• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

                  Keterangan :

1. Rangka dudukan kamera 2. Laptop

3. Aki

4. Tuas penarik 5. Rangka alas

6. Rangka penjepit roda 7. Kabel pararel port 8. Sensor jarak 9. Roda pelat datar 10. Bagan warna daun 11. Kamera CCD 12. Kabel kamera

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PERANCANGAN ALAT

Perancangan alat terdiri atas beberapa tahap. Tahap pertama membuat rancangan alat pengambilan citra, yakni, rangka penjepit roda, rangka alas, rangka dudukan magnet, tuas pendorong, dan dudukan sensor. Dalam perancangan ini rangka alas dibuat kuat dan kecil untuk mengurangi beban. Tahap selanjutnya, dalam perancangan alat penangkap citra untuk di lahan basah (sawah) pada roda perlu dirancang khusus agar saat pengoperasian tidak slip. Oleh karena itu, permukaan roda dibuat lebih agak lebar 4 cm dari roda karet untuk menambah luas permukaan roda. Pada tahap perancangan ini hanya mengganti karet ban dengan pelat datar. Rancangan alat dapat dilihat pada Gambar 5 sedangkan gambar pembuatan prototipe alat penangkap citra ini dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 5. Rancangan alat penangkap citra otomatis 6 1  8 2 7  3 4  5  9  12  10  11 

(2)

Gambar 6. Pembuatan prototipe alat untuk pengambilan citra

1. Rancangan Fungsional

Rancangan ini terdiri atas beberapa komponen seperti : a. Rangka Meja Alas

Rangka alas berfungsi sebagai dudukan laptop dan aki. Bagian ini terhubung dengan dudukan kamera dan penjepit roda. Pada bagian rangka ini terdapat triplek kayu yang mampu menahan beban laptop dan aki.

b. Dudukan Kamera

Bagian ini berfungsi sebagai pengikat kamera CCD yang akan dihubungkan kabel dengan laptop. Dudukan kamera ini dapat diatur ketinggiannya dengan mengatur putaran sekrup. Oleh karena itu, ukuran citra (lebar dan panjang) hasil tangkapan kamera dapat disesuaikan ketinggiannya oleh rangka dudukan kamera.

c. Penjepit Roda

Penjepit roda berfungsi sebagai penyangga dan penghubung meja alas. Selain penghubung meja alas, rangka penjepit roda juga penghubung roda yang dapat diatur ketinggiannya. d. Roda

Roda dirancang agar dapat berjalan pada lahan basah sehingga pada saat pengujian roda tidak banyak slip dan perhitungan sensor tepat sesuai dengan jarak yang diinginkan. e. Tuas (Gagang)

Fungsi utama tuas adalah untuk mengatur dan mengendalikan alat. Pada saat pengoperasian, pengoperasian alat ini digerakan dengan cara ditarik.

f. Sensor

Sensor ini berfungsi perhitungan jarak untuk proses pengambilan gambar. Sensor yang digunakan pada alat ini adalah sensor magnet yang dipasangkan pada penjepit roda. Prinsip kerja sensor ini adalah saklar didalam sensor ini akan terputus bila terkena magnet dan tersambung kembali bila tidak terkena magnet. Magnet yang berjumlah 8 ditempelkan oleh dudukan yang terbuat dari triplek kayu berbentuk lingkaran. Sensor ini dihubungkan laptop dengan kabel pararel port yang kemudian diterjemahkan dengan program Microsoft Visual

(3)

Basic 6.0. Sensor tersebut mengirimkan tanda (signal) kepada program untuk menghitung jarak tempuh yang telah dilalui alat. Perhitungan jarak ditentukan dengan keliling dudukan magnet yang sudah ditempelkan magnet sehingga perhitungan jarak disesuaikan oleh jumlah magnet. Selain itu, sensor yang terbaca oleh program juga digunakan untuk perintah mengambil gambar.

g. Kamera

Kamera pada alat ini berfungsi untuk mengambil gambar yang terdapat pada lahan. Pada awalnya, kamera yang digunakan adalah kamera webcam. Namun, saat digunakan di luar lapangan, gambar yang dihasilkan kurang baik. Hal ini disebabkan oleh intensitas cahaya yang tinggi yakni 800 lux. Sehingga penggunaan webcam diganti dengan kamera CCD. Rincian spesifikasi kamera CCD dapat dilihat pada Lampiran 1. Kualitas gambar dipengaruhi oleh resolusi dan frame per second (fps) pada kamera. Kamera CCD memiliki resolusi gambar lebih rendah dibandingkan kamera webcam. Namun, kamera ini memiliki frame per second yang tinggi dan tidak dipengaruhi oleh intensitas cahaya. Jenis kamera CCD dan webcam dapat dilihat pada Gambar 7.

(a) CCD kamera (b) webcam

Gambar 7. Kamera yang digunakan untuk menangkap citra

2. Rancangan Struktural

Rancangan sturuktural terdiri atas beberapa komponen : a. Rangka Dudukan Kamera

Bagian ini terbuat dari besi berbentuk batang kubus berlubang dengan ukuran panjang 70 cm, lebar 4 cm dan tinggi 4 cm. Besi plat datar menghubungkan besi batang kubus dengan kamera, panjang besi plat datar 6 cm. Bagian lain pada rangka ini adalah bagian pengatur ketinggian yang terhubung dengan meja alas. Penghubung kedua bagian ini adalah besi berbentuk batang kubus berlubang dengan panjang 50 cm, lebar 4 cm, dan tinggi 4 cm membentuk sudut 45° terhadap bidang horizontal meja alas. Bagian pengatur ketinggian terdapat sekrup untuk menahan dan mengatur ketinggian. Terbuat dari besi kubus berlubang dengan panjang 20 cm, lebar 6 cm dan tinggi 6 cm. Tampilan rangka dapat dilihat pada Gambar 8.

(4)

Gambar 8. Rangka dudukan kamera

b. Rangka Penjepit Roda

Bagian ini terbuat dari stainless steel berbentuk balok berlubang dengan ukuran panjang 70 cm, lebar 6 cm dan tinggi 3 cm. Terdapat lima buah lubang pemasukan as roda sebagai pengatur ketinggian. Jarak antara satu lubang dengan lubang lainnya sebesar 5 cm. Diameter lubang bagian kanan berukuran 5 cm dan bagian kiri 3 cm. Tampilan rangka dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Rangka penjepit roda

c. Roda

Jumlah roda yang digunakan pada alat ini satu dengan diameter roda berukuran 57 cm. Rangka roda yang digunakan adalah rangka roda ban becak. Ban karet pada roda becak dilepas kemudian rangka roda dilapisi dengan besi pelat datar dengan lebar 9 cm dan tebal 1 mm. Pada bagian jari-jari roda dipasangkan dudukan magnet yang terbuat dari triplek kayu. Tampilan roda dapat dilihat pada Gambar 10.

(5)

Gambar 10. Roda yang dirancang untuk lahan basah

d. Tuas (Gagang)

Tuas terbuat dari besi pipa dengan diameter 4 cm dan panjang 70 cm. Pada tuas dan meja terhubung dengan besi siku. Jarak antara meja dan tuas sebesar 20 cm.

e. Dudukan Magnet

Dudukan magnet (Gambar 11) berbentuk lingkaran dengan diameter 30 cm. Dudukan magnet terbuat dari bahan triplek kayu. Dudukan dipasangkan 8 buah magnet dengan pembagian jarak yang sama antara magnet satu dengan magnet lainnya.

Gambar 11. Dudukan magnet dan sensor

f. Rangka Meja Alas

Meja alas terbuat dari besi siku dengan ukuran meja 50 x 50 cm dengan tebal 2 mm. Meja alas terhubung oleh dudukan kamera dan rangka penjepit roda dengan baut dan mur sehingga alat ini mudah dipasang dan dilepas.

(6)

B. KALIBRASI ALAT

Sebelum pengujian di lapangan, dilakukan kalibrasi untuk menentukan jumlah pencacahan magnet dengan ketinggian kamera sehingga saat pengujian tinggi kamera sudah bisa ditentukan. Proses penghitungan jumlah magnet dan pengambilan gambar menggunakan bahasa pemograman Visual Basic 6.0 yang telah dibuat oleh tim peneliti. Tampilan program dapat dilihat pada Gambar 12. Pada menu file terdapat 1 textbox untuk mengetahui jumlah magnet yang telah terhitung dan 5 commandbox yaitu Capture, Quit, Start Count, Stop dan Reset.

1. Cara Kerja Program

Sebelum program Visual Basic dijalankan perlu diperiksa keberadaan inpout32.dll terdapat pada sistem komputer. Tanpa keberadaan inpout 32.dll pada sistem komputer, kabel pararel port yang tersambung pada sensor tidak akan terbaca. Oleh karena itu, file inpout 32.dll perlu dimasukan ke dalam folder c:windows\system. Proses otomatisasi pencacahan menggunakan pemrograman microkontroler yang terdapat pada file inpout32.dll dengan penggalan program API (Application Program Interface) sebagai berikut:

Private Declare Function SendMessage Lib "USER32" Alias "SendMessageA" (ByVal hwnd As Long, ByVal wMsg As Long, ByVal wParam As Long, lParam As Any) As Long

Private Declare Function capCreateCaptureWindow Lib "avicap32.dll" Alias "capCreateCaptureWindowA" (ByVal lpszWindowName As String, ByVal dwStyle As Long, ByVal X As Long, ByVal Y As Long, ByVal nWidth As Long, ByVal nHeight As Long, ByVal hwndParent As Long, ByVal nID As Long) As Long

Private mCapHwnd As Long

Private Const CONNECT As Long = 1034 Private Const DISCONNECT As Long = 1035 Private Const GET_FRAME As Long = 1084 Private Const COPY As Long = 1054 Dim counter As Integer

Dim t0 As Integer Dim t1 As Integer Dim nonmagnet As Integer Dim jumlah As Integer Dim continue As Boolean

Program pengambilan gambar ini dapat dilakukan dengan cara manual dan otomatis. Prinsip kerja pengambilan gambar dengan cara manual saat alat ini bergerak tekan mouse pada commandbox Capture untuk mendapatkan foto objek yang diinginkan. Sedangkan prinsip kerja pengambilan gambar secara otomatis, tentukan jumlah pencacahan magnet yang diinginkan dan disesuikan jumlah ukuran tangkapan foto. Sebelum alat ini digerakan tekan program Start count. Setelah alat ini digerakan pada tampilan Textbox counter akan terlihat hasil pembacaan dan penghitungan jumlah magnet. Selanjutnya saat jumlah pencacahan yang telah terbaca kamera akan secara otomatis memotret objek. Hasil foto kemudian akan tersimpan pada folder yang telah ditentukan. Ketika pengambilan gambar selesai sebelum

(7)

mengambil gambar pada lahan lainnya tekan tombol Stop dan mengganti nama penyimpanan folder supaya hasil foto tidak tertimpa. Tombol Quit digunakan untuk keluar dari program.

Gambar 12. Tampilan program pengambilan citra

2. Hasil Kalibrasi

Pengujian kalibrasi pertama dilakukan di lorong ruangan menggunakan kamera webcam. Objek yang diambil gambarnya adalah lantai yang sudah ditandai dengan nomor. Dari hasil pengujian tersebut akan dapat diketahui jumlah luas ukuran objek yang ditangkap pada ketinggian kamera tertentu. Pada awal percobaan kamera webcam memiliki kendala ketika pengujian di lapangan (outdoor). Pada percobaan selanjutnya kamera webcam diganti dengan kamera CCD yang tidak dipengaruhi dengan intensitas cahaya yang tinggi. Hasil penghitungan ukuran luas objek pada ketinggian tertentu dengan kamera CCD dan webcam dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6.

Kamera webcam dipengaruhi intensitas cahaya sehingga ketika intensitas cahaya terlalu besar hasil kualitas gambar tidak bagus. Selain kalibrasi ketinggian kamera dilakukan pengujian intensitas cahaya dengan lux meter pada kondisi waktu yang berbeda yakni pagi, siang dan sore. Hal ini dilakukan untuk mengatur brightness dan saturation pada program sehingga kualitas gambar yang dihasilkan lebih baik. Hasil uji coba intensitas cahaya dengan lux meter dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 5. Panjang dan lebar objek hasil tangkapan kamera CCD dengan ketinggian kamera Tinggi kamera dari tanah

(cm) Lebar image (cm) Panjang image (cm)

98 96 66 108 100 70 131.5 123 88

(8)

Tabel 6. Panjang dan lebar objek hasil tangkapan kamera webcam dengan ketinggian kamera Tinggi kamera dari tanah

(cm) Lebar image (cm) Panjang image (cm)

30 30 23 40 37.5 29 50 50 38 60 56 43 70 65 52 80 76 58 90 86 64 100 93 75 120 120 85 130 123 96 140 133 103 150 140 110 Untuk memotret objek dapat diatur oleh pencacahan magnet berdasarkan lebar

tangkapan gambar. Jika penggunaan diameter roda 60 cm maka jarak untuk satu putaran sebesar keliling lingkaran. Jumlah keliling lingkaran 2 x π x 30 = 188.4 cm. Dengan jumlah magnet yang digunakan 8 buah maka jarak untuk pembacaan satu magnet sebesar 23.55 cm. Pada lahan sawah menggunakan roda dengan diameter 57 cm maka keliling roda 178.98 cm. Jarak tiap penghitungan satu magnet 22.37 cm dengan jumlah magnet yang digunakan 8 buah magnet. Nilai ketelitian disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai ketelitian berdasarkan panjang citra dengan pembacaan pencacah magnet Panjang image

(cm) Jumlah kali trigger per image

Selisih jarak tempuh dengan panjang image (cm/image) Ketelitian 50 2 5.25 0.89 52 2 7.25 0.86 54 2 9.25 0.82 56 2 11.25 0.79 58 2 13.25 0.77 60 2 15.25 0.74 62 2 17.25 0.72 64 2 19.25 0.69 66 2 21.25 0.67 68 2 23.25 0.65 70 2 25.25 0.63 72 3 4.88 0.93 74 3 6.88 0.90 76 3 8.88 0.88 78 3 10.88 0.86 80 3 12.88 0.83 82 3 14.88 0.81 84 3 16.88 0.79 86 3 18.88 0.78 88 3 20.88 0.76 90 3 22.88 0.74 92 3 24.88 0.73 96 4 6.51 0.93 98 4 8.51 0.91

(9)

C. UJI KINERJA ALAT

Pengambilan gambar dilakukan tiga petak yang berbeda yaitu lahan pertama padi dengan pemberian pupuk murni urea, lahan kedua padi dengan pemberian pupuk organik dan urea, lahan ketiga dengan pemberian pupuk organik. Ukuran ketiga lahan tersebut sama yakni 26 x 7 m. Waktu pengujian dilakukan pada pagi dan siang hari. Pengoperasian alat ini dilakukan dengan cara ditarik. Gambar pengoperasian alat dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Uji kinerja alat di lahan sawah

Pada saat pengambilan gambar, alat dioperasikan di antara dua baris tanaman yang berjarak 30 cm untuk mengindari kerusakan tanaman. Bagan Warna Daun (BWD) dipasangkan pada alat dengan besi penyangga, dimana posisi BWD berada di antara tanaman sehingga tanaman tidak tertutup oleh BWD. Posisi kamera berada pada ketinggian 140 cm dari permukaan tanah dan pemasangan roda diatur pada posisi paling tinggi. Hal ini dilakukan supaya tanaman yang berada kedua baris tersebut dapat terambil gambar. Pada pengambilan gambar, sensor diatur setiap pembacaan yang keempat akan diproses pengambilan gambar. Perhitungan ini berdasarkan jumlah keliling roda yakni 178.98 cm sehingga jarak untuk pembacaan satu magnet 22.37 cm dan pada saat pembacaan magnet yang keempat akan menempuh jarak 89.4 cm. Pengaturan jarak ini disesuaikan dengan hasil pengambilan gambar. Hasil pengambilan gambar untuk satu foto/frame berukuran 629 x 477 pixel. Tampilan hasil pengambilan citra dapat dilihat pada Gambar 14.

(10)

Rata-rata waktu tempuh pengambilan gambar untuk satu baris diperlukan waktu 3 menit. Sedangkan rata-rata waktu untuk belok yang diperlukan 2 menit. Dalam pengukuran di lapangan satu tangkapan foto berukuran lahan 115 x 98 cm. Saat pengoperasian terkadang BWD menghalangi tanaman padi. Hasil citra yang didapatkan beragam dengan berbagai macam konidisi. Hasil pengambilan citra pada berbagai macam kondisi dapat dilihat pada Lampiran 4. Pada saat pengambilan satu gambar terdapat selisih antara lebar lahan dengan jarak penghitungan magnet sebesar 8.51 cm gambarnya. Jumlah gambar yang terambil bila tanpa hambatan berhentinya program saat pengoperasian 23 gambar/baris. Hasil dari keseluruhan jumlah citra tiap satu lahan dapat dilihat pada Tabel 8. Jumlah foto yang lebih disebabkan oleh pengulangan program pengambilan foto sehingga dalam satu baris terdapat dua gambar yang sama. Pengulangan ini diakibatkan program tidak berjalan saat pengoperasian alat berlangsung. Sedangkan bila terdapat jumlah foto yang kurang disebabkan oleh roda yang tidak berputar melainkan bergeser mundur yang menyebabkan sensor tidak menghitung.

Tabel 8. Jumlah citra tiap 26 m lintasan pada tiap-tiap lahan Lahan ke- Jumlah image per 26 m lintasan

Baris 1 Baris 2 Baris 3 Baris 4 Baris 5 Baris 6 1 24 23 23 23 21 22 2 21 19 22 24 21 26 3 24 22 24 21 26 24

D. PENGOLAHAN CITRA

Hasil citra padi yang telah diambil dengan kamera CCD kemudian disimpan dalam memori hardisk dalam bentuk JPEG berukuran 629 x 477 pixel. Selanjutnya citra tersebut diolah dengan menggunakan Microsoft Visual Basic 6.0. Tampilan program dapat dilihat pada Gambar 15. Program ini dirancang untuk menghitung dua parameter utama yaitu jumlah luas daun dan penentuan tingkat warna kehijauan berdasarkan bagan warna daun.

Program pengolahan citra yang dibuat terdiri atas empat bagian utama, yakni proses membuka file gambar daun padi yang telah disimpan (open file), proses tresholding, proses pengukuran parameter, proses penghapusan gambar (delete), dan keluar (quit).

Tahapan-tahapan untuk menjalankan program adalah sebagai berikut.

1. Pengambilan Citra Daun Padi

Proses pengambilan citra menggunakan tombol perintah open file yang terdapat modul program Visual Basic 6.0. Proses ini bertujuan untuk mencari alamat file citra daun padi yang telah disimpan pada folder. Jika tombol open file diklik maka akan muncul dialog box selanjutnya letak citra yang telah disimpan pada memori hardisk dicari. Citra daun padi yang telah dipilih kemudian dibuka. Citra yang telah dibuka akan diproses tresholding untuk mengukur parameter. Setelah perhitungan parameter, citra gambar gambar dihapus sebelum membuka citra gambar lainnya.

(11)

Gambar 15. Tampilan program pengolahan citra

2. Proses Pemasukan Nilai Koordinat

Citra yang telah ditampilkan kemudian dimasukan nilai batasan tresholding berupa batas koordinat citra x1 dan x2. Hal ini dilakukan supaya bagan warna pada citra tidak diproses

tresholding. Proses pemasukan nilai selanjutnya adalah nilai koordinat x dan y setiap level bagan warna daun yang terdapat pada gambar. Koordinat x dan y dapat diketahui pada textbox koordinat. Prinsip kerjanya adalah dengan menggerakan mouse di ujung kiri atas pada salah satu level bagan warna daun. Nilai koordinat tersebut kemudian dimasukan pada textbox level tersebut (x1 dan y1). Selanjutnya, masih pada level bagan warna daun yang sama mouse

digerakan pada ujung kanan bawah maka akan diketahui nilai koordinat x2 dan y2. Pemasukan

nilai koordinat sama dilakukan pada level lainnya.

3. Proses Pemisahan Citra dengan Latar Belakang (Tresholding)

Proses tresholding dilakukan dengan mengklik tombol perintah tresholding. Perintah ini bertujuan memisahkan objek daun dengan latar belakang. Perintah tresholding dilakukan tiga kali, tresholding pertama memisahkan objek daun berwarna hijau dengan warna selain daun menjadi berwarna hitam. Setiap piksel dengan intensitas warna hijau (G) > 190 akan diubah menjadi warna sesuai objeknya yaitu hijau sedangkan piksel lainnya yang tidak masuk dalam batasan tersebut akan diubah menjadi warna hitam (nilai RGB = 0). Tresholding kedua bertujuan memisahkan objek berwarna hijau dengan tanah berwarna cokelat. Setiap piksel dengan intensitas warna merah (R) > 200, warna hijau (G) > 200 dan warna biru (B) > 140 akan diubah warna menjadi hitam. Tresholding ketiga bertujuan memisahkan objek dari gangguan gangguan objek berwarna kuning dimana setiap nilai piksel dengan nilai intensitas

(12)

warna merah (R) > 90 dan warna hijau (G) > 200 diubah menjadi sesuai objeknya sedangkan sisa piksel lainnya diubah menjdai warna hitam. Nilai-nilai batasan tresholding ini didapatkan dengan cara coba-coba (trial and error). Tampilan citra sebelum dan sesudah tresholding dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Citra padi sebelum dan sesudah tresholding

4. Perhitungan Paramater-Parameter Warna dan Ukuran

Setelah mengklik tombol perintah tresholding, maka program akan memproses data-data yang telah dimasukkan. Program akan menelusuri piksel demi piksel kemudian menghitung parameter nilai RGB keseluruhan citra dan nilai RGB setiap level. Selanjutnya nilai-nilai RGB tersebut akan menghitung jumlah luas daun melalui rumus persamaan (5) dan menentukan tingkat kehijauan daun dengan persamaan eucliand (6).

E. KARAKTERISTIK CITRA DAUN PADI

1. Karakteristik Luas Daun

Peningkatan hasil tanaman mempunyai hubungan yang positif dengan peningkatan luas daun. Tanaman dapat menyerap unsur hara melalui akar atau melalui daun. Unsur C dan O diambil tanaman dari udara sebagai CO2 melalui stomata daun dalam proses fotosintesis. Unsur

H diambil dari air tanah (H2O) oleh akar tanaman (Hardjowigeno, 2007). Jumlah luas daun

suatu tanaman dipengaruhi oleh unsur hara yang diperoleh. Oleh karena itu, parameter jumlah luas daun merupakan salah satu pendugaan kesuburan tanaman. Kesuburan tanaman tergantung dari pemberian pupuk dan ketersediaan unsur hara pada tanaman. Pengambilan citra dilakukan untuk menganalisis luas daun pada lahan padi dengan pemberian pupuk dengan jenis yang berbeda. Hasil pengolahan citra untuk menentukan luas daun dapat dilihat pada Tabel 9, 10 dan 11.

(13)

Tabel 9. Rata-rata luas daun tanaman padi pada lahan pertama Image ke-

Rata-rata Luas Daun (cm2/rumpun)

Baris 1 Baris 2 Baris 3 Baris 4 Baris 5 Baris 6 1 74 83 72 84 64 75 2 82 65 66 50 78 79 3 90 68 71 51 68 77 4 85 67 77 51 76 72 5 95 75 76 59 67 62 6 79 82 72 61 65 62 7 88 79 77 68 71 53 8 85 83 70 51 62 78 9 80 86 65 52 68 64 10 81 64  69 49 68 74 11 83 63 61 53 69 57 12 87 80 67 59 65 63 13 78 75 63 44 49 59 14 88 84 68 55 74 52 15 67 73 59 63 80 75 16 85 71 55 60 60 41 17 70 80 58 55 65 43 18 71 77 58 62 70 41 19 90 72 65 53 65 40 20 83 74 48 57 70 54 21 76 69 69 45 65 46 22 80 86 56 56 53 23 90 86 52 58 24 70 Rata-rata 81.54 75.73 64.95 56.34 67.57 60 Simpangan baku 7.37 7.45 7.99 8.35 6.63 13.11

(14)

Tabel 10. Rata-rata luas daun tanaman padi pada lahan kedua

Image ke- Rata-rata Luas Daun (cm

2/rumpun)

Baris 1 Baris 2 Baris 3 Baris 4 Baris 5 Baris 6

1 72 94 97 58 115 104 2 67 88 93 106 92 96 3 77 71 87 146 88 95 4 79 118 93 82 95 62 5 57 113 87 103 92 92 6 83 135 97 62 58 93 7 69 90 98 102 78 84 8 51 67 90 104 138 88 9 46 91 95 99 105 74 10 68 84 101 99 76 114 11 109 131 87 88 59 104 12 104 136 102 50 55 97 13 49 111 84 61 50 61 14 91 62 96 70 51 83 15 71 67 114 43 60 88 16 96 98 112 55 66 64 17 108 84 76 63 81 95 18 96 54 78 55 83 93 19 73 63 81 58 72 77 20 53 71 110 67 77 21 53 61 112 67 85 22 65 83 105 96 23 102 101 24 117 98 25 104 26 94 Rata-rata 74.40 92.47 90.13 85.41 78.47 89.19 Simpangan baku 19.47 25.65 12.53 26.92 22.44 13.49

(15)

Tabel 11. Rata-rata luas daun tanaman padi pada lahan ketiga

Image ke- Rata-rata Luas Daun (cm

2/rumpun)

Baris 1 Baris 2 Baris 3 Baris 4 Baris 5 Baris 6

1 100 92 81 78 87 87 2 102 92 94 93 84 100 3 81 83 92 97 91 84 4 106 109 123 87 88 88 5 117 101 116 102 94 81 6 118 107 101 111 115 83 7 110 115 101 108 108 80 8 111 97 104 85 105 85 9 127 89 103 90 115 85 10 122 94 120 76 103 88 11 116 91 82 97 100 76 12 108 104 99 86 101 92 13 119 80 109 85 86 92 14 108 94 89 103 93 89 15 102 86 95 88 96 78. 16 118 79 113 95 89 79 17 108 95 83 81 89 76 18 106 89 88 86 108 73 19 114 77 91 96 118 76 20 89 84 87 106 104 70 21 118 88 96 98 100 77 22 90 91 91 101 74 23 94 125 122 80 24 83 110 101 87 25 107 26 100 Rata-rata 106.95 92.59 99.70 92.76 100.19 82.50 Simpangan baku 12.37 9.89 13.01 9.80 10.34 7.12

(16)

Berdasarkan hasil perhitungan rata-rata luas daun di lahan pertama, pada baris keempat dan keenam jumlah luas daun lebih sedikit dibandingkan baris lainnya. Hasil perhitungan juga menunjukan lahan pertama (dengan pemberian pupuk urea) rata-rata luas daun lebih sedikit dibandingkan dengan lahan kedua (dengan pemberian pupuk campuran, organik dan urea) dan lahan ketiga (dengan pemberian pupuk organik). Hal ini disebabkan waktu tanam yang berbeda pada tiap petak. Perbedaan waktu tanam pada tiap petak lima hari.

2. Karakteristik Tingkat Kehijauan Daun

Selain untuk menduga luas daun pada satu tanaman, pengolahan citra juga dapat menduga kebutuhan unsur hara. Hasil dari pengolahan citra kemudian dipetakan untuk dianalis kebutuhan unsur hara. Dalam satu baris lahan akan dibagi menjadi beberapa petakan. Untuk satu petakan berukuran 115 x 98 cm di lahan. Dimana dalam satu petakan menangkap 20 tanaman. Hasil pemetaan pengolahan citra pada lahan pertama dapat dilihat pada Gambar 17.

Berdasarkan hasil pemetaan dengan pengolahan citra menunjukan bahwa nilai tingkat warna-4 lahan ketiga (Lampiran 7) lebih banyak dibandingkan dengan pertama dan kedua. Hal tersebut menunjukan lahan ketiga lebih subur dibandingkan lahan lainnya. Lahan kedua (Lampiran 6) lebih banyak ditemukan tingkat warna-3 dan tingkat warna-4. Berbeda dengan lahan ketiga dan kedua, lahan pertama lebih rendah kesuburannya. Hal tersebut dapat dilihat bahwa nilai tingkat warna-2 lebih banyak di lahan tersebut dibandingkan dengan lahan lainnya. Pemetaan secara manual (Lampiran 5) juga dilakukan dengan menggunakan BWD. Dalam satu petak pada satu baris tanaman berukuran 115 x 100 cm. Jumlah image pada pemetaan untuk satu baris tanaman 26 image. Hasil pemetaan pengolahan citra dan pemetaan pengukuran BWD kemudian dibandingkan untuk mendapatkan nilai persentase akurasi. Hasil perbandingan jumlah citra pengukuran BWD dengan pengolahan citra berdasarkan tingkat kehijauan BWD dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Akurasi perbandingan tingkat warna dengan perangkat sensor Tingkat warna daun Jumlah Sample secara manual

Jumlah sample yang dikenali oleh alat sensor

Persentase (%) Tingkat warna daun 2 Tingkat warna daun 3 Tingkat warna daun 4 2 52 20 32 0 38 3 100 23 69 8 69 4 4 0 1 3 75

Hasil persentase yang kecil perbandingan antara citra secara pengolahan dengan manual, disebabkan pengukuran BWD dilakukan 6 hari setelah pengujian dilakukan. Selama selang waktu tersebut sawah tidak dilakukan pengairan.

(17)
(18)

F. KELEMAHAN ALAT

Kendala pengoperasian alat adalah saat menjalankan pada lahan yang terlalu dalam lumpurnya. Alat menjadi susah dijalankan sehingga pengoperasian menjadi lambat. Selain itu, sulitnya menjaga alat agar tetap pada ketinggian 140 cm akibat kondisi lahan yang berlumpur. Saat pengoperasian alat terkadang program tidak berjalan. Hal ini disebabkan oleh lubang kabel usb kamera pada laptop sudah kendur sehingga bila terjadi guncangan kabel usb tidak terbaca oleh program. Saat alat ini dibelokan, hasil tangkapan citra dipindahkan pada folder lain supaya hasil citra tersebut tidak tertimpa dengan citra lainnya. Sulitnya untuk mencegah tanaman rusak juga menjadi kendala saat alat tersebut dibelokkan.

Hasil citra yang diperoleh terdapat bagian lahan yang tidak tertangkap kamera sehingga proses pengolahan citra tidak optimal dan menyebabkan hasil yang berbeda dengan pengukuran BWD sehingga nilai persentase akurasi yang didapatkan rendah. Persentase akurasi pemetaan pengolahan citra dengan pemetaan manual (pengukuran BWD) yang rendah juga disebabkan oleh saat pengukuran BWD ditemukan warna daun di antara dua tingkatan warna.

G. ANALISIS KESUBURAN TANAMAN DAN TANAH

1. Analisa Kesuburan Tanaman

Pengujian tanaman dilakukan untuk menduga nilai suatu unsur yang terkandung pada tanaman berdasarkan penggunaan Bagan Warna Daun. Jaringan tanaman yang diuji adalah jaringan daun yang diambil pada lahan yang berbeda. Pengambilan contoh daun padi yang diambil sebanyak 16 buah daun. Jumlah berat contoh daun yang diambil 25 gr. Pada Lampiran 10 disajikan cara pengambilan contoh tanaman. Contoh tanaman yang diambil memiliki tingkat kehijauan yang berbeda berdasarkan warna hijau BWD. Jumlah contoh daun pada level 2 BWD berjumlah 5 buah, 3 buah pada lahan pertama, 1 buah pada lahan kedua, dan 1 buah di luar lahan percobaan. Jumlah contoh daun pada level 3 BWD berjumlah 6 buah, 2 buah di lahan pertama, 2 buah pada lahan kedua, dan 2 buah pada lahan ketiga. Terakhir, jumlah daun pada level 4 BWD sebanyak 5 buah, 3 buah pada lahan ketiga dan 2 buah pada lahan kedua.

Contoh tanaman yang akan diuji untuk menganalisa unsur N, P, dan K. Nilai kandungan unsur tersebut dapat dilihat pada Lampiran 11. Hasil pengujian menunjukkan BWD tingkat warna 4 mendekati nilai batas kecukupan unsur N yang ditunjukan pada Lampiran 13. Nilai kandungan nitrogen untuk setiap tingkat warna 2 berbeda dengan tingkat warna 3 dan tingkat warna 4. Sebaran nilai kandungan N (%) dengan tingkat warna dapat dilihat pada Gambar 18.

(19)

Gambar 18. Grafik sebaran nilai kandungan N pada daun terhadap tingkat warna Nilai rata-rata kadar N (%) pada tingkat warna 2, 3, dan 4 secara berurutan adalah 1.61, 1.83, dan 2.22. Berdasarkan nilai rata-rata kandungan nitrogen kemudian dibuat grafik hubungan antara nilai rata-rata kandungan N dengan tingkat warna (Gambar 19). Nilai persamaan garis regresi dan koefisien determinasi yang diperoleh grafik adalah y = 0.305x + 0.971 dan R2 = 0.974. Nilai korelasi yang diperoleh sebesar 0.97. Menurut Sarwono (2006),

nilai korelasi 0.98 termasuk korelasi yang sangat kuat sehingga bisa dikatakan bahwa hubungan antara nilai rata-rata N (%) dan tingkat warna memiliki korelasi yang sangat kuat.

Gambar 19. Grafik hubungan nilai rata-rata kandungan N pada daun terhadap tingkat warna BWD

Hasil pengujian kandungan fosfor terhadap tingkat warna ditunjukkan pada grafik sebaran nilai kandungan P terhadap tingkat warna (Gambar 20). Nilai rata-rata kadar P (%) pada tingkat warna 2, 3, dan 4 secara berurutan adalah 0.11, 0.09, dan 0.08. Nilai rata-rata kadar unsur P pada tingkat warna BWD 2 berada batas nilai kecukupan yang diperlukan pada tanaman padi (Lampiran 13).

1,2 1,4 1,6 1,8 2 2,2 2,4 2,6 1 2 3 4 5 Kadar  N ‐Daun  (%) Tingkat Warna Nitrogen 1,2 1,4 1,6 1,8 2 2,2 2,4 1 2 3 4 5 Ni lai  Rat a‐ Ra ta  N ‐Daun  (%) Tingkat Warna Rata‐rata Nitrogen Linear (Rata‐rata  Nitrogen)

(20)

Gambar 20. Grafik sebaran kandungan P pada daun terhadap tingkat warna

Berdasarkan pada nilai rata-rata kandungan fosfor dianalisa korelasi terhadap tingkat warna. Pada Gambar 21 menunjukkan grafik hubungan antara nilai rata-rata kandungan P (%) terhadap tingkat warna. Nilai persamaan garis regresi dan koefisien determinasi yang diperoleh grafik adalah y = -0.02x + 0.154 dan R2 = 0.927. Nilai korelasi yang diperoleh

sebesar -0.96. Nilai korelasi tersebut berkebalikan dengan nilai rata-rata kandungan N (%) terhadap tingkat warna yakni negatif. Hal tersebut mempunyai makna nilai rata-rata P (%) menurun setiap kenaikan tingkat warna. Menurut Sarwono (2006), nilai korelasi -0.96 termasuk korelasi yang sangat kuat sehingga bisa dikatakan bahwa hubungan nilai rata-rata P (%) dengan tingkat warna memiliki korelasi yang sangat kuat.

Gambar 21. Grafik hubungan nilai rata-rata kandungan P pada daun terhadap tingkat warna BWD

Hasil pengujian kandungan kalium terhadap tingkat warna ditunjukkan pada grafik sebaran nilai kandungan K terhadap tingkat warna (Gambar 22). Nilai rata-rata kadar K (%) pada tingkat warna 2, 3, dan 4 secara berurutan adalah 1.74, 2.41, dan 2,54. Nilai rata-rata kadar unsur kalium pada semua tingkat warna BWD lebih dari batas nilai kecukupan yang diperlukan pada tanaman padi (Lampiran 13).

0,04 0,06 0,08 0,1 0,12 0,14 0,16 1 2 3 4 5 Ka dar  P ‐Daun  (% ) Tingkat Warna Fosfor 0,06 0,07 0,08 0,09 0,1 0,11 0,12 0,13 1 2 3 4 5 N ila i Ra ta ‐Ra ta  P  (%) Tingkat Warna Rata‐rata Fosfor Linear (Rata‐rata  Fosfor)

(21)

Gambar 22. Grafik sebaran kandungan K pada daun terhadap tingkat warna Berdasarkan pada nilai rata-rata kandungan kalium dianalisa korelasi terhadap tingkat warna. Pada Gambar 21 menunjukkan grafik hubungan antara nilai rata-rata kandungan K (%) terhadap tingkat warna. Grafik tersebut menunjukkan nilai rata-rata K (%) meningkat pada setiap kenaikan tingkat warna BWD. Nilai persamaan garis regresi dan koefisien determinasi yang diperoleh grafik adalah y = 0.4x + 1.033 dan R2 = 0.864. Nilai korelasi (r)

yang diperoleh sebesar 0.92. Menurut Sarwono (2006), nilai korelasi 0.92 termasuk korelasi yang sangat kuat sehingga bisa dikatakan bahwa hubungan nilai rata-rata K (%) terhadap tingkat warna memiliki korelasi yang sangat kuat.

Gambar 23. Grafik hubungan nilai rata-rata kandungan K pada daun terhadap tingkat warna BWD

2. Analisa Kesuburan Tanah

Kemampuan tanah untuk menyediakan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman, sangat dipengaruhi oleh sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Tanah dinyatakan subur bila dapat menyediakan unsur hara dalam jumlah yang cukup dan seimbang serta mempunyai sifat fisik yang optimum seperti aerasi, kapasitas menahan air dan permeabilitas, disamping

0,5 1 1,5 2 2,5 3 1 2 3 4 5 Ka dar  K ‐Duan  (% ) Tingkat Warna Kalium 1,5 1,7 1,9 2,1 2,3 2,5 2,7 1 2 3 4 5 Nil ai  Rat a‐ Ra ta  K  (%) Tingkat Warna rata‐rata kalium Linear (rata‐rata  kalium)

(22)

mempunyai sifat biologis yang baik. Tingkat kesuburan kimiawi tanah seperti kandungan unsur hara utama (nitrogen, fosfat, dan kalium), kemasaman tanah (pH), kapasitas tukar kation, kandungan bahan organik C/N ratio, merupakan suatu petunjuk untuk menduga respon tanaman terhadap pemberian pupuk (Jumin, 2005). Selain pengujian terhadap jaringan tanaman juga dilakukan pengujian tanah untuk menganalisa kesuburan tanaman. Contoh tanah diambil pada kedalaman 20 cm dari permukaan dengan berat contoh 500 gr. Pengambilan contoh tanaman dilakukan di titik yang sama pada pengambilan jaringan tanaman. Kandungan unsur yang diuji adalah H20, KCl, kandungan bahan organik (C, N,

C/N ratio) , P-Bray1, K-Morgan dan kapistas tukar kation (KTK). Hasil data dapat dilihat pada Lampiran 12. Sebaran nilai pH H2O terhadap tingkat warna dapat dilihat pada Gambar

24. Pendugaan nilai rata-rata pH berdasarkan tingkat warna 2, 3, dan 4 BWD secara berurutan adalah 5.48, 5.33, dan 5.58. Secara keseluruhan tanah yang diuji bersifat masam dengan pH 5.4-5.5. Sifat kemasaman pada tanah dapat dilihat pada Lampiran 15.

Gambar 24. Grafik sebaran kandungan pH H2O terhadap tingkat warna

Nilai rata-rata pH terhadap tingkat warna dibuat grafik model linear yang ditunjukkan pada Gambar 25. Nilai persamaan garis regresi dan koefisien determinasi yang diperoleh grafik adalah y = 0.05x+ 5.314 dan R2 = 0.16. Nilai korelasi (r) yang diperoleh sebesar 0.4.

Menurut Sarwono (2006), nilai korelasi 0.4 termasuk korelasi yang cukup sehingga bisa dikatakan bahwa hubungan nilai rata-rata pH H2O (%) dengan tingkat warna memiliki

korelasi yang cukup. 4,8 5 5,2 5,4 5,6 5,8 6 6,2 1 2 3 4 5 pH  H2 O Tingkat Warna pH (H2O)

(23)

Gambar 25. Grafik hubungan nilai rata-rata pH H2O terhadap tingkat warna BWD

Sebaran nilai pH KCl terhadap tingkat warna ditunjukkan pada Gambar 26. Nilai rata-rata pH KCl berdasarkan tingkat warna 2, 3, dan 4 BWD secara berurutan diperoleh 4.60, 4.63, dan 4.88. Hal yang sama juga ditunjukan pada grafik pH KCl (Gambar 27) yakni terjadi peningkatan nilai pH setiap kenaikan tingkat warna BWD.

Gambar 26. Grafik sebaran kandungan pH KCl terhadap tingkat warna

Berdasarkan nilai rata-rata pH KCl dibuat grafik hubungan antara nilai rata-rata pH KCl dengan tingkat warna (Gambar 27). Nilai persamaan garis regresi dan koefisien determinasi yang diperoleh grafik adalah y = 0.14x + 4.284 dan R2 = 0.83. Nilai korelasi (r)

yang dihasilkan sebesar 0.91. Menurut Sarwono (2006), nilai korelasi 0.91 termasuk korelasi yang sangat kuat sehingga bisa dikatakan bahwa hubungan nilai rata-rata pH KCl dengan tingkat warna memiliki korelasi yang sangat kuat.

5,3 5,35 5,4 5,45 5,5 5,55 5,6 1 2 3 4 5 Ni la i Ra ta ‐Ra ta  pH  H2 O Tingkat Warna pH (H2O) Linear (pH (H2O)) 3 3,5 4 4,5 5 5,5 1 2 3 4 5 pH  KC l Tingkat Warna pH (KCl)

(24)

Gambar 27. Grafik hubungan nilai rata-rata pH KCl terhadap tingkat warna BWD

Pada Gambar 28 menunjukan grafik sebaran kandungan nitrogen terhadap tingkat warna BWD. Nilai rata-rata N (%) untuk setiap tingkat warna 2, 3, dan 4 BWD secara berurutan 0.10, 0.11, 0.13. Berdasarkan Lampiran 14 nilai N yang diperoleh dari pengujian bersifat rendah kadar N.

Gambar 28. Grafik sebaran kandungan N terhadap tingkat warna

Berdasarkan pada nilai rata-rata kandungan nitrogen dianalisa korelasi terhadap tingkat warna. Hubungan antara nilai rata-rata N (%) dengan tingkat warna ditunjukkan pada Gambar 29. Grafik tersebut memperlihatkan nilai rata-rata N (%) menaik setiap kenaikan tingkat warna. Nilai persamaan garis regresi dan koefisien determinasi yang diperoleh grafik adalah y = 0.012x + 0.079 dan R2 = 0.915. Nilai korelasi (r) yang diperoleh sebesar 0.95.

Menurut Sarwono (2006), nilai korelasi 0.95 termasuk korelasi yang sangat kuat sehingga bisa dikatakan hubungan nilai rata-rata N (%) dengan tingkat warna memiliki hubungan yang sangat kuat. 4,5 4,55 4,6 4,65 4,7 4,75 4,8 4,85 4,9 1 2 3 4 5 Ni la i Ra ta ‐Rat pH  KCl Tingkat Warna pH (KCl) Linear (pH (KCl)) 0,05 0,07 0,09 0,11 0,13 0,15 0,17 0,19 1 2 3 4 5 Ka dar  N   (%) Tingkat Warna Nitrogen

(25)

Gambar 29. Grafik hubungan nilai rata-rata kandungan N terhadap tingkat warna BWD Sebaran nilai kandungan C-Organik terhadap tingkat warna ditunjukkan pada Gambar 30. Nilai rata-rata kandungan C (%) untuk setiap tingkat warna 2, 3, dan 4 BWD secara berurutan 1.36, 1.37, 1.68. Hasil pengujian untuk nilai C (%) yang diperoleh secara keseluruhan tergolong rendah, hal tersebut dapat dilihat pada Lampiran 14. Berdasarkan pada nilai rata-rata kandungan C-Organik dianalisa korelasi terhadap tingkat warna. Pada grafik hubungan kandungan C-organik dengan tingkat warna BWD yang diperlihatkan pada Gambar 31, menunjukan hal yang sama seperti grafik N, yaitu terjadi peningkatan nilai C setiap kenaikan tingkat warna BWD. Nilai persamaan garis regresi dan kofisien determinasi yang diperoleh grafik adalah y = 0.126x + 1.075 dan R2 = 0.77. Nilai korelasi (r) yang

diperoleh sebesar 0.87. Menurut Sarwono 2006, nilai korelasi 0.87 termasuk korelasi yang sangat kuat sehingga bisa dikatakan bahwa hubungan antara nilai rata-rata C-Organik terhadap tingkat warna memiliki korelasi yang sangat kuat.

Gambar 30. Grafik sebaran kandungan C-Organik terhadap tingkat warna 0,1 0,105 0,11 0,115 0,12 0,125 0,13 0,135 1 2 3 4 5 N ila i Ra ta ‐Ra ta  N Tingkat Warna Nitrogen (%) Linear (Nitrogen (%)) 0 0,5 1 1,5 2 2,5 1 2 3 4 5 Kad ar  C ‐Or ga n ik  (%) Tingkat Warna C‐Organik

(26)

Gambar 31. Grafik hubungan nilai rata-rata kandungan C-organik terhadap tingkat warna BWD

Pada Gambar 32 menunjukan grafik sebaran kandungan Kalium terhadap tingkat warna BWD. Nilai rata-rata unsur K (mg/100 g) untuk setiap tingkat warna 2, 3, dan 4 BWD secara berurutan adalah 9.2, 3.6, dan 6.6. Nilai rata-rata kandungan kemudian dibuat grafik model linear terhadap tingkat warna. Berdasarkan pada Lampiran 14 menunjukan bahwa hasil pengujian terhadap nilai unsur K tergolong sangat rendah. Grafik hubungan kandungan rata-rata K (mg/100 g) terhadap tingkat warna BWD ditunjukan pada Gambar 33. Nilai persamaan garis regresi dan kofisien determinasi yang diperoleh grafik adalah y = -1.3x + 10.38 dan R2 = 0.22. Nilai korelasi (r) yang diperoleh sebesar -0.46 menunjukkan pada grafik

bahwa nilai kandungan unsur K menurun setiap kenaikan tingkat warna. Menurut Sarwono (2006), nilai korelasi -0.46 termasuk korelasi yang cukup sehingga dapat dikatakan bahwa hubungan nilai rata-rata K terhadap tingkat warna memiliki korelasi yang cukup.

Gambar 32. Grafik sebaran kandungan K terhadap tingkat warna 1,2 1,3 1,4 1,5 1,6 1,7 1 2 3 4 5 Ni la i Rat a‐ Rat C ‐Organ ik Tingkat Warna C‐Organik (%) Linear (C‐Organik  (%)) 0 5 10 15 20 1 2 3 4 5 Kadar  K  (mg /100g ) Tingkat Warna Kalium (mg/100 g)

(27)

Gambar 33. Grafik hubungan nilai rata-rata kandungan K terhadap tingkat warna BWD Sebaran nilai fosfor terhadap tingkat warna dapat dilihat pada Gambar 34. Berdasarkan Lampiran 14 menunjukan bahwa secara keseluruhan kandungan fosfor tergolong sangat tinggi, yakni lebih dari 60 mg/100g. Nilai rata-rata kandungan unsur P (mg/100 g) yang diperoleh secara berurutan untuk tingkat warna 2, 3, dan 4 BWD adalah 123, 60, dan 90. Berdasarkan nilai rata-rata kandungan fosfor kemudian dibuat grafik hubungan antara nilai rata-rata dengan tingkat warna (Gambar 35). Nilai persamaan garis regresi dan kofisien determinasi yang diperoleh grafik adalah y = -16.5x + 140.4 dan R2 =

0.26. Nilai korelasi (r) yang diperoleh sebesar -0.51 menunjukkan pada grafik bahwa nilai kandungan P menurun setiap kenaikan tingkat warna BWD. Menurut Sarwono (2006), nilai korelasi-0.51 termasuk korelasi hubungan yang cukup sehingga dapat dikatakan bahwa hubungan nilai rata-rata P terhadap tingkat warna memiliki korelasi yang cukup.

Gambar 34. Grafik sebaran kandungan P terhadap tingkat warna BWD 0 2 4 6 8 10 1 2 3 4 5 Ni la i Rat a‐ Ra ta  K  (mg/ 100  g) Tingkat Warna Kalium (mg/100 g) Linear (Kalium  (mg/100 g)) 40 60 80 100 120 140 160 180 200 1 2 3 4 5 Kadar  P  (mg /100g ) Tingkat Warna Fosfor ( mg/100g)

(28)

Gambar 35. Grafik hubungan nilai rata-rata kandungan P terhadap tingkat warna BWD

Grafik sebaran nilai kandungan kapasitas tukar kation (KTK) terhadap tingkat warna ditunjukkan pada Gambar 36. Hasil nilai rata-rata kandungan KTK untuk tingkat warna 2, 3, dan 4 BWD yang diperoleh pada persaman y tersebut secara berurutan adalah 10.40, 6.58, dan 6.68. Secara keseluruhan nilai KTK yang diperoleh berada pada kelompok tanah yang rendah kandungan KTK. Penilaian sifat kimia tanah tersebut dapat dilihat pada Lampiran 14. Berdasarkan nilai rata-rata tersebut dilakukan analisa korelasi terhadap tingkat warna dengan grafik yang diperlihatkan pada Gambar 37. Pada grafik hubungan nilai rata-rata kandungan KTK (cmol(+)/kg) dengan tingkat warna BWD juga menunjukan yang sama pada grafik

regresi linear K dan P yakni menurun setiap kenaikan tingkat warna. Nilai persamaan garis regresi dan koefisien determinasi yang diperoleh grafik adalah y = -1.86x + 13.47 dan R2 =

0.73. Nilai korelasi (r) yang diperoleh sebesar -0.85. Menurut Sarwono (2006), nilai korelasi -0.46 termasuk korelasi yang sangat kuat sehingga dapat dikatakan bahwa hubungan nilai rata-rata KTK terhadap tingkat warna memiliki korelasi yang sangat kuat.

Gambar 36. Grafik sebaran kandungan KTK terhadap tingkat warna 40 60 80 100 120 140 1 2 3 4 5 Ni lai  Rat a‐ Ra ta  P  (mg /100  g) Tingkat Warna Fosfor (mg/100g) Linear (Fosfor  (mg/100g)) 0 2 4 6 8 10 12 14 1 2 3 4 5 KT K  (cmol (+ ) /k g) Tingkat Warna KTK (cmol(+)/kg)

(29)

Gambar 37. Grafik hubungan nilai rata-rata KTK terhadap tingkat warna BWD

H. PETA KESUBURAN TANAH

Hasil nilai rata-rata kandungan hara yang diperoleh dari diagram linear kemudian dibuat nilai interval kandungan hara. Sama seperti halnya peta tingkat warna kehijauan, informasi nilai kandungan hara tersebut diterjemahkan ke dalam peta warna. Kandungan hara yang diterjemahkan ke dalam peta warna adalah kandungan hara nitrogen pada daun. Peta warna kandungan hara nitrogen dapat dilihat pada Gambar 38.

Hasil peta tingkat warna kehijauan daun BWD selanjutnya dibuatkan nilai takaran pemberian pupuk. Pemberian takaran pupuk tersebut bervariasi tergantung dari tingkat warna kehijauan BWD dan target hasil panen yang diinginkan (lihat Tabel 3). Nilai takaran pemberian pupuk tersebut juga ditejemahkan ke dalam peta warna lahan. Peta warna yang dibuat untuk target hasil panen yang sedang, yaitu 6 ton/ha GKG. Hasil peta warna takaran pemberian pupuk pada lahan pertama dapat dilihat pada Gambar 39.

4 5 6 7 8 9 10 11 0 1 2 3 4 5 KT K  (c mol (+ ) /k g) Tingkat Warna KTK (cmol(+)/kg) Linear (KTK  (cmol(+)/kg))

(30)
(31)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka hasil penelitian ini, yaitu (1) Spiritualitas mempunyai peran sangat signifikan dalam mempengaruhi

Kegiatan bermain a trip to fantasy island merupakan cara yang menarik yang dapat membuat anak mengenal lambang bilangan dengan mengemas sebuah informasi kedalam

Dari keempatnya, penulis menduga bahwa secara tidak langsung beliau pernah mempelajari dan membacanya dengan beberapa alasan: (a) sebab ketiga buku tersebut merupakan

Ha adalah salah seorang mahasiswa yang berasal dari Kabupaten Banjar, dan sekarang duduk di semester XII Jurusan BK Fakultas Tarbiyah pada perguruan tinggi di

Berdasarkan hasil analisis statistik Anova eka arah yang dilanjutkan dengan Uji Tukey untuk melihat ada tidaknya perbedaan antar ulangan (4 ulangan setiap seri dosis) baik pada

Cover luar dalam hal ini digunakan untuk memberikan informasi tentang sinopsis yang tidak terdapat pada bagian depan buku... − Typeface headline

Materi yang disajikan sesuai dengan RPP yang ada. Guru menyampaikan materi dengan sangat komunikatif dan di sisipi dengan lelucon sehingga membuat siswa tidak terlalu kaku

Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa manfaat Customer Relationship Management dalam wujud membership yang meliputi financial benefits, social benefits dan structural