• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekokhalifah Konsep Khalifah di Muka Bumi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Ekokhalifah Konsep Khalifah di Muka Bumi"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Ekokhalifah

(Konsep Khalifah di Muka Bumi (Khalifah fi al Ardh) sebagai Pandangan-Dunia Ekologis Islam)

Pendahuluan

Kerusakan lingkungan di berbagai belahan bumi telah sampai pada tahapan yang mengkhawatirkan. Environmental Milestone yang dikeluarkan Worldwatch Institute (2004) menyebutkan pada 1999 lubang ozon diatas Antartika telah mencapai 25 juta kilometer persegi. Luas yang hampir sama dengan Amerika Serikat, China dan India digabung menjadi satu. Lebih lanjut laporan tersebut, dengan mengutip data PBB tahun 2001, menyebutkan negara-negara tropis telah kehilangan hutannya lebih dari 15 juta hektar tiap tahunnya. Tahun 2003 disebutkan bahwa 90 persen ikan-ikan yang bernilai ekonomis telah dibunuh oleh industri perikanan.

Di sisi lain, jurang kesenjangan penguasaan sumber daya alam antara mereka yang mampu dengan yang tidak semakin menganga lebar. Tercatat dalam laporan UNEP (2002) seperlima penduduk dunia menghabiskan 90 % dari total konsumsi perorangan global. Sisanya, yang mencakup sekitar 4 miliar jiwa, hanya mampu bertahan dengan tingkat pendapatan antara $ 1 hingga $ 2 setiap harinya. Kurang lebih 1,1 miliar penduduk bumi masih kesulitan untuk mendapatkan air bersih dan 2,4 miliar jiwa kesulitan mengakses sarana sanitasi yang sehat. Kebanyakan mereka tinggal di kawasan Asia dan Afrika.

(2)

“...dan bila Anda menyombongkan diri karena memiliki budi, Anda akan melihat dunia sekitar Anda sebagai yang

tak berbudi dan oleh karenanya tidak mempunyai hak pertimbangan moral atau etis. Lingkungan akan tampak menjadi milik

Anda untuk dieksploitasi. Unit kelangsungan hidup Anda adalah diri Anda dan sesama atau rekan dengan kekhususan yang

sama dengan Anda berhadapan dengan lingkungan dari unit-unit sosial lain, ras-ras dan binatang dan tumbuhan lain...”

Antroposentrisme diduga kuat berakar pada ajaran agama-agama monotheis, seperti dalam tradisi Yudeo-Kristen tampak pada Kitab Kejadian 1:28,

“Allah memberkati mereka (Adam dan Hawa); lalu Allah berfirman kepada mereka: 'beranakcuculah dan

bertambah banyak, dan penuhilah bumi, dan taklukkanlah itu,dan berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di

udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi”.

Lynn White, sebagaimana dikutip oleh Martin Harun dalam pengantar disertasi Mujiyono Abdillah (2001: xiv-xv), menyebutkan akar permasalahan lingkungan terdapat pada ajaran Kristen,

“....manusia sedikit banyak berbagi dalam transedensi Allah terhadap alam. KeKristenan, dalam kontras mutlak

dengan agama kafir kuno dan agama-agama Asia, tak hanya menciptakan dualisme manusia dan alam tetapi juga

menegaskan bahwa telah menjadi kehendak Allah, manusia mengeruk (exploit) alam untuk tujuan manusia sendiri”.

Toynbee (Abdillah, 2001: xv) menambahkan krisis lingkungan hidup disebabkan agama-agama monotheis telah menghilangkan rasa hormat terhadap alam yang Ilahi, sehingga tak ada lagi yang dapat menahan ketamakan manusia.

Islam, sebagai salah satu agama monotheis, tak luput dari tuduhan serupa. Akar tradisi yang sama, dari Agama Ibrahim, dan tempat lahir, di Timur Tengah, mengakibatkan Islam sebagai suatu agama dianggap sama dengan tradisi Yudeo-Kristen dalam mengajarkan antroposentrisme (Timm dalam Tucker dan Grim, 2003: 100).

(3)

“Orang-orang paganistis antroposentris itu keras kepala, ndableg. Diingatkan atau tidak sama saja. Mata, telinga,

dan hatinya telah tertutup. Tidak segan-segan mereka bilang, 'Kami ini peduli lingkungan, padahal mereka sebenarnya tidak

peduli sama sekali'. Mereka berpura-pura, hanya untuk menipu belaka. Dasar...hatinya dekil....! bila diingatkan jangan

merusak dan mencemari lingkungan....! Mereka malah menjawab:...Kami bukan merusak dan mencemari lingkungan, justru

kami sedang membangun...'. Tidak..., sekali-kali tidak....! hakikatnya mereka adalah merusak tetapi mereka tidak sadar'.

Secara terbuka Abdillah (2001: 156) memaknai QS 17: 37-38 sebagai berikut,

“Janganlah menganut paham antroposentrisme, sebab sampai kapan pun kau tidak akan mampu membelah bumi

dan menembus gunung. Faham antroposentris itu tidak baik maka tidak disukai oleh Allah”.

Dalam ajaran Islam dapat dijumpai pernyataan manusia diciptakan Allah untuk menjadi khalifah di muka bumi. Salah satunya dalam QS 2: 30 tentang niat Allah menjadikan manusia sebagai khalifah yang mendapat “protes” dari malaikat karena sifat manusia yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah. Banyak ayat serupa yang menekankan tugas kekhalifahan manusia di muka bumi.

Tulisan ini akan membahas bagaimana konsep kekhalifahan di muka bumi tersebut diaplikasikan sebagai pandangan-dunia ekologis Islam. Bagaimana pengertian khalifah dan bagaimana konsep tersebut dimaknai oleh para cendekiawan muslim akan dikaji pada bagian pertama tulisan. Bagian kedua akan berisi definisi dan sedikit penjelasan tentang ekologi. Bagian ketiga akan berisi inti tulisan yaitu aplikasi konsep khalifah sebagai pandangan-dunia ekologis Islam beserta aspek aksiologis sebagai konsekuensi logis dari pandangan-dunia tersebut.

Konsep Khalifah dalam Islam

Machasin dalam Aminah dkk (2005: 164-165) menjelaskan secara ringkas khalifah adalah pemegang amanat atau mandat. Lebih lanjut dijelaskan kekhalifahan berarti manusia menjadi pemegang mandat Tuhan untuk menyelenggarakan kehidupan secara bertanggungjawab. Hakikat khilafah menurut al Maududi (1994: 64) ialah manusia bukan pemilik, apalagi penguasa, segala yang ada di atas bumi, namun hanya sebagai wakil dari Sang Pemilik Sejati yaitu Allah.

(4)

sebanyak sembilan kali. Kata tersebut dalam bentuk tunggal dapat dijumpai 2 kali pada QS 2: 30 dan QS 38: 26. dalam bentuk jamak, khalaif, ditemukan 4 kali pada QS al An'am 165, QS Yunus 14 serta ayat 73 dan QS Fathir ayat 39. Bentuk jamaknya khulafa dituangkan sebanyak 3 kali pada QS al A'raf ayat 69 serta 74, QS an Naml ayat 62.

Quraish Shihab dalam Tafsir al Misbah (2005; vol 1: 141) menengarai kata ini dapat mengesankan makna pelerai perselisihan dan penegak hukum. Beliau juga menjelaskan (2005; vol 1: 142) kata khalifah pada mulanya diartikan pengganti atau yang datang sesudah siapa yang datang sebelumnya. Lebih lanjut diuraikan kata khalifah oleh sebagian kalangan diberi makna sebagai yang menggantikan Allah dalam menegakkan kehendak-Nya serta menerapkan ketetapan-ketetapan-Nya, tetapi bukan karena Allah tidak mampu atau manusia akan dijadikan sebagai Tuhan, namun karena Allah bermaksud memberi ujian dan memberi penghormatan kepada manusia. Sebagian kalangan memberi makna kata tersebut sebagai pengganti makhluk lain dalam menjadi penghuni bumi.

Berdasarkan beberapa definisi diatas kata khalifah dapat dimaknai sebagai mandataris Tuhan yang menerima kehormatan sekaligus ujian dalam melaksanakan kehendak-Nya dan menerapkan ketetapan-Nya di muka bumi serta mempertanggungjawabkan amanat tersebut dihadapan-Nya kelak. Sebuah definisi yang berusaha menggambarkan peran manusia sebagai wakil Tuhan sekaligus utusan-Nya yang kelak dimintai pertanggungjawaban.

Sebagai khalifah, manusia diberi kelebihan dibandingkan ciptaan-Nya yang lain. Kelebihan pertama adalah adanya kemampuan manusia untuk berpikir atau pemilikan akal yang sempurna dibandingkan makhluk lainnya. Allah telah mengajarkan pada Adam semua nama-nama (QS 2:31-34), sesuatu yang tidak diketahui oleh para malaikat, sehingga malaikat pun bersedia bersujud kepada manusia, atas perintah Allah, kecuali iblis yang ingkar.

(5)

teologi Islam konsep kebebasan kehendak ini telah menjadi pertentangan sengit antara kaum Qadariyyah dengan kaum Jabbariyyah dimana yang pertama mengakui adanya kebebasan kehendak manusia sedangkan yang kedua menafikannya. Meskipun begitu, Asy'ariah berusaha mendamaikan dengan mengatakan bahwa manusia mempunyai kebebasan walaupun itu hanyalah suatu kiasan karena sebenarnya segalanya dari Tuhan (Nasution, 2006: 103-117). Bagaimanapun juga, al Qur'an (QS 35:39) menegaskan bahwa manusia diberi kebebasan untuk beriman atau kafir dengan masing-masing pilihan mempunyai konsekuensi tersendiri. Rahman (1996: 95) menambahkan, berbeda dengan alam semesta ini yang “secara otomatis” mentaati Allah, manusia dapat memilih untuk taat atau ingkar kepada Allah.

Ibn Arabi (Chittick, 2001: 56-57), berangkat dari konsep yang kerap disebut dengan wahdat al wujud, menafsirkan kalimat Allah mengajarkan Adam semua nama-nama dengan pengertian bahwa manusia adalah manifestasi paling sempurna dari semua atribut-atribut Allah. Setiap manusia secara individual dapat merefleksikan setiap atribut ke-Tuhan-an. Ciptaan lainnya di alam semesta sendiri hanya mampu mewujudkan setiap atribut tertentu saja. Karena itulah dalam alam semua ciptaan mempunyai keadaan yang bertingkat-tingkat sesuai dengan perwujudan atribut yang dipunyainya. Manusia adalah tingkatan tertinggi karena kemampuannya tersebut. Manusia, walaupun dalam bentuk lahirnya stabil namun labil dalam batinnya sehingga manusia dapat mencapai berbagai tingkatan spiritual. Manusia dapat lebih mulia dari malaikat namun dapat juga jatuh ke tingkat yang lebih rendah dari binatang ternak.

(6)

menjelaskan,

“Bedakan dirimu sendiri dari kosmos dan bedakan kosmos dari dirimu. Bedakan yang lahir dari yang batin dan

yang batin dari yang lahir. Bagi kosmos kalian adalah ruh kosmos, dan kosmos adalah bentuk lahiriah kalian. Bentuk tidak

mempunyai makna apapun tanpa ruh. Oleh karena itu, kosmos tidak memiliki arti tanpa kalian”.

Ekologi Sebagai Pandangan-Dunia

Kata ekologi pertama kali diperkenalkan sebagai suatu istilah tersendiri oleh Ernst Haeckel (Odum, 1971: 3). Kata ini berasal dari istilah Yunani oikos yang bermakna rumah atau tempat tinggal dan logos yang kerap diartikan sebagai ilmu. Secara harfiah Odum (1971: 3) memaknai kata ini sebagai studi tentang organisme-organisme dalam tempat tinggalnya. Otto Soemarwoto (1997: 22), dengan mengambil kias dari ekonomi, menyebut ekologi sebagai ilmu tentang rumah tangga makhluk hidup. Oxford Advanced Learner's Dictionary (1995: 367) menyebut ekologi sebagai suatu studi tentang hubungan antara tumbuhan dan makhluk hidup lainnya antara satu sama lain dan dengan lingkungannya.

Salah satu kajian utama dalam ekologi adalah konsep ekosistem. Ekosistem dapat dipahami sebagai relasi timbal balik makhluk hidup dengan lingkungannya sehingga membentuk suatu sistem ekologis (Soemarwoto, 1997: 23). Lebih lanjut dijelaskan apa yang dimaksud dengan sistem adalah kesatuan komponen-komponen yang bekerja dalam satu keteraturan. Odum (1971: 5) menambahkan bahwa ekosistem adalah sistem ekologi yang tersusun dari komunitas dan lingkungan tak hidup (abiotik) yang berfungsi secara bersama-sama dalam suatu sistem.

(7)

siklus-siklus ekologis. Kemitraan adalah suatu kerjasama yang menembus berbagai batas yang ada. Keragaman adalah kekayaan dan kompleksitas jaringan-jaringan ekologis yang menjadikan stabilitas dan ketahanan dalam ekosistem. Keseimbangan dinamis adlaah fluktuasi disekitar nilai optimum dari masing-masing variabel dalam ekosistem.

Ekologi sebagai suatu pandangan dunia dapat ditemukan pada gagasan Thomas Bery, seorang geolog, yang menyatakan kita telah memasuki zaman ecozoic dimana manusia bertempat dengan tepat sebagai anggota komunitas yang utuh dan saling tergantung satu sama lain dengan anggota lainnya (Metzner dalam Tucker dan Grim, 2003: 207). Perubahan paradigma tersebut membawa gelombang perubahan di berbagai bidang mulai dari ilmu-ilmu alam hingga sistem politik, dari teknologi industri sampai pertanian.

Pandangan dunia adalah cara pandang dan cara kita berpikir tentang jagat raya di sekitar kita serta bagaimana berinteraksi dengannya (Witteveen, 2004: 21). Manusia tidak hanya hidup di alam dan mempelajarinya namun juga menyusun “ide-ide” tentang alam dan memasukkannya dalam kosakata budaya-budaya yang berbeda dalam ruang dan waktu yang berbeda-beda sepanjang sejarah keberadaan manusia (Rasmussen dalam Tucker dan Grim, 2003: 222). Suatu paham tentang alam yang kerap disebut juga sebagai kosmologi (Kattsoff, 2004: 255).

Pandangan dunia ekologis selanjutnya dimaknai dengan suatu pandangan tentang unsur-unsur dalam ekosistem alam, termasuk di dalamnya manusia, sebagai suatu jaringan yang saling terkait tanpa batas-batas yang tegas dalam suatu sistem yang sinergis guna yang selalu berusaha mencapai suatu keseimbangan dinamis. Sebuah definisi yang mencoba mencakup prinsip-prinsip pokok ekologi yang telah diuraikan sebelumnya.

(8)

Berdasarkan uraian diatas, berikut akan disusun suatu pandangan dunia ekologis yang berangkat dari konsep khalifah dalam Islam. Suatu pandangan dunia yang diharapkan dapat memberi cara pandang dan cara berpikir umat Islam terhadap lingkungan dengan suatu pandangan dunia yang lebih mendukung kelestarian alam. Suatu cara pandang yang diharapkan dapat memberi sumbangan ideologis bagi gerakan-gerakan perjuangan lingkungan yang menyandarkan ideologi gerakannya pada ajaran Islam.

Hal pertama yang perlu ditekankan adalah pengakuan bahwa alam semesta adalah ciptaan Tuhan dan Dia berkuasa penuh atasnya. Meskipun dapat ditemui perbedaan penafsiran tentang bagaimana proses penciptaan tersebut dan bagaimana Tuhan menjalankan kuasa-Nya atas alam, namun ada kesepakatan tentang pengakuan Tuhan sebagai Pencipta dan Penguasa alam. Pandangan ini perlu ditegaskan karena hal tersebut yang membedakan pandangan dunia Islam dengan paham sekuler yang beberapa menyatakan bahwa alam semesta ini bukan dari ciptaan Tuhan dan bukan di bawah kekuasaan Tuhan. Percaya kepada hal tersebut juga membawa konsekuensi pengakuan tentang kepemilikan segala sesuatu di alam ada pada Tuhan, manusia tidak mempunyai hak kepemilikan sedikitpun atas alam sebagaimana dijelaskan oleh al Maududi (1994: 64).

Manusia, sebagai sesama ciptaan Tuhan, adalah bagian tak terpisahkan dari suatu jaringan besar yang bersifat kompleks dari sistem ekologi alam. Manusia bernafas dengan menghirup oksigen dan mengeluarkan karbondioksida sehingga turut menjadi bagian dalam siklus oksigen di alam. Manusia makan dan membuang kotoran sisa hasil metabolismenya ke alam sehingga turut menjadi bagian dari aliran energi di alam yang bersumber utama dari energi matahari.

Tuhan, dalam ajaran Islam, telah menunjuk manusia sebagai khalifah di muka bumi. Manusia adalah wakil Tuhan di muka bumi ini. Manusia adalah mandataris pelaksana amanat Tuhan di bumi (Machasin dalam Aminah dkk, 2005: 164-165). Manusia adalah pengganti Tuhan di bumi dalam melaksanakan kehendak-kehendak-Nya dan ketetapan-ketetapan-Nya (Shihab, 2005; vol 1: 142).

(9)

tanggung jawab karena dalam ajaran Islam setiap yang diamanati akan diminta pertanggungjawabannya. Setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban tentang yang dipimpinnya.

Manusia, sebagai khalifah Tuhan di bumi, diberi kelebihan oleh Tuhan. Kelebihan pertama, sebagaimana dijelaskan sebelumnya, terletak pada akal yang sempurna dibandingkan ciptaan lain. Kelebihan kedua ada pada kebebasan berkehendak. Kelebihan ketiga, secara spiritual manusia adalah manifestasi paling sempurna dari semua atribut Tuhan.

Dengan kemampuan berpikirnya, manusia mampu menjadi makhluk dengan kemampuan adaptasi paling tinggi di bumi. Manusia mampu mengkonsumsi makanan dari berbagai level ekologis mulai dari tanaman sampai sirip ikan hiu. Hal tersebut menjadikan manusia mampu menduduki level tertinggi dalam piramida makanan di alam. Manusia mampu mengembangkan pertanian yang pada hakikatnya, menurut Gonick dan Outwater (2004: 87), adalah penyederhaan radikal dan reorganisasi aliran energi sehingga hampir semua energi yang diserap oleh tumbuhan dari sinar matahari pada suatu luas tanah tertentu dapat bermuara ke mulut manusia. Manusia mampu menciptakan rumah dan pakaian, suatu teknologi konservasi energi yang pertama. Paling spektakuler dalam tahapan awal sejarah manusia adalah penemuan kemampuan menggunakan api, sumber energi tersembunyi di alam yang mampu dibebaskan oleh manusia. Sumber energi yang dapat dibawa kemana-mana tersebut menjadikan manusia mampu mengatasi salah satu faktor pembatas bagi kehidupan makhluk hidup di bumi yaitu iklim (Gonick dan Outwater, 2004: 83).

Berbeda dengan ciptaan lain, keterlibatan manusia dalam sistem ekologi alam bersifat aktif. Sesuatu konsekuensi dari kebebasan berkehendak yang diberikan kepada manusia oleh Tuhan. Manusia bebas untuk memilih akan makan tumbuh-tumbuhan atau hewan. Manusia bebas memilih akan tinggal di gunung atau di tepi laut. Semua keputusan tergantung pada pilihan yang dilakukan oleh manusia itu sendiri.

(10)

oleh manusia. Mereka dapat menciptakan pakaian yang sesuai dengan iklim dua musim atau empat musim dalam setahun. Dengan teknik arsitektur yang tepat ditunjang dengan alat pengatur suhu ruangan, manusia dapat tinggal di kaki Himalaya yang dingin atau di tepian Gurun Sahara yang panas. Perkembangan teknologi yang pesat membuat kemungkinan-kemungkinan tersebut makin tak terbatas. Di masa yang tak lama lagi manusia dapat juga memilih akan tinggal di dasar Samudera Pasifik atau hidup di luar angkasa dengan membangun perumahan di Bulan.

Kepemilikan akan kemampuan berpikir dan keaktifan yang dipunyainya menjadikan manusia, sebagai khalifah, dituntut untuk dapat menjalankan amanat yang diembannya. Sebagai manifes sempurna dari Tuhan, manusia harus mampu mewujudkan sifat-sifat kebaikan Tuhan di alam. Manusia dituntut menjadi khalifah dalam artian sebagai “roh” yang membawa kehidupan bagi seluruh alam, bukan menjadi virus yang bersifat parasit yang menggerogoti kelangsungan alam. Hal ini perlu disadari sepenuhnya karena setiap pembawa amanat akan dimintai pertanggungjawaban oleh Sang Pemberi amanat.

Penutup

Konsep khalifah dalam Islam menekankan bahwa manusia tidak mempunyai apapun terhadap alam, manusia hanya mendapat mandat sebagai pengelola kehidupan di bumi. Manusia bersamaan kedudukannya sebagai bagian dari sistem ekologis yang saling terkait. Keutamaan manusia atas makhluk lain tidak menjadikan manusia dapat memperbudak unsur lain di alam demi kepentingan hawa nafsunya namun menjadikan keaktifan dalam melakukan sesuatu yang perlu mengelola kehidupan di alam demi keberlanjutan kehidupan di alam sebagai tujuan.

(11)

BUKU DAN ARTIKEL

Abdillah, Mujiyono. 2001. Agama Ramah Lingkungan; Perspektif al Qur'an. Paramadina. Jakarta Aminah, Wiwin Siti, Haryandi, dan Alfred Benedictus (ed). 2005. Sejarah, Teologi, dan Etika

Agama-agama. Dian/Interfidei. Yogyakarta

Capra, Fritjof. 2005. The Hidden Connections; Strategi Sistemik Melawan Kapitalisme Baru. Jalasutra. Yogyakarta

Chittick, William C. 2001. Dunia Imajinal Ibnu 'Arabi; Kreativitas Imajinasi dan Persoalan Diversitas Agama. Risalah Gusti. Surabaya

Gonick, Larry dan Alice Outwater. 2004. Kartun Lingkungan. Kepustakaan Populer Gramedia. Jakarta al Maududi, Abu A'la. 1994. Khilafah dan Kerajaan; Evaluasi Kritis atas Sejarah Pemerintahan Islam.

Mizan. Bandung

Nasution, Harun. 2006. Teologi Islam; Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta

Odum, Eugene P. 1971. Fundamentals of Ecology. W. B. Saunders Company. Philadelphia

Shihab, Quraish. 2005. Tafsir al Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al Qur'an. Lentera Hati. Jakarta

Soemarwoto, Otto. 1997. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Djambatan. Jakarta

Tucker, Mary Evelyn dan John A Grim (ed). 2003. Agama, Filsafat, dan Lingkungan Hidup. Kanisius. Yogyakarta

Witteven, H J. 2004. Tasawuf in Action; Spiritualisasi Diri di Dunia yang Tak Lagi Ramah. Serambi. Jakarta

(12)

Environmental Milestone oleh Worldwatch Institute dapat diakses pada alamat: http://www.worldwatch.org/brain/features/timeline/timeline.htm

Referensi

Dokumen terkait

langkah-langkah pengerjaan aktivitas kerja, termasuk pengendalian spesifikasi teknis untuk material, proses dan produk. • Membuat peta kerja keseluruhan

Laporan Akhir ini yang berjudul “ Analisis Perangkat Keras Pada Robot Keseimbangan Dengan Menggunakan Metode Auto Tuning PID” dengan baik4. Laporan Akhir ini dibuat untuk

Untuk itu, dapat dirumuskan tema sentral yaitu pengaruh kemampuan manajemen dan kualitas jasa auditor internal terhadap efektivitas pengendalian intern dan

Results shows the 8-most influential indicators in sustainable infrastructure development of a city are: (i) local economics growth, (ii) infrastructure planning, (iii)

Distribusi skunder adalah jaringan daya listrik yang termasuk dalam kategori tegangan rendah (sistem 380/220 Volt), yaitu rating yang sama dengan tegangan

Nasih, SE., MT., Ak., CMA, berkesempatan untuk bertemu dengan alumni Ilmu Komunikasi UNAIR yang telah sukses dalam merambah dunia profesi.. Setidaknya ada tiga alumni

Predator Triton 500 SE terbaru dan Predator Helios 500 ditingkatkan dengan menyertakan prosesor Intel® Core ™ i9 Generasi ke-11 terbaru dan GPU Laptop NVIDIA® GeForce RTX

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh positif terhadap kerjasama dan prestasi belajar siswa antara siswa yang memperoleh pembelajaran Model Cooperative Learning