• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Aditif Cair Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus) Terhadap Kecernaan Proein, Energi Metabolis Dan Produksi Telur Burung Puyuh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Pemberian Aditif Cair Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus) Terhadap Kecernaan Proein, Energi Metabolis Dan Produksi Telur Burung Puyuh"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

©Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/

80

Pengaruh pemberian aditif cair buah naga merah (

Hylocereus

polyrhi-zus

) terhadap kecernaan protein, energi metabolis dan produksi telur

burung puyuh

Rika Dwi Astuti, Fajar Wahyono, dan Istna Mangisah Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro

Kompl. drh. R. Soejono Koesoemowardojo-Tembalang, Semarang Kode Pos 50275 dwiastutirika30@gmail.com

ABSTRACT:The study was aimed to evaluate the effect of liquid additive red dragon fruit as the addition of drinking water on the digestibility of protein, metabolizable energy and the production of quail eggs. Experimental animals used in the research were 200 female quails, 7 day old with average body weight of 13.61 ± 0.49 g. The experiment used a completely randomized design with 4 treatments and 5 replications : T0 (control), T1 (addition ofa liquid additive red dragon fruit about 5 ml twice a day), T2 (once a day) and T3 (two days on time). The parameters measured were feed intake, digestibility of protein, metabolizable energy and production of quail eggs. Data were analyzed using a variety of F WHVW DW WKH OHYHO IROORZHG E\ 'XQFDQ¶V 0XOWLSOH 5DQJH

test whenthere are significant effects on the treatment.The results showed that liquid additives red dragon fruit was not significant (P>0.05) on the digestibility of protein, metabolizable energy and the production of quail eggs. In conclusion, the adition of liquid additives reddragon fruit did not increase digestibility of protein, metabolizable energy and the production of quail eggs.

Keywords:digestibility of crude protein,quail, quail egg production, red dragon fruit

PENDAHULUAN

Puyuh merupakan salah satu un-ggas yang dibudidayakan untuk diambil telurnya. Keistimewaan burung puyuh antara lain cepat berproduksi dan pro-duktivitas telur bisa mencapai 250-300 butir/tahun, perawatan yang mudah, ser-ta tidak membutuhkan lahan yang luas dalam pemeliharaannya (Hartono, 2004). Menurut Sugiharto (2005), jenis burung puyuh (Coturnix coturnix japo-nica) antara lain puyuh tegalan (Turnix susciatori), puyuh kuning (Turnix silva-tica), puyuh punggung hitam (Turnix maculosa), puyuh mahkota (Rollulus roulroul), puyuh genggong jawa ( Arbo-rophila javanica), genggong biasa (

Ar-borophila orientalis), blue breasted quail (Coturnix chinensis), dan puyuh jepang (Coturnix coturnix japonica).

Aditif merupakan bahan atau kombinasi bahan yang ditambahkan da-lam pakan atau minum dengan jumlah sedikit yangbertujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu, misalnya mening-katkan kecernaan, memacu pertumbu-han atau konsumsi (Yosi dan Sanadi, 2014). Pemberian aditif cair dapat dila-kukan melalui beberapa cara yaitu di-campur dengan air minum, diberikan langsung, maupun ditambahkan keda-lam dakeda-lam ransum ternak (Kusnadi, 2006).

(2)

81 Berdasarkan pentingnya aditif

be-rupa vitamin B komplek dan C pada puyuh, buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) berpotensi dijadikan salah satu sumber alternatif aditif alami di-mana setiap 100 g daging buahnya ter-dapat protein 0,160,23 (g); lemak 0,21-0,61 (g); serat 0,70,9 (g); vitamin B1 0,28-0,30 (mg); vitamin B2 0,043-0,045 (mg); dan vitamin C 8±9 (mg) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian aditif cair buah naga merah (Hylocereus po-lyrhizus) terhadap kecernaan proein, energi metabolis dan produksi telur bu-rung puyuh.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Desember 2015 di kandang non ruminansia Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan, Jurusan Peternakan, Fakultas

Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang.

Materi yang digunakan dalam penelitian adalah puyuh betina sebanyak 200 ekor berumur 1 minggu (7 hari) dengan BB 13,61 ±0,49 g yang diperoleh dari Salma Poultry Shop di Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Ransum yang digunakan tersusun dari beberapa bahan pakan yang terdiri dari bekatul, jagung kuning, konsentrat komersil CP 124, tepung ikan, bungkil kedelai dan top mix. Ransum tersusun berdasarkan kandungan energi metabolis ± 3000 kkal/kg dan protein kasar ± 20%. Kandungan nutrisi bahan penyusun ransum dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan komposisi dan kandungan nutrisi ransum disajikan pada Tabel 2.Aditif cair yang diberikan adalah buah naga merah (Hylocereus polyrhizus). Materi lain yang digunakan adalah vaksin ND, gumboro, vitamin dan desinfektan.

Tabel 1. Kandungan nutrisi bahan penyusun ransum

Bahan Pakan EM PK LK SK Abu

--- kkal/kg --- --- % --- Jagung kuning 3.343,50 8,90 0,95 0,11 1,49 Bekatul 2.286,70 9,50 5,20 15,86 7,70 Bungkil kedelai 3.341,70 44,62 1,11 4,40 5,80 Konsentrat CP 124 2.755,60 30,50 3,51 7,50 20,02 Tepung ikan 3.434,80 41,49 0,20 0,30 8,20

Keterangan : Hasil analisis proksimat Laboratorium Balai Pengkajian Teknologi Perta-nian Jawa Tengah, Ungaran (2015).

Peralatan yang digunakan adalah timbangan digital untuk menimbang pakan, sisa pakan dan bobot badan puyuh, timbangan gantung untuk me-nimbang ransum, tempat pakan, tempat minum, tirai untuk menutupi sisi luar kandang, termometer suhu untuk men-gukur suhu, brooder, blender, gelas

ukur, rangkaian lampu, kipas angin, alat tulis dan peralatan kebersihan kandang. Kandang yang digunakan adalah kan-dang battery berukuran 90x60x30 cm3 berjumlah 20 petak. Setiap petak kan-dang diisi 10 ekor burung puyuh.

(3)

82 Tabel 2. Komposisi ransum dan kandungan nutrisi ransum penelitian

Komposisi bahan pakan Ransum layer

---%--- Jagung kuning 48,00 Bekatul 8,00 Bungkil kedelai 6,00 Konsentrat CP 124 Tepung ikan 30,00 7,00 Premix 1,00 Total 100

Kandungan nutrisi ransum

Protein kasar (%) * 19,76

Energi metabolis (kkal/kg)** 3012

Serat kasar (%)* 3,86 Lemak kasar (%)* 2,00 Abu (%) * 8,25 Kadar kalsium (%)** Kadar fosfor (%)** 3,63 1,95 Keterangan :

(*)Hasil analisis proksimat Laboratorium Balai Pengkajian Teknologi PertanianJawa Tengah, Ungaran (2015).

(**) Hasil analisis Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro (2015).

Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap yang meliputi tahap persiapan, tahap penerapan perlakuan, tahap pengumpulan data serta analisis data hasil penelitian dan tahap pembuatan laporan.

Tahap persiapan penelitian

Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap persiapan adalah mempersiapkan kandang serta tempat pakan dan tempat minum, mempersiapkan bahan pakan dan menyusun ransum, mempersiapkan puyuh umur 1 minggu, mempersiapkan aditif cair buah naga merah, memasang lampu sebagai penerangan dan mempersiapkan alat-alat pendukung yang akan digunakan dalam penelitian. Persiapan kandang dilakukan dengan membersihkan kandang, melakukan pengapuran dan fumigasi kandang. Persiapan dan pembuatan aditif cair buah naga merah, kemudian membuat

aditif cair buah naga merah dengan mengupas kulit buah naga terlebih dahulu, menimbang 100 gram daging buah naga merah, memasukkan daging buah naga tersebut ke dalam blender

dan menambahkan air sebanyak 500 ml air (perbandingan 1:5), kemudian diblender sampai merata.Selanjutnya hasilnya disaring dan dimasukkan kedalam botol dan disimpan dalam lemari es.

Tahap perlakuan

Tahap perlakuan dilakukan selama 11 minggu yang dimulai pada umur 15-84 hari. Tahap perlakuan dimulai dengan penimbangan bobot badan awal burung puyuh yang sebelumnya telah dilakukan adaptasi pemberian pakan. Setelah memasuki tahap perlakuan, burung puyuh diberikan perlakuan dengan pemberian aditif cair buah naga merah sebagai tambahan air minum. Aditif cair buah

(4)

83 naga diberikan sebanyak 50 ml setiap

petak kandang dengan dosis pemberian sebanyak 5 ml per ekor. Pemberian aditif cair buah naga merah diberikan pada pagi hari pukul 10.00 WIB dan siang pada pukul 14.00 WIB pada perlakuan T1, sedangkan untuk perlakuan T2 pemberian aditif cair buah naga diberikan pada pagi hari pukul 10.00 WIB dan perlakuan T3 pemberian aditif cair buah naga diberikan dua hari satu kali pada pukul 10.00 WIB. Ransum diberikan sesuai standar pemberian ransum, sedangkan air minum diberikan secara ad libitum. Penimbangan sisa pakan dilakukan setiap hari dan penimbangan bobot badan puyuh dilakukan setiap satu minggu sekali. Pengukuran suhu dan kelembaban dilakukan pada pagi hari, siang hari dan sore hari.

Tahap pengumpulan data

Data yang diambil meliputi: (1) mencatat dan menghitung konsumsi ransum setiap hari;(2) menghitung kecernaan protein kasar dan energi metabolisme yang dilakukan dengan metode total koleksi selama 3 hari berturut-turut; serta (3) menghitung produksi telur setiap hari pada fase layer.

a. Konsumsi ransum

Konsumsi ransum dapat diketa-hui dengan melakukan penimbangan ransum yang diberikan dikurangi den-gan ransum sisa selama 24 jam yang dilakukan setiap hari selama pemeliha-raan. Pengukuran konsumsi ransum di-lakukan pada puyuh umur 51-85 hari. Cara menghitung konsumsi pakan seba-gai berikut:

Konsumsi ransum= Jumlah pemberian pakan (g) ±

sisa pakan (g).

b. Kecernaan protein kasar (KcPK)

Pengukuran kecernaan protein kasar (KcPK) dilakukan dengan metode kombinasi total koleksi dan indikator (Wahju, 2004). Total koleksi dilakukan pada puyuh umur 82-84 hari (selama 3 hari) menggunakan indikator Fe2O3

(0,5% dari ransum). Pada hari pertama pemberian ransum dan penambahan indikator dilakukan penampungan ekskreta, hari kedua pemberian ransum tanpa penambahan indikator dilakukan pengambilan ekskreta, hari ketiga dilakukan prosedur seperti hari pertama. Ekskreta basah ditimbang kemudian dijemur dibawah sinar matahari selama 2 hari untuk memperoleh berat kering udara. Selanjutnya dilakukan penghilangan kadar air sehingga diperoleh berat kering (BK) dengan cara dioven pada suhu 60oC selama 24 jam. Pengambilan sampel sebanyak 10% untuk dilakukan analisis PK. Cara

menghitung KcPK dengan

menggunakan rumus berikut: -?2-:%;= (LNKPAEJGKJOQIOEFLNKPAEJAGOGNAP=)

LNKPAEJGKJOQIOE T100%

Keterangan :

Protein konsumsi = Jumlah konsumsi pakan %BK x %PK dalam pakan

Protein ekskreta = Jumlah ekskreta %BK x %PK dalam ekskreta

PK = Protein kasar

BK = Bahan kering

c. Energi metabolis

Pengukuran energi metabolis dilakukan dengan metode kombinasi total koleksi dan indikator (Wahju, 2004). Total koleksi dilakukan pada puyuh umur 82-84 hari (selama 3 hari) menggunakan indikator Fe2O3 (0,5%

dari ransum). Pada hari pertama pemberian ransum dan penambahan indikator dilakukan penampungan ekskreta, hari kedua pemberian ransum tanpa penambahan indikator dilakukan pengambilan ekskreta, hari ketiga dilakukan prosedur seperti hari pertama. Ekskreta basah ditimbang kemudian

(5)

84 dijemur dibawah sinar matahari selama

2 hari untuk memperoleh berat kering udara. Selanjutnya dilakukan penghilangan kadar air sehingga diperoleh berat kering (BK) dengan cara dioven pada suhu 60oC selama 24 jam. Pengambilan sampel sebanyak 10% untuk dilakukan analisis EM. Cara menghitung energi metabolis dengan menggunakan rumus berikut:

#/'=)' EJP=GA )' AGOGNAP=

EJP=GA Keterangan :

AME = Energi metabolis semu (kkal/kg). GE intake = Gross energi pakan dalam konsumsi

(kkal/kg).

GE ekskreta = Gross energi dalam ekskreta (kkal/kg).

Intake = konsumsi pakan (g/bk)

d. Quail day production (QDP)

Penghitungan QDP dilakukan pada puyuh umur 43-85 hari. Cara menghitung QDP dengan menggunakan rumus berikut:

3&2:%;

= ,QIH=D PAHQNLAN D=NE (>QPEN)

,QIH=D LQUQD U=JC DE@QL (AGKN)T100%

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh pemberian aditif cair buah naga merah terhadap kecernaan protein, energi metabolis dan produksi telur dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3.Rerata konsumsi ransum, kecernaan protein kasar, energi metabolis dan produksi telur yang mendapat perlakuan aditif cair buah naga merah (Hylocereus polyrhizus)

Ulangan Perlakuan

T0 T1 T2 T3

Konsumsi ransum (g/ekor/hari) 21,30 21,59 21,06 20,16

KcPK (%) 79,05 75,25 75,88 78,48

AME (kkal/kg) 2861,70 2684,00 2688,04 2749,38

Produksi telur (%) 49,40 65,60 59,20 54,40

Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan pemberian aditif cair buah naga merah pada burung puyuh Japonica (Coturnix coturnix japonica) hari tidak berpengaruh nyata (P > 0,05) terhadap kecernaan protein, energi metabolis dan produksi telur.

Konsumsi ransum

Rata-rata konsumsi ransum bu-rung puyuh pada Tabel 3 masih berada pada kisaran normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Zahra,dkk. (2012) bahwa konsumsi pakan burung puyuh lebih dari 6 minggu sebanyak 21 g/ekor/hari.

Kandungan vitamin yang terdapat dalam buah naga diantaranya adalah vitamin B (B1, B2 dan B3) serta vitamin C. Meskipun demikian, aditif cair buah naga merah tidak

mempengaruhi peningkatan konsumsi ransum secara signifikasikan. Hal ini dikarenakan dosis pemberian aditif cair buah naga merah terhadap burung puyuh yang masih sedikit sehingga asupan vitamin C dan vitamin B dari buah naga belum berpengaruh terhadap konsumsi ransum pada burung puyuh.

Vitamin C diketahui berguna untuk menjaga ketahanan tubuh dan anti stres akibat suhu panas pada lingkungan, sehingga dengan berkurangnya cekaman panas maka ternak akan mengkonsumsi ransum lebih banyak dibandingkan pada saat ternak terkena cekaman panas dan ketahanan tubuhnya menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat Subekti (2012) yang menyatakan bahwa penambahan aditif vitamin C pada ransum dapat mengurangi cekaman panas pada ternak

(6)

85 sehingga konsumsi ransum tidak

terganggu. Tillman,dkk (1991) menyatakan bahwa vitamin C bekerja dalam meningkatkan nafsu makan dan pencernaan serta memelihara susunan syaraf agar sehat.

Kecernaan protein kasar

Rata-rata kecernaan protein kasar (KcPK) burung puyuh pada Tabel 3 masih pada kisaran normal. Sesuai dengan pendapat Anggorodi (1995) yang menyatakan bahwa kualitas ransum berdasarkan daya cerna dibagi menjadi 3 kategori, yaitu nilai kecernaan pada kisaran 50-60% adalah kualitas rendah, 60-70% kualitas sedang dan diatas 70% kualitas tinggi. Menurut Wahju (2004), protein kasar bahan pakan penyusun ransum unggas memiliki kecernaan antara 75-90%.

Kecernaan protein yang sama pada semua perlakuan diakibatkan oleh jumlah konsumsi ransum maupun konsumsi protein yang hampir sama. Selain itu, kandungan protein yang digunakan untuk menyusun ransum burung puyuh memiliki kandungan protein yang relatif sama sehingga nilai rataan KcPK juga relatif sama. Sesuai dengan pendapat Widodo,dkk. (2013) bahwa ransum yang memiliki kandungan protein rendah menyebabkan nilai kecernaan protein rendah demikian sebaliknya. Menurut Tillman,dkk. (1991), tinggi rendahnya kecernaan protein dipengaruhi oleh kandungan protein dari bahan penyusun ransum dan banyaknya protein yang masuk dalam saluran pencernaan.

Pemberian aditif cair buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) sebanyak 5 ml/ekor dengan konsentrasi vitamin C ± 0,016 ml/ekor belum mampu meningkatkan penyerapan nutrien dalam tubuh ternak terutama kecernaan protein kasar. Hal ini

dikarenakan dosis pemberian aditif cair buah naga merah yang masih sedikit sehingga asupan vitamin terutama vitamin C dalam buah naga merah belum dapat menurunkan pH saluran pencernaan burung puyuh. Hal ini

sesuai dengan pendapat

Yuliansyah,dkk. (2015) menyatakan bahwa vitamin C bersifat acidifier yang dapat menurunkan pH saluran pencernaan.

Mekanisme kerja dari acidifier

adalah memperbaiki kecernaan dengan meningkatkan aktivitas enzim, menurunkan pH saluran pencernaan dan menekan bakteri pathogen tetapi meningkatkan bakteri non pathogen dalam saluran pencernan. Usus halus pada unggas memiliki pH normal yang berbeda-beda, pada duodenum pH 5-6, jejunum pH 6,5-7 dan ileum pH 7-7,5.

Pemberian asam jeruk pada level 0,8% efektif dalam menurunkan pH ileum 5-6. Kondisi tersebut mendukung pertumbuhan Bakteri Asam Laktat (BAL) yang mampu meningkatkan proses pencernaan dan menekan pertumbuhan bakteri pathogen (Escherichia coli dan Salmonella sp.). Mekanisme kerja BAL dapat menghasilkan enzim pencernaan

amylase, protease dan lipase yang dapat meningkatkan kinerja enzim pencernaan pada saluran pencernaan sehingga dapat meningkatkan perombakan nutrien (Haryati, 2011).

Energi metabolis (EM)

Rata-rata kecernaan energi metabolis untuk masing-masing perlakuan T0, T1, T2 dan T3 sebesar 2861,70; 2684,00; 2688,04 dan 2749,38 Kkal/kg. Menurut Sugiyono (2015), energi metabolis biologis hasilnya lebih tinggi dibandingkan dengan energi metabolis pakan karena sudah mengalami proses pencernaan didalam tubuh ternak.

(7)

86 Salah satu faktor yang

mempengaruhi hasil energi metabolis adalah ransum yang diberikan memiliki kandungan energi metabolis yang relatif sama sehingga jumlah konsumsi ransum tidak berpengaruh secara signifikan. Jika ternak diberi ransum dengan kandungan nutrisi yang sama sesuai dengan kebutuhannya, maka ternak akan mengonsumsi ransum dalam jumlah yang sama sesuai dengan kebutuhannya. Menurut Wahju (2004), tingkat energi didalam ransum menentukan banyaknya ransum yang dikonsumsi, sedangkan jumlah konsumsi ransum dipengaruhi oleh temperatur lingkungan, imbangan nutrisi ransum, kesehatan dan bobot badan. Energi metabolis merupakan hasil dari gross energy yang dikurangi energi pada feses dan urin yang mengalami pembuangan panas selanjutnya menjadi energi netto yang siap digunakan untuk hidup pokok dan produksi. Tillman, dkk. (1991) menyatakan bahwa energi metabolis berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok berupa metabolisme basal, pengaturan panas tubuh, aktivitas, tujuan produksi seperti produksi telur, pembentukan jaringan, lemak dan bulu. Pemberian aditif cair buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dengan kandungan vitamin B terutama vitamin B1 belum mampu memperbaiki energi metabolis burung puyuh. Tillman,dkk. (1991) menyatakan bahwa vitamin B1 (Thiamin) memiliki peranan penting dalam metabolisme karbohidrat, metabolisme asam amino dan sintesa asam-asam lemak untuk pembentukan lemak. Tanda-tanda kekurangan vitamin B1 (Thiamin) adalah hilangnya nafsu makan, kurus, otot lemah dan pertumbuhan terganggu. Temperatur lingkungan yang tinggi menyebabkan konsumsi unggas menurun. Konsumsi energi juga menurun dan pakan yang

diberikan dengan kadar energi tinggi akan menyebabkan unggas mengalami cekaman panas sehingga kandungan energi dalam ransum harus disesuaikan dengan suhu lingkungan. Bentuk fisik pakan untuk pakan pellet memiliki karakteristik lebih padat dan konsentrasi energinya lebih tinggi dibandingkan bentuk halus sehingga kadar energi untuk ransum berbentuk halus atau remah perlu ditingkatkan. Cekaman (stress) kadar energi pada pakan perlu diturunkan untuk menghindari panas tubuh unggas yang meningkat. Ukuran tubuh unggas yang kecil memerlukan energi lebih tinggi dibandingkan unggas dengan ukuran besar karena unggas kecil lebih mudah kehilangan panas tubuh. Unggas yang memiliki bulu tebal membutuhkan energi lebih sedikit dibandingkan unggas yang berbulu tipis.

Quail Day Production (QDP)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan T1 memiliki nilai produksi lebih tinggi (65,60%) dibandingkan dengan perlakuan yang lain (T0, T2 dan T3). Hal ini disebabkan adanya kandungan vitamin C pada buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) yang berperan menjaga ketahanan tubuh dan anti stres sehingga memungkinkan puyuh dapat mengatasi kondisi stres tersebut. Hal ini terbukti jumlah konsumsi ransum, konsumsi protein dan konsumsi energi pada T1 lebih tinggi daripada perlakuan yang lainnya setelah adanya pemberian aditif cair buah naga merah yang diberikan sehari dua kali. Meningkatnya konsumsi ransum dapat mendukung meningkatnya produksi telur. Menurut Tillman,dkk. (1991), vitamin C dapat meningkatkan nafsu makan dan pencernaan serta memelihara susunan syaraf agar sehat. Subekti (2012) menambahkan bahwa kandungan vitamin C dalam buah naga

(8)

87 merah dapat menjaga kesehatan

organ-organ vital dalam tubuh, meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan dapat dijadikan sebagai zat yang menangkal radikal bebas.

Faktor yang mempengaruhi produksi telur adalah kualitas, kuantitas dan konsumsi pakan. Pakan yang dikonsumsi oleh burung puyuh akan digunakan untuk hidup pokok, pertumbuhan dan produksi, sebagian lainnya akan dikeluarkan sebagai sisa metabolisme tubuh.

KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian aditif cair buah naga merah dengan dosis 5 ml/ekor sehari dua kali, 5ml/ekor sehari satu kali dan 5 ml/ekor dua hari sekali tidak meningkatkan konsumsi ransum, kecernaan protein kasar (KcPK), energi metabolis dan produksi telur.

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, H. R. 1995. Nutrisi aneka ternak unggas. Cetakan I. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Hartono, T. 2004. Permasalahan burung puyuh dan solusinya. Penebar Swadaya, Jakarta.

Haryati, T. 2011. Probiotik dan prebiotik sebagai pakan imbuhan nonruminansia. Wartazoa. 21(3): 125-132.

Kusnadi, E. 2006. Suplementasi vitamin C sebagai penangkal cekaman panas pada ayam broiler. J.I.T.V. Vol. 11(4): 249-253. Subekti, E. 2012. Pengaruh

penamba-han vitamin C pada pakan non komersial terhadap efisiensi

pa-kan puyuh petelur. J.I.I.P. 8(1): 1-8.

Sugiharto, R. E. 2005. Meningkatkan keuntungan beternak puyuh. Agromedia Pustaka. Jakarta. Tillman, A. D., H. Hartadi, S.

Reksohadiproji, S.

Prawirokusumo dan S. Lebdosutjoko. 1991. Ilmu ma-kanan ternak dasar. Gadjah Ma-da University Press. Yogyakarta. Wahju, J. 2004. Ilmu nutrisi unggas. Cetakan V. Gadjah Mada Uni-versity Press. Yogyakarta. Widodo, A. R., H. Setiawan, Sudiyono,

Sudibya dan R. Indreswari. 2013. Kecernaan nutrien dan performan puyuh (Coturnix co-turnix japonica) jantan yang di-beri ampas tahu fermentasi da-lam ransum. Trop. Anim. Husb. 2(1):51-57.

Yosi, F dan Sanadi, S. 2014. Pemanfaa-tan asap cair sebagai bahan aditif dan implikasinya terhadap sis-tem imun dan mortalitas ayam broiler. J. Peternakan Sriwijaya, 3(2):28-34.

Yuliansyah, M. F., W. Eko, H. D. Irfan. 2015. Pengaruh penambahan sari belimbing wuluh (Averrhoa bi-limbi L.) sebagai acidifier dalam pakan terhadap kualitas internal telur ayam petelur. Jurnal Nutrisi Ternak. 1 (1):19-26.

Zahra, A. A., D. Sunarti, E. Suprijatna. 2012. Pengaruh pemberian pa-kan bebas pilih (Free choice feeding) terhadap performans produksi telur burung puyuh (Coturnix coturnix japonica). J. Anim Agri. 1(1):1-11.

Gambar

Tabel  3.Rerata  konsumsi  ransum,  kecernaan  protein  kasar, energi  metabolis  dan  produksi  telur yang mendapat perlakuan aditif cair buah naga merah (Hylocereus polyrhizus)

Referensi

Dokumen terkait

Adapun Faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih media untuk dijadikan campuran adalah kualitas dari bahan tersebut, sifat kimia atau fisiknya, tersedia di pasaran,

Penggunaan insektisida dalam bentuk campuran sering disarankan untuk menunda timbulnya resistensi hama terhadap insektisida tertentu, mengendalikan beberapa jenis

Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh akupresur pada titik pericardium 6 terhadap penurunan mual dan muntah pada pasien dyspepsia di Ruang Rawat

Berdasarkan hasil dari observasi, studi kepustakaan dan wawancara diatas dapat disimpulkan untuk Sumber Daya Manusia yang terlibat dalam pelaksanaan penanganan kawasan

Medan yang sedang melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Indeks Massa.. Tubuh dengan Tekanan Darah

Format pada group Cells dalam tab Home , kemudian pilih Default Width hingga muncul kotak dialog Standard Width , Ketik angka yang diinginkan, klik OK...  Mengubah

Setelah dilakukan analisis terhadap data hasil uji DGA trafo 2 GI Lembur Situ pada tanggal 10 Juli 2007 dengan menggunakan aplikasi analisis DGA dapat disimpulkan bahwa

Permasalahan yang dapat dijumpai pada perusahaan ini adanya karyawan yang keluar dan karyawan baru yang masuk dari perusahaan dan beberapa tahun belakangan ini