• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN APAR DAN FIRE HYDRANT SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI PT. BRIDGESTONE TIRE INDONESIA BEKASI, JAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGGUNAAN APAR DAN FIRE HYDRANT SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI PT. BRIDGESTONE TIRE INDONESIA BEKASI, JAWA BARAT"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN TUGAS AKHIR

PENGGUNAAN APAR DAN FIRE HYDRANT SEBAGAI

UPAYA PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI PT.

BRIDGESTONE TIRE INDONESIA

BEKASI, JAWA BARAT

Dhanis Woro Purbandari R.0009031

PROGRAM DIPLOMA III HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Surakarta 2012

(2)
(3)
(4)

commit to user ABSTRAK

PENGGUNAAN APAR DAN FIRE HYDRANT SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI PT. BRIDGESTONE

TIRE INDONESIA, BEKASI – JAWA BARAT

Dhanis Woro Purbandari*), Yeremia Rante Ada’**), Seviana Rinawati**)

Tujuan : Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penyediaan, pemasangan pemeliharaan dan pemeriksaan Apar dan Fire Hydrant di PT. Bridgestone Tire Indonesia sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran.

Metode : Metode deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran yang jelas dan tepat mengenai bagaimana penyediaan, pemeriksaan dan pemeliharaan yang dilakukan khususnya pada Apar dan Fire hydrant di PT. Bridgestone Tire Indonesia.

Hasil : Berdasarkan penelitian ini, maka didapat hasil bahwa tempat kerja di PT. Bridgestone Tire Indonesia berpotensi terjadinya peledakan dan kebakaran. Oleh karena itu perlu adanya alat pemadam kebakaran. Secara keseluruhan APAR yang terpasang di PT. Bridgestone Tire Indonesia berjumlah kurang lebihnya 900 unit yang terdiri dari Serbuk kimia kering (Drychemical powder), CO2dan Chemical

Foam dan Fire Hydrant berjumlah 131 unit. Sebagian besar menggunakan hydrant

gedung (hydrant box) dan hydrant halaman hanya ada 2 unit. APAR dilakukan pemeriksaan 2 kali dalam setahun yaitu pemeriksaan setiap 6 bulan dan pemeriksaan setiap 12 bulan. Pada Hydrant Box dan Hydrant Halaman pemeriksaannya juga dilakukan 2 kali per tahunnya.

Simpulan : Dari hasil magang yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa PT. Bridgestone Tire Indonesia telah melakukan pemasangan, pemeliharaan dan pemeriksaan Apar dan Hydrant dengan baik dan telah sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per. 04/ Men/ 1980 tentang Syarat-ayarat Pemasangan dan Pemeliharaan APAR dan Kepmenaker No.158 Tahun 1972 tentang Program Operasional, Serentak, Singkat, Padat untuk Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran.

Kata Kunci : APAR dan Fire Hydrant.

*) Program Studi Diploma III Hiperkes dan KK, FK, UNS. **) Program Studi Diploma IV Kesehatan Kerja, FK, UNS.

(5)

ABSTRACT

USED APAR AND FIRE HYDRANT FOR FIRE PREVENTION EFFORTS IN PT. BRIDGESTONE TIRE INDONESIA, BEKASI - WEST JAVA Dhanis Woro Purbandari*), YeremiaRante Ada’**), Seviana Rinawati**)

Objectives: The study was conducted to determine the supply, installation, maintenance, and inspection Apar and Fire Hydrant in PT. Bridgestone Tire Indonesia in an effort to prevent and control fires. Methods: The descriptive method is used to provide a clear and precise picture of how the provision, inspection, and maintenance are carried out especially in the Apar and Fire hydrant at PT. Bridgestone Tire Indonesia.

Results: Based on this study, then we got the result that in the PT. Bridgestone Tire Indonesia has the potential explosion and fire. Hence the need for fire extinguishers. Overall APAR is installed on the PT. Bridgestone Tire Indonesia amounted to approximately 900 units consisting of Dry Chemical Powder, CO2 and Chemical Foam and Fire Hydrant amounted to 131 units. Most of the buildings using the Hydrant (Hydrant Box) and Hydrant Pages there are only 2 units. APAR examination two times a year is every 6-month examination and inspection every 12 months. Hydrant Box and Hydrant Pages examination was also conducted two times per year

Conclusion: From the intern who has done it can be concluded that the PT. Bridgestone Tire Indonesia has been doing the installation, maintenance, and inspection Apar and Hydrant very well and are in accordance with the Regulation of Minister of Manpower and Transmigration No. Per. 04 / Men / 1980 on the Terms of Installation and Maintenance APAR and Decree No.158 of 1972 on the Operational Programmed, Unison, Short, Compact for the Prevention and Fire Fighting.

Keywords: APAR and the Fire Hydrant.

*) Study Programs of Diploma III and KK FK UNS **) Study Programs of Diploma IV Work Healty FK UNS

(6)

commit to user KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah, rahmat, karunia, kesehatan, kekuatan, kemudahan dan perlindungan-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir dengan judul “PENGGUNAAN APAR DAN FIRE HYDRANT SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI PT. BRIDGESTONE TIRE INDONESIA, BEKASI, JAWA BARAT” dengan tepat waktu.

Laporan tugas akhir ini disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan studi di Program D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Laporan ini merupakan hasil kegiatan selama magang di PT. Bridgestone Tire Indonesia selama 3 bulan terhitung sejak tanggal 6 Februari 2012 sampai 30 April 2012.

Dalam pelaksanaan magang dan penyusunan laporan ini penulis telah dibantu dan dibimbing oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankan penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Zainal Arifin Adnan, dr. Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Sumardiyono, SKM, M.Kes selaku Ketua Program Studi Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ibu Yeremia Rante Ada’, S.Sos, M.Kes selaku pembimbing I dalam penulisan laporan ini.

4. Ibu Seviana Rinawati, SKM selaku pembimbing II dalam penulisan laporan ini.

5. Bapak Tarwaka, PGDip.Sc, M.Erg selaku penguji.

6. Bapak, Ibu, dan Adik tercinta yang senantiasa memberikan dukungan baik dari segi moril maupun materiil.

7. Bapak Supriyadi bagian Diklat yang telah membantu dalam perizinan sehingga penulis dapat melaksanakan magang di PT. Bridgestone Tire Indonesia.

8. Bapak A. Buchori selaku Manager SHE Internal yang telah memberikan nasehat dan berbagi pengalaman hidupnya yang luar biasa.

9. Bapak TB. Hedi Saepudin selaku Kepala Seksi SHE Internal sekaligus sebagai Pembimbing Lapangan yang telah meluangkan waktu untuk memberikan nasihat masukan-masukan kepada penulis selama magang di PT. Bridgestone Tire Indonesia.

10. Seluruh Staff SHE Internal.

11. Teruntuk seseorang yang special Agus Triyono yang selalu memberikan motivasi.

12. Seluruh Dosen dan Staff Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah

(7)

commit to user

mengajarkan dan menambah wawasan tentang ilmu-ilmu K3 kepada penulis selama perkuliahan.

13. Teman-teman angkatan 2009 Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang bersama-sama berjuang untuk mencapai kelulusan.

14. Semua pihak yang telah memberikan doa, dukungan serta membantu kelancaran penulis dalam menyusun laporan ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih jauh dari sempurna. Penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sehingga dapat dijadikan masukan di waktu mendatang. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat dan menambah ilmu pengetahuan khususnya di bidang Hiperkes dan Keselamatan Kerja.

Surakarta, Juni 2012 Penulis,

(8)

commit to user DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PERUSAHAAN... iii

ABSTRAK... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Tugas Akhir... 4

D. Manfaat Tugas Akhir... 5

BAB II LANDASAN TEORI... 7

A. Tinjauan Pustaka ... 7

B. Kerangka Pemikiran ... 36

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

A. Metode Penelitian... 37

B. Lokasi Penelitian ... 37

C. Objek dan Ruang Lingkup Penelitian... 37

D. Sumber Data ... 38

E. Teknik Pengumpulan Data ... 38

F. Pelaksanaan ... 39

G. Analisis Data ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

A. Hasil Penelitian... 41

B. Pembahasan ... 56

BAB V SIMPULAN DAN SARAN... 61

A. Simpulan... 61

B. Saran... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 64 LAMPIRAN

(9)

commit to user DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran... 36 Gambar 2. APAR di PT. Bridgestone Tire Indonesia... 41 Gambar 3. Hydrant Box (Gedung) di PT. Bridgestone Tire Indonesia ... 46 Gambar 4. Hydrant Pillar (Halaman) di PT. Bridgestone Tire Indonesia.... 46 Gambar 5. Keadaan Bangunan di PT. Bridgestone Tire Indonesia ... 50 Gambar 6. Keadaan Jalan di Area Perusahaan……… 51 Gambar 7.Latihan Pemadam Kebakaran Menggunakan APAR Jenis Water 51 Gambar 8. Latihan Pemadam Kebakaran Menggunakan Fire Hydrant.……. 52 Gambar 9. Latihan Pemadam Kebakaran Menggunakan APAR Jenis Dry... 52

Chemical Powder... 52

(10)

commit to user DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Keterangan Magang Dhanis Woro Purbandari Lampiran 2 Struktur Team Pemadam Kebakaran

Lampiran 3 Jalur Evakuasi Lampiran 4 Check APAR Lampiran 5 Check Hydrant Lamipran 6 Check Shutter

Lampiran 7 Sistem Komunikasi Waktu Darurat

Lampiran 8 Mapping APAR di PT. Bridgestone Tire Indonesia Lampiran 9 Surat Keterangan Selasai Magang

(11)

commit to user BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sekarang ini kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi sudah sangat maju dan berkembang pesat, begitu juga dengan dunia industri di Indonesia turut serta merasakan manfaat dari hasil kemajuan teknologi di era globalisasi ini. Dunia industri menghadapi persaingan yang cukup ketat, sehingga tuntutan peningkatan kuantitas dan kualitas produksi harus diiringi adanya pemanfaatan sumber daya produksi secara efisien. Sebagai konsekuensinya, kalangan industri kini lebih menekankan peranan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

K3 menjadi salah satu bagian penting dalam industrialisasi dewasa ini. Efisiensi biaya dan peningkatan keuntungan semakin diperhatikan seiring dengan penekanan risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Terjadinya kecelakaan industri menyebabkan terhambatnya produksi yang akan berdampak pada penurunan produksi serta kerugian perbaikan maupun pengobatan. Oleh karena itu K3 harus dikelola sebagaimana pengelolaan produksi dan keuangan serta fungsi penting perusahaan yang lainnya. Salah satu jenis kecelakaan yang sering dijumpai dan menimbulkan kerugian yang sangat besar adalah kebakaran (Disnaker, 2008).

Masalah kebakaran menjadi persoalan besar dan juga bisa dikatakan telah menjadi salah satu ancaman yang menakutkan bagi kehidupan umat manusia.

(12)

Kebakaran adalah terjadinya api yang tidak dikehendaki. Bagi tenaga kerja, kebakaran perusahaan dapat merupakan penderitaan dan malapetaka khususnya terhadap mereka yang tertimpa kecelakaan dan dapat berakibat cacat fisik, trauma, bahkan kehilangan pekerjaan. Sedangkan bagi perusahaan sendiri akan dapat menimbulkan banyak kerugian, seperti rusaknya dokumen, musnahnya properti serta terhentinya proses produksi. Kebakaran merupakan salah satu kecelakaan yang paling sering terjadi. Selain menimbulkan korban jiwa dan kerugian material, kebakaran juga dapat merusak lingkungan serta gangguan kesehatan yang diakibatkan dari asap kebakaran tersebut (Suma’mur, 1996).

Oleh karena itu untuk meminimalisasi terjadinya kebakaran maka perlu penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan kecelakaan termasuk kebakaran. Pencegahan dan penanggulangan kebakaran adalah semua tindakan yang berhubungan dengan pencegahan, pengamatan dan pemadaman kebakaran dan meliputi perlindungan jiwa dan keselamatan manusia serta perlindungan harta kekayaan (Suma’mur, 1996).

Salah satu cara sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran adalah dengan menyediakan APAR dan Fire Hydrant. APAR merupakan salah satu alat pemadam kebakaran yang sangat efektif untuk memadamkan api yang masih kecil untuk mencegah semakin besarnya api tersebut (Gempur Santoso, 2004).

(13)

Untuk mempermudah penggunaan dan menjaga kualitas APAR tersebut perlu dilakukan pemasangan dan pemeliharaan yang sesuai dengan Undang-Undang tentang syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan APAR. Sedangkan hydrant adalah suatu sistem pemadam kebakaran tetap yang menggunakan media pemadam air bertekanan, yang dialirkan melalui pipa-pipa dan selang kebakaran (Depnaker, 1995).

PT. Bridgestone Tire Indonesia adalah sebuah perusahaan patungan swasta. Swasta Indonesia dengan swasta Jepang yang merupakan salah satu perusahaan manufaktur penghasil ban terbesar di Indonesia. Untuk menunjang produksinya PT. Bridgestone Tire Indonesia menggunakan bahan karet, spirtus, gasoline dan bahan bahaya lainnya, serta aktivitas-aktivitas penunjang produksi yang berpotensi menyebabkan kebakaran. Oleh karena itu diperlukan suatu pengendalian untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya kebakaran. Salah satu upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran tersebut adalah dengan menyediakan APAR (Alat Pemadam Api Ringan) dan Fire Hydrant untuk mencegah menyebarluasnya api jika terhadi kebakaran. Dalam penyediaan APAR (Alat Pemadam Api Ringan) dan hydrant harus disesuaikan dengan luas tempat serta potensi bahaya kebakaran yang mungkin terjadi.

Berdasarkan deskripsi diatas, maka penulis ingin mengetahui lebih lanjut tentang bagaimana penyediaan, pemasangan, pemeliharaan dan pemeriksaan APAR (Alat Pemadam Api Ringan) dan Fire Hydrant Sebagai Upaya dalam Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran di PT. Bridgestone Tire Indonesia. Sehingga penulis tertarik untuk menganalisis mengenai

(14)

Penggunaan APAR dan fire hydrant sebagai upaya penanggulangan kebakaran di PT. Bridgestone Tire Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diperoleh perumusan masalah, bagaimana penggunaan APAR (Alat Pemadam Api Ringan) dan Fire Hydrant Sebagai Upaya dalam Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran di PT. Bridgestone Tire indonesia?

C. Tujuan

Tujuan penulisan laporan tugas akhir di PT. Bridgestone Tire Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan penyediaan APAR (Alat Pemadam Api Ringan) dan Fire

Hidrant di PT. Bridgestone Tire Indonesia.

2. Mendeskripsikan pemasangan APAR (Alat Pemadam Api Ringan) dan

Fire Hidrant di PT. Bridgestone Tire Indonesia.

3. Mendeskripsikan pemeliharaan dan pemeriksaan APAR (Alat Pemadam Api Ringan) dan Fire Hidrant di PT. Bridgestone Tire Indonesia.

4. Mendeskripsikan upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran di PT. Bridgestone Tire Indonesia.

(15)

D. Manfaat

Hasil penulisan laporan tugas akhir ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk berbagai pihak, yaitu :

1. Bagi Perusahaan

a. Perusahaan dapat memperoleh masukan atau evaluasi untuk bahan pertimbangan dalam melakukan penyediaan APAR dan Fire Hydrant yang telah diterapkan di perusahaan.

b. Meningkatkan upaya peningkatan keselamatan kerja saat terjadi kebakaran di lingkungan perusahaan.

2. Bagi Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja

a. Sebagai sarana dalam rangka mengembangkan ilmu K3 bagi mahasiswa melalui tambahan referensi di perpustakaan, meningkatkan kualitas mahasiswa dalam penerapan ilmu K3 di perusahaan dalam bidang alat pemadam kebakaran khususnya tentang APAR (Alat Pemadam Api Ringan) dan Fire Hydrant.

b. Sebagai sarana untuk membina hubungan kerja sama antara perusahaan dengan Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Bagi Mahasiswa

a. Mahasiswa dapat lebih memperdalam dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan wawasan mengenai sarana pemadam kebakaran khususnya APAR dan Fire Hydrant dalam upaya pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran.

(16)

b. Mahasiswa dapat menyesuaikan antara disiplin ilmu yang didapat dari bangku kuliah dengan keadaan di lapangan yang sebenarnya.

c. Mahasiswa memperoleh pengalaman langsung untuk mengaplikasikan dan mengembangkan diri dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki dalam obyek kerja.

(17)

commit to user BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Perusahaan

Berdasarkan Undang-undang No 3 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, pengertian perusahaan adalah :

a. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan,milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain

b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

2. Tempat Kerja

Berdasarkan Kepmenaker RI. No: Kep-186/MEN/1999 tentang unit penanggulangan kebakaran di tempat kerja, dalam peraturan ini yang dimaksud tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya. Sedangkan berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, diperinci dalam pasal 2, yang termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang

(18)

merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut.

3. Bahaya

Bahaya adalah sesuatu yang mungkin mendatangkan kecelakaan (bencana, kesengsaraan, kerugian dan sebagainya).

a. Potensi Bahaya

Potensi bahaya adalah suatu keadaan yang memungkinkan atau berpotensi terhadap terjadinya kejadian kecelakaan berupa cedera, penyakit, kematian, kerusakan atau kemampuan melaksanakan fungsi operasional yang telah ditetapkan (Tarwaka, 2008).

b. Faktor Bahaya

Di tempat kerja, potensi sebagai sumber risiko khususnya terhadap keselamatan atau kesehatan di perusahaan akan selalu dijumpai, antara lain berupa faktor-faktor berikut ini :

1) Faktor teknis yaitu berasal atau terdapat pada peralatan kerja yang digunakan atau pekerja itu sendiri.

2) Faktor lingkungan yaitu berasal dari atau berada di dalam lingkungan, yang berasal dari proses produksi, bahan baku dan hasil akhir.

3) Faktor manusia, apabila manusia yang melakukan pekerjaan tidak dalam kondisi yang prima baik fisik maupun psikis.

(19)

4) Faktor fisik dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada tenaga kerja yang terpapar, seperti :kebisingan, pencahayaan, radiasi, vibrasi, suhu ekstrim dan getaran.

5) Faktor kimia berasal dari bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi, antara lain : toksisitas, gas, asap, uap, dan logam berat.

6) Faktor biologik dapat perasal dari kuman-kuman, tumbuhan, hewan, bakteri dan virus.

7) Faktor fisiologis dikarenakan penerapan ergonomi yang tidak baik atau tidak sesuai dengan norma-norma ergonomi yang berlaku, seperti sikap dan cara kerja yang tidak sesuai, pengaturan kerja yang tidak tepat, beban kerja yang tidak sesuai dan ketidak serasian antara manusia dan mesin.

8) Berasal dari proses produksi yaitu berasal dari kegiatan yang dilakukan dalam proses produksi, yang sangat tergantung dari bahan dan peralatan yang dipakai, serta jenis kegiatan yang dilakukan.

9) Kebakaran, peledakan, kebocoran. c. Penyakit Akibat Kerja

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang timbul akibat dari pekerjaan yang kita lakukan bukan dari penyakit yang dibawa dari rumah atau dari tempat selain pekerjaan.

(20)

Upaya Kesehatan Kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal (UU Kesehatan Tahun 1992 Pasal 23). WHO membedakan empat kategori Penyakit Akibat Kerja:

1. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya

Pneumoconiosis.

2. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya

Karsinoma Bronkhogenik.

3. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-faktor penyebab lainnya, misalnya Bronkhitis

khronis.

4. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya, misalnya asma.

4. Dasar Perundangan

a. Kepmenaker No. Kep 186/ MEN/ 1999

Kepmenaker No. Kep 186/ MEN/ 1999 mengatur tentang Unit Penanggulangan kebakaran di tempat kerja yang menyatakan bahwa untuk menanggulangi kebakaran di tempat kerja, diperlukan adanya peralatan proteksi kebakaran yang memadai, petugas penanggulangan kebakaran yang ditunjuk khusus untuk itu, serta dilaksanakannya prosedur penanggulangan keadaan darurat.

(21)

b. Undang-Undang No. 1 Tahun 1970

Keselamatan kerja yang ada hubungannya dengan kebakaran telah diatur dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja pasal 3 ayat 1 mengenai syarat-syarat keselamatan kerja, disebutkan bahwa syarat-syarat keselamatan kerja adalah untuk mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.

c. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per. 04/ MEN/1980 mengatur tentang syarat-syarat pemasangan dan pemeliharaan alat pemadam api ringan yang menyatakan bahwa dalam rangka untuk mensiap-siagakan pemberantasan pada mula terjadinya kebakaran, maka setiap alat pemadam api ringan harus memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja.

d. SK Menaker R.I No. 158 Tahun 1972

SK Menaker R.I No. 158 Tahun 1972 berisi tentang program operasional serentak, singkat padat untuk pencegahan dan penanggulangan kebakaran. Kebakaran dapat merupakan pangkal bencana yang dapat mempengaruhi stabilitas politik dan ekonomi serta dapat merupakan ancaman dan hambatan terhadap jalannya. Pembangunan Nasional, oleh karena itu perlu diambil langkah-langkah yang efektif, baik secara preventif maupun secara represif untuk menanggulangi peristiwa kebakaran terutama di perusahaan-perusahaan/ tempat kerja.

(22)

e. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per. 02/ MEN/ 1983 tentang : Instalasi Alarm Kebakaran Otomatik.

f. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per. 04/ MEN/1988 tentang berlakunya SNI 225/1987 mengenai PUIL 1987 ditempat kerja.

g. Peraturan khusus K mengenai pabrik-pabrik dan tempat dimana bahan-bahan yang dapat meledak diolah atau dikerjakan.

h. Peraturan khusus E mengenai perusahaan-perusahaan, pabrik-pabrik dan bengkel-bengkel dimana bahan-bahan yang mudah terbakar dibuat, dipergunakan atau dikerjakan.

5. Kebakaran

Kebakaran adalah suatu reaksi yang hebat dari zat yang mudah terbakar dengan zat asam. Reaksi kimia yang terjadi bersifat mengeluarkan panas. Pada beberapa zat, reaksi tersebut mungkin terjadi pada suhu udara biasa (Suma’mur, 1996). Sebenarnya kebakaran dapat terjadi apabila ada tiga unsur pada kondisi tertentu menjadi satu. Unsur-unsur tersebut adalah sumber panas, oksigen dan bahan mudah terbakar (Santoso, 2004).

a. Unsur-Unsur Penyebab Kebakaran 1) Bahan Mudah Terbakar

Menurut Suma’mur (1996) bahan mudah terbakar yang berpengaruh terhadap terjadinya kebakaran tergantung pada :

(23)

a) Titik Nyala ( flash point )

Tititk nyala suatu zat cair yang mudah terbakar adalah suhu terendah dimana pada suhu tersebut zat cair itu menyebabkan cukup uap untuk membentuk campuran yang dapat menyala dengan udara didekat permukaan cairan atau bahan dalam menyala, makin besar bahaya zat cair tersebut cairan dengan titik nyala di bawah suhu kamar lebih berbahaya dari pada cairan dengan titik nyala yang lebih tinggi.

b) Suhu menyala sendiri

Suhu menyala sendiri adalah suhu terendah yang padanya zat padat, cair dan gas akan menyala sendiri tanpa adanya bunga api atau nyala api.

c) Sifat Pembakaran Oleh Karena Pemanasan

Suhu menyala sendiri yang dipengaruhi oleh keadaan fisik dan cepatnya pemanasan. Uap beberapa zat cair menyala pada pemasangan oleh permukaan dengan suhu 260oC atau

dibawahnya. Bahan lain seperti logam dalam bentuk bubuk halus mengalami proses pemanasan sendiri dan menyala dengan zat asam di udara. Bahan seperti jerami dapat menjadi panas dan terbakar sebagai akibat fermentasi dan oksidasi. d) Berat Jenis dan Perbandingan Berat Uap terhadap Udara.

Kebanyakan zat cair mudah terbakar akan terapung di atas permukaan air sehingga terus terbakar dan kebakaran meluas

(24)

ke tempat lain. Zat-zat lain yang lebih berat dari udara akan mengendap dan nyala pun akan berhenti. Uap semua zat cair adalah lebih berat dari udara, sedang gas mudah terbakar lebih ringan dari udara.

e) Kemampuan Zat yang mudah menyala untuk bercampur dengan air.

Kemampuan Zat yang mudah menyala untuk bercampur dengan air. Hal ini sangat penting karena titik nyala akan naik bila air akan dicampur dengan zat tersebut. Seperti alkohol dan

aseton dapat bercampur baik dengan air sehingga nyala tidak

dapat terbakar dengan pengeceran air. f) Keadaan Fisik

Zat cair yang mudah menyala yang terdapat dalam wadah dalam jumlah yang besar tidak berbahaya karena permukaannya tidak cukup luas untuk atau tidak bersentuhan dengan udara. Tumpukan atau uap yang keluar dari wadah penyimpanannya, sangat membahayakan jika terbakar, api yang terjadi dapat membakar seluruh zat cair yang ada dalam wadah. Cairan dalam bentuk kabut atau embun di udara dapat menyala pada suhu yang lebih rendah dari titik nyalanya, asalkan kadar minimum telah terpenuhi.

(25)

2) Panas

Elemen ini bisa diperlukan bahan mudah terbakar untuk mencapai titik nyalanya (apabila titik nyalanya di atas suhu udara) dan memicu uap agar terbakar. Menurut Suma’mur (1996) bahaya yang umumnya terjadi adalah karena merokok, zat cair mudah terbakar, nyala api terbuka, tatarumah tangga yang buruk, mesin-mesin yang tidak terawat dan menjadi panas, listrik statis, alat-alat las dan kabel-kabel listrik.

3) Oksigen

Merupakan unsur ketiga dari ketiga penyebab kebakaran atau peledakan. Bahan mudah terbakar memerlukan paling sedikit 15% oksigen untuk dapat terbakar. Dalam keadaan lebih dari 21%, oksigen dapat menyebabkan pembakaran lebih hebat dan dapat menjurus pada peledakan oksigen yang dihasilkan dari bahan kimia apabila terjadi proses pemanasan dan bahan ini lebih dikenal sebagai oksidator (Suma’mur, 1996).

b. Bahaya Kebakaran

Menurut Kepmenaker No. KEP. 186/ MEN/ 1999 klasifikasi tingkat potensi bahaya meliputi:

1) Klasifikasi tingkat risiko bahaya kebakaran ringan

Klasifikasi tingkat risiko bahaya kebakaran ringan adalah tempat kerja yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar rendah, dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas rendah,

(26)

sehingga menjalarnya api lambat. Yang termasuk bahaya kebakaran ringan adalah tempat Ibadah, gedung/ ruang pendidikan, gedung/ ruang perawatan, gedung/ ruang lembaga, gedung/ ruang perpustakaan, gedung/ ruang museum, gedung/ ruang perkantoran, gedung/ ruang perumahan, gedung/ ruang rumah makan, gedung/ ruang perhotelan, gedung/ ruang rumah sakit, gedung/ ruang penjara.

2) Klasifikasi tingkat risiko bahaya kebakaran sedang I

Klasifikasi tingkat risiko bahaya kebakaran sedang I adalah tempat kerja yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar sedang, menimbun bahan dengan tinggi tidak lebih dari 2,5 meter dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas sedang, sehingga menjalarnya api sedang. Yang termasuk bahaya kebakaran sedang 1 adalah tempat parkir, pabrik elektronika, pabrik roti, pabrik barang gelas, pabrik minuman, pabrik permata, pabrik pengalengan, binatu, pabrik susu.

3) Klasifikasi tingkat risiko bahaya kebakaran sedang II

Klasifikasi tingkat risiko bahaya kebakaran sedang II adalah tempat kerja yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar sedang, menimbun bahan dengan lebih dari 4 meter, dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas sedang, sehingga menjalarnya api sedang. Yang termasuk bahaya kebakaran sedang II adalah penggilingan padi, pabrik bahan makanan, percetakan dan

(27)

penerbitan, bengkel mesin, gudang pendinginan, perakit kayu, gudang perpustakaan, pabrik barang keramik, pabrik tembakau, pengolahan logam, penyulingan, pabrik barang kelontong, pabrik barang kulit, pabrik tekstil, perakitan kendaraan bermotor, pabrik kimia (bahan kimia dengan kemudahan terbakar sedang), pertokoan dengan pramuniaga kurang dari 50 orang.

4) Klasifikasi tingkat risiko bahaya kebakaran sedang III

Klasifikasi tingkat risiko bahaya kebakaran sedang III adalah tempat kerja yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar tinggi, dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas tinggi, sehingga menjalarnya api cepat. Yang termasuk bahaya kebakaran sedang III adalah Ruang Pameran, Pabrik Permadani, Pabrik Makanan, Pabrik sikat, Pabrik ban, Pabrik karung, Bengkel mobil, Pabrik Sabun, Pabrik Tembakau, Pabrik lilin, Studio dan Pemancar, Pabrik barang plastic, pergudangan, pabrik pesawat terbang, pertokoan dengan pramuniaga lebih dari 50 orang, penggergajian dan pengolahan kayu, pabrik makanan kering dari bahan tepung, pabrik minyak nabati, Pabrik tepung terigu, pabrik pakaian.

5) Klasifikasi tingkat risiko bahaya kebakaran berat

Klasifikasi tingkat risiko bahaya kebakaran berat adalah tempat kerja yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar tinggi, menyimpan bahan cair, serat atau bahan lainnya dan apabila terjadi

(28)

kebakaran apinya cepat membesar dengan melepaskan panas tinggi, sehingga menjalarnya api cepat. Yang termasuk bahaya kebakaran berat adalah pabrik kembang api, pabrik koren api, pabrik cat, pabrik bahan peledak, permintaan benang atau kain, penggergajian kayu dan penyelesaiannya menggunakan bahan mudah terbakar, studio film dan televisi, pabrik karet buatan, hanggar pesawat terbang, penyulingan minyak bumi, pabrik karet busa dan plastik busa

c. Penggolongan Kelas-Kelas Kebakaran :

Indonesia menganut klasifikasi yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per. 04/ MEN/ 1980, yang pembagiannya sebagai berikut:

1) Kelas A

Kebakaran yang disebabkan oleh benda-benda padat selain logam yang kebanyakan tidak dapat terbakar dengan sendirinya, misalnya kertas, kayu, plastik, karet, busa dan lain-lainnya. Kebakaran kelas A ini adalah akibat panas yang datang dari luar, molekul-molekul benda padat terurai dan membentuk gas dan gas inilah yang terbakar. Hasil kebakaran ini menimbulkan panas dan selanjutnya mengurai lebih banyak molekul-molekul dan menimbulkan gas yang terbakar. Sifat utama dari kebakaran benda padat adalah bahan bakarnya tidak mengalir dan sanggup menyimpan panas yang banyak sekali dalam bentuk bara.

(29)

2) Kelas B

Kebakaran yang disebabkan oleh benda-benda mudah terbakar berupa cairan, misalnya bensin, solar, minyak tanah, spirtus, alkohol dan lain-lainnya. Di atas cairan pada umumnya terdapat gas dan gas ini yang dapat terbakar. Pada bahan cair ini suatu bunga api kecil sanggup mencetuskan api yang akan menimbulkan kebakaran. Sifat cairan ini adalah mudah mengalir dan menyalakan api ke tempat lain.

3) Kelas C

Kebakaran pada aparat listrik yang bertegangan, yang mana sebenarnya kelas C ini tidak lain dari kebakarn kelas A dan B atau kombinasi dimana ada aliran listrik. Apabila aliran listrik diputuskan maka akan berubah apakah kebakaran kelas A atau B. Kelas C perlu diperhatikan dalam memilih jenis media pemadam yaitu yang tidak menghantar listrik untuk melindungi orang yang memadamkan kebakaran dari aliran listrik.

4) Kelas D

Kebakaran yang disebabkan oleh benda-benda yang berupa benda logam, seperti magnesium, Natrium ( sodium ), calsium, kalium (potasium) dan lain-lain.

d. Keadaan Darurat

Keadaan darurat adalah suatu peristiwa yang tidak normal yang menjerumuskan kepada mencelakakan manusia, merusak peralatan

(30)

atau lingkungan, antara lain kebakaran/ledakan, kebocoran gas beracun, tumpahan material yang berbahaya, bencana alam, dan lain-lain (Syukuri Sahab, 1997).

Menurut Depnaker (1999), suatu keadaan darurat besar di dalam suatu pekerjaan adalah salah satu yang mempunyai potensi untuk menyebabkan cidera berat atau kematian.

e. Identifikasi Bahaya Kebakaran

Identifikasi bahaya adalah proses pencarian terhadap semua jenis kegiatan, situasi, produk dan jasa yang dapat menimbulkan potensi cedera atau sakit (SUCOFINDO, 1998). Identifikasi potensi bahaya adalah merupakan suatu proses aktivitas yang dilakukan untuk mengenali seluruh situasi atau kejadian yang perpotensi sebagai penyebab terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin timbul di tempat kerja. (Tarwaka, 2008). Kegunaan identifikasi bahaya menurut PERTAMINA (1998) adalah sebagai berikut :

a. Mengetahui bahaya- bahaya yang ada

b. Mengetahui potensi bahaya, baik akibat maupun frekuensi terjadinya.

c. Mengetahui lokasi bahaya.

d. Menunjukkan bahwa bahaya tertentu telah atau belum dilengkapi alat pelindung keselamatan kerja.

(31)

Sedangkan keuntungan identifikasi bahaya Menurut PERTAMINA (1998) adalah sebagai berikut :

a. Menentukan sumber penyebab timbulnya bahaya.

b. Menentukan kualifikasi fisik dan mental seseorang atau tenaga kerja yang diberi tugas.

c. Menentukan cara, prosedur, pengoperasian maupun posisi yang berpotensi bahaya dan mencari cara untuk mengatasinya.

d. Menentukan hal- hal atau lingkup yang harus dianalisa lebih lanjut. e. Untuk tujuan non keselamatan kerja seperti peningkatan mutu dan

keandalan.

f. Penanggulangan Kebakaran

Menurut Kepmenaker No. KEP. 186/ MEN/ 1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja, bahwa yang dimaksud dengan penanggulangan kebakaran adalah segala upaya untuk mencegah timbulnya kebakaran dengan berbagai upaya pengendalian setiap perwujudan energi, pengadaan sarana proteksi kebakaran dan sarana penyelamatan serta pembentukan organisasi tanggap darurat untuk memberantas kebakaran. Pengurus atau pengusaha wajib mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran, latihan penanggulangan kebakaran di tempat kerja. Upaya-upaya tersebut meliputi:

(32)

a) Pengendalian setiap bentuk energi,

b) Penyediaansarana deteksi, alarm, pemadam kebakaran dan sarana evakuasi.

c) Pengendalian penyebaran asap, panas dan gas.

d) Pembentukan unit penanggulangan kebakaran di tempat kerja. e) Penyelenggaraan latihan dan gladi penanggulangan kebakaran

secara berkala.

f) Memiliki buku rencana penanggulangan keadaan darurat kebakaran dan sarana evakuasi serta pengendalian penyebaran asap, panas dan gas.

g. APAR (Alat Pemadam Api Ringan) 1) Definisi

APAR (Alat Pemadam Api Ringan) adalah alat pemadam api berbentuk tabung (berat maksimal 16 kg) yang mudah dilayani/ dioperasikan oleh satu orang untuk pemadam api pada awal terjadi kebakaran. APAR (Alat Pemadam Api Ringan) sebagai alat untuk memutuskan atau memisahkan rantai tiga unsur (sumber panas, udara dan bahan bakar). Dengan terpisahnya tiga unsur tersebut, kebakaran dapat dihentikan (Gempur Santoso, 2004).

2) Tipe Konstruksi APAR (Alat Pemadam Api Ringan)

(33)

a) Tipe Tabung Gas (Gas Container Type)

Tipe tabung gas adalah suatu pemadam yang bahan pemadamnya di dorong keluar oleh gas bertekanan yang dilepas dari tabung gas.

b) Tipe Tabung bertekanan tetap ( Stored Preasure Type)

Tipe tabung bertekanan tetap adalah suatu pemadam yang bahan pemadamnya didorong keluar gas kering tanpa bahan kimia aktif atau udara kering yang disimpan bersama dengan tepung pemadamnya dalam keadaan bertekanan.

3) Jenis APAR (Alat Pemadam Api Ringan)

APAR (Alat Pemadam Api Ringan) antara lain : a) Jenis Air ( water)

Sejak dulu air digunakan untuk memadamkan kebakaran dengan hasil yang memuaskan ( efektif dan ekonomis ) karena harganya relatif murah, pada umumnya mudah diperoleh, aman dipakai, mudah disimpan dan dipindahkan APAR jenis air terdapat dalam bentuk stored pressure type (tersimpan bertekanan) dan gas cartridge type (tabung gas). Sangat baik digunakan untuk pemadaman kebakaran kelas A.

b) Jenis Busa (foam)

Jenis busa adalah bahan pemadam api yang efektif untuk kebakaran awal\minyak. Biasanya digunakan dari bahan tepung

(34)

aluminium sulfat dan natrium bicarbonat yang keduanya

dilarutkan dalam air. Hasilnya adalah busa yang volumenya mencapai 10 kali lipat. Pemadaman api oleh busa merupakan system isolasi, yaitu untuk mencegah oksigen untuk tidak ikut dalam reaksi.

c) Jenis Tepung Kimia Kering (Dry Chemical Powder)

Bahan pemadam api serbuk kimia kering (Dry Chemical

Powder) efektif untuk kebakaran B dan C bisa juga untuk kelas

A. Tepung serbuk kimia kering berisi dua macam bahan kimia, yaitu:

(1) Sodium Bicarbonate dan Natrium Bicarbonate (2) Gas CO2atau Nitrogen sebagai pendorong

Khusus untuk pemadaman kelas D (logam) seperti

magnesiu,, titanium, zarcanium, dan lain-lain digunakan metal-dry-powder yaitu campuran dari Sodium, Potasium

dan Barium Chloride. d) Jenis Halon

APAR (Alat Pemadam Api Ringan) jenis Halon efektif untuk menanggulangi kebakaran jenis cairan mudah terbakar dan peralatan listrik bertegangan (kebakaran kelas B dan C). Bahan pemadaman api gas Halon biasanya terdiri dari unsur-unsur kimia seperti : chlorine, flourine, bromide dan iodine. Macam-macam Halon antara lain:

(35)

(1) Halon 1211

Terdiri dari unsur Carbon (C), Fuorine (F), Chlorine (Cl),

Bromide (Br). Halon 1211 biasa disebut

Bromochlorodifluormethane dan lebih populer dengan

nama BCF. Biasanya APAR (Alat Pemadam Api Ringan) jenis BCF dipasang di bangunan gedung, pabrik dan lain-lain.

(2) Halon 1301

Terdiri dari unsur Carbon (C), Fuorine (F) dan Bromide (Br) sehingga Halon 1301 juga disebut

Bromotrifluormethane atau BTM.

e) Gas Pasca Halon

Setelah ditemukannya lubang pada lapisan Ozone atmosfir bumi oleh The British Artic Survey Team (1982), dimana salah satu unsur yang merusak Ozone tersebut adalah gas Halon, maka sesuai perjanjian Montreal (Montreal Protocol-Canada) gas halon tidak boleh diproduksi terhitung 1 Januari 1994. Halon 1301 memiliki potensi merusak lapisan Ozone sebesar 16%. Adapun selain merusak lapisan Ozone, beberapa dampak negatif dari unsur pembentuk Halon antara lain :

(1) Fuorine

Non-metal sangat reaktif dan mudah bereaksi dengan elemen lain.

(36)

(2) Chlorine

(a) Gas sangat beracun

(b) Bila bercampur dengan air membentuk acid dan

hydrocloric.

(c) Berupa elemen yang sangat reaktif serta bersifat oksidator.

(d) Dapat menimbulkan bahaya peledakan bila tercampur turpentine, ether, gas amonia, hydrocarbon, hydrogen dan bubuk metal.

(e) Bila bereaksi dengan acetylene menimbulkan akibat yang sangat hebat.

(3) Bromide

(a) Unsur ini pada temperatur ruang bisa melepas uap berbahaya.

(b) Cairannya bisa menimbulkan bahaya terbakar bila kontak langsung dengan kulit.

(c) Bersifat oksidator dan dapat menimbulkan bahaya kebakaran pada bahan-bahan terbakar bila terjadi kontak.

(37)

(4) Iodine

(a) Berwarna violet gelap, bentuk padatan akan menyublim dengan cepat serta melepas uap beracun dan dapat bereaksi dengan bahan oksidator.

(b) Tidak dapat larut dalam air, tetapi larut dalam alkohol sebagai obat antiseptik.

f) Jenis CO2

Bahan pemadam jenis CO2 efektif untuk memadamkan

kebakaran kelas B (minyak) dan C (listrik). Berfungsi untuk mengurangi kadar oksigen dan efektif untuk memadamkan kebakaran yang terjadi di dalam ruangan (indoor) pemadaman dengan menggunakan gas arang ini dapat mengurangi kadar oksigen sampai di bawah 12 %.

4) Pemasangan dan Pemeliharaan APAR (Alat Pemadam Api Ringan).

a) Pemasangan APAR (Alat Pemadam Api Ringan).

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per. 04/ MEN/ 1980, ketentuan-ketentuan pemasangan APAR adalah sebagai berikut :

(1) Setiap satu kelompok alat pemadam api ringan harus ditempatkan pada posisi yang mudah dilihat dengan jelas, mudah dicapai dan diambil serta dilengkapi dengan pemberian tanda pemasangan.

(38)

(2) Tinggi pemberian tanda pemasangan tersebut adalah 125 cm dari dasar lantai tepat di atas satu atau kelompok alat pemadam api ringan yang bersangkutan.

(3) Pemasangan dan penempatan alat pemadam api ringan harus sesuai dengan jenis dan penggolongan kebakaran. (4) Penempatan antara alat pemadam api yang satu dengn

lainnya atau kelompok satu dengan lainnya tidak boleh melebihi 15 meter, kecuali ditetapkan lain oleh pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.

(5) Semua tabuing alat pemadam api ringan sebaiknya berwarna merah.

(6) Dilarang memasang dan menggunakan alat pemadam api ringan yang didapati sudah berlubang-lubang atau cacat karena karat.

(7) Setiap alat pemadam api ringan harus dipasang (ditempatkan) menggantung pada dinding dengan penguatan sengkang atau dengan kontruksi penguat lainnya atau ditempatkan dalam lemari atau peti (box) yang tidak dikunci.

(8) Lemari atau peti (box) dapat dikunci dengan syarat bagian depannya harus diberi kaca aman (safety glass) dengan tebal maximum 2 mm.

(39)

(9) Sengkang atau konstruksi penguat lainnya tidak boleh dikunci atau digembok atau diikat mati.

(10) Ukuran panjang dan lebar bingkai kaca aman (safety

glass) harus disesuaikan dengan besarnya alat pemadam

api ringan yang ada dalam lemari atau peti (box) sehingga mudah dikeluarkan.

(11) Pemasangan alat pemadam api ringan harus sedemikian rupa sehingga bagian paling atas (puncaknya) berada pada ketinggian 1,2 m dari permukaan lantai kecuali jenis CO2

dan tepung kering (dry chemical) dapat ditempatkan lebih rendah dengan syarat, jarak antara dasar alat pemadam api ringan tidak kurang dari 15 cm dari permukaan lantai. (12) Alat pemadam api ringan tidak boleh dipasang dalam

ruangan atau tempat dimana suhu melebihi 49oC atau

turun sampai 4oC kecuali apabila alat pemadam api ringan

tersebut dibuat khusus unutk suhu diluar batas tersebut. (13) Alat pemadam api ringan yang ditempatkan di alam

terbuka harus dilindungi dengan tutup pengaman. b) Pemeliharaan APAR

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per. 04/ MEN/ 1980 setiap APAR harus diperiksa 2 (dua) kali dalam setahun, yaitu:

(40)

(1) Pemeriksaan dalam jangka 6 (enam) bulan., pemeriksaan tersebut meliputi:

(a) Berisi atau tidaknya tabung, berkurang atau tidaknya tekanan dalam tabung, rusak atau tidaknya segi pengaman cartridge atau tabung bertekanan mekanik penembus segel.

(b) Bagian-bagian luar dari tabung tidak boleh cacat termasuk handel dan label harus selalu dalam keadaan baik.

(c) Mulut pancar tidak boleh tersumbat dan pipa pancar yang terpasang tidak boleh retak atau menunjukkkan tanda-tanda rusak.

(d) Untuk alat pemadam api ringan cairan atau asam soda, diperiksa dengan cara mencampur sedikit larutan

sodium bicarbonat dan asam keras di luar tabung,

apabila reaksi cukup kuat, maka APAR tersebut dapat dipasang kembali.

(e) Untuk APAR jenis busa dapat diperiksa dengan mencampur sedikit larutan sodium bicarbonat dan

alumunium sulfat di luar tabung, bila sudah cukup kuat

maka APAR tersebut dapat dipasang kembali.

(f) Untuk APAR jenis CO2 harus diperiksa dengan cara

(41)

tertera pada APAR tersebut, bila kekurangan berat 10 % tabung APAR tersebut harus diisi kembali sesuai dengan berat yang ditentukan.

(2) Pemeriksaan dalam jangka 12 bulan.

Untuk pemeriksaan dalam jangka 12 bulan sekali dilakukan seperti pemeriksaan jangka 6 bulan namun ada beberapa tambahan pemeriksaan sebagai berikut :

(a) Isi alat pemadam api harus sampai batas permukaan yang telah ditentukan.

(b) Pipa pelepas isi yang berada dalam tabung dan saringan tidak boleh tersumbat atau buntu.

(c) Ulir tutup kepala tidak boleh cacat atau rusak, dan saluran penyemprotan tidak boleh tersumbat.

(d) Peralatan yang bergerak tidak boleh rusak, dapat bergerak dengan bebas, mempunyai rusuk atau sisi yang tajam dan bak gesket atau paking harus masih dalam keadaan baik. (e) Gelang tutup kepala harus masih dalam keadaan baik. (f) Bagian dalam dari alat pemadam api tidak boleh berlubang

atau cacat karena karat.

(g) Untuk jenis cairan busa yang dicampur sebelum dimasukkan larutannya harus dalam keadaan baik.

(h) Untuk jenis cairan busa dalam tabung yang dilak, tabung harus masih dilak dengan baik.

(42)

(i) Lapiran pelindung diri tabung gas bertekanan, harus dalam keadaan baik.

(j) Tabung gas bertekanan harus terisi penuh sesuai dengan kapasitasnya.

b. Fire Hydrant

Menurut Depnaker, 1995 yang dimaksud dengan fire hydrant kebakaran adalah suatu sistem pemadam kebakaran tetap yang menggunakan media pemadam air bertekanan, yang dialirkan melalui pipa-pipa dan slang kebakaran. Sistem ini terdiri dari sistem penyediaan air pompa, pemipaan,

kopling outlet dan inlet serta selang dan nozzle. Komponen fire hydrant dan

perlengkapannya adalah: 1) Sumber air

2) Sistem pompa 3) Sistem pemipaan

4) Kotak hydrant, lengkap dengan slang, kopling penyambung, nozzle dan sisir untuk tempat slang.

5) Pillar hydrant dan kunci (khusus hydrant halaman) 1) Klasifikasi hydrant

a) Berdasarkan jenis dan lokasi penempatan hydrant adalah hydrant kota,

hydrant gedung dan hydrant halaman.

b) Berdasarkan ukuran pipa hydrant yang dipakai menurut NFPA:

(1) Hydrant kelas I, hydrant yang menggunakan ukuran diameter slang 6,25 cm (2,5 inch)

(43)

(2) Hydrant kelas II, hydrant yang menggunakan ukuran diameter slang 3,75 cm (1,5 inch)

(3) Hydrant kelas III, hydrant yang menggunakan ukuran system gabungan kelas I dan kelas II.

2) Peletakan hydrant berdasarkan luas lantai, klasifikasi bangunan dan jumlah lantai bangunan.

Tabel 1. Peletakan hydrant berdasarkan luas lantai, klasifikasi bangunan dan jumlah lantai bangunan.

Klasifikasi Bangunan Ruang Tertutup Jumlah/luas lantai

Ruang Tertutup dan

Terpisah jumlah/luas lantai A 1 Buah per 1000m2 2 Buah per 1000m2

B 1 Buah per 1000m2 2 Buah per 1000m2 C 1 Buah per 1000m2 2 Buah per 1000m2 D 1 Buah per 800m2 2 Buah per 800m2 E 1 Buah per 800m2 2 Buah per 800m2 Sumber : Data Sekunder

3) Sistem persediaan air

a) Sumber air berasal dari PDAM atau sumur dalam (artesis) b) Reservoir mempunyai daya tampung 30.000 liter.

4) Sistem pompa

a) Pompa hydrant terdiri dari:

(44)

2) 1 buah pompa hydrant diesel sebagai cadangan (Diesel Pump) 3) 1 buah pompa picu (Jockey Pump)

b) Sumber tenaga listrik untuk motor penggerak pompa berasal dari PLN sebagai sumber daya utama dan mempunyai sumber daya listrik dan diesel

genset sebagai cadangan/ darurat yang bekerja secara otomatis dalam

waktu kurang dari 10 detik bila sumber utama mati. 5) Sistem pemipaan

a) Diameter pipa induk minimum 15 cm (6 inch) dan diameter pipa cabang minimum 10 cm (4 inch).

b) Tidak boleh digabungkan dengan instalasi lainnya.

c) Pipa berdiameter sampai 6,25 (2,5 inch) harus menggunakan sambungan ulir.

d) Pipa berdiameter lebih besar dari 6,25 cm (2,5 inch) harus menggunakan sambungan las.

6) Slang dan nozzle a) Slang air

(1) Harus kuat menahan tekanan air yang tinggi (2) Tahan gesekan

(3) Tahan pengaruh zat kimia

(4) Mempunyai sifat yang kuat, ringan dan elastis.

(5) Panjang slang air 30 meter dengan 1,5 inch sampai dengan 2,5 inch. (6) Dilengkapi dengan Kopling dan Nozzle sesuai ukuran.

(45)

(1) Nozzle dengan semprotan jet (semprotan lurus) untuk tujuan semprotan jarak jauh.

(2) Nozzle kombinasi yang dapat diatur dengan bentuk pancaran spray. Pancaran spray bertujuan sebagai perisai untuk mendekat ke daerah kebakaran.

7) Hydrant gedung dan hydrant halaman a) Hydrant gedung

(1) Diameter slang maksimum 1,5 inch.

(2) Diameter pipa tegak lurus harus memenuhi ketentuan: (a) Untuk bangunan diameter pipa tegak 2 inch

(b) Untuk bangunan tinggi kelas A, diameter pipa tegak 2,5 inch (c) Untuk bangunan tinggi kelas B, diameter pipa tegak 4 inch

(3) Tekanan maksimum pada titik terberat adalah 7 kg/cm2 dan pada titik terlemah adalah 4,5 kg/cm2

(4) Dilengkapi dengan katup pengeluaran berukuran 2,5 inch b) Hydrant halaman

(1) Hydrant halaman dilengkapi/pillar hydrant yang mempunyai satu atau dua kopling pengeluaran dengan diameter 2,5 inch.

(2) Tekanan maksimum pada titik terberat adalah 7 kg/cm2 dan tekanan pada titik terlemah adalah 4,5 kg/cm2

(3) Diameter slang hydrant halaman 2,5 inch atau 6,5 cm

(4) Pilar hydrant harus dipasang pada jarak tidak kurang dari 6 meter dari tepi bangunan

(46)

(5) Pada sistem hydrant halaman harus ada sambungan kembar siam (seamese connection).

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran

(5) Pada sistem hydrant halaman harus ada sambungan kembar siam (seamese connection).

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran

(5) Pada sistem hydrant halaman harus ada sambungan kembar siam (seamese connection).

B. Kerangka Pemikiran

(47)

commit to user BAB III

METODE PENGAMBILAN DATA

A. Metode Penelitian

Metode deskriptif dalam penulisan ini digunakan untuk memberikan gambaran terhadap upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran, khususnya Upaya Pencegahan dan Penanggulangan kebakaran dengan menggunakan APAR (Alat Pemadam Api Ringan) dan Fire Hydrant di PT. Bridgestone Tire Indonesia yang kemudian dibandingkan dengan literatur yang ada dan peraturan yang berlaku.

B. Lokasi

Pelaksanaan magang dilakukan di PT. Bridgestone Tire Indonesia yang merupakan perusahaan manufaktur penghasil ban terbesar di Indonesia. Lokasi PT. Bridgestone Tire Indonesia - Bekasi Plant berada di Jl. Raya Bekasi Km. 27, Kelurahan Harapan Jaya Bekasi, Jawa Barat.

C. Objek dan Ruang lingkup Penelitian

Objek dan ruang lingkup penelitian ini adalah Instalasi Penanggulangan Kebakaran di PT. Bridgestone Tire Indonesia sebagai upaya penanggulangan kebakaran di PT. Bridgestone Tire Indonesia.

(48)

D. Sumber Data 1. Data Primer

a. Observasi lapangan mengenai APAR, Fire Hydrant serta upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran di PT. Bridgestone Tire Indonesia.

b. Wawancara dan tanya jawab dengan penyelenggara dan pelaksana pemadam kebakaran.

2. Data Sekunder

Sumber ini diperoleh dari data yang ada pada dokumen dan catatan perusahaan yang berhubungan dengan pencegahan dan penanggulangan kebakaran di PT. Bridgestone Tire Indonesia.

E. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi Lapangan

Mengadakan pengamatan langsung terhadap obyek penelitian yaitu mengenai APAR dan Fire Hydrant di PT. Bridgestone Tire Indonesia. 2. Teknik wawancara

Wawancara dilakukan kepada pihak terkait mengenai APAR dan Fire Hydrant serta upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran di PT. Bridgestone Tire Indonesia.

(49)

3. Kepustakaan

Menggunakan literature berupa buku-buku kepustakaan, laporan-laporan penelitian yang sudah ada dan sumber-sumber lain yang ada kaitannya dengan topik magang sebagai referensi.

F. Pelaksanaan

Penelitian dilakukan dalam kegiatan magang di bagian SHE (Safety,

Health, Environment) PT.Bridgestone Tire Indonesia mulai tanggal 6

Februari sampai 27 April 2012, dengan kegiatan sebagai berikut :

1. Mencari data-data melalui arsip-arsip perusahaan dan juga studi kepustakaan.

2. Melakukan observasi langsung di lapangan.

3. Melakukan wawancara terhadap orang yang bertanggung jawab atau mempunyai wewenang pada bagian tersebut mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan penanggulangan kebakaran khususnya yang menangani APAR (Alat Pemadam Api Ringan) dan Fire

Hydrant.

G. Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis secara deskriptif sehingga mampu memberikan gambaran dengan jelas mengenai upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran dengan APAR dan Fire Hydrant di PT

(50)

Bridgestone Tire Indonesia yang kemudian membandingkan hasil tersebut dengan beberapa peraturan perundangan yang terkait.

1. Alat pemadam api ringan dibandingankan dengan Permenaker No. Per-04/MEN/1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan.

2. Unit penanggulangan kebakaran dibandingkan dengan Kepmenaker No. Kep-186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja.

3. Fire Hydrant dibandingkan dengan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 02/KPTS/1985 tentang Ketentuan Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Pada Bangunan Gedung.

(51)

commit to user BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Penyediaan Sarana Pemadam Kebakaran

Dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran PT. Bridgestone Tire Indonesia menyediakan sarana pemadam kebakaran seperti APAR dan Hydrant.

a. APAR (Alat Pemadam Api Ringan)

Gambar 2. APAR di PT. Bridgestone Tire Indonesia Sumber : Hasil Pengamatan, 2012

APAR adalah alat pemadam api berbentuk tabung (berat maksimal 16 kg) yang mudah dilayani/ dioperasikan oleh satu orang untuk pemadam api pada awal terjadi kebakaran. Di PT Bridgestone Tire Indonesia APAR yang digunakan rata-rata beratnya 2,5 Kg. Jumlah APAR yang yang disediakan secara keseluruhan sekitar 900 buah. buah APAR yang terdiri dari berbagai jenis yaitu Serbuk kimia kering (Dry chemical powder), CO2dan Chemical Foam. Untuk jenis Foam

(52)

biasanya ditempatkan pada besi beroda dan biasanya dioperasikan oleh 2 orang atau lebih.

1) Alat Pemadam Api jenis Serbuk Kimia Kering (Drychemical

powder) APAR jenis ini yang dipasang di unit-unit kerja ada 2

macam, yaitu:

a) Stored Pressure Type

Dimana serbuk kimia kering jenis monnex diisikan ke dalam tabung pemadam sudah dalam keadaan bertekanan dan sebagai pendorongnya adalah gas N2.

b) Cartridge Type

Dimana serbuk kimia kering jenis sodium bicarbonate atau

Natrium Bicarbonate diisikan ke dalam tabung pemadam tidak

dalam keadaan bertekanan, sedang sebagai pendorong serbuk digunakan CO2yang disimpan dalam cartridge.

2) Alat pemadam api jenis gas CO2

APAR jenis gas CO2biasanya dipasang di area office.

3) Alat Pemadam api jenis chemical foam

PT. Bridgestone Tire Indonesia, penggunaan alat pemadam api bukan dalam bentuk APAR karena kapasitasnya yang melebihi 16 kg yaitu 92 liter dan biasanya ditempatkan di dekat tangki-tangki

gasoline, boiler dan tempat-tempat yang yang mempunyai potensi

(53)

4) Prosedur Pemasangan APAR

a) Semua tabung APAR harus berwarna merah

b) Penempatan APAR yang satu dengan yang lainnya tidak boleh lebih dari 15 meter.

c) APAR harus ditempatkan pada pada posisi yang mudah dilihat, dicapai dan diambil.

d) Lokasi penempatan APAR diberi tanda sesuai dengan ketentuan yang berlaku di PT. Bridgestone Tire Indonesia. e) Pemasangan dan penempatan APAR harus sesuai dengan jenis

dan penggolongan kebakaran.

f) Apar yang dipasang telah dilengkapi dengan pemberian tanda pemasangan ”ALAT PEMADAM API” dan penempatan APAR telah sesuai dengan kelas kebakaran yang ada di tempat kerja tersebut.

g) Temperatur tempat APAR tidak boleh lebih dari 49oC atau turun sampai -44oC.

h) Untuk APAR yang rawan tertabrak alat angkut maupun alat angkat produksi diberi pelindung.

i) Apar dipasang menggantung pada dinding dengan besi penguat, ada yang di masukkan dalam box dan ada pula yang diletakkan pada rak yang terbuat dari besi.

j) Ketinggian pemasangan Apar antara 110cm-130cm dari permukaan lantai.

(54)

k) Segel pengaman masih dalam keadaan baik. l) Setiap Apar dilengkapi dengan kartu pemeriksaan.

m) Tabung Apar masih dalam keadaan baik, tidak terkorosi dan catnya masih terlihat baru/ baik.

n) APAR yang ditempatkan di alam terbuka harus dilindungi dengan tutup pengaman agar tidak rusak.

Namun pada bagian produksi, sebelum dilakukan audit OHSAS 18001:2007 Internal masih ditemukan APAR yang menggunakan pengaman dengan alasan menghindari tertabrak oleh forklift, tetapi setelah dilakukan audit hal ini menjadi temuan dan menjadi saran agar pengaman tersebut dilepas dengan tujuan efisien waktu saat terjadi kebakaran.

5) Pemeliharaan dan pemeriksaan APAR

a) Periode pengecekan dilakukan 2 kali dalam setahun (setiap 6 bulan, setiap 12 bulan).

b) Pemeriksaan yang dilakukan adalah :

- Check kondisi fisik tabung, hose dari sumbatan, lock pin dan segel harus dalam kondisi baik.

- Untuk type chubb, periksa jarum gauge tekanan harus pada area hijau.

- Bolak balik tabung sambil didengar adanya serbuk yang jatuh perlahan-lahan seperti pasir yang mengalir.

(55)

- Lihat tanggal kadaluarsanya atau pengisian terakhir dari APAR. Apabila sudah lewat 6 bulan, segera ganti APAR. 6) Cara Pakai APAR

Pada dasarnya meskipun bentuk, ukuran, merk dan jenisnya berbeda, secara umum semua APAR memiliki cara kerja yang hamper sama yaitu :

a) Pull atau tarik pin hingga segel putus atau terlepas.

Pin berfungsi sebagai pengaman pegangan/ handle dari penekanan yang tidak disengaja.

b) Arahkan nozzle/ ujung hose yang kita pegang kea rah pusat api. c) Tekan handle/ pegangan untuk mengeluarkan/menyemprotkan

isi tabung. Pada beberapa merk handle penyemprot terletak dibagian ujung hose.

d) Sapukan nozzle yang kita pegang agar media yang disemprotkan merata mengenai api yang sedang terbakar. 7) Pemetaan APAR

PT. Bridgestone Tire Indonesia telah dibuat denah penempatan APAR atau pemetaan APAR, Untuk lebih lanjutnya dapat dilihat pada lampiran.

(56)

b. Hydrant

Gambar 3. Hydrant Box (Gedung) di PT. Bridgestone Tire Indonesia Sumber : Hasil Pengamatan, 2012

Gambar 4. Hydrant Pillar (Halaman) di PT. Bridgestone Tire Indonesia Sumber : Hasil Pengamatan, 2012

Hydrant adalah jaringan instalasi pipa air yang dipasang untuk

memadamkan kebakaran. Berdasarkan letak terdapat dua hydrant yaitu

hydrant gedung (hydrant box) dan hydrant halaman (pillar). Di PT.

Bridgestone Tire Indonesia sebagian besar menggunakan hydrant gedung (hydrant box). Untuk hydrant di PT. Bridgestone Tire Indonesia dalam bentuk hose reel. Semua peralatan hydrant dicat dengan warna merah. Jumlah hydrant yang disediakan sekitar 131 buah.

Pada hydrant box secara keseluruhan kondisinya sudah bagus, tetapi ada beberapa yang kotaknya berlubang, sehingga merusak selang-selang

(57)

pada hydrant. Sedangkan kondisi pada hydrant pillar juga ada beberapa yang sudah rusak.

1. Cara Pemasangan Fire Hydrant

a. Box/Stand Fire Hydrant berwarna merah.

b. Penempatan box maupun Stand Fire Hydrant yang satu dengan yang lainnya maximum 2 kali panjang hose dengan assumsi radius

hose. (Bila panjang hose = 20 meter maka jarak Fire Hydrant satu

sama lain sebaiknya tidak kurang dari 40 meter.

c. Lokasi penempatan Fire Hydrant diberi tanda sesuai dengan ketentuan yang berlaku di PT.Bridgestone Tire Indonesia.

d. Persediaan air harus dapat dipergunakan minimum selama 30 menit pada kapasitas.

e. Pompa Kebakaran harus tersedia dua unit pompa dengan kapasitas yang sama. ( 1 pompa utama , 1 unit pompa cadangan ) dan dua sumber daya untuk menjaga segala kemungkinan.

f. 1 Pompa hydrant listrik sebagai pompa utama dan 1 Pompa

hydrant diesel sebagai cadangan ditambah 1 Pompa Pacu.

g. Tekanan Air pada titik terjauh dari sumber pompa tidak kurang dari 4-5 Kg/cm2. Tekanan air pada titik terdekat maksimum adalah

7 Kg/cm2.

2. Pemipaan dan Peralatan

a. Diameter Pipa Induk Minimum 6" (15 Cm), Diameter Pipa Cabang Minimum 4" (10 Cm).

(58)

b. Piping tidak boleh digabungkan dengan instalasi lain. Sambungan untuk pipa dengan diameter sampai 2.5" (6.25 Cm) harus sistem ulir. Sambungan untuk pipa dengan diameter lebih dari 2.5" (6.25 Cm) harus sistem welding.

c. Hose dan Nozzle untuk didalam pabrik berukuran 1.5" (40 Mm).

Hose dan Nozzle untuk diluar pabrik berukuran 2.5" (65 Mm).

d. Jet Nozzle (semprotan lurus) : untuk semprotan jarak jauh. Spray

Nozzle (pancaran spray) : sebagai perisai untuk mendekat ke

daerah kebakaran.

e. Perlengkapan Box Hydrant : 1) Sebuah Stop Kran.

2) Sebuah Hose lengkap dengan kopling sesuai ukuran (minimal). 3) Sebuah Nozzle type Jet.

3. Pemeliharaan dan Pemeriksaan

Berikut merupakan cara pemeriksaan atau pengechekan Hydrant yaitu: a. Pemeriksaan Peralatan dilakukan 2x/tahun.

1) Stop Kran : tidak bocor, mudah dibuka

2) Hose : tidak bocor, kopling & seal bagus (tidak bocor) 3) Nozzle : tidak rusak, kopling & seal bagus (tidak bocor)

4) Water Blow setiap Box Hydrant : (Untuk menjamin air dalam pipa tidak berlumpur dan lancar )

b. Pemeriksaan Hydrant Diesel dilakukan 1x / minggu (setiap hari Jum'at).

(59)

a. Pelaksanaan

- Personil Engineering Utility

- Personil Engineering Electric ( Bila ada masalah )

- Personil Security ( minimal 1 orang ). (Personil security harus tahu cara menghidupkan Hydrant Diesel)

b. Item Check D/E Hydrant

- Level Oli , Air Radiator , Solar

- Kondisi Accu , Air Accu , Alat Charger Accu - Kondisi Valve In-Out

- Kondisi Test Run c. Item Check Motor Hydrant

- Level oli & Kopling - Kondisi Valve In-Out - Kondisi Test Run

2. Tentang PT. Bridgestone Tire Indonesia

PT. Bridgestone Tire Indonesia merupakan perusahaan gabungan swasta, yaitu swasta jepang dengan swasta Indonesia. PT. Bridgestone Tire Indonesia merupakan perusahaan manufaktur penghasil ban terbesar di Indonesia. Saat ini PT. Bridgestone Tire Indonesia memiliki proses produksi diantaranya yaitu Banbury, Bead, Calender, Cutting, Extruding,

Building, Curing, Final Inspection. Sebagian besar unit tersebut

mempunyai potensi terjadinya kebakaran maupun peledakan, khususnya pada extruding dan banbury karena dalam proses produksinya terdapat/

(60)

menggunakan bahan-bahan mudah terbakar dan bahan kimia seperti karet, solar, gasoline dan bahan lain yang mudah terbakar/meledak. Selain itu dalam area tersebut juga terdapat dust collector yang memungkinkan terjadinya kebakaran jika perawatan dan pengecekannya tidak benar. Oleh karena itu perlu adanya penyediaan sarana pemadam kebakaran seperti

Fire Hydrant dan APAR.

3. Keadaan Bangunan

Gambar 5. Keadaan Bangunan di PT. Bridgestone Tire Indonesia Sumber : Hasil Pengamatan, 2012

Bangunan di PT. Bridgestone Tire Indonesia berupa gedung-gedung dan ruangan-ruangan, kebanyakan tenaga kerja bekerja di dalam ruangan. Jenis bangunan di PT. Bridgesone Tire Indonesia terdiri dari rangka besi/baja, batu bata, batu, semen, kayu, pasir, seng dan lain-lain kabel listrik besar dan sesuai dengan ukuran arus daya yang digunakan. Di PT. Bridgestone Tire Indonesia terdapat 3 pintu gerbang, pintu gerbang depan utama, pintu gerbang belakang dekat WTP dan pintu gerbang belakang dekat Final Inspection. Pagar pembatas di PT. Bridgestone Tire Indonesia sebagian besar terbuat dari tembok, dibagian atasnya kawat berduri.

(61)

4. Keadaan Jalan di Area Perusahaan

Gambar 6. Keadaan Jalan di Area Perusahaan Sumber : Hasil Pengamatan, 2012

Jalan-jalan di PT. Bridgestone Tire Indonesia terbuat dari aspal, dengan jalan yang lurus sehingga mudah untuk manuever kendaraan baik kendaraan ringan, sedang maupun kendaraan berat serta kendaraan pemadam kebakaran.

5. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran a. Latihan Pemadam Kebakaran

Gambar 7. Latihan Pemadam Kebakaran Tradisional (menggunakan kain basah) Sumber : Hasil Pengamatan, 2012

(62)

Gambar 8. Latihan Pemadam Kebakaran Menggunakan Fire Hydrant Sumber : Hasil Pengamatan, 2012

Gambar 9. Latihan Pemadam Kebakaran Dengan APAR jenis Dry Chemical Powder Sumber : Hasil Pengamatan, 2012

Secara rutin 2 kali dalam 1 minggu pada hari kamis dan jumat di PT. Bridgestone Tire Indonesia juga mengadakan Latihan Pemadam Kebakaran kepada seluruh karyawan dengan tujuan agar semua karyawan dapat memadamkan api dengan menggunakan kain/ karung basah serta dapat mengoperasikan APAR dan water hydrant yg ada di area PT. Bridgestone Tire Indonesia terkait dengan adanya kejadian kebakaran. Pelaksanaan latihan ini diatur dalam schedule yang telah dibagikan kepada seksi terkait satu minggu sebelum pelaksanaan pelatihan pemadam, yang tertuang dalam schedule bulanan. Akan

(63)

tetapi pelaksanaan latihan ini tergantung dengan cuaca. Jika cuaca hujan maka pelatihan ini diundur dan diganti hari lain. Latihan Pemadam Kebakaran dipandu oleh staff SHE dan petugas security yang sudah mendapatkan pelatihan. Training/ pelatihan tersebut berupa pemadaman api dengan kain basah, pemadaman api dengan APAR (chemical powder ABC), dan dengan kerja sama team dalam pemadaman api dengan water hydrant.

b. Tim Pemadam kebakaran

PT. Bridgestone Tire Indonesia mempunyai tim pemadam kebakaran dan seksi terdekat yang dihubungi saat keadaan darurat. Untuk lebih lanjutnya bisa dilihat pada lampiran 2 dan lampiran 3.

Menurut teori terdapat elemen penting yang harus diterapkan dalam emergency response, yaitu organisasi, prosedur evakuasi, rute evakuasi, sistem dan peralatan, tempat berkumpul dan fire drills. Dari keenam elemen tersebut PT. Bridgestone Tire Indonesia sudah menerapkan semuanya. Di PT. Bridgestone Tire Indonesia fire drills dilakukan setiap 1 tahun 1 kali, dengan memanggil team pemadam kebakaran dari Dinas kota untuk melakukan simulasi tanggap darurat jika terjadi kebakaran.

Selain itu, perusahaan telah membuat prosedur evakuasi dan rute evakuasi dan dipajang di setiap unit produksi dan office sebagai petunjuk saat terjadi kebakaran. Bila situasi kebakaran tidak terkendali dan membahayakan keselamatan karyawan maka dilakukan tindakan

Gambar

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran........................................................
Tabel 1. Peletakan hydrant berdasarkan luas lantai, klasifikasi bangunan dan jumlah lantai bangunan.
Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran
Gambar 2. APAR di PT. Bridgestone Tire Indonesia Sumber : Hasil Pengamatan, 2012
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini , artikel jurnal tersebut membantu peneliti dalam mengidentifikasikan bagaimana dinamika yang terjadi pada suatu negara dalam sebuah kawasan

Hasil analisis varian menunjukkan bahwa kombinasi tepung pellet dengan tepung maggot yang diberikan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap pertambahan panjang dan

Tahap pelaksanaan terdiri dari: (1) Memberikan pre-test dalam bentuk soal pilihan ganda dengan tiga alternatif pilihan dan reasoning terbuka dengan tujuan untuk

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru Kimia di SMA Negeri 12 Bajarmasin, didapatkan permasalahan sebagai berikut; (1) aktivitas guru masih tergolong rendah disebabkan

Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memberikan pendidikan terhadap siswa tentang pentingnya hak cipta dalam aplikasi TIK,selain itu juga pentingnya Kesehatan

Simpulan dari penelitian ini adalah (1) Strategi Konvensional berpengaruh terhadap kemampuan mendeskripsikan cara pencegahan kerusakan lingkungan (erosi, abrasi, banjir, dan

suatu koperasi dapat dilihat dari 7 aspekdilihat dari rasio keuangan aspek.. pemodalan, aspek kualitas aktiva produktif, aspek manajemen, aspek

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran fisika dengan menggunakan model kooperatif tipe TPS pada pokok bahasan impuls dan momentum agar