• Tidak ada hasil yang ditemukan

DISTRIBUSI DAN ANALISIS KONDISI HUJAN EKSTRIM DI SEMARANG (STUDI KASUS TANGGAL 11 DESEMBER 2010)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DISTRIBUSI DAN ANALISIS KONDISI HUJAN EKSTRIM DI SEMARANG (STUDI KASUS TANGGAL 11 DESEMBER 2010)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 DISTRIBUSI DAN ANALISIS KONDISI HUJAN EKSTRIM DI SEMARANG

(STUDI KASUS TANGGAL 11 DESEMBER 2010) Regina Damanik Ambarita

Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG), Tangerang Selatan E-mail:damanik.regina@yahoo.com

Abstrak

Sebagai salah satu negara yang berada di wilayah tropis, di wilayah Indonesia berpotensi besar terjadinya cuaca ekstrem. Kejadian hujan ekstrim yang terjadi di wilayah semarang pada tanggal 11 Desember 2010 dengan curah hujan diatas 100 mm akan menjadi obyek pada penelitian ini. Dalam penelitian hujan ektrim ini menggunakan data reanalysis ECMWF, serta data observasi permukaan Stasiun Meteorologi Klimatologi Semarang.

Kejadian cuaca ekstrem ini menarik untuk dikaji karena terjadi disaat musim kemarau. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi atmosfer saat kejadian hujan ekstrim di Semarang dengan cara Distribusi dan Analisis kondisi cuaca menurut skalanya yaitu skala global, lokal, dan regional pada tanggal 11 Desember 2010.

Selama periode tahun 2007 sampai dengan 2012 pada tahun 2010 terdapat kejadian hujan ekstrem yang jika dilihat dari pola frekuensi menunjukan anomali, sehingga pada penulisan ini di gunakan tahun studi 2010 untuk melihat pola cuaca ekstrem yang terjadi dan penyebabnya dari kondisi rata-rata yang diambil pada periode 2007 sampai dengan 2012.

Kata Kunci : Curah Hujan Ektrim, MJO, SOI, Angin Gradient Abstract

As one of the countries that are in the tropics, in the region of Indonesia has great potential occurrence of extreme weather. Extreme rainfall event that occurred in the area of Semarang on 11 December 2010 with rainfall above 100 mm will be the object of this research. In this study extreme rain using ECMWF reanalysis data, and surface observation data Meteorology

Station Semarang.

Extreme weather events is interesting to study because it occurs when the dry season. This study aims to determine the current atmospheric conditions of extreme rainfall events in Semarang by way of distribution and analysis of weather conditions according to scale, namely a global scale,

local, regional and on December 11, 2010.

During the period of 2007 to 2012 in 2010 there are events extreme rain when viewed from the frequency pattern shows anomalies, so at this writing is in use in a study in 2010 to see the extreme weather patterns that occurred and the cause of the condition of the average taken during the

period 2007 to 2012.

(2)

2 1. PENDAHULUAN

Wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang memiliki dua musim utama yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Salah satu unsur yang berkaitan dengan musim tersebut adalah curah hujan yang merupakan unsurmusim yang mempunyai peran penting di wilayah Indonesia. Tinggi air yang jatuhnya hingga permukaan bumi dengan asumsi tidak ada yang menguap, tidak ada yang meresap, dan tidak ada yang mengalir disebut curah hujan.

Hujan adalah bentuk endapan yang sering dijumpai, endapan adalah curah hujan. Jumlah curah hujan dicatat dalam millimeter. Curah hujan 1 mm menunjukkan tinggi air hujan yang menutupi permukaan setebal 1 mm. Di Indonesia, hujannya lebih lebat daripada di daerah lainnya dikarenakan pemasukan energi matahari di daerah tropis lebih banyak sehingga penguapan di daerah tropis juga lebih besar daripada di daerah yang lain. Hujan dibagi menjadi tiga berdasarkan jenisnya yaitu, [1] Hujan konvektif; [2] Hujan orografik; [3] Hujan frontal.Distribusi hujan di Indonesia menurut BMKG memiliki tiga pola antara lain; [1] Pola hujan monsunal; [2] Pola hujan Equatorial; [3] Pola hujan lokal. Kota Semarang sendiri memiliki pola hujan monsunal karena memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan periode musim kemarau.

Wilayah Indonesia mengalami musim hujan dan musim kemarau yang datang silih berganti sepanjang tahun.Umumnya, musim hujan di Indonesia berlangsung pada bulan Oktober hingga bulan Maret. Kondisi ini biasanya bersamaan dengan menguatnya Monsun Musim Dingin Asia (Asian Winter Monsoon), dimana pola sirkulasi angin bertiup dari wilayah daratan Asia menuju Indonesia yang dikenal sebagai monsun Barat atau Barat Laut. Sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan April hingga bulan September.Kondisi ini berkaitan dengan Monsun Musim Dingin Australia (Australia Winter Monsoon), dimana pola

sirkulasi angin yang berhembus dari wilayah Australia menuju Indonesia.

Monsun Musim Dingin Asia mempengaruhi distribusi curah hujan dengan tipe hujan monsunal di Indonesia.Namun, tidak selamanya keadaan berlangsung normal.Hal ini disebabkan oleh gangguan cuaca lainnya yang menyebabkan anomali tersebut. Salah satu anomali pada saat Monsun Musim Dingin Asia adalah cold surge atau seruakan dingin.

Kota Semarang yang berada pada 110⁰ 42’ 07” Bujur Timur - 110⁰ 43’ 06” Bujur Timur dan 6⁰ 53’ 32” Lintang Selatan - 6⁰ 54’ 00” Lintang Selatan terletak pada daerah yang relatif dataran rendah karena hanya berada pada ketinggian 3 m di atas permukaan laut, pada wilayah tertentu hanya 1 m di atas permukaan laut, di bandingkan dengan kabupaten Semarang yang seluruh wilayahnya berada pada dataran tinggi. Karena berada pada dataran rendah tentunya banjir merupakan masalah utama bila mulai memasuki musim hujan, bila terjadi hujan lebat dalam waktu yang singkat maka di beberapa tempat terjadi banjir. Hal ini tentu saja sangat mengganggu aktifitas sehari – hari masyarakat.

Kota Semarang yang berada pada 110⁰ 42’ 07” Bujur Timur - 110⁰ 43’ 06” Bujur Timur dan 6⁰ 53’ 32” Lintang Selatan - 6⁰ 54’ 00” Lintang Selatan terletak pada daerah yang relatif dataran rendah karena hanya berada pada ketinggian 3 m di atas permukaan laut, pada wilayah tertentu hanya 1 m di atas permukaan laut, di bandingkan dengan kabupaten Semarang yang seluruh wilayahnya berada pada dataran tinggi. Karena berada pada dataran rendah tentunya banjir merupakan masalah utama bila mulai memasuki musim hujan, bila terjadi hujan lebat dalam waktu yang singkat maka di beberapa tempat terjadi banjir.

Menurut data curah hujan di stasiun Meteorologi Maritim Semarang pernah terjadi hujan ekstrim dengan intensitas sangat lebat 168,6 mm/hari tepatnya terjadi pada tanggal 11 Desember 2010. Curah hujan tersebut mengakibatkan terjadinya banjir di sekitar pelabuhan Tanjung Emas dan hampir menggenangi beberapa wilayah di kota Semarang. Oleh karena itu penulis tertarik untuk membuat analisis yang terkait dengan kejadian hujan lebat tersebut.

(3)

3

2. DATA DAN METODE

2.1 Data

Jenis penelitian yang berupa studi kasus mengenai kejadian hujan ekstrim di Kota Semarang, Jawa Tengah.Dalam Penelitian ini, dilakukan analisis beberapa parameter cuaca untuk mencari penyebab terjadian hujan ekstrim di Semarang.Analisis dilakukan secara sederhana menggunakan data observasi dari Stasiun Meteorologi Maritim Semarang dan data satelit.

Data-data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari:

a. Data observasi dari Stasiun Meteorologi Maritim Semarang dan Stasiun Klimatologi Semarang berupa data arah dan kecepatan angin, suhu, kelembaban, curah hujan dan tekanan udara.

b. Data ECMWF diperoleh dari website http://apps.ecmwf.int/datasets/data/interim-full-daily/levtype=pl/

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. GraDs

b. Microsoft Office Excel

Lokasi penelitian ini adalah daerah Kota Semarang yang berada pada 110⁰ 42’ 07” Bujur Timur - 110⁰ 43’ 06” Bujur Timur 15 dan 6⁰ 53’ 32” Lintang Selatan - 6⁰ 54’ 00” Lintang Selatan terletak pada daerah yang relatif dataran rendah karena hanya berada pada ketinggian 3 m di atas permukaan laut, pada wilayah tertentu hanya 1 m di atas permukaan laut, di bandingkan dengan kabupaten Semarang yang seluruh wilayahnya berada pada dataran tinggi. Bujur Timur dengan luas area sekitar 373.67 km².

Gambar 2.1 : Peta Kota Semarang (Semarangkota.go.id)

Pada lokasi penelitian tersebut, waktu kejadian yang akan diteliti adalah: Tanggal 11 Desember 2010.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Jumlah Kejadian Hujan Ekstrim Periode 2007-2012

Hal tersebut berkorelasi dengan jumlah kejadian hujan ekstrim. Selama periode waktu 6 tahun, tercatat terjadi sejumlah kejadian hujan ekstrim yang secara jelas ditunjukkan oleh gambar 3.1 di bawah ini:

Gambar 3.1 Jumlah Kejadian Hujan Ekstrim Peride 2007-2012

Jumlah hujan ekstrim terbanyak seperti yang terjadi pada bulan Februari yang mencapai 14 kejadian. Hal ini berkorelasi terhadap gambar 3.1 dimana rata-rata jumlah curah hujan tertinggi terjadi yakni pada bulan Januari. Begitu juga dengan jumlah hujan ekstrim paling sedikit terjadi pada bulan Januari yang dimana merupakan bulan dengan rata-rata jumlah curah hujan paling sedikit pada periode 2007 – 2012. Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi

(4)

4 rata-rata jumlah hujan yang terjadi di bulan

bersangkutan, maka frekuensi terjadinya hujan ekstrim pun semakin besar. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah rata-rata jumlah hujan yang terjadi pada bulan yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa hujan ekstrim lebih banyak terjadi pada puncak musim hujan yakni Desember hingga Februari.

3.2 Kejadian Curah Hujan Ekstrem Tahun 2010

Gambar 3.2 Grafik frekuensi Curah Hujan Ekstrim pada Bulan Desember

selama 2007-2012

Selama periode tahun 2007 sampai dengan 2012 pada tahun 2010 terdapat kejadian hujan ekstrem yang jika dilihat dari pola frekuensi menunjukan anomali, sehingga pada penulisan ini di gunakan tahun studi 2010 untuk melihat pola cuaca ekstrem yang terjadi dan penyebabnya dari kondisi rata-rata yang diambil pada periode 2007 sampai dengan 2012. Fluktuasi frekuensi hujan ekstrem pada periode 2007 sampai dengan 2012 dapat dilihat pada gambar 3.2. 3.3 Jumlah Curah Hujan Desember 2010

Gambar 3.3 Jumlah Curah Hujan Desember 2010

Gambar 3.3 merupakan grafik jumlah curah hujan desember 2010 dimana hasil kejadian curah hujan ekstrem selama bulan desember sebanyak 3 kejadian. Ada pun tanggal kejadian curah hujan itu terjadi yaitu pada tanggal 11 dengan jumlah curah hujan 139 mm, pada tanggal 15 dengan jumlah curah hujan 111 mm, dan pada tanggal 19 dengan jumlah curah hujan 51 mm.

Terhadap rata-rata curah hujan pada bulan desember berkisar nilai 341 mm. sehingga nilai kejadian curah hujan ekstrem pada tahun studi 2010 tergolong dibawah rata-rata sebaran Selma 6 tahun.

3.4 Analisis Madden Julian Oscilation (MJO)

Gambar 3.4 Index RMM DeteksiMadden Julian Osillation (MJO) Sumber : http://www.esrl.noaa.gov/psd/mjo/mjoinde

x/omi.1x.txt

Gambar 3.4 merupakan indeks RMM pola pergerakan Madden Julian Osillation (MJO) pada bulan oktober, November dan desember tahun 2010. Dari indeks ini dapat dilihat kategori fase kuat pada MJO terjadi pada fase 4 dan 5 untuk sekitaran wilayah Indonesia bagian timur dan pasifik bagian barat pada tanggal 5,6,7,30,32 dan fase 5 terjadi pada tanggal 8,9,10,11, 23, 28, 29. Sementara pada Desember kategori MJO lemah sehingga tidak banyak mempengaruhi pola sirkulasi atau pembentukan cuaca secara signifikan.

3.5 Analisis Southern Oscillation Indeks (SOI)

(5)

5

Tahun oct nov dec

2010 1.7 1.3 2.9

Tabel 3.5 Analisis Southern Oscillation Indeks (SOI)

Berdasarkan Analisis SOI di atas pada tahun 2010 secara global terjadi fenomena La Nina. Nilai SOI pada tahun 2010 pada bulan juli sampai dengan desember nilai SOI berada diatas +1. Hal ini menunjukkan tekanan didarwin lebih kecil di bandingkan tekanan di Tahiti. Kondisi ini menyebabkan suplai uap air dari samudera pasifik bagian timur bergerak ke wilayah Indonesia.

Dengan adanya suplai uap air ini maka menyebabkan curah hujan di wilayah Indonesia menjadi lebih banyak atau pada desember 2010 ini terjadi fenomena La Nina. Apabila kita bandingkan dengan nilai SOI desember tahun 2010 dengan desember tahun-tahun yang lain, maka dapat dilihat bahwa nilai SOI terbesar selama periode 6 tahun terjadi pada bulan desember 2010 dengan nilai SOI 2.9.

3.6 Grafik rata-rata suhu udara bulan januari-desember 2010

Gambar 3.6 Grafik rata-rata suhu udara bulan januari-desember 2010

Grafik di atas menunjukan bahwa selama periode 2007 – 2012, pola grafik kelembaban terjadi 2 puncak, yaitu pada Februari dan Mei, serta 2 lembah, pada April dan Agustus. Kelembaban rata- rata tertinggi terjadi pada bulan Februari sekitar 82 %. sedangkan

kelembaban rata – rata terendah terjadi pada bulan Agustus, sekitar 67 %.

3.7 Grafik Rata-rata Kelembapan Udara Bulan Januari-Desember 2010

Gambar 3.7 Grafik Rata-rata Kelembapan Udara Bulan

Januari-Desember 2010

Grafik di atas menunjukan bahwa pada tahun 2010, pola grafik kelembaban menunjukankelembaban rata- rata tertinggi terjadi pada bulan Desember sekitar 82 %. sedangkan kelembaban rata – rata terendah terjadi pada bulan Agustus, sekitar 62 %. Pada tahun 2010, nilai tertinggi dan terendah berada pada bulan yang sama dengan periode 2007 – 2012.

3.8 Analisis Arah dan Kecepatan Angin

Gambar 3.8 Angin Gradient Tanggal 11 Desember 2010

Pada tanggal 11 Desember 2010, angin gradien menunjukkan adanya belokan angina

(6)

6 di wilayah Semarang. Hal ini berimplikasi

dengan adanya pusaran angin tertutup (eddy) di wilayah Selatan Jawa Tengah dan cukup dekat dengan wilayah Semarang. Hal ini menunjukkan adanya indikasi penumpukan massa udara yang mendukung terbentuknya awan-awan konvektif. Kecepatan angin di wilayah Semarang juga terlihat mengalami perlambatan akibat adanya belokan angina dan eddy ini.

3.9 Analisis Kelembaban Udara

Gambar 3.9 Kelembaban Lapisan 700 Tanggal 11 Desember 2010 Jam 00 UTC

Pada tanggal 11 Desember 2010, nilai kelembaban pada lapisan 700 mb di daerah Semarang masih tinggi, sekitar 70,5 – 80 %. Hal ini menunjukan bahwa udara di lapisan 700mb di Semarang cukup basah, mengandung banyak uap air, dan mendukung terbentuknya awan dan hujan.

Gambar 4.0 Kelembaban Lapisan 925 Tanggal 11 Desember 2010 Jam 00 UTC

Pada tanggal 11 Desember 2010, nilai kelembaban pada lapisan 925 mb di daerah Semarang masih tinggi, sekitar 80,5 – >90,5 %. Hal ini menunjukan bahwa udara di

lapisan 925 mb di Semarang sangat basah, mengandung banyak uap air, dan mendukung terbentuknya awan dan hujan.

Dari analisis kelembaban per lapisan, menunjukkan indikasi adanya awan-awan konvektif dari jenis CB yang merupakan penyebab utama terjadinya hujan dengan intensitas lebat di wilayah Semarang. Kondisi kelembaban udara di Semarang semakin tinggi lapisannya semakin lembab yang menunjukkan atmosfer labil dan terjadi aktifitas awan yang intensif seperti hujan dan thunderstorm.

4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasan selama periode 2007-2012 pada tanggal 11 Desember 2010 yaitu saat kejadian kondisi hujan ekstrim di semarang, maka dapat disimpulkan bahwa:

1.

Dari tinjauan umum kejadian curah hujan ekstrem selama periode 2007-2012, menunjukkan adanya potensi kejadiaan hujan ekstrem yang cukup besar terjadi pada bulan Desember. Ini dibuktikan dengan tinjauan bulan Desember tahun 2010 dimana pada tanggal 11 Desember terjadi curah hujan 139 mm dan merupakan curah hujan terbesar pada bulan ini

2.

Analisis skala global menunjukkan adanya pengaruh kuat dari SOI. Adapun MJO pada bulan Desember 2010 menunjukkan indeks yang lemah.

3.

Analisis skala regional menunjukkan keadaan atmosfer ditinjau dari berbagai parameternya mendukung terjadinya kondisi cuaca ekstrim.

4.

Analisis skala local juga menunjukkan keadaan atmosfer yang mendukung terjadinya kondisi cuaca ekstrim.

(7)

7 4.2 Saran

Perlu adanya penelitian lebih mendalam mengenai analisis distribusi dan kondisi cuaca ekstrim seperti hujan lebat dan kondisi ekstrim lainnya yang menggunakan metode-metode dan parameter-parameter cuaca yang lebih banyak agar kesimpulan yang didapatkan dapat lebih representative.

Secara operasional hasil penelitian ini belum bisa menjadi landasan teori, sehingga masih diperlukan penelitian lebih lanjut. Tetapi hasil penelitian ini bisa menjadi wawasan tambahan terhadap kondisi atmosfer di sekitar Kota Semarang.

5.

DAFTAR PUSTAKA

Akhmad Fadoli. 2014.KAJIAN

METEOROLOGI TERKAIT HUJAN LEBAT DI PULAU BANGKA TANGGAL 28-29 DESEMBER 2013.

Aldrian,Edvinet al. 2011. Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia. BMKG, Jakarta.

Gempita Icky Dzikrillah.2015. Prakiraan Curah Hujan MODEL WRF (STUDI KASUS BANJIR SEMARANG 4 FEBRUARI 2014).

Hadi, T. W., et al., 2011, Pelatihan Model WRF (Weather Research andForecasting), Laboratorium Analisis Meteorologi (Weather and Climate Prediction Laboratory) Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB, Bandung.

Harsa, H., Linarka, A.U., Kurniawan, R.., Noviati, S. 2011. Pemanfaatan SATAID Untuk Analisa Banjir dan Angin Puting Belliung Studi Kasus Jakarta dan Yogyakarta.Jurnal Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Volume 12.

Kadek Setiya Wati. 2015. KAJIAN

METEOROLOGI KEJADIAN

HUJAN SANGAT LEBAT DI

SUMATERA UTARA (STUDI

KASUS TANGGAL 16 DAN 18 DESEMBER 2014).

Marpaung, Debora Truly, 2014, Kajian Hujan Ekstrim Menggunakan SATAID di Batam (Studi Kasus Tanggal 30 Januari 2011, 13 Maret 2012, 3 Desember 2013, 11 Januari 2014), Skripsi, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Tangerang Selatan.

Panjaitan, Andersen 2012.Pemanfaatan Citra Satelit untuk Informasi Meteorologi Penerbangan.Jakarta: Materi Diklat Penerbangan.

Pemerintah Kota Semarang, 2014, Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang

(http://www.semarangkota.go.id, diakses tanggal 28 Desember 2014). Peraturan Kepala BMKG No.Kep. 009 Tahun

2010, Tentang Prosedur Standart Operasional Pelaksanaan Peringatan Dini, Pelaporan dan Diseminasi Informasi Cuaca Ekstrim.

Ramage. 1971. Monsoon Meteorology. Academic Press.

Soepangkat. 1994. Pengantar Meteorologi. Balai Diklat Meteorologi dan Geofisika Jakarta.

Tjasyono, B., 2006, Meteorologi Indonesia Volume I, Karakteristik danSirkulasi Atmosfer, Badan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta.

Tjasyono, H. K. B., 2007, Meteorologi Indonesia 1 Karakteristik Dan Sirkulasi Atmosfer, Badan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta. Tjasyono, H. K. B., dan Harijono, S. W. B.,

2007, Meteorologi Indonesia 2 Awan & Hujan Monsun, Badan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta.

(8)

8 Tjasyono, H. K. B., Juaeni, I., dan

Harijono, S. W. B., 2007, Proses Meteorologis Bencana Banjir Di Indonesia, Jurnal Meteorologi Dan Geofisika, Vol. 8, No.2, halaman 65-79.

Wirjohamidjojo, S dan Swarinoto, Y. S., 2007, Praktek Meteorologi Pertanian, Badan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta.

Yamin Saleh Saidu. 2014. Uji Sensitifitas Parameterisasi Kumulus Pada MODEL WRF-ARW (Studi Kasus Hujan Ekstrim Di Kendari Tanggal 14 - 15 JULI 2013).

Zakir, A, dkk. 2007. Analisa Citra Satelit Sebagai Kewaspadaan Atas Potensi Banjir. Sub Bidang Informasi Meteorologi Publik. Jakarta.

Zakir,Ahmadet al. 2009. Perspektif Operasional Cuaca Tropis. BMG,Jakarta.

Zakir, A., Sulistya, W., Khotimah, M. 2010.Perspektif Operasional Cuaca Tropis. Jakarta: Badan Klimatologi dan geofisika.

Gambar

Gambar 2.1 : Peta Kota Semarang  (Semarangkota.go.id)
Gambar 3.2 Grafik frekuensi Curah  Hujan Ekstrim pada Bulan Desember
Grafik  di  atas  menunjukan  bahwa  pada  tahun  2010,  pola  grafik  kelembaban  menunjukankelembaban  rata-  rata  tertinggi  terjadi  pada  bulan  Desember    sekitar  82  %
Gambar 3.9 Kelembaban Lapisan 700  Tanggal 11 Desember 2010 Jam 00 UTC

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini metode yang digunakan ialah metode penelitian kualitatif dengan pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi.hasil dari

Masyarakat yang merupakan investor pemula tentunya akan bingung dengan prosedur investasi di pasar modal sehingga hal ini bisa saja membuat investor untuk

Dari hasil ini menujukkan bahwaseorang anak yang diberi pengasuhan oleh orang tua dengan ketat dan kaku, lebih menekankan pada hukuman dan sanksi, orang tua lebih

Untuk menganalisis dampak perubahan yang terjadi mengunakan pendekatan deskriptif kualitatif Hasil dari pelatihan ini diantaranya: , meningkatnya pengetahuan

Kecilnya nilai Indeks Pianka ini disebabkan adanya perbedaan macam mangsa yang dipilih antara betina bunting dengan betina tidak bunting (betina bunting memilih 17 macam mangsa;

(1) Permohonan persetujuan pembukaan rekening dalam rangka pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran anggaran di lingkungan kementerian negarajlembaga disampaikan oleh

Analisa data dilakukan dengan menggunakan data fieldspec dan Hymap dari survey lapang (jumlah data adalah 104). Analisis PLSR ditampilkan dalam reflektan tunggal

Untuk Kabupaten Bandung faktor yang memengaruhi adalah jumlah pendapatan, pendidikan kepala keluarga, pekerjaan kepala ke- luarga, serta konsumsi energi dan