• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Organisme Bivalvia Bivalvia atau lebih umum dikenal dengan nama kerang-kerangan, mempunyai dua keping atau belahan kanan dan kiri yang disatukan oleh satu engsel yang bersifat elastis disebut ligamen dan mempunyai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Organisme Bivalvia Bivalvia atau lebih umum dikenal dengan nama kerang-kerangan, mempunyai dua keping atau belahan kanan dan kiri yang disatukan oleh satu engsel yang bersifat elastis disebut ligamen dan mempunyai "

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Organisme Bivalvia

Bivalvia atau lebih umum dikenal dengan nama kerang-kerangan, mempunyai dua keping atau belahan kanan dan kiri yang disatukan oleh satu engsel yang bersifat elastis disebut ligamen dan mempunyai dua otot yaitu abductor dan adductor dalam cangkangnya, yang berfungsi untuk membuka dan menutup kedua belahan cangkang tersebut (Barnes, 1982).

Gambar 2.1. Bagian cangkang luar Bivalvia

Yang termasuk kedalam Bivalvia (pelecypoda) adalah jenis kerang, remis dan kijing yang didup di laut dan di air tawar. Beberapa hidup di daerah pasang surut, kebanyakan di daerah litoral, meskipun ada yang terdapat pada kedalaman 5000 m. Lingkungan hidupnya ialah dasar yang berlumpur atau berpasir, beberapa pada substrat yang lebih keras seperti lempung, batu atau kayu (Suwignyo, 1989).

Tubuh dan kaki Bivalvia umumnya pipih secara lateral, seluruh tubuh tertutup mantel dan dua keping cangkang yang berhubungan di bagian dorsal

dengan adanya hinge ligament (Suwignyo 1989). Bivalvia memiliki rongga posterior

anterior

siphon

kaki kaki

(2)

mantel luas dan insang biasanya besar karena berfungsi sebagai alat pernafasan pada umumnya dan sebagai pengumpul makanan pada khususnya. Puncak cangkang disebut umbo dan merupakan bagian paling tua. Garis-garis melingkar sekitar umbo menunjukkan pertumbuhan cangkang. Bentuk, ukuran, hiasan serta warna cangkang bervariasi.

Pada umumnya moluska Bivalvia adalah pemakan deposit. Secara khusus moluska Bivalvia dapat beradaptasi sebagai pemakan suspensi namun tidak dapat menyaring air dengan baik pada tingkat padatan tersuspensi yang tinggi. Akibatnya walaupun Bivalvia bersifat pemakan deposit tetapi cenderung untuk menghindari wilayah yang bersubstrat halus karena di wilayah ini terjadi proses

pelarutan pada partikel. Namun anggota sub famili Anadarinae umumnya mampu beradaptasi dengan memanfaatkan relung hidup (niche) sebagai pemakan suspensi di wilayah perairan dengan kandungan padatan tersuspensi yang tinggi. Anadara granosa sebagai sub famili Anadarinae diklasifikasikan sebagai pemakan deposit permukaan dasar perairan (Broom, 1988 dalam Hery, 1998).

Menurut Weisz (1973) ciri-ciri umum Bivalvia yaitu : hewan lunak; sedentary (menetap pada sedimen); umumnya di laut meskipun ada yang hidup di perairan tawar; pipih di bagian yang lateral dan mempunyai tonjolan di bagian dorsal; tidak memiliki tentakel; kaki otot berbentuk seperti lidah; mulut dengan palps (lembaran berbentuk seperti bibir); tidak memiliki radula (gigi); insang dilengkapi dengan silis untuk filter feeding (makan dengan menyring larutan); kelamin terpisah atau ada yang hermaprodit; perkembangan lewat trocophora dan veliger pada perairan laut dan tawar glochidia pada Bivalvia perairan tawar.

Secara umum cangkang kerang tersusun atas zat kapur dan terdiri dari 3 (tiga) lapisan yaitu:

(3)

b. Prismatik, merupakan lapisan tengah yang tebal, tersusun atas kristal-kristal CaCO

3

c. Nakreas, merupakan lapisan terdalam disebut juga lapisan mutiara, tersusun

atas kristal CaCOз yang halus dan berbeda dengan kristal-kristal pada lapisan prismatik.

berbentuk prisma.

Selain oleh cangkang, tubuh dan organ dalam Bivalvia diselubungi oleh mantel. Mantel berbentuk jaringan tipis dalam cangkang. Selain itu pada mantel terdapat lubang tempat masuknya air yang disebut Inhalent Siphon dan Incurrent Siphon yang terletak kearah posterior dan bentuknya panjang. Insang tersusun dari lembaran berupa lamella yang berbentuk seperti sisir (Hickman, 1996).

Pergerakan Bivalvia dibantu oleh kaki di antara valves yang melebar atau mengait pada dasar material dengan mekanisme tarik ulur dan kontraksi otot. Aktivitas ini diaktivasi dari keluar masuknya darah ke dalam sinus otot-otot kaki (Nybakken et al., 1982). Bivalvia tidak memiliki kepala dan mata di dalam tubuhnya. Bivalvia terdiri dari tiga bagian utama yaitu kaki, mantel dan organ dalam. Kaki dapat ditonjolkan di antara dua cangkang tertutup, bergerak memanjang dan memendek berfungsi untuk bergerak (Robet et al, 1982 dalam

Syafikri, 2008 ).

2.2 Habitat dan Penyebaran Bivalvia

(4)

Habitat dari moluska tergantung pada ketersediaan makanan yang berupa detritus dan makroalgae serta kondisi lingkungan yang terlindung oleh gerakan air. Ketidakmerataan penyebaran dan variasi tertentu kelimpahan serta komposisi spesies infauna di daerah subtidal merupakan akibat gangguan secara terus-menerus yang disebabkan oleh gerakan air atau aktivitas biologis seperti pemangsaan ( Nybakken, 1992). Distribusi kelimpahan jenis moluska juga dipengaruhi oleh diameter rata-rata butiran sedimen, kandungan debu dan liat, adanya cangkang-cangkang mati dan kestabilan substrat. Kelimpahan dan keanekaragaman jenis epifauna meningkat pada dasar substrat yang banyak mengandung cangkang-cangkang mati (Driscol & Brandon, 1973).

Menurut kebiasaan hidupnya, pelecypoda digolongkan ke dalam kelompok makrozobentos dengan cara pengambilan makanan melalui penyaringan zat-zat tersuspensi yang ada di dalam perairan atau filter feeder (Heddy, 1994). Mengklasifikan Bivalvia ke dalam kelompok pemakan suspensi, penggali dan pemakan deposit. Oleh karena itu jumlahnya cenderung melimpah pada sedimen lumpur dan sedimen lunak (Nybakken, 1992).

Moluska yang hidup di laut mempunyai dua tipe penyebaran yaitu penyebaran secara horizontal dan penyebaran secara vertikal. Pada umumnya batas teratas dan terendah penyebaran satu jenis moluska pada suatu daerah dipengaruhi oleh hubungan timbal balik dari beberapa faktor lingkungan, mulai dari derajat keterbukaan terhadap pukulan ombak, panjang massa air berada diatas permukaan, batas maksimum dan minimum suhu air dan udara, ada tidaknya pesaing makanan, dan ada tidaknya pemangsa dan ketersediaan makanan (Budiman, 1985 dalam Pratami, 2005).

(5)

a. Bivalvia yang hidup di perairan mangrove.

Habitat mangrove ditandai oleh besarnya kandungan bahan organik, perubahan salinitas yang besar, kandungan oksigen yang minimal dan kandungan H

2

b. Bivalvia yang hidup di perairan dangkal

S yang

tinggi sebagai hasil penguraian sisa bahan organik dalam lingkungan yang miskin oksigen. Contoh jenis Bivalvia yang hidup di daerah mangrove; Oatrea spesies

dan Gleonia cocxans.

Bivalvia yang hidup di perairan dangkal dikelompokkan berdasarkan lingkungan tempat di mana mereka hidup antara lain; hidup di garis pasang tinggi, hidup di daerah pasang surut dan yang hidup di bawah garis surut terendah sampai kedalaman 2 meter. Contoh jenis yang hidup di daerah ini adalah; Vulsella sp, Osterea sp, Maldgenas sp, Mactra sp dll.

c. Bivalvia yang hidup di lepas pantai

Habitat lepas pantai adalah wilayah perairan sekitar pulau yang kedalamannya 20-40 meter. Jenis Bivalvia yang ditemukan di daerah ini seperti; Plica sp, Chalamis

sp, Amussium sp, Pleuronectus sp, Malleu albus, Solia sp, Pinctada maxima dll.

2.3 Ekologi Wilayah Pesisir

Wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara ekosistem daratan dan lautan, yang saling berinteraksi dan membentuk suatu kondisi lingkungan (ekologis) yang unik (Dahuri, 2004). Definisi wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia adalah daerah pertemuan antara daratan dan laut; ke arah darat wilayah

(6)

Ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam, di darat maupun di laut serta saling berinteraksi antara habitat tersebut. Selain mempunyai potensi yang besar wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia. Umumnya kegiatan pembangunan secara langsung maupun tidak langsung berdampak merugikan terhadap ekosistem pesisir (Dahuri, 2004).

Pada kawasan pesisir, di samping hutan mangrove terdapat juga rawa non mangrove, yaitu rawa pasang surut. Rawa pasang surut merupakan daerah antara pasang naik dan pasang surut. Daerah dapat meluas jauh melalui muara ke daerah sekitarnya, sehingga membentuk daerah pantai setengah tertutup. Daerah pantai

setengah tertutup berhubungan langsung dengan laut terbuka, di mana sangat dipengaruhi oleh pasang surut. Keadaan air di dalamnya adalah pencampuran antara air laut dengan air tawar. Dilihat dari kondisi demikian daerah ini sering digolongkan ke dalam estuari atau zona transisi (Odum, 1998).

Melalui mekanisme pasang surut (pasut) dan aliran sungai terciptalah pencampuran kedua massa air tawar dan air laut secara intensif di estuaria. Selain itu adanya hutan mangrove yang memiliki produksi primer tinggi di sungai besar menyebabkan kandungan detritus organik yang tinggi sehingga produktivitas sekunder di estuaria menjadi tinggi pula. Oleh karena itu, habitat estuaria menjadi sangat produktif hingga dapat berfungsi sebagai daerah pertumbuhan (nursery ground) bagi larva, post-larva dan juvenile dari berbagai jenis Bivalvia, udang dan kerang-kerangan dan daerah penangkapan (fising ground) (Dahuri, 2003).

(7)

Kecepatan arus secara tidak langsung mempengaruhi substrat dasar perairan (Odum,1971). Perairan yang arusnya kuat akan banyak ditemukan substrat berpasir (Nybakken,1992). Pantai terbagi menjadi tiga tipe yaitu pantai berbatu, pantai berpasir dan pantai berlumpur. Pantai berbatu tersusun dari bahanbahan yang keras, merupakan daerah yang paling padat makroorganismenya dan mempunyai keragaman terbesar baik untuk spesies hewan maupun tumbuhan. Pantai pasir intertidal umum terdapat di seluruh dunia dan lebih terkenal dari pada pantai berbatu karena pantai pasir ini merupakan tempat yang dipilih untuk melakukan berbagai aktivitas rekreasi. Pantai berpasir tidak dihuni oleh kehidupan

makroskopik Organisme tentu saja tidak tarnpak karena faktor-faktor lingkungan yang beraksi di pantai ini membentuk kondisi dimana seluruh organisme mengubur dirinya dalam substrat. Pantai berlumpur merupakan pantai yang lebih terlindung dari gerakan ombak, memiliki butiran yang lebih halus dan dan mengakumulasi lebih banyak bahan organik sehingga menjadi berlumpur (Nybakken,1992).

2.4 Pencemaran Pesisir

(8)

Umumnya penyebab terjadinya pencemaran berasal dari meningkatnya produk industri rumah tangga, perluasan kawasan pemukiman penduduk, dan perkembangan kawasan Industri di kota besar, terjadilah akumulasi pencemaran pesisir dan lautan. Hal ini dikarenakan semua limbah dari darat, dari pemukiman perkotaan maupun yang bersumber dari kawasan industri, pada akhirnya bermuara ke pantai. Dampak negatif pencemaran tidak hanya membahayakan kehidupan biota dan lingkungan laut, tetapi juga membahayakan kesehatan manusia bahkan penyebab kematian, mengurangi atau merusak nilai estetika lingkungan pesisir dan lautan dan merugbivalvia secara sosial ekonomi. Bentuk dampak pencemaran berupa sedimen, eutrofikasi, anoksia (kekurangan oksigen) masalah kesehatan umum, pengaruh terhadap perikanan, kontaminasi trace elemen dalam rantai

makanan, keberadaan spesies asing dan kerusakan fisik habitat.

2.5 Faktor Fisik Kimia Perairan

Faktor fisik dan kimia merupakan dua faktor pembatas distribusi populasi selain faktor tingkah laku dan interaksi antara organisme. Setiap organisme mempunyai kisaran toleransi faktor fisik dan kimia tertentu dalam menunjang kehidupannya tergantung spesies dan lingkungannya serta keterkaitan antara keduanya. Beberapa faktor fisik dan kimia antara lain:

a. Suhu

(9)

Suhu air di daerah estuaria biasanya memperlihatkan fluktuasi annual dan diurnal yang lebih besar dari pada di laut terutama apabila estuaria tersebut dangkal dan air yang masuk (pada saat pasang naik) ke perairan estuaria tersebut kontak dengan daerah yang subtratnya terekspos (Supriharyono 2006). Suhu merupakan salah satu parameter penting dalam pertumbuhan dan perkembangan Bivalvia. Kerang Anodonta woodiana menyukai lingkungan dengan temperatur

24 – 29 o

C. (Thana, 1976 dalam Suwignyo, 1981).

b. Derajat Keasaman (pH)

Nilai pH menyatakan konsentrasi ion hydrogen dalam suatu larutan. pH sangat penting sabagai parameter kualitas air karena mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi di dalam air. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme pada umumnya antara 7 – 8,5. Kodisi perairan yang sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi (Barus, 2004). pH permukaan laut Indonesia pada umumnya antara 6,0 – 8,5. Perubahan nilai pH mempunyai akibat buruk terhadap kehidupan biota laut (Romimohtarto,1985).

c. Salinitas

Salinitas merupakan nilai yang menunjukkan jumlah garam-garam terlarut dalam satuan volum air biasanya dinyatakan dalam satuan per mil ‰. Berdasarkan nilai salinitas air diklasifikasikan sebagai berikut: air tawar <0,5 ‰,

(10)

d. Oksigen Terlarut/DO ( Dissolved Oxygen)

Oksigen merupakan salah satu faktor penting dalam setiap perairan. Oksigen diperlukan organisme untuk melakukan respirasi aerob. Sumber utama oksigen terlarut berasal dari atmosfer dan proses fotosintesis. Oksigen dari udara diserap dengan difusi langsung di permukaan air oleh angin dan arus. Jumlah oksigen yang terkandung dalam air tergantung pada daerah permukaan yang terkena suhu dan konsentrasi garam (Michael, 1994).

e. Biological Oxygen Demand (BOD 5

Biological Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam lingkungan air untuk mendegradasi bahan buangan yang ada dalam air lingkungan. Pada umumnya air lingkungan atau air dalam mengandung mikroorganisme yang dapat memakan, memecah, menguraikan bahan buangan organik. Penguraian bahan organik melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan adalah proses alamiah yang mudah terjadi apabila air lingkungan mengandung oksigen yang cukup (Michael, 1994). Angka BOD

)

5 tinggi menunjukan terjadinya pencemaran organik di perairan. Nilai konsentrasi BOD

5 menunjukkan kualitas suatu perairan masih tergolong baik apabila konsumsi O

2 selama 5 hari (Brower et al.,1990).

f. Nitrat (NO

3) dan Fosfat (PO4

Banyaknya unsur hara mengakibatkan tumbuh suburnya tumbuhan, terutama makrophyta dan fitoplankton. Fitoplankton dapat menghasilkan energi dan molekul yang kompleks jika tersedia bahan nutrisi. Nutrisi yang paling penting adalah nitrit dan fosfat (Nybakken, 1992). Fosfat merupakan unsur penting dalam air. Fosfat terutama berasal dari sedimen yang selanjutnya akan terfiltrasi dalam air tanah dan akhirnya masuk kedalam sistem perairan terbuka. Selain itu juga dapat berasal dari atmosfer bersama air hujan masuk ke sistem perairan (Barus, 2004).

(11)

Komponen nitrit (NO2) jarang ditemukan pada badan air permukaan karena langsung dioksidasi menjadi nitrat (NO3). Di wilayah perairan neritik yang relatif dekat dengan buangan industri umumnya nitrit bisa dijumpai, mengingat nitrit sering digunakan sebagai inhibitor terhadap korosi pada air proses dan pada sistem pendingin mesin. Bila kadar nitrit dan fosfat terlalu tinggi bisa menyebabkan perairan bersangkutan mengalami keadaan eutrof sehingga terjadi

blooming dari salah satu jenis fitoplankton yang mengeluarkan toksin. Kondisi seperti itu bisa merugikan hasil kegiatan perikanan pada daerah perairan tersebut

(Wibisono, 2005).

g. Fraksi Substrat

Sedimen adalah padatan yang dapat langsung mengendap jika air didiamkan beberapa waktu. Padatan yang mengendap tersebut terdiri dari partikel-partikel padatan yang umumnya mempunyai ukuran relatif besar dan berat sehingga dapat mengendap dengan sendirinya. Padatan terendap biasanya terdiri dari pasir dan lumpur (Agusnar, 2007).

h. Kandungan Organik Substrat

Komponen organik utama yang terdapat didalam air adalah asam amino, protein, karbohidrat, dan lemak. Komponen lain seperti hidrokarbon vitamin, dan hormon juga ditemukan dalam perairan, tetapi hanya 10% dari material organik tersebut yang mengendap sebagai substrat kedasar perairan (Seki, 1982). Kedaaan substrat dalam air juga penting diketahui. Kehidupan organisme air ada juga ketergantungannya dengan bahan dan ukuran partikel dasar badan air. Dengan mengetahui bahan dasar dan ukuran partikel dasar perairan akan didapat informasi yang mungkin dapat menunjukkan tipe fauna yang hidup didasar badan air

Gambar

Gambar 2.1. Bagian cangkang luar Bivalvia

Referensi

Dokumen terkait