• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buletin Inovasi Pertanian Volume 5 Nomor 1 Juli 2019

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Buletin Inovasi Pertanian Volume 5 Nomor 1 Juli 2019"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Buletin Inovasi Pertanian Volume 5 Nomor 1 Juli 2019

|

ii

BULETIN

ISSN : 1979-0805

INOVASI PERTANIAN

BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN RIAU VOLUME : 5 NOMOR : 1 JULI 2019

DEWAN REDAKSI

PENANGGUNGJAWAB

: KEPALA BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN

(BPTP) RIAU

KETUA DEWAN REDAKSI

: Anis Fahri, SP, M.Si

MERANGKAP ANGGOTA

ANGGOTA

: Dr. Parlin H Sinaga, SP, MP

: Dr. Ir. Ida Nur Istina, M.Si

: Dr. Ir. Mardawilis, M.Si

: Nurhayati, SP, M.Si

: Dwi Sisriyenni, S.Pt, M.Si

: Ir. Oni Ekalinda

: Dr. Rachmiwati Yusuf, S.Pi, M.Si

REDAKSI PELAKSANA

: Fahroji, S.TP, M.Sc

: Rizqi Sari Anggraini, SP, M.GFAB

: Andi, SP

ALAMAT REDAKSI

: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau

Jalan Kaharuddin Nasution No. 341 Pekanbaru,

Indonesia

Telepon (0761) 674206 Fax (0761) 674206

Email: [email protected]/

[email protected]

Website http://www.riau.litbang.pertanian.go.id

BULETIN INOVASI PERTANIAN adalah media ilmiah penyebaran hasil penelitian/pengkajian

teknologi pertanian yang diterbitkan secara berkala setiap tahun. Memuat tulisan hasil penelitian dan

pengkajian bidang pertanian tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perkebunan, penyuluhan

serta analisis kebijakan yang belum pernah dipublikasikan di media lain.

(3)

|

i

KATA PENGANTAR

Buletin Inovasi Pertanian sebagai media komunikasi di bidang pengkajian dan

pengembangan teknologi pertanian menyajikan hasil-hasil penelitian dan pengkajian yang

menjadi mandat institusi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau.

Pada Volume 5 Nomor 1 Juli 2019 Buletin Inovasi Pertanian menyajikan makalah

tentang: 1) Kajian penggunaan bahan pembenah tanah alternatif untuk meningkatkan

produktivitas tanaman jagung pada lahan gambut; 2) Pengaruh aplikasi fungsi mikoriza

arbuskula terhadap pertumbuhan bibit karet asal okulasi di Provinsi Kepulauan Riau;

3) Pengaruh kompos tankos kelapa sawit diperkaya abu boiler terhadap beberapa sifat

kimia tanah ultisol; 4) Penyediaan benih kelapa untuk peremajaan pertanaman di

Indonesia; 5) Prospek pengembangan pertanian berorientasi ekspor di wilayah

perbatasan Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau; 6) Respon ternak kambing lokal

dan persilangan pada beberapa kelompok umur dengan pemberian hijauan

Indigofera sp

dan pakan tambahan, 7) Inovasi teknologi pemanfaatan lahan gambut mendukung

swasembada pangan di Provinsi Riau dan 8) Inovasi teknologi mendukung

pengembangan kawasan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau.

Dewan Redaksi mengucapkan terima kasih kepada tim redaksi yang telah

memberikan saran dan pemikiran demi kesempurnaan makalah ini. Semoga Buletin

Inovasi Pertanian dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan yang nyata untuk ilmu

pengetahuan dan teknologi.

(4)

|

ii

DAFTAR ISI

No.

Judul Tulisan

Hal

1. KAJIAN PENGGUNAAN BAHAN PEMBENAH TANAH ALTERNATIF UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS TANAMAN JAGUNG PADA LAHAN GAMBUT

M Giri Wibisono dan Nurhayati ... 1-11 2. PENGARUH APLIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA TERHADAP

PERTUMBUHAN BIBIT KARET ASAL OKULASI DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Dahono, Nasir, Irwan Muas, Yayu Z dan Syahrul Hadi N ... 12-17 3. PENGARUH KOMPOS TANKOS KELAPA SAWIT DIPERKAYA ABU BOILER

TERHADAP BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH ULTISOL

Eliartati ... 18-25

4. PENYEDIAAN BENIH KELAPA UNTUK PEREMAJAAN PERTANAMAN DI INDONESIA

Elfiani ... 26-33 5. PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN BERORIENTASI EKSPOR DI

WILAYAH PERBATASAN KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI, PROVINSI RIAU

Nana Sutrisna, Empersi, Fahroji dan Oni Ekalinda ... 34-43 6. RESPON TERNAK KAMBING LOKAL DAN PERSILANGAN PADA BEBERAPA

KELOMPOK UMUR DENGAN PEMBERIAN HIJAUAN INDIGOFERA SP DAN PAKAN TAMBAHAN

Yayu Z, Dahono dan Zul Arsal ... 44-50

7. INOVASI TEKNOLOGI PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN DI PROVINSI RIAU

Ida Nur Istina, Nana Sutrisna dan Nurhayati ... 51-56 8. INOVASI TEKNOLOGI MENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN

PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI PROVINSI RIAU

(5)

|

1

KAJIAN PENGGUNAAN BAHAN PEMBENAH TANAH

ALTERNATIF UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS

TANAMAN JAGUNG PADA LAHAN GAMBUT

Muhammad Giri Wibisono & Nurhayati

1) 1) Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau

ABSTRAK

Jagung merupakan komoditas pangan utama selain padi dan kedelai yang produksinya terus ditingkatkan dalam rangka mencapai swasembada pangan di Indonesia. Peningkatan produksi jagung terus diupayakan melalui program extensifikasi lahan, salah satunya dengan memanfaatkan lahan-lahan suboptimal seperti lahan gambut. Sifat gambut yang kurang subur memerlukan inovasi dalam perbaikan kesuburan gambut melalui aplikasi bahan pembenah tanah. Tujuan dari tulisan ini adalah mengkaji peningkatan produktivitas tanaman jagung di lahan gambut melalui pemanfaatan bahan pembenah alternatif. Tulisan ini menggunakan metodologi literature review, yaitu dengan mengkaji tulisan hasil penelitian mengenai tanaman jagung dan bahan pembenah tanah yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Hasil kajian menunjukkan bahwa potensi produksi jagung pada lahan gambut dapat ditingkatkan melalui pemanfaatan bahan pembenah tanah alternatif seperti kompos tandan kosong kelapa sawit, zeolite, arang aktif dan abu boiler. Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa produktivitas jagung pada lahan gambut dengan menggunakan bahan pembenah tanah dapat meningkatkan produksi hingga 153,93% dibandingkan tanpa penggunaan bahan pembenah tanah. Hal tersebut dapat terjadi karena sifat yang dimiliki bahan pembenah tersebut dapat memperbaiki/meningkatkan kesuburan tanah gambut. Pemanfaatan bahan pembenah tanah alternatif ini merupakan suatu terobosan yang berpotensi dapat meningkatkan kesuburan tanah gambut dalam upayanya mendukung peningkatan produksi tanaman jagung pada lahan gambut.

Kata Kunci: Jagung, Pembenah Tanah, Gambut

ABSTRACT

Maize is one of the major food commodities besides rice and soybeans. In order to achieve food self-sufficiency, the yield of maize production in Indonesia continues to be increased. The improvement of corn yield production continues to be pursued through land extensification programs. The utilizing marginal lands such as peatlands is one of extensification program in Indonesia. Insufficient nutrient status of peat soil requires an innovation to improve peat soil fertility through soil ameliorant addition. This paper aimed to study the increase of maize productivity on peatland through the alternative soil ameliorant material utilization. The method used was a literature review from the research papers of maize and soil ameliorant materials. The results of this study indicate that the potential of maize production on peatland can potentially be increased through the use of alternative soil ameliorant such as empty fruit bunch compost, zeolite, activated charcoal, and boiler ash. From some research, the results show the enhancement productivity of maize on peatlands using soil ameliorant material can achieve up to 153.93%. This matter occurs caused by the characteristic of the soil ameliorant materials that can be able to improve the fertility of peat soil. The use of alternative soil ameliorant materials is a breakthrough that potentially increasing the fertility status of peat soils in terms of supporting the maize crop production improvement on peatlands.

(6)

|

2

PENDAHULUAN

Jagung merupakan komoditas pangan utama selain padi dan kedelai yang produksinya terus ditingkatkan dalam rangka mencapai swasembada pangan Indonesia (Nugroho et al., 2017). Pengembangan komoditas jagung menjadi prioritas pangan karena kegunaannya tidak hanya untuk pangan, namun juga dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan sumber energi terbarukan. Saat ini, produksi jagung terus ditingkatkan karena komoditas ini berkontribusi nyata terhadap perekonomian nasional. Komoditas jagung sendiri merupakan penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar kedua setelah padi dalam subsektor tanaman pangan (Balitbang Deptan, 2005).

Upaya peningkatan produksi jagung terus dilakukan pemerintah melalui program intensifikasi dengan penggunaan benih unggul hibrida dan program ekstensifikasi lahan dengan mengupayakan perluasan areal tanam. Peluang peningkatan produksi jagung yang masih terbuka lebar salah satunya adalah dengan pemanfaatan potensi lahan yang masih luas, terutama di luar Jawa. Namun demikian, perluasan areal tanaman jagung sebagian besar berada pada lahan suboptimal diantaranya pada lahan dengan jenis tanah gambut.

Tanah gambut merupakan tanah yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang melapuk tidak sempurna (Radjagukguk, 1999). Tanah gambut di Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda dengan tanah gambut yang berada di wilayah subtropis, yaitu dari segi kematangan gambutnya. Lahan gambut di Indonesia didominasi oleh serat pohon berkayu sehingga cenderung lebih kasar dibandingkan dengan gambut subtropis yang berasal dari tumbuhan

Sphagnum sp. (Noor, 2014). Secara kimia, tanah gambut memiliki tingkat kesuburan yang rendah karena kemasaman tinggi, rendahnya ketersediaan unsur hara makro dan mikro, rendahnya kejenuhan basa, serta sifat fisik yang

kurang mendukung bagi kondisi tanaman apabila lahan gambut dikembangkan sebagai lahan pertanian (Ratmini, 2012).

Menurut BBSDLP (2019), total luasan lahan gambut di Sumatera mencapai 5,85 juta hektar dimana 61% berada di Provinsi Riau. Melihat besarnya potensi tanah gambut di Provinsi Riau untuk pengembangan komoditas jagung, maka tantangan yang dihadapi adalah mencari suatu inovasi yang dapat membantu peningkatan produktivitas jagung pada lahan gambut. Tingkat kesuburan tanah gambut yang rendah menuntut semua pihak baik akademisi maupun praktisi untuk mencari bahan pembenah tanah alternatif untuk meningkatkan kesuburannya.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa material yang berpotensi untuk digunakan sebagai bahan pembenah tanah alternatif adalah zeolit, arang aktif, limbah tandan kosong kelapa sawit, dan limbah abu cangkang kelapa sawit (Suwardi, 2009; Gusmailina et al., 2015; Widyanto et al., 2013; Ryadi et al.,2015). Bahan pembenah tanah tersebut diharapkan dapat memperbaiki tingkat kesuburan tanah gambut untuk pertanian pangan.

Salah satu bahan pembenah tanah alternatif yang telah berhasil meningkatkan kesuburan lahan gambut adalah bahan pembenah limbah tandan kosong kelapa sawit (Hayat, 2014). Penggunaan limbah tandan kosong tersebut dilakukan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit dengan memanfaatkan tandan kosong kelapa sawit yang telah dikomposkan. Kompos tandan kosong kelapa sawit memberikan manfaat baik terhadap sifat fisik maupun kimia tanah gambut. Selain merupakan sumber bahan organik, tandan kosong kelapa sawit ini juga mengandung unsur hara yang diperlukan tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa limbah tandan kosong bermanfaat dalam memperbaiki kesuburan tanah gambut (Hatta, 2014). Melimpahnya

(7)

|

3

limbah tandan kosong kelapa sawit di Provinsi

Riau juga menjadi sebuah peluang yang dapat digunakan untuk memperbaiki kesuburan lahan gambut untuk tanaman pangan.

Penggunaan zeolite sebagai pembenah tanah pernah dilakukan oleh Ridho (2014) pada tanaman padi di lahan gambut, penggunaan arang aktif sebagai bahan pelapis pupuk di lahan sawah (Wahyuni, 2016), dan penggunaan limbah abu cangkang kelapa sawit pada tanaman kedelai di lahan gambut (Mumpung, 2017). Hasil dari uji coba pemanfaatan pembenah tanah alternatif tersebut menunjukkan adanya peningkatan produktivitas tanaman.

Dalam konteks pengembangan tanaman jagung untuk swasembada pangan, maka penanaman jagung di lahan gambut menjadi alternatif ekstensifikasi lahan. Penanaman jagung di lahan gambut perlu didukung oleh pemanfaatan bahan pembenah tanah alternatif. Pemanfaatan bahan pembenah tanah alternatif saat ini perlu kajian lebih mendalam terutama penggunaannya untuk komoditi tertentu seperti jagung. Pengaruh pembenah tanah terhadap kesuburan tanah gambut saat ini belum banyak diketahui.

Tulisan ini merupakan hasil review dari beberapa literature dan hasil penelitian yang relevan. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji peningkatan produktivitas tanaman jagung di lahan gambut melalui pemanfaatan bahan pembenah alternatif. Kajian ini diharapkan dapat memberikan data dan informasi tentang implementasi bahan pembenah tanah alternatif untuk meningkatkan produktivitas jagung yang ditanam di lahan gambut.

METODOLOGI

Tulisan ini dibuat dengan menggunakan metodologi literature review, yaitu dengan mencari tulisan dan penelitian mengenai tanaman jagung dan bahan pembenah tanah

yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Tulisan yang menjadi bahan acuan diterbitkan pada kurun waktu 10 tahun terakhir dari berbagai jurnal baik nasional maupun internasional.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tanaman Jagung dan Potensi Pengembangannya pada Lahan Gambut

Sebagian besar masyarakat Indonesia mengenal jagung (Zea mays L.) sebagai tanaman penghasil pangan selain padi. Di wilayah Indonesia bagian timur seperti daerah Sumba, Flores, dan Pulau Timor, jagung menjadi makanan pokok bagi masyarakat setempat. Selain itu, jagung merupakan sumber pakan bagi ternak monogastrik dan sumber energi dalam pembuatan bioethanol (Suarni, 2011).

Tanaman Jagung dapat tumbuh hampir diseluruh wilayah Indonesia baik itu di dataran rendah maupun di dataran tinggi. Berdasarkan data statistik pertanian tahun 2018, luas panen jagung secara nasional mencapai 5,7 juta ha dengan produktivitas mencapai 5,2 ton/ha. Tiga besar provinsi penghasil jagung terbesar diantaranya Jawa Timur, Lampung, dan Sulawesi Selatan. Sementara Riau bila dibandingkan dengan Jawa timur produksinya masih jauh tertinggal. Hal tersebut terlihat dari luas panen di Provinsi Jawa Timur sebesar 1,2 juta ha sedangkan provinsi Riau hanya berkisar 9.300 ha. Dari segi pertanaman, pada umumnya tanaman jagung ditanam pada tanah mineral yang tidak dipengaruhi oleh air.

Dari segi penyiapan lahan, tanaman jagung tidak memerlukan penggenangan seperti halnya tanaman padi, sehingga tanaman jagung lebih mudah dikembangkan pada lahan baru dibandingkan dengan tanaman padi, selama itu mencukupi syarat untuk ditanami. Selain itu, jagung juga dapat dikembangkan pada lahan bekas padi tadah hujan sebagai cara untuk

(8)

|

4

meningkatkan produktivitas lahan (Misran,

2013).

Tanaman jagung menghendaki tanah yang gembur, subur, berdrainase yang baik, pH tanah 5,6-7,0. Jenis tanah yang dapat toleran ditanami jagung antara lain andosol, grumusol, dan latosol dengan syarat pH-nya harus memadai untuk tanaman tersebut (Rukmana, 1997)

Dari segi produksi, jagung saat ini mulai dikembangkan pada lahan-lahan suboptimal seperti lahan gambut guna mendukung peningkatan produksi jagung nasional. Namun, hingga saat ini teknologi tepat guna untuk meningkatkan produksi jagung pada lahan gambut terus ditingkatkan melalui penelitian dan pengembangan. Jika teknik budi daya jagung pada lahan kering/tanah mineral diterapkan pada lahan gambut, maka tingkat keberhasilannya sangat rendah. Oleh karena itu, banyak peneliti hingga saat ini mencari formulasi yang tepat untuk mendukung budi daya jagung di lahan gambut.

Gambut berasal dari bahan organik tumbuhan yang terbentuk dalam keadaan anaerob akibat adanya genangan. Gambut terbentuk pada lingkungan di mana laju penambahan bahan organik lebih tinggi dari pada laju dekomposisi akibat genangan. Oleh karena itu, genangan merupakan salah faktor yang menghambat aktivitas mikroba, sehingga laju dekomposisi menjadi lebih lambat (Radjagukguk, 2000).

Karakteristik fisik dan kimia tanah gambut yang berkaitan dengan pertanian menurut Fahmi et al. (2014) dalam Masganti (2017) diantaranya pH tanah, cadangan karbon, ketersediaan unsur hara, Kapasitas Tukar Kation (KTK), kadar abu, asam organik, kandungan pirit, dan jenis lapisan tanah di bawah gambut. Sementara sifat fisik yang berkaitan dengan pertanian diantaranya daya simpan air, laju subsidensi, porositas tanah, dan bobot isi (Masganti, 2017). Dari beberapa faktor tersebut,

faktor yang selama ini menurunkan produktivitas lahan gambut diakibatkan oleh rendahnya ketersediaan hara bagi tanaman dan sifat fisik lahan yang buruk sehingga sangat sulit bagi tanaman jagung untuk bertahan hidup. Meskipun demikian, pengembangan lahan pertanian pada lahan gambut dapat berhasil dengan penerapan teknologi yang tepat dan mengikuti kaidah-kaidah pengelolaan yang berkelanjutan (Masganti, 2013).

Karakteristik Bahan Pembenah Alternatif dalam Upaya Peningkatan Produksi Jagung pada Lahan Gambut

Upaya peningkatan produktivitas jagung pada lahan gambut lebih menekankan pada aspek peningkatan kesuburan tanahnya. Pada tahun 2011, Sasli melakukan percobaan bahan pembenah tanah berupa abu tandan sawit, abu serasah gambut, dan abu sekam padi. Hasil dari percobaannya menunjukkan bahwa pemberian bahan pembenah tersebut memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan unsur hara P, K, dan Mg pada tanah gambut. Hasil analisis tanah gambut 2 bulan setelah aplikasi menunjukkan nilai pH tanah berkisar 4,3-7,4, kadar N berkisar antara 1,33-2,54 %, kadar P berkisar antara 52-1281 ppm, kadar K berkisar antara 1,55-26,43 me/100g, dan Kadar Mg berkisar antara 0,21-2,00 me/100g. Sehingga penambahan bahan pembenah alternatif dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah gambut. Hasil dari pengomposan tandan kosong kelapa sawit dapat memberikan manfaat bagi tanah, berupa perbaikan struktur tanah menjadi gembur, membantu meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman, serta sifatnya yang homogeny (Hatta, 2014). Unsur hara yang terkandung pembenah tandan kosong dapat menetralisir kemasaman tanah sehingga memudahkan tanaman dalam menyerap unsur hara yang tersedia. (Widyanto et al., 2013). Selain itu, Kavitha et al. (2015) juga menyebutkan bahwa pengomposan tandan

(9)

|

5

kosong kelapa sawit merupakan pilihan yang

paling tepat bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit yang menguntungkan baik secara ekonomi maupun lingkungan. Keuntungan yang diperoleh dari pengomposan tandan kosong kelapa sawit ini diantaranya: mengurangi besarnya volume limbah bahan organik, mengurangi risiko

penyebaran hama, penyakit, dan gulma serta dapat memperbaiki kesuburan tanah. Kandungan sifat kimia dari limbah tandan kosong terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan sifat kimia limbah tandan kosong kelapa sawit

No. Parameter Hasil Analisis

1. pH 7,20 2. EC (dS m-3) 2,70 3. Karbon organic (%) 45,10 4. Total nitrogen (%) 0,55 5. C/N rasio 82,00 6. P-total (%) 0,02 7. K-total (%) 1,28 8. Fe-total (mg/kg) 210,00 9. Zn-total (mg/kg) 71,00 10. Cu-total (mg/kg) 26,00 11. Mn-total (mg/kg) 88,00 Sumber: Kavitha et al. (2013)

Berdasarkan data dan informasi yang disajikan pada Tabel 1, peranan limbah tandan kosong dalam memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah berasal dari unsur hara yang terkandung dalam bahan organiknya. Selain itu pH 7,2 juga berperan meningkatkan kondisi pH tanah yang masam. Berdasarkan data yang sudah dilaporkan oleh Kavitha et al. (2013) dapat diasumsikan bahwa limbah tandan kelapa sawit dapat digunakan untuk memperbaiki kondisi kesuburan tanah. Uji coba di lapangan perlu dilakukan untuk mendukung pemanfaatan limbah tandan kosong sebagai penambah unsur hara. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Masganti et al. (2014) dan Nurhayati et al.

(2014), yang menyebutkan bahwa kompos yang berasal dari tandan kosong kelapa sawit memiliki kandungan Ca, Mg, S dan kadar abu yang tinggi menyebabkan pertumbuhan tanaman kelapa sawit lebih baik, dibandingkan dengan pemberian pupuk kandang.

Selain limbah tandan kosong, bahan pembenah tanah alternatif yang berpotensi dapat memperbaiki tanah gambut dalam rangka

peningkatan produksi jagung adalah zeolite. Zeolite merupakan mineral yang berasal dari bahan tuff volkan yang terbentuk selama jutaan tahun (Suwardi, 2009). Menurut Polat et al.

(2004), zeolite digunakan secara komersial karena sifat adsorpsinya yang unik, kapasitas tukar kation yang tinggi, filter molekuler, serta sifat katalis yang dimiliki oleh mineral tersebut.

Zeolit jenis Klinoptilolit dan Modernit yang umumnya banyak dijumpai di lebih dari 50 deposit zeolite di Indonesia (Suwardi, 2009). Karakteristik fisik kedua jenis zeolite ini tersaji pada Tabel 2. Zeolit memiliki potensi yang besar sebagai bahan pembenah tanah karena struktur

porous yang dimiliki oleh zeolite (Gambar 1 dan 2). Berdasarkan sifat zeolite tersebut, maka zeolite berperan dalam meningkatkan efisiensi pemupukan, Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah, pengikat unsur hara yang diperlukan tanaman, serta mengadsorpsi air, serta sebagai penyangga pH tanah (Suwardi, 2009; Polat et al., 2004).

(10)

|

6

Tabel 2. Karakteristik fisik beberapa zeolite alam

No Jenis

Zeolite Porositas (%) Kapasitas Tukar Ion (me/g) Bulk Density (g/cm3) 1. Klinoptilolit 34 2,16 1,15 2. Modernit 28 4,29 1,70 Sumber : Dogan (2003) dalam Polat et al. (2004)

Gambar 1. Struktur kimia zeolite tipe klinoptilolit (Sumber : International Zeolite Assosiation (IZA)

Comission on Natural Zeolite, 2005)

Gambar 2. Foto SEM zeolite alam (Sumber: Zendelska & Golomeova, 2014)

Bahan pembenah tanah alternatif selanjutnya adalah arang aktif/biochar yang berpotensi juga untuk memperbaiki sifat kimia tanah gambut. Arang aktif merupakan hasil dari pembakaran material berlignoselulosa yang telah diaktivasi pada suhu tertentu agar memiliki pori yang lebih terbuka (Gusmailina et al.,

2015). Karakteristik arang aktif hampir sama dimana strukturnya yang porous memegang peranan penting dalam perbaikan sifat fisik dan kimia tanah (Gambar 3). Arang aktif merupakan salah satu bahan pembenah tanah terbaik dalam peningkatan karbon organik tanah serta meretensi air yang menyediakan habitat bagi mikroba-mikroba. Selain itu, arang aktif juga berperan dalam menambah ketersediaan unsur hara baik itu hara makro maupun hara mikro (Jha et al., 2010). Adapun beberapa karakteristik arang aktif tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3. Karakteristik kimia yang terkandung pada beberapa arang aktif bahan arang aktif pH C total N total C/N Rasio Ca Mg P K KTK Cmol/Kg**(%) Eucalyptus - 82,4 0,57 145 - - 1,87 - 4,69 Wood 9,2 72,9 0,76 120 0,83 0,20 0,10 1,19 11,90 Sekam Padi* 8,5 31 0.32 97 0.96** - 0.15** 0.31** - Sumber: Jha et al. (2010), *https://dosenpertanian.com/pengertian-arang-sekam

(11)

|

7

Gambar 3. Penampakan permukaan arang aktif

dilihat menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM)

(Sumber: Pari (2010) dalam Gusmailina et al. (2015))

Bahan pembenah tanah yang terakhir dalam kajian ini yang berpotensi dapat meningkatkan kesuburan tanah gambut dalam rangka peningkatan produksi jagung adalah limbah abu cangkang sawit. Pabrik kelapa sawit umumnya menggunakan cangkang sawit sebagai bahan bakar boiler dalam pengolahan minyak sawit. Residu dari pembakaran ini dapat berupa abu kerak boiler maupun abu terbangnya. Karakteristik sifat fisik dan kimia beberapa jenis abu tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4. Karakteristik kimia pada beberapa abu boiler

Parameter Nsiah & Obeng (2013) Hutahaean (2007) dalam Ryadi et al. (2015) pH 10,89 - Karbon Organik (%) 0,55 - N Total (%) 0,08 - P tersedia ppm 259,57 - K-dd (me/100g) 582,77 - Ca-dd (me/100g) 34,93 - Mg-dd (me/100g) 29,08 - Al2O3 (%) - 8,7 % Fe2O3 (%) - 2,6 % MgO %) - 4,23 % Na2O (%) - 0,41 % K2O (%) - 0,72 %

Berdasarkan Tabel 4, limbah abu boiler pabrik kelapa sawit berpotensi dapat digunakan sebagai bahan pembenah pada tanah gambut. Abu boiler memiliki pH basa serta beberapa unsur hara yang memang diperlukan oleh tanaman. Namun demikian, belum diketahui sejauh mana dapat memperbaiki kesuburan tanah gambut dalam rangka meningkatkan produktivitas jagung di lahan gambut.

Analisis

Produktivitas tanaman jagung pada lahan gambut saat ini masih jauh di bawah rata-rata produksi jagung nasional. Berdasarkan data Statistik Indonesia (2017), pada tahun 2015

rata-rata produktivitas jagung nasional sebesar 5,17 ton/ha. Sementara itu, produktivitas jagung pada lahan gambut masih berada pada kisaran 1-2 ton/ha (Tabel 5). Hal tersebut menandakan bahwa masih banyak faktor pembatas lahan gambut yang menyebabkan rendahnya produktivitas jagung pada lahan gambut.

Tabel 5. Produktivitas jagung pada lahan gambut dari beberapa sumber.

Sumber data Produktivitas (ton/ha) Suswati et al. (2011) 1-1,5

Ar-Riza et al. (2010) 0,5-0,8 Manti & Hendayana

(12)

|

8

Tabel 6. Keuntungan dan kekurangan berbagai bahan pembenah tanah alternatif

No Jenis Pembenah Tanah Keuntungan kekurangan 1. Tandan kosong kelapa sawit - ketersediaan melimpah - sumber bahan organik - kemampuan retensi air tinggi - mencegah terjadinya penyebaran

hama dan penyakit

- meningkatkan efisiensi pemupukan

- sulit diperoleh petani

- sumber penyakit busuk pangkal batang (bila tidak dikomposkan) - tempat berkembang biak

kumbang tanduk (bila tidak dikomposkan)

2. Zeolite - meningkatkan KTK Tanah

- meningkatkan efisiensi pemupukan - kemampuan retensi air tinggi - dapat menyerap residu pestisida - memberikan pengaruh dalam

waktu lama

- ketersediaan langka - harga mahal

3. Arang aktif - meningkatkan pH tanah - memperbaiki struktur tanah - memperbaiki aerasi dan drainase

tanah

- memacu perkembangan mikroorganisme

- efisiensi pemupukan

- dapat menyerap residu pestisida

- ketersediaan terbatas - fasilitas pembuatan arang

terbatas 4. Abu cangkang kelapa sawit / abu boiler - ketersediaannya melimpah - meningkatkan pH tanah - penyumbang unsur hara

- sulit diperoleh petani

Sumber : Hatta et al.(2014); Haryawan et al.(2015); Suwardi (2009); Gusmailina et al.(2015); Nsiah dan Obeng (2013)

Bahan pembenah tanah zeolite dan arang aktif memiliki kesamaan dari strukstur bahannya yang porous sehingga dapat meningkatkan efisiensi pemupukan, meningkatkan kemampuan dalam meretensi air, memperbaiki kondisi aerasi tanah dan menyerap residu pestisida. Arang aktif dapat meperbaiki sifat kima, fisik, dan biologi pada tanah. Sementara itu, zeolite bila dibandingkan dengan bahan pembenah lain dapat memberikan pengaruh dalam jangka waktu lama karena memilki struktur yang stabil dalam tanah. Namun kelemahannya, ketersediaan kedua bahan pembenah tersebut (zeolite dan arang aktif) masih sukar ditemukan di pasaran khususnya di Provinsi Riau serta harganya relatif mahal, sehingga zeolite saat ini masih jarang digunakan oleh para petani di Provinsi Riau.

Abu cangkang kelapa sawit/abu boiler juga memiliki ketersediaan yang melimpah di

Provinsi Riau terutama berasal dari pabrik kelapa sawit di Riau yang menjadikan cangkang kelapa sawit ini sebagai bahan bakar dalam pengolahan minyak sawit. Keunggulan abu cangkang kelapa sawit ini selain mengandung unsur hara seperti MgO, K2O, dan Na2O juga memiliki pH yang tinggi sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan pH tanah terutama pada lahan gambut. Sama halnya dengan limbah tandan kosong, penggunaan abu cangkang kelapa sawit masih terbatas pada kalangan internal perkebunan kelapa sawit.

Berdasarkan kajian ini, setidaknya terdapat 5 aspek penelitian yang diperlukan agar implementasi bahan pembenah alternatif dapat dilakukan secara optimal. Aspek tersebut antara lain: aspek kesuburan tanah, aspek budidaya jagung, aspek genetik tanaman, aspek sosial ekonomi, dan aspek lingkungan. Aspek kesuburan tanah jelas sangat diperlukan karena

(13)

|

9

masalah utama pada lahan gambut sebagai

lahan pertanian adalah tingkat kesuburannya yang rendah. Dalam aplikasinya, aspek budidaya jagung sangat diperlukan karena sifat tanah gambut yang berbeda dengan tanah mineral memerlukan penanganan yang tepat seperti tata kelola air dan cara budidaya yang sesuai dengan kaidah-kaidah pengelolaan yang berkelanjutan.

Dalam mendukung aplikasi bahan pembenah tanah ini, aspek genetik jagung juga diperlukan. Pemilihan varietas jagung yang tepat setidaknya dapat berkontribusi dalam meningkatkan produktivitas tanaman jagung pada lahan gambut. Aspek sosial dan ekonomi juga tidak kalah pentingnya dalam penelitian ini. Hal ini sangat erat dengan tradisi masyarakat dalam bercocok tanam di lahan gambut serta keuntungan dari hasil yang diperoleh. Aspek terakhir yang saat ini terus digencarkan adalah aspek lingkungan. Ekosistem gambut sangat rentan terhadap kerusakan lahan. Oleh sebab itu, teknik budidaya tanaman jagung pada lahan gambut harus sesuai dengan kaidah konservasi agar tidak merusak lingkungan.

Berdasarkan hasil analisis, bahan pembenah tanah alternatif yang cukup berhasil diaplikasikan pada tanah gambut adalah limbah tandan kosong kelapa sawit. Bahan pembenah lainnya (zeolite, arang aktif, dan abu cangkang kelapa sawit) hingga saat ini belum banyak diketahui pengaruhnya terhadap tanah gambut, sehingga diperlukan adanya kajian lebih lanjut mengenai hal ini. Haryawan et al. (2015) melakukan penelitian kompos limbah tandan kosong kelapa sawit dikombinasikan dengan pupuk anorganik menghasilkan berat tongkol berkelobot yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa menggunakan kompos tandan kosong kelapa sawit. Pemberian kompos tandan kosong kelapa sawit dan pupuk hayati juga berpengaruh pada tinggi tanaman dan diameter batang bibit kelapa sawit dengan media tanah gambut (Hidayat dan Astarina, 2016).

Untuk mengoptimalkan peranan bahan pembenah alternatif dalam meningkatkan produktivitas jagung pada lahan gambut diperlukan adanya suatu strategi yang efektif. Strategi tersebut adalah dengan mengkombinasikan pembenah tanah seperti zeolite, arang aktif, dan abu cangkang sawit dengan limbah tandan kosong kelapa sawit yang telah dikomposkan sebagai campuran utama dari setiap bahan pembenah. Dengan cara tersebut, diharapkan setiap bahan pembenah dapat berkontribusi saling melengkapi. Dengan demikian, luaran yang didapat dari kajian ini adalah informasi yang lengkap mengenai bahan pembenah tanah yang dapat digunakan untuk meningkatkan produksi jagung di lahan gambut secara optimal.

KESIMPULAN

Pemanfaatan kompos tandan kosong kelapa sawit, zeolite, arang aktif, dan abu boiler merupakan suatu terobosan yang dapat meningkatkan kesuburan tanah gambut dalam upayanya mendukung peningkatan produksi tanaman jagung. Dari segi kesuburan pemberian bahan pembenah tanah tersebut berpengaruh nyata terhadap peningkatan pH dan unsur hara P, K, dan Mg. sementara itu dari segi produktivitas, pemberian bahan pembenah tanah pada lahan gambut yang ditanami jagung dapat meningkatkan produksi hingga 153% dibandingkan dengan tanpa aplikasi bahan pembenah tanah. Hal ini terjadi karena setiap bahan pembenah tersebut memiliki karakteristik bahan yang dapat memperbaiki sifat kimia tanah gambut dan menyuplai unsur hara tambahan selain pupuk.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2017. Statistik Indonesia 2017. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

Anonim. 2018. Statistik Pertanian 2018. Kementerian Pertanian Republik Indonesia, Jakarta.

(14)

|

10

Anonim. 2019. Peta Lahan Gambut Indonesia

Skala 1:50.000. Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian Balitbangtan, Bogor. Ar-Riza, Isdijanto., Dakhyar Nazemi, dan Yanti

Rina D. 2010. Penerapan Teknologi Tanpa Bakar untuk Meningkatkan Produksi Jagung din Lahan Gambut. Prosiding Pekan Serealia 2010. Badan Litbang Pertanian. Hal 287-293.

Badan Penelitian dan Pengembangan Deptan. 2005. Prospek dan arah pengembangan agribisnis jagung. Badan Litbang Pertanian, Jakarta.

Gusmailina. Sri Komarayati, dan Gustan Pari. 2015. Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.

Haryawan, Budi., Jurnawaty Sfjan, dan Husta Yetti. 2015. Pemberian Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Pupuk N, P,dan K Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung Manis (Zea mays L. Var saccarata Sturf). JOM Faperta 2(2).

Hatta, Muhammad., Jafri, dan Dadan Permana. 2014. Pemanfaatan Tandan Kosong Sawit Untuk Pupuk Organik Pada

Intercropping Kelapa Sawit dan Jagung. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 17(1):27-35. Hayat, Edy Sjafril., dan Sri Andayani. 2014.

Pengelolaan Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Aplikasi Biomassa

Chromolaena Odorata Terhadap

Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi serta Sifat Tanah Sulfaquent. Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah 17(2):44-51.

Hidayat, Taufik., dan Reni Astarina. 2016. Pengaruh Pupuk Hayati dan Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) di Pembibitan Utama dengan Media Gambut pada Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 20 Juli 2016. Badan Litbang Pertanian. Hal 1552-1560. http://www.iza-online.org/natural/Datasheets

/Clinoptilolite/clinoptilolite.htm

https://dosenpertanian.com/pengertian-arang-sekam

Jha, Pramod., A.K. Biswas, B.L.Lakaria, dan A. Subba Rao. 2010. Biochar in Agriculture – Prospcets and Realated Implications. Current Science 99(9): 1218-1225.Kavitha, B., P. Jothimani dan G. Rajannan. 2013. Empty Fruit Bunch- A

Potential Organic Manure for Agriculture. International Journal of Science, Environment and Technology 2(5):930-937.

Manti, Ishak., dan Rachmat Hendayana. 2005. Kajian Kelayakan Ekonomi Rakitan Teknologi Usaha Tani Jagung di Lahan Gambut. Jurnal Pengkajian dan Teknologi Pertanian 8(1):55-66. Masganti. 2013. Teknologi Inovatif Pengelolaan

Lahan Suboptimal Gambut dan Sulfat Masam untuk Peningkatan Produksi

Tanaman Pangan. Jurnal

Pengembangan Inovasi Pertanian 6(4):187-197.

Masganti, IGM. Subiksa, Nurhayati, dan Winda Safitri. 2014. Respon Tanaman Tumpang Sari (kelapa sawit dan nenas) terhadap ameliorasi dan pemupukan di lahan gambut terdegradasi. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Berkelanjutan Lahan Gambut Terdegradasi untuk Mitigasi Emisi GRK dan Peningkatan Nilai Ekonomi. Jakarta, 18-19 Agustus 2014.

Masganti, wahyunto, Ai Dariah, Nurhayati, dan Rachmiwati Yusuf. 2014. Karakteristik dan Potensi Pemanfaatan Lahan Gambut Terdegradasi di Provinsi Riau. Jurnal Sumberdaya Lahan 8(1):59-66.

Masganti, Khairil Anwar, Maulia Aries Susanti. 2017. Potensi dan Pemanfaatan Lahan Gambut Dangkal Untuk Pertanian. Jurnal Sumberdaya Lahan 11(1):43-52.

Misran. 2013. Studi Komposit Potensi Jagung pada Lahan Sawah Tadah Hujan Setelah Pertanaman Padi. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan 13(2):103-107. Mumpung, Yuliasie., dan Apondy Berry

Samiputra. 2017. Pengaruh Waktu Pemberian dan Dosis Amelioran Abu Janjang Kelapa Sawit Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai (Glycine max (L). Merrill) di Tanah Gambut Palangka Raya. Jurna Agrisilvika 1(1):14-21.

Noor, Muhammad. Masganti, dan Fahmuddin Agus. 2016. Pembentukan dan Karakteristik Gambut Tropika Indonesia

dalam: Agus, Fahmudin. Et al. (Ed). Lahan Gambut Indonesia Pembentukan, Karakteristik, dan Potensi Mendukung Ketahanan Pangan (Edisi Revisi). IAARD Press. Jakarta : Badan Litbang Pertanian.

Nsiah, S. Adjei dan Christian Boaheng Obeng. 2013. Effect of Oil Palm Buch Ash

(15)

|

11

Applicationon Soil and Palnt Nutrient Composting and Growth and Yield of Garden Eggs, Pepper and Okra.

International Journal of Plant and Soil Science 2(1):1-15.

Nugroho, Agus Dwi. et al. 2007. Pelaksanaan Program Upaya Khusus (UPSUS) Swasembada Pangan di Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat 3(1):1-17Polat, Ersin., Mehmet k., Halil D., dan A. Naci Onus. 2004. Use of Natural Zeolite (Clinoptilolite) in Agriculture. Jaornal of Fruit and Ornamental Plant Research Vol.12:183-189.

Nurhayati, Suhendri Saputra, Aris Dwi P, Ida Nur Istina, dan Ali Jamil. 2014. Pengelolaan Kesuburan Tanah, Produktivitas, dan Keuntungan Sistem Tumpang Sari (Kelapa Sawit dan Nenas) di Lahan Gambut Prov. Riau. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Berkelanjutan Lahan Gambut Terdegradasi untuk Mitigasi Emisi GRK dan Peningkatan Nilai Ekonomi. Jakarta, 18-19 Agustus 2014. Radjagukguk, Bostang. 2000. Perubahan

Sifat-sifat Fisik dan Kimia Tanah Gambut Akibat Reklamasi Lahan Gambut untuk Pertanian. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 2(1):1-15

Ratmini, Sri NP. 2012. Karakteristik dan pengelolaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian. Jurnal Lahan Suboptimal 1(2):197-206

Ridho, Muhammad Fikri., Sarifuddin, dan Alida Lubis. 2014. Pemberian Amelioran Terhadap Status Hara, Pertumbuhan dan Produksi Padi di Lahan Gambut Dataran Tinggi. Jurnal Online Agroekoteknologi 2(4):1648-1653. Ryadi, Rachmad.,Sampoerno, dan Al Ikhsan

Amri. 2015. Uji Penggunaan Jenis abu Terhadap Pertumbuhan Kelapa Sawit (Elaeis guineensi Jacq.). JOM Faperta 3(1)

Sasli, Iwan. 2011. Karakterisasi Gambut dengan Berbagai Bahan amelioran dan Pengaruhnya Terhadap Sifat Fisik dan Kimia Guna Mendukung Produktivitas Lahan Gambut. Agrivor 4(1):42-50. Suarni, dan Muh. Yasin. 2011. Jagung Sebagai

Sumber Pangan Fungsional. Jurnal Iptek Tanaman Pangan 6(1):41-56.

Suswati, Denah., Bambang Hendro S, Dja’far Shiddieq, dan Didik Indradewa. 2010. Identifikasi Sifat Fisik Lahan Gambut Rasau Jaya III Kabupaten Kubu Raya

untuk pengembangan Jagung. Jurnal Perkebunan dan Lahan Tropika Vol 1: 31-40.

Suwardi. 2009. Teknik Aplikasi Zeolit di Bidang Pertanian Sebagai Bahan Pembenah Tanah. Jurnal Zeolit Indonesia 8(1):33-38.

Wahyuni., Indratin, E. Sulaeman, dan A.N. Ardiwinata. 2016. Pelapisan Urea dengan Arang Aktif yang Diperkaya Mikroba Dapat Mempercepat Penurunan Konsentrasi Residu Insektisida Heptaklor di Lahan Sawah. Jurnal Informatika Pertanian 25(2):155-162.Zendelska, Afrodita., dan Mirjana Golomeova. International Journal of Science, Engineering and Technology 2(5):483-492.

Widyanto, Hery., Nurhayati, Ida Nur Istina, dan Ali Jamil. 2013. Pemanfaatan Tanaman Sela Perkebunan Kelapa Sawit Muda dengan Pemberian Amelioran untuk Meningkatkan Produktivitas Lahan dan Menekan Laju Emisi Gas CO2. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi. Medan, 6-7 Juni 2012.

(16)

|

12

PENGARUH APLIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA

TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KARET ASAL OKULASI

DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Dahono

1

, Nasir Nasril

2

, Irwan Muas

3

,

Yayu Zurriyati

1

dan Sahrul Hadi

Nasution

4

1) Peneliti pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau 2) Peneliti pada Universitas Andalas Padang, Sumatera Barat. 3) Peneliti pada Balai Penelitian Buah Tropika Solok, Sumatera Barat 4) Peneliti pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau

ABSTRAK

Bibit karet asal okulasi yang ditanam petani selama ini memiliki pertumbuhan yang lambat, penampilan yang kurang baik dan kualitas bibit yang rendah sehingga diperlukan suatu inovasi yang untuk memecahkan permasalahan tersebut. Salah satu inovasi yang akan dilakukan adalah penggunaan fungi Mikoriza arbuskula, Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan takaran mikoriza yang tepat dalam meningkatkan pertumbuhan bibit karet asal okulasi di Provinsi Kepulauan Riau. Penelititan dilaksanakan di Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) 5 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakukan tersebut adalah tanpa mikoriza , 2,5 g mikoriza, 5,0 g mikroiza, 7,5 g mikorizadan 10 g mikoriza. Data yang diamati adalah data tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, lebar daun, dan panjang daun. Untuk mengetahui dampak perlakuan, digunakan Analisis Sidik Ragam (one way ANOVA) dan Uji Jarak Berganda Duncan (DNMRT) 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa takaran Fungi Micoriza arbuskula berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, diameter batang dan jumlah daun, takaran sebanyak 5-10 g/tanaman dapat meningkatkan tinggi tanaman sebanyak 63,13%-75,54%, jumlah daun 52%-71,22 %, panjang daun 9,53%-24,52% dan lebar daun 24,79 %-29,30%, dan diameter batang sebanyak 10% -14%. Sehingga dapat direkomendasikan untuk pembibitan tanaman karet yang asal okulasi.

Kata Kunci: Fungi, Mikoriza arbuskula, karet, dan okulasi

ABSTRACT

Rubber seedlings in Riau Islands Province has been brought from outside of province such as; North Sumatra, Jambi and Palembang. The weakness of these imported rubber seeds is that during transport, they encounter much friction and have had an impact with hard objects thus the low quality of the seeds. To anticipate these weaknesses, there needs to be breeders within the province of the Riau Islands. The purpose of this research was to discover the appropriate amount of mycorrhizal dose to increase the growth of rubber seed in Riau Islands Province. This research was conducted in the Bintan regency, by using a randomized block design; 5 treatments and 5 replications. Treatments were as follows: without mycorrhizae, 2.5 g of mycorrhizae, 5.0 g of mycorrhizae, 7.5g of mycorrhizae and 10g of mycorrhizae. The elements observed were plant height, stem diameter, the amount, width and length of the leaf. DNMRT 95% and one way ANOVA were used to analyze the effect of treatment. The result of this research indicated that 5-10g of mycorrhizae per plant could increase plant height, stem diameter, the amount, width and length of the leaf. So it can be concluded that the dose can be recommended for breeding rubber derived from sprouts.

(17)

|

13

PENDAHULUAN

Indonesia berpotensi mengembangkan ekspor olahan karet ke negara tetangga paling dekat, yaitu Singapura dan Malaysia. Disamping dekat dengan negara tetangga, juga masih banyak lahan yang terbuka luas dan berpotensi untuk pengembangan tanaman karet.

Tanaman Karet di Kepulauan Riau merupakan komoditas unggul daerah, sebagian tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yaitu mengembangkan potensi ekonomi lokal dengan keberpihakan kepada rakyat kecil (Bappeda Provinsi Kepulauan Riau, 2014). Potensi pengembangan karet di Provinsi Kepulauan Riau adalah 71.588 ha yang akan dikembangkan di Kabupaten Bintan, Batam, Karimun, Natuna, Anambas dan Lingga dengan luas 41.605 ha (Dinas Pertanian Kehutanan dan Peternakan, 2008), dan diproyeksikan membutuhkan bibit karet sebanyak + 2 juta bibit.

Inovasi teknologi untuk mendapatkan bibit berkualitas tinggi antara lain dapat dilakukan dengan inokulasi fungi Mikoriza arbuskula (FMA), yang sering disebut pupuk hayati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi mikoriza juga mampu mengurangi masa pemeliharaan bibit pisang dan kelapa sawit sampai 30%, dibandingkan tanpa pemberian mikoriza, sehingga pemberian mikoriza dapat menghemat biaya pemeliharaan antara 20-40% (Suswati et al., 2009, Nasir et al., 2010). Pemberian mikoriza akan memenuhi kebutuhan awal hara tanaman dengan segera, yang sangat diperlukan dalam proses pertumbuhan tanaman selanjutnya. Pemberian mikoriza dengan dosis 15 gram memberikan hasil terbaik pada tinggi tanaman, biomasa akar dan kandungan P tanah (Harlis et al., 2008). Hal ini dimungkinkan karena kemampuan mikoriza dalam menyerap hara dan air (Abbot et al

1981, Abbot et al 1992). Suherman (2008) melaporkan dalam penelitiannya bahwa adanya

pengaruh interaksi antara FMA dengan pupuk NPK terutama pada jumlah daun umur 2 minggu setelah tanam (mst). Aplikasi FMA 7.5 g/tan dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman pada umur 12 mst. Kombinasi Oxyfluorfen dosis bahan aktif 0,63 dan 0,83 kg/ha dengan pemberian FMA dengan dosis 10 g/kg tanah tidak berpengaruh bagi perkembangan populasi, FMA, dan menghasilkan biomassa daun segar tanaman Artemisia tertinggi (3,07 kg/tanaman) pada umur 4 BST, tanpa mengurangi kadar artemisinin. Kombinasi perlakuan oxyfluorfen dosis bahan aktif 0,63 dan 0,83 kg /ha dengan FMA 15 g/kg tanah menghasilkan kadar artemisinin tertinggi (0,48 dan 0,58%), relatif sama dengan yang disiang manual (0,58%) sehingga bibit dapat memenuhi persyaratan pindah ke lapangan lebih cepat dengan kondisi terbaik (Nasir et al., 2010). Pada penelitian ini, pupuk hayati yang akan digunakan adalah produk Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika Solok yang diberi nama Bioriza yang telah mampu meningkatkan kualitas dan kesehatan bibit kelapa sawit, pisang, manggis dan pepaya (Muas, 2003; Muas, 2005; Muas dan Jumjunidang, 2012).

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan takaran mikoriza yang tepat dalam meningkatkan pertumbuhan bibit karet asal okulasi di Provinsi Kepulauan Riau.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di lahan petani desa Toapaya Utara, Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau mulai bulan Mei-Desember 2015, menggunakan rancangan acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan tersebut adalah: 1). tanpa mikoriza , 2). 2,5 g mikoriza, 3). 5,0 g mikroiza, 4). 7,5 g mikorizadan, dan 5). 10 g mikoriza. Kegiatan diawali dengan pengambilan sampel tanah dengan cara mencampur tanah yang akan digunakan sebagai media tanam, tanah diambil secara

(18)

|

14

acak kemudian dicampur dan dikompositkan,

diaduk merata dalam wadah, dan diambil ± 1 kg, untuk digunakan sebagai analisis di laboratorium. Setelah tanah untuk media tanam dianalisis dan tanah dicampur dengan pupuk kandang sebanyak 0,2 kg/polibag, kapur 0,001 kg/polibag dan pupuk anorganik (NPK) 0,00025 kg/polybag, ukuran polybag 5x8 cm dan dimasukkan ke dalam polibag, pemberian mikoriza dilakukan sebelum dilakukan penanaman, media yang akan digunakan untuk kegiatan pengkajian terlebih dahulu di aplikasikan dengan Micoriza Abuskula sebagai perlakuan. Mikoriza diaplikasi (sesuai perlakuan) ke dalam polybag sedalam 2 cm. Masing-masing perlakuan membutuhkan 50 buah bibit karet setelah okulasi, jadi total bibit karet sebanyak 1.250 bibit karet setelah okulasi.

Parameter yang diamati adalah data tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, lebar daun dan panjang daun. Untuk mengetahui dampak perlakuan, digunakan analisis sidik ragam (one way ANOVA) dan uji jarak berganda Duncan (DNMRT) 95%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Tanah sebelum kegiatan

Hasil analisis tanah sebelum pelaksanaan kegiatan menunjukkan bahwa tanah di lokasi kajian mempunyai pH sangat masam, C organic rendah C/N dan P2O5 sedang, N total rendah, K rendah, Al, dan Na sangat rendah (Tabel 1). Dari data analisis tanah tersebut mengindikasikan bahwa tanah yang akan dijadikan media tumbuh bibit karet hasil okulasi memiliki derajat kesuburan rendah. Tingginya keasaman tanah menyebabkan unsur hara P dan K menjadi tidak tersedia. Salah satu usaha yang dilakukan agar lahan menjadi produktif adalah pemberian kapur dolomit karena dengan pemberian kapur dolomit menyebabkan unsur P dan K menjadi tersedia (Soepardi, 1983) dalam Wijaya (2011).

Tabel 1. Hasil analisis tanah lahan pengkajian sebelum dilakukan kegiatan

Uraian Kandungan Klasifikasi

pH (H2O) 3,69 Rendah C organic (%) 1,894 Rendah N (%0 0,15 Rendah C/N 12,63 Sedang P2O5 (ppm) 12,3 Sedang K (me/100 g) 0,39 Rendah Ca (me/100 g) 7,31 Sedang Mg (me/100 g) 0,62 Rendah KTK 12,62

AL-dd (me/100 g) 0,10 Rendah H+ (me/100 g) 0,05 Rendah Sumber : Laboratorium Balitbu Solok

Pengamatan Pertumbuhan Tanaman Tunas bibit tanaman karet okulasi baru muncul pada umur 2 bulan setelah aplikasi FMA sehingga pengamatan pertumbuhan tanaman, diameter batang, jumlah daun, lebar dan panjang daun, baru dapat dilaksanakan pada umur 2 bulan setelah muncul tunas. Pada Gambar 1 Menunjukkan bahwa keragaan tanaman karet pada umur 4 bulan setelah applikasi dan keragaan tanaman karet berdasarkan takaran FMA.

Gambar 1. Keragaan Bibit karet asal okulasi pada umur 4 bulan setelah aplikasi Mikoriza arbuskula(atas),

Keragaan bibit karet berdasarkan takaran penggunaan Mikoriza arbuskula (bawah).

(19)

|

15

Tinggi Tanaman

Hasil analisis sidik ragam terhadap pertumbuhan tinggi tanaman karet melalui bibit okulasi pada umur 4 bulan setelah aplikasi (BSA) memperlihatkan perbedaan yang nyata, tanaman tertinggi pada takaran mikoriza sebanyak 10 g/tanaman dan terendah pada tanaman tanpa mikoriza. Penggunaan mikoriza

terlihat sangat jelas pengaruhnya terhadap tinggi tanaman pada umur 5 BSA dan 6 BSA (Tabel 2), semakin tinggi takaran mikoriza semakin meningkat pertumbuhan tanaman hal ini seuai dengan hasil penelitian Nasarudin (2012) bahwa semakin tinggi dosis penggunaan mikoriza semakin tinggi pertumbuhan tanaman.

Tabel 2. Rata-rata tinggi tanaman karet okulasi dengan aplikasi fungi mikoriza arbuskula

Perlakukan Umur 4 BSA Umur 5

BSA Umur 6 BSA

Kontrol 2,5 g mikoriza 5,0 g mikroiza 7,5 g mikoriza 10 g mikoriza 13.58 c 15.85 bc 18.86 b 18.80 bc 24.38 a 28.64 b 37.46 a 34.50 a 35.22 a 35.52 a 29.84 b 48.68 a 50.40 a 50.98 a 52.38 a 21.51 7.88 8.44

Angka yang terletak pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Tukey 5% Diamater Batang

Pengamatan diameter batang dilakukan pada batang tunas okulasi, semakin besar diameter semakin kokoh pertumbuhannya. Hasil pengamatan diameter batang tanaman karet dengan beberapa takaran FMA memperlihatkan perbedaan yang nyata (Tabel 3). Penggunaan mikoriza sebanyak 5 g/tanaman mendapatkan diameter terbesar, namun tidak berbeda nyata dengan takaran yang lain kecuali

tanpa penggunaan mikoriza. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan mikroriza dapat meningkatkan diameter batang mulai dari umur 4 BSA sampai dengan umur 5 dan 6 BSA. Diameter batang sangat mempengaruhi kekokohan tanaman dan kualitas benih yang tinggi sehingga apabila dipindahkan kelapangan tingkat keberhasilannya lebih besar.

Tabel 3. Rata-rata diameter batang benih karet pada bibit okulasi dengan aplikasi FMA

Perlakukan Umur 4 BSA Umur 5 BSA Umur 6 BSA

Kontrol 2,5 g mikoriza 5,0 g mikroiza 7,5 g mikoriza 10 g mikoriza 0.57 b a a a a 0.33 b ab a a 0.45 a 0.50 b 0.58 a ab a a Kk 9.57 12.84 6.67

Angka yang terletak pada kolom yang sama tidak berbedanyata pada uji Tukey 5% Jumlah Daun

Hasil Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa takaran FMA mempengaruhi jumlah daun pada pengamatan umur 4 dan 6 BSA, dan tidak berbeda nyata pada umur 5 BSA. Jumlah daun terbanyak pada umur 4 BSA terdapat pada takaran 10 g mikoriza /tanaman dan terndah pada perlakuan tanpa mikoriza. Pada Tabel 4 terlihat bahwa semakin tinggi takaran mikoriza

semakin banyak jumlah daun yang terbentuk. Karena mikoriza dapat bersimbiosis dengan akar tanaman dan mampu meningkatkan serapan hara N, P dan K, serta mampu meningkatkan laju pertumbuhan vegetatif dan produksi tanaman (Nasaruddin, 2012), ini berbeda dengan hasil penelitian Ilham (2008) bahwa takaran FMA jenis multi spora dengan dosis 0 g, 2,5 g, 5 g, 7,5 g, 10 g menunjukan keadaan

(20)

|

16

yang sama dilihat dari terhadap jumlah helaian

daun. Jumlah daun memepengaruhi tingkat fotosintesis tanaman, semakin banyak jumlah daun semakin sempurna proses fotosintesis

tanaman dan semakin meningkatkan pertumbuhan dari bibit tanaman.

Tabel 4. Rata-rata jumlah bibit okulasi dengan aplikasi FMA

Perlakukan Umur 4 BSA Umur 5 BSA Umur 6 BSA

Kontrol 2,5 g mikoriza 5,0 g mikroiza 7,5 g mikoriza 10 g mikoriza 10.30 c 14.92 bc 16.70 ab 20.10 ab 24.38 a 28.28 a 31.70 a 31.82 a 31.80 a 30.90 a 27.80 c 47.60 a 43.92 ab 42.28 b 44.00 ab KK 26.11 13.47 8.01

Angka yang terletak pada kolom yang sama tidak berbedanyata pada uji Tukey 5 %. Lebar Daun

Analisis ragam lebar daun menunjukkan bahwa perlakuan FMA tidak berpengaruh nyata, kecuali pengamatan umur 6 BSA. Rata daun terlebar umur 6 BSA pada takaran 10 g/tanaman, semakin tinggi takaran mikoriza, semakin lebar daun tanaman karet. Daun

tanaman berfungsi sebagai tempat terjadinya proses fotosintesis, semakin lebar daun semakin besar ruang terjadinya proses fotosintesis sehingga dapat menghasilkan pertumbuhan tanaman yang optimal, serta menghasilkan tanaman yang lebih sehat.

Tabel 5. Rata-rata lebar daun bibit okulasi dengan aplikasi FMA

Perlakukan Umur 4 BSA Umur 5 BSA Umur 6 BSA

Kontrol 2,5 g mikoriza 5,0 g mikroiza 7,5 g mikoriza 10 g mikoriza 4.90 a 3.82 a 4.60 a 3.96 a 3.58 a 4.70 a 4.76 a 5.38 a 4.68 a 4.72 a 4.84 b 6.14 a 6.04 a 6.14 a 6.26 a KK 26.11 18.09 10.70

Angka yang terletak pada kolom yang sama tidak berbedanyata pada uji Tukey 5%. Panjang Daun

Hasil pengamatan tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata kecuali pada pengamatan umur 4 BSA. Pada Tabel 6 terlihat bahwa respon mikoriza terhadap panjang daun hanya pada umur 4 BSA, sementara pada umur 5 dan 6 BSA

sudah tidak ada lagi pengaruh mikoriza terhadap tanaman. Hal ini seiring dengan dengan hasil penelitian Ilham (2008) bahwa takaran FMA menunjukan keadaan yang sama dilihat dari panjang daun terpanjang.

Tabel 6. Rata-rata panjang daun bibit okulasi dengan aplikasi FMA

Perlakukan Umur 4 BSA Umur 5 BSA Umur 6 BSA

Kontrol 2,5 g mikoriza 5,0 g mikroiza 7,5 g mikoriza 10 g mikoriza 11.42 b 13.90 a 14.56 a 14.70 a 13.86 a 14.24 a 17.70 a 15.00 a 15.58 a 15.16 a 14.26 a 17.70 a 15.62 a 16.40 a 16.76 a KK 7.26 15.18 16.62

(21)

|

17

KESIMPULAN

FMA berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, diameter batang dan jumlah daun, takaran sebanyak 5-10 g/tanaman dapat meningkatkan tinggi tanaman sebanyak 63,13-75,54%, jumlah daun 52-71,22%, panjang daun 9,53-24,52% dan lebar daun 24,79-29,30%, dan diameter batang sebanyak 10-14%. Sehingga takaran tersebut dapat direkomendasikan untuk pembibitan tanaman karet yang berasal dari okulasi.

DAFTAR PUSTAKA

Abbott LK, Robson AD, 1981. Infectiveness of Vesicular Arbuscular Myccorhizal Fungi: Effect on Inoculums Type. Aust. J. of Agric. Res. Vol.32: 631- 639.

Abbott, L.K., A.D. Robson, and C. Gazey. 1992. Selection of Inoculants Vesicular Arbuscular Myccorhizal Fungi. J. of Methods in Microbiol Vol 24: 1 - 21. Dinas Pertanian, Kehutanan dan Peternakan,

2008. Laporan Dinas Pertanian, Kehutanan dan Peternakan, Provinsi Kpulauan Riau.

Hapte, M., and A. Manjunath. 1991. Categories of Vesicular Arbuscular Myccorhizal:Dependency of Host Species.J. of Myccorhiza Vol1.: 3 – 12. Harlis, P Murni dan A B Fitria.2008. Pengaruh

Jenis dan Dosis Cendawan Mikoriza Arbuskular terhadap Pertumbuhan Cabai (Capsicum annum) pada Tanah Ultisol.Biospesies Vol 1 No 2. Juni 2008: 59-62

Ilham H. 2008.Pengaruh Pemberian Beberapa Dosis Inokulan Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) terhadap Pertumbuhan Setek Teh (Camelia sinensis) di Pembibitan.Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang.

Muas, I. 2003. Perananan Cendawan Mikoriza Arbuskula terhadap Peningkatan Serapan Hara oleh Bibit Papaya. J. Hort. Vol 13, No. 2: 105 – 113.

Muas, I. 2005. Kebergantungan Dua Kultivar Papaya terhadap Cendawan Mikoriza Arbuskula. J. Hort. Vol 15, No. 2:102 – 108.

Muas, I., dan Jumjunidang. 2012. Aplikasi Fungi Mikoriza Arbuskula untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Menekan Serangan Penyakit Layu pada Tanaman Pisang, p.

41 – 48. Pros. Sem. Nas. Program dan strategi pengembangan buah nusantara. ISBN: 978-979- 1465-40-3. Balitbu Tropika. Solok.

Nasaruddin. 2012. Respon Pertumbuhan Bibit Kakao Terhadap Inokulasi Azoto Bacter dan Mikoriza. J.Agrivigor 11 (2) : 300-315. Mei-Agustus 2012 : ISSN 1412-2286

Nasir, N., S. Ariningsih, dan M. Dingga. 2010. Efek Pemberian Arbuskula Mikoriza terhadap Pertumbuhan Bibit Pisang Kultur Jaringan di Tanah Terinfeksi Patogen Layu Fusarium oxysporum f.sp

cubense VCG 01216. Laporan Penelitian, Jurusan Biologi Universitas Andalas Padang. 13 p.

Suherman C. 2008. Pertumbuhan Bibit Cengkeh (Eugenia aromatica O.K) Kultivar Zanzibar Yang Diberi Fungi Mikoriza Arbuskula dan Pupuk Majemuk NPK. Jurnal Agrivigor Vol. 8 No. 1 Desember 2008.Fakultas Pertanian Universitas Hasannudin Makassar.Mandiri

Suswati, T. Habazar, D. P. Putra, and N. Nasir.2009. Peningkatan Ketahanan Tanaman Pisang Kepok Menggunakan Mikoriza Arbuskular Indigenus terhadap Penyakit Darah Bakteri (Blood disease bacterium). J. Manggaro Vol.10, No. 14 : 32 – 40.

Wijaya Andy.2011. Pengaruh Pemupukan dan Pemberian Kapur Terhadap Pertumbuhan dan Daya Hasil Kacang Tanah. Skripsi. Fakultas Pertanian dan Hortikultura. Departemen Pertanian dan Hortikultura. Fakultas Pertanian Istitut Pertanian Bogor.

(22)

|

18

PENGARUH KOMPOS TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

DIPERKAYA ABU BOILER TERHADAP BEBERAPA SIFAT KIMIA

TANAH ULTISOL

Eliartati

Peneliti pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau

ABSTRAK

Tanah Ultisol banyak dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Peningkatan kandungan bahan organik tanah merupakan faktor penting dalam pemanfaatan tanah Ultisol. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kompos tankos yang diperkaya berbagai dosis abu boiler terhadap sifat kimia tanah Ultisol. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri dari: Kontrol, KA00 (kompos tankos diperkaya 0% abu boiler), KA05 (kompos tankos diperkaya 5% abu boiler), KA10 (kompos tankos diperkaya 10% abu boiler) dan KA20 (kompos tankos diperkaya 20% abu boiler). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kompos tankos diperkaya abu boiler dapat memperbaiki sifat kimia tanah Ultisol, yaitu pH tanah serta kandungan C organik, P tersedia, K-dd, Ca-dd dan Mg-dd tanah meningkat sejalan dengan peningkatan dosis abu boiler yang ditambahkan pada kompos tankos.

Kata Kunci: Kompos, Abu Boiler dan Ultisol.

ABSTRACT

Ultisol is widely used as agricultural land. Improvement of soil organic matter content is important factors in utilizing Ultisol. One of organic fertilizers that can be potentially used to increase Ultisol productivity is oil palm empty fresh fruit bunch (EFB) compost. This research was aimed to determine the effect of EFB compost enriched boiler ash chemical properties of Ultisol. The research was arranged in a randomized complete design consisting of 5 treatments and 4 replications. The treatments were namely : Control (untreatment), KA00 (EFB compost), KA05 (EFB compost enriched 5% boiler ash), KA10 (EFB compost enriched 10% boiler ash) and KA20 (EFB compost enriched 20% boiler ash). The results showed that aplication of EFB compost enriched boiler ash could improve the chemical properties of Ultisol, ie pH and C-organic, P-available, K-exchangeable, Ca- exchangeable and Mg- exchangeable. Their increased similar with increasing boiler ash dosage added to compost.

(23)

|

19

PENDAHULUAN

Tanah mempunyai peranan yang sangat penting bagi tanaman, karena selain sebagai tempat tumbuh juga berperan sebagai penyedia unsur hara bagi tanaman. Ketersediaan unsur hara dalam tanah sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman, serta sangat menentukan kemampuan tanaman dalam berproduksi.

Saat ini lahan pertanian terutama lahan untuk tanaman pangan dan hortikultura didominasi oleh lahan marginal dengan tingkat kesuburan yang rendah. Salah satunya adalah tanah Ultisol. Penyebaran tanah ini di Indonesia cukup luas meliputi Sumatera, Jawa Barat, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Irian Barat (Soepraptohardjo, 1978). Luas tanah Ultisol

mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia dengan sebaran luasan di Kalimantan 21.938.000 ha, Sumatera 9.469.000 ha, Maluku dan Papua 8.859.000 ha, Sulawesi 4.303.000 ha, Jawa 1.172.000 ha dan Nusa Tenggara 53.000 ha (Subagyo et al.

2004).

Tanah Ultisol dibentuk oleh proses pelapukan dan pembentukan tanah yang sangat insentif karena berlangsung dalam iklim tropika dan sub tropika yang bersuhu panas dan bercurah hujan tinggi. Vegetasi klimaks adalah hutan rimba. Dalam lingkungan seperti ini reaksi hidrolisis dan asidolisis serta pelindian (leaching) terpacu kuat (Notohadiprawiro, 1986). Hal ini menyebabkan pH rendah, kelarutan aluminium (Al) tinggi, kejenuhan basa rendah, kandungan fosfor (P) rendah, kandungan bahan organik rendah (Notohadiprawiro, 1986; Prasetyo dan Suriadikarta, 2006), kapasitas tukar kation (KT) rendah, kandungan N dan basa-basa rendah (Adiningsih dan Mulyadi, 1993). Selain itu tanah Ultisol memiliki daya simpan air yang terbatas serta bahan organik terdapat pada lapisan permukaan yang tipis dan merosot tajam ke arah bawah tubuh tanah (Notohadiprawiro, 1986).

Kandungan hara yang rendah pada tanah Ultisol menurut Prasetyo dan Suriadikarta (2006)

disebabkan oleh pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi. Pada tanah Ultisol yang mempunyai horizon kandik, kesuburan alaminya hanya bergantung pada bahan organik di lapisan atas. Dominasi kaolinit pada tanah ini tidak memberi kontribusi pada kapasitas tukar kation tanah, sehingga kapasitas tukar kation hanya bergantung pada kandungan bahan organik dan fraksi liat (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Keterbatasan kesuburan tanah Ultisol dapat diperbaiki dengan penambahan bahan organik (Sutarta et al., 2003).

Bahan organik berfungsi dalam meningkatkan kesuburan tanah, meningkatkan agregasi tanah, memperbaiki aerasi dan perkolasi, serta membuat struktur tanah menjadi lebih remah dan mudah diolah. Selain itu bahan organik tanah melalui fraksi-fraksinya mempunyai pengaruh nyata terhadap pergerakan dan pencucian hara. Asam fulvat berkorelasi positif dan nyata dengan kadar dan jumlah ion yang tercuci, sedangkan asam humat berkorelasi negatif dengan kadar dan jumlah ion yang tercuci (Subowo et al. 1990). Meningkatkan bahan organik tanah dengan sendirinya meningkatkan kadar N, S, dan P karena lebih dari 98% N, 60-95% S dan 25-60% P berada dalam kombinasi organik (Schroeder, 1984)

Pengaruh pemberian bahan organik ke dalam tanah sangat ditentukan oleh macam bahan organik, kuantitas, lama waktu inkubasi dan cara pemberiannya (White dan Ayoub, 1983). Macam bahan organik yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda terhadap perilaku fisika, kimia maupun biologi tanah. Penambahan bahan organik dengan C/N tinggi dapat mendorong pembiakan dan meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah (Hsech dan Hsech, 1990). Akan tetapi jika penambahan bahan organik dengan C/N rendah, maka kesuburan tanah lebih cepat meningkat, karena bahan organik tersebut lebih mudah didekomposisi, sehingga lebih cepat

(24)

|

20

menyediakan hara bagi tanaman dan

mengurangi immobilisasi hara (Stevenson, 1982).

Salah satu bahan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kandungan bahan organik tanah adalah kompos tandan kosong kelapa sawit (tankos). Tankos mudah diperoleh dan ketersediaanya melimpah di daerah-daerah yang mempunyai perkebunan kelapa sawit yang cukup luas. Tankos merupakan limbah yang dihasilkan dari pengolahan tandan buah segar. Selain tankos, juga dihasilkan serat dan cangkang (Abner et al., 2010). Darnoko dan Sutarta (2006) mengemukakan pabrik kelapa sawit (PKS) dengan kapasitas 60 ton/jam dapat mengolah tandan buah segar (TBS) hingga 1000 ton/hari. Dari pengolahan TBS akan dihasilkan limbah antara lain berupa 23% tankos; 6,5% cangkang dan 13% serat (Departemen Pertanian, 2006).

Pada perkebunan kelapa sawit, tankos ada yang dimanfaatkan langsung sebagai mulsa, dibakar dalam insinerator dan ada yang melakukan pengomposan. Kompos tankos memiliki beberapa sifat yang menguntungkan antara lain: 1) membantu kelarutan unsur-unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman, 2) bersifat homogen dan mengurangi resiko sebagai pembawa hama tanaman, 3) merupakan pupuk yang tidak mudah tercuci oleh air, 4) dapat diaplikasikan pada berbagai musim (Fauzi et al., 2002). Hasil penelitian Ermadani et al. (2011) menunjukan bahwa pemberian kompos tankos dapat meningkatkan pH tanah, kandungan C organik, N total, P tersedia, K-dd dan KTK tanah serta menurunkan kandungan Al-dd tanah

Cangkang dan serat kelapa sawit digunakan sebagai bahan bakar boiler (Borhan

et al., 2010). Pembakaran cangkang dan serat pada suhu tinggi (800-1000°C) akan menghasilkan abu yang dikenal dengan abu/kerak boiler (Altwair et al., 2011). Jumlah abu/kerak boiler yang dihasilkan +5% dari jumlah bahan yang dibakar, sehingga dari sekitar 10,31 juta ton limbah kelapa sawit, yang terdiri atas 2,06 juta ton cangkang dan 8,25 juta ton serat, diperkirakan menghasilkan +516 ribu

ton abu boiler (Borhan et al., 2010). Hasil analisis komposisi kimia yang dilakukan Eliartati

et al. (2014) menggunakan X-Ray Fluorescens

(XRF) menunjukkan bahwa abu boiler

mengandung SiO2 6,06%; Al2O3 2,20%; Fe2O3 2,09%; MnO 0,09%, CaO 8,61%; K2O 8,41%; P2O5 3,24%,Na2O 0,17%; MgO 6,9%; SO3 767 ppm, ZnO 31 ppm, CuO 316 ppm dan LOI 2,93%.

Berdasarkan komposisi kimianya, abu/kerak boiler dapat digunakan sebagai bahan sumber hara bagi tanaman. Akan tetapi pelepasan unsur hara yang terkandung di dalamnya sangat sulit secara alami, sehingga menjadi kendala dalam pemanfaatanny sebagai sumber hara. Salah satu upaya untuk mempercepat pelepasan hara tersebut adalah dengan cara mencampurkannya dengan kompos, karena kompos mengandung asam humat yang dapat mempercepat pelepasan unsur hara. Hasil penelitian Ahmad (2011) menunjukkan bahwa senyawa humat dapat meningkatkan pelepasan unsur hara dari batuan.

Penambahan abu boiler pada kompos tankos meningkatkan pH kompos, tetapi tidak berpengaruh terhadap kandungan unsur hara kompos (Eliartati et al., 2014). Untuk melihat pengaruh kompos tankos yang telah diperkaya dengan abu boiler pada sifat kimia tanah, maka perlu dilakukan penelitian.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kompos tankos yang diperkaya berbagai dosis abu boiler terhadap sifat kimia tanah Ultisol.

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di Laboratorum BPTP Riau, Pekanbaru dari bulan April sampai dengan September 2016.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah kompos tankos, abu boiler, tanah Ultisol dan bahan lainnya yang mendukung penelitian. Alat yang digunakan antara lain wadah plastik, shaker,

Gambar

Tabel 1. Kandungan sifat kimia limbah tandan kosong kelapa sawit
Tabel 2. Karakteristik fisik beberapa zeolite alam  No  Jenis  Zeolite  Porositas (%)  Kapasitas Tukar  Ion  (me/g)  Bulk  Density (g/cm3)  1
Tabel 4. Karakteristik kimia pada beberapa abu boiler
Tabel 6.  Keuntungan dan kekurangan berbagai bahan pembenah tanah alternatif  No  Jenis  Pembenah  Tanah  Keuntungan  kekurangan  1
+7

Referensi

Dokumen terkait

22 Saya puas dengan nilai yang diberikan guru karena guru menggunakan standar nilai sesuai dengan yang sudah dicantumkan dalam RPP.. SL SR JR

Peminjam pakai barang untuk selanjutnya disebut pemakai adalah Perangkat Daerah/ Unit Kerja yang telah mendapatkan izin penggunaan perangkat radio komunikasi bersandi

Bint al-Syati’ percaya bahwa sumpah al-Qur’an hanyalah salah satu dari beberapa retorika yang digunakan untuk menarik perhatian pada masalah yang sedang dihadapi dengan menggunakan

Pada skenario Embrio I, TBBR akan fokus menjual BBR jadi yang paling banyak dibutuhkan oleh pengrajin baik jenis maupun kualitasnya dimana BBR tersebut dibeli dalam bentuk bahan

Magnitud pekali korelasi yang positif sama ada di peringkat kategori mahupun secara keseluruhan menunjukkan bahawa tahap penggunaan SPB mempunyai perhubungan positif dengan tahap

Penonton tidak hanya di sajikan cerita dengan dramatik serta adegan yang kuat di film televisi “Jalan Pulang” namun diberikan pengalaman menonton yang berbeda dari segi visual

Di Saudi Arabia yang hukum perkawinannya masih Uncodified Law, maka hukum perkawinannya didasarkan pada kitab kitab fiqh madhab yang dianutnya, dalam hal ini Saudi Arabia hukum

Pertunjukan Nini Thowong merupakan salah satu kesenian yang ada di Desa Panjangrejo Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul.Pada awalnya warga sekitar mempunyai keyakinan bahwa