• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1: Peta penyebaran panas bumi di Provinsi Sumatera Barat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1: Peta penyebaran panas bumi di Provinsi Sumatera Barat."

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada saat ini pemerintah sedang menggalakkan pengembangan energi panas bumi untuk dapat dimanfaatkan secara maksimal khususnya untuk Pembangkit Tenaga Listrik (PLTP), hal ini tertuang dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang mentargetkan sekitar 9.500 MWe atau sekitar 5% kebutuhan listrik nasional pada tahun 2025 dipasok dari energi panas bumi.

Untuk mengantisipasi krisis energi dimasa mendatang dan sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam bidang diversifikasi sumber energi terutama energi listrik, maka pengembangan sumber daya energi panas bumi harus secepatnya direalisasikan. Panas bumi merupakan salah satu energi alternatif yang cocok dikembangkan di wilayah Indonesia melihat besarnya potensi panas bumi yang terkandung di bawahnya dan tersebar di 257 lokasi panas bumi (Data base, status 2008) dan sebagian tersebar di Provinsi Sumatera Barat, yang umumnya berada di lingkungan vulkanik dan depresi Sesar besar Sumatera, (Gambar 1.1). Selain itu juga energi panas bumi mempunyai keunggulan sebagai energi yang dapat diperbaharui (renewable) dan ramah lingkungan (clean energy) serta dengan berbagai pertimbangan teknik yang ada di daerah penyelidikan.

(2)

Dalam rangka pengembangan energi panas bumi di Indonesia dan sebagai tindak lanjut hasil Penyelidikan Terpadu (Geologi, Geokimia, dan Geofisika) yang telah dilakukan pada tahun 2006, di daerah panas bumi Bonjol, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat yang memberikan perkiraan sementara potensi panas bumi di daerah penyelidikan adalah sekitar 50 MWe (kelas cadangan terduga), dengan perkiraan luas daerah prospek sekitar 7 Km2 dan temperatur reservoir sekitar 180°C (temperatur sedang). Berdasarkan data-data tersebut di atas maka pada tahun anggaran 2009 di bawah kelompok Program Penelitian (KP2) Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi telah melakukan pengeboran landaian suhu sumur BJL-1, dengan kedalaman akhir 250,80 m.

1.2 Maksud dan Tujuan

Pengeboran landaian suhu sumur BJL-1 dimaksudkan sebagai realisasi kegiatan proyek pada tahun anggaran 2009 oleh: Pusat Sumber Daya Geologi (PMG), Badan Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Adapun tujuannya adalah untuk mendapatkan data-data bawah permukaan (sub surface) yang meliputi landaian suhu (gradient thermal), litologi, mineral ubahan, intensitas, dan tipe ubahan, serta sebagai pembuktian dari hasil penyelidikan terpadu sebelumnya. Sehingga dari data di atas dapat digunakan untuk menginterpretasi sistem panas bumi di daerah Bonjol yang lebih akurat.

1.3 Ruang Lingkup

Lingkup kegiatan dalam pengeboran landaian suhu sumur BJL-1 di daerah panas bumi Bonjol, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat meliputi: pengeboran, geologi sumur, dan pengukuran logging temperatur. Pengeboran meliputi kegiatan antara lain: rig-up, pengeboran (drilling), pemasangan pipa selbung (casing), dan rig-down dll. Kegiatan geologi sumur antara lain meliputi: deskripsi contoh batuan lubang bor, pengukuran temperatur lumpur pembilas, pengamatan hilang sirkulasi, penghitungan volume bubur semen dll. Selanjutnya, kegiatan logging temperatur antara lain meliputi: pengukuran temperatur lubang sumur saat probe diturunkan, pengukuran temperatur saat probe direndam, dan pengukuran temperatur saat probe dinaikkan dari lubang sumur BJL-1.

(3)

1.4 Letak dan Pencapaian Daerah Penyelidikan

Secara administratif daerah panas bumi Bonjol termasuk dalam wilayah Kecamatan Bonjol, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat. Sedangkan sumur landaian suhu BJL-1 berada pada koordinat 100°12’44,64” BT dan 0°0’6,90” LU atau 634920 mE dan 0000212 mN dengan elevasi 236 m di atas permukaan laut, (Gambar 1.2).

Lokasi sumur suhu BJL-1 terletak sekitar 152 km barat laut Kota Padang atau 16 km dari Lubuk Sikaping sebagai ibukota Kabupaten Pasaman. Pecapaian lokasi bor relatif mudah, karena dilalui jalan provinsi lintas sumatera (jalur barat). Lokasi bor dapat dicapai dari Bandung dengan menggunakan pesawat udara dari Bandara Cengkareng – Bandara Minang Kabau di Padang, dilanjutkan dengan perjalanan darat dari Padang ke lokasi. Kondisi jalan menuju lokasi sangat baik berupa jalan beraspal (hot mix) sekitar 152 km dari Kota Padang atau sekitar 4 – 5 jam perjalanan, selanjutnya dari patok jalan raya Km 152 tersebut masuk ke lokasi sejauh sekitar 3 km dengan kondisi jalan beraspal cukup baik (kelas jalan desa).

Jika menggunakan jalur darat dapat menggunakan jalur Bandung - Pelabuhan Merak di Banten dan dilanjutkan dengan penyebrangan ferry ke Pelabuhan Bangkahuni di Lampung. Selanjutnya, menggunakan jalan darat lintas Sumatera sampai di Kecamatan Bonjol (patok Km 152 Padang – Lubuk Sikaping). Kemudian masuk ke lokasi bor menggunakan jalan desa sepanjang 3 km dengan kondisi jalan beraspal, lebar jalan sekitar 3 – 3.5 m, dan melewati jembatan dengan lebar jembatan 3,2 m, panjang sikitar 6 m dengan (dapat dilai kendaraan jenis Truck Diesel). Sedangkan sumur BJL-1 itu sendiri, terletak sekitar 70 m sebelah barat jalan beraspal di Desa Ganggo Mudik dengan kondisi jalan disemen dan sebagian masih jalan tanah dengan lebar 2 m dengan kemiringan jalan sedang, (Gambar 1.3).

(4)

628000 630000 632000 634000 636000 638000 640000 9994000 9996000 9998000 10000000 10002000 10004000 10006000

BA. Musul Kasuh A. Paramancgak BT. BINUANG BT. BATAHURUK BT. BATAS SIAMPANG BT. KARANG BT. GAJAH BT. GADANG PADANGBALINDUNG BT. RIMBOKUMAJAN BT. BATASMURUK BT. PANINJAUAN BT. PONJONG Sikumbang Kotatangah Sugung Bancah kuru Pasar Muaratonang Kampung panjang Lubuk gudang B. Alahanpanjang Kampung tebing Ilalang Kambahao Pinang Paritpadang Bancabtawas Lubukberdangung Tambak Padang

Simpang SungailimauPulaupating Sungailimau tengah Lubukambacang Lubuktinggayo Belimbing Kampungbatu Pandan Ganggu Doggok Medanculik Mudiktakis Bonjol Padangbaharo Pamicikan Sianok Durianbungkuk Batukangkung Bukitmalincang Tanahtoban Sungaitimberak Tinngal Laharmati Sungailasih Lampato Kampungibur Pisang Sungkur Duku Hangus Parakdalam Batassarik Kubugadang Kapalobandar KotokunciPagargadang Pandagi Kalang Kompulan Hatabaru Sungailandai Cubadak Muaro Akabu Padanglawas Padangkalo

PETA KOMPILASI DAERAH PROSPEK DAERAH PANAS BUMI BONJOL

KABUPATEN PASAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT

0 m 1000 m 2000 m 3000 m

Sungai dan anak sungai

Jalan provinsi, jalan kabupaten dan jalan lokal

Kontur tahanan jenis semu Titik pengukuran geolistrik Mata air panas

Kontur ketinggian interval 50 meter

KETERANGAN

Restyvity AB/2= 8000 nilai < 15 Ohm

A 5000 Gaya Berat Nilai Tingi = 2 Mgal

Gaya Berat Nilai rendah = - 4 Mgal

Magnet Toatal Nilai rendah = - 1200 nTT

Hg Kimai Nilai Tinggi = > 250 ppb

Daerah Prospek ( 7,5 Km ) Rencana Lokasi Bor Landaian Suhu

Gambar 1.2: Peta lokasi bor landaian suhu BJL-1 dan kompilasi daerah prospek panas bumi

Bonjol, Pasaman – Sumatera Barat.

Lokasi bor BJL-1

BJL-1

Peta Indeks

Peta Lokasi Sumur BJL-1 dan Kompilasi Daerah Prospek Panas Bumi Bonjol

(5)

Gambar 1.3: Denah lokasi sumur BJL-1, daerah panas bumi Bonjol, Kab. Pasaman, Prov. Sumatera Barat.

S. Batang Limau Padang Bukit Tinggi 70 m BJL-1 Ap. S. Takis Ap. S. ± 1000 m 150 m

Jalan Desa (beraspal)

Jembatan

Keterangan :

q

Lokasi bor BJL-1

Jalan raya dan desa

Sungai

Jembatan

u

Mata air panas

Denah Lokasi Bor Landaian Suhu BJL-1, Daerah Panas Bumi Bonjol, Kab. Pasaman

Provinsi Sumatera Barat (tanpa skala)

S. Lematang

Pertigaan Km 152 Padang – Lubuk Sikaping

Ke Lubuk Sikaping

Jalan Raya Lintas Sumatera

Jaln ke Lokasi Bor BJL-1

U

Ap. S. Kambahan

Patok Km 152 PD-LBS

(6)

1.5 Waktu Pelaksanaan dan Susunan Petugas

Waktu pelaksanaan pengeboran landaian suhu sumur BJL-1 terhitung mulai tanggal 4 Agustus – 2 Oktober 2009 yang meliputi 3 (tiga) tim, yakni: tim pengeboran, tim geologi, dan tim logging, dengan susunan petugas adalah sebagai berikut:

1. Sunardjo 15. Nandang Supriatna

2. Mardiyanto 16. Adung

3. Moch. Tono Hardiyan 17. Suherman

4. Madtuhi 18. Sukanda

5. Maman Suherman 19. Ir. Arif Munandar

6. Ruhiyat 20. Aan Suryana

7. Suharto 21. Hari Prasetya, ST

8. Rusli Slamet 22. Ir. Fredy Nanlohi

9. Bambang Wahono 23. Robertus SL Simarmata, ST 10. Saeful Rachmat 24. Syuhada Arsadipura, BE 11. Achmad Hidayat 25. Ir. Suparman

12. Yahyal Khasani 26. Dedi Jukardi, BE

13. Nandang Priatna 27. Onda Suhanda

14. Erwin Budiman 28. Komara

1.6 Keadaan Daerah

a) Letak Geografis

Kecamatan Bonjol terletak pada koordinat geografis 100°07’ - 100°21’ BT dan 00°06 LU - 00°01’ LS dengan ibukotanya Nagari Ganggo Mudiak. Luas wilayah kecamatan sekitar 194.12 Km2 dan berada pada elevasi 100 – 1.160 m. Daerah ini di sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Lubuk Sikaping, sebelah selatan dengan Kabupaten Agam, sebelah barat dengan Kecamatan Alahan Mati, dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten 50 Kota. Sedangkan lokasi sumur landaian suhu BJL-1 berada di Des Ganggo Mudiak, Kecamatan Bonjol, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat.

b) Curah Hujan

Secara umum di Kabupaten Pasaman beriklim tropis basah, dengan suhu udara tertinggi per tahun adalah 31 ºC dan terendah 20 ºC. Sedangkan rata-rata curah hujan dan jumlah hari hujan di Kecamatan Bonjol relatif tinggi, dengan curah hujan dan hari hujan terbanyak jatuh pada bulan Nopember-Desember, yaitu sebesar 519 mm dan 392 mm dengan jumlah hari hujan masing-masing 21 hari dan 20 hari.

(7)

c) Penduduk

Berdasarkan data kependudukan dari tahun 2001 sampai 2005 di Kecamatan Bonjol berjumlah 21.955, 22.102, 23.523, 24.107, dan 24.685 orang, dengan rata-rata pertumbuhan 2.48 %. Penyebaran penduduk di Kecamatan Bonjol untuk masing-masing nagari, yaitu: Nagari Ganggo Mudik 4.427 jiwa, Ganggo Hilir 7.224 jiwa, Koto Kecil 7.152 jiwa, dan Limo Koto 5.882 jiwa.

d) Pertanian

Kecamatan Bonjol sebagaian penduduknya bertani padi dan palawija dengan produksi padi sawah sebesar 14.768 ton dengan luas tanam 3.064 Ha, jagung 376 ton, ubi Kayu 292 ton, ubi jalar 107 ton, kacang tanah 157 ton, kedele 11 ton, dan kacang hijau 10 ton.

Sektor perkebunan mempunyai peranan yang besar terhadap perekonomian Kecamatan Bonjol. Produksi perkebunan yang cukup banyak adalah karet 1.530 ton, coklat 1.710 ton, dan nilam 1.719 ton. Sedangkan hasil perikanan hanya sekitar 113 ton dengan luas areal pemeliharaan 137 Ha.

e) Ketenaga listrikan

Kebutuhan tenaga listrik di Kabupaten Pasaman dipasok oleh PT. PLN (Persero) Bukit Tinggi. Di Kecamatan Bonjol berdasarkan data PLN Ranting Bonjol yang tertuang dalam buku Bonjol dalam angka tahun 2005, banyaknya pelanggan dan daya listrik yang dibutuhkan masing-masing sebesar 3.070.250 VA (rumah tangga), 98.050 VA (Badan Sosial), 43.950 VA (keperluan usaha), 21.750 VA (kantor pemerintah), 15.100 VA (penerangan jalan/lainnya). Total daya listrik pelanggan di Kecamatan Bonjol sebesar 3.249.100 VA.

f) Pertambangan

Sektor pertambangan yang ada di Kecamatan Bonjol adalah tambang bahan galian golongan C berupa pasir, batu gunung, dan kerikil. Sedangkan penambangan emas terdapat di sebelah timur dan baratlaut daerah penyelidikan, yaitu di G. Malintang dan sekitar air panas Takis yang dikelola secara tradisioal oleh penduduk setempat.

(8)

1.7 Penyelidikan Terdahulu

Penyelidikan terakhir kepanasbumian di daerah Bonjol dilakukan pada tahun 2007 oleh Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral berupa survei terpadu yang meliputi metode geologi, geokimia, dan geofisika. Hasil survei terpadu tersebut memberikan gambaran sistem panas bumi di daerah Bonjol yang disarikan di bawah ini.

1.7.1 Geologi Daerah Bonjol

Morfologi daerah penyelidikan didominasi oleh perbukitan berlereng sedang hingga terjal yang tersusun oleh perbukitan-perbukitan vulkanik tua maupun muda dan sedimen Formasi Sihapas yang menempati hampir seluruh daerah penyelidikan (± 90 %) kecuali di bagian tengah yang merupakan zona depresi yang terisi oleh batuan sedimen danau.

Batuan tertua yang ada di daerah penyelidikan adalah batuan sedimen yang termasuk ke dalam Formasi Sihapas yang berumur Tersier, menempati bagian timur laut daerah penyelidikan. Batuan sedimen lainnya merupakan endapan danau yang menempati bagian tengah daerah penyelidikan yang mengisi zona depresi. Sedangkan batuan vulkanik yang ditemukan di daerah penyelidikan sebagian diperkirakan berumur Tersier (Miosen) seperti produk Bukit Malintang dan satuan batuan lava tua, sedangkan batuan vulkanik muda menempati daerah bagian barat, utara, dan selatan daerah penyelidikan yang diantaranya membentuk punggungan-punggungan vulkanik, kerucut Bukit Gajah, dan kerucut Bukit Binuang. Berdasarkan pentarikhan umur absolut batuan dengan metode jejak belah (fision

track) untuk lava Bukit Binuang di dapat kisaran umurnya 1.3 ± 0.1 juta tahun (Plistosen).

Bukit Binuang ini diperkirakan sebagai kerucut vulkanik termuda yang membentuk kubah lava (lava dome) yang berjenis Andesit piroksen. Endapan aluvium merupakan satuan batuan termuda di daerah penyelidikan yang prosesnya masih terus berlangsung hingga sekarang.

Komponen hidrogeologi daerah penelitian secara umum terbagi menjadi areal resapan (recharged area) tempat terjadinya penetrasi air meteorik di permukaan bumi, dan areal limpasan (discharged area), tempat dimana terjadi limpasan air permukaan dan bawah permukaan. Areal resapan terletak di daerah-daerah yang berelevasi tinggi, berupa

(9)

daerah berelevasi rendah, berupa pedataran dan tekuk lereng. Dua areal inilah yang memegang peranan penting dalam hal siklus hidrologi di daerah penelitian.

Curah hujan di daerah penyelidikan relatif tinggi, yaitu sebesar 3.102 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 142 hari dalam setahun. Kondisi ini ditunjang pula dengan litologi yang mempunyai porositas dan permeablitas yang baik, serta vegetasi berupa hutan yang lebat sehingga daerah ini mempunyai kondisi hidrologi yang kaya akan air, baik air permukaan maupun air tanah, sehingga sangat menujang dalam menjaga kesinambungan siklus hidrologi yang baik.

Penyebaran manifestasi panas bumi di daerah penyelidikan dikontrol oleh sesar-sesar normal yang berarah baratlaut – tenggara dan baratdaya – tenggara. Manifestasi aktif di daerah panas bumi Bonjol ini hanya berupa kelompok pemunculan mata air panas, sedangkan manifestasi berupa batuan ubahan merupakan fosil alterasi yang terjadi di masa lampau. Tiga dari empat kelompok mata air panas tersebut membentuk kelurusan, yaitu mata air panas S. Takis (± 87.9°C), mata air panas S. Limau (± 73.5°C, pH= 7.3), dan mata air panas Kambahan (± 73.4°C, pH= 7.5) dikontrol oleh sesar normal Takis, sedangkan mata air panas Padang Baru (± 49.7°C, pH= 6.5) di kontrol oleh sesar normal Padang Baru. Hal yang menarik adalah ketiga kelompok mata air panas tersebut mempunyai temperatur yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan mata air panas Padang Baru padahal berada lebih jauh dari Bukit Binuang, hal ini dapat dijelaskan dengan adanya suatu tubuh intrusi berbentuk laccolith (?) dari hasil pengolahan data gaya berat yang terdapat di bawah di sekitar S. Takis yang mempunyai kedalaman yang relatif lebih dangkal di bandingkan dengan sisa kantong magma di bawah Bukit Binuang yang diduga sebagai heat source. Selanjutnya, di sekitar mata air panas umumnya terdapat endapan sinter karbonat (travertin) dengan ketebalan hingga beberapa meter dengan air panas berjenis klorida (hasil analisis kima air), hal ini menunjukkan adanya interaksi fluida hidrotermal yang bertipe klorida dengan batuan sedimen karbonatan, sehingga selama perjalanan air tersebut berinteraksi dan muncul di permukaan membentuk sinter karbonat.

1.7.2 Sistim Panas Bumi

Sumber Panas

(10)

panas dapur magma yang berasosiasi dengan kerucut gunung api muda, kedua bisa berupa tubuh batuan intrusi muda. Secara geologi ada beberapa area di daerah penyelidikan yang memungkinkan menjadi sumber panas, yaitu Bukit Binuang yang berumur 1.3 ± 0.1 juta tahun (Plistosen) dengan produk batuan berkomposisi andesitik dan masih memungkinkan menyimpan sisa panas dari dapur magmanya dan hasil pengukuran gaya berat yang mengindikasikan adanya tubuh intrusi (laccolith ?) di bawah air panas S. Takis dan sekitarnya, yang diduga berumur kuarter (plistosen). Lokasi kedua sumber panas tersebut berada dalam suatu zona depresi yang membentuk graben, hal ini merupakan suatu hal yang wajar dimana Bukit Binuang sebagai fase vulkanik terakhir dalam suatu aktivitas vulkanik besar. Selanjutnya adanya struktur-struktur geologi di daerah penyelidikan merupakan media untuk keluarnya air panas ke permukaan.

Reservoir

Lapisan reservoir panas bumi berdasarkan definisinya adalah wadah di bawah permukaan yang bersifat sarang dan berdaya lulus terhadap fluida, dapat menyimpan fluida panas serta mempunyai temperatur dan tekanan dari sistem panas bumi. Berdasarkan penyelidikan geofisika, terutama dengan metode geolistrik kedalaman lapisan reservoir tidak diketahui, diperkirakan > 1000 meter dengan tahanan jenis 50 – 150 Ohm-m dengan indikasi clay cap berada pada kedalaman antara 500 – 800 m dengan tahanan jenis antara 10 – 15 Ohm-m dan ke arah selatan relatif lebih dalam. Reservoir diduga merupakan batuan vulkanik tua (satuan lava tua dan satuan lava produk Bukit Malintang) yang kaya akan rekahan atau yang bersifat permeabel.

Batuan Penudung

Batuan penudung (cap rock) mempunyai sifat tidak lulus air atau kedap air (impermeable) sehingga fluida hidrotermal yang terdapat di lapisan reservoir di bawahnya dapat tertahan. Batuan yang diduga sebagai lapisan penudung di daerah penyelidikan terdapat di kedalaman sekitar 500 m sampai 800 m, dengan nilai tahan jenisnya sekitar 10 - 15 ohm-meter. Perbedaan kedalaman yang cukup besar ini disebabkan oleh lapisan penutupnya yang relatif makin tebal ke arah selatan.

(11)

Sistem panas bumi ini tersebar di sepanjang struktur graben/depresi yang merupakan bagian dari sistem sesar Sumatera.

Gambar 1.4: Model panas bumi tentatif daerah panas bumi Bonjol. 1.8 Tataguna Lahan Daerah Penyelidikan

Status tataguna lahan merupakan hal yang penting untuk diketahui dalam suatu rencana penyelidikan, hal ini menyangkut kepastian status lahan berdasarkan peraturan pemerintah (Undang-undang atau peraturan lainnya) sehingga dikemudian hari apabila daerah yang kita selidiki layak untuk dikembangkan tidak akan menemui kendala dalam hal status lahan. Menurut fungsinya, berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan (Dephut, 1999), sektor kehutanan di daerah panas bumi Bonjol, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat dibagi menjadi 3 (tiga) kawasan peruntukan, yaitu: 1) Hutan Lindung, 2) Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata, dan 3) Areal Penggunaan Lain (Pemukiman dan pertanian/perkebunan rakyat), (Gambar 1.5). Berdasarkan peta tata guna lahan tersebut, lokasi sumur landaian suhu BJL-1 berada di areal penggunaan lain dan mengacu pada hasil penyelidikan terpadu

(12)

Bonjol juga berada di kawasan areal penggunaan lain, kondisi ini sangat menunjang untuk pengembangan energi panas bumi dimasa depan.

(13)

BAB II

METODE PENYELIDIKAN

2.1 Pengeboran

2.1.1 Cara Kerja di Lapangan

Pengeboran landaian suhu sumur BJL-1 dilakukan dalam beberapa trayek/tahapan kegiatan, yaitu trayek selubung (casing) 6”, trayek selubung (casing) 4”, dan trayek open

hole dengan menggunakan tricone bit (7 5/8” dan 5 5/8”) dan diamond bit ukuran 3 4/5”.

Secara rinci kegiatan pengeboran sumur BJL-1 adalah sebagai berikut:.

1). Trayek Selubung 6” (7 ½” Hole)

• Mengebor formasi batuan (non-coring) sumur BJL-1 dengan tricone bit 7 1/2” dari permukaan tanah sampai kedalaman 11,60 m

• Mengondisikan lubang bor untuk set selubung 6”

• Memasukan selubung (casing) 6 5/8“ dalam lubang sampai 11,60 m dan melakukan

penyemenan anulus selubung

• Membersihkan peralatan bekas penyemenan sambil menuggu semen dalam annulus kering.

2). Trayek Selubung 4” (5 5/8” Hole)

• Mengebor formasi batuan (coring) sumur BJL-1 dengan Diamond bit 3 4/5“ pada interval kedalaman 11,60 hingga 44,26 m

• Memperbesar lubang (reaming) bor dengan tricone bit 5 5/8” dari kedalaman 11,60 s/d

44,26 m

• Mengondisikan lubang bor untuk set selubung 4”

• Memasukan selubung 4” sampai kedalaman 44,26 m dan penyemenan anulus selubung • Membersihkan peralatan bekas penyemenan sambil menunggu semen dalam anulus

kering

• Pengeboran formasi batuan (coring) dengan Diamond bit 3 4/5“ pada interval kedalaman 44,26 – 102 m

(14)

3). Trayek Open hole 3 4/5”

• Pengeboran formasi batuan (coring) dengan Diamond bit 3 4/5” dari kedalaman 102 hingga 250,80 m (kedalaman akhir)

• Melakukan pengukuran logging temperatur di kedalaman 200 m.

2.1.2 Peralatan Bor

Mesin bor yang akan digunakan dalam kegiatan pengeboran landaian suhu sumur BJL-1

(strike hole) adalah mesin bor Merk Long year 38 lengkap dengan asesorisnya.

2.2 Geologi Sumur

2.2.1 Metode Penyelidikan Lapangan

Metode yang dipakai dalam geologi sumur antara lain berikut ini: • Menganalisis dan deskripsi contoh batuan (serbuk bor dan inti bor)

• Melakukan perhitungan, mengamati volume serta sifat fisik lumpur dalam sistem sirkulasi aktif, terutama yang menyangkut antisipasi kendala dalam operasi pemboran • Membuat composite log yang memuat profil lubang sumur, data litologi dan tipe ubahan,

zona Partial Loss Circulation (PLC) dan Total Loss Circulation (TLC) serta parameter bor lainnya seperti Rate of Penetration (ROP) dan temperatur lumpur pembilas

• Mendiskusikan dan menghitung besarnya volume bubur semen yang dibutuhkan untuk penyemenan selubung 6” dan 4”.

2.2.2 Cara Kerja Lapangan

Pekerjaan analisis batuan sumur landaian suhu BJL-1 adalah sebagai berikut:

• Pengambilan dan analisis serbuk bor pada interval kedalaman 0 – 11,60 m pada setiap interval kedalaman 3 meter

• Menganalisis inti bor pada interval kedalaman 11,60 – 250,80 m

• Mempelajari karakteristik fisik formasi serta mengantisipasi hambatan yang mungkin terjadi selaras dengan kemajuan pengeboran

• Membuat laporan harian geologi

(15)

2.2.3 Peralatan Geologi Sumur (Wellsite)

Peralatan yang dipergunakan dalam geologi sumur antara lain berikut ini: • Miskrokop binokuler

• Kotak contoh (core box)

• Plastik contoh

• Termometer digital dan kaca/Hg • Larutan HCl, phenoftaline, dan air • GPS

• Kalkulator • Kamera

• Perlengkapan keselamatan kerja, dan • Alat-alat tulis, gambar, dan spidol warna.

2.3 Geofisika Sumur

Pekerjaan geofisika well logging dimaksudkan untuk mendapatkan data temperatur sumur, sehingga diperoleh gambaran ada tidaknya anomali temperatur (gradien temperatur) pada sumur bor BJL-1.

Pekerjaan ini dilakukan dalam dua tahap pengukuran yaitu masing-masing di kedalaman 100 m dan 200 m.

2.3.1 Teori Dasar

Logging temperatur terhadap pemboran sumur BJL-1 didasarkan pada parameter gradient geotermis, dengan ketentuan setiap pertambahan kedalaman 100 m, akan terjadi kenaikan temperatur sebesar 3°C. Apabila pada penambahan kedalaman 100 m tersebut kenaikan temperatur melebihi 3°C, maka keadaan ini dapat dikatakan mempunyai anomali temperatur yang tentunya berhubungan dengan fluida panas bumi yang terdapat di bawahnya.

Anomali temperatur tersebut merupakan salah satu menyebab terbentuknya batuan ubahan hidrotermal yang mempunyai intensitas yang bervariasi sesuai sistim rekahan, jauh dekatnya batuan reservoir, jenis fluida panas bumi (uap/air panas) dan parameter lainnya. Pada batuan akan terlihat mineral ubahan hidrotrmal terbentuk oleh proses ubahan seperti argilitisasi, karbonatisasi dan proses ubahan lainnya.

(16)

Secara teoritis pengukuran logging dilakukan oleh karena adanya sumber panas yang mengalir kepermukaan melalui rekahan atau fracture, kemudian masuk kedalam aliran air bawah permukaan sehingga terpanaskan secara konduksi ataupun secara konveksi.

Pengukuran suhu ekstrapolasi (static formation temperatur test), dilakukan dengan sistem

Temperature Tracient Analyze dan metode Horner Plot (Menzeis A.J, Roux at all, 1979).

Dimana menurut sistem tersebut di atas, suhu formasi pada kedalaman tertentu dapat dihitung apabila persyaratan seperti berikut dipenuhi : dilakukan pengukuran data pengamatan kenaikan suhu pada kedalaman tertentu secara berulang pada waktu berbeda beda, setelah mengalami pendinginan pada waktu pengeboran dan sirkulasi pemboran berlangsung.

Dengan menganggap bahwa :

- Keadaan formasi homogen, baik secara lateral ataupun vertikal. - Panas Jenis formasi tetap.

Suhu yang diukur adalah panas yang mengalir secara konduksi hanya pada arah radial. Suhu Formasi dapat dihitung dengan rumus seperti dibawah ini,

Ti = Tws + ( m x Tdb )

Dimana : Ti = suhu formasi (oC)

Tws = Suhu yang diperoleh dari ekstrapolasi data pada harga = ( t + Δt / Δt ) = 1

m = Slope (oC/cycle)

Tdb = Thermal correction factor yang hubungannya dengan dimensi waktu sirkulasi (Tcd)

Tcd = t x K / (Cp . ρ . r 2)

t = Waktu pendinginan formasi ( dihitung sejak tembus formasi sampai stop sirkulasi ).

(17)

Harga K / ( Cp . ρ . r 2 ) diasumsikan sebesar 0.43 /jam untuk diameter sumur 8 inchi atau

r 2 = 0.01 m. ( Bixley P.F, Introduction to Geothermal Reservoir Enginerring, 1985), apabila data thermal propertis formasi pada kedalaman tidak ada. Dari asumsi tersebut diperoleh harga K / ( Cp . ρ . r ) = 0. 0043, sihingga Tdc dapat dihitung untuk variable (r ).

2.3.2 Cara Kerja

Sesuai program pengeboran, maka pengukuran logging temperatur dilakukan pada dua posisi kedalaman yaitu di 100 m dan 200 m. Hal ini didasarkan kepada interpretasi hasil penyelidikan secara terpadu dari geologi, geokimia, dan geofisika. Setiap pengukuran logging pada kedalamam tersebut di atas, dilakukan tahap pengukuran sebagai berikut : Tahap Persiapan.

• Sirkulasi lubang bor selama minimal dua jam/sampai lubang benar-benar bersih dan catat waktu akhir sirkulasi.

• Lakukan observasi static loss • Cabut rangkaian pipa bor / BHA Tahap Pengukuran Logging Temperatur. • Pasang rangkaian perangkat Logging

• Cek lubang dengan menggunakan sinker bar sampai dasar lubang, untuk mengetahui kondisi lubang seandainya terjadi runtuhan setelah cabut rangkaian bor, seandainya lubang mulus lanjut ke :

• Pengukuran temperatur udara dengan Thermo Couple atau temperatur maksimum dilakukan bersamaan dengan Probe logging.

• Pengukuran logging untuk temperatur T ( 0C ), kecepatan turun dari probe diatur tidak

lebih dari 3 meter/menit, dan setelah probe mencapai dasar Lubang (bottom hole), logging temperatur tool direndam selama 8 - 12 jam, dan setelah temperatur stabil (tidak berubah selama 1 – 2 jam) baru T- logging tool dinaikan dengan kecepatan naik sama dengan waktu turun.

(18)

2.3.3 Peralatan Temperatur Logging

Peralatan yang dipergunakan pada pengukuran logging terdiri dari :

No. Jenis Barang Merk/Type No. Inventaris Satuan

1. Electric Logging dengan kelengkapan : Potable Electric Logging 2.13.02.02.005.0007 1 Unit

- Kabel Probe T&P -- 1 rol

- Probe Temperaur -- 1 buah

2. GPS Garmin 12 XL 2.06.01.05.038.0035 1 buah 3. Thermometer

K-Thermocouple HI 93530 2.08.01.11.040.0014 1 buah

(19)

BAB III

HASIL PENYELIDIKAN

3.1 Pengeboran

Pengeboran landaian suhu sumur BJL-1 ini dilaksanakan dalam beberapa tahapan/trayek kegiatan, yaitu: 1). Trayek Selubung 6” dengan menggunakan mata bor berjenis tricone bit berukuran diameter 7 5/8”, 2). Trayek Selubung 4” dengan menggunakan mata bor berjenis

tricone bit berukuran diameter 5 5/8” dan diamond bit berukuran diameter 3 4/5”, dan 3).

Trayek Open hole dengan menggunakan diamond bit berukuran diametr 3 4/5”. Secara lebih rinci kegiatan-kegiatan pengeboran sumur BJL-1 ini dibahas di bawah ini dan pada

Lampiran 1.

3.1.1 Trayek Selubung 6”

Tajak sumur BJL - 1 dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 11/08/2009, jam 13.45 Wib dengan menggunakan mata bor jenis Tricone Bit (TB) berukuran diameter (Φ) 7 5/8”. Diawali dengan mengebor formasi batuan dari permukaan tanah hingga kedalaman 11.60 m

(casing point 6”). Selanjutnya mengondisikan lubang bor dengan melakukan sirkulasi bersih

di dasar lubang dan menaik dan menurunkan rangkaian bor lubang sampai lubang benar-benar bersih dan bagus. Setelah lubang dianggap bersih dan bagus kemudian rangkaian bor dicabut sampai ke permukaan dan rangkaian T-90 dan mata bor TB Φ 7 5/8” dilepaskan (lay down, L/D). Persiapan untuk memasukan selubung (casing) berukuran 6”, kemudian

masukan casing 6” sampai kedalaman 11,60 m (bottom), lalu melakukan sirkulasi bersih di dasar lubang dengan menggunakan air. Setelah lubang bersih, selanjutnya membuat bubur semen dan melakukan penyemenan anulus casing 6” dengan cara memasukan bubur semen sebanyak 170 liter ke dalam anulus sampai penuh, dengan specific gravity (S.G) =

1,8, penyemenan selesai jam 18.35 Wib. Menunggu semen kering (TSK), sambil

membersihkan peralatan bekas penyemenan, (Program Casing 6” selesai).

3.1.2 Trayek Selubung 4”

Kegiatan pada tahapan ini diawali dengan melakukan pengecekan semen di dalam anulus, hasilnya diketahui permukaan semen dalam anulus turun 2 m, kemudian melakukan penyemanan (top job) untuk mengisi anulus sampai penuh. Setelah anulus terisi penuh, sambil menunggu semen dalam anulus kering, selanjutnya mempersiapkan rangkaian bor

(20)

mata bor jenis diamont bit Φ 3 45” sampai kedalaman 11,60 m (bottom), lalu melakukan

sirkulasi bersih pakai lumpur di dasar lubang. Selanjutnya mengebor formasi batuan dari kedalaman 11,60 s/d 30,80 m, sirkulasi pakai lumpur, tidak teramati adanya hilang sirkulasi

(full returned). Pada saat pengeboran mencapai kedalaman 30,80 m, terdapat kendala

berupa kerusakan pada pompa hidrolik mesin bor, pengeboran diberhentikan sementara untuk melakkan perbaikan pompa hidrolik, perbaikan tidak berhasil. Selanjutnya pompa hidrolik mesin bor diganti dengan yang baru dan mencoba pompa hidrolik baru, hasilnya pompa hidrolik berfungsi dengan baik. Persiapan melanjutkan pengeboran dari kedalaman 30,80 s/d 39,45 m, teramati adanya hilang sirkulasi lumpur sebagian atau partial loss

circulation (PLC) sebesar 5 - 10 lpm (liter per menit). Selain terjadinya PLC pada saat

pengeboran, juga banyak terdapat kendala lainnya yang terjadi pada interval kedalaman 26,38 m hingga kedalaman 39.45 m diantaranya: adanya runtuhan batuan yang disebabkan formasi batuan lepas-lepas, contoh batuan bor (core) sedikit didapat (Recorvery factor, Rf <

15 %), terjadi sumbatan sirkulasi lumpur (sirkulasi buntu), dan beberapa kali terjadi jepitan

pada rangkaian bor. Selanjutnya, mengadakan pertemuan tim untuk mengatasi kendala-kedala di atas, hasil dari diskusi tersebut disepakati untuk melakukan pengeboran dengan menggunakan tricone bit TB Φ 5 5/8” (non coring). Kemudian melakukan persiapan untuk

mencabut rangkaian bor diamont bit (coring) s/d permukaan, lalu melepaskan rangkaian bor

coring satu per satu. Mempersiapkan dan merangkai rangkaian bor non coring (P/U & M/U TB Φ 5 5/8”), lalu memasukan rangkaian bor tersebut sampai kedalaman 26,38 m,

rangkaian masuk dengan mulus (catatan: diperkirakan terjadi caving pada lubang bor mulai di kedalaman 11,60 m). Melakukan pengeboran untuk perbesar lubang (reaming) dari kedalaman 26,38 m s/d 44,26 m (diusukan di kedalaman ini sebagai casing point), lalu melakukan sirkulasi bersih didasar lubang. Setelah lubang bersih, kemudian mengangkat rangkaian bor TBΦ 5 5/8" s/d permukaan untuk persiapan memasukan casing 4”, lalu

melepaskan rangkaian bor satu per satu. Selanjutnya melakukan persiapan untuk memasukan casing 4" ke dalam lubang, lalu casing 4” dimasukan ke dalam lubang sampai kedalaman 44,26 m (casing point), untuk sementara casing 4” belum dilakukan penyemenan anulus pada casing 4” tersebut. Melakukan persiapan dan memasukan rangkaian bor coring sampai kedalaman 44,26 m, hal ini dilakukan untuk memastikan formasi batuan pada lubang bor sudah keras dan masif, lalu melakkan sirkulasi bersih di dasar lubang. Melakukan pengeboran formasi batuan dari kedalaman 44,26 s/d 48,80 m,

(21)

masif sehinga diputuskan untuk melakukan penyemenan anulus casing 4” tersebut. Selanjutnya, mengangkat/mencabut rangkaian bor sampai permukaan untuk persiapkan penyemenan anulus casing 4”, lalu melepas rangkaian bor satu per satu. Kemudian membuat bubur semen (Slurry: Semen tipe ”G” + air) dengan S.G = 1,7. Kegiatan penyemenan diawali dengan memompakan air pemula sebanyak 350 liter, lalu memasukan

bottom plug ke dalam lubang casing, selanjutnya memompakan bubur semen sebanyak 625

liter dan masukan top plug ke casing head, lalu memompakan air penutup sebanyak 350 liter sampai bubur semen sudah tampak keluar ke permukaan, kegiatan penyemenan selesai (CIP) pukul 17.17 WIB, lalu menunggu semen dalam anulus kering sambil melakukan kegiatan membersihkan peralatan bekas penyemenan. Selanjutnya, melakkan pengecekan permukaan semen, terjadi penurunan permukaan sekitar 5 m, lalu melakukan penyemenan lewat anulus (top job). Setelah semen di permukaan anulus kering, maka dilakukan pemasangan Blow Out Preventer (BOP). Selanjutnya, melakukan persiapan dan memasukan rangkaian bor coring untuk memjajaki permukaan semen dalam casing 4”, diketahui permukaan semen dalam casing 4” (TOC= Top of cement) ada di kedalaman 38,65 m. Melakukan pengeboran semen dari kedalaman 38,65 s/d 48,80 m, terdapat kedala dengan pecahnya selang dorong lumpur, mengatasi kendala dengan mengganti selang dorong yang pecah dengan yang baru. Selanjutnya, mengebor formasi batuan dari kedalaman 48,80 s/d 53,15 m, melakukan sirkulasi bersih setiap akan menyambung rangkaian bor. Pengecekan terhadap lumpur bor, hasil diperoleh lumpur bor sudah jelek, diputuskan untuk menghentikan bor sementara untuk memvuang lumpur jelek dan sekaligus membuat lumpur baru. Setelah lumpur baru sudah siap, maka kegiatan pengeboran formasi batuan dilanjutkan dari kedalaman 53,15 s/d 68,50 m, melakukan sirkulasi bersih setiap akan menyambung rangkaian bor. Pada kedalaman 68,50 m, inner tube diangkat sampai permukaan, terjadi sangkutan pada inner tube di pipa bor paling atas. Kemudian mengusahakan untuk mengatasi sangkutan pada inner tube dengan menaik dan menurunkan inner tube ternyata tidak berhasil. Selanjutnya, mengatasi sangkutan tersebut dengan melepas satu pipa bor bagian atas, ternyata pada bagian drat pipa bor tersebut sudah jelek (penyok), lalu ganti pipa bor dengan yang baru. Setelah inner tube dapat dikeluarkan dan contoh batuan sudah diambil, maka inner tube tersebut dimasukan kembali ke dalam core barrel. Selanjutna, melakukan pengeboran formasi batuan dari kedalaman 68,50 s/d 74,10 m, melakukan sirkulasi bersih di dasar setiap akan menyambung rangkaian bor. Pada saat kedalaman bor mencapai kedalaman 74,10 m, terdapat kendala-kendala bor

(22)

penetration) lambat. Selanjutnya, diputuskan untuk menghentikan pengeboran sementara

untuk pengecek bit dan stelan inner tube dengan mencabut rangkaian bor sampai permukaan. Setelah kendala di atas teratasi, kemudian rangkaian bor dimasukan kembali sampai dasar lubang dan melakkan sirkulasi bersih di dasar lubang. Selanjutnya, melakukan pengeboran formasi batuan dari kedalaman 74,10 s/d 102,80 m, sirkulasi bersih setiap akan menyambung rangkaian bor. Kemudian mengkondisikan lubang untuk mempersiapkan kegiatn pengukuran logging temperatur dengan melakukan sirkulasi sampai bersih di dasar lubang (catatan: waktu tembus formasi : 03.25 WIB. Tin/out = 28,4/29,2°C, waktu stop sirkulasi = 05.20 WIB). Setelah lubang benar-benar bersih, lalu rangkaian bor diangkat sampai permukaan. Selanjutnya, malakukan persiapan untuk pengukuran logging temperatur, lalu pengukuran logging temperatur dimulai dengan memasukan T-logging

probe ke dalam lubang bor sampai di kedalaman 100 m. Pengukuran logging temperatur

dilakukan saat T-logging probe turun per meter kedalaman. Pada saat kedalaman di 100 m diperoleh temperatur terukur sebesar 30,1°C, kemudian T-logging probe direndam selama 8 jam, hasilnya temperatur maksimum tercatat sebesar 33,2°C. Selanjutnya, T-logging probe diangkat sampai permukaan sambil mencatat temperatur per meter saat T-logging probe diangkat sampai ke permukaan, (Program Casing 4” selesai).

3.1.3 Trayek Open Hole 3 4/5”

Trayek Open Hole merupakan tahapan terakhir dalam kegiatan pengeboran landaian suhu sumur BJL-1. Kegiatan dalam tahapan ini diawali dengan melakukan persiapan untuk memasukan rangkaian bor coring, setelah persiapan selesai kemudian rangkain bor dimasukan sampai dengan dasar lubang, lalu melakukan sirkulasi bersih di dasar lubang. Selanjutnya, kegiatan pengeboran formasi batan dari kedalaman 102,80 s/d 149,80 m, melakkan sirkulasi bersih setiap akan menyambung rangkaian bor. Pada saat pengeboran mencapai kedalaman 149,80 m, terdapat kendala, yaitu kemajuan penetrasi bor sangat lambat, diputuskan untuk menyabut rangkaian bor sampai permukaan untuk mengecek kondisi bit. Kemudian mencabut rangkaian bor sampai di permukan, lalu melakukan pengecekan bit, hasilnya bit sudah jelek dan jenisnya sudah tidak cocok dengan jenis batuan yang dibor. Setelah bit diganti dan dipasang pada rangkaian bor, kemudian dimasukan kembali sampai dasar lubang, lalu melakukan sirkulasi bersih di dasar lubang. Selanjutnya, kegiatan pengeboran formasi batan dari kedalaman 149,80 s/d 170,5 m,

(23)

mengusahakan lepaskan sangkutan pada inner tube dengan cara ditarik-tarik, ternyata tidak berhasil, malahan sling baja (wireline) terputus dari overshot. Kemudian diputuskan untuk mencabut rangkaian bor sampai permukaan untuk mengambil inner tube dan over shot. Setelah rangkaian bor dapat dicabut sampai permukaan, maka inner tube dan over shot dapat diambil/dikeluarkan dari core barrel. Kegiatan selanjutnya melakukan penyambungan

wireline yang terputus. Setelah wireline tersambung kembali, kemudian rangkaian bor

dimasukan kembali sampai dasar lubang, lalu melakkan sirkulasi bersih di dasar lubang. Selanjutnya, melakukan pengeboran formasi batuan dari kedalaman 170,50 s/d 174,80 m, lalu melakukan sirkulasi bersih setiap akan meyambung rangkaian bor. Mengondisikan lumpur dengan membuang sebagian lumpur lama/jelek dan menggantikannya dengan lumpur baru. Melakukan pembersihan lubang bor (spooling) karena lumpur dalam lubang bor sudah mulai mengental, sambil memperbaiki rem wireline. Setelah lubang bersih dan perbaikan rem selesai, kemudian melanjutkan pengeboran formasi batuan dari kedalaman 177,80 s/d 183,80 m, lalu melakukan sirkulasi bersih setiap akan menyambung rangkaian bor. Terjadi kendala berupa putusnya wireline saat inner tube mau dicabut. Selanjutnya, rangkaian bor dicabut sampai permukaan untuk mengambil inner tube, setelah rangkaian sampai di permukaan inner tube berhasil dikeluarkan dari core barrel. Kegiatan selanjutnya, meyambung kembali wireline yang terputus. Setelah wireline tersambung, selanjutnya memasukan rangkaian bor sampai dasar lbang, lalu melakukan sirkulasi bersih di dasar lubang. Kegiatan selanjutnya melakukan pengeboran formasi batuan dari kedalaman 183,80 s/d 201,80 m, lalu melakukan sirkulasi bersih setiap akan meyambung rangkaian bor.

Wireline terputus kembali saat hendak mengangkat inner tube. Kemudian rangkaian bor

diangkat dan dilepas 11,5 stand (per 2 pipa), lalu mencoba menyambung wireline yang terputus, hasilna wireline berhasil disambung. Kemudian melanjutkan memancing inner tube kembali sampai permukaan, hasilnya inner tube berhasil diankat sampai permukaan. Selanjutnya melakukan pengeboran formasi batuan dari kedalaman 201,80 s/d 210,80 m, lalu melakukan sirkulasi bersih setiap akan menyambung rangkaian bor. Kegiatan pengeboran diberhentikan sementara karena ada perbaikan wireline sambil mengondisikan lumpur serta membersihkan mud kick yang menempel pada pipa bor. Setelah semua kendala teratasi, selanjut melakukan pengeboran formasi batuan dari kedalaman 210,80 s/d 231.80 m, lalu melakukan sirkulasi bersih setiap akan menyambung rangkaian bor. Terdapat hilang sirkulasi sebagian pada lumpur pemblas (PLC) sebesar 30 lpm di kedalaman 227 m, lalu mengatasi PLC dengan terus menambah lumpur baru. Kegiatan

(24)

lalu melakukan sirkulasi bersih setiap akan meyambung rangkaian bor. Terdapat kendala dengan putusnya rantai wireline, lalu melakkan perbaikan pada rantai, hasilnya rantai tidak berhasil diperbaiki, lalu mengganti rantai yang rusak dengan rantai baru. Selanjutnya, pengeboran formasi batun dari kedalaman 243,05 s/d 250,80 m (total depth), lalu sirkulasi bersih setiap akan meyambung rangkaian bor. Kemudian membersihkan dan Kondisikan lubang bor untuk persiapan pengukuran logging temperaur, (catatan waktu tembus formasi pukul 14.15 WIB, T in/out = 30/32,6oC. Stop sirkulasi, waktu stop sirkulasi pukul 16.00 WIB,

Tout sirkulasi = 32,1oC). Setelah lubang benar-benar bersih dan bagus, maka kegiatan selanjutnya adalah mencabut rangkaian bor sampai permukaan sambil melepaskan rangkaian bor per batang. Selanjutnya, melakukan persiapan untuk pengukuran logging temperatur, kemudian T-logging probe dimasukan ke dalam lubang bor sampai 201 m, terdapat kendala dengan T- logging probe yang tidak dapat turun sampai dasr lubang yang diduga disebabkan oleh lumpur yang megental di dalam lubang, lalu diusahakan untuk memasukan T-logging probe lebih dalam dengan cara menaik dan menurunkan probe di dalam lubang, ternyata usaha tersebut tidak berhasil, akhirnya diputuskan pengukuran logging temperatur di lukukan di kedalaman 200 m, lalu T-logging probe direndam di kedalaman tersebut. Temperatur terukur di kedalaman 200 m sebesar 35,4oC, lalu T-logging

probe direndam selama 10 jam, hasilnya temperatur maksimum tercatat sebesar 42oC. Selanjutnya, T-logging probe diangkat sampai permukaan sambil mencatat temperatur per meter saat T-logging probe diangkat sampai ke permukaan. Persiapan dan tutup sumur BJL-1 dengan semen sumbat (plug). Selanjutnya, rig-down sebagai kegiatan akhir dari rangkaian pengeboran landaian suhu sumur BJL-1.

Konstruksi sumur landaian suhu BJL-1 selengkapnya disajikan pada gambar 3.1 di bawah ini.

(25)

Gambar 3.1: Konstruksi sumur landaian suhu BJL-1, daerah panas bumi Bonjol,

Kabupaten Pasaman – Provinsi Sumatera Barat.

G round S urface C asing S hoe 4" C asing 6" O p en H ole 3 1/2" C asing 4" 44.26 m

250.80 m (TD )

H ole 7 5/8" H ole 5 5/8" 11.60 m

(26)

3.2 Geologi Sumur

3.2.1 Litologi Sumur BJL-1

Litologi sumur BJL-1 berdasarkan analisis megakospis batuan contoh bor disusun oleh beberapa satuan batuan, antara lain:

1) Endapan Depresi/Danau (SD), dijumpai mulai di permukaan tanah hingga kedalaman

26, 95 m, didominasi oleh batuan lempung-pasiran berwarna abu-abu, kecoklatan.

2) Endapan Sungai Purba (SS), dijumpai di kedalaman 26,95 hingga 41,26 m, berupa

batuan-batuan lepas dari berbagai jenis, didominasi oleh batuan beku dengan ukuran bervariasi dari beberapa Cm hingga 50 Cm,

3) Andesit Terubah (AT), ditemui mulai di kedalaman 41,26 hingga 54,80 m, berwarna

abu-abu, kehijauan, sedikit kecoklatan, sebagian batuannya telah mengalami ubahan (alterasi) dengan intesitas bervariasi dari lemah sangat kuat. Bertektur porfiritik dengan fenoris terdiri dari plagioklas, piroksen yang tertanam dalam massa dasar afanitik dan gelas vulkanik. Batuan relatif segar (fresh) dijumpai di kedalaman 41,26 – 45,80 m, sedangkan intinsitas ubahan kuat hingga sangat kuat terdapat di kedalaman 45,80 hingga 54,80 m. Mineral-mineral sekunder yang hadir didominasi oleh mineral lempung (smektit, montmorilonit), kuarsa sekunder, oksida besi, dan pirit.

4) Breksi Tufa Terubah (BTT), dijumpai di kedalaman 54,80 hingga 126,90 m, berwarna

abu-abu, kehijauan, lunak-sedang, kurang padu, dengan komponen terdiri dari fragmen-fragmen andesit tertanam dalam matriks berukuran abu-pasir. Batuan telah mengalami ubahan dengan intensitas kuat dengan mineral ubahan yang dominan lempung (smekit, montmorilonit), mineral ubahan lainnya, antara lain: kuarsa sekunder, oksida besi, dan pirit. Batuan bersifat swelling. Terdapat kekar-kekar dan rekahan batuan, sebagian terisi oleh mineral kuarsa sekunder, pirit., dan lempung.

5) Breksi Tufa Terubah Termilonitisasi (BTT), dijumpai di kedalaman 126,90 hingga

148,80 m, berwarna abu-abu kehitaman, banyak dijumpai kekar-kekar, hancuran batuan, batuan asal masih dapat terlihat. Dijumpai urat-urat halus (veins) pada batuan yang terisi oleh mineral kalsit, berwarna putih, terutama di kedalaman 141,55 – 148,80 m.

6) Breksi Andesit Terubah (BAT), dijumpai di kedalaman 148,80 m hingga 188,00 m,

berwarna abu-abu, sedikit kehijauan, kecoklatan, keputih-putihan, kekerasan sedang, telah terubah dengan intensitas kuat-sangat kuat menjadi mineral lempung, kuarsa sekunder, pirit, dan oksida besi. Dijumpai kekar-kekar, rekahan dan rongga pada batuan yang

(27)

7) Andesit Terubah (AT), dijumpai di kedalaman 188,00 hingga 199,70 m, berwarna

abu-abu, masif dan keras, sebagian telah terubah dengan intensitas lemah – sedang. Bertektur porfiritik dengan fenoris terdiri dari plagioklas, piroksen yang tertanam dalam massa dasar afanitik dan gelas vulkanik. Mineral-mineral sekunder yang dijumpai adalah mineral lempung (smektit, montmorilonit), kuarsa sekunder, dan sedikit pirit.

8) Breksi Andesit Terubah (BAT), dijumpai di kedalaman 199,70 hingga 205,80 m,

berwarna abu-abu kehitaman, sedikit keputih-putihan dan kemerahan, kehijauan. Bertekstur porfiritik, dengan fenokris terdiri dari plagioklas, piroksen, dan hornblende tertanam dalam massa dasar afanitik dan gelas vulkanik. Batan terubah menjadi mineral lempung, kuarsa sekunder, pirit, dan sedikit oksida besi. Urat-uarat halus batuan terisi oleh pirit dan kuarsa sekunder.

9) Andesit Terubah (AT), dijumpai di kedalaman 205,8 hingga kedalaman 250,80

(kedalaman akhir), berwarna abu-abu, kehitaman, kehijauan, sedikit keputih-putihan, kebiruan, coklat kemerahan, kekerasan sedang-keras, agak getas, berjenis andesit, bertekstur porfiritik, dengan fenokris terdiri dari plagioklas, piroksen, dan hornblende, tertanam dalam massa dasar afatinitik dan gelas vulkanik. Batuan telah mengalami ubahan dengan intensitas sedang hingga kuat, dengan mineral-mineral sekunder yang hadir, sebagai berikut: lempung (smektit, montmorilonit), kuarsa sekunder, sedikit pirit dan oksida besi. Banyak dijumpai rekahan batuan, sebagian telah terisi oleh mineral kuarsa sekunder dan pirit.

3.2.2 Jenis, Intensitas, dan Tipe Ubahan 3.2.2.1 Jenis Ubahan

Hasil analisis megaskopis dari inti bor pada kedalaman 16 – 251,20 m menunjukkan batuan telah mengalami ubahan hidrotermal, mineral-mineral ubahan dalam contoh batuan tersebut,secara lebih rinci dibahas sebagai berikut.

• Mineral lempung, (2 – 67% dari total mineral), dijumpai hampir di semua kedalaman umumnya hadir dengan jumlah banyak (dominan), terdiri dari jenis smektit dan montmorilonit. Berwarna abu-abu keputih-putihan dan kehijauan. Kehadiran mineral lempung ini terutama sebagai hasil proses argilitisasi terhadap mineral primer (plagioklas, piroksen, hornblende) dan gelas vulkanik.

(28)

terdapat pada bagian pinggir fragmen. Hadir sebagai hasil ubahan dari mineral piroksen, plagioklas, dan gelas vulkanik.

• Kuarsa sekunder, (5 – 14 % dari total mineral), hadir hampir di semua kedalaman, dengan jumlah sedikit samai sedang, sebagai replacement dari plagioklas dan sebagai hasil devitrifikasi terhadap gelas vulkanik. Dalam beberapa fragmen serbuk bor dijumpai sebagai pengisi rekahan/urat halus (veins) dan rongga batuan (vugs).

• Pirit, (1 – 5 % dari total mineral), dijumpai hanya pada kedalaman tertentu dalam jumlah sedikit, kadang sulit ditemukan. Hadir sebagai hasil ubahan/replacement dari mineral gelap seperti piroksen, hornblende, dan gelas vulkanik. Mineral ini dijumpai pula sebagai pengisi urat halus (veins) pada batuan dan mengisi rongga (vugs) bersama-sama dengan kuarsa sekunder.

• Karbonat, (3 % dari total mineral), dijumpai hanya pada interval kedalaman 126 m, dalam jumlah sedikit, berwarna putih, hadir mengisi urat-urat halus dan rongga-rongga batuan.

3.2.2.2 Intensitas Ubahan

Batuan/litologi sumur landaian suhu BJL-1 mulai dari kedalaman 41,26 – 250,80 m telah mengalami ubahan hidrotermal dengan intensitas ubahan lemah sampai sangat kuat (SM/TM = 15 – 85 %) oleh proses ubahan argilitisasi, silisifikasi/devitrifikasi, oksidasi, dengan/tanpa piritisasi dan karbonatisasi.

3.2.2.3 Tipe Ubahan

Secara keseluruhan litologi sumur landaian suhu BJL-1 mulai dari kedalaman 41,26 – 250,80 m telah mengalami ubahan hidrotermal dengan tipe ubahan didominasi tipe argillic (didominasi mineral montmorilonit, smektit) yang berfungsu sebagai batuan penudung panas (clay cap).

3.2.3 Analisis Laboratorium

Analisis laboratorium terhadap contoh batuan sumur landaian suhu BJL-1 dilakukan untuk menunjang hasil analisis megaskospis di lapangan, sehingga diharapkan akan memberi gambaran yang lebih akurat mengenai jenis batuan dan mineral-mineral ubahan yang

(29)

metode PIMA (Portable Infrared Mineral Analizer) dan analisis petrografi. Hasil analisis contoh-contoh batuan sumur BJL-1 secara lebih rinci akan di bahas di bawah ini.

3.2.3.1 Hasil Analisis PIMA

Sebanyak 20 contoh batuan terpilih (selected samples) diambil dari sumur BJL-1 yang selanjutnya dilakukan analisis laboratorium dengan menggunakan metode PIMA, (Tabel

3.1). Hasil analisis PIMA tersebut memberikan hasil mineral-mineral ubahan pada batuan

penyusun sumur BJL-1 adalah sebagai berikut: Montmorilonit, halosit, kaolinit, gypsum. opal, dan biotit. Secara umum, mineral-mineral ubahan yang hadir didomininasi oleh mineral-mineral lempung berjenis montmorilonit, kaolinit, dan halosit, yang dapat diidentifikasi hampir pada setiap kedalaman sumur landaian suhu BJL-1, (Lampiran PIMA).

Tabel 3.2: Contoh batuan Sumur BJL-1 untuk dianalis dengan metode PIMA,

Daerah Panas Bumi Bonjol, Kab. Pasaman, Prov. Sumatera Barat.

NO. KEDALAMAN ( M ) NOMOR CONTOH

1 48.50 BJL-1 48.50 2 75.30 BJL-1 75.30 3 78.60 BJL-1 78.60 4 87.10 BJL-1 87.10 5 102.40 BJL-1 102.40 6 123/124 BJL-1 123/124 7 131/132 BJL-1 131/132 8 143.50 BJL-1 143.50 9 172.50 BJL-1 172.50 10 159.60 BJL-1 159.60 11 166.20 BJL-1 166.20 12 186.00 BJL-1 186.00 13 195.50 BJL-1 195.50 14 199.90 BJL-1 199.90 15 200.70 BJL-1 200.70 16 218.50 BJL-1 218.50 17 225.50 BJL-1 225.50 18 238.00 BJL-1 238.00 19 246.40 BJL-1 246.40 20 250.80 BJL-1 250.80

(30)

3.2.3.2 Hasil Analisis Petrografi

Sebanyak 8 contoh batuan dari sumur BJL-1 dipilih untuk selanjutnya dianalisis laboratorium dengan menggunakan metode petrografi, (Tabel 3.2). Berdasarkan hasil analisis petrografi tersebut, maka diketahui nama-nama batuan dan mineral-mineral penyusun batuan tersebut. Nama batuan hasil analisis petrografi tersebut adalah Andesit dan Breksi Vulkanik yang sebagian telah mengalami ubahan hidrotermal menjadi mineral-mineral sekunder, seperti: mineral lempung, kalsit, klorit, kuarsa sekunder, biotit sekunder, dan mineral opak,

(Lampiran Petrografi).

Tabel 3.2: Contoh batuan Sumur BJL-1 untuk dianalis dengan metode petrografi,

Daerah Panas Bumi Bonjol, Kab. Pasaman, Prov. Sumatera Barat.

NO. KEDALAMAN ( M ) NOMOR CONTOH

1 51.65 BJL-1 51.65 2 74.05 BJL-1 74.05 3 92.00 BJL-1 92.00 4 152.70 BJL-1 152.70 5 172.50 BJL-1 172.50 6 194.00 BJL-1 194.00 7 224.00 BJL-1 224.00 8 250.80 BJL-1 250.80 3.2.4 Struktur Geologi

Kehadiran struktur geologi pada sumur pengeboran panas bumi dapat ditafsirkan dari beberapa ciri struktur seperti sifat fisik batuan (milonitisasi dan rekahan) yang dikombinasikan dengan data pemboran seperti adanya hilang sirkulasi (total/sebagian) dan terjadinya drilling break.

Selama kegiatan pengeboran sumur landaian suhu BJL-1 sampai kedalaman akhir (250,80 m), terjadi hilang sirkulasi lumpur pembilas sebagian/parsial (PLC) di kedalaman 30,80 – 39,45 m dan 227 m, masing-masing sebesar 5 – 10 lpm dan 30 lpm. Banyak dijumpai kekar-kekar gerus, rekahan-rekahan yang sebagian terisi oleh kuarsa sekunder, kalsit dan pirit, dan milonitisasi pada kedalaman 126,90 - 148,80 m, berwarna abu-abu kehitaman, bersifat

(31)

3.2.5 Temperatur Lumpur Pembilas

Hasil pengukuran temperatur lumpur masuk (Tin) dan temperatur keluar (Tout) sumur landaian suhu BJL-1, berkisar antara Tin = 23,3 – 33,9°C dan Tout = 23,6 – 35,3°C, dengan selisih temperatur masuk dan keluar sebesar 0,1 – 2,6 °C.

Hasil analisis batuan sumur landaian suhu BJL-1 dan beberapa parameter bor disajikan dalam Composite Log pada gambar 3.2 dan Kegiatan Wellsite pada Lampiran 2.

(32)
(33)

3.2.6 Hasil Pengukuran Logging Temperatur

Hasil pengukuran logging temperatur pada lubang sumur bor BJL-1 pada kedalaman 100 meter yaitu data temperatur dari permukaan hingga kedalaman 100 m, pengukuran kedua berikutnya setelah lubang bor mencapai kedalaman 250,8 m, pengukuran ini tidak bisa mencapai dasar lubang bor, hal ini disebabkan oleh adanya sumbatan lubang bor pada kedalaman 201,80 m walaupun dilakukan berbagai upaya untuk menghantar T-Logging

probe sampai dasar lubang. Pengukuran kedua ini dilakukan perendaman T-Logging probe

pada kedalaman 200 m selama lebih dari 12 jam.

Dari pekerjaan logging tahap pertama sampai kedalaman lubang bor 100 meter, temperatur dipermukaan tanah/posisi kedalaman sama dengan nol terukur sebesar 26,5 °C. Sedangkan pada dasar lubang bor (100 m) terukur 33,2 °C (Gambar 3.3), setelah dilakukan analisis dan evaluasi terhadap data temperatur pada kedalaman ini diperoleh harga gradien temperatur sebesar 14,3 °C/100 m.

Pekerjaan logging tahap kedua sampai kedalaman lubang bor 250 meter, diperoleh harga bacaan temperatur dipermukaan tanah/posisi kedalaman sama dengan nol meter adalah sebesar 25,4 °C, dimana temperatur udara luar terukur oleh probe adalah 24,8 °C, sedangkan pada kedalaman 200 meter diperoleh harga bacaan sebesar 42,0 °C (Gambar

3.4) pada posisi ini data rendam diperoleh harga hasil rendam probe T-Logging probe

selama 12 jam. Data hasil rendam ini dianalisis dan dilakukan perhitungan temperatur formasi dengan menggunakan metoda Horner Plot diperoleh harga temperatur formasi = 66,2 °C dengan gradien temperatur sebesar 18,97 °C/100 m (> 6 kali gradien normal rata-rata bumi).

(34)

Gambar 3.3: Grafik temperatur vs kedalaman sumur bor BJL-1 di Kedalaman 100 m. 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 -250 -240 -230 -220 -210 -200 -190 -180 -170 -160 -150 -140 -130 -120 -110 -100 -90 -80 -70 -60 -50 -40 -30 -20 -10 0 KE DALAMA N ( m ) TEMPERATUR ( C )o Keterangan :

= Temp. Probe Logging Turun dan Rendam = Temp. Probe Logging Naik setelah direndam

(35)

0 10 20 30 40 50 60 70 -250 -240 -230 -220 -210 -200 -190 -180 -170 -160 -150 -140 -130 -120 -110 -100 -90 -80 -70 -60 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 TEMPERATUR ( C )o KED AL AMAN ( m ) Keterangan :

= Temp. Probe Logging Turun dan direndam = Temp. Probe Logging Naik setelah direndam

Temp. Maksimum Terukur = 42,0 C o

(36)

BAB IV PEMBAHASAN

Batuan penyusun sumur landaian suhu BJL-1 mulai dari permukaan hingga kedalaman 41,26 m disusun oleh endapan depresi/danau dan endapan sungai tua (purba) yang belum terkena ubahan hidrotermal, hanya di bagian permukaan batuan mengalami proses eksogenik berupa pelapukan dengan intensitas rendah-sedang. Adanya endapan sungai tua tersebut dapat dilihat jelas dari contoh batuan yang didapat dan dari parameter bor, dimana contoh batuan terdiri dari berbagai komponen batuan (polimik) dan batuan lepas-lepas, sehingga sulit untuk penetrasi dan lubang sering ambruk saat pengeboran. Selanjutnya pada kedalaman 41,26 m hingga kedalaman akhir (250,80 m) pengaruh fluida hidrotermal mulai nampak, yakni dengan dijumpainya batuan ubahan pada interval kedalaman tersebut. Intensitas ubahan bervariasi dari lemah hingga sangat kuat (SM/TM = 15 – 85 %). Hasil analisis batuan pada sumur BJL-1 memberikan mineral-mineral ubahan yang hadir sebagai berikut: montmorilonit/smektit, kaolinit, kuarsa sekunder, opal, kalsit, oksida besi, pirit, gypsum, klorit, dan biotit sekunder. Mineral-mineral lempung hadir mendominasi hampir di setiap kedalaman pada sumur BJL-1 ini.

Secara umum proses ubahan yang terjadi di sumur BJL-1 sampai kedalaman akhir masih menunjukkan ubahan berderajat rendah yang dicirikan oleh ubahan hasil proses argilitisasi, silifikasi, oksidai, dengan/tanpa piritisasi, karbonatisasi, dan kloritisasi. Mineral-mineral ubahan tersebut dikelompokkan termasuk ke dalam jenis argilik (argilic Type) yang berfungsi sebagai lapisan punudung panas (clay cap). Berdasarkan hasil analisis PIMA dan petrografi dijumpai mineral biotit sekunder hasil ubahan dari mineral hornblende pada sumur BJL1 ini, yang diketahui mempunyai temperatur pembentukan relatif tinggi, yaitu >260°C, hal inididuga merupakan sisa ubahan masa lampau atau sebagai fosil alterasi, hal ini sangat dimungkinkan karena lokasi sumur BJL-1 ini berada tak jauh dari jalur jalur mineralisasi berumur Tersier dengan jenis batuan vulkanik tua, yaitu di sebelah di baratlaut (di sekitar mata air panas S. Takis) dan Bukit Malintang di sebelah timur-tenggara.

Hadirnya mineral-mineral lempung ubahan di sumur BJL-1 hingga kedalaman akhir, mendukung data survei terpadu sebelumnya, yang menujukkan adanya lapisan batuan

(37)

bahwa harga tahanan jenis rendah tersebut bukanlah disebabkan oleh batuan sedimen, melainkan adanya lapisan lempung ubahan hidrotermal dalam sistem panas bumi Bonjol.

Berdasarkan temperatur pembentukan dari mineral-mineral ubahan yang hadir di sumur landaian suhu JL-1, maka dapat diperkirakan bahwa secara umum sumur BJL-1 sampai kedalaman akhir (250,80 m) mempunyai temperatur sekitar 90°C. Perkiraan temperatur tersebut selaras/sesuai dengan hasil perhitungan temperatur logging yang memberikan temperatur sebesar 66,2°C di kedalaman 200 m, (Tabel 4.1).

Tabel 4.1: Temperatur pembentukan mineral-mineral ubahan pada sumur BJL-1.

Pada sumur landaian suhu BJL-1 ini, dijumpai sedikitnya dua kali terjadi hilang sirkulasi parsial (partial loss circulation), yakni di interval kedalaman 30,80 – 39,45 m dan 227 m, masing-masing sebesar 5 – 10 lpm dan 30 lpm. PLC pertama yang terjadi di interval kedalaman 30,80 – 39,45 m diduga disebabkan oleh adanya rongga-rongga antar komponen batuan pada satuan endapan sungai purba, sedangkan pada kedalaman 227 m PLC terjadi karena adanya kekar-kekar pada batuan dikedalaman tersebut.

Pada pengukuran logging temperatur dilakukan perhitungan dengan metode Horner Plot untuk mendapatkan harga Initial Temperature (temperatur formasi). Berdasarkan hasil perhitungan tersebut diperoleh harga temperatur formasi sebesar 66,2 oC (Gambar 4.1)

Horner Plot pada posisi kedalaman 200 meter.

Smektit Kaolinit Halosit Kuarsa Sekunder Opal Kalsit Oksida Besi Pirit Gypsum Klorit Biotit Mineral Sekunder 350 TEMPERATUR ( ° C ) 30 50 100 150 200 250 300 Smektit Kaolinit Halosit Kuarsa Sekunder Opal Kalsit Oksida Besi Pirit Gypsum Klorit Biotit Sekunder Mineral Sekunder 350 TEMPERATUR ( ° C ) 30 50 100 150 200 250 300 Smektit Kaolinit Halosit Kuarsa Sekunder Opal Kalsit Oksida Besi Pirit Gypsum Klorit Biotit Mineral Sekunder 350 TEMPERATUR ( ° C ) 30 50 100 150 200 250 300 Smektit Kaolinit Halosit Kuarsa Sekunder Opal Kalsit Oksida Besi Pirit Gypsum Klorit Biotit Mineral Sekunder 350 TEMPERATUR ( ° C ) 30 50 100 150 200 250 300 Smektit Kaolinit Halosit Kuarsa Sekunder Opal Kalsit Oksida Besi Pirit Gypsum Klorit Biotit Sekunder Mineral Sekunder 350 TEMPERATUR ( ° C ) 30 50 100 150 200 250 300

(38)

Gambar 4.1: Grafik analisis temperatur formasi dengan metode Horner Plot.

Grafik "Horner Plot" Sum ur Landaian Suhu BJL-1 Bonjol

Untuk Tem peratur Form asi dan Gradien Tem peratur

y = -18.974x + 66.239

36 37 38 39 40 41 42 43 1.32 1.34 1.36 1.38 1.4 1.42 1.44 1.46 1.48

(T+dt)/dt

Tem p Form asi = 66.2

o

C

Gradien Tem p. = 18.97

T

e

m

p

er

at

u

r (

o

C)

(39)

Berdasarkan temperatur formasi pada posisi kedalaman pengukuran 200 m, diperoleh harga gradien temperatur sebesar 18,97 oC/100 meter atau lebih dari enam (6) kali gradien

rata-rata bumi (± 3°C per 100 m). Selanjutnya, jika perkiraan top reservoir di daerah panas bumi Bonjol berada di kedalaman sekitar 1000 m (hasil survei terpadu, 2006) dan gradien diasumsikan linier pada sumur BJL-1, maka temperatur di kedalaman tersebut sekitar 218 oC, (Gambar 4.2).

(40)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

1) Sumur landaian suhu BJL-1 mempunyai kedalaman akhir 250,80 m berada di lingkungan vulkanik di dalam zona depresi segmen Sesar Besar Sumatera (Great

Sumatera Fault)

2) Secara umum litologi sumur BJL-1 disusun oleh 1) endapan depresi/danau, 2) endapan sungai purba, 3). Produk vulkanik tua, perselingan antara lava andesitik dan piroklastika (breksi vulkanik)

3) Ubahan hidrotermal di sumur BJL1 didominasi oleh mineral lempung bertemperatur rendah (montmorilonit) dengan intensitas lemah – sangat kuat, dengan tipe ubahan argilik (argilic type), yang berfungsi sebagai batuan penudung panas (clay cap) dalam sistem panas bumi Bonjol

4) Selama kegiatan pengeboran tercatat temperatur lumpur masuk (Tin) dan temperatur keluar (Tout) di sumur BJL-1, berkisar Tin = 23,3 – 33,9°C dan Tout = 23,6 – 35,3°C, dengan ΔT= 0,1 – 2,6°C

5) Gradien termal di sumur BJL-1 sebesar 18,97°C/100 m atau sekitar 6 kali gradien rata-rata bumi (3°C/100 m), dengan temperatur formasi di kedalaman ± 200 m adalah 66,2°C

6) Perkiraan temperatur formasi di kedalaman 1000 m adalah sekitar 217°C.

5.2. Saran

1) Survei dengan metode Magnetotelluric (MT) yang akan dilakukan di daerah panas bumi Bonjol, disarankan memotong sumur BJL-1, daerah rospek, dan sekitar kelompok mata air panas S. Takis, S. Limau, S. Kambahan, dan Padang Baru

2) Untuk segera dibuat usulan Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) panas bumi Bonjol, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat.

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Arif Munandar, dkk., 2006. Laporan Pengeboran Landaian Suhu Sumur JBO-1 dan JBO-2 Daerah Panas Bumi Jaboi, Kota Sabang, Provinsi Nangro Aceh Darussalam, Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi.

Bakrun, dkk., 2007. Laporan survei terpadu daerah panas bumi Bonjol, Kab. Pasaman, Prov. Sumatera Barat, Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi.

Browne, P.R.L., 1978. Hydrothermal alteration in Active Geothermal Fields, Annual Riview

of Earth and Planetay Science 6:229-250.

Fredi Nanlohi, dkk., 2006. Laporan pengeboran sumur landaian suhu SWW-1 dan SWW- 2 Daerah panas bumi Suwawa, Kab. Luwu – Sulawesi Selatan. Laporan Subdit. Panas Bumi, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral. Tdk dipubl.

Lawless, J.V., White, P.J., and Bogie, I., 1994. Important Hydrothermal Minerals and their

Significance, Fifth Edition, Kingston Morrison Ltd.

Mahon K., Ellis, A.J., 1977. Chemistry and Geothermal System. Academic Press Inc. Orlando.

(42)

Bandung, Nopember 2009

Mengetahui,

Koordinator Tim, Penulis,

Ir. Tarsis Ari Dinarna Ir. Arif Munandar NIP. 100011543 NIP. 100011866

Mengetahui/Menyetujui: Pejabat Pembuat Komitmen Pusat Sumber Daya Geologi

Ir. Sabtanto J. Suprapto NIP 10001058

(43)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ………. i

SARI ... ii

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

1.1 Latar Belakang ………. 1

1.2 Maksud dan Tujuan ………. 2

1.3 Ruang Lingkup ... 2

1.4 Letak dan Pencapaian Daerah ……….. 6

1.5 Waktu Pelaksanaan dan Susunan Petugas ... 6

1.6 Keadaan Daerah ... 6

1.7 Penyelidkian Terdahulu ……… 8

1.7.1 Geologi Daerah Bonjol ... 8

1.7.2 Sistem Panas Bumi Daerah Bonjol ... 9

1.8 Tataguna Lahan Daerah Bonjol ... 11

BAB II METODE PENYELIKAN ………. 13

2.1 Pengeboran ………. 13

2.1.1 Cara Kerja di Lapangan ………. 14

2.1.2 Peralatan Bor ... 14

2.2 Geologi Sumur ………... 14

2.2.1 Metode Penyelidikan ………... 14

2.2.2 Cara Kerja Lapangan ………... 14

2.2.3 Peralatan Wellsite ... 15

2.3 Geofisika Sumur ………... 15

2.3.1 Teori Dasar ... 15

2.3.2 Cara Keraja Lapangan ………... 17

2.3.3 Peralatan Logging Temperatur ………. 18

BAB III HASIL PENYELIDIKAN ………. 19

3.1 Pengeboran ………. 19

3.1.1 Trayek Selubung 6” ………. 19

3.1.2 Trayek Selubung 4” ………. 22

3.1.3 Trayek Open Hole 3 4/5” ………. 16

3.2 Geologi Sumur ………. 26

3.2.1 Litologi Sumur BJL-1 ………... 26

3.2.2 Jenis, Intensitas dan Tipe Ubahan ...………. 27

3.2.2.1 Jenis Ubahan ... 28

3.2.2.2 Intensitas Ubahan ... 28

3.2.3 Analisis Laboratorium ... 28

3.2.2.3 Tipe Ubahan ... 28

3.2.3.1 Hasil Analisis PIMA ... 29

3.2.3.2 Hasil Analisis Petrografi ... 30

3.2.4 Struktur Geologi ... 30

3.2.5 Temperatur Lumpur Pembilas ... 31

(44)

BAB 1V PEMBAHASAN …………..……….. 36

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ………. 40

5.1 Simpulan ... 40

5.2 Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ………. -

Gambar

Gambar 1.2: Peta lokasi bor landaian suhu BJL-1 dan kompilasi daerah prospek panas bumi  Bonjol, Pasaman – Sumatera Barat
Gambar 1.3: Denah lokasi sumur BJL-1, daerah panas bumi Bonjol, Kab. Pasaman, Prov. Sumatera Barat
Gambar 1.4: Model panas bumi tentatif daerah panas bumi Bonjol.
Gambar 1.5: Peta Tata Guna Lahan (Modifikasi dari Dephut 1999)
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat sulfidasi fluida panas bumi ditinjau dari kandungan mineral sulfida didalam kerak silika melalui analisa sayatan tipis

pada Renstra Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Barat, target indikator Persentase record database aparatur yang terisi lengkap adalah sebesar 85%, namun