• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Importir diasumsikan melakukan pilihan diantara berbagai alternatif yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III. KERANGKA PEMIKIRAN. Importir diasumsikan melakukan pilihan diantara berbagai alternatif yang"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Permintaan

Importir diasumsikan melakukan pilihan diantara berbagai alternatif yang tersedia dalam pola perilaku tertentu yang memberikan kepuasan terbesar dari mengkonsumsi suatu komoditi tertentu (Henderson dan Quandt, 1980). Preferensi importir untuk memutuskan memesan suatu komoditi yang berasal dari berbagai negara yang berbeda dapat dijelaskan dengan pendekatan fungsi utilitas oleh Leontif dan Sono dalam Niemi (2003). Menurut pendekatan ini, pengambilan keputusan impor dapat dibagi ke dalam dua tahap. Tahap pertama importir memutuskan berapa banyak akan mengkonsumsi komoditi Q dan komoditi-komoditi lain yang dikelompokkan dalam satu gabungan dengan notasi numeraire N. Keputusan ini didasarkan kepada total pengeluaran dan harga komoditi tersebut. Kedua, pilihan dibuat mengenai berapa banyak akan mengkonsumsi suatu komoditi dari berbagai sumber (Q1, …, Qn). Komoditi yang diimpor dari sumber yang berbeda dianggap sebagai komoditi yang berbeda. Fungsi utilitas agregat yang digunakan adalah dalam bentuk constant elasticity of substitution (CES) untuk mengurangi parameter yang harus diestimasi sehingga model menjadi lebih sederhana dan mudah dikontrol (Winters dalam Niemi, 2003).

Permintaan Impor

Persamaan permintaan impor berasal dari maksimisasi persamaan utilitas dengan kendala anggaran.

(2)

Max : U(Mj,Nj)=[πjMαj +(1−πj)Nαj ]1α ... (3.1) Kendala : n j j j jM N Y P + = ... (3.2) dimana:

U = total utilitas importir

j

M = kuantitas dari komoditas tertentu yang diimpor oleh negara j

j

N = kuantitas komoditas lain yang diimpor oleh negara j

j

P = harga rata-rata komoditas yang diimpor oleh negara j

n j

Y = pendapatan nominal negara j

α = nilai constant elasticity of substitution antar sektor komoditas 1

<

α dan 0<π <1

Maksimisasi persamaan utilitas dilakukan oleh Niemi (2003) dengan metode Lagrange. Hasil dari maksimisasi tersebut diperoleh persamaan permintaan impor untuk negara j sebagai berikut:

p m j j j d j D P Y b M ε         = 1 ... (3.3) dan p n j j j j D P Y b N ε         − =(1 1) ... (3.4) dimana:

(

)

[

π π

]

(−α) = 1 1 1 1 j j b , Yj =Yjn D, εmp =1

(

α−1

)

j

Y = pendapatan riil negara j

j

D = deflator negara j

p m

(3)

p n

ε = elastisitas harga permintaan impor untuk komoditi N

Permintaan Ekspor

Persamaan permintaan ekspor dapat dibangun dari maksimisasi persamaan utilitas untuk pembelian jenis komoditas yang sama dengan pemasok yang berbeda. Setelah didapatkan tingkat pengeluaran n

m

Y untuk komoditas M, maka maksimisasi utilitas dari berapa banyak komoditi tersebut dibeli dari berbagai alternatif pemasok yang dimisalkan dengan eksportir i dan pesaingnya k ke pasar di negara importir j dengan harga ekspor P dan i P yang diperlihatkan oleh k persamaan berikut: Max : Um(X1,...,Xn)=[πijXijβ +(1−πij)Xkjβ] ... (3.5) Kendala : n mj kj kj ij ijX P X Y P + = ... (3.6) dimana: n mj

Y = anggaran untuk pembelian komoditas M oleh negara j

ij

X = kuantitas komoditas yang diekspor dari negara i ke negara j

ij

π = pangsa pasar relatif eksportir i di pasar j

β = nilai constant elasticity of substitution dalam suatu sektor komoditas

1 < β dan

= = n i ij 1 1 π

Maksimisasi persamaan utilitas diatas yang dilakukan oleh Niemi (2003) dengan metode Lagrange menghasilkan persamaan permintaan ekspor dari negara i dan pesaingnya k adalah sebagai berikut:

(4)

p x j ij j d ij P P M b X ε         = 2 ... (3.7) dan p x j kj j d kj P P M b X ε         − =(1 2) ... (3.8) dimana:

(

)

[

π π

]

(−β) = 11 2 1 ij ij

b , εxp =1

(

β −1

)

, pangsa pasar eksportir

ij

P = harga komoditas yang di impor dari negara i ke negara j

j

P = harga rata-rata dari komoditas yang diimpor negara j

p x

ε = elastisitas harga dari permintaan ekspor

1 0<b2 <

Tingkat dimana importir akan melakukan substitusi ekspor dari pemasok i dengan pemasok lain misalkan k, dimana k = 1, …, n-1, untuk menjaga jumlah total impor komoditi M yang tetap adalah sama dengan marginal rate of substitution. 1 1 −                 − = ∂ ∂ β π π kj ij ij ij ij kj X X X X ... (3.9) Permintaan Dunia

Konsumsi sisa dunia (rest of the world) dinotasikan oleh Crow yang

merupakan gabungan dari konsumsi selain yang diimpor oleh pasar j. Permintaan ini dibangun dari konsumsi domestik komoditi yang diproduksi sendiri oleh pasar j, konsumsi domestik dari negara-negara eksportir i, dan permintaan impor dari pasar selain j. Asumsi yang digunakan adalah elastisitas substitusi dari semua

(5)

konsumen konstan. oleh karena itu persamaan konsumsi sisa dunia memiliki kemiripan dengan persamaan permintaan impor yang diperlihatkan oleh rumus berikut: p row row row row D P Y b C ε     = 3 ... (3.10)

Total konsumsi dunia dapat dihasilkan dari penjumlahan kuantitas yang diminta oleh importir dan konsumsi sisa dunia yang ditunjukkan oleh persamaan berikut:

= + = m j row j C M C 1 ... (3.11)

dimana permintaan impor M diperoleh dari persamaan (3.1) sedangkan konsumsi j sisa dunia Crow diperoleh dari persamaan (3.10).

3.1.2. Penawaran

Secara tradisional penawaran dipengaruhi oleh perubahan harga dan perubahan faktor-faktor lain selain harga. Variabel harga yang digunakan biasanya dalam bentuk harga relatif yang dapat diartikan sebagai harga yang dibayarkan relatif terhadap harga yang diterima, atau harga output relatif terhadap harga input (Henderson dan Quandt, 1980). Selain harga terdapat faktor lain seperti kondisi cuaca, kepemilikan sumber daya, teknologi, pertumbuhan GDP, dan pertumbuhan populasi yang juga penting dalam menjelaskan penawaran komoditas pertanian.

(6)

Penawaran Impor

Total penawaran dari komoditas yang diimpor ke pasar j tergantung pada situasi baik di negara-negara pemasok maupun di negara pengimpor itu sendiri. Pemasok luar negeri adalah semua produsen kecuali yang ada di negara importir. Jumlah yang ingin di supply oleh produsen dipengaruhi oleh harga di pasar dunia relatif terhadap tingkat harga umum. Selain itu juga dipengaruhi oleh cadangan mata uang luar negeri di negara importir dan rasio harga impor dan harga dunia. Persamaan penawaran impor untuk pasar j menurut Lord dalam Niemi (2003) adalah sebagai berikut:

(

)

δ1

(

)

δ2 δ3 j w j w w s j A P D P P FEX M = ... (3.12) dimana: s j

M = penawaran impor di negara j

w

D = tingkat harga umum dunia

j

P = harga impor di pasar j

w

P = harga dunia

j

FEX = cadangan mata uang luar negeri di negara j

Penawaran impor negara j tergantung pada harga dunia dari komoditi yang diperdagangkan yang mana mempengaruhi ketersediaan penawaran. Selain itu juga dipengaruhi oleh harga impor relatif komoditas tersebut dan cadangan mata uang luar negeri.

Impor satu komoditas tertentu hampir tidak dipengaruhi oleh perubahan dalam cadangan mata uang luar negeri dari negara tersebut oleh karena itu elastisitasnya akan bernilai nol. Sedangkan elastisitas harga relatif penawaran

(7)

impor akan mendekati tak hingga karena importir tidak memiliki kemampuan untuk mempengaruhi harga komoditi di pasar (Hickman dan Lau dalam Niemi, 2003). Harga impor dapat diperoleh dari invers persamaan penawaran impor. Invers penawaran menunjukkan bahwa harga impor mempunyai respon yang proportional terhadap pergerakan dalam harga dunia dari komoditi tersebut.

w

j b P

P = 4 ... (3.13) Konstanta b4 menunjukkan perbedaan antara kedua harga tersebut. Pada pasar yang kompetitif, harga dari komoditas yang identik dan dinyatakan oleh mata uang yang sama, dalam jangka panjang akan sama di dalam perdagangan internasional. Namun adanya biaya transportasi, tarif, perbedaan metode dalam penilaian, perjanjian pembelian dalam bentuk kontrak jangka panjang, informasi yang tidak sempurna, dan lain sebagainya, dapat menyebabkan tidak berlakunya hukum satu harga (Chu dan Krishnamurty dalam Niemi, 2003).

Penawaran Ekspor

Persamaan penawaran ekspor diperoleh dari proses minimisasi biaya yang diawali dengan penentuan persamaan produksi yang menunjukkan kombinasi input yang berupa kapital dan tenaga kerja untuk menghasilkan komoditi ekspor (Lord dalam Niemi, 2003). Persamaan produksi adalah sebagai berikut:

ρ τ ρ ρ ) (K L B Xis = − ... (3.14) dimana:

(

θ0 θ1 θ2ψ

)

exp + + = T B T = variabel tren ψ = major disturbance

(8)

s i

X = kuantitas komoditas yang diekspor dari negara i K = jumlah kapital yang digunakan

L = jumlah tenaga kerja yang digunakan ρ = nilai constant elasticity of substitution τ = return to scale

1

<

ρ dan τ >0

Fungsi produksi yang digunakan adalah dalam bentuk constant elasticity of substitution (CES).

Maksimisasi yang dilakukan untuk mendapatkan persamaan ekspor terbagi dalam dua langkah. Pertama, adalah minimisasi biaya produksi pada tingkat ekspor tertentu. Kedua adalah pemilihan tingkat ekspor yang paling menguntungkan. Minimisasi biaya adalah sebagai berikut:

Min : C =PKK +PLL... (3.15) Kendala : BρτKρ +BρτLρ = Xρτ ... (3.16) dimana:

C = biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi M

K

P = harga kapital

L

P = upah tenaga kerja

Solusi dari masalah diatas yang dilakukan oleh Niemi (2003) dengan menggunakan metode Lagrange adalah:

ρ ρ ρ ρ ρ ρ τ τ 1 ( 1) ( 1) ( 1) 1 ) ( − + − − =B X PK PL C ... (3.17) Eksportir memiliki kebebasan untuk memilih tingkat biaya dan output serta tujuan akhir dari maksimisasi keuntungan. Kuantitas produk yang akan di

(9)

supply oleh eksportir dihasilkan oleh first order condition dari maksimisasi profit. First order condition menghasilkan persamaan penawaran ekspor sebagai berikut:

) exp( 1 2 5 ϕ ϕ ψ γ +       = T D P b X i i s i ... (3.18) dimana :

(

τ

)

τ γ = 1− , ϕ1 =θ1

(

1−τ

)

, ϕ2 =θ2

(

1−τ

)

i

P = harga nominal komoditas ekspor dari negara i

i

D = deflator negara i

γ = elastisitas harga penawaran ekspor 0

>

γ

Eksportir diasumsikan menghadapi decreasing return to scale dan penawaran ekspor memiliki slop positif.

Penawaran Dunia

Produksi sisa dunia dinotasikan oleh Qrow yang mencakup semua produksi selain yang diekspor oleh pasar j. Penawaran ini terdiri dari konsumsi domestik negara eksportir dan produksi dari semua negara. Asumsi yang digunakan adalah bahwa fungsi produksi dalam bentuk constant elasticity of substitution, maka persamaan penawaran sisa dunia memiliki persamaan dengan penawaran ekspor yang diperlihatkan oleh rumus berikut:

) exp( 1 2 6 T W D P b Qrow σ σ γ +       = ... (3.19) dimana: 0 > γ dan σ1,σ2 ≠0

(10)

Total penawaran eksportir dan produksi sisa dunia menghasilkan persamaan penawaran agregat.

row s i

iX Q

Q=

+ ... (3.20) Penawaran ekspor X diperoleh dari persamaan (3.18), sedangkan output sisa is dunia Qrow diperoleh dari persamaan (3.20).

3.1.3. Kebijakan Perdagangan

Hambatan terhadap berlangsungnya perdagangan internasional disebut juga dengan kebijakan perdagangan. Hambatan terhadap perdagangan terbagi dalam dua bentuk yaitu (1) tarif, yang terkait dengan pengenaan pajak dan bea masuk pada barang yang diperdagangkan, dan (2) non-tarif, yang berkaitan dengan berbagai instrumen kebijakan yang kompleks untuk menyembunyikan motif proteksi. Kebijakan-kebijakan dalam perdagangan internasional baik yang dilakukan oleh importir maupun eksportir, dapat dijelaskan oleh analisis keseimbangan parsial. Analisis ini menggambarkan pertemuan dari penawaran dan permintaan antar negara yang menyebabkan terjadinya perdagangan.

Tarif Impor

Pemberlakuan kebijakan tarif impor biasanya digunakan untuk melindungi produsen dalam negeri. Analisis parsial menunjukkan bahwa tarif impor akan menyebabkan bergesernya kurva excess demand ED vertikal ke bawah menjadi EDt sebesar jumlah tarif yang dikenakan (Gambar 2). Hal ini berakibat kepada meningkatnya harga domestik dari komoditas impor di negara importir.

(11)

Tarif yang diberlakukan dapat diperlihatkan oleh persamaan permintaan impor maupun persamaan permintaan ekspor yang dinyatakan sebelumnya oleh persamaan (3.3) dan (3.7) menjadi persamaan berikut:

p m j j j d j D P t Y b M ε         + = 1 (1 ) ... (3.21) dan p x j ij j d ij P t P t M b X ε         + + = ) 1 ( ) 1 ( 2 ... (3.22) dimana:

t = tarif impor yang diberlakukan oleh negara j

Tarif yang ditetapkan diasumsikan dalam bentuk tarif spesifik yang dikenakan sebagai beban tetap pada setiap unit barang yang di impor.

Pajak Ekspor

Pembatasan ekspor yang dilakukan oleh suatu negara umumnya dilakukan untuk menjaga ketersediaan komoditi dalam memenuhi kebutuhan domestik selain itu juga untuk mempengaruhi harga dunia jika negara eksportir merupakan pemasok besar komoditi tersebut. Seperti halnya tarif impor, pajak ekspor akan mempengaruhi harga di negara eksportir dimana menggeser kurva ES vertikal ke atas menjadi ESte sebesar jumlah tarif yang dikenakan yang berakibat pada penurunan penawaran (Gambar 3).

Pajak ekspor akan mempengaruhi persamaan penawaran ekspor sehingga persamaan (3.18) akan menjadi:

) exp( ) 1 ( 2 1 ' 5 ϕ ϕ ψ γ +     − = T D te P b X i i s i ... (3.23)

(12)

dimana:

ER P Pi' = i*

te = pajak ekspor yang diberlakukan oleh negara i

Pengenaan pajak ekspor akan menyebabkan berkurangnya harga yang diterima produsen karena pajak tersebut akan meningkatkan biaya marginal. Bentuk pajak ekspor yang dibebankan adalah tarif spesifik dengan jumlah tertentu untuk setiap unitnya.

Kuota Ekspor

Pembatasan ekspor juga dapat dilakukan dengan pemberlakuan kuota yang merupakan pembatasan langsung atas jumlah barang yang boleh diekspor dengan tujuan yang hampir sama dengan pajak ekspor. Kuota ekspor yang dilakukan oleh suatu negara menyebabkan kurva ES patah (Gambar 6) sehingga perdagangan terjadi dalam jumlah yang lebih sedikit dari sebelumnya. Hal ini berdampak pada peningkatan harga yang menyebabkan penurunan volume perdagangan.

Kuota ekspor akan mempengaruhi persamaan penawaran ekspor menjadi sebagai berikut: ) exp( 1 2 ' 5 ϕ ϕ ψ γ +     = − T D P b qu X i i s i ... (3.24) dimana:

qu = jumlah kuota ekspor yang diberlakukan negara i

Pemberlakuan kuota yang merupakan pembatasan terhadap ekspor suatu komoditas tertentu oleh suatu negara secara langsung akan mengurangi penawaran ekspor komoditi terkait negara tersebut. Kebijakan ini dianggap lebih efektif dari

(13)

pada pajak ekspor dalam mengurangi ekspor, namun hal ini dapat menimbulkan penyelundupan.

3.2. Kerangka Operasional

Karet alam adalah komoditas yang memberikan sumbangan bagi devisa negara dan memiliki prospek ekonomi yang cukup baik karena mampu bertahan selama masa krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Dalam konteks perkembangan ekspor dunia terlihat bahwa ekspor karet dunia mengalami pertumbuhan setiap tahunnya. Sedangkan jumlah ekspor karet alam dari Indonesia cukup berfluktuasi dari tahun ke tahun namun secara umum mengalami pertumbuhan setiap tahun walaupun kecil. Hal ini menunjukkan peluang pasar bagi ekspor komoditas karet Indonesia masih terbuka. Perhatian yang ditujukan dalam upaya merespon peluang pasar karet alam ini tidak hanya dalam bentuk peningkatan produksi tetapi juga harus memperhatikan sisi perdagangan.

Indonesia sebagai eksportir karet alam kedua terbesar di dunia memiliki pesaing yang cukup berat dalam merebut pangsa pasar ekspor karet alam yang berasal dari Thailand dan Malaysia sebagai eksportir pertama dan ketiga terbesar di dunia. Sedangkan pasar impor karet alam dikuasai oleh dua negara besar yaitu Amerika Serikat dan Jepang sebagai negara-negara tujuan ekspor karet alam utama. Amerika Serikat dan Jepang secara tradisional merupakan negara pengimpor utama karet. Data Departemen Perindustrian dan perdagangan menunjukkan bahwa impor karet alam Amerika Serikat cenderung meningkat secara perlahan. Sejalan dengan kenaikan impor, konsumsi karet alam juga mengalami peningkatan. Hal yang sama terjadi juga untuk Jepang.

(14)

Besarnya arus perdagangan karet alam dipengaruhi oleh adanya perubahan-perubahan dalam lingkungan perdagangan saat ini. Berbagai kebijakan-kebijakan perdagangan baik yang berasal dari negara-negara importir maupun yang dilakukan oleh negara-negara eksportir mengalami perubahan sebagai respon terhadap dinamika yang terjadi di lingkungan perdagangan. Putaran Uruguay merupakan langkah besar menuju liberalisasi dalam perdagangan internasional. Komoditas pertanian juga termasuk di dalam perjanjian liberalisasi tersebut. Liberalisasi pertanian mulai efektif dilaksanakan pada tahun 1995 setelah terbentuknya World Trade Organisation (WTO), dimana negara-negara maju berkomitmen untuk memperluas pasar, mengurangi bantuan domestik dan subsidi ekspor. Perkembangan dalam perdagangan internasional ini tentunya akan mempengaruhi arus perdagangan yang terjadi antar negara dengan dikuranginya tarif impor bagi komoditi karet alam ke negara-negara maju.

Selain itu juga terdapat kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh negara-negara eksportir seperti yang dilakukan oleh Indonesia dan Thailand sebagai negara eksportir utama karet alam yang sepakat untuk membentuk suatu kesepakatan bersama dalam upaya mengatasi fluktuasi harga karet alam yang masih berlanjut dimana harga karet alam cenderung turun dari tahun ke tahun. Program-program yang dilakukan adalah berupa pengurangan produksi karet alam dan pengurangan ekspor karet alam dalam jumlah tertentu untuk mendongkrak harga karet alam.

Berdasarkan arus perdagangan karet alam yang terjadi antara Indonesia dan Thailand dengan Amerika Serikat dan Jepang serta adanya faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya arus perdagangan tersebut, maka dapat dibangun suatu

(15)

model pola perdagangan karet alam antar negara. Model pola perdagangan karet alam ini dapat digunakan untuk prediksi jika terjadi shock dalam perdagangan karet alam antar negara. Hasil prediksi tersebut diharapkan dapat memberikan informasi bagi penyusunan kebijakan yang tepat dalam upaya peningkatan kinerja ekspor karet alam Indonesia. Secara umum alur kerangka berfikir dari penelitian ini dapat diperlihatkan oleh Gambar 7 berikut ini.

Gambar 7. Skema Kerangka Pemikiran Penelitian

Eksportir Utama - Thailand - Indonesia Importir Utama - Amerika Serikat - Jepang Kebijakan Perdagangan dan Perubahan

Lingkungan Ekonomi Perubahan

Pendapatan di Negara Importir Fluktuasi Harga Karet Alam Arus Perdagangan Karet Alam

Pola Perdagangan Karet Alam Indonesia dan

Pesaing Kebijakan Perdagangan Karet Alam Indonesia Perubahan Lingkungan Perdagangan Liberalisasi Perdagangan Harga Dunia Cenderung Fluktuatif Model Arus Perdagangan Kinerja Ekspor Karet Alam Indonesia

(16)

3.3. Hipotesis

Berdasarkan permasalahan, tujuan, dan alur kerangka berfikir penelitian di atas maka hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. Terjadi pergeseran tren dalam perdagangan karet alam antara Indonesia dengan negara-negara utama pengimpor karet alam yaitu Amerika Serikat dan Jepang, dan negara pesaing utama yaitu Thailand, mengalami peningkatan. 2. Perubahan pendapatan di negara-negara importir dan perubahan harga dunia

mempengaruhi hubungan jangka pendek dan jangka panjang dari permintaan dan penawaran impor dan ekspor karet alam asal Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang.

3. Perubahan kebijakan perdagangan dan lingkungan ekonomi mempengaruhi arus perdagangan karet alam antara Indonesia dan negara-negara importir utama yaitu Amerika Serikat dan Jepang.

Gambar

Gambar 7. Skema Kerangka Pemikiran Penelitian Eksportir Utama - Thailand - Indonesia  Importir Utama -  Amerika Serikat - Jepang Kebijakan Perdagangan dan Perubahan

Referensi

Dokumen terkait