• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PETUGAS PENYAPU JALAN DALAM PEMAKAIAN ALAT PERLINDUNGAN DIRI (APD)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PETUGAS PENYAPU JALAN DALAM PEMAKAIAN ALAT PERLINDUNGAN DIRI (APD)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PETUGAS PENYAPU JALAN DALAM PEMAKAIAN ALAT PERLINDUNGAN DIRI (APD)

Ika Purnama Sari1, Arneliwati2, Fathra Annis Nauli3 Program Studi Ilmu Keperawatan

Universitas Riau

Kampus Binawidya Pekanbaru, 28293, Indonesia Ikamardhan@yahoo.co.id

085767926520 Abstract

The purpose of this research is to find out relation of knowledge and officers attitude of the street sweeper in the use of Personal Protective Equipment (PPE). Methodology on this research was a descriptive correlative with cross sectional approach. The sample in this research are officer street sweeper at Pekanbaru city. The number of sample is 78 respondents who were taken by purpossive sampling technique. Measuring instrument was used a questionnaire and observation methods. Knowledge and attitudes questionnaire consists of 17 items and observations consists of 4 items. The analysis used were univariate and bivariate analysis using Chi Square test. The result showed that there is no relation between knowledge and officers attitude of the street sweeper in the use of Personal Protective Equipment (PPE) with p value > 0,05 is 0,691 and 0,303. Based on this result, officers are expected to be a street sweeper personel to increase their knowledge and awareness of the importance of the use of personal protection equipment (PPE) when working in order to avoid the various diseases.

Keywords: Attitude, knowledge, use of PPE PENDAHULUAN

Pekerjaan penyapu jalan merupakan hal yang rendah (tidak memerlukan sekolah tinggi) dimata masyarakat. Harus kita ketahui bahwa penyapu jalan memiliki peranan yang sangat penting dalam membantu pembangunan kota, termasuk dalam hal menjaga kebersihan dan keindahan kota. Dalam bertugas sehari-hari, semua pekerja lapangan termasuk petugas penyapu jalan diwajibkan untuk menggunakan Alat Perlindungan Diri (APD).

Alat Perlindungan Diri (APD) adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja (Kemenakertrans, 2010). Akan tetapi,

seringkali pekerja lapangan termasuk petugas penyapu jalan mengabaikan hal tersebut dan menganggap Alat Perlindungan Diri (APD) hal yang tidak penting, padahal kesehatan dan keselamatan dalam bekerja merupakan bagian terpenting yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Sehingga banyak terjadi penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja. Menurut International Labour Organization (ILO), setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian karena penyakit akibat hubungan pekerjaan, dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan baru setiap tahunnya (Pusat Kesehatan Kerja, 2005). Di Indonesia, terjadi 57.626

(2)

(58,15%) kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja dikarenakan faktor kondisi bahaya dan pengamanan yang tidak sempurna. Faktor kesalahan tenaga kerja bersangkutan dan pengambilan posisi yang tidak aman mencapai 31.776 kasus atau sebesar 32,06% (Jamsostek, 2011).

Di Pekanbaru, didapatkan data terkait kejadian penyakit dan kecelakaan akibat kerja dari Dinas Kesehatan Kota (2012), yaitu:

Dalam mengantisipasi terjadinya penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja pada pekerja bagian penyapuan jalan, Bidang Kebersihan Kota Pekanbaru tahun 2012, menetapkan Standar Operasi Prosedur (SOP) Buruh Penyapuan bahwa standar untuk alat perlindungan diri bagi pekerja penyapu jalan adalah masker, pakaian pelindung, alat pelindung tangan (sarung tangan), dan alat pelindung kaki (sepatu). Alat Perlindungan Diri (APD) wajib digunakan oleh petugas penyapu jalan saat melaksanakan kegiatan berupa penyapuan jalan-jalan protokol Kota Pekanbaru. Pekanbaru saat ini menjadi kota yang besar sekaligus berpenduduk terbanyak ketiga di Sumatera (Badan Pusat statistik, 2012). Hal ini memicu pemerintah kota terus membenahi kota, termasuk jalur perhubungan atau transportasi darat untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat Pekanbaru dalam mengakses berbagai tempat yang dituju. Makin pesatnya pertumbuhan kota Pekanbaru dan pertumbuhan kendaraan bermotor, tentu polusi udara di Kota Bertuah makin tinggi pula. Namun, tingginya polusi udara di

Pekanbaru tidak membuat sebagian besar penyapu jalan sadar akan pentingnya penggunaan Alat perlindungan Diri (APD) dalam membersihkan kota.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lastria (2012) tentang gambaran perilaku penyapu jalan dalam pemakaian Alat Perlindungan Diri (APD) didapatkan hasil bahwa sebanyak 59,5% petugas penyapu jalan di kota Pekanbaru mempunyai perilaku yang tidak sehat dalam pemakaian alat pelindung diri. Penelitian lain yang dilakukan oleh Farida (2006) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) pada juru las listrik diwilayah kecamatan Tembalang kota Semarang mengatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan responden dengan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) dengan tingkat keeratan sedang dan tidak ada hubungan antara umur responden dengan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD), pendidikan responden dengan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD), lama kerja responden dengan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD), dan sikap responden dengan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD).

Penelitian lainnya yang dilakukan Ratnaningsih (2010) tentang hubungan umur, masa kerja, pengetahuan dan sikap pekerja dengan praktik pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) di PT. X Semarang (studi proyek pembangunan rumah sakit pendidikan) didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara umur dan masa kerja dengan praktik pemakaian Alat Pelindung Diri (APD), serta adanya hubungan pengetahuan dan sikap dengan praktik pemakaian Alat Pelindung Diri (APD). Penelitian Ratnaningsih diperkuat oleh Sukarso (2005) tentang hubungan pengetahuan dan sikap kedisiplinan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) masker di penggilingan padi diwilayah kerja Puskesmas Kedawung di Kecamatan

(3)

Kedawung Kabupaten Sragen bulan maret s/d april 2005. Hasil wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti kepada 5 orang penyapu jalan di kota Pekanbaru pada tanggal 17 November 2012 didapatkan bahwa 3 dari 5 petugas penyapu jalan memiliki pengetahuan rendah, 4 dari 5 petugas penyapu jalan memiliki sikap yang negatif terhadap pemakaian Alat Perlindungan Diri (APD).

Faktor yang mempengaruhi individu dalam berperilaku adalah pengetahuan dan sikap. Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2005). Sedangkan, sikap merupakan suatu pola perilaku, tendensi, atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial (Azwar, 2003).

Dari penjelasan di atas, jelas pentingnya Alat Perlindungan Diri (APD) bagi para pekerja untuk menjaga kesehatan dan keselamatan kerja mereka. Dalam hasil penelitian sebelumnya juga didapatkan gambaran perilaku para penyapu jalan di Indonesia termasuk di kota Pekanbaru masih banyak yang tidak menggunakan Alat Perlindungan Diri (APD) untuk safety (keselamatan) diri mereka agar terhindar dari accident (kecelakaan) ataupun penyakit karena pekerjaannya. Selain itu, adanya perbedaan hasil penelitian dari beberapa peneliti terkait pengetahuan dan sikap dalam pemakaian Alat Perlindungan Diri (APD) saat bekerja. Berdasarkan teori, pengetahuan dan sikap memegang peranan penting bagi seseorang dalam berperilaku. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melanjutkan penelitian sebelumnya dan melakukan penelitian tentang “Hubungan Pengetahuan dan Sikap Petugas Penyapu Jalan Dalam Pemakaian Alat Perlindungan Diri (APD)”.

RUMUSAN MASALAH

Kewajiban yang harus dilakukan saat bekerja adalah menggunakan Alat Perlindungan Diri (APD). Alat pelindung diri ini merupakan seperangkat alat yang digunakan untuk oleh tenaga kerja, khususnya para penyapu jalan untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuh mereka agar terhindar dari potensi bahaya yang dapat mengakibatkan kecelakaan atau penyakit akibat kerja. Namun pada kenyataannya, para pekerja penyapu jalan masih banyak yang tidak menggunakan Alat Pelindungan Diri (APD) dalam bekerja, walaupun Alat Perlindungan Diri (APD) sudah disediakan oleh Dinas Kebersihan dan Kesehatan Kota Pekanbaru. Berdasarkan latar belakang dan fenomena di atas, maka perumusan masalah penelitian ini adalah:

“apakah ada hubungan antara pengetahuan

dan sikap petugas penyapu jalan dalam pemakaian Alat Perlindungan Diri (APD)” di Kota Pekanbaru?.

TUJUAN PENELITIAN

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap penyapu jalan dalam pemakaian Alat Perlindungan Diri (APD) di Kota Pekanbaru.

METODOLOGI PENELITIAN

Desain Penelitian: deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional (Notoatmodjo, 2005). Penelitian dilaksanakan di sekitar jalan-jalan besar kota Pekanbaru. Kegiatan penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober 2012 hingga Juni 2013. Sampel: 78 orang petugas penyapu jalan Kota Pekanbaru dengan teknik teknik purposive sampling.

Instrumen: Instrumen penelitian terdiri dari kuesioner dengan 17 pertanyaan dan observasi terdiri dari 4 item.

Analisa: Analisa data yang digunakan yaitu analisa univariat dan analisa bivariat menggunakan uji chi-square dengan tingkat

(4)

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan penelitian didapatkan hasil sebagai berikut:

Berdasarkan tabel 2, didapatkan bahwa distribusi responden berdasarkan jenis kelamin mayoritas adalah perempuan dengan jumlah 69 orang responden (88,5%). Berdasarkan umur distribusi responden terbanyak adalah dewasa (26-60 tahun) dengan jumlah 75 orang responden (96,2%), dan pendidikan terakhir petugas penyapu jalan yang terbanyak adalah SD dengan jumlah 35 orang responden (44,9%).

Berdasarkan Tabel 3 diatas, didapatkan bahwa sebagian besar petugas penyapu jalan yaitu 46 responden (59%) memiliki pengetahuan yang tinggi dalam pamakaian APD. Sedangkan sebanyak 44 responden (56,4%) sikap petugas penyapu jalan dalam pemakaian APD sebagian besar adalah negatif, dan sebanyak 43 responden (55,1%) memiliki pemakaian APD yang buruk.

Tabel 4 diatas menggambarkan hubungan pengetahuan petugas penyapu jalam dalam pemakaian APD. Hasil analisa dari tabel 4 didapatkan bahwa sebanyak 46 orang responden memiliki pengetahuan yang tinggi dalam pemakaian APD dengan 24 orang (52,2%) menerapkan pemakaian APD yang buruk dan sebanyak 22 orang (47,8%) menerapkan pemakaian APD yang baik.

Berdasarkan hasil uji statistik Chi-square didapatkan p value = 0,691 >  (0,05), berarti Ho gagal ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan petugas penyapu jalan dalam pemakaian APD saat bekerja. Hasil analisis lanjut menunjukkan peluang petugas penyapu jalan yang memiliki pengetahuan rendah tentang pemakaian APD beresiko sebanyak 1,340 kali menerapkan pemakaian APD yang buruk daripada petugas penyapu jalan yang memiliki pengetahuan yang tinggi tentang pemakaian APD (OR: 1,340; CI 0,538;3,336).

(5)

Tabel 5 diatas menggambarkan hubungan sikap petugas penyapu jalan dalam pemakaian APD. Hasil analisa dari tabel 5 didapatkan bahwa sebanyak 44 orang responden memiliki sikap yang negatif dalam pemakaian APD dengn 27 orang (61,4%) menerapkan pemakaian APD yang buruk dan sebanyak 17 orang (38,6%) menerapkan pemakaian APD yang baik.

Berdasarkan hasil uji statistik Chi-square didapatkan p value = 0,303 >  (0,05), berarti Ho gagal ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara sikap petugas penyapu jalan dalam pemakaian APD saat bekerja. Hasil analisis lanjut menunjukkan peluang petugas penyapu jalan yang mempunyai sikap yang negatif tentang pemakaian APD beresiko 1,787 kali menerapkan pemakaian APD yang buruk daripada petugas penyapu jalan yang memiliki sikap yang positif tentang pemakaian APD (OR: 1,787; CI 0,722;4,423).

PEMBAHASAN

Penelitian yang telah dilakukan terhadap 78 orang responden didapatkan hasil bahwa mayoritas responden berjenis kelamin perempuan yaitu berjumlah 69 orang responden (88,5%). Berdasarkan data diketahui bahwa petugas penyapu jalan yang terbanyak adalah wanita. Menurut undang-undang nomor 14 tahun 1969, pasal 1 tentang ketentuan-ketentuan pokok mengenai tenaga kerja, GBHN 1988 dalam bidang peranan wanita dalam pembangunan bangsa, wanita baik sebagai warga negara maupun sebagai sumber instansi bagi pembangunan mempunyai hak, kewajiban dan kesempatan yang sama dengan pria disegala bidang kehidupan bangsa dalam segenap kegiatan pembangunan.

Hasil penelitian didapatkan lebih banyak responden wanita karena dipengaruhi oleh waktu penelitian yang dilakukan hanya pada pagi dan sore hari,

sehingga saat penelitian kebanyakan yang terjaring adalah wanita. Dari hasil penelitian diatas dapat menunjukkan bahwa jenis kelamin tidak mempengaruhi ataupun membatasi wanita dalam berbagai jenis pekerjaan termasuk menjadi petugas penyapu jalan dan setiap warga negara memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam bekerja sesuai dengan kemampuannya.

Berdasarkan umur terhadap 78 orang responden yang diteliti diperoleh responden terbanyak adalah usia dewasa (26-60 tahun) dengan jumlah 75 orang responden (96,2%). Usia dewasa merupakan usia yang produktif, dan sesuai dengan tugas perkembangan dewasa salah satunya adalah meniti karir dalam rangka memantapkan kehidupan ekonomi mereka dan mencapai puncak prestasi, dengan semangat yang menyala-nyala, bekerja keras dan bersaing dengan teman sebaya atau yang lebih tua (Havighurst, 1995 dalam Papalia, dkk, 2008).

Hasil penelitian didapatkan lebih banyak responden pada rentang usia dewasa (26-60 tahun) karena usia dewasa merupakan usia yang produktif dan kuat untuk bekerja, dan dari pihak Dinas Kebersihan pun tidak mempekerjakan seseorang yang usianya sudah > 60 tahun. Dari hasil penelitian diatas dapat menunjukkan bahwa sebagian besar petugas penyapu jalan berada pada usia produktif dan telah bekerja sesuai dengan tugas perkembangan usia dewasa.

Berdasarkan pendidikan terakhir terhadap 78 orang responden yang diteliti diperoleh responden terbanyak adalah lulusan SD dengan jumlah 35 orang responden (44,9%). Dengan kata lain, kebanyakan petugas penyapu jalan memiliki pendidikan terakhir yang rendah. Menurut Notoatmodjo (2005) mengatakan bahwa pengetahuan selain diperoleh dari bangku pendidikan, juga dapat diperoleh dari

(6)

pengalaman langsung seperti informasi yang diterima dari pelayanan yang sering dikunjungi dan pengalaman tidak langsung seperti informasi yang didapatkan dari media massa dan media elektronik, hal ini dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan.

Hasil penelitian didapatkan lebih banyak responden dengan pendidikan terkahir SD karena pekerjaan bagian penyapuan jalan bukanlah pekerjaan yang memerlukan keahlian atau keterampilan khusus, hanya memerlukan keterampilan dalam membersihkan lingkungan yang bisa didapakan dari pengalaman sehari-hari. Jadi, meskipun mereka memiliki pendidikan terakhir yang rendah tapi mereka mampu melakukan pekerjaan berdasarkan pengalaman serta informasi-informasi dari lingkungan yang mereka dapatkan.

Karakteristik responden berdasarkan pengetahuan petugas penyapu jalan dalam pemakaian APD terhadap 78 orang responden yang diteliti diperoleh mayoritas responden berpengetahuan tinggi dengan jumlah 46 orang responden (59%). Pengetahuan responden tinggi, dapat disebabkan karena adanya penyuluhan yang diberikan kepada petugas penyapu jalan, penyuluhan diberikan pada saat pemberian alat pelindung diri secara gratis, kemudian pengetahuan responden yang tinggi didapat juga dari pengalaman mereka ketika bekerja, hal ini juga didukung oleh adanya anjuran dari Dinas Kebersihan Kota Pekanbaru dalam menyediakan alat pelindung diri bagi petugas penyapu jalan.

Menurut Istiarti (2000 dalam Lastria, 2012), pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber, misalnya media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat dan sebagainya. Menurut Notoatmodjo (2005) kepercayaan dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang baik itu kepercayaan yang bersifat positif atau

negatif, sosial ekonomi juga dapat mempengaruhi seseorang baik sosial ekomoni tinggi maupun rendah. Faktor lingkungan memberikan pengaruh terhadap pengetahuan seseorang, lingkungan mempengaruhi seseorang memperoleh pengalaman yang akan berpengaruh pada cara berfikirnya.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lastria, Zulfitri, Misrawati (2012) yang berjudul Gambaran perilaku petugas penyapu jalan dalam pemakaian Alat Perlindungan Diri (APD) dengan hasil 40 orang responden (50,6%) mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang pemakaian APD. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lastria, Zulfitri, Misrawati (2012) karena memiliki karakteristik responden yang sama.

Dari hasil penelitian diatas dapat menunjukkan bahwa mayoritas petugas penyapu jalan memiliki pendidikan yang rendah, tapi mereka memiliki pengetahuan yang tinggi karena pengetahuan tidak hanya didapat dari pendidikan formal melainkan bisa didapat dari pendidikan informal, seperti dari media massa, elektronik dan lingkungan.

Karakteristik responden berdasarkan sikap petugas penyapu jalan dalam pemakaian APD terhadap 78 orang responden yang diteliti diperoleh mayoritas responden dengan sikap yang negatif dengan jumlah 44 orang responden (56,4%). Sikap dapat menimbulkan pola-pola cara berpikir tertentu dalam masyarakat dan sebaliknya, pola-pola cara berpikir ini memengaruhi tindakan dan kelakuan masyarakat, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam hal membuat keputusan yang penting dalam hidup (Maulana, 2009).

Sikap responden yang negatif dapat disebabkan oleh masih rendahnya tingkat pengetahuan responden akan pentingnya pemakaian alat pelindung diri ketika

(7)

bekerja, kemudian masih rendahnya tingkat pendidikan responden yang mayoritas tingkat pendidikannya adalah SD, keterbatasan alat pelindung diri yang digunakan, sehingga kurangnya motivasi dalam diri responden dalam pemakaian alat pelindung diri, karena penyapu jalan diberikan alat pelindung diri hanya 1 tahun sekali, atau petugas sendiri tidak berusaha menyediakannya sendiri. Dinas kebersihan kota Pekanbaru telah menyediakan alat pelindung diri secara gratis, tetapi masih ada responden yang memiliki sikap negatif dalam pemakaian alat pelindung diri, kemudian masih banyak dari responden yang belum terpapar dengan sumber informasi yang bisa menyebabkan sikap negatif dalam diri responden dalam pemakaian alat pelindung diri.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lastria, Zulfitri, Misrawati (2012) yang berjudul Gambaran perilaku petugas penyapu jalan dalam pemakaian APD didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden memiliki sikap negatif sebanyak 44 orang (55,7%). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dimitri (2007) yang berjudul Gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku pekerja terhadap penggunaan alat pelindung diri disebuah pabrik kimia di kota Tangerang didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden memiliki sikap positif sebanyak 86,29%. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Dimitri (2007) karena memiliki karakterstik responden yang berbeda, lokasi dan tempat penelitian yang berbeda.

Menurut Mar’at (1982, dalam Istiarti,

2000), mengatakan manusia tidak dilahirkan dengan sikap pandangan ataupun perasaan tertentu, tetapi sikap tadi dibentuk sepanjang perkembangannya, secara defenitif sikap berarti suatu keadaan jiwa dan keadaan fikir yang dipersiapkan untuk memberikan

tanggapan terhadap suatu objek yang diorganisasi melalui pengalaman serta mempengaruhi secara langsung atau tidak langsung kepada perilaku. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sikap akan mempengaruhi proses berfikir, respon afeksi, kehendak dan perilaku berikutnya.

Hasil penelitian dari 78 orang responden didapatkan data bahwa sebagian besar pemakaian APD petugas penyapu jalan adalah buruk dengan jumlah 43 orang responden (55,1%). Tindakan responden dalam pemakaian APD yang negatif dipengaruhi oleh tingkat pendidikan responden yang masih rendah, sikap responden dalam pemakaian alat pelindung diri yang masih rendah serta berkaitan dengan tingkat pengetahuan responden dalam pemakaian alat pelindung diri. Alasan petugas penyapu jalan tidak memakai alat pelindung diri adalah karena merasa tidak nyaman, kemudian sebagian dari petugas mengatakan merasa sesak nafas ketika memakai masker, tidak bebas bergerak dan tidak nyaman saat memakai sepatu dan petugas mengeluhkan penyediaan alat pelindung diri hanya 1 kali dalam setahun, sehingga jika telah rusak petugas tidak menggunakannya lagi, dan dari sebagian petugas juga tidak berusaha untuk menyediakannnya sendiri.

Hal tersebut sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Notoatmodjo (2007), yang menyatakan bahwa suatu sikap belum otomatis terwujud dalam bentuk praktik (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan yang nyata (praktik) diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lastria, Zulfitri, Misrawati (2012) yang berjudul Gambaran perilaku petugas penyapu jalan dalam pemakaian APD menunjukkan hasil bahwa sebanyak 45 orang (57,0%) memiliki tindakan yang negatif dalam pemakaian alat

(8)

pelindung diri. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Farida (2006) yang berjudul Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) pada juru listrik di wilyah kecamatan Tembilang kota Semarang didapatkan hasil bahwa sebanyak 56,7% responden memiliki praktek pemakaian APD kategori sedang. Hasil penelitian diatas dapat menunjukkan bahwa tindakan yang buruk dapat dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap dan faktor pendukung lainnya sehingga tindakan atau praktik dapat terlaksana dengan baik.

Berdasarkan hasil uji statistik Chi-square didapatkan p value = 0,691 >  (0,05), berarti Ho gagal ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan petugas penyapu jalan dalam pemakaian APD saat bekerja. Hasil analisis lanjut menunjukkan peluang petugas penyapu jalan yang memiliki pengetahuan rendah tentang pemakaian APD beresiko sebanyak 1,340 kali menerapkan pemakaian APD yang buruk daripada petugas penyapu jalan yang memiliki pengetahuan yang tinggi tentang pemakaian APD (OR: 1,340; CI 0,538;3,336).

Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan antara variabel pengetahuan dalam mempengaruhi tindakan petugas penyapu jalan dalam pemakaian APD meskipun petugas penyapu jalan memiliki pengetahuan tinggi tetapi masih ditemukan petugas penyapu jalan dengan pemakaian APD yang buruk. Hal ini bisa dipengaruhi karena sebagian besar petugas penyapu jalan memiliki tingkat pendidikan yang rendah, keterbatasan alat pelindung diri yang digunakan, sehingga kurangnya motivasi dalam diri responden dalam pemakaian APD, tindakan responden yang masih negatif, dalam hal ini dinas kebersihan kota Pekanbaru, telah menyediakan APD bagi petugas penyapu

jalan, yaitu masker, pakaian pelindung, sarung tangan, dan sepatu.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ratnaningsih (2010) yang berjudul Hubungan umur, masa kerja, pengetahuan dan sikap pekerja dengan praktik pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) di PT.X Semarang (Studi proyek pembangunan Rumah Sakit Pendidikan) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dengan praktik pemakaian APD. Hasil penelitian ini dapat menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan yang tinggi belum tentu memiliki tindakan yang baik.

Berdasarkan hasil uji statistik Chi-square didapatkan p value = 0,303 >  (0,05), berarti Ho gagal ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara sikap petugas penyapu jalan dalam pemakaian APD saat bekerja. Hasil analisis lanjut menunjukkan peluang petugas penyapu jalan yang mempunyai sikap yang negatif tentang pemakaian APD beresiko 1,787 kali menerapkan pemakaian APD yang buruk daripada petugas penyapu jalan yang memiliki sikap yang positif tentang pemakaian APD (OR: 1,787; CI 0,722;4,423).

Hasil penelitian ini diperkuat oleh Farida (2006) yang berjudul Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) pada juru las listrik diwilayah Kecamatan Tembalang Kota Semarang yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara sikap responden dengan pemakaian APD. Akan tetapi, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ratnaningsih (2010) yang berjudul Hubungan umur, masa kerja, pengetahuan dan sikap pekerja dengan praktik pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) di PT.X Semarang (Studi proyek pembangunan Rumah Sakit Pendidikan) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara sikap dengan praktik pemakaian

(9)

APD. Hasil penelitian ini dapat menunjukkan bahwa seseorang bertindak yang baik bukan hanya karena memiliki sikap yang positif saja tetapi juga bisa dipengaruhi oleh faktor lingkungannya.

KESIMPULAN

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti tentang hubungan pengetahuan dan sikap petugas penyapu jalan dalam pemakaian APD saat bekerja terhadap 78 orang petugas penyapu jalan di Kota Pekanbaru didapatkan nilai p value 0,691 dan 0,303, yang berarti p value >  (0,05), berarti H0 gagal ditolak sehingga dapat

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dan sikap petugas penyapu jalan dalam pemakaian Alat Perlindungan Diri (APD).

SARAN

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada Dinas Kebersihan Kota Pekanbaru agar terus memberikan promosi kesehatan yang berkaitan dengan pemakaian Alat Perlindungan Diri (APD) saat bekerja serta keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dan diharapkan agar selalu mengobservasi penyapu jalan dalam pemakaian alat pelindung diri dan memberikan reward bagi penyapu jalan yang selalu memakai alat pelindung diri, sehingga penyapu jalan termotivasi dalam memakai alat pelindung diri ketika bekerja. Bagi petugas penyapu jalan diharapkan lebih meningkatkan pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya menggunakan APD saat bekerja. Bagi Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau (PSIK UR) untuk menambah buku-buku sumber diperpustakaan dengan tujuan agar kegiatan penelitian selanjutnya lebih baik lagi. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data atau informasi dasar untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut sebagai replikasi pada tingkat fakultas

maupun universitas dengan menggunakan kolektor yang berbeda, jumlah sampel yang lebih banyak serta tidak hanya menghubungkan faktor pengetahuan dan sikap saja.

1

Ika Purnama Sari: Mahasiswa Program studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau 2

Ns. Arneliwati, M.Kep: Dosen kelompok Keilmuan Keperawatan Komunitas Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau 3

Ns.Fathra Annis Nauli,M.Kep, Sp.Kep.J: Dosen kelompok Keilmuan Keperawatan Jiwa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. (2003). Sikap manusia : Teori dan pengukurannya. Jogyakarta: Pustaka Pelajar.

Badan Pusat Statistik (2011). Statistik daerah kota pekanbaru 2011, Katalog badan pusat statistik. Pekanbru: BPS. Diperoleh tanggal 21 Oktober 2012 dari pekanbarukota.bps.go.id/images/flipboo k/statda/statda2011/statda2011.html. Depnakertrans. (2010). Workshop ASEAN

OSHNET untuk keselamatan dan kesehatan kerja. (K3). Diperoleh Tanggal 18 November 2012 dari http://menteri.depnakertrans.go.id/?. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota

Pekanbaru. (2012a). Standar operasi prosedur (SOP) buruh penyapuan bidang kebersihan kota dinas kebersihan dan pertamanan kota pekanbaru. Pekanbaru: Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota.

Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pekanbaru. (2012b). Data jumlah pekerja harian lepas (PHL) bidang

(10)

kebesihan kota. Pekanbaru: Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota.

Dinkes Kota Pekanbaru. (2012). Laporan bulanan kesehatan pekerja. Pekanbaru: Dinkes Kota.

Farida, A, M. (2006). Faktor-faktor yag berhubungan dengan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) pada juru las listrik di wilayah Kecamatan Tembalang Kota Semarang. Diperoleh tanggal 18 November 2012 dari http://etd.eprints.ums.ac.id/2694/

Hastono, S, P. (2007). Analisis data kesehatan. Jakarta. FKM UI.

ILO & WHO. (2005). Pedoman bersama ILO & WHO tentang pelayanan kesehatan dan HIV/AIDS. Jakarta: Direktorat Pengawaasan Kesehatan Kerja.

Iqbal, Chayatin, Rozikin dan Supradi. (2007). Promosi kesehatan: sebuah pengantar promosi belajar mengajar dalam pendidikan. Jakarta: Graha Ilmu. Istiarti, T. (2000). Menanti buah hati kaitan

antara kemiskinan dan kesehatan. Yogyakarta: Media Pressindo.

Lastria, N., Zulfitri, R., & Misrawati. (2012). Gambaran perilaku penyapu jalan dalam pemakaian alat perlindungan diri. Tidak Dipublikasikan: Skripsi PSIK UR. Maulana, H. (2009). Promosi kesehatan.

Jakarta: EGC.

Notoatmodjo. (2005a). Promosi kesehatan: teori dan perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo. (2005b). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Papalia, D, E., Old, S, W., Feldman, R, D. (2008). Psikologi perkembangan edisi 9. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Ratnaningsih, S. (2010). Hubungan umur,

masa kerja, pengetahuan dan sikap pekerja dengan praktik pemakaian alat pelindung diri (APD) di PT. X semarang (studi proyek pembangunan rumah sakit pendidikan). Diperoleh tanggal 18 November 2012 dari http: // scholar. google. co.id/ scholar? hl= id&q = hubungan + pengetahuan + dan + sikap + dalam + pemakaian + alat + pelindung + diri & btnG= .

Riduan, M., Zulfitri, R., & Dewi, Y, I. (2011). Hubungan pengetahuan tentang keselamatan kerja dengan pelaksanaan penceghan kecelakaan kerja pada karyawan bagian produksi. Tidak Dipublikasikan: PSIK UR.

Sukarso. (2005). Hubungan pengetahuan dan sikap kedisiplinan pemakaian APD masker di penggilingan padi diwilayah kerja puskesmas kedawung di kecamatan kedawung kabupaten sragen bulan maret s/d april 2005. diperoleh tanggal 18 November 2012 dari http://eprints.undip.ac.id/20599/ .

Referensi

Dokumen terkait

Pengetahuan tentang komposisi musik yang didapat selama kuliah tersebut menjadi sebuah ide untuk membuat sebuah karya musik dengan program cerita ketika penulis

Dari latar belakang yang telah dikemukakan tedapat masalah yaitu : Apakah setiap satuan pendidikan dan guru memiliki kompetensi dalam menganalisis butir soal (item)

Kegiatan memasak juga merupakan sarana edukasi yang dibentuk oleh budaya, sehingga dapat menjadi salah satu alternatif yang tepat untuk menanamkan edukasi tentang makanan sehat

Pembekalan PPL merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh pihak LPPMP sebagai lembaga yang menangani program PPLdi Universitas Negeri Yogyakarta melalui

Dapat kita simak pula, betapa paham Islam Murni sedemikian “bernafsu” dalam melakukan proyek Arabisasi pada setiap komunitas Muslim di seluruh penjuru dunia dengan

Hasil wawancara awal dengan 22 pekerja penyapu jalan raya di Kelurahan Mugas Sari dan Pleburan Kota Semarang didapatkan bahwa setelah 3 tahun bekerja, 15 orang mengalami sesak

Hasil temuan penelitian ini menunjukan bahwa: (1) Samin merupakan sebuah masyarakat pergerakan yang biasa disebut dengan masyarakat Samin, (2) Masyarakat Samin