berlanjut hingga tercetus Gerbangkertasusila Plus (GKS Plus). Wilayah GKS Plus meliputi GKS yang ditambahkan Kabupaten/Kota Bojonegoro, Jombang, Pasuruan, dan Tuban.

Salah satu upaya pengembangan wilayah Gerbangkertasusila dilakukan melalui perencanaan aspek transportasi yang bertujuan untuk menghubungkan wilayah-wilayah yang ada dalam GKS. Pembangunan Jembatan Suramadu sebagai penghubung Pulau Jawa dan Pulau Madura menjadi contoh perencanaan yang telah terealisasi. Pembangunan Jembatan Suramadu memiliki peran yang sangat strategis di pulau Madura, akan meningkatkan kegiatan ekonomi, distribusi barang dan jasa serta kegiatan pariwisata. Arus transportasi yang cepat dan efektif akan membuat perkembangan pulau madura segera melejit bersaing dengan daerah - daerah lain di provinsi Jawa Timur. Diharapkan keberadaan jembatan Suramadu ini mampu meratakan tingkat perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Pulau Jawa dan Madura. Tetapi sayangnya salah satu kabupaten yang termasuk dalam wilayah GKS yaitu Kabupaten Bangkalan masih memiliki tingkat pendapatan yang rendah dibandingkan dengan kabupaten lainnya.

Upaya pembangunan pada aspek transportasi tersebut ternyata juga mempunyai tujuan lain yaitu untuk mengurangi laju atau tingkat urbanisasi yang tinggi. Karena dengan membangun akses yang mudah antar daerahnya, akan membuat penduduk tidak melakukan urbanisasi ke kota-kota yang lebih besar. Selain itu pembangunan infrastruktur pada daerah-daerah asal merupakan salah satu cara yang sudah dilakukan tetapi arus urbanisasi masih terlampau tinggi.

3. 3. Permasalahan Wilayah

Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat dua permasalahan yang terjadi di wilayah Gerbangkertasusila, yaitu :

(17)

BAB IV

IDENTIFIKASI & ANALISIS PERSOALAN PENGEMBANGAN WILAYAH 4.1. Perkembangan Wilayah Gerbangkertasusila

Perkembangan wilayah Gerbangkertasusila (GKS) menunjukkan pola perkembangan yang terjadi pada koridor antar kota dan pada beberapa bagian berfungsi sebagai suatu pusat (nodal). Terbentuknya Mega Urban yang terjadi di wilayah ini disebabkan oleh adanya aktivitas perdagangan dan jasa, industri, dan perumahan yang memiliki perkembangan yang pesat. Dalam teori cumulative causation yang dinyatakan oleh Myrdal (Moseley,1974 dan Stilwell,1995) menyatakan bahwa suatu pusat permukiman dapat menjelma menjadi kawasan perkotaan dengan adanya kegiatan industri.

Kota Surabaya yang memiliki PDRB yang dominan dibandingkan dengan daerah-daerah lain di GKS secara tidak langsung dijadikan sebagai pusat kegiatan Kawasan GKS. Dinamika perkembangan kota Surabaya sangat jauh meninggalkan wilayah-wilayah lain, dan membentuk kota yang sangat besar diukur dari kelengkapan infrastruktur, konsentrasi penduduk, diferensiasi kegiatan, kelengkapan fasilitas dan kenampakan fisik kotanya. Sementara itu, kota-kota lain berkembang dengan dinamika yang relatif lambat, termasuk wilayah-wilayah di sekitarnya dalam SWP Gerbangkertosusila. Sebesar 28,27% fasilitas terkonsentrasi di Surabaya sementara daerah lain memiliki konsentrasi kurang dari 5% dari ketersedian fasilitas di Gerbangkertosusila.

Saat ini. perkembangan Gerbangkertasusilo terjadi di sekitar koridor atau jalan arteri primer yang berada di kawasan industri dan berdekatan dengan pusat perkotaan atau disebut dengan ribbon development. Ribbon development di GKS dimulai antara Kota Surabaya dengan kawasan perkotaan Kabupaten Sidoarjo dan Kota Surabaya dengan perkotaan kabupaten Gresik. Hal ini dikarenakan kedua kabupaten tersebut memiliki tingkat perkotaan yang relatif besar dan jarak yang cukup dekat dengan Kota Surabaya.

Gambar 3. Rasio Penggunaan Lahan pada Kawasan Terbangun Menurut Desa/Kelurahan dalam tahun 1993 Dan 2006

Sumber: JICA Study Team

(18)

Pada saat ini istilah Gerbangkertasusila direncanakan akan diganti menjadi Gerbangkertasusila Plus, dikarenakan berdasarkan RTRW Provinsi Jawa Timur tahun 2020, disebutkan bahwa perkembangan Gerbangkertasusila lebih besar dan luas dari sebelumnya. Dengan menunjukkan adanya penguatan aktifitas perekonomian di Koridor Pandaan -Wonorejo -Purwosari (Pasuruan), Surabaya – Gresik – Lamongan - Tuban, Surabaya – Krian – Mojokerto - Peterongan (Jombang), Babat (Lamongan)-Bojonegoro. Oleh karena itu dibentuk pengembangan kawasan baru dengan tergabungnya Kabupaten Pasuruan, Kota Pasuruan, dan Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Tuban, dan Kabupaten Jombang. Pada pola perkembangan terjadi dalam pola koridor antar kota dan pada beberapa bagian sebagai suatu pusat (nodal).

4.2. Identifikasi Tingkat Urbanisasi di Wilayah Gerbangkertasusila (GKS)

Tingkat Urbanisasi di Negara Indonesia saat ini memang memberikan dampak yang siginifikan terhadap perekembangan perkotaan di Indonesia. Perkembangan kawasan kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, dan lainnya yang dipengaruhi oleh urbanisasi skala mega yang dapat memberikan dampak positif dan negatif terhadap perkotaan disekitarnya.

(19)

Gambar 4. Proses Urbanisasi dan Rasio Penggunaan Lahan pada Kawasan Terbangun di Daerah Metropolitan Surabaya dalam tahun 1993 dan 2006

Sumber: JICA Study Team

Beberapa dampak yang diterima oleh Kota Surabaya adalah perubahan penggunaan lahan menjadi lahan permukiman, kemacetan, serta meningkatnya pengangguran dan kriminalitas. Hal ini secara tidak langsung akan memicu fenomena urban sprawl, yaitu pergeseran penduduk dari kota ke daerah peri-urban. Sebagai contoh, kawasan peri urban di Sidoarjo yang berasal dari penduduk Kota Surabaya. Salah satu dampak utama dari urban sprawl adalah semakin berkurangnya lahan untuk pertanian dan kelestarian alam dikarenakan adanya konversi lahan menjadi lahan permukiman untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal masyarakat yang melakukan urbanisasi. Kebutuhan penggunaan lahan permukiman dan daerah pelayanan perkotaan pada tahun 2030 diproyeksikan akan mencapai 170,590 Ha untuk mengakomodasi seluruh penduduk GKS pada tahun 2030, dimana 79,090 berada di perkotaan dan 91,500 berada di perdesaan.

Selain itu, morfologi kota tersebut juga menjadi kurang teratur. Terjadinya perubahan penggunaan lahan seringkali tidak sesuai dengan rencana guna lahan pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Fenomena ini merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan GKS pada masa mendatang, agar pembangunan tidak hanya terpusat di Kota Surabaya saja tetapi di seluruh wilayah Gerbangkertasusila.

(20)

4.3. Identifikasi Ketimpangan Pendapatan di Wilayah Gerbangkertasusila (GKS) Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu negara meningkat terus menerus dalam jangka panjang. Dinamika pertumbuhan suatu kawasan perkotaan merupakan akibat dari pengaruh perkembangan faktor-faktor internal maupun eksternal yang masing-masing mempunyai keterkaitan. Selama ini masih seringkali terjadi dikotomi antara kawasan perkotaan dan kawasan pedesaan. Kawasan perkotaan menguasai segala aspek dalam hal meningkatkan produktivitas perekonomiannya dan berbanding jauh dengan kawasan pedesaan. Namun pada dasarnya kawasan perdesaan memiliki peran yang sangat penting bagi kawasan perkotaan. Menurut Rustiadi, et al, (2009), pedesaan secara politis, sosial, dan ekonomi cenderung memiliki posisi melayani atau membantu perkotaan.

Seiring perkembangannya, kondisi ekonomi di kabupaten/kota yang terdapat di wilayah Gerbangkertasusila semakin meningkat. Namun pembangunan ini cenderung tidak merata. Ketidakmerataan pembangunan di Gerbangkertasusila didominasi oleh Kota Surabaya, yang menyebabkan hyper-urbanisasi. Perbedaan ini terlihat jelas dari kelengkapan infrastruktur, kegiatan utama, kepadatan penduduk, serta kenampakan fisik kota lainnya. Kurang lebih 28% fasilitas di wilayah ini terkonsentrasi di Surabaya. Adanya disparitas ini berdampak pada PDRB perkapita wilayah ini, dimana PDRB Kota Surabaya jauh lebih tinggi dibandingkan wilayah lain. PDRB Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten/Kota Gerbangkertasusila serta distribusi PDRB terhadap Provinsi Jawa Timur dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5. PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2012-2016

Kabupaten/Kota PDRB ADHK (miliar rupiah)

2012 2013 2014 2015 2016

(21)

Tabel 6. Distribusi PDRB Wilayah Gerbangkertasusila 2016

Kabupaten/Kota Distribusi PDRB (%)

Kabupaten Gresik 5.78

Kabupaten Bangkalan 1.07

Kabupaten Mojokerto 3.46

Kota Mojokerto 0.29

Kota Surabaya 24.19

Kabupaten Sidoarjo 8.57

Kabupaten Lamongan 1.7

Sumber: Badan Pusat Statistika Provinsi Jawa Timur, tahun 2016

Berdasarkan tabel diatas, PDRB Surabaya pada tahun 2016 adalah 343,652.6 milliar rupiah, dan yang paling rendah adalah Kota Mojokerto dengan PDRB 4,221 milliar rupiah. Kota Surabaya juga berperan sebesar 24.19% terhadap Provinsi Jawa Timur. PDRB di wilayah Gerbangkertasusila menempatkan Kota Surabaya pada posisi unggul dan diikuti oleh Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Gresik. Sedangkan posisi Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Lamongan berada di tingkat bawah dalam PDRB.

(22)

BAB V

KONSEP PENANGANAN PERSOALAN PENGEMBANGAN WILAYAH

5. 1. Pemerataan Pembangunan Infrastruktur

Pemerataan pembangunan infrastruktur dapat dilakukan untuk menanggulangi permasalahan kesenjangan di antar wilayah GKS. Seperti yang telah direncanakan oleh Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum bekerja sama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA), untuk memaksimalkan kebijakan pembangunan daerah, beberapa hal yang harus diperhatikan adalah dengan pembentukan sistem perkotaan yang efisien dan peningkatan hubungan antara kota dan desa.

Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan mengembangkan kebijakan jaringan transportasi untuk meningkatkan aksesibilitas. Dengan adanya jaringan transportasi yang efisien, diharapkan dapat mengurangi disparitas antar wilayah di GKS. Program yang mendukung adalah adanya rencana pengembangan jaringan jalan yang menghubungkan kota-kota di Jawa Timur dan adanya rencana pengadaan jaringan transportasi umum di wilayah GKS. Hal ini dapat meningkatkan mobilitas yang secara tidak langsung dapat memeratakan pembangunan ekonomi serta infrastruktur. Selain itu, pengadaan struktur sistem transportasi barang fungsional juga diperlukan untuk memperkuat kapasitas jalan demi mendukung terdistribusinya barang ke kawasan semi urban. Menurut Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Timur, untuk angkutan umum yang juga direncakan adalah bus antar kota antar provinsi (AKAP) serta Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP). Setiap kabupaten/kota wajib memiliki terminal bus antar kota untuk menghubungan baik dari dan ke kota utama maupun ke kawasan semi urban.

Gambar 5. Rencana Pengembangan Struktur Ruang GKS

(23)

5. 2. Penanggulangan Hyper-Urbanisasi

Diasumsikan bahwa apabila urbanisasi terus berlanjut, diprediksi bahwa sekitar 29% dari total penduduk akan tinggal di wilayah perdesaan serta 61% lainnya bertempat tinggal di daerah perkotaan dan sub-urban. Berdasarkan asumsi ini, demand penggunaan lahan untuk perumahan serta fasilitas umum lainnya pada tahun 2030 adalah 170,590 Ha untuk mengakomodasi seluruh penduduk. Untuk menanggulangi tidak maksimalnya fungsi lahan, total luas GKS harus dibagi secara teratur antar perkotaan dan perdesaan serta kawasan industri.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi permasalahan hyper-urbanisasi di GKS adalah dengan meningkatkan daya tarik wilayah semi urban seperti Bangkalan dan Lamongan. Permasalahan utama dalam urbanisasi di GKS ini adalah sumber daya ekonomi dan kegiatan yang lebih terkonsentrasi ke Kota Surabaya, sehingga dibutuhkan sebuah sistem hirarki pusat permukiman untuk secara tidak langsung mendistribusikan kegiatan ekonomi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengembangkan potensi wisata serta memaksimalkan potensi sumber daya alam maupun produk asli di suatu wilayah Kabupaten. Selain itu untuk cara mengatasi hyper-urbanisasi dapat dilakukan dengan cara membentuk hubungan antar wilayah perkotaan dan pedesaan, yang dimana hubungan ini dapat dilakukan dengan cara melalui suatu pembinaan bagi masyarakat wilayah pedesaan untuk mengembangkan suatu produk.

Penyebaran aktivitas industri pun dapat mengurangi tingkat urbanisasi. Merubah fokus pengembangan industri yang awalnya berada di Surabaya menjadi di Bangkalan dan Lamongan dapat mengurangi tingkat urbanisasi ke Surabaya. Selain pengembangan industri, kegiatan lainnya sebaiknya tidak hanya terfokus pada Kota Surabaya, untuk mengurangi permasalahan urbanisasi, meningkatkan pemerataan pembangunan, dan wilayah yang tergabung dalam Gerbangkertasusila dapat berkembang secara merata. 5. 3. Penerapan Konsep Network Strategy

Menurut prinsipnya, konsep network strategy merupakan konsep pengembangan wilayah yang menitikberatkan pada keterkaitan antar wilayah. Hal ini dapat diwujudkan guna mengurangi kesenjangan pendapatan di wilayah GKS ini, dan dapat diterapkan dengan menumbuhkan infrastruktur guna meningkatkan aksesibilitas dan keterjangkauan kawasan mega urban Gerbangkertasusila. Penerapan konsep ini diharapkan dapat mengurangi kesenjangan ekonomi dan memeratakan pembangunan. Pengadaan pusat-pusat pengembangan di setiap kabupaten/kota serta mengintegrasikannya dengan kabupaten/kota yang lain merupakan salah satu cara untuk menerapkan konsep ini, sehingga pembangunan tidak hanya terpusat pada Kota Surabaya, melainkan mewujudkan konsep mega urban sebagai Central Business District ini sendiri.

(24)

Pusat Peran dan Fungsi

Pusat Regional Surabaya Kota Surabaya berperan sebagai pusat perkotaan utama GKS yang memiliki fungsi sebagai pusat kegiatan ekonomi, keuangan dan bisnis. Salah satu kegiatan utamanya adalah industri dan pemasaran produk. Pembangunan kawasan industri di Surabaya difokuskan pada industri yang membutuhkan teknologi dan modal yang tinggi.

Pusat Perkotaan Metropolitan

Sidoarjo Kabupaten Sidoarjo memiliki fungsi sebagai pelayanan industri dan komersial yang memiliki hubungan yang kuat dengan Surabaya dan Pasuruan untuk meningkatkan perekonomian. Kabupaten Sidoarjo unggul dalam sektor penghasil perikanan yang hasilnya kemudian dibawa ke Surabaya untuk diolah. Gresik Kabupaten Gresik berfungsi sebagai

pusat perkotaan metropolitan dengan kegiatan industri dan komersial dengan hubungan yang kuat dengan kawasan ekonomi Surabaya, Lamongan, dan Paciran. Kabupaten Gresik merupakan kawasan industri utama, yaitu Semen Gresik dan Petrokimia Gresik.

Bangkalan Kabupaten Bangkalan merupakan pusat perkotaan Pulau Madura dengan aktivitas utama agroindustry, pendidikan, dan komersial. Kabupaten Bangkalan memiliki peran sebagai daerah penghasil bahan makanan dengan salah satu sektor utamanya adalah pertanian, kehutanan, dan perikanan.

Pusat Perkotaan GKS Kota dan Kabupaten Mojokerto

(25)

menjadi pusat industri dikarenakan Kota Mojokerto sudah menerima dampak dari Kota Surabaya terkait kawasan industri.

Lamongan Kabupaten Lamongan merupakan pusat perkotaan GKS untuk mengakomodasi kegiatan berbasis pertanian dan perikanan.

Maka dari itu, strategi pengembangan Gerbangkertasusila menggunakan konsep Network Strategy dapat dilakukan dengan:

1. Memaksimalkan Kota Surabaya sebagai pusat kegiatan industri khususnya industri pengolahan, yang bahan bakunya didapatkan dari kabupaten lain seperti Lamongan dan Bangkalan.

2. Memaksimalkan fungsi Kabupaten Sidoarjo sebagai pendukung industri Kota Surabaya serta penghasil perikanan. Dalam hal ini, Kabupaten Sidoarjo masih membutuhkan Kota Surabaya sebagai pengolah dan pemasaran dikarenakan Kabupaten Sidoarjo belum memiliki kemampuan yang maksimal.

3. Memeratakan pembangunan sektor industri ke luar Jawa, yaitu Kabupaten Bangkalan yang dapat didukung oleh adanya Jembatan Suramadu.

4. Meningkatkan potensi Kabupaten Lamongan sebagai wilayah penghasil perikanan dan pertanian untuk kemudian diolah bagi di Lamongan maupun di Surabaya atau sekitarnya untuk meningkatkan nilai ekonomi dan daya saing Kabupaten Lamongan.

5. Meningkatkan fungsi Kabupaten dan Kota Mojokerto sebagai pendukung Surabaya dalam industri namun tetap mempertimbangkan dampak lingkungannya.

6. Memaksimalkan sektor industri di Kabupaten Gresik untuk meningkatkan perekonomian baik untuk Kabupaten Gresik maupun.

7. Keterpaduan multi-moda yang lebih mendorong pemanfaatan transportasi public secara luas bagi warga gerbangkertasusila.

(26)

BAB VI KESIMPULAN

Network strategy merupakan suatu konsep pengembangan wilayah dengan menitikberatkan pada hubungan keterkaitan antar wilayah pembangunan. Konsep network strategy dapat mempengaruhi terbentuknya dan berkembangnya sebuah kota menjadi mega-urban. Salah satu penerapan konsep network strategy adalah di Gerbangkertasusila yang difokuskan untuk pertumbuhan infrastruktur untuk mempermudah aksesibilitas antar wilayah dapat lebih mudah dijangkau dan tidak menghambat percepatan pengembangan tiap daerahnya.

Pengembangan dan percepatan infrastruktur akan berdampak besar untuk hasil bahan mentah menjadi bahan jadi yang akan dilakukan di Kota Surabaya, yang selaku Kota Surabaya merupakan pusat pereknomian di wilayah Gerbangkertasusila. Namun di sisi lain dalam pengembangan infrastruktur harus memperhatikan ketimpangan penduduk yang terjadi di Kota Surabaya (urbanisasi), untuk mengatasi permasalahan tersebut pemerintah seharusnya melakukan perbaikan melalui kebijakan dan rencana yang telah dibuat serta membuat program-program pemanfaatan dan pengendalian ruang di kawasan strategi Gerbangkertasusila.

Berdasarkan hasil analisis dan identifikasi, dapat disimpulkann beberapa hal penting terkait dengan pengendalian perkembangan kawasan mega-urban GERBANGKERTASUSILA yaitu dengan cara:

1. Meningkatkan daya tarik wilayah semi urban;

2. Tata ruang yang teritegrasi secara vertical, berkenaan dengan lingkungan hidup dan berkelanjutan serta berorientasi masa depan;

3. Dukungan dengan adanya aspek prasarana yang terintegrasi antar Kabupaten/Kota 4. Memaksimalkan peran dan fungsi masing-masing kabupaten/kota untuk

mendukung kegiatan khususnya perekonomian di Gerbangkertasusila

(27)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2017. Kabupaten Bangkalan Dalam Angka. Bangkalan Badan Pusat Statistik. 2017. Kabupaten Gresik Dalam Angka. Gresik

Badan Pusat Statistik. 2017. Kabupaten Lamongan Dalam Angka. Lamongan Badan Pusat Statistik. 2017. Kabupaten Mojokerto Dalam Angka. Mojokerto Badan Pusat Statistik. 2017. Kabupaten Sidoarjo Dalam Angka. Sidoarjo Badan Pusat Statistik. 2017. Kota Surabaya Dalam Angka. Surabaya Julianto, Andy. 2017. Peta Potensi Sektor Unggulan. Yogyakarta

Meiriya, Nungki, Dkk. 2009. Pengendalian Perkembangan Kawasan Mega-Urbanisasi Gerbangkertasusila Plus. Surabaya

Japan International Cooperation Agency. 2011. Studi untuk Merumuskan Rencana Tata Ruang Kawasan Gerbangkertasusila (GKS) di Provinsi Jawa Timur, Republik Indonesia Volume I. Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia.

Japan International Cooperation Agency. 2011. Studi untuk Merumuskan Rencana Tata Ruang Kawasan Gerbangkertasusila (GKS) di Provinsi Jawa Timur Laporan Final. Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia.

Gambar

Gambar 1. Ilustrasi Penerapan Konsep Network Strategy
Gambar 2 Peta Wilayah GKS
Tabel 2. PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan 2010
Tabel 3. Sektor Unggulan Kabupaten/Kota di Kawasan Gerbangkertasusila
+6

Referensi

Dokumen terkait