1 CO-OPETITION USAHA KELUARGA KURSUS BAHASA INGGRIS ICB GARUT
Dini Turipanam Alamanda
Institut Manajemen Telkom, [email protected]
Kursus bahasa Inggris merupakan salah satu kegiatan populer sejak tahun 1980 an di Indonesia tidak
terkecuali di kota Garut. Merdeka College ICB merupakan lembaga pendidikan bahasa Inggris pertama di
kota Garut. Didirikan sejak tahun 1986, ICB menjadi ikon yang sangat populer saat itu, hampir semua
peminat kursus bahasa Inggris se kabupaten Garut berbondong-bondong kesana. Rata-rata siswa ajarnya
mencapai 500 orang per semester, jumlah yang cukup fantastis saat itu jika dibandingkan dengan
kapasitas gedungnya. Bisnis keluarga yang dirintis oleh pendirinya bapak Adang Kurnia ini terus
mengalami kemajuan pesat, selain kursus bahasa Inggris, ICB merambah ke jenis kursus lain seperti
elektro, otomotif, kesekretariatan, mengetik, dan komputer. Namun seiring perkembangan jaman,
persaingan di bidang kursus tidak dapat dihindari, terlebih setelah munculnya bimbingan belajar untuk
para pelajar, kurang lebihnya menyedot sebagian besar pasar potensial kursus dan juga diantara kursus
bahasa sendiri. Di tahun 2000an bisnis kursus bahasa Inggris sudah hampir diambang kebangkrutan,
peminatnya tinggal 10% dari semula, bidang kursus lainnya seperti mengetik, elektro dan otomotif selesai
karena tidak ada peminat. Bukan hanya itu pegawai dan guru-guru pun hampir tinggal 5 %dari jumlah
semula. ICB kemudian mencoba bangkit dengan mengambil jenis usaha lain di bidang pendidikan.
Melihat potensi wisata dan hotel di kabupaten Garut yang cukup diminati para wisatawan, Pak Adang,
akhirnya membuka sekolah perhotelan 1 tahun di akhir tahun 2000. Peminatnya memang tidak banyak,
tetapi dapat melanjutkan usaha bidang pendidikan yang dicintainya. Penelitian ini membahas bagaimana
value co-creation dari bisnis kursus bahasa Inggris, dan melihat kompetisi serta kolaborasinya dengan
value net. Dalam value net digambarkan co-opetition, dimana ICB sebagai pusat model, kursus dan
lembaga pendidikan sebagai pesaing, Diknas, Disnaker, Hotel sebagai komplementor. Siswa, mahasiswa
2 Dengan teknik wawancara terhadap pemilik, mantan pengajar, pengajar, mantan karyawan, karyawan,
siswa ajar, mantan siswa ajar, dan pihak-pihak pemerintah yang pernah tahu kejayaan ICB riset ini
menghasilkan data yang kaya bagaimana bisnis kursus bahan Inggris ini dimulai, berkembang, jaya dan
layu. Berubahnya co-opetition dalam value net menandakan pentingnya inovasi dan menjaga hubungan
baik dengan para stakeholder dalam bisnis keluarga.
Kata Kunci: Kursus Bahasa Inggris ICB, Co-opetition, Value Net
PENDAHULUAN
3 yang kemudian mendirikan lembaga kursus bahasa Inggris ICB (International Communication Bridge) di kabupaten Garut pada tahun 1986.
Belajar bahasa Inggris dianjurkan banyak pakar bahasa dimulai sejak kecil, karena otak anak-anak masih banyak menyimpan memori kosong sehinggalebih mudah menyerap materi yang diajarkan. Seorang pakar bahasa, Eric Lennenberg, mengatakan bahwa sebelum masa pubertas, daya pikir anak lebih lentur sehingga lebih mudah belajar bahasa sedangkan sesudahnya akan semakin berkurang dan pencapaiannya kurang maksimal. Oleh sebab itu, pada tahun sekolah dianjurkan untuk memasukkan bahasa Inggris ke dalam kurikulumnya, namun untuk Sekolah Dasar baru mulai dilaksanakan di tahun 90-an.
Terbatasnya waktu ajar bahasa Inggris di sekolah formal, membuat pada siswa dan orangtuanya mencari sekolah informal sebagai alternatif untuk memperlancar bahasa Inggrisnya. Lembaga bahasa Inggrispun berlomba-lomba untuk menjadi lembaga kursus terbaik, memiliki jumlah siswa yang banyak dan menjadikannya nomor satu di kotanya. Semakin banyaknya lembaga kursus bahasa Inggris yang berkembang saat itu, membuatnya harus memiliki keunikan tersendiri. Perbedaan lembaga kursus bahasa Inggris besar dan kecil adalah dari pengadaan guru asing (native-speaker), harga dan teknologi pendukung.
4 menyaingi kepopuleran ICB, dan memang tidak ada lembaga kursus besar yang masuk ke kabupaten Garut.
Namun kondisi tersebut mulai berubah ketika pusat bimbingan belajar mulai muncul (1991) dan berkembang pesat di tahun 1995 (munculnya Ganesha Operation). Kemunculan pusat bimbingan belajar membuat banyak orangtua yang mempunyai keterbatasan dana dan siswa yang mempunyai keterbatasan waktu membuat pilihan apakah sepulang sekolah mengikuti kursus bahasa Inggris atau ikut bimbingan belajar. Bermunculannya lembaga kursus bahasa Inggris baru dan bimbingan belajar membuat pangsa pasar ICB semakin berkurang. Tanpa inovasi dari segi kurikulum maupun teknologi di bidang bahasa Inggris, membuat ICB semakin tertinggal, hingga di tahun 2012 jumlah siswa bahasa Inggrisnya hanya berjumlah 20 siswa dan jumlah gurunya hanya 1 orang. Fenomena ini menjadi sangat menarik untuk diteliti. Maka, penelitian mengangkat isu bagaimana co-opetition dari lembaga kursus ICB di periode kejayaan (1986-1995) dan di diperiode kelesuan (1995-2012).
KAJIAN PUSTAKA
ICB (International Communication Bridge)
5 otomatif, elektro, dan kesekretariatan. Namun karena kurangnya peminat, hanya kursus bahasa Inggris dan komputer yang bertahan sampai tahun ini. Tabel 1 menyajikan jumlah siswa bahasa Inggris pertahun nya sejak tahun 1986-2012.
Tabel 1. Jumlah Siswa Ajar Bahasa Inggris ICB (1986-2012)
Sumber: Data Internal ICB, 2012
Koopetisi (Co-opetition)
Secara terminologi, istilah co-opetition pertama kali dicetuskan oleh Noorda (1993) pendiri perusahaan perangkat lunak jaringan (networking software). Noorda memberikan pandangan bahwa co-opetition yang merupakan perpaduan bekerjasama (cooperation) dan bersaing (competition) dapat menciptakan hubungan yang lebih dinamis ketimbang yang diisyaratkan oleh kata “persaingan” dan “bekerjasama” secara terpisah. Selanjutnya, Bradenburger dan Barry
6 Mewujudkan co-opetition ke dalam praktik bukanlah hal mudah, bukan hanya menyadarkan diri sendiri untuk berpikir kerjasama dan menang - menang tetapi juga butuh kerangka untuk memikirkan konsekuensi yang akan didapat dari kerjasama dan persaingan tersebut (Bradenburger dan Barry, 1996). Begitu pula dengan Dagnino dan Padula (2002) yang menjelaskan situasi aktivitas kerjasama dan persaingan secara simultan. Co-opetition juga merupakan dampak dari berbagi pengetahuan yang bisa menjadi keunggulan kompetitif. Pengetahuan di dapat atau terjadi dalam kerjasama yang dapat juga digunakan untuk bersaing (Osorio dkk. 2002; Levy dkk. 2003).
Perkembangan konsep co-opetition berkembang sangat cepat, Ngo dan Okura (2008) misalnya, mengaplikasikan prinsip co-opetition ini pada sebuah pasar mixed duopoly untuk melihat dampak privatisasi pada tingkat kerjasama dan persaingan diantara perusahaan yang berada pada pasar tersebut. Ngo (2006) juga pernah mempresentasikan co-opetition contest model yang menjadi bahasan populer di European Institute for Advanced Studies in Management
(EIASM). Kemudian, aplikasi bisnis untuk co-opetition diantaranya Rodrigues dkk. (2009) yaitu pada studi kasus merek global Nike dan Ipod co-branding, Bradenburger dan Barry (1996) pada studi kasus aspartam untuk pepsi dan coca cola. Tsai (2002) pun mencoba mengaplikasikan konsep co-opetition ini pada organisasi multi unit dengan tiga variabel: koordinasi, persaingan dan berbagi pengetahuan intraorganisasi. Untuk studi kasus di Indonesia, Siregar dkk. (2006) mengaplikasikan co-opetition pada studi kasus perbankan di Indonesia.
7 Bengtsson dkk. (2000), dimana terdapat tiga tipe hubungan bersifat co-opetition: competition-dominated, cooperation-competition-dominated, and equal relationships. Co-opetition yang dibuat oleh Bradenburger dan Barry (1996) merupakan rangkuman dari lima hal:
1. Berpikir tentang komplemen
Dengan contoh klasik mengenai komplemen adalah perangkat keras komputer dan perangkat lunaknya. Hal pertama ini menjelaskan bahwa komplemen selalu bersifat timbal balik. Perangkat keras komputer tidak bisa melupakan perangkat lunak dan begitu pula sebaliknya.
2. Jaring nilai (value net)
Karena pengenalan co-opetition bermula untuk bisnis. Jaring nilai mengungkap dua simetri fundamental dalam permainan bisnis. Pada dimensi vertikal, pelanggan dan pemasok memainkan peran simetrik. Mereka merupakan mitra sejajar dalam menciptakan nilai. Tetapi orang tidak selalu menyadari simetri ini. Pada dimensi horizontal, terdapat komplementor dan kompetitor. Yang akan dilihat perbedaan dua hal tersebut adalah kata „lebih” dalam definisi komplementor menjadi definisi “kurang” dalam definisi
kompetitor.
8 Gambar 1. Jaring Nilai Co-opetition
(Sumber:Bradenburger dan Barry 1996)
3. Menebarkan jaring
Sejauh ini, menebarkan jaring nilai hanya dari satu sudut pandang yaitu menempatkan diri di tengah dan kemudian melihat ke sekeliling pelanggan, pemasok, pesaing dan komplementor. Ini belum lengkap, masih ada pelanggan dari pelanggan, pemasok dari pemasok, pesaing dari pesaing, komplementor dari komplementor dan seterusnya. Menggambar jaring dapat membantu dan menemukan cara untuk meningkatkan permintaan akan apapun yang dijual pada pelanggan. Membantu pelanggan sama saja dengan membantu perusahaan juga.
4. Memainkan banyak peran
9
5. Menentukan siapa kawan dan siapa lawan
Sepanjang dimensi vertikal dari jaring nilai, ada paduan kerja sama dan persaingan. Ada kerja sama bilamana pemasok, perusahaan, dan pelanggan berpadu bersama untuk menciptakan nilai. Tetapi jika nilai itu harus dibagi, pelanggan mendesak untuk mendapatkan harga yang lebih rendah, dan pemasok juga menghendaki bagian. Jadi persaingan ada ketika harus berbagi nilai. Istilah co-opetition adalah yang terbaik untuk memeriksa hubungan perusahaan dengan pelanggan dan pemasok. Penjelasan ini juga berlaku sama untuk dimensi horizontal.
METODE PENELITIAN
10 Gambar 2. Desain Penelitian
Penelitian ini dimulai dengan observasi tentang fenomena sosial. Fenomena sosial disni yaitu memetakan value net dari bisnis kursus bahasa Inggris ICB, bagaimana co-opetition ICB dengan pesaing, komplementor, pemasok dan pelanggannya. Untuk mendapatkan data digunakan teknik wawancara indepth interview yaitu wawancara kepada responden secara perseorangan. Responden-responden tersebut disajikan profilnya dalam Tabel 2 dan 3.
Tabel 2. Profil Responden Terkait ICB Langsung
No Nama (Inisial) Keterkaitan dengan ICB Lama Bekerja/ Belajar
1 AK Pemilik 30 tahun
2 MR Mantan staf 24 tahun
3 WAR Mantan pengajar 14 tahun
4 DIL Mantan siswa ajar 2 tahun
5 DR Staf 12 tahun
6 DPP Siswa ajar 1,5 tahun
11 Tabel 3. Profil Responden Tidak Terkait ICB Langsung
No Nama (Inisial) Status Lama Bekerja/ Belajar
1 AR Mantan Staf Disnaker Garut Pensiun
2 HT Mantan Staf Diknas Garut Pensiun
3 MI Direktur Hotel EA 16 tahun
Adapun kerangka pemikiran penelitian ini ditampilkan dalam Gambar 3.
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Penelitian
12 HASIL ANALISIS
Hasil coding dari transkrip wawancara terhadap 10 responden beserta kategorinya disajikan dalam gambar 4. Gambar 4 merupakan hasil kategorisasi mengenai para pemain yang terlibat dalam co-opetition kursus bahasa Inggris ICB baik di periode 1986-1995 maupun 1995-2012.
13 Dari hasil pemetaan, bisa dilihat bahwa value net periode 1996-1995 sedikit berbeda dengan periode 1995-2012. Perubahan terjadi pada pemasok, di periode 1995-2012, ICB tidak bekerja sama lagi dengan dengan Diknas untuk pengadaan buku ajar, ICB juga tidak merekrut guru-guru bahasa Inggris SMA maupun sarjana sebagai pengajar. Pengajar yang tersisa hanya beberapa tinggal 3 orang dari sebelumnya berjumlah 25 orang, 3 orang yang tersisa terdiri dari anak pemilik ICB sendiri, saudara dekat dan kenalan lama pemilik ICB. Dapat dilihat bahwa selama periode 1986-1995, co-opetition berlangsung searah, ICB mendapatkan pasokan, tetapi tidak menanyakan apa yang pemasok harapkan dari ICB sendiri dan melupakan bahwa terdapat skenario yang lebih baik bagi para pemasok selain harus menjadi pemasok ICB.
14 Kondisi ICB menjadi sangat berat ketika pesaing semakin bertambah, tetapi jumlah pelanggan semakin menurun. Para profesional seperti guru sekolah, pegawai bank, pegawai hotel, dan pegawai negari tidak lagi menggunakan ICB sebagai tempat kursus bahasa Inggris. Hal tersebut karena berkembangnya sistem bundling yang dilakukan oleh para pemilik kursus bahasa lain yang mendatangkan pengajar ke tempat kerja dengan bonus beragam dan harga lebih murah. Strategi bisnis tersebut tidak dihiraukan ICB dan menganggap tidak perlu, karena merasa
brand ICB cukup sounding. Akhirnya, hanya tinggal pelajar saja yang menjadi pelanggannya dan saat ini hanya tinggal 20 orang, 12 diantaranya pasif dan hanya 8 orang pelajar yang aktif.
Dari segi komplemetor sebenarnya ICB meningkatkan nilai dengan membuat jurusan D3 perhotelan di periode 2. Selain itu membangun hotel dan sarana wisata alam untuk mendukung perkulihan. Namun ternyata komplementor baru tidak mempunyai kekuatan untuk meningkatkan pasar. Berbeda dengan komplementor sebelumnya yang berasal semuanya berasal dari eksternal yang memperkuat posisi ICB. Namun sayangnya tidak dikelola dengan baik sehingga kursus lain di ICB yang lebih dulu mati menjadi tidak bernilai lagi dan pihak pemerintah yang tadinya memperkuat posisi ICB, karena dari pihak pemerintah menilai keberadaan ICB dapat meningkatkan kemampuan bahasa warga Garut dan pemerintahpun menjadi pendamping ICB baik untuk melegalkan ujian negara maupun masalah bantuan pendanaan. Karena pesaing ICB melakukan inovasi dan menarik perhatian pemerintah, dan ICB pun tidak sadar dengan kondisi tersebut, akhinya pemerintah tidak berperan lagi sebagai komplementor.
KESIMPULAN
15 (1995-2012). Tidak adanya inovasi yang meningkatkan nilai bagi ICB membuat posisi ICB menjadi mundur karena kondisi kompetisi lebih mendominasi daripada koordinasi itu sendiri. Kursus bahasa inggris yang bertahan selama 2 dekade ini akhirnya menyerah. Pentingnya inovasi dan menjaga hubungan baik, baik itu dengan pelanggan, pemasok, pesaing maupun komplemen berlaku bukan hanya dibisnis besar tetapi juga di bisnis keluarga. Untuk ICB sendiri, jika ingin melanjutkan bisnis dibidang pendidikan, perlu dilakukannya regenerasi kepemilikan yang mampu melanjutkan bisnis dengan penuh inovatif, mampu membangun kerjasama dan mempenyai networking yang baik dengan stakeholder yang diinginkan. Dari segi metode penelitian, ICB hanya merupakan satu contoh bisnis keluarga yang dipetakan dengan value net
melalui sifat co-opetitionnya. Kedepannya bisa diambil kursus lain yang mempunyai sejarah yang hampir miri sehingga lebih memperkuat hasil penelitian yang sekarang
DAFTAR PUSTAKA
Bengtsson, M. dan Kock, S. 2000. Co-opetition in Business Networks- to cooperate and compete simultaneously. Industrial Marketing Management, 29, 5, 411-426, Elsevier Science.
Bradenburger, A., dan Barry, N. 1996. Co-opetition. New York: Bantam Doubleday Dell Publishing
Byrne, M. (2001a). Disseminating and presenting qualitative research findings. AORN Journal, 74(5), 731-732.
16 Golafshani, N. .2003. Understanding reliability and validity in qualitative research. The
Qualitative Report, 8(4), pp. 597-607.
Levy, M., Loebbecke, C., Powell, P. 2003. SMEs, Co-opetition and Knowledge Sharing: the Role of Information Systems. European Journal of Information Systems, 12, 3-17.
Majalahfrancise, 2012. Jumlah lulusan TBI.
http://www.majalahfranchise.com/?link=berita&id=1107. Diakses tanggal 18 September
2012.
Noorda, Ray. 1993. The Portmanteau "Co-opetition". Electronic Business Buyer edisi Desember 1993.
Ngo, D. D. (2006): Coopetition Contest Model. Paper presented at the 2nd Workshop on Coopetition Strategy, European Institute for Advanced Studies in Management (EIASM), Milan (Italy), September, 14–15
Ngo., D.D., dan Okura, M., (2008): Coopetition in a Mixed Duopoly Market. A paper of Grant-in-Aid for Scientific Research, Nagasaki University, Jepang, April.
Osorio, C., Gomes, D., Leitão, J. (2002): “Parcerias Estratégicas da Banca Portuguesa em Portais
Digitais”, Revista Portuguesa e Brasileira de Gestão, 1, 3, 96-104.
Rodrigues ,F., Souza, V., Leitão, J. (2009): Strategic Coopetition of Global Brands: A Game Theory Approach to `Nike +iPod Sport Kit' Co-branding, MPRA Paper No. 16146, posted 09. July 2009
17 Tsai, W. (2002): Social Structure of "Coopetition" within a Multiunit Organization: Coordination, Competition, and Intraorganizational Knowledge Sharing , Organization Science, 13, 2 (Mar. - Apr., 2002), 179-190. http://www.jstor.org/stable/3085992
Data Internal ICB tahun 1986-2012