• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP DASAR. membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, A, 2001 ). bagian yang terendah atau presentasi bokong (Sulaiman S, 2004).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KONSEP DASAR. membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, A, 2001 ). bagian yang terendah atau presentasi bokong (Sulaiman S, 2004)."

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, A, 2001 ).

Post operasi sectio caesaria adalah keadaan dimana telah dilakukan operasi atau pembedahan untuk melahirkan janin (Mansjoer, A, 2001).

Letak sungsang merupakan letak memanjang dengan bokong sebagai bagian yang terendah atau presentasi bokong (Sulaiman S, 2004).

Jadi post partum sectio caesaria atas indikasi letak sungsang adalah masa setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu dimana kelahiran janinnya dilakukan dengan membuka dinding perut dan dinding rahim dengan sayatan atau insisi atas indikasi Letak sungsang yang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala berada di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri.

Ada beberapa jenis dan klasifikasi Letak sungsang :

1. Letak bokong

(2)

2. Letak sungsang sempurna

Letak bokong dimana kedua kaki ada di samping bokong ( letak bokong kaki sempurna ( lipat kejang ).

3. Letak sungsang tidak sempurna

Adalah letak sungsang dimana selain bokong bagian yang terendah juga kaki atau lutut.

B. Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi organ dan reproduksi wanita

Organ reproduksi wanita terbagi atas organ eksterna dan organ interna. Organ eksterna berfungsi dalam kopulsi, sedangkan organ interna berfungsi dalam ovulasi, sebagai tempat fertilitas sel telur dan perpindahan blastosis, dan sebagai tempat implantasi, dapat dikatakan berfungsi untuk pertumbuhan dan kelahiran janin.

(3)

Gambar 1: Organ Reproduksi Eksterna pada wanita. (Sumber: Winkjosastro, 2005)

a. Organ eksterna, terdiri atas :

1). Mons pubis

Mons pubis atau mons veneris adalah bantalan berisi lemak yang terletak dipermukaan anterior simphisis pubis. Setelah pubertas kulit mons pubis tertutup rambut ikal yang membentuk pola distribusi tertentu (escutcheon).

2). Labia mayora

Merupakan dua buah lipatan kulit dengan jaringan lemak dibawahnya yang berlanjut ke bawah sebagai perluasan dan mons pubis dan menyatu menjadi perineum. Pada wanita menjelang dewasa ditumbuhi oleh pubis lanjutan dan mons veneris. Secara embirologis labia mayora homolog dari skrotum pada pria. Setelah melahirkan beberapa kali, labia mayora menjadi tidak terlalu menonjol dan pada usia lanjut biasanya menjadi keriput, panjang labia mayora 7–8 cm, lebar 2–3 cm, tebal 1–1,5 cm, dan agak

(4)

meruncing pada ujung bawah. Pada nullipara kedua sisi labia terletak berdekatan sehingga menutupi sama sekali jaringan dibawahnya. Sedangkan multipara labia mayora bisa terbuka lebar. Labia mayora berlanjut menjadi monspubis dibagian posterior, sedangkan pada daerah medial bergabung menjadi komisura posterior. Pada labia mayora banyak terdapat kelenjar minyak. Dibawah kulitnya terdapat jaringan ikat pada yang kaya akan serabut elastin dan jaringan lemak, tetapi hampir tidak ditemukan unsur otot. Pada bagian bawah kulit terdapat gumpalan lemak yang merupakan bagian terbesar labia, pada jaringan lemak ini terdapat suatu pleksus venosus yang sebagai akibat trauma eksternal dapat robek dan membentuk hematoma.

3). Labia minora

Jaringan berwarna kemerahan yang kedua sisinya menyatu pada ujung atas vulva disebut labia minora atau nimfe. Labia minora merupakan dua buah lipatan tipis kulit yang terletak disebelah dalam labia mayora. Labia mayora adalah lipatan jaringan yang tipis dan bila terbuka terlihat lembab dan kemerahan, menyerupai selaput mukosa. Jaringan ini ditutupi oleh epitel gepeng berlapis

(5)

4). Klitoris

Klitoris identik dengan penis pada pria, kira–kira sebesar kacang hijau sampai cabai rawit dan ditutupi oleh frenulum klitoris–klitoris terdiri dari :

a). Glans

Glans terdiri dari sel–sel berbentuk fusi tormis

b). Korpus

Terdapat dua korpora kavernosa, dimana pada dindingnya terdapat serabut otot polos

c). Krura

Bentuknya tipis dan panjang berawal dipermukaan inferior ramus iskiopubis menyatu tepat dibawah pertengahan arkus pubis membentuk korpus klitoris. Panjang klitoris jarang melebihi 2 cm bahkan dalam keadaan ereksi sekalipun dan posisinya sangat berlipat karena tarikan labia minora. Akibatnya ujung klitoris mengarah ke bawah dan menuju liang vagina.

5). Vulva

Vulva adalah bagian alat kandungan luar yang berbentuk lonjong, berukuran panjang mulai dari klitoris, kanan kiri dibatasi bibir kecil, sampai ke belakang dibatasi perineum.

(6)

6). Vestibulum

Merupakan daerah berbentuk buah amandel yang dibatasi labia minora dilateral dan memanjang dari klitoris diatas hingga fourchet dibawah. Vestibulum adalah jaringan fungsional pada wanita yang berasal dari urogenital pada embrio. Pada tahap kematangan terdapat 6 buah lubang uretra, vagina, 2 saluran kelenjar bartholini dan kadang kala terdapat duktus dari kelenjar vestibularis mayor yaitu kelenjar bartholini. Kelenjar ini terletak dibawah otot konstriktor vagina dan kadang kala ditemukan tertutup sebagian oleh bulbus vestibularis.

7). Introitus vagina

Introitus vagina adalah pintu masuk ke vagina. Dilindungi oleh labia minora, dapat dilihat jika bibir kecil dibuka oleh selaput dara (hymen).

8). Selaput dara (hymen)

(7)

hymen imperforate, hymen akan robek pada koitus apalagi setelah bersalin. Sisanya disebut kuruntula hymen atau sisa hymen.

9). Orifisium uretra eksterna (lubang kemih)

2/3 bagian bawah uretra terletak tepat diatas dinding depan vagina dan bermuara pada meatus uretra. Meatus uretra terletak pada garis tengah vestibulum 1–1,5 cm dibawah arkus pubis, letaknya dekat dengan bagian atas liang vagina dan biasanya terlihat menonjol berkerut–kerut.

10). Perineum

Perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata–rata 4 cm. Jaringan yang menopang perineum adalah diafragma peluis dan urogenital. Perineum terdiri dari otot yang dilapisi dengan kulit menjadi penting karena perineum dapat robek selama melahirkan

(8)

Gambar 2: Organ Reproduksi Internal pada wanita. (Sumber: Winkjosastro, 2005).

1). Vagina

Vagina merupakan saluran fibromuskuler elastis yang membentang keatas dan kebelakang mulut vulva hingga uterus. Dinding anterior vagina memiliki panjang kurang lebih 7,5 cm dan dinding posteriornya 9 cm. Vagina mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai saluran keluar dari uterus, dilalui sekresi uterus, dan kotoran menstruasi, sebagai organ kopulasi dan sebagai jalan lahir saat persalinan.

Dinding vagina terdiri dari 4 lapisan :

a). Lapisan epitel gepeng berlapis, pada lapisan ini tidak terdapat kelenjar tetapi cairan akan merembes melalui epitel untuk

(9)

c). Jaringan otot polos berserabut longitudinal dan sirkuler.

d). Lapisan luar jaringan ikat fibrosa berwarna putih.

Fornik berasal dari kata latin yang artinya selokan. Pada tempat servik menjulur kedalam kubah vagina terbentuk sebuah selokan melingkar yang mengelilingi serviks. Fornik ini terbagi menjadi 4 bagian. Fornik posterior, anterior dan dua buah fornik lateral.

2). Uterus

Uterus merupakan organ muskuler yang sebagian tertutup oleh peritoneum atau serosa. Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng. Uterus wanita yang tidak hamil terletak pada rongga panggul antara kandung kemih di anterior dan rektum di posterior. Uterus wanita nullipara panjang 6–8 cm, dibandingkan dengan 9-10 cm pada wanita multipara. Berat uterus wanita yang pernah melahirkan antara 50–70 gram, sedangkan wanita yang belum pernah melahirkan beratnya 80 gram atau lebih.

Uterus terdiri atas :

a). Fundus uteri

Merupakan bagian uterus proksimal, disitu kedua tuba fallopi berinsersi ke uterus. Didalam klinik penting diketahui sampai

(10)

dimana fundus uteri berada oleh karena tuanya kehamilan dapat diperkirakan dengan perabaan fundus uteri.

b). Korpus uteri

Merupakan bagian uterus yang terbesar, rongga yang terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri. Dinding korpus uteri terdiri dari 3 lapisan yaitu serosa, muskola, dan mukosa. Mempunyai fungsi utama sebagai janin berkembang.

c). Servik uteri

Servik merupakan bagian uterus dengan bagian khusus, terletak dibawah istimus. Servik memiliki serabut otot polos, namun terutama terdiri atas jaringan kolagen, ditambah jaringan elastin serta pembuluh darah. Kelenjar ini berfungsi mengeluarkan secret yang kental dan lengket dari kanalis servikalis. Jika saluran kelenjar serviks tersumbat dapat terbentuk kista retensi berdiameter beberapa millimeter yang disebut sebagai folikel nabhotian.

(11)

Merupakan bagian terdalam dari uterus yaitu lapisan mukosa yang melapisi rongga uterus pada wanita yang tidak hamil. Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar–kelenjar dan jaringan dengan banyak pembuluh darah yang berkeluk–keluk. Ukuran endometrium bervariasi yaitu 0,5 mm hingga 5 mm. Endometrium terdiri dari epitel permukaan, kelenjar danjringan mesenkim antar kelenjar yang ada didalamnya banyak terdapat pembuluh darah.

Epitel permukaan endometrium terdiri dari satu lapisan sel kolumner tinggi, bersilia dan tersusun rapat. Kelenjar uterine terbentuk tubuler merupakan invaginasi dari epitel, kelenjar ini menghasilkan cairan alkalis encer yang berfungsi menjaga rongga uterus tetap lembab.

b). Miometrium

Miometrium merupakan jaringan pembentuk sebagian besar uterus dan terdiri atas kumpulan otot polos yang disatukan jaringan ikat dengan banyak serabut elastin didalamnya. Menurut Schwalm dan Dubnauszky, 1996 banyak serabut otot pada uterus sedikit demi sedikit berkurang ke arah kaudal, sehingga pada serviks otot hanya merupakan 10% dari massa jaringan. Selama masa kehamilan terutama melalui proses

(12)

hipertrofi, miometrium sangat membesar, namun tidak terjadi perubahan yang berarti pada otot di serviks.

c). Lapisan serosa, yakni peritorium visceral

Uterus sebenarnya terapung–apung dalam rongga peluis dengan jaringan ikat dan ligamentum yang menyokongnya.

Ligamentum yang memfiksasi uterus adalah :

(1). Ligamentum cardinal sinistra et dextra (mackenrodt)

Yaitu ligamentum yang terpenting mencegah suplai uetrus tidak turun, terdiri atas jaringan ikat tebal dan berjalan dari serviks dan puncak vagina kearah lateral dinding pelvis. Didalamnya banyak pembuluh darah antara lain vena dan arteri uterina.

(2). Ligamentum sakro uterinium sinistra et dextra

Yaitu ligamentum yang menahan uterus agar tidak banyak bergerak, berjalan dari serviks bagian belakang, kiri dan kanan, kearah sacrum kiri dan kanan.

(13)

(4). Ligamentum latum sinistra et dextra

Yaitu ligamentum yang meliputi tuba, berjalan dari uterus kearah sisi, tidak banyak mengandung jaringan ikat. Dibagian dorsal ligamentum ini ditemukan indung telur (ovarium sinistra et dextra).

(5). Ligamentum infundibula pelvicum

Yaitu ligamentum yang menahan tuba fallopi berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Didalamnya terdapat urat – urat saraf. Saluran–saluran limfe, arteri dan vena ovarica. Istmus adalah bagian uterus antara servik dan mudah sekali digeser dari dasarnya atau digerakkan didaerah plika vesiaka uterine. Uterus diberi darah oleh arteri uterine sinistra et dextra yang terdiri dari ramus eksenden dan desenden. Pembuluh darah yang lain yang memperdarahi uterus adalah arteri ovarica sinistra et dextra. Inversasi uterus terdiri atas sistem saraf simpatis, parasimpatis dan serebrospinal. Yang dari sistem parasimpatis ini berada dalam panggul disebelah kiri dan kanan os sacrum, berasal dari saraf sacral 2, 3 dan 4 dan selanjutnya memasuki pleksus frankenhauser yang dari sistem simpatis masuk kedalam rongga panggul sebagai pleksus hipogastrikus melalui bifurkasia aorta dan

(14)

promontorium tenus kebawah dan menuju pleksus frankenhauser. Serabut saraf tersebut memberi intervasi pada miometrium dan endometrium. Kedua sistem simpatik dan parasimpatik mengandung unsur motorik dan sensorik. Simpatik menimbulkan kontraksi dan vasokontriksi, sedangkan parasimpatik mencegah kontraksi dan menimbulkan vasodilatasi.

3). Tuba fallopi

Tuba fallopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterina hingga suatu tempat didekat ovarium dan merupakan jalanovum mencapai rongga uterus. Panjang tuba fallopi antara 8-14 cm, tuba tertutup oleh peritoneum dan lumennya dilapisi oleh membran mukosa.

Tuba fallopi terdiri atas :

a). Pars interstisialis

Bagian yang terdapat di dinding uterus

b). Pars ismika

(15)

d). Pars infundibulum

Bagian ujung tuba yang terbuka kearah abdomen dan mempunyai fimbria. Fimbria penting artinya bagi tuba untuk menangkap telur untuk kemudian menyalurkan kedalam tuba.

4). Ovarium

Ovarium merupakan orga yang berbentuk seperti buah amandel, fungsinya untuk perkembangan dan pelepasan ovum, serta sintesis dan sekresi hormon steroid. Ukuran ovarium, panjang 2,5–5 cm, lebar 1,5–5 cm, dan tebal 0,6–1 cm, setelah menopause ovarium sangat kecil. Normalnya ovarium terletak pada bagian atas rongga panggul dan menempel pada lekukan dinding lateral pelvis diantara iliaka eksternal yang divergen dan pembuluh darah hipogastrik fossa ovaroca weldeyer. Ovarium melekat pada ligamentum latum melalui mesovarium.

Struktur umum pada ovarium dapat dibedakan menjadi:

a). Korteks

Ketebalannya sesuai dengan usia dan menjadi semakin tipis dengan bertambahnya usia. Dalam lapisan inilah ovarium dan folikel de graaf. Bagian yang paling luar dari korteks yang kusam dan keputih – putihan dikenal sebagai tunika albuginea,

(16)

dimana permukaannya terdapat lapisan tunggal epitel muboid yaitu epitel germinal dari waldeyer.

b). Medulla

Terdiri atas jaringan penyambung longgar yang berkesinambungan dengan yang dari mesovarium. Terdapat sejumlah besar arteri dan vena dalam medulla dan sejumlah kecil serat otot polos yang berkesinambungan, serat otot berfungsi dalam pergerakan ovarium.

Ovarium disuplai oleh saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Saraf simpatis berasal dari ovarica yang menyertai pembuluh ovarica, beberapa berasal dari pleksus yang mengelilingi cabang ovarica dari arteri uterina.

(17)

Gambar 3. Anatomi Abdomen (dr Bambang Widjanarko, SpOG, 2010) a. Kulit

Gambar 4. Lapisan Abdomen (dr Bambang Widjanarko, SpOG, 2010)

1) Lapisan Epidermis

Epidermis, lapisan luar, terutama terdiri dari epitel skuamosa bertingkat. Sel-sel yang menyusunya secara berkesinambungan dibentuk oleh lapisan germinal dalam epitel silindris dan mendatar ketika didorong oleh sel-sel baru kearah permukaan,

(18)

tempat kulit terkikis oleh gesekan. Lapisan luar terdiri dari keratin, protein bertanduk, Jaringan ini tidak memiliki pembuluh darah dan sel-selnya sangat rapat.

2) Lapisan Dermis

Dermis adalah lapisan yang terdiri dari kolagen jaringan fibrosa dan elastin. Lapisan superfasial menonjol ke dalam epidermis berupa sejumlah papilla kecil. Lapisan yang lebih dalam terletak pada jaringan subkutan dan fasia, lapisan ini mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf.

3) Lapisan subkutan

Lapisan ini mengandung sejumlah sel lemak, berisi banyak pembuluh darah dan ujung syaraf. Lapisan ini mengikat kulit secara longgar dengan organ-organ yang terdapat dibawahnya. Dalam hubungannya dengan tindakan SC, lapisan ini adalah pengikat organ-organ yang ada di abdomen, khususnya uterus. Organ-organ di abdomen dilindungi oleh selaput tipis yang disebut peritonium. Dalam tindakan SC, sayatan dilakukan dari kulit lapisan terluar (epidermis) sampai dinding uterus.

(19)

Gambar 5. Bagian Fasia

Di bawah kulit fasia superfisialis dibagi menjadi lapisan lemak yang dangkal, Camper's fasia, dan yang lebih dalam lapisan fibrosa,. Fasia profunda terletak pada otot-otot perut. menyatu dengan fasia profunda paha. Susunan ini membentuk pesawat antara Scarpa's fasia dan perut dalam fasia membentang dari bagian atas paha bagian atas perut. Di bawah lapisan terdalam otot, maka otot abdominis transverses, terletak fasia transversalis. Para fasia transversalis dipisahkan dari peritoneum parietalis oleh variabel lapisan lemak.. Fascias adalah lembar jaringan ikat atau mengikat bersama-sama meliputi struktur tubuh

(20)

Gambar 6. Lapisan Otot Perut (dr Bambang Widjanarko, SpOG, 2010)

1) Otot dinding perut anterior dan lateral

Rectus abdominis meluas dari bagian depan margo costalis di atas dan pubis di bagian bawah. Otot itu disilang oleh beberapa pita fibrosa dan berada didalam selubung. Linea alba adalah pita jaringan yang membentang pada garis tengah dari procecuss xiphodius sternum ke simpisis pubis, memisahkan kedua musculus rectus abdominis. Obliquus externus, obliquus internus dan transverses adalah otot pipih yang membentuk dinding abdomen pada bagian samping dan depan. Serat externus berjalan kea rah bawah dan atas ; serat obliquus internus berjalan keatas dan kedepan ; serat transverses (otot

(21)

selubung bersama yang menutupi rectus abdominis.

2) Otot dinding perut posterior

Quadrates lumbolus adalah otot pendek persegi pada bagian belakang abdomen, dari costa keduabelas diatas ke crista iliaca, (Gibson, J. 2002).

3. Fisiologi post partum

Perubahan fisiologi post partum menurut (Farre, 2002) antara lain :

a. Involusio

Yaitu proses fisiologi pulihnya kembali alat kandungan ke keadaan sebelum hamil, terjadi karena masing–masing sel menjadi lebih kecil karena systoplasmanya yang berlebihan dibuang.

1). Involusio uterus

Terjadi setelah plasenta lahir, uterus akan mengeras karena kontraksi dan reaksi pada otot–ototnya, dapat diamati dengan pemeriksaan tinggi fundus uteri.

a). Setelah plasenta lahir hingga 12 jam pertama TFU 1–2 jari dibawah pusat.

b). Pada hari ke–6 TFU normalnya berada dipertengahan simpisis pubis dan pusat.

(22)

c). Pada hari ke–9 TFU sudah tidak teraba.

2). Involusio tempat melekatnya plasenta

Setelah plasenta dilahirkan, tempat melekatnya plasenta menjadi tidak beraturan dan ditutupi oleh vaskuler yang kontraksi serta trombosis pada endometrium terjadi pembekuan skar sebagai proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan luka pada endometrium ini memungkinkan untuk implantasi dan pembentukan plasenta pada kehamilan yang akan datang

b. Lochea

Yaitu kotoran yang keluar dari liang senggama dan terdiri dari jaringan–jaringan mati dan lendir berasal dari rahim dan liang senggama.

Menurut pembagiannya :

1). Lochea rubra

Berwarna merah, terdiri dari lendir dan darah, terdapat pada hari kesatu dan kedua.

(23)

3). Lochea alba

Berwarna putih/ jernih, berisi leukosit, sel epitel, mukosa servik dan bakteri atau kuman yang telah mati, pada hari ke 1–2 minggu setelah melahirkan.

4. Adaptasi fisik

a. Tanda–tanda vital

Suhu meningkat, dehidrasi karena perubahan hormonal tetapi bila suhu diatas 380C dan selama 2 hari dalam 10 hari pertama post partum perlu dipikirkan kemungkinan adanya infeksi saluran kemih, endometritis dan sebagainya. Pembengkakan buah dada pada hari ke 2 atau ke 3 post partum dapat menyebabkan kenaikan suhu, walaupun tidak selalu.

b. Adaptasi kardiovaskuler

1). Tekanan darah stabil, penurunan tekanan darah sistolik ± 20 mmHg dapat terjadi pada saat ibu berubah posisi berbaring keduduk. Keadaan sementara sebagai kompensasi kardiovaskuler terhadap penurunan tekanan dalam rongga panggul dan pendarahan.

(24)

2). Denyut nadi berkisar 60–70 kali permenit, berkeringat dan menggigil mengeluarkan cairan yang berlebihan dari sisa–sisa pembakaran melalui kulit sering terjadi terutama malam hari.

c. Adaptasi traktus urinarius

Selama proses kehamilan persalinan kandung kemih mengalami trauma yang dapat mengakibatkan oedem dan menghilangkan sensitifitas terhadap tekanan cairan. Perubahan ini dapat menyebabkan tekanan yang berlebihan dan pengosongan yang tidak sempurna. Biasanya ibu mengalami ketidakmampuan untuk buang air kecil selama 2 hari pertama setelah melahirkan.

d. Adaptasi sistem gastrointestinal

Diperlukan waktu 3-4 hari sebelum faal usus kembali normal meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan, namun asupan makanan juga mengalami penurunan selama 1–2 hari.

(25)

Otot dinding abdomen teregang secara bertahap selama kehamilan mengakibatkan hilangnya kekenyalan otot. Keadaan ini terlihat jelas setelah melahirkan dinding perut tampak lembek dan kendor.

g. Perineum

Setelah partus perineum menjadi kendor karena sebelumnya meregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke 5 perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendor dari keadaan sebelum melahirkan (nuliparia).

h. Laktasi

Setelah partus, pengaruh menekan dari esterogen dan progesterone terhadap hipofisis hilang penuh hormon–hormon hipofisis kembali antara lain, laktogenic hormone (prolaktin) yang akan menghasilkan pula mammae yang telah dipersiapkan pada masa hamil terpengaruh akibat kelenjar–kelenjar susu dilaksanakan. Umumnya produksi air susu baru berlangsung betul pada hari ke 2–3 post partum.

5. Adaptasi fungsional

Ada 3 fase pada ibu post partum, yaitu :

a. Fase taking in (fase dependent)

1) Selama 1–2 hari pertama, dependensi sangat dominan pada ibu dan ibu lebih memfokuskan pada dirinya sendiri.

(26)

2) Beberapa hari setelah melahirkan akan menangguhkan keterlibatannya dalam tanggung jawab sebagai ibu dan ia lebih mempercayakan kepada orang lain dan ibu akan lebih baik meningkatkan kebutuhan akan nutrisi dan istirahatnya.

3) Menunjukkan kegembiraan yang sangat, misalnya menceritakan tentang pengalaman kehamilan, melahirkan dan rasa ketidaknyamanan.

b. Fase taking hold (fase independent)

1) Ibu sudah menunjukkan perluasan fokus perhatiannya yaitu dengan memperlihatkan bayinya.

2) Ibu mulai tertarik melakukan perawatan pada bayinya.

3) Ibu mulai terbuka menerima pendidikan kesehatan bagi dirinya dan bayinya.

c. Fase letting go (fase interdependent)

Fase ini merupakan suatu keadaan menuju peran baru

1) Ketidaktergantungan dalam merawat diri dan bayinya lebih meningkat.

(27)

6. Macam – macam pembedahan sectio caesaria

Sectio caesaria dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam yaitu :

a. Sectio caesaria klasik (Menurut sanger)

Lebih mudah dimulai dari insisi segmen bawah rahim dengan indikasi:

1). Sectio caesaria yang diikuti dengan sterilisasi

2). Terdapat pembuluh darah besar sehingga diperkirakan akan terjadi robekan segmen bawah rahim dan perdarahan

3). Pada letak lintang

4). Kepala bayi telah masuk pintu atas panggul

Keuntungan :

Mudah dilakukan karena lapangan operasi relatif luas

(28)

Kesembuhan luka operasi relatif sulit, kemungkinan terjadi ruptur uteri pada kehamilan berikutnya lebih besar, kemungkinan terjadi perlekatan dengan dinding abdomen lebih besar.

b. Sectio caesaria transperitoneal profunda (Menurut Kehrer)

Sectio caesaria yang merupakan persalinan dengan morbiditas dan mortalitas rendah adalah persalinan yang paling konservatif.

Indikasi dari ibu :

1). Primigravida dengan kelainan letak

2). Primipara tua dengan disertai : kelainan letak, disproporsi sefalo pelvik

3). Terdapat kesempitan panggul

4). Komplikasi kehamilan yaitu preeklamsi–eklamsi

Indikasi dari bayi :

a). Fetal distress / gawat janin

b). Malpresentasi dan malposisi kedudukan janin

(29)

Segmen bawah rahim lebih tenang, kesembuhan baik, tidak banyak menimbulkan perlekatan.

Kerugian :

Terdapat kesulitan pada waktu mengeluarkan janin, terjadi perluasan luka insisi dan menimbulkan perdarahan.

c. Sectio caesaria ekstraperitonial (Menurut Water / Latzco)

Operasi tipe ini tidak banyak dikerjakan lagi karena perkembangan antibiotika, dan untuk menghindarkan kemungkinan infeksi yang dapat ditimbulkannya. Tujuannya menghindari kontaminasi kavum uteri oleh infeksi yang terdapat diluar uterus.

7. Indikasi sectio caesaria

a. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior)

b. Panggul sempit

Holmer mengambil batas terendah untuk melahirkan janin vias naturalis ialah CV : 8 cm. Panggul depan CV : 8 cm dapat dipastikan tidak dapat melahirkan janin yang normal, harus diselesaikan dengan sectio caesaria, CV antara 8–10 cm bileh dicoba dengan partus percobaan, baru setelah gagal dilakukan sectio caesaria sekunder.

c. Disproporsi sefalo pelvik yaitu ketidakseimbangan antara ukuran kepala dengan panggul.

(30)

d. Ruptur uteri mengancam

e. Partus lama

f. Partus tidak maju

g. Distorsia servik

h. Preeklamsi dan hipertensi

i. Mal presentasi janin :

1. Letak lintang

Greenhill dan easman sama–sama sependapat :

a. Bila ada kesempitan panggul, maka sectio caesaria adalah cara yang terbaik dalam segala letak lintang dengan janin, hidup dan besar biasa.

b. Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio caesaria, walau tidak ada perkiraan panggul sempit.

c. Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara- cara lain.

(31)

Berdasarkan komposisi dari bokong dan kaki dapat ditentukan beberapa bentuk letak sungsang sebagai berikut :

a. Letak sungsang murni (frank breech)

Terjadi bila diperiksa teraba bokong, kedua kaki menjungkit keatas sampai kepala bayi, kedua kaki bertindak sebagai spalk

b. Letak bokong kaki sempurna (complete breech)

Terjadi bila diperiksa teraba bokong, kedua kaki berada disamping bokong

c. Letak bokong tak sempurna (incomplete breech)

Terjadi bila diperiksa teraba bokong, disamping bokong teraba satu kaki

d. Letak kaki (incomplete breech lain)

Bila bagian terendah teraba salah satu dan kedua kaki atau lutut, dapat dibedakan : letak kaki bila kaki terendah, letak lutut bila lutut terendah

(32)

C. Etiologi

Penyebab letak sungsang dapat berasal dari :

1. Sudut ibu

Keadaan rahim : rahim arkuatus, septum pada rahim, uterus duplek, mioma bersama kehamilan, keadaan placenta : placenta letak rendah, placenta previa, keadaan janin lahir : Kesempitan panggul, deformitas tulang panggul, terdapat tumor menghalangi jalan lahir dan perputaran ke posisi kepala.

2. Sudut janin

Pada janin terdapat berbagai keadaan yang menyebabkan letak sungsang : Tali pusat pendek atau lilitan tali pusat, Hidrosefalus atau anensephalus, Kehamilan kembar, Hidronion atau oligohidronion, Prematuritas.

Dalam keadaan normal, bokong mencari tempat yang lebih luas sehingga terdapat kedudukan letak kepala. Disamping itu kepala janin merupakan bagian terbesar dan keras, serta paling berat melalui hukum gaya berat, kepala janin akan menuju ke arah pintu atas pinggul. Dengan gerakan kaki janin, ketegangan ligamentum rotundum dan kontraksi braxon hicks, kepala janin berangsur-angsur masuk ke pintu atas

(33)

D. Manifestasi klinik

1. Pernafasan

a. Pernafasan meningkat karena hipoventilasi, posisi salah, pembalut ketat pada dada dan abdomen atas, kegemukan.

b. Kecepatan pernafasan turun karena pengaruh obat : anestesi, narkotika, sedative.

2. Tekanan darah

a. Meningkatkan jika dalam keadaan cemas, nyeri, distensi, kandung kemih.

b. Tekanan darah turun jika terjadi shock karena kehilangan cairan atau hemoragi.

3. Suhu

a. Terjadi kenaikan karena reksi stress

b. Suhu turun karena dinginnya ruang operasi dan ruang pemulihan

4. Nadi

a. Meningkat karena nyeri, cemas, dilatasi perut

b. Kecepatan nadi turun karena kebanyakan dosis digitalis

(34)

a. Terdapat nyeri, mual, tumpah

b. Sikap tidur nyaman dan memperlancar ventilasi

(Long, 1996)

E. Fase – fase penyembuhan luka

1. Fase I (termasuk respon inflammatory) berlangsung selama 3 hari

a. Penutupan luka (darah membeku)

b. Fagositosis jaringan rusak dan bakteri

c. Pembentukan arus darah ke luka

2. Fase II berlangsung 3–14 hari setelah bedah

a. Kolagen dikumpulkan

b. Regenarasi sel epitel

c. Luka, granulasi jaringan

3. Fase III berlangsung dari minggu kedua sampai minggu keenam

a. Tambahan pengumpulan kolagen

(35)

a. Kolagen menciut dan memadat

b. Luka : membentuk ceruk parut, tipis dan putih

(Long, 1996)

F. Jenis Sectio Caesaria

Menurut Mochtar Rustam (1998) jenis-jenis sectio caesarea adalah :

1. Abdomen (Sectio Caesarea Abdominalis) a. Sectio caesarea transperitonealis

1) Sectio Caesarea klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada korpus uteri kira-kira sepanjang 10 cm.

2) Sectio Caesarea ismika atau profunda dengan insisi pada segmen bawah rahim (low cervical transversal) kira-kira 10 cm.

b. Sectio Caesarea ekstra peritonealis, yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis, yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum abdominal.

2. Vagina (Sectio Caesarea vaginalis)

G. Tehnik Sectio Sesaria

1. Teknik Seksio Sesarea Transperitonealis Profunda

Daver Catheter di pasang dan wanita berbaring dalam letak tredelenburg ringan. Diadakan insisi pada dinding perut pada garis

(36)

tengah dari simfisis sampai beberapa cm di bawah pusat. Setelah peritorium dibuka, dipasang spekulum perut dan lapangan operasi dipisahkan dari rongga perut dengan satu kasa panjang atau lebih. Peritoneum pada dinding uterus depan dan bawah dipegang dengan piset, plikovesitas. Uterina dibuka dan insisi diteruskan melintang jauh ke lateral. Kemudian kandung kencing depan uterus didorong ke bawah dengan jari. Pada segmen bawah uterus yang sudah tidak ditutup lagi oleh peritoneum serta kandung kencing yang biasanya sudah menipis, diadakan insisi melintang selebar 10 cm dengan ujung kanan dan kiri agak melengkung ke atas untuk menghindari terbukanya cabang-cabang arteria uterine. Karena uterus dalam kehamilan tidak jarang memutar ke kanan, sebelum membuat insisi, posisi uterus diperiksa dahulu dengan memperhatikan ligamenta rocundo kanan dan kiri, di tengah-tengah insisi diteruskan sampai dinding uterus terbuka dan ketuban tampak, kemudian luka yang terakhir ini dilebarkan dengan gunting berujung tumpul mengikuti sayatan yang telah dibuat terlebih dahulu. Sekarang ketuban dipecahkan dan air ketuban yang keluar diisap. Kemudian spekulum perut diangkat dan lengan dimasukkan ke dalam uterus di belakang kepala janin dan dengan memegang kepala dari belakang dengan jari-jari tangan penolong. Diusahakan lahirnya kepala melalui lubang insisi. Jika

(37)

dipotong dan bayi diserahkan pada orang lain. Diberikan suntikan 10 satuan oksitosin dalam dinding uterus atau intravena, pinggir luka insisi dipegang dengan beberapa Cunam ovum dan plasenta serta selaput ketuban dikeluarkan secara manual. Tangan untuk sementara dimasukkan kedalam rongga uterus untuk mempermudah jahitan luka, tangan ini diangkat sebelum luka uterus ditutup. Jahitan otot uterus dilakukan dalam dua lapisan yaitu lapisan pertama terdiri atas kahitan simpul dengan catgut dan dimulai dari ujung yang satu ke ujung yang lain (jangan mengikutsertakan desidua), lapisan kedua terdiri atas jahitan menerus sehingga luka pada miometrium tertutup rapi.

Keuntungan pembedahan ini:

a. Perdarahan luka insisi tidak seberapa banyak b. Bahaya peritonitis tidak besar

c. Parut pada uterus umumnya kuat, sehingga bahaya ruptura uteri dikemudian hari tidak besar, karena dalam masa nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami konraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna (Lukito Husodo, ilmu kebidanan 2005)

2. Teknik Seksio Sesarea Korporal

Setelah dinding perut dan peritoneum pariatale terbuka pada garis lengan dipasang beberapa kain kasa panjang antara dinding perut dan dinding uterus untuk mencegah masuknya air ketuban dan darah ke

(38)

rongga perut. Diadakan insisi pada bagian tengah korpus uteri sepanjang 10-12 cm dengan ujung bawah di atas batas plika vegika uterine. Diadakan lubang kecil pada batang kantong ketuban untuk menghisap air ketuban sebanyak mungkin, lubang ini kemudian dilebarkan dan janin dilahirkan dengan tarikan pada kakinya. Setelah anak lahir korpus uteri dapat dilahirkan dari rongga perut untuk memudahkan tindakan-tindakan selanjutnya. Sekarang diberikan suntikan 10 satuan oksitosin dalam dinding uterus intravena dan plasenta serta selaput ketuban dikeluarkan secara manual kemudian dinding uterus ditutup dengan jahitan catgut yang kuat dalam dua lapisan, lapisan pertama terdiri atas jahitan simpul dan kedua jahitan menerus. Selanjutnya diadakan jahitan menerus dengan catgut lebih tipis yang mengikutsertakan peritoneum serta bagian luar miomtrium dan yang menutupi jahitan yang terlebih dahulu dengan rapi. Akhirnya dinding perut ditutup secara biasa (Wiknjosastro, 2002).

3. Teknik seksio sesarea klasik

a. Mula-mula dilakukan desinfeksi pada dinding perut dan lapangan operasi dipersempit dengan kain suci hama

b. Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas simfisis sepanjang  12 cm sampai di bawah umbilikus lapis demi lapis sehingga kavum peritonial terbuka.

(39)

d. Dibuat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen atas rahim (SAR) kemudian diperlebar secara sagital dengan gunting.

e. Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan. Janin dilahirkan dengan meluksir kepala dan mendorong fundus uteri. Setelah janin lahir seluruhnya, tali pusat dijepit dan dipotong diantara kedua penjepit.

f. Plasenta dilahirkan secara manual. Disuntikkan 10 U oksitosin ke dalam rahim secara intra demal.

g. Luka insisi SAR dijahit kembali

Lapisan I : Endometrium bersama miometrium dijahit secara jelujur dengan benang catgut kronik

Lapisan II : hanya miometrium saja dijahit secara simopul (karena otot SAR sangat tebal) dengan catgut kronik

Lapian III : peritoneum saja, dijahit secara simpul dengan benang catgut biasa.

h. Setelah dinding selesai dijahit, kedua adneksa dieksplorasi

i. Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan akhirnya luka dinding perut dijahit (Ilmu bedah kebidanan, 2000).

4. Teknik seksio histerektomi

a. Setelah janin dan plasenta dilahirkan dari rongga rahim, dilakukan hemostasis pada insisi dinding rahim, cukup dengan jahitan jelujur atau simpul.

(40)

b. Untuk memudahkan histerektomi, rahim boleh dikeluarkan dari rongga pelvis

c. Mula-mula ligamentum rotundum dijepit dengan cunam kocher dan cunam oschner kemudian dipotong sedekat mungkin dengan rahim, dan jaringan yang sudah dipotong diligasi dengan benang catgut kronik, bladder flap yang telah dibuat pada waktu seksio sesarea transperitoneal profunda dibebaskan lebih jauh ke bawah dan lateral. Pada ligamentum latum belakang lubang dengan jari telunjuk tangan kiri di bawah adneksa dari arah belakang. Dengan cara ini ureter akan terhindar dari kemungkinan terpotong.

d. Melalui lubang pada ligamentum ini, tuba falopi, ligamentum utero ovarika, dan pembuluh darah dalam jaringan terebut dijepit dengan 2 cunam oscher lengkung dan di sisi rahim dengan cunam kocher. Jaringan diantaranya kemudian digunting dengan gunting Mayo. Jaringan yang terpotong diikat dengan jahitan transfiks untuk hemotasis dengan catgut.

e. Jaringan ligamentum latum yang sebagian besar adalah vaskuler dipotong secara tajam ke arah serviks. Setelah pemotongan ligamentum latum sampai di daerah serviks, kandung kencing disisihkan jauh ke bawah dan samping

(41)

Kemudian jaringan diantaranya digunting dengan gunting Mayo. Tindakan ini dilakukan dalam beberapa tahap sehingga ligamentum kardinale terpotong seluruhnya. Puntung ligamentum kardinale dijahit transfiks secara ganda dengan benang catgut khronik.

g. Demikian juga ligamentum sakro-uterine kiri dan kanan dipotong dengan cara yang sama, dan iligasi secara transfiks dengan benang catgut khronik.

h. Setelah mencapai di atas dinding vagina serviks, pada sisi depan serviks dibuat irisan sagital dengan pisau, kemudian melalui insisi tersebut dinding vagina dijepit dengan cunam oscher melingkari serviks dan dinding vagina dipotong tahap demi tahap. Pemotongan dinding vagina dapat dilakukan dengan gunting atau pisau. Rahim akhirnya dapat diangkat.

i. Puntung vagina dijepit dengan beberapa cunam kocher untuk hemostasis. Mula-mula puntung kedua ligamentum kardinale dijahitkan pada ujung kiri dan kanan puntung vagina, sehingga terjadi hemostasis pada kedua ujung puntung vagina. Puntung vagina dijahit secara jelujur untuk hemostasis dengan catgut khromik. Puntung adneksa yang telah dipotong dapat dijahitkan digantungkan pada puntung vagina, asalkan tidak terlalu kencang. Akhirnya puntung vagina ditutup dengan retro-peritonealisasi dengan menutupkanbladder flappada sisi belakang puntung vagina.

(42)

j. Setelah rongga perut dibersihkan dari sisa darah, luka perut ditutup kembali lapis demi lapis, (Winkjosastro, 2002).

H. Komplikasi

Komplikasi akibat sectio caesaria antara lain :

a. Infeksi Puerperal (nifas)

Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum keadaan pembedahan sudah ada gejala–gejala infeksi intra partum / ada faktor–faktor yang merupakan gejala infeksi :

1) Infeksi bersifat ringan, kenaikan suhu beberapa hari saja

2) Sedang dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung

3) Berat dengan peritonitis sepsis ileus paralitik. Hal ini sering kita jumlah pada partus terlambat, dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intraportal karena ketuban yang telah lama

(43)

Rata–rata darah hilang akibat sectio caesaria 2 kali lebih banyak daripada yang hilang dengan kelainan melalui vagina. Kira–kira 800–1000 ml yang disebabkan oleh banyaknya pembuluh darah yang terputus dan terbuka, atonia uteri dan pelepasan pada plasenta.

c. Emboli pulmonal

Terjadi karena penderita dengan insisi abdomen kurang dapat mobilisasi dibandingkan dengan melahirkan melalui vagina (normal).

d. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi terlalu tinggi.

e. Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan mendatang.

(Rustam, 1998)

I. Pengkajian fokus

Pengkajian fokus pada klien post sectioo caesaria menurut Doenges, 2001, antara lain :

1. Biodata

a. Identitas pasien

Yang berisi : Nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, agama, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, alamat.

(44)

Yang berisi : Nama, umur, pekerjaan, hubungan dengan pasien.

2. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama

Pasien mengeluh nyeri pada daerah sekitar jahitan sectio caesaria

b. Riwayat penyakit sekarang

Pasien mengeluh nyeri pada daerah luka jahitan operasi

c. Riwayat penyakit dahulu

1) Apakah pernah dilakukan sectio caesaria sebelumnya

2) Apakah ada abortus pada kehamilan sebelumnya

3) Apakah ada perdarahan pada kehamilan sebelumnya

4) Apakah mempunyai riwayat hipertensi

5) Apakah mempunyai riwayat diabetes mellitus

6) Apakah mempunyai riwayat jantung

7) Apakah mempunyai riwayat asma

(45)

3) Adakah didalam keluarga pernah mengalami perdarahan / anemia

4) Adakah didalam keluarga mempunyai riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma, jantung

e. Riwayat kehamilan

G P A

f. Riwayat persalinan

g. Riwayat haid / menstruasi

1) Menarche pada umur

2) Siklus haid (teratur 28 hari)

3) Gangguan menstruasi (dismenorea, amenorea, dll)

3. Pola kesehatan fungsional

a. Sirkulasi

Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira–kira 600–800 ml

(46)

a. Dapat menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan sampai ketakutan, marah dan menarik diri

b. Klien / pasangan dapat memiliki kepercayaan atau salah terima peran dalam pengalaman kelahiran

c. Mungkin mengekspresikan ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru

5. Eliminasi

a. Kateter mungkin terpasang

b. Bising usus tidak ada, samar atau jelas

6. Makanan / cairan

Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal

7. Neurosensori

Kerusakan gerakan dan sensasi dibawah tingkat anesthesia spiral epidural.

8. Nyeri / ketidaknyamanan

a. Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber : misalnya trauma bedah / insisi, nyeri penyerta, distensi kandung kemih / abdomen,

(47)

9. Pernafasan

Bunyi paru jelas dan vesikuler

10. Keamanan

a. Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda atau kering atau utuh

b. Jalur parenteral, bila digunakan paten, dan sisi bebas eritema, bengkak dan nyeri tekan

11. Pemeriksaan Diagnostik

a. Jumlah darah lengkap, hemoglobin (Hb) / hematokrit (Ht) : mengkaji perubahan dan kadar praoperasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan

b. Urinalisasi kultur urine, darah, vagina, dan lokhea : pemeriksaan tambahan didasarkan pada kebutuhan individual

(48)
(49)

J. PATHWAYS Sumber: Bobak, 2004 Carpenito, 2000 Doenges, 2001 Sarwono Prawirohardjo,1999 Efek sekunder Efek anestesi Kesadaran menurun  Penumpukan sekret di jalan nafas  Reflek batuk menurun  Reflek menelan Faktor indikasi Sectio caesaria Letak sungsang Persalinan

Tindakan pembedahan Spontan

Post sectio caesaria

Perubahan psikologis Perubahan fisiologis

Taking in Dependen butuh perlindungan Kelemahan fisik Taking hold Belajar perubahan baru Kurang informasi Letting go Mampu menyesuaikan dengan keluarga Laktasi Penurunan hormon estrogen dan progesteron Peningkatan hormon prolaktin Uterus Kontraksi uterus meningkat Gangguan rasa Penurunan hormon estrogen Penurunan tonus otot dan motilitas

usus turun Luka post Sectio Caesaria  Reflek hisap  Putting menonjol Adekuat  Bayi menolak  Putting lecet  Reflek hisap lemah Jaringan terputus Jaringan terbuka Nyeri Terputusnya kontinuitas jaringan

Pintu masuk kuman

Invasi bakteri Terdapat sayatan pada luka Jaringan terbuka Pembuluh darah terbuka  Reflek hisap  Putting menonjol  Bayi menolak  Putting lecet  Reflek hisap

(50)

K. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada post partum section caesaria antara lain :

1. Tidak efektifnya bersihnya jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret dari pengaruh anestesi.

2. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan, efek anestesi, efek hormonal, distensi kandung kemih (Doenges, 2001).

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya insisi pembedahan dan terputusnya kontinuitas jaringan sekunder akibat pembedahan (Doenges, 2001).

4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh terhadap bakteri sekunder pembedahan (Carpenito, 2000).

5. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dalam pembedahan (Doenges, 2001).

6. Gangguan eliminasi BAB : konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot sekunder terhadap anestesi, kurang masukan, nyeri perineal / rektal (Doenges, 2001).

(51)

8. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik (Doenges, 2001).

9. Kurang pengetahuan mengenai perubahan fisiologis, periode pemulihan dan kebutuhan perawatan diri berhubungan dengan kurangnya informasi (Doenges, 2001).

L. Fokus intervensi

Fokus intervensi untuk mengatasi diagnosa keperawatan antara lain :

Dx. 1. Tidak efektifnya bersihnya sekresi jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret dari pengaruh anestasi.

Tujuan : - Untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas,

- Ventilasi/ oksigenasi adekuat

Kriteria hasil : - bunyi nafas baik

- klien tidak mengalami penumpukkan secret

- klien dapat melakukan batuk efektif

Intervensi :

1. Monitor tanda-tanda vital Rasional :

(52)

Menentukan intervensi selanjutnya.

2. Atur posisi tidur pasien dengan kepala miring tanpa bantal Rasional :

Posisi ini akan memudahkan dalam pembuangan sekret.

3. Ajarkan pasien cara batuk efektif dan nafas dalam Rasional :

Membantu untuk mengeluarkan sekret yang menumpuk. 4. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan

Rasional :

Untuk menentukan kebutuhan oksigen yang diperlukan.

Dx. 2. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan, efek anestesi, efek hormonal, distensi kandung kemih (Doengoes, 2001).

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang/ hilang.

Kriteria hasil : - Klien mengungkapkan berkurangnya nyeri

- Klien tampak rileks, mampu tidur / istirahat dengan tepat

(53)

Membedakan karakteristik khusus dari nyeri, membantu membedakan nyeri pasca operasi dan terjadinya komplikasi (misalnya :ileus, retensi kandung kemih atau infeksi, dehidens luka).

2. Evaluasi tekanan darah (TD) dan nadi.

Rasional :

Nyeri dapat menyebabkan gelisah serta TD dan nadi meningkat.

3. Anjurkan penggunaan teknik pernafasan dan relaksasi dan distraksi.

Rasional :

Merilekskan otot dan mengalihkan perhatian dan sensori nyeri.

4. Anjurkan ambulasi diri.

Rasional :

Menurunkan pembentukan gas dan meningkatkan peristaltik untuk menghilangkan ketidaknyamanan.

5. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi

Rasional :

(54)

Dx. 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya insisi pembedahan dan terputusnya kontinuitas jaringan sekunder akibat pembedahan (Doengoes, 2001).

Tujuan : Setelah dilakukan tinadakan keperawatan kilen dapat meningkatkan dan melakukan aktivitas sesuai kemampuan tanpa disertai nyeri.

Kriteria hasil : Klien dapat mengidentifikasi faktor – faktor yang menurunkan toleransi aktivitas.

Intervensi :

1. Kaji respon klien terhadap aktivitas

Rasional :

Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada klien dalam keluhan, kelemahan, keletihan yang berkenaan dengan aktivitas.

2. Catat tipe anestesi yang diberikan pada saat intra partus pada waktu klien sadar

Rasional :

Pengaruh anestesi dapat mempengaruhi aktivitas klien.

(55)

Dengan istirahat dapat mempercepat pemulihan tenaga untuk beraktivitas, klien dapat rileks.

4. Bantu dalam pemenuhan aktivitas sehari – hari sesuai kebutuhan

Rasional :

Dapat memberikan rasa tenang dan aman pada klien karena kebutuhan aktivitas sehari – hari dapat terpenuhi dengan bantuan keluarga dan perawat.

5. Tingkatkan aktivitas secara bertahap

Rasional :

Aktivitas sedikit demi sedikit dapat dilakukan oleh para klien sesuai yang diinginkan, meningkatkan proses penyembuhan dan kemampuan koping emosional.

Dx. 4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh terhadap bakteri sekunder pembedahan (Carpenito, 2000).

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan infeksi tidak terjadi.

Kriteria hasil : - Tidak ada tanda–tanda infeksi (rubor, color, dolor, tumor dan fungsiolaesa)

(56)

Intervensi :

1. Monitor tanda – tanda vital

Rasional :

Suhu yang meningkat dapat menunjukkan terjadinya infeksi (color).

2. Kaji luka pada abdomen dan balutan.

Rasional :

Mengidentifikasi apakah ada tanda – tanda infeksi dan adanya pus.

3. Menjaga kebersihan sekitar luka dan lingkungan klien, rawat luka dengan tekhnik antiseptik.

Rasional :

Mencegah kontaminasi silang / penyebaran organisme infeksius.

4. Catat / pantau kadar Hb dan Ht.

Rasional :

Resiko infeksi post partum dan penyembuhan buruk meningkat bila kadar Hb rendah dan kehilangan darah berlebihan.

(57)

Antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi.

Dx. 5. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dalam pembedahan (Doengoes, 2001).

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan defisit volume cairan dapat diminimalkan.

Kriteria hasil : - Membran mukosa lembab

- Kulit tidak kering

- Hb : 12 gr.

Intervensi :

1. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran.

Rasional :

Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasikan pengeluaran cairan / kebutuhan pengganti dan menunjang intervensi.

2. Berikan bantuan pengukluran berkemih sesuai kebutuhan, misalnya : privasi, posisi duduk, air yang mengalir dalam bak, mengalirkan air hangat diatas perineum.

(58)

Meningkatkan relaksasi otot perinela dan memudahkan upaya pengosongan.

3. Catat munculnya mual / muntah

Rasional :

Masa post op, semakin lama durasi anestesi semakin besar resiko untuk mual. Mual yang lebih dari 3 hari, post op mungkin dihubungkan untuk mengontrol rasa sakit atau terapi obat lain.

4. Periksa pembalut, banyaknya perdarahan.

Rasional :

Perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada hemoragi.

5. Kolaborasi pemberian cairan sesuai program

Rasional :

Mengganti cairan yang telah hilang.

Dx. 6. Gangguan eliminasi BAB : Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot sekunder terhadap anestesi, kurang masukan, nyeri perineal /

(59)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi gangguan eliminasi BAB : Konstipasi.

Kriteria hasil : Klien mendapatkan kembali pola eliminasi biasanya / optimal dalam 4 hari pasca partum.

Intervensi :

1. Auskultasi terhadap adanya bising pada keempat kuadran.

Rasional :

Menentukan kesiapan terhadap pemberian makan per oral.

2. Palpasi abdomen, perhatikan distensi atau ketidaknyamanan.

Rasional :

Menandakan pembentukan gas dan akumulasi atau kemungkinan ileus paralitik.

3. Anjurkan cairan oral adekuat (6-8 gelas / hari), peningkatan diet makanan serat.

Rasional :

Cairan dan makanan serat (buah-buahan dan sayuran) dapat merangsang eliminasi dan mencegah konstipasi.

(60)

4. Anjurkan latihan kaki dan pengencangan abdominal, tingkatkan ambulasi dini.

Rasional :

Latihan kaki mengencangkan otot–otot abdomen dan memperbaiki motilitas abdomen.

5. Kolaborasi pemberian pelunak feses

Rasional :

Melunakkan feses, merangsang peristaltik, dan membantu mengembalikan fungsi usus.

Dx. 7. Tidak efektifnya laktasi berhubungan dengan perpisahan dengan bayi (Carpenito, 2000).

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan laktasi efektif.

Kriteria hasil : - Klien membuata suatu keputusan

- Klien dapat mengidentifikasi aktivitas yang menentukan atau meningkatkan menyusui yang berhasil.

(61)

1. Kaji isapan bayi, jika lecet pada puting.

Rasional :

Menentukan kemampuan untuk memberikan perawatan yang tepat.

2. Anjurkan teknik Breast Care dan menyusui yang efektif.

Rasional :

Memperlancar laktasi.

3. Anjurkan pada klien untuk memberikan ASI eksklusif.

Rasional :

ASI dapat memenuhi kebutuhan nutrisi pada bayi sebagai pertumbuhan optimal.

4. Berikan informasi untuk rawat gabung.

Rasional :

Menjaga, meminimalkan tidak efektifnya laktasi.

5. Anjurkan bagaimana cara memeras, menangani, menyimpan dan mengirimkan / memberikan ASI dengan aman.

Rasional :

(62)

Dx. 8. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik (Doengoes, 2001).

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan defisit keparawatan tidak terjadi.

Kriteria hasil : - Klien mendemonstrasikan teknik–teknik untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.

- Klien mengidentifikasi / menggunakan sumber–sumber yang tersedia.

Intervensi :

1. Pastikan berat / durasi ketidaknyamanan.

Rasional :

Nyeri dapat mempengaruhi respons emosi dan perilaku sehingga klien mungkin tidak mampu berfokus pada perawatan diri sampai kebutuhan fisik.

2. Tentukan tipe–tipe anestesia

(63)

Klien yang telah menjalani anestesia spinal dapat diarahkan untuk berbaring datar dan tanpa bantal untuk 6–7 jam setelah pemberian anestesia.

3. Ubah posisi klien setiap 1–2 jam

Rasional :

Membantu mencegah komplikasi bedah seperti flebitis

4. Berikan bantuan sesuai kebutuhan (perawatan mulut, mandi, gosokan punggung dan perawatan perineal)

Rasional :

Memperbaiki harga diri, meningkatkan perasaan kesejahteraan.

5. Berikan pilihan bila mungkin (jadwal mandi, jarak selama ambulasi).

Rasional :

Mengizinkan beberapa otonomi meskipun tergantung pada bantuan profesional.

6. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi

Rasional :

Menurunkan ketidaknyamanan, yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk melaksanakan perawatan diri.

(64)

Dx. 9. Kurang pengetahuan berhubunagn dengan mengenai perubahan fisiologis, periode pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan diri (Doengoes, 2001).

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mengerti tentang perubahan fisiologis, periode pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan bayi.

Kriteria hasil : Klien mengungkapkan pemahaman tentang perubahan fisiologis, kebutuhan–kebutuhan individu hasil yang diharapkan.

Intervensi :

1. Kaji kesiapan dan motivasi klien untuk belajar.

Rasional :

Penyuluhan diberikan untuk membantu mengembangkan pertumbuhan Ibu, maturasi dan kompetensi.

(65)

Ketidaknyamanan dapat mempengaruhi konsentrasi dalam menerima penyuluhan.

3. Berikan informasi tentang perubahan fisiologis dan psikologis yang normal.

Rasional :

Membantu klien mengenali perubahan normal.

4. Diskusikan program latihan yang tepat sesuai ketentuan.

Rasional :

Program latihan dapat membantu tonus otot–otot, meningkatkan sirkulasi, menghasilkan gambaran keseimbangan tubuh dan meningkatkan perasaan sejahtera.

5. Demonstrasikan teknik–teknik perawatan diri

Rasional :

(66)

Gambar

Gambar 3. Anatomi Abdomen (dr Bambang Widjanarko, SpOG, 2010) a. Kulit
Gambar 5. Bagian Fasia

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait