• Tidak ada hasil yang ditemukan

DI MANAKAH LETAK SURGA ITU RELASI ANTAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DI MANAKAH LETAK SURGA ITU RELASI ANTAR"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

“DI MANAKAH LETAK SURGA ITU?” RELASI ANTARA SURGA, FIRDAUS, DAN

KEBANGKITAN SEBAGAI TUJUAN AKHIR ORANG PERCAYA

VINCENT TANZIL

“Apakah anda yakin masuk surga setelah anda mati?” adalah pertanyaan yang sering dilontarkan sebagai awal penginjilan. Pertanyaan ini mengasumsikan bahwa tujuan ultimat dari setiap manusia adalah untuk masuk surga. Tampaknya memang surga menjadi dambaan banyak orang. Pendambaan ini bahkan menyeruak menjadi pengalaman-pengalaman mengenai orang yang keluar masuk surga. Surga digambarkan sebagai tempat yang sangat indah, menjadi dambaan setiap manusia. Sekalipun gambaran surga melimpah dalam literatur dan kesaksian-kesaksian modern ini, sering kali ada kebingungan mengenai arti dari surga itu sendiri. Selain itu, apakah ini adalah konsep yang tepat mengenai tujuan ultimat manusia? Sebenarnya apa yang dimaksud dengan surga pada konteks kehidupan Yesus pada masa itu? Apakah surga merupakan tempat tinggal orang Kristen untuk selama-lamanya? Artikel ini berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, untuk merumuskan dan meluruskan pandangan umat percaya mengenai surga.

Artikel ini membahas konsep surga menurut perspektif Yahudi dan Kristen. Lalu kebangkitan sebagai pengharapan orang Kristen dipaparkan. Kedua penjelasan ini dicari korelasinya, yaitu implikasi dari konsep surga orang Yahudi dan kebangkitan milik orang Kristen mula-mula. Setelah korelasi ini didapatkan, masih ada pertanyaan mengenai kondisi menengah setelah kematian. Maka dari itu pertanyaan mengenai kondisi menengah antara kematian dan kebangkitan juga diuraikan, bersama dengan dukungan ayat-ayat yang ada di Alkitab mengenai doktrin ini. Artikel ditutup dengan kesimpulan mengenai tujuan akhir orang Kristen.

(2)

2 Konsep Surga dan Perkembangannya

Surga1 bukanlah sebuah hal yang baru dalam wawasan dunia orang Yahudi. Mereka mengenali bahwa Allah adalah yang menciptakan surga (Kej. 1:1; Mzm. 33:6). Surga bisa dibedakan, antara tempat tertatanya benda-benda langit dan “langit di atas segala langit” tempat di mana Allah tinggal (Ul. 10:14; 1 Raj. 8:27; Mzm. 148:4; 3 Mak. 2:15). Surga sebagai tempat tinggal Allah juga biasa dilihat sebagai sebuah “Kemah Suci” (Kel. 25:9, 40) di mana ada korespondensi antara yang di bumi dan di surga. Seperti kata D. A. deSilva, “The activity of the earthly tabernacle and cultus is a reflection and an extension of a heavenly temple and cultus

where angels worship the one God.”2 Orang-orang Yahudi memandang Bait Suci dengan sangat

penting, sebab tempat itu adalah tempat beririsnya surga dengan dunia ciptaan Allah. Allah tidak duduk di takhta-Nya di surga dan kadang-kadang berkunjung ke bumi untuk melihat apa yang sedang terjadi di dalamnya. Tidak demikian. Allah tetap tinggal di surga, namun Ia sekaligus juga tinggal di bumi—yakni di Bait Allah.3 Dari teks-teks tersebut nampaknya bisa dilihat bahwa surga bukan sekadar tempat yang berada nun jauh di sana, surga adalah tempat tinggal Allah yang beririsan dengan dunia ini melalui bait Allah.

Orang Yunani-Romawi juga memiliki konsep surga. Berbeda dengan orang Yahudi yang menggunakan kata jamak untuk surga “ouranoi” orang Yunani-Romawi disebut tunggal dan sebagai tempat Allah berdiam. Meskipun tunggal, namun orang Yunani-Romawi juga percaya bahwa surga itu terdiri dari beberapa lapis. Selain itu orang-orang benar yang sudah meninggal juga tinggal di dalam surga. Bagi Plato apa yang “surgawi” adalah apa yang “yang benar-benar

1 Dalam Alkitab bahasa Indonesia kata samayim yang berarti “surga” terkadang diterjemahkan menjadi

“langit.” Artikel ini tidak menggunakan pembedaan tersebut, sehingga semua kata samayim diterjemahkan menjadi “surga” dan termasuk dalam pembahasan artikel ini.

2 D. A. deSilva, “Heaven, New Heavens” dalam Dictionary of the Later New Testament & Its Developments

(eds. Ralph P. Martin & Peter H. Davids; Downers Grove: IVP, 1997) 439.

3 N. T. Wright, Simply Jesus: A New Vision of Who He Was, What He Did, and Why He Matters (Canada:

(3)

3

riil.” Karena itu ada konsep bahwa apa yang ada di surga itu lebih baik dari pada apa yang ada di dunia ini, juga bersifat kekal.4

Bapa-bapa gereja tidak memiliki pemahaman mengenai surga yang jauh dari pada konsep surga Yahudi dan Yunani-Romawi sebelumnya. Mereka percaya bahwa surga adalah tempat tinggal Allah dan ada lapisan-lapisan di dalamnya. Paling sering surga muncul sebagai tujuan ultimat yang dicari oleh orang-orang percaya. Orang-orang benar seperti Paulus dan Petrus tinggal di dalam “tempat kemuliaan” setelah kematian mereka. Kepercayaan akan tujuan ultimat ini mengarahkan keseluruhan hidup orang percaya pada waktu itu, baik dalam kekudusan, kebenaran, kekayaan, kemartiran, dan sebagainya. Memang pandangan bapa-bapa gereja mengenai surga tidak seragam, namun mereka juga memandang bahwa dunia ciptaan yang ada sekarang ini akan diubahkan, besar atau kecil, ketika Yesus datang kembali ke dunia.5

Apabila pandangan Yahudi, Yunani-Romawi, dan bapa-bapa gereja dilihat korelasinya, maka nampak sebuah pergeseran makna dari konsep surga itu. Orang Yahudi menganggap surga sebagai tempat tinggal Allah, bukan tempat di mana orang benar menikmati hidup yang kekal. Surga sebagai tempat orang benar yang meninggal baru muncul dalam wawasan dunia Yunani-Romawi. Pada akhirnya bapa-bapa gereja ikut memandang surga sebagai tempat orang-orang benar tinggal setelah kematian.

Surga yang Beririsan dengan Bumi

Wright memandang bahwa pandangan orang Kristen lebih sejalur dengan pandangan Yahudi, ketimbang Yunani-Romawi atau bapa-bapa gereja yang terkesan helenis. Surga dan bumi bukanlah dua buah tempat di dalam ruang dan materi yang sama. Surga dan bumi adalah dimensi

4 deSilva, “Heaven” 439-440.

(4)

4

yang berbeda dari ciptaan Allah yang baik. Surga beririsan dengan bumi, karena itu seorang yang berada di surga juga bisa berada di berbagai tempat secara bersamaan di dunia ini. Selain itu, surga juga merupakan tempat di mana Yesus menjalankan otoritas-Nya (Mat. 28:18). Penjelasan ini menjelaskan realita kebangkitan Yesus dan penampakannya di berbagai tempat sekaligus. Ketika Yesus naik ke surga, Ia bukan sedang menuju tempat yang berbeda, Ia sedang menuju dimensi yang berbeda.6 Konsep pemikiran Kristen tentang surga lebih bernuansa Yahudi ketimbang Yunani-Romawi.

Melihat kontinuitas pemikiran Yahudi dengan Kristen mengenai konsep irisan surga dengan bumi, maka jelaslah bahwa surga bukan sebuah tempat untuk orang percaya tinggal. Ini artinya surga bukanlah tujuan akhir Kristen. Kalau begitu apakah tujuan akhir orang Kristen? Tidak lain dan tidak bukan adalah kebangkitan tubuh yang dipastikan oleh kebangkitan Kristus.

KEBANGKITAN SEBAGAI PENGHARAPAN ULTIMAT ORANG KRISTEN

Kematian pasti menjemput setiap orang, baik tua maupun muda, baik yang sehat atau yang sedang sakit. Setiap budaya memiliki mitologi atau metafisik yang beragam mengenai kematian.7 Kematian dilihat secara biologis dan klinis adalah berhentinya kehidupan, di mana organ-organ tubuh gagal untuk meneruskan fungsinya kembali. Ini benar secara biologis, tapi kekristenan memandang kematian dengan cara yang lebih dari sekadar kematian biologis. Kematian memiliki dua makna, yakni kematian tubuh dan kematian rohani (Mat. 10:28). Kematian rohani merupakan pemisahan antara manusia dengan Allah, terpisah dari sumber kehidupan itu (Ef. 2:1-2). Selain itu kekristenan juga mengenal kematian kedua atau kematian kekal, yakni mereka yang terus

6 N.T. Wright, Surprised by Hope: Rethinking Heaven, the Resurrection, and the Mission of the Church (New

York: HarperCollins, 2008) 109-122.

7 Roland Chia, Hope for the World: a Christian Vision of the Last Things (Downers Grove: IVP, 2005)

(5)

5

menerus menentang Allah (Why. 21:8). Kematian juga merupakan akibat dari dosa (Rm. 6:23). Karena itulah Paulus memandang kematian sebagai sebuah lawan yang harus dikalahkan (1 Kor. 15:21, 26). Perlu dicatat bahwa meskipun kematian merupakan akibat dari dosa, ini tidak berarti bahwa apabila Adam dan Hawa tidak jatuh dalam dosa mereka tidak akan mati. Ada banyak spekulasi mengenai mortalitas Adam dan Hawa sebelum kejatuhan, tapi pandangan ini, seperti yang Bruce Milne uraikan, tidak memengaruhi fakta bahwa kematian adalah musuh besar yang perlu untuk dikalahkan.8 Kematian adalah suatu hal yang mengerikan—memisahkan manusia dari Allah dan kehidupan. Ini merupakan lawan terbesar yang terus menghantui umat manusia.

Solusi dari kematian tersebut, dalam sudut pandang Yahudi, adalah kebangkitan. Orang-orang Yahudi pada masa Yesus memiliki kepercayaan yang beragam mengenai kebangkitan. Ada kelompok Saduki yang tidak percaya akan adanya kebangkitan tubuh. Selain itu ada pandangan populer dan orang Farisi bahwa kebangkitan akan terjadi untuk semua orang. Martha menyatakan kepada Yesus bahwa Lazarus akan dibangkitkan pada akhir zaman (Yoh. 11:24). Jelas bahwa Lazarus sudah mati pada saat itu. Perlu diperhatikan bahwa kebangkitan bukanlah kata yang digunakan untuk mengacu pada kondisi di mana kita berada setelah kematian. Wright menekankan bahwa orang Yahudi, Yunani, dan lainnya pada masa itu mendefinisikan kebangkitan sebagai sebuah kehidupan badani setelah sejangka waktu kematian. Seseorang akan meninggal, lalu pada suatu saat (dipercaya akhir zaman) mereka yang meninggal akan dibangkitkan kembali dengan tubuh yang baru. Jadi ada perbedaan antara kehidupan setelah kematian dengan kehidupan setelah kebangkitan. Kebanyakan bangsa-bangsa (juga Saduki) pada masa itu percaya pada kehidupan setelah kematian, namun selain Yudaisme dan kekristenan, mereka tidak percaya pada kebangkitan

(6)

6

dan kehidupan badani setelahnya.9 Paham kebangkitan kekristenan mula-mula lebih banyak berdasarkan pada paham Yahudi ini.

Sekalipun kekristenan memercayai apa yang dipercayai oleh orang Yahudi, namun mereka memodifikasi beberapa hal dalam iman kebangkitannya. (1) Gereja terdiri dari orang Yahudi dan non-Yahudi. Sekalipun demikian mereka sepakat untuk percaya pada kebangkitan tubuh; (2) kebangkitan memiliki porsi yang sangat besar dalam literatur orang Kristen mula-mula, padahal bahkan orang Yahudi pada masa itu tidak banyak menulis mengenai topik ini; (3) kekristenan memiliki paham kebangkitan yang lebih spesifik dibandingkan dengan paham kebangkitan Yudaisme zamannya. Tubuh kebangkitan adalah darah dan daging yang mengisi ruang dan waktu, namun memiliki kualitas yang sudah ditransformasi; (4) orang Yahudi percaya kebangkitan yang bersifat universal (termasuk para murid Yesus pada waktu itu), namun orang Kristen mengajarkan bahwa Yesus bangkit sebagai buah sulung yang menjamin kebangkitan universal pada akhir zaman; (5) orang Kristen mula-mula percaya bahwa Allah memanggil mereka untuk bekerja bersama dengan Tuhan, dengan kekuatan Roh Kudus, mengimplementasikan apa yang sudah dilakukan Yesus dan mengantisipasi kebangkitan akhir dalam kehidupan pribadi dan politis, dalam misi dan kekudusan. Orang Kristen bergerak dengan terang harapan kebangkitan masa depan yang dipastikan oleh kebangkitan Yesus Kristus; (6) orang Yahudi pada masa itu percaya kebangkitan sebagai metafora untuk restorasi nasional, etnis, dan geografis dari Israel, di mana beberapa murid juga masih mengharapkan hal itu terjadi pada mulanya (Kis. 1:6). Tetapi kekristenan mula-mula, sambil tetap berpegang pada kebangkitan tubuh yang literal, menggunakan kebangkitan sebagai metafora pembaharuan hidup orang percaya (baptis, misalnya); (7) yang terakhir adalah pemahaman kemesiasan orang Kristen yang berubah drastis. Orang Yahudi tidak pernah bermimpi

(7)

7

akan seorang mesias yang mati disalib. Tapi orang Kristen percaya bahwa Yesus adalah mesias yang mati disalib, terutama karena kebangkitan-Nya yang ajaib.10

Kebangkitan adalah kemenangan atas kematian. Dengan poros inilah kekristenan mula-mula memiliki keberanian untuk meletakkan kesetiaan mereka kepada Yesus dan bukan pada Kaisar. Kematian merupakan musuh yang besar dan sering digunakan sebagai alat oleh para diktator dan tiran untuk menundukkan orang lain sesuai dengan kehendaknya. Tetapi Yesus dengan kebangkitan-Nya menggulingkan kuasa kematian dan orang-orang yang bertumpu pada kuasa kematian. Kebangkitan ini bahkan memotivasi kemartiran dari orang Kristen pada mulanya. Wright menyatakan bahwa percaya pada kebangkitan tubuh bukanlah cara untuk menjadi dihormati, namun jalur menuju penghukuman dan penganiayaan pada waktu itu, namun orang Kristen menyadari bahwa kematian sudah dikalahkan dan tidak lagi berkuasa atas mereka.11 Maka Paulus mengatakan: "Maut telah ditelan dalam kemenangan. Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?" (1 Kor. 15:54b-55)

Bukan Kita Pergi ke Surga, Tapi Surga turun ke Bumi

Kebangkitan ini tidak hanya berbicara mengenai manusia-manusia yang dibangkitkan, namun juga ciptaan baru. Berangkat dari Roma 8, Wright menjelaskan bahwa ciptaan yang ada kini akan turut diubahkan menjadi ciptaan yang baru. Ciptaan yang ada kini bukannya tidak baik, namun Allah akan membaharuinya secara drastis dan dramatis dari rahim ciptaan yang lama, di mana kematian, yang sudah sungsang oleh kebangkitan, tidak dapat berkuasa lagi atasnya.12 Wahyu 21 memberikan gambaran yang luar biasa mengenai akhir dari ciptaan lama ini. Pada saat

10 Diringkas dari Wright, Surprised 40-48. 11 Wright, Surprised 50.

(8)

8

itu Yerusalem yang baru akan turun dari surga dan tinggal di dalam langit dan bumi yang baru. Surga dan bumi ini diciptakan oleh Allah untuk kembali bersatu, yang digambarkan sebagai perkawinan Yerusalem yang baru dengan dunia ini. Menyimpulkan studinya mengenai surga Wright berkata,

Heaven and earth, it seems, are not after all poles apart, needing to be separated forever when all the children of heaven have been rescued from this wicked earth. Nor are they simply different ways of looking at the same thing, as would be implied by some kinds of pantheism. No, they are different, radically different, but they are made for each other in the same way (Revelation is suggesting) as male and female. And when they finally come together, that will be cause for rejoicing in the same way that a wedding is: a creational sign that God’s project is going forward; that opposite poles within creation are made for union, not competition; that love and not hate have the last word in the universe; that fruitfulness and not sterility is God’s will for creation.13

Sangat akurat bahwa C.C. Newman menyatakannya sebagai “complete world

transformation.”14 Di sinilah kita melihat bahwa manusia tidak dipanggil untuk pergi dari dunia

ini dan tinggal bersama-sama dengan Allah di surga, namun surga itu sendiri akan turun dan tinggal bersama-sama dengan kita—yang sudah dibangkitkan. Bruce Milne menekankan, “for the Bible ‘going to heaven’ is nothing other than participating in the full realization of the kingdom of God” yakni langit dan bumi yang baru.15 Semuanya ini berlandaskan kebangkitan tubuh Yesus Kristus. Kebangkitan Kristus merupakan model kebangkitan kita, terlebih lagi, menjadi model langit dan bumi yang diperbaharui.

Di dalam langit dan bumi yang baru itulah orang yang percaya kepada Allah—“yang menang”—akan dibangkitkan dan tinggal, bukan mereka yang tidak percaya dan menentang Allah (Why. 21:7-8). Orang percaya tidak tinggal sebagai roh yang melayang-layang di sebuah surga yang tidak konkret, namun akan diberikan tubuh kebangkitan yang baru dan hidup di dalam ciptaan

13 Wright, Surprised 105.

14 C. C. Newman, “Jerusalem, Zion, Holy City” dalam Dictionary of the Later New Testament & Its

Developments (eds. Ralph P. Martin & Peter H. Davids; Downers Grove: IVP, 1997) 565.

(9)

9

baru yang juga terdiri dari ruang dan waktu.16 Gambaran roh yang meninggalkan dunia ini dan tinggal di dalam kerajaan rohani lebih merupakan warisan filsafat Platonis yang anti dengan dunia material. Surga dan bumi berbeda, namun tidak bertentangan. Gambaran eskatologis Kristen di mana surga dan bumi akan dipersatukan menolak secara implisit gambaran orang Kristen umumnya bahwa hanya keselamatan jiwa yang penting. Dunia ini juga masuk dalam ekonomi keselamatan Allah. Alkitab memandang dunia material yang diciptakan-Nya baik. Ketimbang membuang ciptaan-Nya, ia membaharui-Nya melalui kebangkitan Kristus.

Kehidupan Setelah Kematian—Kondisi Menengah (Intermediate State)

Meskipun surga merupakan tempat tinggal Allah, namun tampaknya Alkitab menyediakan ruang bahwa ada sebuah tempat bagi orang percaya untuk tinggal dalam masa penantian kedatangan Kristus yang kedua kalinya. Ayat-ayat inilah yang biasa digunakan untuk mendukung surga sebagai tempat tujuan orang Kristen. Tapi, seperti yang dibahas di sini, tempat ini lebih merupakan tempat penantian untuk menunggu datangnya kebangkitan akhir. Inilah yang disebut kondisi menengah (intermediate state).

Gereja Katolik Roma memercayai bahwa ada yang disebut purgatori. Kepercayaan yang merupakan tafsiran dari 1 Korintus 3 ini tidak diakui oleh aliran gereja manapun kecuali Katolik Roma. Asumsinya darah Kristus masih belum cukup memulihkan seseorang dari dosa. Cukuplah dikatakan bahwa kepercayaan ini tidak didukung oleh Alkitab dan tradisi ekumenis gereja. Kebangkitan Kristus artinya jelas, bahwa kuasa maut telah dikalahkan oleh Allah, karena itu ide bahwa masih ada dosa yang perlu disucikan oleh purgatori tidak bisa diterima.

16 Wright mengusulkan lebih jauh bahwa “the redeemed people of God in the new world will be agents of his

(10)

10

Adanya Firdaus, yakni tempat perhentian orang percaya sambil menunggu kebangkitan tubuh mendapatkan banyak dukungan dalam Alkitab. Ketika Yesus menyatakan kepada penjahat yang ada di sisi-Nya bahwa ia akan berada bersama dengan Kristus di Firdaus pada hari itu juga, Yesus tidak mengacu kepada surga sebagai tempat akhir orang percaya, namun sebuah taman indah17 di mana orang yang telah mati di dalam Tuhan menunggu kebangkitan (Luk. 23:43). Ketika Yesus mengatakan bahwa di rumah Bapa-Nya ada banyak tempat, kata yang digunakan adalah mone yang memiliki konotasi sebuah tempat tinggal sementara. Paulus sendiri ingin untuk segera pergi dan bersama-sama dengan Kristus. Ini bukan berarti bahwa Paulus langsung dibangkitkan, namun bahwa Firdaus tersebut juga berarti bahwa orang percaya lebih dekat kepada Kristus ketimbang ketika berada di dunia ini. Semuanya ini masih sesuai dengan paham orang Yahudi di masa Tuhan Yesus yang percaya fase hidup-kehidupan setelah kematian-kehidupan setelah kehidupan setelah kematian (kebangkitan).18 Tidak ada pergeseran makna yang signifikan dalam konsep Firdaus Yahudi dan Kristen.

Konsep kondisi menengah ini tidak mengurangi pentingnya janji kebangkitan akhir yang akan terjadi.19 Konsep ini juga tidak merendahkan tubuh manusia, yaitu mengulangi kesalahan Platonisme seperti yang sudah dibahas di awal. Jiwa dan tubuh dipahami sebagai sebuah kesatuan, namun karena efek dosa yang korup maka jiwa dan tubuh manusia itu terpisahkan sementara selama kematian. Jiwa menunggu di Firdaus untuk sementara sebelum akhirnya bersatu kembali dengan tubuh kebangkitan.20 Lalu, mereka yang berada di dalam kondisi ini masih belum

17 Di dalam Septuaginta kata yang sama digunakan untuk taman Eden. Kata ini juga muncul di 2 Kor. 12:4

dan Why. 2:7 (Milne, Heaven 164-165).

18 Wright, Suprised 41.

19 Dengan alasan ini beberapa teori antara kematian dan kebangkitan. Mereka berusaha untuk

mempertahankan iman kebangkitan, yang dirasa tidak koheren dengan kondisi menengah seperti yang diajukan dalam makalah ini. Untuk pembahasan mengenai pandangan-pandangan ini lihat Millard J. Erickson, Christian Theology (2nd ed.; Grand Rapids: Baker, 1998) 1179-1190. Perlu dicatat bahwa Erickson masih menyebut surga sebagai tujuan akhir orang percaya—sebuah pandangan yang dibantah dalam artikel ini.

(11)

11

menikmati seluruh berkat yang Allah sediakan bagi mereka yang percaya, yakni kebangkitan tubuh. Sekalipun demikian, jelas bahwa mereka yang berada di Firdaus memiliki kondisi yang lebih baik dari pada mereka yang masih di dunia ini. Tampaknya Firdaus inilah yang sering kali disalahpahami sebagai “surga” dalam pengertian modern ini. Hoekema sendiri mengusulkan bahwa “Intermediate state and resurrection are therefore to be thought of as two aspects of a

unitary expectation.”21 Tetapi, seperti yang sudah dibahas di atas mengenai kebangkitan, jelas

bahwa kebangkitanlah yang menjadi tujuan ultimat dari orang Kristen. Selama penekanan terhadap Firdaus ini tidak menjadi ultimat, maka tidak ada masalah.22 Karena itu pandangan mengenai kondisi menengah ini tidak menghapus keindahan dan keutamaan janji kebangkitan tubuh orang percaya. Firdaus, betapapun indahnya, bukanlah tujuan akhir. Kebangkitan akhir dan hidup bersama-sama dengan Kristus adalah tujuan akhir umat percaya.

KESIMPULAN

Konsep surga menurut Yahudi dan Kristen mula-mula bukanlah sebagai tempat perhentian dari roh orang yang sudah meninggal. Surga adalah tempat kediaman Allah dan segala berkat yang disiapkan Allah bagi mereka yang percaya kepada-Nya. Pada akhirnya surga dan bumi akan dipersatukan; bukan manusia yang pergi ke surga, namun surga yang turun ke bumi. Firdauslah yang menjadi tempat menunggu hari terakhir. Pengharapan utama orang Kristen adalah kebangkitan tubuh dan kehidupan di dalam langit dan bumi yang baru.

21 Anthony A. Hoekema, The Bible and The Future (Grand Rapids: Eerdmans, 1979) 108.

22 Lih. Milne, Heaven 167-172. Untuk pembahasan mengenai kaitan kondisi menengah dengan janji

(12)

12

DAFTAR PUSTAKA

Chia, Roland. Hope for the World: a Christian Vision of the Last Things. Downers Grove: IVP, 2005.

deSilva, D. A., “Heaven, New Heavens” dalam eds. Ralph P. Martin & Peter H. Davids, Dictionary of the Later New Testament & Its Developments. Downers Grove: IVP, 1997.

Erickson, Millard J. Christian Theology. 2nd ed.; Grand Rapids: Baker, 1998. Hoekema, Anthony A. The Bible and The Future. Grand Rapids: Eerdmans, 1979. Milne, Bruce. The Message of Heaven and Hell. Downers Grove: IVP, 2002.

Newman, C. C. “Jerusalem, Zion, Holy City” dalam eds. Ralph P. Martin & Peter H. Davids, Dictionary of the Later New Testament & Its Developments. Downers Grove: IVP, 1997. Wright, N.T. Simply Jesus: A New Vision of Who He Was, What He Did, and Why He Matters

Canada: HarperCollins, 2011.

Referensi

Dokumen terkait

Curahan tenaga kerja pria dalam usahatani padi sawah lebih besar dari pada curahan tenaga kerja wanita , karena pada daerah penelitian usahatani padi sawah merupakan mata

Tuliskan pada buku laporan praktikum saudara hasil pengamatan yang telah didapat Penilaian suatu laporan bergantung pada kerapian mengatur data hasil pengamatan.. Pembacaan

Pada sebaran Target Strength (TS) ikan lele pada sudut orientasi yang berbeda-beda dari posisi horizontal ikan terhadap arah datang sumber akustik terlihat pada gambar 23

Direct Instruction dengan siswa yang diberi model pembelajaran Guide Note Taking untuk meperoleh hasil belajar yang paling efektif

Masalah rute bus karyawan adalah masalah penentuan rute bus untuk menjemput karyawan dari pos-pos yang sudah ditentukan menuju perusahaan dan mengantarkan karyawan dari

Dengan memperhatikan kriteria tersebut, semua persamaan yang diperoleh, baik menggu- nakan peubah bebas tunggal (diameter) maupun peubah bebas berganda (diame- ter dan tinggi)

Alkhamdulillaahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah Subhanallahu wa ta’ala yang telah memberikan rahmat dan segala nikmat sehingga penulis dapat menyelesaikan

Kemudian, setelah sistem stabil, ketika tidak terjadi perubahan data, keluaran dari modulator terlihat stabil dan tetap, dengan frekuensi sebesar 250 kHz