Sejarah Peristiwa Lengkong (With Pic)
Secara teritorial, monumen ini terletak di Desa Lengkong Wetan, Kecamatan Serpong, Kota
Tangerang selatan. Untuk menemukan lokasi ini sebetulnya tidak terlalu sulit, namun hanya karena posisi monumen yang membelakangi jalan dan adanya gundukan tanah taman monumen jadi agak sedikit terhalang jika dilihat dari pinggir jalan. Jika Anda ada berencana kesana, patokannya cukup air mancur bundaran BSD kemudian pilih arah yang ke selatan (Jl. Pahlawan Taruna – Damai Indah Golf).
Monumen Pertempuran Lengkong diresmikan diatas tanah seluas 500 meter persegi pada tahun 1993 oleh Panglima ABRI (pada saat itu), yaitu Jenderal (Purn.) TNI Try Sutrisno.
Tempat ini dulunya didominasi oleh hutan karet, tepat disamping monumen terdapat 2 buah bangunan berdempetan yang dalam catatan sejarahnya merupakan gudang senjata pasukan Jepang. Secara fisik bangunan ini masih cukup baik namun secara fungsional cenderung tidak jelas.
Bangunan yang bergaya arsitektur Betawi ini sehari-harinya sering dijadikan sebagai tempat beristirahat para pekerja taman dan golf. Sedangkan pada tanggal 25 Januari dijadikan sebagai galeri terbuka yang diisi dengan foto-foto dan properti, hal ini bertepatan dengan peringatan Pertempuran Lengkong itu sendiri, karena setiap tanggal 25 Januari di Monumen ini juga diadakan upacara.
Monumen Pertempuran Lengkong dibangun untuk mengenang sebuah peristiwa pertempuran yang terjadi di Desa Lengkong Wetan – Serpong, yang menyebabkan gugurnya 3 perwira dan 34 taruna.
Pertempuran itu sendiri terjadi pada tanggal 25 Januari 1946. Hal ini bermula ketika pada tanggal 24 Januari 1946 Mayor Daan Yahya menerima informasi bahwa NICA Belanda telah berhasil menduduki wilayah Parungpanjang – Bogor, dan akan segera merebut gudang senjata jepang yang berada di Lengkong Wetan – Serpong (belakangan diketahui bahwa NICA baru menguasai wilayah Parung pada bulan Maret 1946). Tindakan-tindakan provokatif yang
dilakukan NICA Belanda itu dianggap akan mengancam secara serius kedudukan Resimen IV Tangerang dan Akademi Militer Tangerang yang baru saja didirikan pada bulan Novemver 1945.
Untuk mengantisipasi hal itu pihak Resimen IV Tangerang mengadakan rencana upaya tindakan pengamanan. Mayor Daan Yahya selaku Kepala Staf Resimen, segera memanggil Mayor Daan Mogot dan Mayor Wibowo, perwira penghubung yang diperbantukan kepada Resimen IV Tangerang.
Tanggal 25 Januari 1946 lewat tengah hari sekitar pukul 14.00, setelah melapor kepada komandan Resimen IV Tangerang Letkol Singgih, berangkatlah pasukan TKR dibawah
pimpinan Mayor Daan Mogot dengan berkekuatan 70 taruna Militer Akademi Tangerang (MAT) dan delapan tentara Gurkha. Selain taruna, dalam pasukan itu terdapat beberapa orang perwira yaitu Mayor Wibowo, Letnan Soebianto Djojohadikoesoemo (Paman Prabowo Soebianto) dan Letnan Soetopo. Kedua Perwira Pertama ini adalah perwira polisi tentara (Corps Polisi
Militer/CPM sekarang). Ini dilakukan untuk mendahului jangan sampai senjata Jepang yang sudah menyerah kepada sekutu diserahkan kepada KNIL-NICA Belanda yang waktu itu sudah sampai di Sukabumi menuju Jakarta.
Setelah melalui perjalanan yang berat karena jalannya rusak dan penuh lubang-lubang
perangkap tank, serta penuh barikade-barikade, pasukan TKR tersebut tiba di markas Jepang di Lengkong sekitar pukul 16.00. Pada jarak yang tidak seberapa jauh dari gerbang markas, truk diberhentikan dan pasukan TKR turun. Mereka memasuki markas tentara Jepang dalam formasi biasa. Mayor Daan Mogot, Mayor Wibowo dan taruna Alex Sajoeti berjalan di muka dan
mereka bertiga kemudian masuk ke kantor Kapten Abe. Pasukan Taruna MAT diserahkan kepada Letnan Soebianto dan Letnan Soetopo untuk menunggu di luar.
Gerakan pertama ini berhasil dengan baik dan meyakinkan pihak Jepang. Di dalam kantor markas Jepang ini Mayor Daan Mogot menjelaskan maksud kedatangannya. Akan tetapi Kapten Abe meminta waktu untuk menghubungi atasannya di Jakarta, karena ia mengatakan belum mendapat perintah atasannya tentang pelucutan senjata. Ketika perundingan berjalan, rupanya Lettu Soebianto dan Lettu Soetopo sudah mengerahkan para taruna memasuki
sejumlah barak dan melucuti senjata yang ada di sana dengan kerelaan dari anak buah Kapten Abe. Sekitar 40 orang Jepang disuruh berkumpul di lapangan.
Kemudian secara tiba-tiba terdengar bunyi tembakan, yang tidak diketahui dari mana datangnnya. Bunyi tersebut segera disusul oleh rentetan tembakan dari tiga pos penjagaan bersenjatakan mitraliur yang tersembunyi yang diarahkan kepada pasukan taruna yang terjebak. Serdadu Jepang lainnya yang semula sudah menyerahkan senjatanya, tentara Jepang lainnya yang berbaris di lapangan berhamburan merebut kembali sebagian senjata mereka yang belum sempat dimuat ke dalam truk.
Dalam waktu yang amat singkat berkobarlah pertempuran yang tidak seimbang antara pihak Indonesia dengan Jepang, Pengalaman tempur yang cukup lama, ditunjang dengan
persenjataan yang lebih lengkap, menyebabkan Taruna MAT menjadi sasaran empuk. Selain senapan mesin yang digunakan pihak Jepang, juga terjadi pelemparan granat serta perkelahian sangkur seorang lawan seorang.
Tindakan Mayor Daan Mogot yang segera berlari keluar meninggalkan meja perundingan dan berupaya menghentikan pertempuran namun upaya itu tidak berhasil. Dikatakan bahwa Mayor Daan Mogot bersama rombongan dan anak buahnya Taruna Akademi Militer Tangerang, meninggalkan asrama tentara Jepang, mengundurkan diri ke hutan karet yang disebut hutan Lengkong.
Taruna MAT yang berhasil lolos menyelamatkan diri di antara pohon-pohon karet. Mereka mengalami kesulitan menggunakan karaben Terni yang dimiliki. Peluru yang dimasukkan banyak yang tidak pas karena ukuran berbeda dan sering macet. Pertempuran tidak berlangsung lama, karena pasukan itu bertempur di dalam perbentengan Jepang dengan peralatan persenjataan dan persediaan pelurunya amat terbatas.
Dalam pertempuran, Mayor Daan Mogot terkena peluru pada paha kanan dan dada. Tapi ketika melihat anak buahnya yang memegang senjata mesin mati tertembak, ia kemudian mengambil senapan mesin tersebut dan menembaki lawan sampai ia sendiri dihujani peluru tentara Jepang dari berbagai penjuru.
Akhirnya 33 taruna dan 3 perwira gugur dan 10 taruna luka berat serta Mayor Wibowo bersama 20 taruna ditawan, sedangkan 3 taruna, yaitu Soedarno, Menod, Oesman Sjarief berhasil meloloskan diri pada 26 Januari dan tiba di Markas Komando Resimen TKR Tangerang pada pagi hari.
Pasukan Jepang bertindak dengan penuh kebengisan, mereka yang telah luka terkena peluru dan masih hidup dihabisi dengan tusukan bayonet. Ada yang tertangkap sesudah keluar dari tempat perlindungan, lalu diserahkan kepada Kempetai Bogor. Beberapa orang yang masih hidup menjadi tawanan Jepang dan dipaksa untuk menggali kubur bagi teman-temannya. Sungguh suatu kisah yang pilu bagi yang masih hidup tersebut. Dalam keadaan terluka,
ditawan, masih dipaksa menggali kuburan untuk para rekan-rekannya sedangkan nasib mereka masih belum jelas mau diapakan.
Tanggal 29 Januari 1946 di Tangerang diselenggarakan pemakaman kembali 36 jenasah yang gugur dalam peristiwa Lengkong disusul seorang taruna Soekardi yang luka berat namun akhirnya meninggal di RS Tangerang. Mereka dikuburkan di dekat penjara anak-anak Tangerang, yang kini dikenal dengan Taman Makam Pahlawan Taruna. Selain para perwira dari Tangerang, Akademi Militer Tangerang, kantor Penghubung Tentara, hadir pula pada upacara tersebut Perdana Menteri RI Sutan Sjahrir, Wakil Menlu RI Haji Agoes Salim yang puteranya Sjewket Salim ikut gugur dalam peristiwa tersebut beserta para anggota keluarga
taruna yang gugur. Pacar Mayor Daan Mogot, Hadjari Singgih memotong rambutnya yang panjang mencapai pinggang dan menanam rambut itu bersama jenasah Daan Mogot. Setelah itu rambutnya tak pernah dibiarkan panjang lagi.
Daftar Perwira dan Taruna yang Gugur pada Peristiwa Lengkong
Perwira :
1. Mayor Daan Mogot (Direktur Akademi Militer)
2. Letnan Soebianto Djojohadikoesoemo (Polisi Militer)
3. Letnan Soetopo (Polisi Militer) Taruna : 1. Agoes Rafli 2. Bachroedin 3. Harsono Pramoegiri
4. Martono 5. Marsono 6. Mat Doellah 7. Memed Danoemihardja 8. Mohammad Arsad
9. Mohammad Ramli Achmad 10. Oemar Ali 11. R.M. Soedjono Djojohadikoesoemo 12. R.M. Sasmito 13. R. Brentel Soegito 14. R. Santoso Koosman 15. R. Soeseno
16. Romadi 17. Rudolf Maringka 18. Sajid Mohammad 19. Saleh Bachroedin 20. Sarjanto Sarnoe 21. Sasmito 22. Sjamsir Alam 23. Sjewret Salim 24. Soebiatnto Harjo 25. Soebandi 26. Soegianto
27. Soegito 28. Soekadi 29. Soekiswo 30. Soemantri Martaatmadja 31. Soerardi 32. Soerjani 33. Soewirjo Tjokrowigeni 34. Zainal 35.
Pada tanggal 7 Januari 2005, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu menetapkan Peristiwa Lengkong (25 Januari) sebagai Hari Bakti Taruna Akademi Militer. Hal itu dituangkan lewat Surat Telegram KSAD Nomor ST/12/2005.
Sumber : id.wikipedia.org