• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN MEDIA PUZZLE GEOMETRI DALAM MENINGKATKAN ASPEK PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK DI RA MUTIARA BUNDA BANDA ACEH SKRIPSI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGGUNAAN MEDIA PUZZLE GEOMETRI DALAM MENINGKATKAN ASPEK PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK DI RA MUTIARA BUNDA BANDA ACEH SKRIPSI."

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Oleh

WINDA SARI

NIM. 140210049

Mahasiswi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Prodi Pendidikan Islam Anak Usia Dini

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY

DARUSSALAM, BANDA ACEH 2019 M/ 1440 H

(2)
(3)
(4)
(5)

Nama : Winda Sari

NIM : 140210049

Fakultas / Prodi : Tarbiyah dan Keguruan / PIAUD

Judul : Penggunaan Media Puzzle Geometri dalam

Meningkatkan Aspek Perkembangan Kognitif Anak di RA Mutiara Bunda Banda Aceh

Tanggal Sidang : 26 Januari 2019 Tebal Skripsi : 148 Halaman

Pembimbing I : Loeziana Uce, S. Ag, M. Ag Pembimbing II : Zikra Hayati, M.Pd

Kata Kunci : Media Puzzle Geometri, Aspek Perkembangan Kognitif Pentingnya aspek perkembangan kognitif pada anak usia dini sangat penting untuk dikembangkan, salah satunya yaitu pada aspek perkembangan kognitif pada anak. Namun yang terjadi di lapangan yaitu ditemukan bahwa rendahnya kemampuan kognitif anak khususnya dalam mengenal bentuk, hambatan yang ditemukan ialah anak belum mampu mengenal bentuk geometri, seperti adanya bentuk persegi panjang, segi tiga, segi empat dan lingkaran. Adapun salah satu media yang dapat diterapkan untuk mendorong aspek perkembangan kognitif anak yaitu dengan menggunakan media puzzle geometri. Penelitian ini bertujuan (1) untuk mengetahui aktivitas guru dalam pembelajaran dengan menggunakan media puzzle geometri di RA Mutiara Bunda, dan (2) untuk mengetahui peningkatan penggunaan media puzzle geometri dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak di RA Mutiara Bunda. Metode yang digunakan dalam penelitian ini berupa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang bersifat kolaboratif karena peneliti bekerja sama dengan guru kelas dalam melakukan proses pembelajaran. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar observasi aktifitas guru dan dan lembar observasi peningkatan aspek perkembangan kognitif anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus 1 aktivitas guru memperoleh nilai rata-rata 3,23 dengan kriteria baik. Sedangkan pada siklus II aktivitas guru mengalami peningkatan dengan nilai rata-rata 4 dengan kriteria sangat baik. Penggunaan media puzzle geometri dapat meningkatkan aspek perkembangan kognitif khususnya dalam mengenal bentuk pada siklus I mencapai 62% dengan kriteria berkembang sesuai harapan, sedangkan pada siklus II mengalami peningkatan mencapai 82% dengan kriteria sangat baik.

(6)

vi

Alhamdulillah segala puji serta syukur sebanyak banyaknya penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan taufik dan hidayahnya, sehingga penulis telah dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam tidak lupa pula penulis sanjung sajikan kepangkuan nabi besar Muhammad SAW yang telah menyempurnakan akhlak manusia dan menuntun umat manusia kepada kehidupan yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Alhamdulillah dengan petunjuk dan hidayahnya, penulis telah menyelesaikan penyusunan dan skripsi untuk memenuhi dan melengkapi persyaratan guna mencapai gelar sarjana pada prodi Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD) Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Uin Ar-Raniry Banda Aceh dengan judul “Penggunaan Media Puzzle Geometri Dalam Meningkatkan

Perkembangan Kognitif Anak Di TK Mutiara Bunda Banda Aceh”.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini tidak terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini enulis menyampaikan ucapan terimkasih kepada:

1. Ibu Loeziana Uce, S. Ag, M. Ag sebagai pembimbing I dan Ibu Zikra Hayati, M.Pd sebagai pembimbing II yang senantiasa ikhlas, sabar dan telah banyak memberikan bimbingan, bantuan, nasehat, dan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

(7)

vi terselesaikan.

3. Kepada Ibu Hj Nurlely selaku Kepala Sekolah RA Mutiara Bunda Banda Aceh dan Ibu Nani Suryani selaku guru kelas yang telah memberi izin keoada penulis untuk mengadakan penelitian dalam rangka menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Dra. Jamaliah Hasballah, M.A selaku ketua program studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini dan kepada staf prodi Pendidikan Islam Anak Usia Dini yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta motivasi selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

5. Staf pustakawan yang telah banyak memberikan kemudahan bagi peneliti untuk menambah referensi dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih banyak kekurangan,namun hanya sedemikian kemampuan yang penulis miliki, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan dimasa yang akan datang.

Banda Aceh, 26 Januari 2019 Penulis,

(8)

ix

HALAMAN SAMPUL JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN SIDANG

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian... 6

D. Manfaat Penelitian... 7

E. Definisi Operasional ... 7

BAB II : LANDASAN TEORITIS A. Teori Perkembangan Kognitif ... 10

B. Aspek Perkembangan Kognitif ... 12

C. Media Pembelajaran ... 19

D. Media Puzzle ... 22

E. Indikator Perkembangan Kognitif ... 31

F. Penelitian Relevan ... 31

BAB III : METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian ... 33

B. Subjek Penelitian ... 37

C. Instrumen Pengumpulan Data ... 37

D. Teknik Pengumpulan Data ... 42

E. Teknik Analisis Data ... 43

F. Kriteria Keberhasilan ... 45

G. Pedoman Penulisan ... 46

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 47

B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 49

(9)

ix

DAFTAR KEPUSTAKAAN ... 7 LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 78

(10)

ix

Gambar 3.1 : Model Penelitian Kemmis & Mc. Taggart ... 33 Gambar 4.1 : Diagram Batang Hasil Observasi dan Persentase Siklus I dan

Siklus II Aktivitas Guru ... 73 Gambar 4.1 : Diagram Hasil Observasi dan Persentase Siklus I dan II

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 : Instrumen Observasi Aktifitas Guru ... 38 Tabel 3.2 : Instrumen Observasi Peningkatan Kemampuan Perkembangan

Kognitif ... 40 Tabel 3.3 : Rubrik Penilaian Kemampuan Perkembangan Kognitif ... 40 Tabel 3.4 : Kriteria Pemberian Skor Aktifitas Guru ... 44 Tabel 3.5 : Kriteria Penilaian Capaian Peningkatan Perkembangan

Kognitif ... 45 Tabel 4.1 : Keadaan Sarana Dan Prasarana Ra Mutiara Bunda ... 48 Tabel 4.2 : Data Keadaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan RA

Mutiara Bunda ... 48 Tabel 4.3 : Hasil Observasi Kemampuan Anak Pra Tindakan ... 50 Tabel 4.4 : Jadwal Penelitian Siklus I ... 51 Tabel 4.5 : Hasil Observasi Aktivitas Guru dalam Penggunaan Media

Puzzle Gemetri Dalam Meningkatkan Aspek Perkembangan Kognitif Anak Pada Siklus I ... 54 Tabel 4.6 : Hasil Observasi Peningkatan Aspek Perkembangan Kognitif

Anak Siklus I ... 56 Tabel 4.7 : Hasil Temuan Dan Revisi Selama Proses Pembelajaran

Berlangsung ... 57 Tabel 4.8 : Jadwal Penelitian Siklus Ii ... 59 Tabel 4.9 : Hasil Observasi Aktivitas Guru Dalam Penggunaan Media

Puzzle Gemetri Dalam Meningkatkan Aspek Perkembangan Kognitif Anak Pada Siklus I ... 62 Tabel 4.10 : Hasil Observasi Peningkatan Aspek Perkembangan Kognitif

Anak Siklus I ... 64 Tabel 4.11 : Hasil Observasi Peningkatan Aspek Perkembangan Kognitif

Anak Siklus I Dan II ... 66 Tabel 4.12 : Hasil Temuan Dan Revisi Selama Proses Pembelajaran

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 : Surat Keputusan Dosen Pembimbing Skripsi Mahasiswa dari Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN

Ar Raniry ... 78

LAMPIRAN 2 : Surat Izin Mengadakan Penelitian dari Fakultas Tarbiyah dan Keguruan ... 79

LAMPIRAN 3 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari Kepala Sekolah RA Mutiara Bunda ... 80

LAMPIRAN 4 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP 1) ... 81

LAMPIRAN 5 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP 2) ... 90

LAMPIRAN 6 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP 3) ... 99

LAMPIRAN 7 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP 4) ... 108

LAMPIRAN 8 : Lembar Observasi Aktivitas Guru ... 117

LAMPIRAN 9 : Lembar Observasi Peningkatan Aspek Perkembangan Kognitif ... 131

LAMPIRAN 10 : Lembar Validasi RPP ... 135

LAMPIRAN 11 : Lembar Validasi Observasi Aktivitas Guru ... 138

LAMPIRAN 12 : Lembar Validasi Peningkatan Aspek Perkembangan Kognitif ... 141

(13)

1

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan anak usia dini pada hakikatnya adalah suatu proses pendidikan yang diberikan pada anak usia 0-6 tahun. Pada tahap ini anak distimulasi pada seluruh aspek perkembangan seperti: nilai agama dan moral, fisik motorik, kognitif, bahasa, sosial dan seni yang penting sebagai peletak dasar bagi masa depan anak. Sehingga anak sangat membutuhkan pendidikan sebagai pembinaan dan pemerian rangsangan agar tumbuh kembang anak berjalan dengan baik. Seperti dalam sebuah hadist mengatakan:

ِِهِناَسِّجَمُي ِ وَأ

ِِهِناَرِّصَنُي

ِ وَأ

،ِهِناَدِّوَهُي ُِهاَوَبَأَف ،ِةَر طِفلا ىَلَع ُِدَلوُي ِ لُكَِمِ ووُلد

Artinya: “Setiap anak dilahirkan ke dunia dalam keadaan fitrah (suci). Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani, atau Majusi”. (HR. Al-Baihaqi dan At-Thabrani).1

Dalam hadist tersebut diterangkan setiap anak terlahir fitrah (suci), fitrah manusia dimaknai dengan potensi-potensi yang dimiliki. Konsep fitrah dalam islam ialah setiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang baik dari orang tuanya. Sehingga anak tersebut dapat berguna bagi nusa dan bangsanya. Dalam surat Al-Mujadalah ayat 11 Allah juga berfirman mengenai keutamaan menuntut

1 Al-Bukhari, Shahih Bukhari, Jilid 2, Penerjemah: Syaikh Muhammad Fuad Abdul Baqi,

(14)

ilmu yaitu yang artinya: “... Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan....” (QS. Al-Mujadalah: 11)

Selanjutnya diterangkan pula nikmatnya ilmu pengetahuan QS. An-Nisa’: 113 yang artinya: “... Dan, Dia telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan karunia Allah itu sangat besar”. Kebodohan merupakan tanda kematian jiwa, terbunuhnya kehidupan dan membusuknya umur.2 Di dalam QS. Hud: 46 juga diterangkan yang artinya: “... Sesungguhnya, aku mengingatkan kepadamu supaya kamu tidak termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan”.

Demikian pula seperti teori yang dikemukakan oleh seorang filsuf dalam pendidikan anak usia dini yaitu John Locke yang mengatakan, bahwa anak seperti kertas putih atau dikenal dengan teori “Tabula Rasa”. Teori ini memandang bahwa pada saat lahir anak tidak berdaya dan tidak memiliki apa-apa. Anak berada dalam lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap proses pembentukan dirinya.

Seperti yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 14 dinyatakan bahwa “Pendidikan anak usia dini merupakan suatu upaya pembinaan yang ditunjukkan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan jasmani dan

(15)

rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.3 Pendidikan anak usia dini (PAUD) memiliki peran penting bagi kehidupan anak, dengan pemberian rangsangan yang baik maka 6 (enam) aspek perkembangan anak, yaitu nilai agama dan moral, fisik-motorik, sosial-emosional, kognitif, bahasa, dan seni akan berkembang sesuai dengan yang diharapkan.

Perkembangan kognitif pada umumnya sangat berhubungan dengan masa perkembangan motorik. Perkembangan kognitif menggambarkan bagaimana pikiran anak berkembang dan berfungsi, sehingga dapat berfikir. Perkembangan kognitif adalah proses dimana individu dapat meningkatkan kemampuan dalam menggunakan pengetahuannya. Kognisi adalah fungsi mental yang meliputi persepsi, pikiran, simbol, penalaran, dan pemecahan masalah.

Kematangan kognitif pada anak pra sekolah, secara garis besar, Piaget dalam Suparno mengelompokkan menjadi empat tahap, yaitu tahap sensorimotor (0-2 tahun), tahap praoperasi (2-7 tahun), tahap operasi konkret (7-11 tahun) dan tahap operasi formal (11 tahun - dewasa). Tahap sensori motor lebih ditandai dengan pemikiran anak berdasarkan tindakan inderawi. Tahap praoperasi diwarnai dengan mulai digunakannya simbol-simbol untuk menghadirkan suatu benda atau pemikiran khususnya penggunaan bahasa. Tahap operasi konkret ditandai dengan penggunaan aturan logis dan jelas. Tahap operasi formal dicirikan dengan pemikiran abstrak, hipotesis, deduktif serta induktif.

Tahap-3 Depdiknas, (2003), Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

(16)

tahap tersebut saling berkaitan. Urutan tahap-tahap tidak dapat ditukar atau dibalik, karena tahap sesudahnya mengandaikan terbentuknya tahap sebelumnya.4

Salah satu kegiatan pembelajaran untuk anak yang dapat membantu mereka dalam mengenalkan konsep matematika yaitu berupa pemberian media puzzle. Kata puzzle berasal dari bahasa Inggris = teka-teki atau bongkar pasang, puzzle adalah media yang dimainkan dengan cara bongkar pasang. Puzzle merupakan permainan yang membutuhkan kesabaran dan ketekunan anak dalam merangkainya, dengan terbiasa bermain puzzle, lambat laun mental anak juga akan terbiasa untuk bersikap tenang, tekun dan sabar dalam menyelesaikan sesuatu.

Kepuasan yang didapat saat ia menyelesaikan puzzle pun merupakan salah satu pembangkit motivasi untuk mencoba hal-hal yang baru baginya, dengan mencoba beberapa cara memasang kepingan berupa potongan-potongan gambar maka anak dilatih untuk berfikir kreatif dan mengasah ketekunan anak dalam memecahkan masalah.5

Pentingnya apek perkembangan kognitif pada anak usia dini sangat penting untuk dikembangkan, salah satunya yaitu pada aspek perkembangan kognitif. Oleh karena itu perkembangan kognitif sangatlah penting untuk di kembangkan salah satunya membantu anak untuk menyelesaikan masalah yang di hadapi pada kehidupan sehari-hari.

4 Suparno, Paul, Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget, (Yogyakarta: Kanisius,

2001), h. 15

5 Sudjana dkk, Media Pengajaran, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010)

(17)

Berdasarkan observasi yang dilakukan di RA Mutiara Bunda Kelompok B Banda Aceh ditemukan bahwa rendahnya kemampuan kognitif anak khususnya dalam mengenal bentuk, Hal ini didukung dengan adanya observasi dan wawancara (interview) dengan guru kelas kelompok B, dimana hambatan yang ditemukan ialah anak belum mampu mengenal bentuk geometri, seperti adanya bentuk persegi panjang, segi tiga, segi empat dan lingkaran. Anak masih keliru dalam menyebutkan bentuk-bentuk geometri tersebut. Di sekolah tersebut pembelajarannya lebih menekankan kepada pembelajaran calistung untuk meningkatkan perkembangan kognitif anak, dengan diterapkannya pembelajaran calistung anak akan menjadi bosan dikarenakan tidak ada kreatifias guru dalam menciptakan media-media pembelajaran yang dapat membuat anak aktif atau terlibat langsung dalam pembelajaran. Akibatnya perkembangan kognitif anak belum berkembang sesuai harapan.

Permasalahan yang ada di atas membutuhkan suatu alternatif, Salah satu alternatif yang dapat dilakukan oleh guru adalah dengan penggunaan media puzzle geometri. Media puzzle geometri adalah salah satu alat atau media belajar yang dirancang untuk membantu mempermudah dalam meningkatkan aspek perkembangan kognitif anak usia dini. Melalui permainan puzzle geometri guru dapat mengamati sejauh mana anak dapat mengenal, membedakan, menyusun, dan menyebutkan bentuk-bentuk geometri, sehingga dapat meningkatkan aspek perkembangan kognitif anak khususnya dalam mengenal bentuk.

(18)

Berdasarkan penelitian di atas maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Penggunaan Media Puzzle Geometri Dalam

Meningkatkan Perkembangan Kognitif Anak Di RA Mutiara Bunda Banda Aceh”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana aktivitas guru dalam proses pembelajaran dengan penggunaan media puzzle geometri untuk meningkatkan kemampuan kognitif anak uk di RA Mutiara Bunda Kelompok B Banda Aceh?

2. Bagaimana penggunaan media puzzle geometri dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak di RA Mutiara Bunda kelompok B Banda Aceh?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan pokok di atas, adapun tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui aktivitas guru dalam pembelajaran dengan menggunakan media puzzle geometri di RA Mutiara Bunda Kelompok B Banda Aceh.

2. Untuk mengetahui peningkatan penggunaan media puzzle geometri dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak di RA Mutiara Bunda kelompok B Banda Aceh.

(19)

D. Manfaat Penelitian

Dari tujuan penelitian tersebut, maka manfaat hasil penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagi guru diharapkan bermanfaat dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran yang lebih efektif dan menyenangkan.

2. Bagi siswa penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat dalam upaya meningkatkan motivasi belajar serta minat belajar dan menambah keterampilan anak dalam mengenal bentuk melalui media puzzle geometri. 3. Bagi peneliti dapat menambah wawasan tentang meningkatkan motivasi

belajar anak dengan menggunakan media puzzle geometri.

E. Definisi Operasional

Untuk memudahkan memahami maksud dari keseluruhan peneliti, maka peneliti merasa perlu memberikan beberapa definisi tentang istilah yang ada dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut:

1. Media Puzzle Geometri

Media puzzle geometri adalah media pembelajaran yang berhubungan dengan pendalaman benda-benda serta hubungan-hubungannya, sekaligus pengakuan bentuk atau pola. Anak mampu mengenali, mengelompokkan, dan menyebutkan nama-nama bentuk bangun, baik bangun datar maupun bangun ruang yang bermacam-macam ukuran dan bentuknya. Puzzle merupakan alat pembelajaran penting yang bisa digunakan anak untuk meningkatkan perkembangan anak.

(20)

Bedasarkan pendapat di atas puzzle geometri adalah media yang dimainkan dengan cara bongkar pasang dan berhubungan dengan pendalaman benda-benda serta hubungan-hubungannya, sekaligus pengakuan bentuk atau pola.

Terdapat beberapa manfaat yang dapat diperoleh saat menggunakan alat pembelajaran yang sangat baik ini, seperti puzzle mampu melatih logika anak, meningkatkan motorik halus anak, membantu melatih koordinasi antara lengan dan mata, mampu melatih keterampilan kognitif, melatih kesabaran anak, meluaskan pengetahuan anak, dan melatih anak di dalam memecahkan sebuah masalah.

2. Aspek Perkembangan Kognitif

Kognitif merupakan ranah kejiwaan yang berpusat di otak dan berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan). Dalam perkembangan kognitif banyak hal yang dapat dikembangkan seperti megenal lambang bilangan, konsep bilangan, memecahkan masalah sederhana, warna, mengenal bentuk, ukuran, pola dan sebagainya. Menurut Piaget, perkembangan merupakan suatu proses yang bersifat kumulatif artinya, perkembangan terdahulu akan menjadi dasar bagi perkembangan selanjutnya. Dengan demikian, apabila terjadi hambatan pada perkembangan terdahulu maka perkembangan selanjutnya akan memperoleh hambatan. Piaget membagi perkembangan kognitif ke dalam empat fase, yaitu fase sensorimotor, fase praoperasional, fase operasi konkret, dan fase operasi formal.

(21)

a) Tahap sensori motor, terjadi pada usia 0-2 tahun b) Tahap pra-operasional, terjadi pada usia 2-7 tahun c) Konkret operasional, terjadi pada usia 7-11 tahun d) Formal operasional, terjadi pada usia 11-15 tahun.

Jadi perkembangan kognitif anak usia dini adalah berada pada tahap pra-operasional.

Gambar Media Puzzle Geometri :

(22)

10 BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Teori Perkembangan Kognitif

Dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikologis Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Piaget merupakan salah satu pionir konstruktivis, bahwa anak membangun sendiri pengetahuannya dari pengalamannya sendiri dengan lingkungan. Dalam pandangan Piaget, pengetahuan datang dari tindakan, perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam hal ini peran guru ialah sebagai fasilitator dan buku sebagai pemberi informasi.1 Piaget menjabarkan implikasi teori kognitif pada pendidikan yaitu

1. Memusatkan perhatian kepada cara berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada hasil tersebut. Pengalaman-pengalaman belajar yang sesuai dikembangkan dengan memerhatikan tahap fungsi kognitif dan jika guru penuh perhatian terhadap pendekatan yang digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam posisi memberikan pengalaman yang dimaksud.

2. Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar. dalam kelas Piaget menekankan bahwa

1 Jahja Yudrik, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

(23)

pengajaran pengetahuan jadi, anak didorong menentukan sendiri pengetahuan ini melalui interaksi spontan dengan lingkungan.

3. Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan. Teori piaget mengasumsikan bahwa seluruh anak tumbuh dan melewati urutan perkembangannya yang sama, namun pertumbuhan ini berlangsung pada kecepatan berbeda. oleh karena itu, guru harus melakukan upaya untuk mengatur aktivitas dalam kelas yang terdiri dari individu-individu ke dalam bentuk kelompk-kelompok kecil siswa dari pada aktivitas dalam bentuk klasikal.

4. Mengutamakan peran siwa untuk saling berinteraksi, menurut Piaget prtukaran gagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan penalaran. walaupun penalaran tidak dapat diajarkan secara langsung, perkembangannya dapat disimulasi.

Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan. Teori ini membahas muncul dan diperolehnya skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa

(24)

kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan.2

B. Aspek Perkembangan Kognitif

Kognitif adalah proses yang terjadi secara internal di dalam pusat susunan syaraf pada waktu manusia sedang berpikir. Kemampuan kognitif ini berkembang secara bertahap, sejalan dengan perkembangan fisik dan syaraf-syaraf yang berada dipusat susunan syaraf. Salah satu teori yang berpengaruh dalam menjelaskan perkembangan kognitif ini adalah teori Piaget.3 Dalam hal ini, Piaget menyamakan anak dengan peneliti yang selalu sibuk membangun teori-teorinya tentang dunia di sekitarnya, melalui interaksinya dengan lingkungan di sekitarnya. Hasil dari interaksi ini adalah terbentuknya struktur kognitif, atau skemata (dalam bentuk tunggal disebut skema) yang dimulai dari terbentuknya struktur berpikir secara logis.

Menurut Piaget, perkembangan merupakan suatu proses yang bersifat kumulatif artinya, perkembangan terdahulu akan menjadi dasar bagi perkembangan selanjutnya. Dengan demikian, apabila terjadi hambatan pada perkembangan terdahulu maka perkembangan selanjutnya akan memperoleh hambatan. Piaget membagi perkembangan kognitif ke dalam empat fase, yaitu fase sensorimotor, fase praoperasional, fase operasi konkret, dan fase operasi formal.

2 Jahja Yudrik, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010),

h. 113

3 Nurani Sujiono, Metode Pengembangan Kognitif, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007),

(25)

Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat priode utama seiring pertambahan usia :

1. Tahapan sensorimotor ( usia 0-2 tahun )

Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan ini. Pada masa dua tahun kehidupannya, anak berinteraksi dengan dunia di sekitarnya, terutama melalui aktivitas sensoris (melihat, meraba, merasa, mencium, dan mendengar) dan persepsinya terhadap gerakan fisik, dan aknvitas yang berkaitan dengan sensoris tersebut. Koordinasi aktivitas ini disebut dengan istilah sensorimotor. Fase sensorimotor dimulai dengan gerakan-gerakan refleks yang dimiliki anak sejak ia dilahirkan. Fase ini berakhir pada usia 2 tahun.

Pada masa ini, anak mulai membangun pemahamannya tentang lingkungannya melalui kegiatan sensorimotor, seperti menggenggam, mengisap, melihat, melempar, dan secara perlahan ia mulai menyadari bahwa suatu benda tidak menyatu dengan lingkungannya, atau dapat dipisahkan dari lingkungan di mana benda itu berada. Selanjutnya, ia mulai belajar bahwa benda-benda itu memiliki sifat-sifat khusus. Keadaan ini mengandung arti, bahwa anak telah mulai membangun pemahamannya terhadap aspek-aspek yang berkaitan dengan

(26)

hubungan kausalitas, bentuk, dan ukuran, sebagai hasil pemahamannya terhadap aktivitas sensorimotor yang dilakukannya.4

Pada akhir usia 2 tahun, anak sudah menguasai pola-pola sensorimotor yang bersifat kompleks, seperti bagaimana cara mendapatkan benda yang diinginkannya (menarik, menggenggam atau meminta), menggunakan satu benda dengan tujuan yang berbeda. Dengan benda yang ada di tangannya,ia melakukan apa yang diinginkannya. Kemampuan ini merupakan awal kemampuan berpilar secara simbolis, yaitu kemampuan untuk memikirkan suatu objek tanpa kehadiran objek tersebut secara empiris.

Tahapan sensorimotor adalah tahapan pertama dari empat tahapan. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spasial penting dalam enam sub-tahapanyaitu :

a. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.

b. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.

c. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.

d. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dar usia 9-12 bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai

4 Jahja Yudrik, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010

(27)

sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda ( permanensi objek )

e. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia 12-18 bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.

f. Sub-tahapan awal representasi simbolis, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.5

2. Tahapan Praoperasional ( usia 2-7 tahun )

Pada tahapan praoperasional, anak mulai menyadari bahwapemahamannya tentang benda-benda di sekitarnya tidak hanya dapat dilakukan melalui kegiatan sensorimotor, akan tetapi juga dapat dilakukan melalui kegiatan yang bersifat simbolis. Kegiatan simbolis ini dapat berbentuk melakukan percakapan melalui telepon mainan atau berpura-pura menjadi bapak atau ibu, dan kegiatan simbolis lainnva fase ini rnemberikan andil yang besar bagi perkembangan kognitif anak.

Pada fase praoperasional, anak trdak berpikir secara operasional yaitu suatu proses berpikir yang dilakukan dengan jalan menginternalisasi suatu aktivitas yang memungkinkan anak mengaitkannya dengan kegiatan yang telah dilakukannya sebelumnya. Fase ini merupakan fase permulaan bagi anak untuk membangun kemampuannya dalam menyusun pikirannya. Oleh sebab itu, cara berpikir anak pada fase ini belum stabil dan tidak terorganisasi secara baik. Fase praoperasional dapat dibagi ke dalam tiga subfase, yaitu subfase fungsi simbolis,

5 Jahja Yudrik, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group ), h.

(28)

subfase berpikir secara egosentris dan subfase berpikir secara intuitif. Subfase fungsi simbolis terjadi pada usia 2 - 4 tahun.

Pada masa ini, anak telah memiliki kemampuan untuk menggarnbarkan suatu objek yang secara fisik tidak hadir. Kemampuan ini membuat anak dapat rnenggunakan balok-balok kecil untuk membangun rumah-rumahan, menyusun puzzle, dan kegiatan lainnya. Pada masa ini, anak sudah dapat menggambar manusia secara sederhana.Subfase berpikir secara egosentris terjadi pada usia 2-4 tahun. Berpikir secara egosentris ditandai oleh ketidakmampuan anak untuk memahami perspektif atau cara berpikir orang lain. Benar atau tidak benar, bagi anak pada fase ini, ditentukan oleh cara pandangnya sendiri yang disebut dengan istilah egosentris.

Subfase berpikir secata intuitif tejadi pada usia 4 - 7 tahun. Masa ini disebut subfase berpikir secara intuitif karena pada saat ini anak kelihatannya mengerti dan mengetahui sesuatu, seperti menyusun balok meniadi rumah-rumahan, akan tetapi pada hakikatnya tidak mengetahui alasan-alasan yang menyebabkan balok itu dapat disusun meniadi rumah. Dengan kata lain, anak belum memiliki kemampuan untuk berpikir secara kritis tentang apa yang ada dibalik suatu kejadian.6

3. Tahap Operasi Konkret ( usia 7-12 tahun )

Pada fase operasi konkret, kemampuan anak untuk berpikir secara logis sudah berkembang, dengan syarat, obyek yang menjadi sumber berpikir logis tersebut hadir secara konkret. Kemampuan berpikir logis ini terwujud dalarn

(29)

kemampuan mengklasifikasikan obyek sesuai dengan klasifikasinya, mengurutkan benda sesuai dengan urutannya, kemampuan untuk memahami cara pandang orang lain, dan kemampuan berpikir secara deduktif. Diantara usia 7-12 tahun mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini antara lain :

a. Pengurutan, Kemampuan untuk megurutkan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.

b. Klasifikasi, Kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian ini. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan).

c. Decentering, Anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh, anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tetapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.

d. Reversibility, Anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal, untuk itu anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 sama dengan 4, jumlah sebelumnya.

e. Konservasi, Memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda ialah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari

(30)

objek atau benda-benda ini. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas ini akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.

f. Penghilangan sifat egosentris, Kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang ini berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka ini ke dalam laci, setelah ini baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada dalam kotak walau anak ini tahu bahwa boneka ini telah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.7 4. Tahap Operasional Formal ( usia 12 tahun sampai dewasa )

Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia 12 tahun ( saat pubertas ) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini ialah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada “ gradasi abu-abu” di antaranya.8 Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (

7 Jahja Yudrik, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010 ),

(31)

saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya ), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial.

Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.Tahap operasi formal ditandai oleh perpindahan dari cara berpikir konkret ke cara berpikir abstrak. Kemampuan berpikir abstrak dapat dilihat dari kemampuan mengemukakan ide-ide, memprediksi kejadian yang akan terjadi, dan melakukan proses berpikir ilmiah, yaitu mengemukakan hipotesis dan menentukan cara untuk membuktikan kebenaran hipotesis.9

C. Media Pembelajaran

Menurut Atwi Suparman mendefinisikan, media pembelajaran adalah alat bantu dalam proses belajar mengajar. Sesuatu apa pun yang dapat dipergunakan untuk merangsang pikiran, perhatian, perasaan, dan kemampuan atau ketrampilan pebelajar tersebut sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar atau kegiatan pembelajaran.10 Kata media berasal dari bahasa latin medius, dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pembawa pesan dari pengirim pesan. Dengan demikian, dapat disimpulkan

9 Wibi Hardani, Perkembangan dan Pengembangan Anak Usia Taman Kanak-kanak.

(Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2007), h. 48

10 Pupuh Fathurrohman, dkk, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: Refika Aditama,

(32)

bahwa media adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses belajar mengajar demi tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pembelajaran pada khususnya.

Menurut Azhar media pembelajaran adalah alat bantu pada proses belajar baik di dalam maupun di luar kelas, lebih lanjut dijelaskan bahwa media pembelajaran adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi intruksional di lingkungan anak yang dapat merangsang anak untuk belajar. Banyak sekali jenis dan macam, mulai dari yang paling sederhana dan murah hingga media yang canggih dan mahal harganya. Ada media yang di buat oleh guru sendiri, ada media yang di produksi pabrik. Ada media yang sudah tersedia di lingkungan yang langsung dapat kita manfaatkan, ada pula media yang secara khusus sengaja di rancang untuk keperluan pembelajaran. Guru sekurang-kurangnya, dapat menggunakan alat yang murah dan efisien meskipun sederhana, tetapi merupakan keharusan dalam upaya mencapai tujuan pengajaran yang di harapkan.11

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah alat bantu atau sarana atau perantara yang digunakan dalam proses interaksi yang berlangsung antara guru dan anak untuk mendorong terjadi proses belajar mengajar dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan serta membantu untuk mncapai tujuan pembelajaran yang berkualitas.

(33)

1. Manfaat Media dalam Pembelajaran

Secara umum, manfaat media dalam proses pembelajaran adalah memperlancar interaksi antara guru dengan siswa dalam menyampaikan materi pelajaran sehingga pembelajaran akan lebih efektif dan efisien. Akan tetapi, secara lebih khusus ada beberapa manfaat media yang lebih rinci. Kemp dan Dayton mengidentifikasi beberapa manfaat media dalam pembelajaran yaitu sebagai berikut :

a. Menyampaikan materi pelajaran dapat di seragamkan. b. Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik. c. Pembelajaran menjadi lebih interaktif.

d. Meningkatkan kualitas hasil belajar siswa

e. Media meningkatkan proses belajar dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja.12

2. Prinsip-Prinsip Pemilihan Media Pembelajaran

Dalam menggunakan media pengajaran, hendaknya guru memperhatikan sejumlah prinsip-prinsip tertentu agar penggunaan media dapat mencapai hasil yang baik. Prinsip yang di maksud di kemukakan oleh Nana Sudjana sebagai berikut :

a. Menentukan jenis media dengan tepat, artinya sebaiknya guru memiliki terlebih dahulu media yang sesuai dengan tujuan dan bahan pelajaran yang di ajarkan.

b. Menetapkan atau mempertimbangkan subjek dengan tepat, artinya perlu di perhitungkan apakah penggunaan media-media itu sesuai dengan tingkat kematangan atau kemampuan.

(34)

c. Menyajikan media dengan tepat, artinya teknik dan metode penggunaan media dalam pengajaran harus disesuaikan dengan tujuan, bahan, metode waktu dan sarana.

d. Menetapkan atau memperhatikan media pada waktu, tempat dan situasi yang tepat, artinya lapan dan dalam situasi mana waktu mengajar media tersebut digunakan. Tentu tidak setiap saat meggunakan media pengajaran, tanpa kepentingan yang jelas.

D. Media Puzzle

1. Definisi Media Puzzle

Menurut Al-Azizy media puzzle merupakan suatu media pembelajaran berupa potongan-potongan gambar yang disusun hingga terbentuk menjadi gambar yang utuh.13

Menurut Diah Mariana, gambar adalah sesuatu yang di wujudkan secara visual dalam bentuk dua dimensi sebagai curahan perasaan dan pikiran. Oleh karena itu, media puzzle merupakan media gambar yang termasuk ke dalam media visual karena hanya dapat di cerna melalui indera penglihatan saja. Media puzzle adalah alat yang digunakan untuk menyalurkan pesan dengan cara menyambungkan bagia satu dengan yang lainnnya sehingga membentuk suatu gambar.14

13 Al-azizy, suciaty. 2010. Ragam Latihan Khusus Asah Ketajaman Otak Anak

Plus Melejitkan Daya Ingatnya!, Jogjakarta: Diva Press, http://jurnal.unimed.ac.id

14 Diah Mariana, 2014, “Puzzle Sebagai Media Pembelajaran Meningkatkan Motivasi

(35)

Menurut Husnul Khatimah media puzzle merupakan permainan menyusun kepingan gambar sehingga menjadi sebuah gambar yang utuh. Media Puzzle sangat sering digunakan di Taman Kanak-kanak karena media puzzle adalah salah satu bentuk permainan yang memiliki nilai-nilai edukatif. Dengan puzzle, anak belajar memahami konsep bentuk, warna, ukuran dan jumlah. Tentunya bentuk Puzzle yang digunakan lebih beragam dan mempunyai warna yang lebih mencolok. Memasang kepingan puzzle berarti mengingat gambar utuh, kemudian menyusun komponennya menjadi sebuah gambar benda. Cara anak menyelesaikan gambar utuh puzzle adalah dengan menggunakan metode coba dan ralat. Warna dan bentuk kepingan adalah dua hal yang diperhatikan anak saat memasang puzzle. Bermain puzzle melatih anak memusatkan pikiran karena ia harus berkonsentrasi ketika mencocokkan kepingan-kepingan puzzle. Selain itu, permainan ini meningkatkan keterampilan anak menyelesaikan masalah sederhana. Media puzzle juga sebagai media sederhana yang dimainkan dengan bongkar pasang. 15

Menurut Yuniarti penggunaan media permainan puzzle juga memiliki tingkatan berdasarkan usianya “Puzzle untuk usia 2-4 tahun memiliki bentuk sederhana dengan ptotongan atau kepingan sederhana atau sedikit, sedangkan untuk puzzle untuk anak usia 4-6 tahun memiliki jumlah kepingan atau potongan lebih banyak”. Hal tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa anak memiliki kemampuan dan kematangan berdasarkan tingkatan usia anak. Penggunaan media

15 Husnul Khatimah, Meningkatkan Kemampuan Kognitif Anak Melalui Media Puzzle

(36)

puzzle adalah cara melatih ketrampilan berpikir anak untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan tangannya didalam membongkar dan memasang kembali kepingan-kepingan puzzle. Penggunaan media puzzle dengan gambar yang berwarna merupakan sebuah kegiatan pembelajaran yang menarik bagi anak, karena anak pada dasarnya menyukai bentuk gambar dan warna yang menarik. Penggunaan media puzzle anak akan mencoba memecahkan masalah yaitu membongkar, menyusun kembali kepingan-kepingan gambar puzzle tersebut menjadi bentuk utuh”. Anak akan menggunakan daya fikirnya untuk mencari kepingan-kepingan puzzle dan menyusunnya menjadi suatu bentuk yang utuh, dengan demikian anak telah melatih kemampuannya dalam memecahkan masalah.16 Penggunaan media puzzle digunakan untuk melatih keterampilan kognitif anak, karena dengan penggunaan media ini berfungsi untuk melatih motorik halus, melatih keterampilan tangan, persepsi visual yaitu untuk mencoba memecahkan masalah. Penggunaan media puzzle tersebut maka anak akan mengenal warna, bentuk, dan rupa dari bendabenda di sekitarnya. Penggunaan media puzzle juga dapat digunakan untuk melatih daya ingat, daya nalar, kreativitas, dan menyusun penggalan-penggalan fakta menjadi suatu bentuk keseluruhan yang mempunyai arti dan selanjutnya akan membentuk suatu pengetahuan baru yang dapat di ceritakan kepada orang lain berdasarkan pengalaman.

16 Yesi Ratna Sari, Pengaruh Penggunaan Media Puzzle Terhadap Peningkatan

(37)

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Media Puzzle merupakan media puzzle merupakan permainan menyusun kepingan gambar sehingga menjadi sebuah gambar yang utuh. Penggunaan media puzzle digunakan untuk melatih keterampilan kognitif anak, karena dengan penggunaan media ini berfungsi untuk melatih motorik halus, melatih keterampilan tangan, persepsi visual yaitu untuk mencoba memecahkan masalah.

Puzzle dalam bahasa indonesia berarti teka-teki, teka-teki biasanya dilakukan anak dalam bermain dengan temannya sebagai permainan kelompok. Bermain sangat bermanfaat bagi perkembangan otak anak dan anak belajar melalui bermain. Bermain yang melatih penglihatan, mengasah otak, dan motorik anak seperti bermain puzzle. Bermain puzzle anak dapat memahami bentuk, warna, dan ukuran mana yang tepat untuk disatukan dengan potongan lainnya dan akan terlatih anak memecahkan masalah. Puzzle adalah permainan yang terdiri atas kepingan-kepingn dari satu gambar tertentu yang dapat melatih tingkat konsentrasi”.

Menurut Martha, puzzle adalah permainan kontruksi melalui kegiatan memasang atau menjodohkan kotak-kotak, atau gambar bangun-bangun tertentu sehingga akhirnya membentuk sebuah pola tertentu. Sedangkan Menurut Rahmanelli, puzzle adalah permainan merangkai potongan-potongn gambar yang berantakan menjadi suatu gambar yang utuh.17

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Puzzle merupakan

17 Martha Christianti, “Media Pembelajaran Anak Usia Dini”.Jurnal Pendidikan Anak,

(38)

Permainan yang terdiri dari potongan gambar-gambar, kotak-kotak, bangun-bangun, huruf-huruf dan angka-angka yang disusun menjadi sebuah permainan yang memiliki daya tarik. Sehingga permainan puzzle akan membuat anak menjadi termotivasi untuk mengikuti pembelajaran dengan merangkai potongan puzzle secara tepat dan cepat, dengan sedikit arahan contoh dari guru, sang anak sudah dapat mengembangkan kemampuan kognitifnya dengan cara mencoba menyesuaikan bentuk, menyesuaikan warna, atau logika.

Kemampuan kognitif berhubungan dengan kemampuan untuk bernalar dan memecahkan masalah. Melalui puzzle, anak akan mencoba memecahkan masalah yaitu menyusun gambar menjadi utuh. Bermain puzzle juga dapat meningkatkan keterampilan motorik halus, anak dapat melatih koordinasi tangan dan mata untuk mencocokkan kepingan-kepingan puzzle dan menyusunnya menjadi satu gambar. Puzzle juga melatih kemampuan nalar dan daya ingat dan kosentrasi. Saat bermain puzzle, dapat melatih sel-sel otaknya untuk mengembangkan kemampuan berpikirnyadan berkosentrasi untuk menyelesaikan potongan-potongan kepingan gambar tersebut.18

2. Media Puzzle Geometri

Menurut Juwita, Geometri adalah studi yang berhubungan dengan pendalaman benda-benda serta hubungan-hubungannya, sekaligus pengakuan bentuk atau pola.19 Anak mampu mengenali, mengelompokkan, dan menyebutkan

18 Sri Widyanarti, Penggunaan Media Puzzle dalam Model Pembelajaran Langsung

(Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 35.

19 Juwita, Pembelajaran Anak Usia Dini Menggunakan Puzzle Geometri, Jurnal

(39)

nama-nama bentuk bangun, baik bangun dasar maupun bangun ruang yang bermacam-macam ukuran dan bentuknya. Puzzle geometri adalah puzzle yang kepingan-kepingan dari puzzle tersebut berbentuk geometri (persegi, persegi panjang, segitiga dan lingkaran). Puzzle geometri merupakan media yang terbuat dari kardus bekas atau karton atau sterofom yang kepingan-kepingan puzzle dipotong berupa bentuk-bentuk geometri dan dibuat semenarik mungkin bagi anak untuk menarik minat belajar anak.

Anak usia dini adalah masa yang sangat strategis untuk mengenalkan geometri, karena usia dini sangat peka terhadap rangsangan yang diterima dari lingkunga. Rasa ingin tahunya yang tinggi akan tersalurkan apabila mendapat stimulasi atau rangsangan dan motivasi yang sesuai dengan tugas perkembangannya. Kegiatan pengenalan geometri diberikan melalui berbagai macam permainan tentunya akan lebih efektif karena permainan merupakan wahana belajar dan bekerja bagi anak.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Media Puzzle Geometri adalah media gambar yang termasuk ke dalam media visual yang membangun konsep dimulai dengan mengidentifikasi bentuk-bentuk dan menyelidiki bangunan dan memisahkan gambar-gambar seperti segitiga, segiempat, lingkaran. 20

20 Sujiono, Y.N Media Pembelajaran Geometri, (Tangerang Selatan: Universitas Terbuka

(40)

3. Tahap-tahap Pengenalan Geometri

Anak dapat memahami konsep melalui pengalaman bermain dan guru membantu dalam mengenalkan konsep geometri. Membangun konsep geometri anak usia dini dimulai dengan mengidentifikasi bentuk-bentuk, menyelidiki bangunan dan memisahkan gambar-gambar. Anak dalam usia dini mulai berusaha untuk mengenal dan memahami bentuk dasar (bentuk-bentuk geometri) yang memiliki nama-nama tertentu seperti lingkaran, persegi, segitiga, persegi panjang dan lain sebagainya.21 Ada beberapa tahapan pengenalan bentuk geometri yaitu :

a. Pengenalan bentuk dasar: lingkaran, persegi, segitiga, b. Membedakan bentuk

c. Memberi nama: menghubungkan bentuk dengan namanya

d. Menggolongkan bentuk dalam suatu kelompok sesuai dengan bentuknya

e. Mengenali bentuk-bentuk benda yang ada di lingkungannya sendiri

4. Manfaat Pengenalan Geometri

a. Anak akan mengenali bentuk-bentuk dasar seperti lingkaran, segitiga, persegi dan persegi panjang

b. Anak akan membedakan bentuk-bentuk

c. Anak akan mampu menggolongkan benda sesuai dengan ukuran dan

bentuknya

d. Akan memberi pengertian tentang ruang, bentuk, dan ukuran

21 Sujiono, Y.N Media Pembelajaran Geometri, (Tangerang Selatan: Universitas Terbuka

(41)

5. Kelebihan dan Kekurangan Media Puzzle Geometri Kelebihan Media Puzzle Geometri

a. Melatih kosentrasi, ketelitian dan kesabaran b. Memperkuat daya ingat

c. Dengan memilih gambar/bentuk, dapat melatih anak untuk berpikir

matematis ( menggunakan otak kirinya ).

Kekurangan Media Puzzle Geometri a. Membutuhkan waktu yang lebih panjang b. Menuntut kreatifitas pengajar

c. Kelas menjadi kurang terkendali

6. Manfaat Media Puzzle Geometri

a. Mengasah otak

Puzzle adalah cara yang bagus untuk mengasah otak anak, melatih sel saraf dan memecahkan masalah.

b. Melatih Koordinasi Mata dan Tangan

Puzzle dapat melatih koordinasi tangan dan mata anak. Mereka harus mecocokkan kepingan-kepingan puzzle dan menyusunnya menjadi satu gambar.

c. Melatih Nalar

Puzzle dalam bentuk manusia akan melatih nalar mereka, mereka akan mennyimpulkan dimana letak kepala, tangan, kaki, dan lainnya sesuai dengan logika.

d. Melatih Kesabaran

Puzzle juga dapat melatih kesabaran anak dalam menyelesaikan suatu tantangan.

(42)

e. Melatih Membaca

Membantu mengenal bentuk dan langkah penting menuju pengembangan ketrampilan membaca.

f. Memberikan Pengetahuan

Dari puzzle, anak akan belajar. Misalnya puzzle tentang warna dan bentuk maka anak dapat belajar tentang warna-warna dan bentuk yang ada. Pengetahuan yang diperoleh dari cara ini biasanya lebih mengesankan bagi siwa di banding dengan pengetahuan yang di hafalkan. Anak juga akan belajar konsep dasar, binatang, alam sekitar, jenis buah, alfabet dan lain-lain.22

7. Tujuan Media Puzzle Geometri

a. Mengenalkan anak beberapa setiap strategi sederhana dalam

menyelesaikan masalah

b. Melatih kecepatan, kecermatan, dan ketelitian dalam menyelesaikan

masalah

c. Menanamkan sikap pantang meyerah dalam menghadapi masalah

8. Ciri – ciri Puzzle Geometri

Puzzle yang terbuat dari sterofom, ditempeli gambar sesuai gambar yang diinginkan dan dipotong berbentuk potongan geometri (segi empat, persegi panjang, segitiga, dan lingkaran). Dengan teknik permainan yaitu harus 22 A.Suciaty Al-Azizy, Asah Ketajaman Otak Anak Plus Melejitkan Daya Ingatnya,

(43)

mengelompokkan bentuk kepingan yang sama sebelum merangkai puzzle untuk mempermudah mendapatkan gambar yang utuh. Jadi sebelum bermain puzzle, terlebih dahulu harus mengenal dan mampu membedakan tiap bentuk-bentuk pada kepingan puzzle yang akan dirangkai.

E. Indikator Tingkat Pencapaian Perkembangan Kognitif Anak Usia 5 - 6 Tahun

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 137 tahun 2014, Tentang standar nasional pendidikan anak usia dini, Adapun indikator dalam tingkat pencapaian perkembangan kognitif dalam mengenal bentuk adalah :

1. Kemampuan menyusun benda berdasarkan warna, bentuk, dan ukuran. 2. Ketepatan mengelompokkan bentuk .

3. Membedakan ciri-ciri bentuk.

4. Menunjukkan dan menyusun bentuk-bentuk yang berbeda.. 5. Menghitung macam-macam bentuk benda.23

F. Penelitian Relevan

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Henni yang berjudul “Penggunaan Puzzle Pada Pembelajaran Operasi Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Keterampilan Berhitung”, Di penelitiannya menyimpulkan bahwa bahwa penggunaan media puzzle memberikan pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan penggunaan

23 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Undang-Undang

Nomor 137 Tahun 2014, Tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini, Standar Isi Tentang Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak Kelompok Usia 4-5 Tahun. h. 25

(44)

media pembelajaran matematika lainnya.24 Dan berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Nining Sriningsi. yang berjudul “Implementasi Penggunaan Media Puzzle Dalam Pembelajaran Matematika Di Tk Islam X”. Dipenelitiannya juga menyimpulkan bahwa penggunaan media puzzle memberikan pengalaman yang lebih baik jika dibandingkan dengan media pembelajaran matematika lainnya.25

G. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan hasil deskripsi teoritis di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah Penggunaan media puzzle geometri dalam meningkatkan aspek perkembangan kognitif anak di RA Mutiara Bunda Banda Aceh.

24 Henni, 2008.. “Penggunaan Puzzle Pada Pembelajaran Operasi Penjumlahan dan

Pengurangan Bilangan Bulat Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Keterampilan Berhitung”, Jurnal Pendidikan. No.3 (4): h. 3. Diakses pada tanggal 20 September 2017 dari situs: http://ejournal.undi

ksha.ac.id

25 Nining Sriningsi, 2008, “Penggunaan Media Puzzle dalam Pembelajaran Matematika di

(45)

33 A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian Tindakan Kelas merupakan salah satu bentuk penelitian yang fleksibel, karena tujuan utamanya bukan menemukan atau menggeneralisasikan akan tetapi untuk memperbaiki kualitas pembelajaran.1 Perbaikan kualitas pembelajaran ini bertujuan agar perkembangan anak menjadi optimal. Pelaksanaan PTK yang dilakukan dalam penelitian ini adalah PTK kolaboratif, yaitu seorang peneliti melakukan kolaborasi dengan seorang kolaborator.2 Pada pelaksanaan penelitian guru kelompok B RA Mutiara Bunda berperan sebagai pengamat (observer) dan peneliti berperan sebagai pengajar. Guru bersama peneliti melaksanakan proses perencanaan, pelaksanaan dan pengamatan serta evaluasi terhadap proses pembelajaran agar penelitian berjalan dengan lancar. Selanjutnya peneliti melakukan analisis dan refleksi dengan Guru Kelas terhadap hasil observasi pada setiap akhir siklus yang telah dilakukan. Apabila tindakan pada siklus pertama belum muncul peningkatan yang diinginkan, maka dilanjutkan perbaikan pada tindakan siklus berikutnya berdasarkan hasil analisis dan refleksi yang dibuat sebelumnya.

1 Wina Sanjaya, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2011), h. 38

2 Sa’dun Akbar, Penelitian Tindakan Kelas Filosofi Metodologi Implementasi,

(46)

Penelitian Tindakan Kelas kolaboratif ini menggunakan model Kemmis dan MC Taggart. Kemmis dan Mc Taggart memandang komponen sebagai langkah dalam siklus. Langkah-langkah penelitiannya meliputi perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan (acting), pengamatan (observing) dan refleksi (reflecting).3

Gambar 3.1 Siklus Kemmis & Mc.Taggart4

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dalam penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan dua siklus. Peneliti akan membat kesimpulan terkait dengan penelitian yang telah dilakukan. Untuk lebih jelas dapat dilakukan sebagai berikut,

3 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka

Cipta,2006), h. 84.

(47)

Adapun dalam pelaksanaannya setiap siklus melalui tahapan-tahapan yaitu sebagai berikut :

1. Tahap Perencanaan

Dalam tahap ini peneliti menyusun rancangan tindakan yang menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, di mana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut akan dilakukan.5

Adapun tahapan perencanaan yang harus di lakukan peneliti pada pembelajaran di kelas dengan menggunakan media puzzle adalah sebagai berikut :

a. Menyusun perangkat pembelajaran yang berupa RKH (Rencana Kegiatan Harian).

b. Menyiapkan lembar observasi, dokumentasi, catatan harian dan lembar refleksi.

c. Mengkondisikan kelas agar anak terfokus pada pembelajaran

d. Guru menyediakan media puzzle geometri yang sesuai dengan tema pembelajaran pada hari itu.

e. Bersama-sama melaksanakan kegiatan pebelajaran. f. Guru melakukan evaluasi pembelajaran

g. Kesimpulan.

5 Suhardjono, Suharsimi Arikunto, Supardi, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: Bumi

(48)

2. Pelaksanaan Tindakan (Acting)

Setelah mengetahui bagaimana kondisi kelas terkait dengan keaktifan siswa. Maka dilakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan media puzzle geometri. Dimana kegiatan belajar mengajar telah disusun oleh peneliti dan guru kelas yang akan digunakan sebagai dasar dalam melaksanakan pembelajaran sesuai dengan tema pada rencana kegiatan harian.

3. Pengamatan (Observing)

Setelah melakukan tindakan, peneliti mulai mengamati baik sebelum tindakan, proses dan setelah tindakan itu dilakukan. Observasi dilakukan selama kegiatan berlangsung dari awal sampai akhir. Observasi bertujuan mengetahui kekurangan dan kelebihan yang terjadi selama tindakan. Kekurangan dan kelebihan yang ditemukan bisa dijadikan sebagai pedoman dalam tindakan berikutnya agar tidak terjadi kesalahan yang sama. Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas guru, aktivitas siswa, dan peningkatan aspek perkembangan kognitif anak. Pengamatan untuk keaktifan atau kegiatan saat memberikan materi ajar dilakukan oleh guru kelas B-1 RA Mutiara Bunda sedangkan pengamatan untuk aktivitas anak dan peningkatan aspek perkembangan kognitif anak dilakukan oleh peneliti.

4. Refleksi

Pada tahap ini peneliti berdiskusi dengan guru mengenai hasil pengamatan yang dilakukan selama pembelajaran. Refleksi bertujuan untuk mengetahui

(49)

kekurangan dan kelebihan yang terjadi saat pembelajaran berlangsung. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dan guru pada siklus I, dapat dikatakan bahwa masih ada siswa yang tidak berkonsentrasi pada saat guru menerangkan pembelajaran. Sehingga manfaat media masih dirasa kurang berguna.

Pelaksanaan siklus II dilaksanakan dengan melakukan perubahan pada bagian-bagiab tertentu yang didasarkan pada refleksi siklus I sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah disusun. Langkah-langkah yang dilaksanakan pada siklus II sama halnya dengan siklus satu yaitu: 1) Perencanaan, 2) Pelaksanaan Tindakan, 3) Observasi, 4) Refleksi. Pelaksanaan yang dilakukan ada setiap siklus dilakukan untuk mengetahui peningkatan aspek perkembangan kognitif anak menggunakan media puzzle geometri.

B. Subjek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RA Mutiara Bunda Kelompok B Banda Aceh. Yang menjadi subjek penelitian ini adalah anak kelompok B RA Mutiara Bunda Banda Aceh tahun ajaran 2017/2018 yang berjumlah 15 orang.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat yang di gunakan untuk mengumpulkan data dan informasi. Penelitian ini menggunakan beberapa instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu :

(50)

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian ( RPPH )

Rencana pelaksanaan harian adalah pedoman rencana pembelajaran harian yang disusun secara sistematis oleh guru yang diberikan tentang skenario penyampaian materi pelajaran sesuai dengan rincian waktu yang telah ditentukan untuk setiap kali pertemuan.

2. Lembar Observasi Aktifitas Guru

Lembar aktifitas guru dalam pembelajaran digunakan untuk mengetahui aktiftas fisik yang dilakukan guru selama proses belajar mengajar berlangsung. Pengisian lembar pengamatan yang dilakukan dengan tanda check-list dalam kolom yang sesuai dengan gambaran yang diamati. Lembar observasi diberikan pengamat ( observer ) untuk mengamati setiap kegiatan selama proses pembelajaran berlangsung.

Tabel 3.1 Instrumen Observasi Aktifitas Guru

No Aspek yang Diamati Penilaian Jumlah

1 2 3 4 A. KEGIATAN AWAL

1. Penyambutan pagi 2. Melakukan senam pagi 3. Circle Time:

Salam, doa, dan bertukar kabar 4. Mengulang hafalan surat pendek 5. Tanyak jawab antara guru dan anak 6. Bernyanyi bersama

B. KEGIATAN INTI Model Sentra:

Pijakan Sebelum Bermain:

7. Menjelaskan tema pada hari itu

8. Menjelaskan cara dan aturan-aturan dalam permainan

(51)

Pijakan Saat Bermain:

9. Membimbing anak melakukan kegiatan belajar dan bermain

10. Menginformasikan tentang pelajaran yang akan dilakukan pada hari itu

11. Membentuk anak dalam kelompok-kelompok kecil

12 Membagikan media yang telah disediakan 13. Mengajak anak untuk mengenal

bentuk-bentuk geometri (lingkaran, segitiga, segi empat dan persegi panjang)

14. Mengajak anak untuk menyusun kepingan puzzle berdasarkan warna, bentuk dan ukuran (lingkaran, segitiga, segi empat dan persegi panjang)

15. Menyuruh anak mengelompokkan bentuk-bentuk geometri (lingkaran, segitiga, segi empat dan persegi panjang)

16. Mengajak anak membedakan ciri-ciri bentuk geometri (lingkaran, segitiga, segi empat dan persegi panjang)

17. Anak menunjukkan dan menyusun kepingan puzzle yang berbentuk geometri (lingkaran, segitiga, segi empat dan persegi panjang) (lingkaran, segitiga, segi empat dan persegi panjang)

18. Mengajak anak menghitung kepingan puzzle macam-macam bentuk geometri

20. Meminta anak menyebutkan kembali bentuk-bentuk geometri

Pijakan Setelah Bermain:

21. Meminta anak membersihkan alat bermain setelah selesai pembelajaran

22. Guru melakukan recalling

23. Mengevaluasi tentang permainan yang dilakukan pada hari itu

C. Kegiatan Penutup

25. Bernyanyi dan berdoa bersama 26. Shalawat, salam

(52)

3. Lembar Observasi Peningkatan Kemampuan Perkembangan Kognitif

Lembar observasi untuk anak digunakan untuk melihat peningkatan kemampuan kognitif anak dalam mengenal bentuk, peningkatan tersebut mengacu pada indikator kemampuan kognitif. Adapun pedoman yang digunakan dalam penelitian ini berupa instrumen dan rubrik penilaian sebagai berikut :

Tabel 3.2 Instrumen Observasi Peningkatan kemampuan perkembangan kognitif.6

No Aspek yang diamati Penilaian Jumlah

1 2 3 4 1. Kemampuan menyusun kepingan puzzle

berdasarkan warna, bentuk dan ukuran 2. Ketepatan mengelompokkan bentuk

geometri

3. Kemampuan membedakan ciri-ciri bentuk geometri

4. Kemampuan menunjukkan dan menyusun kepingan puzzle yang berbentuk geometri 5. Kemampuan menghitung kepingan puzzle

macam-macam bentuk geometri

Tabel 3.3: Rubrik Penilaian Kemampuan Perkembangan Kognitif.7 N o Indikator Umum Deskripsi Kriteria Penilaian Nilai 1. Menyusun kepingan puzzle berdasarkan warna, bentuk dan ukuran

Jika anak mampu menyusun kepingan puzzle berdasarkan warna, bentuk dan ukuran dengan bantuan dari awal hingga akhir

BB 1

Jika anak mampu menyusun kepingan puzzle berdasarkan warna, bentuk dan ukuran dengan benar tanpa bantuan tapi masih ragu-ragu

MB 2

6 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia,

Undang-Undang Nomor 137 Tahun 2014, Tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini, Standar Isi Tentang Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak Kelompok Usia 4-5 Tahun. h. 25

(53)

Jika anak mampu menyusun kepingan puzzle berdasarkan warna, bentuk dan ukuran dengan benar dan lancar tapi masih perlu dibimbing oleh guru

BSH 3

Jika anak mampu menyusun kepingan puzzle berdasarkan warna, bentuk dan ukuran dengan benar dan lancar tanpa bantuan guru

BSB 4

2. Ketepatan mengelompok kan bentuk geometri

Jika anak mampu mengelompok kan bentuk geometri dengan bantuan dari awal hingga akhir

BB 1

Jika anak mampu mengelompok kan bentuk geometri dengan benar tanpa bantuan tapi masih ragu-ragu

MB 2

Jika anak mampu mengelompok kan bentuk geometri dengan benar dan lancar tapi masih perlu dibimbing oleh guru

BSH 3

Jika anak mampu mengelompok kan bentuk geometri dengan benar dan lancar tanpa bantuan guru

BSB 4

3. Kemampuan membedakan ciri-ciri bentuk geometri

Jika anak mampu membedakan ciri-ciri bentuk geometri dengan bantuan dari awal hingga akhir

BB 1

Jika anak mampu membedakan ciri-ciri bentuk geometri dengan benar tanpa bantuan tapi masih ragu-ragu

MB 2

Jika anak mampu membedakan ciri-ciri bentuk geometri dengan benar dan lancar tapi masih perlu dibimbing oleh guru

BSH 3

Jika anak mampu membedakan ciri-ciri bentuk geometri dengan benar dan lancar tanpa bantuan guru

(54)

4. Menunjukkan dan menyusun kepingan puzzle yang berbentuk geometri

Jika anak mampu menunjukkan dan menyusun kepingan puzzle yang berbentuk geometri dengan bantuan dari awal hingga akhir

BB 1

Jika anak mampu menunjukkan dan menyusun kepingan puzzle yang berbentuk geometri dengan benar tanpa bantuan tapi masih ragu-ragu

MB 2

Jika anak mampu menunjukkan dan menyusun kepingan puzzle yang berbentuk geometri dengan benar dan lancar tapi masih perlu dibimbing oleh guru

BSH 3

Jika anak mampu menunjukkan dan menyusun kepingan puzzle yang berbentuk geometri dengan benar dan lancar tanpa bantuan guru

BSB 4 5. Menghitung kepingan puzzle macam-macam bentuk geometri

Jika anak mampu menghitung kepingan puzzle macam-macam bentuk geometri dengan bantuan dari awal hingga akhir

BB 1

Jika anak mampu menghitung kepingan puzzle macam-macam bentuk geometri dengan benar tanpa bantuan tapi masih ragu-ragu

MB 2

Jika anak mampu menghitung kepingan puzzle macam-macam bentuk geometri dengan benar dan lancar tapi masih perlu dibimbing oleh guru

BSH 3

Jika anak mampu menghitung kepingan puzzle macam-macam bentuk geometri dengan benar dan lancar tanpa bantuan guru

BSB 4

Gambar

Gambar 3.1  : Model Penelitian Kemmis & Mc. Taggart ..............................
Gambar Media Puzzle Geometri :
Gambar 3.1 Siklus Kemmis & Mc.Taggart 4
Tabel 3.1 Instrumen Observasi Aktifitas Guru
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari penelitian ini adalah media jigsaw dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak khususnya pengenalan bentuk dan warna pada bentuk-bentuk geometri kelompok

Kesimpulan penelitian adalah bahwa permainan puzzle berpengaruh terhadap perkembangan kognitif anak kelompok B1 di TK Pertiwi Karanglor Manyaran Wonogiri tahun

Penelitian tindakan kelas di RA Masyithoh 2 Sine untuk mengembangkan kemampuan kognitif anak kelompok A melalui bermain geometri yang dilaksanakan dalam 2 siklus.. Tiap

Penelitian tentang meningkatkan perkembangan kognitif melalui permainan puzzle pada anak kelas kreatif di PAUD Qurrota A’yun Mojolegi Boyolali ini akan memberikan pengetahuan

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan perkembangan kognitif anak usia 5-6 tahun melalui kegiatan bermain puzzle di kelas M elati TK SION Tanjung M orawa.. Subjek penelitian

Tujuan penelitian ini terdiri dari: (1) untuk mengetahui aktivitas guru dalam proses pembelajaran dengan penggunaan media flash card untuk meningkatkan kemampuan membaca

Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa media puzzle dalam proses pembelajaran lebih berpengaruh signifikan terhadap pengenalan bentuk geometri anak

Setelah data hasil pembelajaran yang berupa nilai tes akhir pada sebelum penggunaan media puzzle terhadap peningkatan kemampuan geometri anak usia dini di TK Terpadu Al-Hikmah