• Tidak ada hasil yang ditemukan

VOLUME 12 NOMOR 31 EDISI MARET 2011 TAHUN XII ISSN Media Publikasi Ilmiah Ilmuwan dan Praktisi Rimbawan DAFTAR ISI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "VOLUME 12 NOMOR 31 EDISI MARET 2011 TAHUN XII ISSN Media Publikasi Ilmiah Ilmuwan dan Praktisi Rimbawan DAFTAR ISI"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

VOLUME 12 NOMOR 31 EDISI MARET 2011 TAHUN XII ISSN 1412-4645

Media Publikasi Ilmiah Ilmuwan dan Praktisi Rimbawan

DAFTAR ISI

Halaman

KADAR EKSTRAKTIF SARANG SEMUT (Myrmecodia sp) DARI KABUPATEN BARITO TIMUR

Siti Hamidah & Budi Sutiya

1

DAMPAK PASCA PENAMBANGAN INTAN TERHADAP KUALITAS TANAH DAN AIR DI KELURAHAN PALAM,KECAMATAN CEMPAKA KOTA BANJARBARU KALSEL

Eko Rini Indrayatie

15

KUALITAS AIR DAN PERSEPSI WISATAWAN DI KAWASAN WISATA ALAM PULAU PINUS KALSEL Khairun Nisa & Januar Arthani

26

PENGARUH PENGGUNAAN KOMBINASI CATHER (UREA POWDER DAN MELAMIN POWDER) PADA PEREKAT MELAMIN

FORMALDEHIDA TERHADAP KETEGUHAN REKAT DAN EMISI FORMALOEHIDA KAYU LAPIS KERUING (Dipterocarpus Lowii HOOK F)

Darni Subari

36

INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI TAMBANG DI KABUPATEN MURUNG RAYA DAS BARITO HULU

Karta Sirang

44

PEMBUATAN VCO DARI KELAPA HIJAU DAN KELAPA HIBRIDA DENGAN METODE DINGIN

Gt. A. R. Thamrin

49

PENGARUH PERSENTASE PELEPAH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jack) DAN KULIT DURIAN (Durio Zibethinus Murr) TERHADAP SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA PAPAN SEMEN Violet

(2)

ANALISA KANDUNGAN EKSTRAKTIF KAYU KELAPA (Cocus nucifera Linn) BERDASARKAN UMUR DAN LETAK KETINGGIAN PADA BATANG

Henni Aryati

67

SIFAT PULP CAMPURAN KAYU RANDU DAN TUSAM PADA KONSENTRASI ALKALI AKTIF YANG BERBEDA

Yan Pieter Theo

83

PENGARUH UMUR TUMBUHAN AREN TERHADAP PRODUKSI NIRA DI DESA MURUNG A KECAMATAN BATU BENAWA KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH KALSEL

Fatriani

92

STUDI PRODUKTIVITAS DAN RENDEMEN INDUSTRI

PENGGERGAJIAN KAYU AKASIA DAUN LEBAR (Acacia mangium Willd) DI KECAMATAN LANDASAN ULIN KOTA BANJARBARU KALSEL

Rosidah R Radam

99

DUKUNGAN ASPEK SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DALAM RANGKA PERENCANAAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN DI SUB DAS AMANDIT, KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN Asysyfa

108

PENGARUH RUANG TUMBUH TERHADAP RESPON

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TANAMAN MERANTI MERAH (Shorea pauciflora King.) DAN NYAWAI (Ficus variegata Blum.)

Adistina Fitriani

115

PREFERENSI MASYARAKAT TERHADAP PEMILIHAN JENIS

POHON DALAM PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT : Studi Kasus di Desa Paramasan Bawah, Kabupaten Banjar,

Kalimantan Selatan Titien Maryati

(3)

ANALISA KANDUNGAN EKSTRAKTIF KAYU KELAPA (Cocus nucifera Linn) BERDASARKAN UMUR DAN LETAK KETINGGIAN PADA BATANG

Oleh/by HENNI ARYATI

Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru

ABSTRACT

This study aims to determine the content of extractive substances based on age andlocation heights on the stem. The introduction of the nature

and chemical compositionof wood is one of the basic assessment of the use

of wood. By knowing the content of extractive substances based

on age and height location on the trunk. Be expected coconut wood, forest

products are expected information technology allows the oil industry serve as a nutrient such as sawn boards, cement board and furniture.

Based on the function of extractive substances eksraktif divided into primary andsecondary extraction. Substance is primary extractive extractive substances dissolved in cold water extraction and hot water, extractive content in this group are seen at the end. Extractive dissolved in cold water extraction on the tree with the age of 30 years old ± 3.1% and the tree age of 40 years old ± 1.87%. Extraction using hot water extractive content in the tree with the age of 30 years ± extractive content on bigger tip to the treatment of other parts of the value of extractive content of 28.27%, while the 40 years old tree extractive content of 11.67%.

The value of content in the primary extraction is caused by a

function of extraction is used by plants for growth while other types

of extraction is estimated as dissolved mineral, salts, sucrose, polysaccharides,

starch, gum, soluble carbohydrates, proteins and vitamins. The big

difference in the content of the primary extraction of water extraction due to cold and hot water at ambient conditions extractive was dissolved in cold water extractives that have low molecular weight and a bit of dye, while the hot water to an increase in temperature accelerates the reaction and all the soluble extractive in cold water will be dissolved in hot water extraction.

The amount of extractive properties will provide a more durable high

when thesesubstances are toxic extractive and will cause damage to the timber if the content ofextractives contained in wood is the favored extractive substances of insects.

PENDAHULUAN Kayu menjadi bahan

bangunan yang sangat berharga, dengan pemakaian dan pemanfaatan lain diperkirakan dalam tahun 2000 akan terjadi penurunan yang sangat tajam dalam cadangan pertumbuhan sekitar23% dari luas lahan permukaan bumi. Ini merupakan penurunan 31%

dengan penurunan diatas rata-rata sekitar 40% di negara-negara berkembang (Fengel dan Wegener, 1985).

Sejalan dengan berkurangnya luasan hutan alam, perkembangan budidaya tanaman yang nantinya dapat menunjang kebutuhan akan

(4)

kayu baik dalam skala industri modern atau bentuk Hutan Industri Tanaman Industri atau perkebunan, bertambah pesat dengan memanfaatkan lahan-lahan tidur yang berada diluar kawasan hutan dan perkebunan rakyat berupa perkebunan kelapa juga merupakan pemasok kebutuhan kayu sebagai bahan bangunan, meubel dan kerajinan.

Informasi mengenai hasil hutan yang diperoleh dari kayu hasil perkebunan seperti karet, kelapa dan lain-lain secara spesifik tentang kandungan ekstratifnya belum banyak, dengan informasi ini diharakan penggunaan bahan baku kayu alam dapat diminimalisir. Sebagai alternatif pilihan pada kayu kelapa perlu dilakukan studi tentang kimia kayu berupa zat ekstraktif terkandung di dalamnya, antara lain kegunaannya sebagai pengawet alami, kekuatan kayu lebih baik dan secara dekoratif juga bagus.

Dengan mengetahui sifat-sifat dan komposisi kimia terutama zat ekstraktif dari jenis kelapa ini memungkinkan pemakaiannya menjadi lebih banyak seperti papan

serat, papan kayu semen, meubel dapat mempertimbangkan sifat kuat dan sifat awet bahan tersebut sehubungan dengan hal itu maka mengetahui kandungan zat ekstraktifdari kayu kelapa menjadi salah satu hal yang cukup penting untuk dilakukan penelitian Analisa Kandungan Ekstraktif Kayu Kelapa (Cocus nucifera Linn) Berdasarkan Umur dan Letak Ketinggian Pada Batang.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan zat ekstraktif Kayu Kelapa (C0cus nucifera Linn) Berdasarkan Umur dan Letak Ketinggian Pada Batang. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu informasi bagi pemanfaatan kayu kelapa dimasa akan datang.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan dilaboratorium Teknologi Hasil Hutan

dan Balai Industri Banjarbaru. Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini selama 2 bulan.

Bahan yang digunakan serbuk kayu kelapa, aquades, etenol 95%, larutan campuran Alkohol Benzen (2 : 1), larutan NaOH 1%, larutan Asam Asetat 10%. Peralatan yang digunakan berupa cawan porselen, desikator, botol timbang gelas piala 100ml dan 400 ml, erlenmeyer 300 ml dan 1000 ml, gelas filter, magnetik stirer, open dan ayakan 40- 80 mesh.

Pengambilan uji sampel dari Kabupaten HuluSungai Selatan sebanyak dua batang yang berumur 30 dan 40 tahun, kemudian dibagi menjadi lima bagian yaitu : pangkal, antara pangkal dan tengah, tengah, antara tengah dan ujung, serta bagian ujung. Dengan cara digergaji kayu tersebut dibuat menjadi serbuk diayak dengan ayakan 40 – 80 mesh pada masing-masingbagian batang.

Prosedur penelitian. Analisis kandungan kimia ekstraktif yang dilaksanakan dalam penelitian ini menggunakan standart TAPPI dengan

(5)

prosedur kerja sebagai berikut : a.Air dingin (TAPPI T 207 0m-88). 2 gram serbuk dimasukkan ke dalam gelas piala dan tambahkan 300 ml aquades, ekstraksi dilakukan kurang lebih selama 48 jam dengan suhu 23 ±2 oC, Diaduk dengan menggunakan magnetik stier dengan kecepatan konstan. Selanjutnya serbuk disaring dengan gelas filterdan telah diketahui beratnya. Serbuk dicuci dengan 200 ml aquades, kemudian dimasukkan kedalam oven dengan suhu 100 ±3 oC selama 4 jam lalu didinginkan dalam desikator dan di timbang hingga beratnya konstan.b. Air Dingin (TAPPI T 207 om-88). 2 gram serbuk dimasukkan kedalam erlenmeyer 300 ml, kemudian tambahkan 100 ml aquades panas dan dimasukkan kedalam waterbath yang airnya telah mendidih dengan pendinginan tgak selama 3 jam. Isi erlenmeyer dipindahkan kedalam gelas filter yang bersih dan kering serta telah diketahui beratnya. Selanjutnya dibilas dengan 200 ml aquades panas dan di oven dengan suhu 105 ± 5oC. c. NaOH 1 % (TAPPI T212 om-88) 2 gram serbuk dimasukkan kedalam gelas piala 500 ml, selanjutnya ditambahkan 100 ml larutan NaOH 1% dan masukkan ke dalam waterbath yang airnya telah

mendidih selama 1 jam. Isi gelas pialadipindahkan kedalam gelas filter yang bersih dan kering serta telah diketahui beratnya. Kemudian dibilas dengan aquades panas kurang lebih 100 ml dan asam asetat 10% dan terakhir dibilas dengan aquades panas sampai bebas asam. Lalu dimasukkan ke dalam oven dan ditimbang dengan teliti. Dihitung dengan rumus :

% Ekstraksi = A - B x 100% A

dimana : A = Berat serbuk awal x MF B = Berat serbuk kering tanur setelah dieksraksi

Rancangan Percobaan.Penelitan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial 2 x 5 dimana setiap kombinasi perlakuan diulang 3 kali. Faktor umur pohon (A) terdiri dari dua tarap : A = Pohon kelapa dengan umur 30 tahun, B = pohon kelapa dengan umur 40 tahun. Faktor letak ketinggian pada batang (B) terdiri 5 tarap yaitu : B1= Pangkal B2 = antara pangkaldan tengah B3 = Tengah B4 = Antara tengah dan ujung B5 = Ujung. Model umum dari rancangan ini(Sudjana, 1982) :

Y ijk = µ + αi + βj + αβijk + €ijk

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Ekstraktif Kayu

Analisa zat ekstraktif kayu meliputi kelarutan di dalam air dingin, air panas seperti tercantum dalam tabel 1. Besarnya kandungan zat ekstraktif pada perlakukan bagian

ujung lebih besar di banding dengan perlakuan pangkal, antara pangkal dan tengah, tengah, antara pangkal dan tengan dan ujung, hal ini di sebabkan pembentukan ekstraktif yang berasal dari hasil fotosintesa pada bagian ujung dipergunakan untuk pertumbuhan tinggi pada pohon tesebut.

(6)

Tabel 1. Komponen Kimia Zat Ekstraktif Primer.

Antara Antara

Komponen Pangkal Pangkal dan Tengah Tengah dan Ujung

Ekstraktif Tangah Ujung

x cv x cv x cv x cv x cv (%) (%) (%) (%) (%) Air Dingin 0,37 0,277 0,73 0,197 1,03 0,166 1,9 0,122 3,1 0,095 (± 30 tahun) Air Dingin 1,43 0,141 1,63 1,32 0,93 0,174 1,3 0,148 1,87 0,123 (± 40 tahun) Air Panas 12,57 0,135 14,5 0,125 18,3 0,112 23,43 0,098 28,87 0,89 (± 30 tahun) Air Panas 3,53 0,253 5,27 0,208 7,2 0,177 8,77 0,161 11,67 0,140 (± 40 tahun)

Keterangan : Jumlah Ulangan 3 Kali

Ekstraksi Air dingin

Faktor beda umur pohon (Faktor A) berpengaruh sangat nyata pada tingkat kepercayaan 1 % artinya perbedaan umur tersebut mempengaruhi besar kecilnya kandungan ekstraktif dengan perbedaan umur pohon ± 10 tahun memberikan pengaruh beda yang dapat dilihat pada uji lanjutan

Duncan., dimana pohon dengan umur ± 30 tahun memberikan nilai beda (0,39%) berbeda nyata terhadap nilai Duncan pada tingkat kepercayaan 5% (0,29%) dan berbeda sangat nyata pada tingkat kepercayaan 1% (0,39). Untuk menunjukan bahwa perlakukan Al, memberikan nilai beda yang signifikan atau merupakan perlakuan terbaik dapat terlihat pada Gambar 1. berikut di bawah ini:

Gambar 1. Grafik hubungan umur pohon terhadap kandungan ekstraktif pada ekstraksi dingin

(7)

Faktor beda letak tinggi (Faktor B) dilakukan uji lanjutan Duncan dimana perlakuan yang terbaik dalam ekstraksi air dingin terhadap kandungan ekstraktif terletak pada perlakukan ujung(B5) dimana besarnya kandungan tersebut menurun ke arah bagian pangkal (B1). Sesuai dengan uji F bahwa faktor B berpengaruh sangat nyata dengan tingkat kepercayaan 1% yang berati bahwa perbedaan letak tinggi pada batang memberikan pengaruh yang

sangat nyata terhadap kandungan ekstraktif kayu kelapa. Perbandingan kandungan ekstraktif pada kedua pohon dengan membandingkan masing-masing kedua batang yang dianalisis baik pada umur pohon ± 30 tahun (A1) dengan umur pohon ± 40 tahun (A2) terlihat sebagai berikut : A1B1 (0,37%) < A2B2 (0,43%) ; A1B2(0,73%) > A2B2 (0,63%) ; A1B3 (1,03%) > A2B3 (0,93%) ; A1B4 (1,9%) > A2B4 (1,3%) ; A1B5 (3,1%) > A2B5 (1,7%).

Gambar 2. Hubungan beda letak ketinggian pada batang terhadap kandungan ektraktif pada ekstraktif dingin.

Hasil Uji F untuk faktor AB atau interaksi beda umur dan faktor beda letak tinggi pada batang menyatakan untuk ekstraksi dengan air dingin berpengaruh sangat nyata pada taraf kepercayaan 1%. Penduga yang dilakukan yaitu akan ada satu perlakuan yang terbaik dimana umur dan letak bagian pada batang tesebut memberikan pengaruh terhadap

kandungan ekstraktif kayu kelapa. Uji lanjutan Duncan faktor AB ekstraksi air dingin, perlakukan A1B5, A1B4, A2B5, A2B4, memberikan nilai kepada semua perlakuan yang berbeda sangat nyata yaitu A2B1 dan A1B1. Perlakuan A1B2, A2B2, A2B1, A1B1, tidak memberikan pengaruh beda, artinya pada perlakuan ini tidak berpengaruh terhadap kandungan

(8)

eksraktif. Berikut pengaruh interaksi faktor AB dapat dilihat pada gambar 3

berikut ini :

Gambar 3 Grafik hubungan faktor umur dan letak ketinggian pada batang terhadap kandungan ekstraktif dalam ekstraksi bair dingin.

Perlakuan A1B5 dan A1B4 melakukan perlakuan terbaik dimana pohon dengan umur ± 30 tahun dengan letak bagian ujung dan baguan antara tengah dengan memberikan nilai beda yang sinifikan terhadap perlakuan dimana pada umur pohon ± 40 tahun kandungan ekstraktifnya lebih rendah, sehingga disimpulkan beda umur pohon ± 10 tahun dalam analisi ini dapat memberikan kandungan ektraktif yang tinggi. Berdasarkan kelarutannya dalam air kelompok ini termasuk dalam kelompok eksraktif primer dimana salah satu senyawa yang termasuk kelompok ini adalah sakarida atau gula.

Menurut A. Fahn (1995), gula digunakan untuk membuat jarungan kayu yang baru, sebagian gula diangkut kelokasi-lokasi khusus dalam kayu atau akar, disimpan untuk masa yang akan datang, sebagai konsumsi sendiri lewat pernafasan. Di dukung dengan hasil penelitian Zimmerman dan Tomlinson (1966) dikutip oleh Fahn (1995) metode dengan sinematografi menurut studi tersebut “

pada dasarnya semua ikatansifatnya tetap dipertahaknkan untuk berlangsung dalam jangka waktu yang terbatas, dari pangkal sampai ke ujungnya”. Dengan asumsi tersebut maka diperkirakan umur pohon ± 30 tahun masih dapat pertumbuhan tinggi walau tidak seberapa dibandingkan pohon dengan umur ± 40 tahun yang hampir mencapai masa stagnasi pertumbuhan. Pertumbuhan kelapa yang lebih besar dan ke arah tinggi sehingga unsur-unsur yang termasuk dalam fungsi ekstraktif prmer tersebut nilainya membesar ke arah ujung.

Simatupang (1988) dikutip oleh Budi Sutya (2000) umumnya konsentraksi ekstraktif pada kayu gubal lebih rendah daripada kayu teras, kenyataan ini dapat terlihat pada kayu teras yang lebih tua (gelap) daripada kayu gubal, tetapi hal iniberbeda dengan kelapa. Menurut Setyamidjaja (1995) dikutip oleh Tri Wahyuni (1998) menyatakan potongan melintang batang dibagian luar tampak ada berkas pembuluh yang jumlahnya banyak sekali dan

(9)

berangsur-angsur menuju ke sebelah dalam mulai berkurang, sehingga warnanya menjadi lebih tua dari hati kearah kulit., dimana bagian tengah dari kelapa hampir menyerupai empulur seperti gabus dan jaringan tersebut bertanbah besar ke arah ujung karena kemungkinan banyak terdapatn zat ekstraktif yang digunakan untuk pertumbuhan tinggi. Hal ini pula menyebabkan pada eberap perlakuan mendekati daerah pangkal tidak berpengaruh terhadap interaksi Faktor AB.

Ekstraksi dengan Air Panas

Faktor beda umur (Faktor A) berpengaruh sangat nyata pada tingkat kepercayaan 1% dalam uji F

perbedaan umur tersebut mempengaruhi kandungan ekstraktif dimana dapat dilihat pada tabel 8.

Uji lanjutan BNJ untuk mengetahui pengaruh beda yang diberikan oleh kedua perlakuan tersebut dapat dilihat pada tabel 9. Dimana perlakuan umur pohon ± 30 tahun (A1) mempunyai nilai rerata 0,1938% dan perlakuan pada umur ± 40 tahun (A2) dengan nilai rerata 0,0729% terdapat selisih 0,1209% dana BNJ dengan taraf kepercayaan 1% sangat berbeda nyata. Untuk menunjukan bahwa pengaruh perlakuan A1 mempunyai pengaruh yang signifikan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik Hubungan umur pohon terhadap kandungan ekstraktif pada ekstraksi air panas.

Dari gambar 4 tersebut, terlihat bahwa perbedaan yang sangat menyolok secara grafis bahwa interaksinya negatif, dengan beda umur pada ekstraksi air dingin ± 10 tahun tidak mempengaruhi kandunga ektraktif terhadap umur pohon yang lebih tua. Hal ini hampir sama dengan faktor perlakuan beda umur pada ekstraksi air dingin, namun dilihat nilai

beda tinggi lebih besar pada ekstraksi air panas.

Perbandingan kandungan ekstraktif pada kedua pohon dengan membandingkan masing-masing bagian- bagian yang dianalisis bail perlakuan A1 dengan A2 menunjukan A1B1 (12,57%) > A2B1 ( 3,5%); A1B2 ( 14,5%) > A2B2 (5,27%) ; A1B3

(10)

(18,13%) > A2B3 (7,2%) ; A1B4 (23,43%) > A2B4 (8,77%) ; A1B5 (28,27%) > A2B5 (11,67%). Nilai perbandingan ekstraktif yang dimiliki pohon yang lebih muda lebih tinggi.

Faktor beda letak beda tinggi pada batang (Faktor B) pada uji F berpengaruh sangat nyata pada tingkat kepercayaan 1% yang berarti beda letak tinggi bagian batag memberikan pengaruh yang signifikan dimana hasil uji F ini diuji dengan uji

lanjutan BNJ dimana ada satu perlakuan terbaik yang memberikan interaksi terbaik yaitu pada perlakuan B5 (bagian ujung) dilihat dari nilai rerata dari uji lanjutan tersebut nilai rerata menurundari perlakuan B5 ke arah perlakuan bagian pangkal B1 yang berarti kandungan ekstraktif tersebut menurunkan kandungannya dari ujung ke pangkal. Untuk mengetahui pengaruh interaksi faktor B dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik hubungan tata letak tinggi pada batang terhadap kandungan ekstraktif pada ekstraksi air panas.

Dari hubungan grafik tersebut, diketahui kandungan ekstrakti meningkat dari pangkal ke arah ujung dan terjadi peningkatan yang cukup besar antara perlakuan B4 dab B5. Dari uji lanjutan BNJ tersebut, dapat disimpulkan ada satu perlakuan yang memberikan interaksi tunggal yang terbaik yaitu pada perlakuan bagian ujung B5.

Hasil uji F dari interaksi faktor AB dinyatakan berpengaruh sangat nyata berarti akan ada perlakuan yang menunjukan interaksi yang terbaik dari masing-masing perlakuan lainnya. Uji lanjtan BNJ untuk uji beda dapat dilihat pada Gambar 6.

(11)

Gambar 6. Grafik hugungan perbedaan umur dan tata letak ketinggian pada batang terhadap kandungan ekstraktif pada ekstraktif air panas.

Faktor AB dengan ektraksi air panas menunjuka bahwa perlakuan A1B5 mempunyai beda sangat nyata , diikuti oleh A1B4, A1B3, A1B2, A1B1. Dari pengujian lanjutan ini bahwa perlakuan umur pohon ± 30 tahun (A1) sangat berpengaruh nyata terhadap perlakuan umjr pohon ± 40 tahun (A2). Nilaibeda untuk A2B5 berada di bawah A1B1 artinya bahwa nilai tersebut tidak memberikan nilai beda sehingga diperkirakan kandungan ekstraktif pada kandunga tersebut tidak berbeda dari segi jumlah.

Perlakuan umur pohon ± 30 tahun dengan perlakuan bagian ujung (A1B5) merupakan perlakuan terbaik dimana ham;pir sama dengan ekstraksi air dingin, namun jumlah jenis bahan yang dpat diektraksi air panas lebih banyak, terlohat pula dari hasil nilai uji beda. Hal ini dikarenakan penambahan suhu atau kalor pada reaksi akan meningkatkan pula

kecepatan reaksi, dimana hal ini didukung oleh pendapat yang dikemukakan oleh Browning ( 1960) dikutip oleh Budi Sutya (2000) zat ekstraktif yang larit dalam air panas adalah yang larut disamping air dingin, juga garam-garam mineral sukrosa, polisakarida berupa lendir pati, gum, galaktan, bahan-baha seperti pektin phlobatonim, gula, zar warna dan bahan pigmen.

Soenardi (1976), fraksi hidrofilik meliputi senyawa fenolik (tanin, lignin, stibelina) karbohidrat terlarut, protein, vitamin, garam organik, sehingga dapat dipastikan semua yang terlarut dalam air dingin akan larut kembali apabila diekstraksi dengan air panas. Dalam ekstraksi air dingin dan ekstraksi air panas ekstraksi yang hidrofilik (Soenardi, 1976) dan berdasarkan susunan bahan kimia bahan ekstraktif kayu juga dibedakan berdasarkan fungsi sebagai bahan ekstraktif primer yang

(12)

meliputi karbohidrat, asam amino, protein, dan enzim di dalam kayu berdasarkan posisi letak tinggi pada batang yang banyak mengandung ekstraktif primer ini banyak ditemui pada bagian ujung berdasarkan pendapat Setyamidjaja (1985) dikutip oleh Tri Wahyuni, pohon kelapa mempunyai satu titik tumbuh yang terletak pada ujung batang sehingga tumbuhnya batang selalu ke arah atas dan tidak bercabang. Gerakan tumbuhnya ceoat pada waktu masih muda, dengan dasar ini pula dijelaskan kandungan ekstraktif primer yang banyak terkandung dalam pohon kelapa dengan beda umur ± 10 tahun tentunya terletak pada pohon yang berumur muda, dalam hal ini perlakuan A1 dengan umur pohon ± 30 tahun. Ekstraktif primer ini juga banyak ditemukan di bagian ujung. Pendapat ini jga di dukung oleh Wegener dan Fengel (1984), bagian yang larut dalam pelarut organik jumlahnya hanya beberapa pesen dalam kayu. Pohon yang berasal dari daerah sedang tetapi konsentrasinya dapt menjadi jauh lebih tinggi dalam bagian tertentu misalnya dalam

pangkal batang, kayu teras, akar, bagian luka sehingga tidak menutup kemungkinan konsentrasi tersebut terdapat pada bagian ujung. Perbedaan kandungan ekstraktif yang terlarut pada ekstraksi air dingin dan air panas mempunyai nilai beda kandungan yang sigifikan. Kandungan ekstraktif yang diekstraksi dengn air dingin lebih rendah dibandingkan dengan ektraksi air panas, hal ini dikarenakan; air masuk kedalam pelarut yang netral, nila kayu direndam pada air dingin pada suhu kamar tidak akan mengalami perubahan atau tidak bereaksi, hanya zat warna dan zat ekstraktif yang mempunyai berat molekul yang rendah yang akan terlarut. Besarnya kelarutan dalam air dipengaruhi oleh proses difusi bahan pelarut dalam kayu, jenis kayu, besarnya partikel dan presentasi zat ekstraktifnya. Ekstraktif Sekunder

Analisis ekstraktif yang termasuk dalam golongan ekstraktif sekunder terlarit dalam ekstraksi NaOH tercantum pada tabel 2.

Tabel 2. Komponen Kimia Zat Ekstraktif Sekunder.

Antara Antara

Komponen Pangkal Pangkal dan Tengah Tengah dan Ujung

Ekstraktif Tangah Ujung

(%) x cv x cv x cv x cv x cv (%) (%) (%) (%) (%) Air Dingin 7,9 0,166 6,6 0,181 5,446 0,199 4,113 0,23 2,643 0,287 (± 30 tahun) Air Dingin 11,5 0,138 8,726 0,157 5,733 0,195 4,993 0,208 3,367 0,254 (± 40 tahun)

(13)

Kandungan ekstraktif primer berlaku pada perlakuan bagian pangkal lebih besar dibandingkan dengan perlakuan ujung antara tengah dan ujung, tengah dan pangkal. Kelompik ekstraktif sekunder berfungsi memberikan ketegaran pada sel dan ketegaran yang diberikan oleh kelompok ektraktif sekunder merupakan faktor penerima sifat-sifat kayu. Hal tersebut diatas menunjukan bagian kayu yang relatif kuat dan keras adalah bagian pangkal.

Ekstraksi dengan NaOH

Berdasarkan uji F faktor A berpengaruh sangat nyata pada tingkat kepercayaan 1% berdasarkan

hipotesa berarti faktor umur benar-benar mempengaruhi ekstraktif kayu. Perlakuan dari faktor A memberikan pengaruh yang sangat nyata, dari uji BNT yang digunakan menunjukan perbedaan yang sangat nyata dimana perlakuan A2 dengan umur pohon ± 40 tahun mempunyai nilai rerata 6,864% terhadap perlakuan A1 dengan umur pohon ± 30 tahun mempunyai rerata 5,3447% nilai beda sebesar 1,51953 dibandingkan dengan tabel BNT 5% berbeda nyata tersebut menyatakan bahwa perlakuan A2 merupakan perlakuan terbaik pada interaksi tunggal faktor A. Lebih jelasnya mengenai pengaruh beda tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Grafik hubungan perbedaan umur terhadap kandungan ektraktif pada ekstraksi NaOH

Dari gambar 7 tersebut, terlihat bahwa ekstraksi NaOH pengaruh terbesar untuk kandungan ektraktif meningkat

berdasarkan bertambahnya umur pohon. Perlakuan A2 merupakan perlakuan yang memiliki nilai yang

(14)

memiliki nilai signifikan terhadap kandungan ektraktif kayu kelapa yang dapat diekstraksi dengan NaOH.

Perbandingan kandungan

ektraktif pada kedua pohon sampel dengan membandingkan masing-masing bagian pohon yang dianalisis baik pada perlakuan A1 dan perlakuan A2 dimana A1B1 (7,9%) < A2B1 ( 11,5%); A1B2 (6,6%) < A2B2 (8,7267%); A1B3 (3,4667%) < A1B3 (5,773%); A1B4 (4,1133%) < A2B4 (4,9933%); A1B5 (2,643%) < A2B5 (3,3667%). Nilai perbandingan antara bagian batang yang sama dengan umur yang berbeda diatas menunjukan secara keseluruhan kandungan ekstraktif lebih tinggi terdapat pada pohon dengan

perlakuan umur ± 40 tahun. Salah satunya seperti perlakuan A1B1 Kandungan ekstraktifnya 7.9% lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan A2B1 dengan kandungan ektraktif sebesar 11,5%.

Interaksi tunggal untuk faktor B dimana letak ketinggian pada batang mempengaruhi kandungan ekstraktif kayu, berdasarkan hasil uji F pada tabel 12.Dinyatakana pada faktor beda letak tinggi pada batang memberikan pengaruh yang sangat nyata dari interaksi tunggal faktor B tersebut diperoleh perlakuan terbaik terhadap kandungan ektraktif yang dapat diektraksi dengan NaOH. Pengaruh beda yang ditunjukan oleh uji BNT dapat dilihat pada gambar 8.

Gambar 8. Grafik hubungan beda letak ketinggian pada batang terhadap kandungan ekstraktif pada ekstraksi NaOH.

Pengaruh nilai beda pada lanjutan uji BNT ini dapat terlihat pada B1 lebih menunjolkan pengaruh interaksi terbesar dari nilai selisih menyatakan

berbeda sangat nyata pada tingkat kepercayaan 1%.

(15)

Anonimos (1961) dikutip oleh Budi Sutya (2000) menyatakan semakin tua umur pohon dan semakin ke arah pangkal semakin membesar kandungan bahan yang dapat diendapkan. Pada ekstraksi NaOH terlihat perlakuan pangkal (B1) merupakan perlakuan terbaik, dari gambar grafik arahnya menurun ke arah perlakuan ujung (B5) ini mungkin disebabkan pohon tersebut tidak lagi produktif dan tidak terjadi pertumbuhan sehingga bagian ujung tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kandungan ekstraktif. Selama pertumbuhan pada pohon kelapa terdapat di bagian ujung yaitu pertambahan tinggi setelah mencapai

masa stagnasi dimana tidak ada lagi pertumbuhan, kandungan ekstraktif tersebut diendapkan untuk menambah kekuatan kayu dari ujung ke arah pangkal. Berdasarkan pendapat yang dikemukakan diatas terlihat pula interaksi untuk faktor AB sangat brpengaruh nyata dimana perlakuan A2B1 merupakan perlakuan terbaik yang memberikan nilai beda sangat nyata terhadap perlakuan yang lain, serta perlakuan A2B2 karena faktor umur pada perlakuan ini lebih tua, diikuti pada perlakuan A1B1 dan A1B2 dengan umur pohon yang lebih muda. Interaksi faktor AB dapat dilihat pada gambar 9.

Gambar 9. Grafik hubungan perbedaaN umur dan letak ketinggian pada batang terhadap kandungan ekstraktif pada ektraksi NaOH.

Kandungan ekstraktif akan bertambah lebih besar ke arah pangkal, pada pengujian lanjutan ini juga terlihat sebaran nilai perlakuan sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Anonimus (1961) yang dikutip oleh Budi Sutya (2000).

Besarnya nilai perlakuan pada pangkal juga disebabkan oleh fraksi yang bermolekul berat juga terdapat pada bagian pangkal, tersebut dapat dilarutkan dalam ekstraksi NaOH. Clark dan Green (1968) dikutp oleh Fengsel dan Wegener (1984) menyatakan hasil sebanding yang

(16)

diperoleh dengan molekul tinggi dari lignin Kraft dengan 4& NaOH selama 30 menit dengan suhu 3000 C. Fenol, Katenol dan turunan Alkalinya diperoleh dengan rendemen 11% diatas dasar liginin. Hal ini dikatakan oleh Browning (1960) dikutip oleh Budi Sutya (2000) mengatakan larutan NaOH 1% akan mudah melarutkan ekstraktif yang letaknya lebih jauh di dalam kayu hal ini

disebebkan laruta basa yang heterogen mampu menyusup jauh ke dalam jaringan kayu yang

menyebabkan terjadinya pengembangan dana baha di dalam

jaringan akan mudah dilarutkan. NaOH juga melarutkan sebagian Hemiselulosa khususnya rantai cabangnya baik dari pentosan, heksosan dan garam organik.

PENUTUP Dalam ekstraksi Primer menggunakan air dingin faktor beda umur (faktor A), perlakuan pohon dengan umur ± 30 tahun (A1) memberikan pengaruh terhadap kandungan ekstraktif sebesar 1,43% yang dapat diekstraksi dengan air dingin lebih banyak dtemui pada pohon kelapa dengan umur tersebut. Faktor-faktor letak ketinggian pada batang (faktor B) terdapat perlakuan yang berpengaruh terhadap kandungan ekstraktid kayu kelapa (Cocos manifera .Linn) ditonjolkan oleh perlakuan letak tinggi pada bagian ujung (B5) sebesar 2,48%, ekstraksi dengan menggunakan air dingin ini menunjukan interaksi yang terbaik yaitu pada perlakuan A1B5 yaitu pada umur pohon ± 30 tahun kandungan ekstraksi primer yang diekstrak sebesar 3,1% ditemui letak tinggi pada letak tinggi pada bagian ujung.

Ektraksi dengan air panas, perlakuan umur pohon (A1) pengaruh

terhadap kandungan ekstraktif primer yang terlarut dalam ekstraksi ini sebesar 19,38%, lebih banyak pada perlakuan A1 di banding dengan perlakuan umur ± 40 tahun (A2) sebesar 7,29%. Faktor beda letak tinggi pada batang memberikan pengaruh terhadap kandungan ekstraktif yang sangat nyata, perlakuan pada ekstraksi tunggal faktor sebagai perlakuan yang terbaik yaitu pada bagian ujung (B5) sebesar 2,48% . Interaksi kedua faktor AB dinyatakan memberikan pengaruh terhadap kandungan ekstraktif pada umur pohon ± 30 tahun dan letak tinggi bagian ujung pohon yaitu perlakuan A1B5 sebesar 28,267%.

Analisa dengan menggunakan ekstraksi NaOH. Faktor A memberikan pengaruh terhadap kandungan ekstraktif kayu kelapa sebesar 6,864% pada perlakuan A2 yaitu pohon dengan umur ± tahun, kandungan ekstraktif ini bertambah dengan semakin bertambahnya

(17)

pohon. Faktor letak beda ketinggian pada batang (faktor B) berpengaruh sangat nyata terhadap ekstraktif yang diekstrak sebesar 9,7%, perlakuan yang terbaikpada interaksi tunggal faktor B terdapat pada perlakuan letak tinggi bagian pangkal pohon (B1). Interaksi faktor AB memberikan keterangan kandungan ekstraktif akan

bertambah dengan bertambahnya umur pohon dan ektraktif semakin bertambah ke arah pangkal, perlakuan interaksi tersebut terdapat pada perlakuan A2B1 dengan kandungan ekstraktif yang dapat diekstraksi sebsar 11,5%, yaitu pohon dengan umur ± 40 tahun dan letak tinggi bagian pangkal pohon.

DAFTAR PUSTAKA Budi Sutya, 2000. Pengaruh umur dan

Bagian Batang Terhadap Kandungan Kimia Jenis Kayu Acacia mangium Wild dan Acacia crascicarpa A.cum.ex Benth. Tesis Program Pasca Sarjana Magister Pada Program Studi Ilmu Kehutanan. Universitas Mulawarman, Samarinda.

Darni. 1988. Teknologi Hasil Hutan.

Fakultas Kehutanan. Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru.

Ecro Sjostrom, 1995. Kimia Kayu dan Dasar-Dasar Penggunaan. Gadjah Mada Universuty Press. Yogyakarta.

Fengel, D dan G. Weneger, 1984. Kimia Kayu Ultra Struktur Reaksi-Reaksi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Heyne, K. 1987. Tanaman Berguna Indonesia. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta.

J.F. Dumanaw, 1990. Mengenal Kayu. Pendidikan Industri Kayu Atas. Kanisius Semarang.

Jhon G. Heygreen dan Jim L. Bowyer, 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu suatu Pengantar. Gadjah

Mada Universty Press. Bulak Sumur. Yogyakarta.

Kasmudjo, 1995. Kayu sebagai bahan baku industri. Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan Universitas GadjahMada. Yogyakarta.

Kemas Ali, 1991. Rancangan Teori dan Aplikasi. Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Palembang. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Moh. Isnaini J, 1994. Studi Tentang Analisa Holoselulosa dan Selulosa Kayu Kelapa(Cocus nucifera L.) Var Dalam Berdasarkan Kerapatan Dan Letak Ketinggian. Skripsi

Mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman. Samarinda.

Murniaty A,I, 1999. Kimia Kayu.

Fakulatas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru.

Rochyati J, 1990. Beberapa Prospek dan Masalah Dalam Pemanfataan Sabut Kelapa Untuk Plup dan Kertas. Beritas Selulosa/Maret 1990. Balai Besar Selulosa. Bandung.

Sharaj Rad, 1982. Kimia Kayu.

(18)

Universitas Mulawarman. Samarinda.

Soenardi, 1976. Sifat-sifat Kimia Kayu. Yayasan Pembina

Fakultas Kehutanan. UniversitasGadjah

Mada. Yogyakarta.

Suminar, 1990. Kimia Kayu. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan

Tinggi. Pusat Antar Universitas

Ilmu Hayat. Institut Pertanian. Bogor.

Tri Wahyuni, 1998. Variasi dan Sifat Fisika Kayu Kelapa (Cocus nucifera L.) Pada Umur Masak Tebang di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan.(Skripsi) Fakultas Kehutanan Univesitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru.

Gambar

Gambar 1.   Grafik hubungan umur pohon terhadap kandungan ekstraktif pada  ekstraksi  dingin
Gambar 2.   Hubungan beda letak ketinggian pada batang terhadap kandungan  ektraktif pada ekstraktif dingin
Gambar 3   Grafik hubungan faktor umur dan letak ketinggian pada batang  terhadap kandungan ekstraktif dalam ekstraksi bair dingin
Gambar 4.  Grafik Hubungan umur pohon terhadap kandungan ekstraktif pada  ekstraksi air panas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan pembangunan suatu daerah maka eksploitasi sumberdaya alam termasuk sumberdaya terumbu karang dan ekosistemnya yang dilakukan

Pengamatan spawning di akuarium memperlihatkan sebagian besar koloni memijah pada 5 April yang bertepatan dengan fase lunar bulan ¼, sedangkan sebagian koloni lainnya memijah

Sebagai contoh, broker matawang asing telah menetapkan leveraj berdasarkan margin 100:1 Sekiranya peniaga mendepositkan AUD 10,000 ke dalam akaun anda, peniaga tersebut

Hasil dari penelitian diatas bisa disimpulkan bahwa perhatian orang tua sudah memberikan imbas positif terhadap peningkatan akibat belajar anak atau peserta didik

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat mengembangkan sebuah perangkat lunak berupa permainan berbasis desktop untuk membantu pembelajaran kriptografi, khususnya

planci di Perairan Tomia yang berada dalam Status Ancaman ditemukan di Stasiun Waha pada kedalaman 3 – 5 meter, dengan kepadatan mencapai 0,132 individu/m 2 , sedangkan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa rata-rata persentase tutupan karang hidup di Pulau Air adalah 44,21 % yang tergolong dalam kondisi

Dapat dicatat bahwa persentase tutupan karang di pesisir Bintan Timur (Pantai Trikora) masih kateori baik dan persentase tutupan karang hidup tertinggi dicatat di