• Tidak ada hasil yang ditemukan

Disunting oleh: Dr. Drs. H. Eko Kuntarto, M.Pd, M.Comp.Eng. Modul Kuliah. Pembelajaran. Membaca, menulis, dan berhitung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Disunting oleh: Dr. Drs. H. Eko Kuntarto, M.Pd, M.Comp.Eng. Modul Kuliah. Pembelajaran. Membaca, menulis, dan berhitung"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

Dr. Drs. H. Eko Kuntarto, M.Pd, M.Comp.Eng.

Modul Kuliah

Production ONE

C

alistung

Membaca, menulis, dan berhitung

e

Pembelajaran

Program Studi PGSD FKIP Universitas Jambi

@ Di a daptasi untuk dari Buku Pedoman Pembelajaran Ca listung, Depdikbud 2013., terba tas untuk kepentingan mahasiswa. (tidak untuk dijual)

(2)

v

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

TENTANG PENYUNTING ... ii

JUDUL BUKU SUMBER ... iii

KATA PENGANTAR ... iv DAFTAR ISI... v BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Pengantar ... 1 B. Landasan Filosofi... 2 C. Landasan Yuridis... 3

D. Kompetensi Dasar Membaca, Menulis, dan Berhitung dalam Kurikulum 2013 ... 3

E. Pengembangan Kemampuan Membaca, Menulis, dan Berhitung dalam Kurikulum 2013 ... 4

F. Ruang Lingkup ... 5

BAB II PEMBELAJARAN MEMBACA PERMULAAN... 7

A. Pengertian Membaca Permulaan ... 7

B. Tujuan Membaca Permulaan ... 8

C. Tahapan Perkembanga Membaca Permulaan ... 9

D. Langkah Membaca Permulaan ... 11

E. Materi Membaca Permulaan ... 13

F. Tahap Membaca Permulaan... 16

G. Strategi Membaca Permulaan... 23

H. Pembelajaran Membaca Permulaan dengan Metode Saintifik ... 38

I. Media Pembelajaran Membaca Permulaan... 40

J. Evaluasi Pembelajaran Membaca Permulaan... 42

BAB III PEMBELAJARAN MENULIS PERMULAAN... 45

A. Pengertian Menulis Permulaan ... 45

B. Tujuan Menulis Permulaan ... 46

C. Tahapan Perkembangan Menulis Permulaan ... 47

D. Materi Pembelajaran Menulis Permulaan ... 47

E. Langkah-langkah Menulis Permulaan ... 50

F. Tahapan Menulis Permulaan... 52

G. Strategi Pembelajaran Menulis Permulaan... 63

H. Pembelajaran Menulis Permulaan dengan Pendekatan Saintifik . 65 BAB IV BERHITUNG ... 67

A. Pengertian Konsep Operasi Hitung Dasar dalam Metematika... 67

B. Operasi Hitung Dasar ... 68

(3)

vi

D. Penggunaan Media dalam Pengajaran Matematika Kelas Rendah 73

E. Fungsi dan Peran Media Pembelajaran ... 74

F. Prinsip-prinsip Penggunaan Media dalam Pembelajaran ... 75

G. Kriteria Pemilihan Alat Peraga ... 76

H. Operasi Bilangan ... 91

BAB V IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN CALISTUNG DI SD KELAS RENDAH ... 107

A. Konsep Pembelajaran Tematik Terpadu ... 107

B. Perencanaan Pembelajaran Calistung... 110

C. Contoh RPP Pembelajaran Calistung... 114

D. Pelaksanaan Pembelajaran Calistung... 114

BAB VI PENUTUP ... 119

DAFTAR PUSTAKA... 120

(4)

ii

KATA PENGANTAR

DEKAN FKIP UNIVERSITAS JAMBI

Dalam beberapa tahun terakhir kesadaran masyarakat dan praktisi pendidikan terhadap pentingnya keterampilan membaca, menulis, dan berhitung (calistung) pada anak-anak usia sekolah dasar semakin meningkat. Keterampilan calistung dipandang sebagai “pembuka dunia”. Dengan menguasai keterampilan calistung yang memadai, siswa sekolah dasar tidak akan mengalami kesulitan untuk mempelajari bidang studi lainnya di kelas-kelas yang lebih tinggi.

Perbedaan definisi belajar menjadi pangkal persoalan dalam mempelajari apapun, termasuk belajar calistung. Selama bertahun-tahun belajar telah menjadi istilah yang mewakili kegiatan yang begitu serius, menguras pikiran dan konsentrasi. Karena itu, permainan dan nyanyian tidak dikatakan belajar walaupun mungkin isi permainan dan nyanyian adalah ilmu pengetahuan. Belajar membaca, menulis, berhitung, dan bahkan sains melalui kegiatan bermain dan bernyanyi kini tidak lagi perlu dihindari karena banyak penelitian membuktikan metode pembelajaran melalui permainan menjadi salah satu metode yang efektif dalam pembelajaran, khususnya di sekolah dasar kelas rendah.

Persoalan terpenting yang perlu diperhatikan oleh guru adalah strategi merekonstruksi cara belajar calistung sehingga anak-anak menganggap kegiatan belajar mereka tak ubahnya seperti bermain dan bahkan memang berbentuk sebuah permainan yang akan memberi kesan yang mendalam pada diri anak. Di samping itu perlu disadari, jika calistung diajarkan seperti halnya orang dewasa belajar, besar kemungkinan akan berakibat fatal. Anak-anak bisa kehilangan gairah belajarnya karena menganggap pelajaran itu sangat sulit dan tidak menyenangkan. Pembelajaran calistung bisa membaur dengan kegiatan lainnya yang dirancang dalam kurikulum SD kelas rendah tanpa harus membuat anak-anak terbebani. Adakalanya tidak diperlukan waktu ataupun momentum khusus untuk mengajarkan calistung. Anak-anak bisa belajar membaca lewat poster-poster bergambar yang ditempel di dinding kelas. Setiap satu atau dua minggu, gambar-gambar diganti dengan yang baru, dan tentu akan muncul lagi kata-kata baru bersamaan dengan perjalanan waktu. Dalam waktu satu atau dua tahun, anak-anak bisa membaca tanpa guru yang merasa stres untuk mengajari mereka menghafal huruf atau mengeja.

Demikian halnya dengan pelajaran berhitung. Mengenalkan kuantitas benda adalah dasar-dasar matematika yang lebih penting daripada menghafal angka-angka, dan hal itu sangat mudah diajarkan pada anak usia dini. Poster berbagai benda berikut lambang bilangan yang mewakilinya bisa kita tempel di dinding kelas. Sambil bernyanyi, guru bisa mengajak anak-anak berkeliling kelas untuk membaca dan melihat bilangan.

(5)

ii

Buku Pembelajaran Calistung ini berusaha mengembangkan kemampuan para pendidik untuk mengajar calistung secara menyenangkan dengan pendekatan bermain. Pendekatan filosofis masa kini memandang bukan pelajarannya saja yang harus dipersoalkan, tetapi bagaimana cara guru menyajikannya juga harus mendapat perhatian.

Jambi, 28 Oktober 2013 Dekan FKIP Universitas Jambi

Prof. Dr. M. Rusdi, S.Pd, M.Sc NIP. 19701231 199403 1 005

(6)

1

PENDAHULUAN

A.

Pengantar

Indonesia adalah sebuah negara yang tingkat kebhinekaannya sangat tinggi.Tujuan Pendidikan Nasional untuk mencerdaskan bangsa, melalui pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Mulai tahun pelajaran 2013/2014, Pemerintah telah memberlakukan kurikulum baru yang disebut dengan Kurikulum 2013.Implementasi kurikulum tersebut diatur dalam Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013. Lampiran IV Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013 mengamanatkan kepada Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar sebagai Direktorat Teknis untuk menyusun panduan teknis sebagai petunjuk operasional dalam pelaksanaan pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual, efektif, efisien, dan bermakna.

Dalam kehidupan sehari-hari, kemampuan membaca, menulis, dan berhitung sangat diperlukan. Berkaitan dengan pembelajaran di SD, sebagian peserta didik masuk SD sesudah mengikuti TK dan sebagian tidak pernah masuk TK. Implementasi Kurikulum 2013 menggunakan buku “babon” yang

sama yang disusun oleh Kemdikbud. Sementara itu, implementasi Kurikulum SD 2013 termasuk buku pelajaran yang digunakan belum mempertimbangkan secara khusus perbedaan tersebut. Agar implementasi kurikulum berjalan dengan baik dan sesuai dengan prinsip penyelenggaraan pendidikan sebagaimana diamanatkan oleh UU Sisdiknas 2003, perlu penguatan keterampilan membaca, menulis, dan berhitung dalam pembelajaran di SD.

(7)

2 Keberhasilan implementasi Kurikulum 2013 SD dalam kegiatan pembel-ajaran di kelas-kelas sekolah dasar sesuai yang diharapkan pemerintah dan masyarakat, sangat ditentukan oleh kondisi dan situasi peserta didik. Faktor lain yang juga mempengaruhi keberhasilan implementasi kurikulum ialah pemahaman para pemangku kepentingan, utamanya guru. Kondisi geografis, jumlah sekolah dasar, jumlah guru Indonesia yang sangat besar menyisakan masalah dalam memberikan sosialisasi dan pelatihan serta pendampingan pada pemahaman kurikulum secara utuh.Pendampingan dan pelatihan memerlukan pedoman teknis penguatan pembelajaran membaca, menulis, dan berhitung di SD.

B.

Landasan Filosofis

Kurikulum 2013 dikembangkan dengan memperhatikan pandangan filsafat eksistensialisme dan romantik naturalisme. Pandangan filsafat ini memberikan arahan bahwa setiap individu peserta didik adalah unik, memiliki kebutuhan belajar yang unik, serta perlu mendapatkan perhatian secara individual. Kondisi dan situasi peserta didik SD di Indonesia sangat beraneka ragam. Perbedaan-perbedaan yang ada, khususnya perbedaan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung yang disebabkan oleh latar belakang pendidikan adalah perbedaan yang harus memperoleh perhatian.Perbedaan itu menyebabkan mereka memiliki kebutuhan belajar yang berbeda. Buku pelajaran yang sama bagi seluruh peserta didik di SD belum dapat mengakomodasi perbedaan tersebut. Agar supaya kemampuan membaca, menulis, dan berhitung dimiliki oleh semua peserta didik dengan baik, maka perlu penguatan pembelajaran tersebut.Penguatan tersebut dengan melaksanakan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan masing- masing peserta didik.

Kemampuan membaca dan menulis adalah bagian dari kemampuan berbahasa. Bahasa adalah sarana untuk memperoleh ilmu dan sekaligus bagian dari budaya, serta sarana bekomunikasi. Batas bahasa adalah batas dunia.

(8)

3 Berhitung merupakan landasan utama aritmetika dan aritmetika merupakan mendasai semua cabang matematika.Matematika adalah srana berpikir ilmiah. Jadi kemampuan membaca, menulis, dan berhitung merupakan kemampuan yang strategis untuk pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

C.

Landasan Yuridis

Tujuan Pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 4 Ayat 5 menegaskan bahwa pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat. Amanat undang-undang ini merupakan landasan yuridis perlunya penguatan keterampilan

membaca, menulis, dan berhitung dalam pembelajaran di SD.Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013 (Lampiran IV) merupakan landasan yuridis bagi penyusunan “Panduan Teknis Pembelajaran Membaca, Menulis, dan Ber-hitung di Sekolah Dasar dalam Konteks Kurikulum 2013”.

Panduan ini disusun melalui pengkajian terhadap kompetensi dasar yang telah dirumuskan, buku siswa, buku guru, dan standar proses.Pengkajian dilakukan dalam rangka penguatan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung.

D.

Kompetensi Dasar Membaca, Menulis, dan Berhitung dalam

Kurikulum Sekolah Dasar 2013

Sesuai UU Sisdiknas 2003 Pasal 4 ayat 5 tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan, Kurikulum 2013 telah memuat kompetensi-kompetensi yang sesuai dengan pengembangan budaya membaca, menulis, dan berhitung. Kompetensi dasar yang berkaitan dengan kemampuan berhitung rumusannya

(9)

4 untuk Kelas I ialah” Menaksir hasil perhitungan dengan strategi pembulatan satuan, pembulatan puluhan, dan pembulatan ratusan”, untuk Kelas II ialah “Mengurai sebuah bilangan asli sampai dengan 500 sebagai hasil penjumlahan, pengurangan, perkalian atau pembagian dua buah bilangan asli lainnya dengan berbagai kemungkinan jawaban”, dan untuk Kelas III ialah “Mengenal pecahan dan bilangan desimal, serta dapat melakukan penambahan dan pengurangan pecahan berpenyebut sama”. Namun demikian, buku ajar yang sudah ada belum menjamin terwujudnya kemampuan berhitung yang memadai.

Adapun dalam kompetensi dasar Kurikulum 2013 mata pelajaran bahasa Indonesia aspek membaca dan menulis, terutama membaca dan menulis per-mulaan belum tergambarkan. KD-KD aspek pengetahuan dan keterampilan

yang ada sudah mengganggap siswa kelas I sudah mampu membaca dan menulis. Hal itu dapat dilihat dari pernyataan di dalam KD yang diawali dengan mengenal teks deskriptif, mengenal teks petunjuk, mengenal teks cerita, dan seterusnya serta buku teks yang diawali dengan wacana yang cukup panjang. Oleh karena itu diperlukan tambahan pembelajaran yang mem-fasilitasi anak untuk memperoleh keterampilan dasar membaca dan menulis permulaan.

E.

Pengembangan Kemampuan Membaca, Menulis, dan

Berhitung dalam Kurikulum SD 2013

Berdasarkan pada Permendikbud Nomor 67 Tahun 2013 tentang Ke-rangka dasar dan Struktur Kurikulum SD dinyatakan bahwa pelaksanaan Ku-rikulum 2013 dilakukan melalui pembelajaran dengan pendekatan tematik-terpadu. Pengertian Tematik Terpadu dapat terpadu antarmatapelajaran dapat pula terpadu dalam satu matapelajaran.Kenyataan menunjukkan bahwa tidak semua materi yang mendukung suatu kompetensi dalam matematika dapat dengan mudah diintegrasikan dalam suatu tema yang mengintegrasikan beberapa matapelajaran. Setiap tema dalam buku ajar untuk SD Kelas I memadukan berbagai matapelajaran, termasuk bahasa Indonesia dan matematika. Kajian teoretis terhadap buku ajar untuk SD Kelas I memberi

(10)

5 kesimpulan bahwa keterampilan membaca, menulis, dan berhitung tidak akan tumbuh secara maksimal. Hal ini akan terjadi juga pada kelas II dan III, mengingat bahwa di kelas-kelas tersebut sudah ditetapkan seluruh tema dan sudah dilengkapi seluruh kompetensi dasar. Ini berarti bahwa pembentukan keterampilan membaca, menulis, danberhitung di kelas-kelas tersebut juga tidak maksimal. Oleh karena itu, agar implementasi Kurikulum 2013 dapat menumbuhkan keterampilan membaca, menulis, dan berhitung secara maksimal perlu adanya penguatan. Penguatan tersebut diwujudkan dalam panduan yang operasional berbasis pendekatan saintifik dan bimbingan teknik.Penguatan ini juga sangat diperlukan karena perbedaan yang kadang-kadang sangat tajam antarpeserta didik karena kemampuan awal mereka yang tidak sama. Peserta didik kelas 1 SD tidak semuanya berasal dari Taman Kanak-kanak (TK), bahkan sebagian besar peserta didik kelas 1 tidak berasal dari Taman Kanak-kanak.Selain itu, latar belakang mereka yang berbeda-bedalingkungan, budaya, dan sebagainya.Hal inilah yang mendorong Direktorat Pembinaan SD melakukan kegiatan penyusunan panduan teknis pembejaran Calistung dan melakukan pembinaan Teknis bagi guru-guru, kepala sekolah, pengawas, dan para pemangku pendidikan.

F.

Ruang Lingkup

Panduan ini diperuntukan bagi guru SD kelas rendah, kelas 1, 2, dan 3.Penggunaannya disesuaikan dengan kondisi peserta didiknya. Contoh, bagi SD yang peserta didiknya mengalami pendidikan di TK mungkin hanya menekankan pada pemahaman konsep yang dibangun melalui pendekatan saintifik, sedangkan bagi SD yang peserta didiknya tidak mengalami

pendidikan di TK, mereka dimungkinkan memiliki pemahaman konsep juga penekanan keterampilan membaca, menulis, danberhitung dengan memperbanyak latihan.Dalam buku ini diberikan beberapa contoh pembelajaran calistung dengan pendekatan saintifik, yang dimulai dari contoh-contoh RPP tematik.

(11)

7

PEMBELAJARAN MEMBACA PERMULAAN

A.Pengertian Membaca Permulaan

Membaca merupakan keterampilan dasar yang harus dimiliki setiap manusia. Keterampilan ini tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Karena itu, keterampilan membaca merupakan keterampilan dasar yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Keterampilan ini menjadi sarana untuk menangkap informasi yang ada di tulisan. Keterampilan ini disebut sebagai keterampilan berbahasa reseptif. Disebut reseptif karena dengan membaca seseorang akan memperoleh informasi, ilmu, pengetahuan, dan pengalaman-pengalaman baru. Semua yang diperoleh dari kegiatan membaca akan memungkinkan orang tersebut mampu mempertinggi daya pikirnya, mempertajam pandangannya, dan memperluas wawasannya. Pada setiap manusia, kepemilikan keterampilan dasar ini diawali dari keterampilan membaca permulaan dan dilanjutkan membaca lanjut.

Membaca permulaan merupakan program pembelajaran yang diorientasikan kepada kemampuan membaca permulaan di kelas-kelas awal pada saat anak-anak mulai memasuki bangku sekolah. Pada tahap awal anak memasuki bangku sekolah di kelas 1 sekolah dasar, membaca permulaan merupakan menu utama.

Mengapa disebut permulaan, dan apa sasarannya? Peralihan dari masa bermain di TK (bagi anak-anak yang mengalaminya) atau dari lingkungan rumah (bagi anak yang tidak menjalani masa di TK) ke dunia sekolah merupakan hal baru bagi anak. Hal pertama yang diajarkan kepada anak pada awal-awal masa persekolahan itu adalah kemampuan membaca awal (permulaan), sehingga

(12)

8

dinamakan membaca permulaan. Kemampuan ini akan menjadi landasan dasar bagi pemerolehan pengetahuan bidang-bidang ilmu lainnya di sekolah.

Kemampuan membaca permulaan lebih diorientasikan pada kemampuan membaca tingkat dasar, yakni kemampuan melek huruf. Maksudnya, anak-anak dapat mengubah dan melafalkan lambang-lambang tertulis menjadi bunyi-bunyi bermakna. Pada tahap ini sangat dimungkinkan anak-anak dapat melafalkan huruf-huruf yang dibacanya tanpa diikuti oleh pemahaman terhadap makna lambang bunyi tersebut. Kemampuan melek huruf ini selanjutnya dibina dan ditingkatkan menuju pemilikan kemampuan membaca tingkat lanjut, yakni

melek wacana. Yang dimaksud dengan melek wacana adalah kemampuan membaca yang sesungguhnya, yakni kemampuan mengubah lambang-lambang tulis menjadi bunyi-bunyi bermakna disertai pemahaman akan makna lambang-lambang tersebut. Dengan bekal kemampuan melek wacana inilah kemudian anak dipahamkan dengan berbagai informasi dan pengetahuan dari berbagai media cetak yang dapat diakses sendiri.

B.Tujuan Membaca Permulaan

Tujuan pembelajaran membaca permulaan pada dasarnya ialah memberi bekal pengetahuan dan keterampilan kepada siswa untuk mengenalkan tentang teknik-teknik membaca permulaan dan mengenalkan menangkap isi bacaan dengan baik (Slamet 2007:77). Secara rinci pembelajaran pengenalan membaca permulaan bertujuan sebagai berikut.

1. Memupuk dan mengembangkan kemampuan anak-anak untuk memahami dan mengenalkan cara membaca dengan benar.

2. Melatih dan mengembangkan kemampuan anak untuk mengenal huruf-huruf. 3. Melatih dan mengembangkan kemampuan anak untuk mengubah tulisan

menjadi bunyi bahasa.

4. Memperkenalkan dan melatih anak mampu membaca sesuai dengan teknik-teknik tertentu.

(13)

9

5. Melatih keterampilan anak untuk memahami kata-kata yang dibaca, didengar, dan mengingatnya dengan baik.

6. Melatih keterampilan anak untuk dapat menetapkan arti tertentu dari sebuah kata dalam suatu konteks.

C.Tahapan Perkembangan Kemampuan Membaca

Perkembangan kemampuan membaca pada anak berlangsung dalam beberapa tahap sebagai berikut (Depdikbud 2007:4).

1. Tahap Fantasi (Magical Stage)

Pada tahap ini, anak mulai belajar menggunakan buku. Anak berpikir bahwa buku itu penting. Pada tahap ini, tanda yang muncul pada anak adalah anak suka membolak-balikkan buku dan kadang-kadang anak membawa buku kesukaannya.

Karena itu, hal yang dapat dilakukan oleh orang tua atau guru adalah menyediakan, menyiapkan, menunjukkan model atau contoh buku-buku. Setelah itu, orang tua atau guru membiasakan membacakan buku atau cerita pada anak dan membicarakan buku pada anak.

2. Tahap Pembentukan Konsep Diri (Self Concept Stage)

Pada tahap ini, anak memandang dirinya sebagai pembaca dan mulai melibatkan diri dalam kegiatan membaca, pura-pura membaca buku, memberi makna pada gambar atau pengalaman sebelumnya dengan buku, menggunakan bahasa buku meskipun tidak cocok dengan tulisan.

Pada tahap kedua ini, orang tua atau guru harus memberikan rangsangan dengan membacakan sesuatu kepada anak. Orang tua atau guru hendaknya memberikan akses pada buku-buku yang diketahui anak-anak, melibatkan anak membaca buku.

3. Tahap Membaca Gambar (Bridging Reading Stage)

Pada tahap ini, anak menjadi sadar akan gambar yang tampak serta dapat menemukan kata yang sudah dikenal sesuai gambar, dapat mengungkapkan kata-kata yang memiliki makna dengan dirinya, dapat mengulang kembali isi gambar.

(14)

10 Pada tahap ini pula, orang tua atau guru banyak memberikan buku bergambar yang disertai huruf dan kata kepada anak-anak, membacakan buku bergambar tersebut kepada anak.

4. Tahap Pengenalan Bacaan (Take-off Reader Stage)

Pada tahap ini, anak mulai menggunakan tiga sistem isyarat (graphoponic, semantic, dan syntactic) secara bersama-sama. Anak tertarik pada bacaan, mulai mengingat kembali cetakan pada konteksnya, berusaha mengenal tanda-tanda pada lingkungan serta membaca berbagai tanda, seperti kotak susu, pasta gigi, atau papan iklan.

Pada tahap ini, orang tua dan guru masih tetap membacakan sesuatu untuk anak-anak sehingga mendorong anak membaca sesuatu pada berbagai situasi. Orang tua dan guru jangan memaksa anak membaca huruf secara sempurna.

5. Tahap Membaca Lancar (Independent Reader Stage)

Pada tahap ini, anak dapat membaca berbagai jenis buku yang berbeda secara bebas. Menyusun pengertian dari tanda, pengalaman dan isyarat yang dikenalnya, dapat membuat perkiraan bahan-bahan bacaan. Bahan-bahan yang berhubungan secara langsung dengan pengalaman anak semakin mudah dibaca.

Pada tahap ini, orang tua dan guru masih tetap membacakan berbagai jenis buku pada anak-anak. Tindakan ini akan mendorong agar dapat memperbaiki bacaannya. Membantu menyeleksi bahan-bahan bacaan yang sesuai serta membelajarkan cerita yang berstruktur.

Untukmemberikan rangsangan positif terhadap munculnya berbagai potensi keberbahasaan anak di atas, permainan dan berbagai alatnya memegang peranan penting. Lingkungan, termasuk di dalamnya peranan orang tua dan guru, seharusnya menciptakan berbagai aktivitas bermain sederhana yang memberikan arah dan bimbingan agar berbagai potensi yang tampak akan tumbuh berkembang secara optimal.

(15)

11

Perkembangan kemampuan membaca biasanya beriringan dengan kemampuan menulis yang banyak terkait dengan perkembangan motorik anak.

D.Langkah Membaca Permulaan

Hernowo (2003) dalam bukunya Quantum Reading: Cara Cepat nan Bermanfaat untuk Merangsang Munculnya Potensi Membaca yang diterbitkan oleh MLC, Bandung mengemukakan 6 langkah membaca sebagai berikut. 1. Langkah pertama: menunjukkan buku berwarna cerah kepada anak.

Memperkenalkan buku berwarna cerah dapat menarik perhatian anak sehingga nantinya ketika besar menyukai kegiatan membaca adalah menunjukkan buku berwarna cerah kepada anak sejak pertama kali membawa anak ke rumah. Setelah itu, bacakanlah cerita setiap hari mengenai apa yang ingin disampaikan oleh buku itu. Langkah pertama ini diajurkan oleh Dorothy Butler yang menulis buku Babies Need Books terbitan Penguin Books. 2. Langkah kedua: mengaitkan apa saja yang diperoleh indera. Untuk

mengenalkan kegiatan membaca kepada anak yang masih kecil adalah mengaitka apa saja yang diperoleh indera. Jika bayi bias melihat, menyentuh, merasakannya, serta mendengarkan dan melihat kata, dia pun akan bias belajar mengatakan dan membacanya. Jadi, hubungkan membaca dengan semua indera. Contoh yang bisa dilakukan misalnya, berikanlah sebuah apel kepada anak lalu mintalah anak menyentuh, memegang, membuai, dan memakannya. Setelah itu, namai suara yang keras dengan menyebut APEL. Anak akan merekam semua itu. Dia telah mulai belajar membaca. Langkah ini berasal dari Gordon Dryden saat melakukan presentasi lewat slide tentang

The Learning Revolution untuk Konferensi World Book International Achievers, Barcelona, Spanyol, Agustus 1996.

3. Langkah ketiga: membantu menamai benda yang bisa anak lihat.

Contoh yang bisa dilakukan pada langkah ketiga ini, misalnya, dalam kelompok (1), dapat berkaitan dengan tubuhnya: hidung, jari kaki, mata,dan

(16)

12

telinga. Untuk kelompok (2) dapat berupa benda-benda di sekeliling dirinya: bak mandi, tempat tidur, piring, dan sepatu. Langkah ini diambil dari buku

Teach Your Baby to Read Kit karya Glenn Doman, terbitan Better Baby Institute, Philadelphia, PA, di Amerika Serikat. Kata-kata sejenis terdapat di

FUNdamentals, terbitan Accelereted Learning System, Ltd., Inggris.

4. Langkah keempat: memberikan nama kepada apa saja yang dapat dilakukan oleh anak. Contoh yang dapat dilakukan misalnya, berjalan, berlari, berguling, lambat, duduk, menari, berbicara, tenang. Kata-kata ini terdapat di

FUNdamentals, terbitan Accelereted Learning System, Ltd., Inggris. Program ini menggunakan kartu berhuruf biru besar, untuk kata kerja dan kata keterangan awal.

5. Langkah kelima: bermain permainan fonetik.

Untuk mengenalkan kegiatan membaca kepada anak adalah dengan bermain permainan fonetik. Contoh yang dapat dilakukan misalnya, Anda dapat menciptakan sendiri untuk perbagai bahasa. Anak akan senang bermain-main dengan kata-kata yang memiliki kesamaan bunyi.

MENDASAR

batu

saku

Putra

satu

laku

Sutra

catu

paku

latu

daku

Ini berasal dari Gordon Dryden dan Colin Rose, Fundamentals, terbitan Accelereted Learning System, Ltd., Inggris. Program ini menggunakan dua kelompok kartu Phonic Fun. Pertama, untuk huruf vocal “pendek” sederhana,

dan lainnya untuk “kombinasi” seperti “ai”. Kartu ini bisa digunakan untuk

Phonic Fun Snap atau permainan papan (board game) yang ditulis di atas. 6. Langkah keenam: bermain menggunakan kata kunci.

(17)

13

Langkah ini berasal dari Gordon Dryden dan Colin Rose, FUNdamentals, terbitan Accelereted Learning System, Ltd., Inggris. Program ini menggunakan 450 kata bahasa Inggris yang paling sering digunakan dan 3 set kartu Key Word Bingo. Seorang dewasa atau anak yang lebih besar menunjukkan satu kata tebal dan anak-anak yang lebih muda mencoba menemukan pasangan kata di kartu mereka. Anak pertama yang bisa menyelesaikan satu baris mendatar atau menurut, dialah pemenang permainan.

MENDASAR

ani ami Bani bami cukur dapur Fatur galur gatra harta Jantra mantra pantas tuntas Variasi yakin E.Materi Pembelajaran Membaca Permulaan

Materi pembelajaran membaca permulaan secara garis besar dapat dirincikan sebagai berikut.

No. Kelas/

Semester Cakupan Materi Deskripsi Materi

1 Kelas I/1 Persiapan (Pramembaca)

1. Sikap duduk yang baik 2. Cara meletakkan atau

menem-patkan buku di meja 3. Cara memegang buku

4. Cara membalik halaman buku yang tepat

5. Melihat/memperhatikan gambar atau tulisan

(18)

14

No. Kelas/

Semester Cakupan Materi Deskripsi Materi

Sesudah Pramembaca

Pengenalan (1) lafal atau ucapan kata (menirukan guru); (2) intonasi kata dan intonasi kalimat (lagu kalimat sederhana), huruf-huruf yang banyak digunakan dalam kata dan kalimat sederhana yang sudah dikenal anak; (3) kata-kata baru yang bermakna (menggunakan huruf-huruf yang sudah dikenal). Huruf-huruf di-perkenalkan secara bertahap.

1. Tahap pertama, dikenalkan sampai dengan 14 huruf. Ke-14 huruf tersebut sebagai berikut. a. a, i, m, dan n b. u, b, dan l c. e, t, dan p d. o dan d e. k dan s

2. Tahap kedua, diperkenalkan la-fal dan intonasi yang sudah di-kenal dan kata baru. Huruf yang diperkenalkan 10 sampai 27 huruf.

(19)

15

No. Kelas/

Semester Cakupan Materi Deskripsi Materi a. h, r, j, g, dan y b. q, z, x, v, dan kh

c. Materi puisi yang sesuai de-ngan tingkat kemampuan dan tingkat usia siswa

2 Kelas I/2 Kalimat Sederhana

Membaca kalimat-kalimat seder-hana untuk dipahami isinya.

Teks Pendek Bacaan kurang dari 10 kalimat (dibaca dengan lafal dan intonasi yang wajar).

Membaca huruf kapital

Membaca huruf capital pada awal kata orang, Tuhan, agama, kitab suci.

3 Kelas II/1

Huruf kapital pada awal kalimat

Bahan ini dapat dibuat oleh guru sendiri atau diambilkan dari maja-lah anak-anak atau bacaan yang lain, yang sesuai dengan tingkat kemampuan dan usia siswa.

Kalimat sederhana

Kalimat-kalimat sederhana (untuk dipahami isinya). Bahan untuk ini bisa diambilkan dari mapel-mapel lain.

(20)

16

No. Kelas/

Semester Cakupan Materi Deskripsi Materi

Teks dengan kalimat sederhana

Bacaan dengan kalimat-kalimat sederhana (menggunakan huruf capital pada awal kalimat) untuk dipahami isinya.

Teks dibaca dengan lafal dan intonasi yang tepat dan wajar

Bahan ini diambil dari bahan ajar atau dari majalah anak-anak yang ada kaitannya dengan mata pelajaran lain.

4 Kelas II/2

Cerita anak-anak Cerita anak-anak (dengan mem-perhatikan jeda yang ada di dalam bacaan)

Percakapan/dialog tentang suatu kegiatan

F.Tahapan Membaca Permulaan 1. Pramembaca

1.1Pengenalan Buku Cerita

Mengenalkan buku pada siswa kelas rendah dapat digunakan dengan berbagai cara. Hal yang paling penting adalah bagaimana agar siswa tidak takut pada buku dan selanjutnya bagaimana agar gemar terhadap buku. Ada beberapa cara agar siswa tidak takut dan bisa gemar terhadap buku, diantaranya adalah:

(21)

17

a. Memperkenalkan buku seperti memperkenalkan mainan

Selayaknya memperkenalkan makanan dan mainan, seperti itu pula kita memperkenalkan buku pada siswa. Dengan memperkenalkan buku sejak awal sebenarnya kita telah meletakkan dasar untuk menjadikan aktivitas membaca seasyik bermain dan kelak membaca akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas mereka.

Mulailah dengan memperkenalkan siswa pada buku bergambar penuh, kemudian bergeser ke buku dengan banyak gambar dan sedikit tulisan. Setelah itu bisa bergeser ke buku yang mempunyai perbandingan gambar dan tulisan seimbang kemudian ke buku dengan lebih banyak tulisan dan sedikit gambar sampai akhirnya ke buku dengan tulisan penuh. b. Siapkan buku dalam jumlah yang cukup.

c. Mengajak siswa kunjungan ke perpustakaan secara rutin.

d. Meletakkan buku tidak jauh dari tempat siswa duduk dan bermain. e. Membuat pojok bacaan di kelas.

f. Membacakan buku cerita bergambar dengan suara yang berintonasi dan mimik yang ekspresif agar siswa tertarik untuk mendengar dan menyimak sehingga mereka tertarik pula untuk melihat buku cerita tersebut.

1.2Sikap Tubuh ketika Membaca

Sikap tubuh ketika membaca selain mempengaruhi kesehatan juga dapat mempengaruhi kemampuan membaca pada siswa. Membaca dengan jarak terlalu dekat dalam jangka panjang membuat mata rusak dan membuat proses membaca tidak efektif. Sikap tubuh ketika membaca sebaiknya: 1. Posisi Duduk

Tubuh yang rileks membantu penyerapan informasi yang lebih baik. Di samping itu sekaligus meningkatkan konsentrasi dan kecepatan.

(22)

18

Duduk yang nyaman, punggung tegak, dan leher dalam kondisi rileks.

Hindari posisi yang terlalu santai dan miring ke belakang karena cenderung merangsang tubuh menjadi malas dan mengirim sinyal untuk membaca dengan santai. Tempatkan buku di atas meja persis seperti ketika membaca di kelas. Cara ini akan meringankan beban tangan dalam membolak-balik halaman terlebih untuk buku yang tebal dan berat.

2. Jarak antara mata dan tulisan

Jarak yang terlalu dekat akan mengurangi bidang pandang dan membuat mata bekerja lebih keras. Sedangkan jarak yang terlalu jauh membuat tulisan kurang jelas dan terlihat kabur. Jarak ideal sekitar 30 cm.

3. Kerjasama dua tangan.

Ketika kecepatan baca mulai meningkat, kecepatan dan kerjasama kedua tangan dalam memegang buku, mengarahkan mata untuk membaca tulisan, dan membolak-balik halaman menjadi penting. Secara sederhana, gunakan tangan kiri untuk membuka atau menekuk buku sehingga terbuka lebar dan mudah dibaca. Sedangkan tangan kanan berguna untuk menunjuk teks (pacing) untuk mengajak mata bergerak lebih cepat. Ketika hampir menjelang akhir halaman, tangan kanan bersiap membalik ke halaman berikutnya dan langsung membaca.

(23)

19

1.3.1Mengenal Huruf

Ada berbagai cara dalam mengenalkan huruf pada siswa, di antaranya yaitu:

a. Menyanyikan abjad A-Z dengan irama atau lagu.

b. Mengenalkan huruf vokal dan konsonan.

c. Menggunakan media gambar sesuai dengan abjad.

b c d f g h j k l

H u r u f K o n s o n a n

m n p q r s t v

w x y z

a b c d e f g

h i j k l m n o p

q r s t u

v w x y

dan

z

Sekarang aku tahu

Ayo belajar denganku

a i u e o

H u r u f V o k a l

A p e l

A

a

B

b

(24)

20

d. Mewarnai huruf yang sudah diberi garis sebelumnya sambil melafalkannya.

1.3.2 Membaca Suku Kata

Mengenalkan suku kata pada siswa kelas rendah dapat dilakukan dengan cara memasangkan huruf konsonan dengan huruf vokal.

Setelah siswa mengenal bentuk huruf, selanjutnya guru dapat mengacak suku kata di atas. Cara ini dapat membuat siswa lebih mengingat bentuk-bentuk huruf.

Untuk huruf tertentu yang mirip dan biasanya siswa sering tertukar dapat diulangi lebih intensif dengan sering memasangkannya sehingga siswa dapat menemukan sendiri perbedaan bentuk dari huruf-huruf tersebut.

1.3.3 Membaca Kata

b

a

b i b u b e b o

c

a

c i c u c e c o

(25)

21

Strategi permainan yang varitif sangat dibutuhkan dalam mengenalkan kata. Mengenalkan kata pada siswa kelas rendah dapat dilakukan dengan cara memasangkan suku kata dengan dibantu gambar.

Guru dapat memberikan variasi lainnya untuk mengenalkan berbagai kata dari suku kata yang sudah dipahami siswa.

1.3.4 Membaca Kalimat Sederhana

Mengenalkan kalimat sederhana pada siswa kelas rendah dapat dilakukan dengan menggabungkan kata yang sudah dipahami siswa. Kenalkan siswa pada kalimat sederhana yang terdiri dari dua kata terlebih dahulu.

Kenalkan siswa dengan berbagai kalimat sederhana seperti contoh di atas dengan berbagai variasi. Selanjutnya latihan dapat diulangi untuk

i n i b

a

j u

i n i b u k u

b

a

-

j u

b

a

j u

b u

-

k u

(26)

22

kalimat sederhana tanpa bantuan gambar. Jika siswa sudah dapat menguasai kalimat sederhana yang terdiri dari dua kata sederhana, bisa bergeser ke kalimat yang terdiri dari tiga kata sederhana.

1.3.5 Membaca Teks Pendek

Mengenalkan teks pendek pada siswa kelas rendah bisa diawali dengan teks yang terdiri dari dua kalimat sederhana. Setelah latihan pelafalan berulang dan siswa sudah dapat menguasai selanjutnya bisa berlatih dengan teks yang terdiri lebih dari dua kalimat.

1.4Membaca Makna Satuan Bahasa

Dalam mengenalkan makna kata dapat diawali dengan contoh sangat sederhana dimulai dengan hal yang mereka gemari. Sebagai contoh adalah bola.

G.Strategi Pembelajaran Membaca Permulaan

1.1Pendekatan Permainan Membaca

bola

ali main bola

ali gemar sepak bola

bola warna warni

bola hijau

bola kuning

bola biru

(27)

23

Bermain adalah pekerjaan anak-anak dan ini berkontribusi kepada semua aspek perkembangan. Melalui bermain, anak-anak menstimulasi inderanya, belajar bagaimana menggunakan ototnya, mengkoordinasikan penglihatan dengan gerakan, meningkatkan kemampuan tubuhnya dan mendapatkan keterampilan baru. Melalui bermain (berpura-pura), mereka mencoba untuk bermain peran, mengatasi perasaan yang tidak nyaman, memperoleh pengertian dari pandangan orang lain, dan membangun gambaran dari dunia sosial. Siswa mengembangkan keterampilan peme-cahan masalah, mengalami kegembiraan dalam berkreativitas, dan menjadi terampil berbahasa. Oleh karena itu pembelajaran membaca akan lebih efektif apabila dilakukan dengan menggunakan pendekatan permainan.

Ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam mengajarkan membaca bagi anak usia prasekolah yaitu pendekatan informal (informal approaches) dan pendekatan terstruktur (structured approaches).

1. Pendekatan Informal (Informal Approaches)

Pendekatan ini berangkat dari asumsi dasar bahwa anak mem-punyai potensi alamiah untuk membaca. Hal ini terjadi melalui pengalaman langsung sehari-hari dan keinginan anak untuk meng-komunikasikan pikiran dan perasaannya melalui kata-kata tertulis. Pendekatan informal dapat dilakukan melalui berbagai aktivitas di antaranya:

Aktivitas pelabelan (labeling activities), pemberian nama pada berbagai barang yang ada di sekitar anak, barang-barang pribadi dan juga membuat kartu nama anak dengan berbagai bentuk yang menarik.

Cerita pengalaman (experience stories), dalam kegiatan ini anak-anak dirangsang untuk menceritakan pengalamannya masing-masing, kemudian guru menuliskan cerita tiap-tiap anak pada papan tulis atau kertas, lalu guru membaca cerita yang sudah di tulis dan menyuruh anak untuk membaca cerita yang telah ditulisnya.

(28)

24

Aktivitas permainan (play type activities), kegiatan ini dilakukan melalui berbagai permainan yang menyenangkan, misalnya :

a. Memasukkan benda-benda ke dalam botol, kemudian satu per satu benda itu diambil dan dicocokkan dengan tulisan yang merupakan nama benda tersebut.

b. Pengenalan warna, dengan cara membuat bermacam-macam bentuk dari karton atau kertas yang terdiri atas berbagai warna dan di atasnya ditulisi nama warna tersebut misalnya merah, kuning, hijau, dan lainnya.

c. Permainan mencocokkan gambar dengan tulisan, misalnya gambar mobil dicocokkan dengan tulisan mobil.

2. Pendekatan Terstruktur (Structured Approaches)

Sistem membaca terstruktur bukanlah sesuatu yang baru. Sistem ini telah diterima dan memperoleh perhatian yang cukup besar, khususnya dari para guru yang mengajar anak-anak yang mengalami kesulitan belajar. Keterampilan membaca di kembangkan melalui mesin-mesin pengajaran atau buku-buku paket yang di-rancang secara khusus. Dalam sistem ini, keterampilan membaca yang akan dipelajari dibagi dalam unit-unit atau bagian-bagian kecil yang diorganisasikan secara bertahap.

Prosedur pengajaran membaca sistem ini dimulai dari materi yang sederhana kepada yang lebih kompleks, biasanya dimulai dari pengenalan huruf-huruf kemudian kombinasi huruf-huruf baru setelah itu pengenalan kata.

1.2Strategi Pembelajaran Permainan Membaca

Dalam pembelajaran membaca permulaan guru dapat menggunakan strategi bermain dengan memanfaatkan kartu-kartu huruf. Kartu-kartu huruf tersebut digunakan sebagai media dalam permainan menemukan kata. Siswa diajak bermain dengan menyusun huruf-huruf menjadi sebuah kata yang

(29)

25

berdasarkan teka-teki atau soal-soal yang dibuat oleh guru. Titik berat latihan menyusun huruf ini adalah ketrampilan mengeja suatu kata (Rose and Roe, 1990). Menurut Mackey (dalam Rofi’uddin 2003:44) guru dapat menggunakan strategi permainan membaca, misalnya: cocokkan kartu, ucapkan kata itu, temukan kata itu, konteks ucapan, temukan kalimat itu, baca dan berbuat dan sebagainya. Pada pembelajaran permainan membaca kita dapat pula menggunakan strategi Mind Mapping.

Seorang anak dalam proses pemetaan pemikiran masih sangat membutuhkan bimbingan serta tuntunan agar dapat bekerja dengan optimal. Untuk itu metode mind mapping dapat digunakan sebagai bahan latihan karena tingkat penguasaan anak masih dalam proses berkembang dan metode mind mapping ini sangat simpel, sederhana, dan penggunaanya dapat dengan mengambil bahan-bahan di sekitar kita.

Metode ini terdapat dua macam yaitu proses berpikir lurus dan proses berpikir memencar. Dalam penggunaannya, proses berpikir lurus digunakan terlebih dahulu, bila anak dirasa sudah mampu baru dilanjutkan ke tahap proses berpikir memencar.

a. Proses berpikir lurus

Pola berpikir lurus dilakukan dengan menentukan kata atau objek, dilanjutkan dengan mencari kata yang memiliki kaitan dengan objek sebelumnya. Contoh kita pilih objek ”korek”. Lalu kita munculkan pertanyaan, ”apa yang kita ingat bila mendengar atau membaca kata korek”? Misalnya jawabannya adalah ”api”. Kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan ”apa yang terlintas dipikiran kita bila mendengar kata api”? Mungkin saja jawabannya adalah ”asap”, dan seterusnya.

Mind mapping pembelajaran membaca dapat dibuat sendiri salah satunya dengan menggunakan gambar-gambar yang mewakili berbagai suku kata, misalnya untuk memperkenalkan suku kata berawalan huruf / b / guru dapat mencari kosa kata dengan huruf awal /b/ berikut gambar bendanya. Guru dapat memulai menuliskan huruf /b/ di bagian tengah

(30)

26

(sebagai pusat). Tahapan berikutnya, tambahkan huruf vokal pada huruf /b/ sehingga pusat memiliki lima cabang yaitu ba,bi, bu, be, dan bo. Di tiap-tiap suku kata buat cabang untuk contoh katanya berikut gambarnya. Perhatikan contoh pembuatan mind mapping berikut ini.

Mind maping ini dapat pula diterapkan dengan melibatkan anak secara aktif, maksudnya kita tidak membuatkannya untuk anak namun kita mengajak anak untuk terlibat dalam proses pembuatan peta pikiran. Cara ini memiliki kelebihan tersendiri yakni merangsang imajinasi dan kreativitas anak serta mengembangkan seluruh kemampuan otak. Di samping itu, dengan mengajarkan anak membuat mind mapping, berarti kita sekaligus melangkah lebih maju dalam mempersiapkan anak menghadapi jenjang keilmuan yang lebih tinggi.

Untuk melibatkan anak secara aktif dalam membuat peta pikirannya, kita dapat menentukan satu huruf konsonan sebagai pusat peta pikiran. Sebagai contoh dalam gambar tersebut di atas kita ambil huruf konsonan “b”.

(31)

27

Selanjutnya kita siapkan cabang-cabang suku kata untuk masing-masing tambahan huruf vocal, yaitu ba, bi, bu, be, dan bo.

Kemudian kita tanyakan pada siswa benda apa saja yang dimulai dengan suku kata tersebut. Kita buatkan kembali cabang-cabang untuk masing-masing suku kata kita tuliskan kata benda yang dipilih oleh siswa lalu kita tambahkan gambarnya.

b. Berpikir Memencar

Pola berpikir memencar adalah mencari segala sesuatu yang ada hubungannya dengan tema yang diberikan, yang dalam pemetaan akan muncul sebagai cabang-cabang. Misalnya saja ”dinosaurus”. Maka apa saja yang yang terlintas dalam pikiran kita ketika mendengar kata ”dinosaurus”?

Pola pikir memencar membantu anak untuk belajar meng-hubungkan serta melihat gambaran menyeluruh tentang sebuah objek. Permainan ini cukup sederhana, dengan kartu kata dan sebuah kartu bergambar yang kemudian anda bisa meminta kepada anak untuk menemukan kata yang cocok dan sesuai pada gambar yang ada. Atau

bi-bir bintang bi-bi bebek

bo-la boneka botol beo ba-ju ba-lon ba-tu ba-ta

(32)

28

sebaliknya, anda menyebarkan beberapa kartu gambar dan sebuah kartu kata yang nantinya anak akan mencocokkan kartu kata itu dengan gambar yang sesuai. Disarankan agar permainan ini dilakukan dengan durasi 1-5 menit setiap hari agar anak tidak merasa bosan.

1.3 Metode Pembelajaran Membaca Permulaan

Untuk dapat membelajarkan membaca permulaan ada beberapa metode yang dapat dijadikan acuan antara lain sebagai berikut.

a. Metode Eja

Pembelajaran membaca permulaan dengan menggunakan metode ini diawali dengan memperkenalkan huruf-huruf secara alphabetis. Pengenalan huruf ini bisa diawali dengan menyanyi tentang huruf ( abc). Tahapan berikutnya huruf –huruf itu dihafalkan dan dilafalkan sesuai bunyi huruf tersebut dalam urutan alphabet. Sebagai contoh : a, b, c, d, e, f, g, h, i, j, k, l,m, n, o, p, dan seterusnya. Dilafalkan sebagai: (a), (be), (ce), (de),(ef), (ge), (ha), (i), (je), dan seterusnya. Tahapan berikutnya huruf-huruf dirangkaikan dengan cara mengeja, sehingga menghasilkan suku kata misalnya m-a ma ( em –a ma ) p-a pa ( dibaca pe- a pa ) dan seterusnya. Kemudian suku kata –suku kata itu dirangkaikan menjadi kata seperti berikut: ma-ma, pa-pa, da-da dan seterusnya.

Setelah siswa dapat membaca beberapa kata , maka kata tersebut dirangkai menjadi kalimat.

Dalam pelaksanaan pembelajaran membaca dengan menggunakan metode eja ada dua pendekatan cara mengeja yaitu mengeja dengan cara melafalkan huruf sesuai dengan bunyi huruf tersebut dalam urutan alfabet, seperti uraian tersebut di atas, dan cara melafalkan huruf sesuai dengan bunyi huruf tersebut, pada pelaksanaannya diawali dengan e pepet. Contohnya : b –a dilafalkan [eb] -a =[ba] atau atau d-a dilafalkan [ed] –a =[da] dan seterusnya. Cara lain lagi yaitu konsonan b dilafalkan

(33)

29

[beh], d dilafalkan [deh]. Langkah-langkah mengejanya adalah b-a=ba dilafalkan [beh]-a=[ba]

Penggunaan metode eja dalam pembelajaran membaca permulaan memiliki beberapa kelemahan. Bagi anak yang baru mulai belajar membaca , akan mengalami kesulitan dalam memahami sistem pelafalan bunyi [b] = [be] dan [a] menjadi [ba] bukan [bea].Huruf [b] dilafalkan [be] dan huruf [a] dilafalkan [a]. Kelompok huruf [b] dan [a] di eja [be]-[a] menjadi [ba], bukan [bea], seperti tampak pada pelafalan awalnya? Hal ini, tentu akan membingungkan anak. Penanaman konsep hafalan abjad dengan menirukan bunyi pelafalannya secara mandiri, terlepas dari konteksnya, menyebabkan anak mengalami kebingungan manakala menghadapi bentukan bentukan baru, seperti bentuk kata tadi.

Di samping itu, hal lain yang dipandang sebagai kelemahan penggunaan metode eja adalah dalam pelafalan diftong dan fonem-fonem rangkap, seperti [ng], [ny], [kh], [ai], [au], [oi] dan sebagainya. Sebagai contoh, kita ambil fonem [ng]. Anak-anak mengenal huruf tersebut sebagai [en] dan [ge]. Dengan demikian, mereka berkesimpulan bahwa fonem itu jika dilafalkan akan menjadi [en-ge] atau [neg] atau [nege].

b. Metode Suku Kata

Metode Suku Kata biasa juga disebut dengan metode silabi. Proses pembelajaran membaca permulaan dengan menggunakan metode suku kata diawali dengan memperkenalkan suku kata, seperti :

/ba, bi, bu, be, bo/; /ca, ci, cu, ce, co/; /da, di, du, de, do/;

/ka, ki, ku, ke, ko/, dan seterusnya.

Suku kata -suku kata tersebut, kemudian dirangkaikan menjadi kata-kata bermakna. Sebagai contoh, dari daftar suku kata tadi, guru

(34)

30

dapat membuat berbagai variasi paduan suku kata menjadi kata-kata bermakna, untuk bahan ajar membaca, misalnya:

ba – ru cu – ci da – da ka – ki bi – ru ca – ci da – ra ku – ku bi – bi ci – ci da – du ka – ku ba – ca ka – ca du – ka ku – da

Kegiatan ini dapat dilanjutkan dengan proses perangkaian kata menjadi kelompok kata atau kalimat sederhana. Contoh perangkaian kata menjadi kalimat dimaksud, seperti tampak pada contoh di bawah ini.

ka-ki ku-da ba-ca bu-ku

cu–ci ka–ki (dan sebagainya).

Proses perangkaian suku kata menjadi kata, kata menjadi kelompok kata atau kalimat sederhana, diawali dengan mengupas kata menjadi suku kata kemudian ditindaklanjuti dengan proses merangkai suku kata menjadi kata dan seterusnya , kemudian melahirkan istilah lain untuk metode ini, yakni Metode Kupas –Rangkai suku kata.

Jika kita simpulkan, langkah-langkah pembelajaran membaca permulaan dengan Metode Suku Kata adalah

(1) Tahap pertama, pengenalan suku kata-suku kata; (2) Tahap kedua, perangkaian suku kata menjadi kata;

(3) Tahap ketiga, perangkaian kata menjadi kelompok kata atau kalimat sederhana.

c. Metode Kata Lembaga

Proses pembelajaran membaca permulaan dengan menggunakan metode kata lembaga diawali dengan memperkenalkan sebuah kata

(35)

31

tertentu yang dianggap sebagai lembaganya. Kata ini, ditulis di bawah gambar yang sesuai. Contohnya di atas kata kuda ada gambar kuda, di atas kata rumah ada gambar rumah. Setelah siswa dapat membaca beberapa kata, ambillah satu kata untuk diuraikan menjadi suku kata, suku kata diuraikan menjadi huruf sampai siswa dapat membaca huruf-huruf tersebut. Selanjutnya, dilakukan proses perangkaian huruf-huruf menjadi suku kata dan suku kata menjadi kata. Dengan kata lain, hasil pengupasan tadi dikembalikan lagi ke bentuk asalnya sebagai kata lembaga (kata semula).

Contoh :

rumah

bola

bebek

rumah

bola

bebek

ru - mah

bo - la

be - bek

r u m a h

b o l a b e b e k

ru - mah

bo la be bek

rumah

bola bebek

(36)

32

Sebagian orang mengistilahkan metode ini sebagai ‟Metode Kalimat‟. Dikatakan demikian, karena proses pembelajaran membaca permulaan diawali dengan memperkenalkan beberapa kalimat secara global. Setelah anak dapat membaca beberapa kalimat, diambillah sebuah kalimat untuk diuraikan menjadi kata, kemudian kata diuraikan menjadi suku kata dan suku kata menjadi huruf. Semua huruf diperkenalkan kepada siswa dengan cara menganalisis kalimat. Huruf yang terurai tersebut tidak dirangkaikan kembali menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, dan kata menjadi kalimat, sehingga metode ini hanya melakukan proses menganalisis ( deglobalisasi). Untuk membantu siswa mengingat kalimat-kalimat yang diperkenalkan dipergunakan gambar. Di bawah gambar dimaksud, dituliskan sebuah kalimat yang maknanya merujuk pada gambar tersebut. Sebagai contoh, jika kalimat yang diperkenalkan berbunyi ‟ini kuda‟, ini mata kuda, dan kuda lari maka gambar yang cocok untuk menyertai kalimat itu adalah gambar seekor kuda, gambar mata kuda dan gambar kuda lari.

Selanjutnya, setelah anak diperkenalkan dengan beberapa kalimat, barulah proses pembelajaran membaca permulaan dimulai. Sebagai contoh, di bawah ini dapat dilihat materi untuk membaca permulaan yang menggunakan Metode Global.

1) Memperkenalkan beberapa kalimat yang disertai gambar.

(37)

33

2) Menguraikan salah satu kalimat menjadi kata; kata menjadi suku kata; suku kata menjadi huruf-huruf.

ini buku

ini buku

i – ni bu - ku

i - n - i b - u - k -u

e. Metode SAS

1. Landasan dan Prinsip

Struktural Analitik Sintetik atau yang biasa disingkat dengan SAS merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran membaca dan menulis permulaan. Prinsip –prinsip metode SAS disusun berdasarkan landasan psikologis, landasan pedagogis dan landasan ilmu bahasa ( linguistik ). Landasan psikologis bersumber dari ilmu jiwa totalitas yang menjelaskan bahwa pengamatan terhadap sesuatu benda mula-mula berlangsung secara global kemudian mengarah kepada bagian-bagian nya, dan pada akhirnya akan kembali kepada keseluruhan yang semula. Dari landasan inilah yang menjadi sumber langkah– langkah metode SAS yaitu, diawali dengan me-nyajikan satu keseluruhan atau struktur, menganalisis bagian-bagiannya, kemudian mensintesiskan bagian-bagian itu menjadi kese-luruhan yang utuh.

Dari landasan pedagogis muncullah prinsip-prinsip berikut: 1) anak harus diperlakukan sebagai seorang pribadi yang memerlukan bantuan dalam perkembangannya. Yaitu berkembang menjadi seorang pribadi yang bertanggung jawab. 2) dalam kegiatan pembeljaran siswa harus

(38)

34

diberi kesempatan untuk menemukan sendiri, 3) suasan belajar hendaknya menyenangkan, karena dalam keadaan senang seluruh potensi yang dimiliki siswa dapat berkembang secara maksimal, 4) bahan pembelajaran harus logis dan bermakna agar dapat mendorong anak untuk berfikir logis dan kritis.

Dari landasan linguistik terdapat prinsip-prinsip: 1) bahan pembelajaran harus bertolak dari pengalaman berbahasa siswa, karena pengalaman berbahasa siswa dapat dipakai sebagai bahan pembanding untuk menemukan perbedaan antara bahasa ibu siswa dan bahasa Indonesia, 2) bahasa lisan harus diajarkan terlebih dahulu dari pada bahasa tulis, 3) pengenalan bahasa sebagai sesuatu yang bermakna, harus diawali dengan stuktur bahasa yang terkecil yaitu kalimat, 4) setiap bahasa memiliki pola-pola yang dapat dipelajari dengan cara meniru oleh karena itu, sifat meniru yang dimiliki setiap anak harus dimanfaatkan dalam pembelajaran bahasa.

Metode SAS pada dasarnya dapat diterapkan dalam pembelajaran berbagai mata pelajaran. Untuk pembelajaran bahasa Indonesia yang paling populer penggunaan metode SAS dalam pembelajaran membaca dan menulis permulaan.

2. Langkah-langkah Membaca Permulaan dengan Metode SAS

Pembelajaran Membaca permulaan dibagi dalam 2 tahap yaitu membaca tanpa buku dan membaca dengan buku. Pembelajaran membaca tanpa buku terdiri atas 5 putaran sebagai berikut.

1) Putaran I, terdiri atas langkah – langkah :

a. Masa orientasi, yaitu masa perkenalan, yaitu perkenalan siswa dengan guru, siswa dengan siswa serta siswa dengan lingkungannya.

(39)

35

b. Merekam bahasa anak, dengan cara mengingat dalam hati bahasa – bahasa yang dipahami atau dipercakapkan siswa.

c. Meneliti hasil rekaman, yang dipakai guru untuk bahan pembelajaran d. Menyusun cerita untuk mendidik sikap anak agar mengetahui

tugas-tugasnya sebagai seorang pelajar.

e. Menempatkan gambar sebagai pusat minat

f. Analisis sintesis gambar, yaitu memisah-misahkan gambar keseluruhan menjadi gambar bagian yang berdiri sendiri.

g. Menempatkan kartu kalimat di bawah gambar analitik h. Memperkenalkan 5 stuktur kalimat yang bermakna

i. Tes untuk menguji penguasaan siswa terhadap bahan pembelajaran.

2) Putaran II, mengadakan analisis dan sintesis 5 kalimat dasar, menjadi 5 kalimat dasar dengan susunan baru.

Contoh:

3) Putaran III, yaitu menganalisis kalimat menjadi kata, kemudian mensintesiskan kata menjadi kalimat

Contoh:

ini budi

kalimat dasar

ini budi analisis

ini budi

sintesis

Ini budi Ini ibu budi Ini bapak budi Ini adik budi Ini kakak budi

ini budi ini adik budi ini kakak budi ini ibu budi ini bapak budi

(40)

36

4) Putaran IV, yaitu menganalisis kalimat menjadi kata, kata menjadi suku kata, kemudian mensintesiskan suku kata menjadi kata, kata menjadi kalimat

Contoh:

ini budi

ini budi

i ni bu di

ini budi

ini budi

5) Putaran V, yaitu menganalisis kalimat menjadi kata, kata menjadi suku kata, suku kata menjadi huruf, kemudian mensintesiskan huruf menjadi suku kata,suku kata menjadi kata,dan kata menjadi kalimat. Contoh:

ini budi

ini budi

i ni bu di

i n i b u d i

i ni bu di

ini budi

ini budi

Setelah putaran V selesai maka berarti tahap membaca tanpa buku selesai, kemudian dilanjutkan membaca dengan buku. Kegiatan membaca dengan buku selalu bertitik tolak dari 3 kegiatan pokok metode SAS yaitu memperkenalkan struktur, menganalisis, dan mensintesiskan kembali.

(41)

37

Melihat prosesnya, tampaknya metode ini merupakan campuran dari metode-metode membaca permulaan seperti yang telah kita bicarakan di atas.

Beberapa manfaat yang dianggap sebagai kelebihan dari metode ini, di antaranya sebagai berikut ini. (1) Metode ini sejalan dengan prinsip linguistik (ilmu bahasa) yang memandang satuan bahasa terkecil yang untuk berkomunikasi adalah kalimat. Kalimat dibentuk oleh satuan-satuan bahasa dibawahnya, yakni kata, suku kata, dan akhirnya fonem (huruf-huruf). (2) Metode ini mempertimbangkan pengalaman berbahasa anak. Oleh karena itu, pembelajaran akan lebih bermakna bagi anak karena bertolak dari sesuatu yang dikenal dan diketahui anak. Hal ini akan memberikan dampak positif terhadap daya ingat dan pemahaman anak. (3) Metode ini sesuai dengan prinsip inkuiri (menemukan sendiri). Anak mengenal dan memahami sesuatu berdasarkan hasil temuannya sendiri. Sikap seperti ini akan membantu anak dalam mencapai keberhasilan belajar.

Metode-metode yang dijelaskan di atas bukanlah metode yang yang terbaik sebab “tidak ada metode yang terbaik dan juga tidak ada metode yang terburuk”. Setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Metode yang terbaik adalah metode yang cocok dengan pemakainya, maksudnya yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa.

H. Pembelajaran membaca permulaan dengan pendekatan saintifik

Kurikulum 2013 menekankan penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran yang mencakupi kegiatan: mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran. (Sudarwan, 2013). Proses pembelajaran menggunaan pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan

(42)

38

ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber observasi, bukan diberi tahu. Proses pembelajaran harus menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Dengan mengacu pendekatan saintifik tersebut langkah-langkah pembelajaran membaca permulaan dapat melalui tahap sebagai berikut:

1. Guru memulai pembelajaran membaca dengan bercerita tentang seorang anak seusia siswa SD kelas satu yang sangat rajin. Semua kebaikan ada pada tokoh ini, sehingga tokoh ini diharapkan menjadi idola siswa kelas satu. Dengan kemahiran guru bercerita, maka siswa akan mencoba mengidentifikasikan dirinya seperti tokoh yang diceritakan oleh guru, dengan demikian diharapkan langkah ini akan membentuk sikap siswa SD yang baik.

2. Murid diminta mengamati gambar sesuai dengan cerita guru tadi, yang menjelaskan tokoh cerita memiliki banyak teman. gambar tersebut dapat berwujud gambar tokoh idola yang diceritakan guru.

(43)

39 3. Setelah mengamati gambar guru memancing siswa untuk bertanya : siapa yang akan bertanya tentang gambar itu? Atau dengan pertanyaan, siapa yang dapat membuat pertanyaan? Ketika anak bertanya gambar siapa itu bu?, maka guru menjelaskan nama masing-masing gambar, secara lisan.

4. Setelah guru memberikan jawaban, siswa bermain dengan gambar, sampai semua anak hafal gambar dan nama gambar.

5. Guru menempatkan kartu kalimat di bawah gambar, dan siswa diperkenalkan kartu kalimat tersebut dengan bermain gambar dan kartu, sampai anak hafal gambar dan kartu kalimat.

6. Gambar diturunkan anak bermain dengan kartu.

7. Langkah selanjutnya analisis kalimat menjadi kata, kata menjadi suku kata. berikutnya setelah hafal suku kata, dengan suku kata yang sudah dihafal, siswa membentuk kata baru, (misalnya tini, beti, doni, sini, ida, lasi, layu, dodo, ali, dsb) dan kalimat baru misalnya (ini tini, ini beti, ini ida, ini dodo, ini ali, demikian seterusnya. Setelah siswa menemukannya, siswa membacanya.

ini udin

ini siti

ini dayu ini lani

(44)

40 8. Langkah selanjutnya analisis kalimat menjadi kata, kata menjadi suku kata, suku kata menjadi huruf, sehingga anak mengenal huruf a, i, u, e, o, n, b, d, y, s, t, dan l, berikutnya siswa bermain dengan huruf yang dikenalnya membentuk suku kata dan kata baru. Kalau sudah terbentuk, setiap siswa membaca hasil temuannya 9. Untuk pengenalan huruf yang lain guru tinggal menambah huruf baru atau

mengubah huruf lama dengan huruf baru yang akan diperkenalkan. Misalnya: ini dagu, ini mata, ini pipi dst

I. Media Pembelajaran Membaca Permulaan

1. Arti Media.

Ditinjau dari arti kata, media adalah kata jamak dari medium yang berarti perantara atau pengantar terjadinya komunikasi. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan.

2. Arti Media Pembelajaran.

Ditinjau dari pengertian komunikasi maka proses pembelajaran sebenarnya juga proses komunikasi. Dalam proses pembelajaran juga mengandung 5 unsur komunikasi yaitu: Guru/ pembelajar (komunikator), bahan pembelajaran (isi pesan), alat untuk menyampaikan bahan pelajaran (media), siswa/pebelajar (komunikan), efek (tujuan pembelajaran). Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Contoh media pembelajaran antara lain gambar, bagan, model, film, video, komputer, dan sebagainya.

3. Fungsi Media Pembelajaran.

a. Menghindari verbalisme, artinya siswa dapat menyebutkan kata tetapi tidak mengetahui artinya.

b. Menghindari salah tafsir, artinya dengan istilah atau kata yang sama diartikan berbeda oleh siswa.

c. Merangsang pembentukan tanggapan atau pemahaman yang utuh dan berarti, memiliki kebermaknaan logis dan psikologis.

(45)

41 1. Kemampuan fiksatif, artinya memiliki kemampuan untuk menangkap, menyimpan dan kemudian menampilkan kembali suatu objek atau kejadian. Dengan kemampuan ini suatu obyek atau kejadian dapat digambar, dipotret, direkam, difilmkan, kemudian dapat disimpan dan pada saat diperlukan dapat ditunjukkan dan diamati kembali seperti kejadian aslinya.

2. Kemampuan Manipulatif, artinya media dapat menampilkan kembali obyek atau kejadian dengan barbagai macam perubahan (manipulasi) sesuai keperluan, misalnya diubah ukurannya, kecepatannya, warnanya, serta dapat diulang-ulang penyajiannya.

3. Kemampuan Distributif, artinya media mampu menjangkau audien yang besar jumlahnya dalam satu kali penyajian secara serempak. Misalnya siaran TV dan Radio.

Media pembelajaran pada umumnya dapat dikelompokkan ke dalam 3 jenis, yaitu: (a) Media Visual, (b) Media Audio, dan (c) Media Audio Visual. Jenis-jenis media tersebut digambarkan dalam gambar di bawah ini:

Media pembelajaran dibedakan menjadi media visual, audio, dan audiovisual. Media visual yang tidak diproyeksikan misalnya: gambar diam ( seperti foto, gambar dari majalah, lukisan), gambar seri, wall chart seperti gambar denah, bagan yang biasa digantung di dinding, flashcard yang berisi kata-kata dan gambar untuk

MEDIA PEMBELAJARAN MEDIA VISUAL MEDIA AUDIO MEDIA AUDIO-VISUAL DIPROYEKSIKAN KASET AUDIO RADIO CD AUDIO DIAM TAK DIPROYEKSIKAN GERAK DIAM GERAK

Gambar

Gambar  1. Hubungan  operasi-operasi  hitung  dasar (Wahyudin  & Sudrajat,  2003 :35)

Referensi

Dokumen terkait

Sementara sumbangan lapangan usaha pertanian sedikit meningkat jika dibandingkan dengan semester yang sama tahun sebelumnya yang menyumbang 0,59 persen terhadap pertumbuhan

pasukan militer Indonesia secara aktif terlibat dalam misi pemeliharaan perdamaian dunia untuk. membantu menciptakan perdamaian di negara-negara yang sedang berkonflik di

Hasil penelitian berupa modul pembelajaran geometri sifat-sifat bangun ruang dengan pendekatan two stay two stray berdasar teori Dines ini dapat dimanfaatkan oleh

juga masih dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit dipahami oleh siswa. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil belajar siswa yang masih banyak berada dibawah

Pendokumentasian dengan paper base dilaksanakan terus menerus akan berdampak bagi kualitas pemberian asuhan keperawatan salah satunya dapat menurunkan mutu pelayanan yang

Bandwidth ini sangat berpengaruh terhadap QoS , dengan bertambahnya jumlah pengguna yang dimiliki oleh jaringan Hotspot Perusahaan pengguna Hotspot (UMP,

Pada analisis dengan UV/Visible spectrophotometer, konsentrasi suatu komponen dalam sampel.. ditunjukkan dengan banyak

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi. Pendidikan Jasmani Kesehatan