• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN EKSKRETA MANUSIA SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN PENCEMARAN AIR TANAH SITI KHADIJAH NRP : B251100174 SEKOLAH PASCA SARJANA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 PENDAHULUAN - Pengelolaan Ekskreta Manusia sbg Upaya Pencegahan Pencema

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGELOLAAN EKSKRETA MANUSIA SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN PENCEMARAN AIR TANAH SITI KHADIJAH NRP : B251100174 SEKOLAH PASCA SARJANA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 PENDAHULUAN - Pengelolaan Ekskreta Manusia sbg Upaya Pencegahan Pencema"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah Kesehatan Lingkungan

PENGELOLAAN EKSKRETA MANUSIA

SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN

PENCEMARAN AIR TANAH

SITI KHADIJAH

NRP : B251100174

SEKOLAH PASCA SARJANA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

(2)

PENDAHULUAN

Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Sekitar tiga perempat dari tubuh kita tersusun dari air. Selain itu, air juga diperlukan oleh tumbuhan dan hewan untuk kehidupannya.

World Health Organization (WHO) dalam pernyataannya yang berkaitan dengan air “The Best of All Things is Water” menunjukkan bahwa air itu sangat penting bagi seluruh kehidupan dan selalu dipandang sangat berharga, sehingga perlu dijaga, dilindungi dan dilestarikan (Hartanto 2009).

Dewasa ini air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian. Untuk mendapatkan air yang bersih, sudah menjadi barang yang mahal dan langka karena keterbatasan perolehan air dimana air sudah banyak yang tercemar oleh bermacam-macam limbah dari hasil kegiatan manusia, baik limbah dari kegiatan rumah tangga, limbah industri, dan lainnya. Akibatnya ketergantungan manusia terhadap air semakin besar sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk yang meningkat.

Air tanah dipandang sebagai salah satu sumber air yang bersih sangat potensial untuk dikembangkan menjadi sangat penting artinya bagi kehidupan manusia. Dipihak lain, terdapat kecenderungan terus menurunnya kualitas air karena meningkatnya pencemaran air oleh buangan pemukiman, industri, pertambangan, intensifikasi pertanian, serta meningkatnya pariwisata dan pelayaran.

Pemukiman-pemukiman penduduk yang rapat, terutama diperkotaan, membuat sistem pembuangan limbah rumah tangga seperti pembuangan limbah kamar mandi/ wc dan atau dapur tidak terkoordinasi dengan baik, sehingga limbah tersebut dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran air tanah dan dapat juga mengakibatkan tercemarnya lingkungan daerah pemukiman tersebut.

(3)
(4)

TINJAUAN PUSTAKA

a. Ekskreta manusia

Eksketa manusia merupakan hasil akhir dari proses yang berlangsung dalam tubuh manusia yang menyebabkan pemisahan dan pembuangan zat-zat yang tidak dibutuhkan dalam tubuh. Zat-zat yang tidak dibutuhkan tersebut berbentuk tinja dan urine. Tinja dan urine dapat menjadi masalah lingkungan jika pembuangannya tidak secara layak dan akan menyebabkan pencemaran permukaan tanah dan air tanah yang berpotensi menjadi penyebab timbulnya penularan berbagai macam penyakit saluran cerna (Soeparman dan Suparmin 2001).

Ekskreta manusia merupakan bagian dari limbah rumah tangga (domestic waste water), dimana limbah rumah tangga dibagi menjadi dua yaitu black water (dari jamban) dan grey water (dari kamar mandi, tempat mencuci pakaian, mencuci piring dan atau peralatan dapur) (Sudarno 2006).

(5)

Sedangkan kuantitas tinja dan urin dapat dilihat pada tabel 2 (dalam gram/ orang/hari)

Tabel 2. Kuantitas Tinja dan Urin

Berat Basah Berat Kering menurut Soeparman dan Suparmin (2001) adalah

- Manusia sebagai individu, yaitu dimana manusia tersebut hidup sendiri dalam suatu tempat tinggal terpisah dari individu yang menempati tempat tinggal lain atau kelompok manusia yang satu individu dengan individu lainnya terikat dalam hubungan kekerabatan yang menempati satu tempat tinggal sebagai satu keluarga.

- Manusia sebagai kelompok, yaitu kumpulan manusia yang bertempat tinggal di satu wilayah geografis. Individu dalam kelompok terikat oleh satu hubungan kemasyarakatan yang memiliki norma kelompok yang disepakati bersama.

b. Air tanah

Air tanah adalah air yang tersimpan/ terperangkap didalam lapisan batuan yang mengalami pengisian/ penambahan secara terus menerus oleh alam. Kondisi suatu lapisan tanah membuat suatu pembagian zona air tanah menjadi :

(6)

terdapat tiga lapisan tanah, yaitu lapisan air tanah permukaan, lapisan intermediate, dan lapisan kapiler.

- Zona air jenuh (zone of saturation) yaitu suatu lapisan tanah yang mengandung air tanah yang relatif tak terhubung dengan udara luar dan lapisan tanahnya (aquifer bebas).

Keuntungan menggunakan air tanah, yaitu : - Pada umumnya bebas dari bakteri patogen. - Dapat dipakai tanpa pengolahan lebih lanjut.

- Paling praktis dan ekonomis untuk mendapatkan dan membagikannya. - Lapisan tanah yang menampung air biasanya merupakan tempat

pengumpulan air alami. Kerugiannya adalah :

- Air tanah sering kali mengandung banyak mineral-mineral, seperti Fe, Mn, Ca.

- Biasanya membutuhkan pemompaan. (Harmayani dan Konsukartha 2007). c. Pencemaran air tanah

Menurut Wardhana (1995) pencemaran air tanah adalah suatu keadaan air yang mengalami penyimpangan dari keadaan normalnya. Keadaan normal air masih tergantung pada faktor penentu yaitu kegunaan air itu sendiri dan asal sumber air (Harmayani dan Konsukartha 2007).

Sumber pencemaran air tanah dapat berasal dari septic tank yang tidak dibuat dengan baik, limbah industri, penggunaan pestisida, limbah peternakan dan sebagainya.

(7)

Akibat dari pencemaran air tanah adalah

Indikator pencemaran air tanah dilihat dari adanya perubahan yang dapat diamati, menurut Warlina (2004) dapat digolongkan menjadi

- Pengamatan secara fisik yaitu berdasarkan pada tingkat kejernihan air, perubahan warna, bau dan rasa

- Pengamatan secara kimia, yaitu berdasarkan pada zat kimia yang terlarut, perubahan pH

- Perubahan secara biologis, yaitu berdasarkan mikroorganisme yang ada dalam air (adanya fecal coli atau total coliform)

Sedangkan indikator umum yang diketahui pada pemeriksaan pencemaran air adalah :

- pH air, dimana air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH sekitar 6,5-7,5.

- Oksigen terlarut (DO), kelarutan oksigen dalam air tergantung pada temperatur dan tekanan atmosfer. Berdasarkan data-data temperatur dan tekanan, maka kelarutan oksigen jenuh dalam air pada 250C dan

tekanan 1 atm adalah 8,32mg/L.

- BOD, merupakan banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam lingkungan air untuk memecah bahan buangan organik yang ada dalam air menjadi karbondioksida dan air. Kadar BOD5

(BOD dalam masa inkubasi 5hari proses oksidasi) yang diperkenankan untuk kepentingan air minum dan menopang kehidupan mikroorganisme akuatik adalah 3,0-6,0.

(8)

PENGELOLAAN EKSKRETA MANUSIA

Diperkirakan saat ini hampir sekitar 70% air tanah di daerah perkotaan sudah tercemar berat oleh ekskreta manusia, terutama tinja, padahal separuh penduduk perkotaan masih menggunakan air tanah. Kondisi perumahan dan lingkungan padat serta aktivitas dan berbagai kegiatan yang tanpa perencanaan lingkungan menjadi salah satu penyebabnya (Arifin 2009).

Pengelolaan ekskreta manusia sangat diperlukan untuk mengurangi beban pencemaran atau menguraikan pencemar sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Untuk mencegah sekurang-kurangnya kontaminasi ekskreta manusia terhadap lingkungan, maka pembuangannya harus dikelola dengan baik, dengan maksud pembuangan tersebut harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat (termasuk septic tank yang baik). Pada pemukiman-pemukiman yang padat, terkadang pembangunan perumahan tidak dilakukan konstruksi yang baik, sehingga dapat terjadi kerusakan septic tank. Keadaan ini tentu saja dapat menyebabkan pencemaran air tanah.

Berikut merupakan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 mengenai pengelolaan ekskreta manusia :

(9)

Tabel 5. Presentase Rumah Tangga Tertinggi dalam Penggunaan

Sistem pengelolaan ekskreta manusia dapat dilakukan dalam :

- Sistem penanganan terpusat (off-site), yaitu ekskreta manusia (umumnya bersama limbah cair rumah tangga lainnya) dialirkan kedalam bak kontrol, masuk ke jaringan drainase, kemudian ke dalam instalasi pengolahan limbah cair (IPLC) dan dilepas ke sumber air baku.

(10)

Gb. 2. Sistem Penanganan Off-site (Anonim 2009)

Gb. 3. Sistem Penanganan On-site (Anonim 2009)

Penanganan ekskreta manusia ini juga tergantung pada kelompok manusia tersebut, yaitu

- Pada kelompok manusia sebagai individu, pengelolaan hasil buangan ini ditangani secara perorangan/ kelompok individu/ keluarga yang menggunakan sarana pembuangan tersebut, yang umumnya berupa jamban perorangan/ jamban keluarga (private latrine), yang merupakan tanggung jawab keluarga/ individu dalam pengelolaan, pembangunan penggunaan dan pemeliharaan sarana tersebut.

- Pada kelompok manusia yang hidup dengan hubungan kemasyarakatan, penanganan hasil buangan ini sering bersifat kompleks. Berbagai faktor penyebab, yaitu keterbatasan penyediaan lahan, kepentingan yang berbeda antara individu, faktor sumber daya, faktor fisibilitas pengelolaan, dan sebagainya. Keadaan kelompok masyarakat sangat menentukan keberhasilan penanganan hasil buangan ini. Penanganan ekskreta pada kelompok ini biasanya dilakukan secara kolektif dengan menggunakan jamban umum (public latrine), yang merupakan tanggung jawab kelompok dalam pengelolaan, pembangunan penggunaan dan pemeliharaan sarana tersebut. Selain itu juga tergantung pada kawasan tempat tinggal penduduk, seperti - Rawa-rawa, dimana rumah berada diatas perairan. Sistem pengelolaan

ekskreta dari rumah-rumah dialirkan dengan pipa ke suatu pengolahan kolektif.

(11)

dalam beberapa cluster (kelompok) layanan. Tiap cluster memiliki sistem pengolahan sendiri.

- Daerah pesisir, dimana air bawah permukaan tinggi, sistem pengelolaan yang dapat digunakan adalah off-site sistem.

- Kawasan kumuh, dimana tidak ada lahan yang luas untuk membangun septic tank (dimana dalam 50 rumah tangga dibutuhkan luasan 100m2) atau

memasukkan truk tinja untuk menguras septic tank. Keadaan ini dapat menggunakan unit pengelolaan terpusat atau MCK bersama(Mujiyanto 2009). Menurut Soeparman (2002), memilih lokasi penempatan sarana pembuangan tinja, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

- Pada dasarnya tidak ada aturan pasti yang dapat dijadikan sebagai patokan untuk menentukan jarak yang aman antara jamban dan sumber air. Banyak faktor yang mempengaruhi perpindahan bakteri melalui air tanah, seperti tingkat kemiringan, tinggi permukaan air tanah serta permeabilitas tanah. Hal penting yang harus diperhatikan adalah jamban atau kolam buangan (cesspool) harus ditempatkan lebih rendah, atau sekurang-kurangnya sama tinggi dengan sumber air bersih. Apabila memungkinkan, harus dihindari penempatan langsung dibagian yang lebih tinggi dari sumur. Jika penempatan di bagian yang lebih tinggi tidak dapat dihindarkan, jarak 15m akan mencegah pencemaran akan mencegah pencemaran bakteriologis ke sumur. Penempatan jamban di sebelah kanan atau kiri akan mengurangi kemungkinan kontaminasi air tanah yang mencapai sumur. Pada tanah pasir, jamban dapat ditempatkan pada jarak 7,5m dari sumur apabila tidak ada kemungkinan untuk menempatkannya pada jarak yang lebih jauh.

- Pada tanah yang lebih homogen (tanah berpasir), kemungkinan pencemaran air tanah sebenarnya nol apabila dasar lubang jamban berjarak lebih dari 1,5m diatas permukaan air tanah atau apabila dasar air kolam pembuangan berjarak lebih dari 3m diatas permukaan air tanah.

(12)

Tangki septik atau septik tank merupakan unit pengolahan limbah yang diperlukan guna mengolah air limbah sebelum dibuang ke sumber air baku. Disamping untuk mencegah pencemaran termasuk diantaranya organisme penyebab penyakit, pengolahan air limbah dimaksudkan untuk mengurangi beban pencemaran atau menguraikan pencemar sehingga memenuhi persyaratan standar kualitas ketika dibuang ke suatu sumber air baku (Dinkes Banggai 2009).

Pembangunan septik tank juga perlu memperhatikan keadaan tanah, pada kondisi tanah yang terlalu lembab dalam jangka waktu yang lama, maka tanah tersebut tidak sesuai untuk lokasi septik tank karena bahan pencemar (ekskreta manusia) dapat melewati aquifer tanah melalui berbagai sumber diantaranya meresapnya bakteri dan virus melalui septic tank. Pada kondisi tanah yang kering, gerakan bahan dan bakteri relatif sedikit, dengan gerakan ke samping praktis tidak terjadi, sehingga jika terjadi pencucian yang berlebihan, tidak dikhawatirkan terjadi kontaminasi air tanah karena perembesan ke bawah secara vertikal hanya sekitar 3m (Arifin 2009).

Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa septik tank terdiri dari tangki sedimentasi yang kedap air, sebagai tempat tinja dan air buangan masuk dan mengalami dekomposisi. Di dalam tangki tersebut, tinja akan mengalami proses: a. Proses kimiawi

Akibat penghancuran tinja akan direduksi dan sebagian besar (60-70%) zat-zat yang padat akan mengendap di dalam tangki sebagai sludge. Zat- zat-zat yang tidak dapat hancur besama-sama dengan lemak dan busa akan mengapung dan membentuk lapisan yang menutup permukaan air dalam tangki tersebut. Lapisan ini disebut scum yang berfungsi mempertahankan suasana anaerob dari cairan dibawahnya, yang memungkinkan bakteri-bakteri anaerob dapat tumbuh subur, yang akan berfungsi pada proses berikutnya.

b. Proses biologis

(13)

mempunyai BOD yang relatif rendah. Cairan enfluent ini akhirnya dialirkan keluar melalui pipa dan masuk ke tempat perembesan (Arifin 2009).

Menurut Chandra (2007) yang perlu diperhatikan dalam mekanisme dekomposisi tinja ini adalah :

- Penumpukan endapan lumpur mengurangi kapasitas septik tank sehingga isi septik tank harus dibersihkan minimal sekali setahun.

- Penggunaan air sabundan desinfektan seperti fenol, sebaiknya dihindari karena dapat membunuh flora normal bakteri dalam septic tank.

- Septik tank baru sebaiknya diisi dahulu dengan air sampai saluran pengeluaran, kemudian dilapisi dengan lumpur dari septik tank lain untuk memudahkan proses dekomposisi bakteri (Arifin 2009).

Secara umum konstruksi septik tank yang dianjurkan adalah sebagai berikut: - Pipa ventilasi, secara fungsi dan teknis keberadaan pipa ini dijelaskan

sebagai berikut :

- Mikroorganisme dapat menjamin kelangsungan hidupnya dengan adanya pipa ventilasi ini, karena oksigen yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidupnya dapat masuk ke dalam bak pembusuk, selain itu juga berguna untuk mengalirkan gas yang terjadi karena adanya proses pembusukan. Untuk menghindari bau gas dari septik tank maka sebaiknya pipa pelepas dipasang lebih tinggi agar bau gas dapat langsung terlepas di udara bebas.

- Panjang pipa ventilasi 2m dengan diameter pipa 175mm dan pada lubang hawanya diberi kawat kasa.

- Dinding septik tank

- Dapat dibuat dari batu bata dengan plesteran semen - Harus dibuat rapat air

- Pelapis dinding terbuat dari papan yang kuat dengan tebal yang sama - Pipa penghubung

- Septik tank harus mempunyai tempat masuk dan keluarnya air

- Pipa penghubung terbuat dari pipa PVC dengan diameter 10 atau 15cm

- Tutup septik tank

(14)

septiktank selalu hangat dan konstan sehingga kelangsungan hidup bakteri dapat lebih terjamin.

- Tutup septik tank harus terbuat dari beton (kedap air)

Gb. 4. Detail Septik tank (Arifin 2009)

(15)

Gb. 6. Pengolahan Ekskreta dalam Septik Tank (Anonim 2009)

Pengelolaan ekskreta manusia ini juga harus didukung oleh peran pemerintah agar dapat menjadi pedoman masyarakat untuk turut serta dalam memelihara air tanah sebagai salah satu sumber air. Peran pemerintah tersebut diwujudkan dalam :

- Hukum, yaitu dengan adanya berbagai undang-undang atau peraturan yang mengatur kelestarian lingkungan hidup dan atau sumber daya air, antara lain : - UU No. 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup

- UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air - PP No. 43 tahun 2008 tentang Air Tanah

- PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air

- Pendekatan kelembagaan, dengan membentuk lembaga seperti Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) atau Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD). Tahun 2006 telah dibentuk suatu badan sanitasi yang berbasis masyarakat, yaitu CLTS (Community Led Total Sanitation), hasil kerjasama dengan World Bank, dimana tujuan utamanya yaitu meningkatkan penggunaan jamban yang dikelola dengan baik.

- Kerjasama dengan LSM, seperti pembentukan KOLILA (Komite Peduli Lingkungan)

(16)

- Pemeriksaan teratur, untuk mengetahui kebocoran lapisan buih dan lumpur dalam septik tank. Jika bagian dasar dari lapisan buih berada pada 6inchi dari dasar cabang outlet atau puncak lumpur ada pada 12inci dari cabang outlet, maka septic tank perlu dikuras.

- Pembuangan sampah, sampah seperti popok sekali pakai, pembalut wanita, puntung rokok, endapan kopi, sisa cat, sisa makanan dapat menghambat dan menyumbat aliran dalam sistem septic tank. Membilas atau menyiram bahan-bahan kimia rumah tangga, bahan-bahan bakar minyak, oli, pestisida atau cat dapat merusak pengolahan biologis yang terjadi pada septik tank(Kristianto 2010).

KESIMPULAN

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Klasifikasi Limbah. http://for.better.health-files.wordpress.com

Arifin M. 2009. Septic Tank. JEnvironmental SanitationVol. 8 No. 11.

[Dinkes Banggai] Dinas Kesehatan Banggai. 2009. Kesehatan Lingkungan : Air dan Sanitasi. http://dinkesbanggai.wordpress.com

Harmayani K D dan Konsukartha IGM. 2007. Pencemaran Air Tanah Akibat Pembuangan Limbah Domestik di Lingkungan Kumuh : Studi Kasus Banjar Ubungsari, Kelurahan Ubung. J Pemukiman Tanah Vol. 5 No. 2 :62-108.

Hartanto. 2009. Pencemaran Air. http://aaghien.wordpress.com/

Kristianto W. 2010. Seluk Beluk Sistem Tangki Septik. Safeguard Lingkungan PNPM Mandiri Perkotaan.

Mujiyanto. 2009. Biarkan Masyarakat Memilih. Buletin Urban Sanitation Development Program. Vol.6, No.16.

Riset Kesehatan Dasar. 2010. Pengelolaan Tinja Masih Terabaikan. Kompas. Edisi 13 Januari 2010.

Sudarno D E. 2006. Analisis Kinerja Sistem Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja Kota Magelang. Jurnal Presipitasi Vol.1, No 1. ISSN1907-187X

Soeparman dan Suparmin. 2001. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair : Suatu Pengantar. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Editor : Monica Ester, S.kp.

Warlina L. 2004. Pencemaran Air : Sumber, Dampak dan Penanggulangannya. Pengantar Falsafah Sains. Sekolah Pasca Sarjana S3. IPB, Bogor

Gambar

Tabel 2. Kuantitas Tinja dan Urin
Tabel 4. Presentase Rumah Tangga Tertinggi dalam PenggunaanFasilitas Buang Air Besar Sendiri
Tabel 5. Presentase Rumah Tangga Tertinggi dalam Penggunaan

Referensi

Dokumen terkait