• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manausia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat dan martabat yang patut dijunjung tinggi dan setiap anak yang terlahir harus mendapatkan hak – haknya tanpa anak tersebut meminta. Hal ini sesuai dengan ketentuan konvensi Hak anak yang diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 1990 yang mengemukakan tentang prinsip – prinsip Umum perlindungan anak, yaitu nondiskriminasi, kepentingan terbaik anak, kelangsungan hidup tumbuh kembang, dan menghargai partisipasi anak. Prinsip – prinsip tersebut juga terdapat didalam ketentuan Undang – undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yang dibentuk oleh pemerintah agar hak – hak anak dapat di implementasikan di Indonesia. Kepedulian pemerintah Indonesia terhadap harkat dan martbat anak sebenarnya sudah terlihat sejak tahun 1979 ketika membuat undang – undang

perlindungan anak sampai sekarang.1

Kedudukan anak sebagai generasi muda yang akan meneruskan cita –cita luhur bangsa, calon – calon pemimpin bangsa di masa mendatang dan sebagai sumber harapan bagi generasi terdahulu, perlu mendapat kesempatan seluas – luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar baik secara rohani, jasmani, dan sosial. Perlindungan anak merupakan usaha dan kegiatan seluruh lapisan masyarakat dalam berbagai kedudukan dan peranan, yang menyadari betul pentingnya anak bagi nusa dan bangsa kemudian hari. Perlindungan anak adalah segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya demi perkembangan dan pertumbuhan anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya demi perkembangan dan pertumbuhan

(2)

2

anak secara wajar baik fisik, mental, dan sosial. Perlindungan anak merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat, dengan demikian perlindungan anak merupakan diusahakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Kegiatan perlindungan anak membawa akibat hukum, baik dalam kaitannya dengan hukum tertulis maupun tidak tertulis, hukum merupakan jaminan bagi kegiatan perlindungan anak. Arif Gosita mengemukakan bahwa kepastian hukum perlu diusahakan demi kelangsungan kegiatan perlindungan anak dan mencegah penyelewengan yang membawa akibat negatif

yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan perlindungan anak.2

Dalam upaya pembinaan dan perlindungan hukum terhadap anak yang dilakukan oleh pemerintah, mengingat anak adalah generasi penerus bangsa, pemerintah banyak dihadapkan dengan berbagai macam masalah salah satunya adalah penyimpangan perilaku masyarakat yang menjadikan anak sebagai objek kejahatan contoh kasus yang terjadi adalah melibatkan anak dalam tindak pidana narkotika, dimana dalam kasus tersebut anak sudah banyak dimaanfaat sebagai kurir narkotika hal ini merupakan suatu rangkaian pemukatan jahat dalam menjalankan peredaran narkotika.

Narkotika adalah obat/bahan berbahaya. Pengertian narkotika berdasarkan Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 1 mengatakan : Narkotika zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan –

golongan.3 Perkataan narkotika berasal dari bahasa Yunani, yaitu, narcois yang

berarti narkose atau menidurkan, yaitu suatu zat atau obat – obatan tang membiuskan sehingga tidak merasakan apa – apa. Dalam perkembangannya

2 Madin Gultom, Perlindungan Hukum terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana

Anak di Indonesia, Refika aditama, Bandung, 2010, Hlm., 33.

3 Irwan Jasa Tarigan, Narkotika dan Penanggulangannya, Budi Utama, Sleman, 2017, Hlm., 22.

(3)

3

terjadi perubahan, dimana tidak hanya terbatas pada pengertian obat yang menyebabkan seseorang dapat tertidur, berubah menjadi bahan atau zat yang menyebabkan seseorang yang menggunakannya menjadi tidur, yang disebut obat perangsang saraf pusat. Narkotika adalah zat yang bisa menimbulkan pengaruh – pengaruh tertentu bagi mereka yang menggunakannya, berupa pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat dan halusinasi atau timbulnya hayalan – hayalan. Dalam dunia medis, narkotika dimanfaatkan untuk pengobatan seperti

dibidang pembedahaan guna menghilangkan rasa sakit.4

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang di akses dari laman Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kurir adalah utusan yang menyampaikan sesuatu yang penting dengan cepat, kurir juga bisa di definisikan sebagai sebuah aktivitas pengiriman barang yang dilakukan secara langsung, dalam artian kurir Narkotika dapat diartikan perantara atau calo narkotika.

Pada saat ini sudah banyak anak yang di maanfaatkan sebagai kurir Narkotika bahkan dalam acara penandatanganan MoU dengan Badan Narkotika Nasional (BNN), Komisi Perlindungan Anak Indonesia, melalui Ketua Asrorun Ni'am Soleh menjelaskan jika tren pengedaran narkoba melalui anak di bawah umur meningkat drastis dalam tiga tahun terakhir. Renta usia anak-anak yang terlibat narkotika ini memang bervariasi, Asrorun mengatakan pengedar anak mulai dari tahun 2011 hingga 2014 itu meningkat hampir 300%. Mulai tahun 2012 itu ada 17, tahun 2013 ada 21, dan pada 2014 itu mencapai 42 anak yang menjadi pengedar narkoba. "Ancaman narkotika terhadap anak ini menjadi lampu kuning bagi kita untuk sama-sama bergandeng tangan melakukan ikhtiar nyata melindungi anak-anak di bawah umur dari paparan narkotika di lingkungannya. Asrorun Niam Sholeh juga menghimbau jika sang anak yang berkonflik dengan hukum (khususnya narkotika) itu didekati sebagai korban dan seharusnya penanganan berbeda dengan orang dewasa. Undang-undang mengamanahkan

4 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan perempuan, Refika Aditama, Bandung, 2012. Hlm.,122.

(4)

4

pendekatan restoratif justice, atau pendekatan prinsip keadilan yang memulihkan terhadap sang anak. Implikasinya adalah melalui rehabilitasi terhadap anak yang menjadi korban serta keras memberikan hukuman terhadap pihak yang menyalahgunakan anak yang terlibat narkotika. "Anak yang menjadi pengedar pasti tidak mandiri. Tetapi dia di desain oleh orang dewasa untuk kepentingan jalur distribusi tersebut, maka yang harus dikejar adalah orang yang memanfaatkan si anak tersebut, badan hukum pun sudah memberikan penjaminan pendekatan rehabilitasi terhadap anak dalam UU 35 tahun 2009 tentang narkotika, dan UU 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak yang bertujuan agar dapat terwujud peradilan yang benar – benar menjamin perlindungan kepentingan

terbaik terhadap anak yang berhadapan dengan hukum sebagai penerus bangsa.5

Modus baru penggunaan anak sebagai kurir narkotika sudah menjadi tren dalam era peredaran narkotika saat ini seperti yang tampak dalam contoh kasus yang akan di paparkan oleh penulis dalam perkara Nomor.1/Pid.sus-Anak/2014/PN.Pli dan perkara Nomor.14/Pid.sus-Anak/2015/PN.Dps.

Dalam perkara Nomor.1/Pid.sus-Anak/2014/PN.Pli dimana dalam putusan tersebut anak yang berusia 17 tahun menjadi kurir narkotika dengan upah Rp.50.000 – Rp.100.000, kepolisian Resor Tanah Laut melakukan penangkapan terhadap diri terdakwa, dimana pada saat dilakukan pemeriksaan pada diri terdakwa, ditemukan barang bukti berupa 4 (empat) paket narkotika golongan 1 jenis sabu-sabu dengan berat bersih kurang lebih sebesar 0,38 gram, yang masing-masing sebanyak 3 (tiga) paket disimpan terdakwa didalam tempat Handphone Samsung warna hitam, dan sebanyak 1 (satu) paket disimpan di dalam rokok Sampoerna Mentol, Atas perbuatannya tersebut terdakwa didakwa dengan dakwaan pertama Pasal 114 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dan kedua Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. dari dakwaan Penuntut Umum maka Majelis Hakim mempertimbangkan dakwaan yang lebih bersesuaian dengan fakta yang

5 Di kutip dari Republika Berita Nasional, Tren Peredaran Narkoba Melalui Anak

(5)

5

terungkap dipersidangan, yaitu Pasal 114 Ayat (1) Undang- Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Selanjutnya terdakwa dinyatakan bersalah oleh majelis Hakim dan harus dijatuhi pidana maka terdakwa harus pula dibebani untuk membayar biaya perkara. Menyatakan terdakwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tanpa hak menjual Narkotika Golongan I bukan tanaman Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dengan ketentuan jika denda

tidak dibayar harus diganti dengan pidana penjara selama 1 (satu) bulan.6

Dalam perkara Nomor.14/Pid.sus-Anak/2015/PN.Dps. Terdakwa anak umur 17 tahun menjadi kurir narkotika, terdakwa mendapatkan upah Rp.50.000 dan bahkan pernah mendapatkan upah Rp.1000.000. dari penangkapan dalam diri terdakwa di temukan barang bukti narkotika golongan 1 yang beratnya melebihi 5 gram, berupa yaitu 31 plastik klip dalamnya berisi kristal narkotika jenis sabu – sabu dengan jumlah berat bersih sebanyak 114,14 gram dan 365 butir tablet narkotika jenis ekstasi dengan jumlah berat bersih sebanyak 92,72 gram, atas perbuatan tedakwa tersebut terdakwa anak didakwa dengan Pasal 112 ayat (2) U.U R.I No. 35 Tahun 2009 dan Pasal 115 ayat (1) Undang – undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, selanjutnya terdakwa oleh Majelis Hakim memutusakan menyatakan terdakwa anak secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Narkotika Secara tanpa hak dan melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman yang beratnya melebihi 5 (lima) gram, oleh majelis hakim telah bersesuaian dengan Pasal 112 ayat (2) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, selanjutnya menjatuhkan pidana terhadap terdakwa anak, dengan pidana penjara selama : 3 (tiga) tahun di Lembaga Pembinaan khusus Anak di Karangasem, membebankan kepada anak membayar biaya pekara sebesar Rp.

2000,- (dua ribu rupiah).7

6 Putusan Nomor.1/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Pli. 7 Putusan Nomor.14/Pid.sus-Anak/2014/PN.Dps.

(6)

6

Kebebasan Hakim dalam memutus suatu perkara merupakan hal yang mutlak yang dimiliki hakim sebagaimana amanat Undang- berdasarkan Undang undang. akan tetapi juga harus sesuai dengan hati nuraninya. Hakim -Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang tentang kekuasaan kehakiman dan Pasal 24 ayat 1 UUD 1945, Kekuasaan Kehakiman memiliki kebebasan dalam menjatuhkan pidana, namun apabila pelaku tindak pidana tersebut masih tergolong dalam usia anak khususnya pada tindak pidana narkotika, seharusnya hakim dapat lebih

mempertimbangkan kembali putusan yang dijatuhkannya.8

Dalam persidangan hakim khusus diharapkan dapat memberikan keadilan kepada anak, penjatuhan hukuman oleh hakim bukanlah merupakan hal yang salah, akan tetapi hakim menimbang kembali apakah putusan hukuman yang dijatuhkan telah memberikan perlindungan terhadap anak dan memberikan

maanfaat9 Seperti dalam penjelasan umum No. 11 Tahun 2012 tentang sistem

Peradilan Pidana Anak disebutkan bahwa tentang Pengadilan Anak dimaksudkan melindungi dan mengayomi anak yang berhadapan dengan hukum agar dapat menyongsong masa depannya yang masih panjang serta memberi kesempatan kepada anak agar melalui pembinaan akan diperoleh jati dirinya untuk menjadi manusia yang mandiri, bertangjungg jawab dan berguna bagi diri sendiri,

keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.10

Dalam Pasal 3 ayat 1 Konvensi Hak - Hak Anak, diterjemahkan, dalam setiap tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh lembaga – lembaga kesejahteraan soal pemerintah maupun swast, lembaga peradilan, lembaga pemerintah atau badan legeslatif, kepentingan terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama, artinya, pertimbangan utama hakim mengadili dan menjatuhkan putusan terhadap anak adalah kepentingan terbaik bagi anak yang berorientasi kepada keadilan, bukan atas kekakuan hukum pidana atau hukum

8 Undang -Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang tentang kekuasaan kehakiman dan pasal 24 ayat 1 UUD 1945

9 Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2012, Hlm.,12. 10 Wiyono, Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Sinar Grafika, 2016, Hlm.,7.

(7)

7

acara, terhadap anak yang terbukti melakukan kejahatan hakim harus mengambil keputusan bijak dengan memperhatikan latar belakang kehidupan anak, latar belakang kehidupan anak, faktor – faktor pencetus terjadinya kejahatan dan yang terpenting, kemampuan mental dan kesehatan fisik seorang anak yang akan

menanggung beban pemidanaan jika dijatuhi pidana.11

Apabila dilihat dari kasus posisi didalam Putusan

No.1/Pid.sus-Anak/2014/PN.Pli dan Putusan No.14/Pid.sus-Anak/2015/PN.Dps yang

melibatkan terdakwa tersebut adalah anak, seharusnya majelis hakim mempertimbangkan Pasal 56 KUHP dimana dalam putusan diatas hakim tidak mempertimbangkannya dimana dalam Pasal 56 KUHP berbunyi di pidana sebagai pembantu (medeplichtige) sesuatu kejahatan : Ke 1. Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan. Ke 2. Mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk kejahatan untuk melakukan kejahatan lebih lanjut dalam Pasal 57 ayat 1 berbunyi dalam hal pembantuan, maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dikurangi sepertiga. karena menurut UU psikotropika (Pasal 69), percobaan atau pembantuan (UU psikotropika menggunakan istilah perbantuan) dipidana sama dengan delik yang

bersangkutan.12

Jadi, pembantuan / perbuatan (medeplictige) dalam melakukan tindak pidana (TP) psikotropika berbeda dengan perbuatan dalam melakukan TP Narkotika. Menurut UU Psikotropika, pembantu dipidana sama dengan pelaku TP sedangkan menurut UU Narkotika, berlaku ketentuan umum KUHP (karena UU Narkotika tidak mengatur), yaitu dipidannya dikurangi sepertiga dari maksimum pidana untuk TP yang bersangkutan.

Walaupun dalam Pasal 132 UU 35/2009 tidak disebut secara tegas adanya pembantuan dalam salah satu bentuk perbuatan yang disebut didalam Pasal 133 ada bentuk perbuatan yang dapat diartikan sebagai pembantuan yaitu perbuatan

11 Nurini Aprilianda, Sistem Peradilan Pidana Indonesia Teori dan Praktik, Universitas Brawijaya Pers, Malang, 2017, Hlm.,34.

(8)

8

memberi atau menjanjikan sesuatu, memberi kesempatan, memberi kemudahan, untuk melakukan tindak pidana narkotika yang disebut dalam Pasal 133 itu. Akan tetapi menurut Pasal ini, yang dapat dipidana kalau perbuatan memberi sesuatu/kesempatan/kemudahan itu ditujukan kepada anak yang belum cukup

umur sehingga menjadi masalah yuridis apakah memeberi

sesuatu/kesempatan/kemudahan kepda orang dewasa pada umumnya dapat juga dipidana. Secara yuridis sebenarnya bisa karena ada Pasal 56 KUHP sebagai aturan umum. Namun menjadi masalah karena UU 35/2009 tidak menyebutkan kualifikasi yuridis untuk tindak pidana narkotika sebagai kejahatan. Menurut Pasal 56 KUHP, bentuk pembantuan yang dapat dipidana hanya pembantuan

terhadap kejahatan.13 Melihat dari kasus diatas tidak nampak majelis hakim

mempertimbangkan Pasal 56 KUHP padahal dalam kasus tersebut anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Tidaklah mungkin menyamakan penghukuman terhadap anak yang melakukan tindak pidanana dengan orang dewasa. Anak memiliki harapan yang besar dari bangsa, dalam usianya yang masih memiliki harapan panjang dan keluarga dan masyarakat perkembangan anak seperti : hak pendidikannya harus mendapat perhatian besar. Hal ini merupakan tanggung jawab semua pihak. Tetapi ketika proses pembinaan anak yang berkonflik dengan hukum tidak tepat, maka para pihak yang bertanggung jawab telah menjadikan, menghancurkan masa

depan anak tersebut.14

Dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang – undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak asasi manusia, setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan

13 Barda Nawawi Arief, Kapita Hukum Selekta Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2013.,hlm, 99.

(9)

9

diskriminasi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa anak sebagai tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa memiliki peran strategis, ciri, dan sifat khusus sehingga wajib dilindungi dari segala bentuk perlakuan tidak manusiawi yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia. Pasal 1 dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan Anak adalah seseorang yang belum

berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.15

Anak sebagian bagian dari generasi muda merupakan penerus cita – cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila dan Undang – undang Dasar 1945, diperlukan pembinaan secara terus menerus demi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial serta perlindungan dari segal kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa depan. Dalam berbagai hal upaya pembinaan dan perlindungan tersebut, dihadapkan pada berbagai hal upaya pembinaan dan perlindungan tersebut, dihadapkan pada berbagai permasalahan dan tantangan dalam masyarakat dan kadang – kadang dijumpai penyimpangan perilaku dikalangan anak, bahkan lebih dari itu terdapat anak yang melakukan perbuatan melanggar hukum, tanpa mengenal status sosial dan ekonomi. Disamping itu terdapat pula anak yang karena satu dan lain hal tidak mempunyai kesempatan memperoleh perhatian, baik secara fisik, mental maupun sosial. Karena keadaan diri yang tidak memadai tersebut, maka baik sengaja maupun tidak sengaja sering juga anak melakukan tindak atau berperilaku yang dapat merugikan dirinya atau

masyarakat.16

Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus bangsa dan

15 Undang – undang Nomor 35 tahun 2014. 16 Maidin Gultom, Op.Cit,hlm.,130.

(10)

10

penerus pembangunan, yaitu generasi yang dipersiapkan sebagai subjek pelaksanaan pembangunan berkelanjutan dan pemegang kendali masa depan suatu negara, tidak terkecuali Indonesia. Perlindungan anak Indonesia berarti melindungi potensi sumber daya insani dan membangun manusia Indonesia sutuhnya, menuju masyarakat yang adil dan makmur, materil spiritual

berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.17

Dari putusan Putusan No.1/Pid.sus-Anak/2014/PN.Pli dan Putusan No.14/Pid.sus-Anak/2015/PN.Dps penulis tidak melihat dipertimbangkannya Pasal 56 KUHP didalam putusan perkara pidana narkotika anak sehingga penulis tertarik untuk menulis proposal skripsi dengan judul

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA KURIR NARKOTIKA ANAK STUDY PERKARA NO. 1/ Pid.Su – Anak/ 2014/ PN.Pli dan PERKARA NO. 14/ Pid.sus - Anak/ 2015/ PN.Dps.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka penulis akan membahas masalah sebagai berikut :

Bagaimana pertanggung jawaban pidana anak yang menjadi kurir narkotika dalam Putusan Majelis Hakim Dalam Perkara No.1/Pid.sus-Anak/2014/PN.Pli dan Perkara No.14/Pid.sus-Anak/2015/PN.Dps?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian. 1. Tujuan penelitian

untuk mengetahui apakah putusan No.1/Pid.sus-Anak/2014/PN.Pli dan Putusan No.14/Pid.sus-Anak/2015/PN.Dps sudah tepat.

2. Manfaat penelitian ini adalah :

17 Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Anak di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014, Hlm., 1.

(11)

11

a. Manfaat Teoritis : Penulisan ini diharapkan dapat memberikan kegunaan untuk

mengetahui putusan perkara narkotika terhadap anak

No.1/Pid.sus-Anak/2014/PN.Pli dan Putusan No.14/Pid.sus-Anak/2015/PN.Dps sudah tepat. b. Manfaat Praktis : Penulisan ini diharapkan berguna dapat memberikan informasi hukum bagi pihak yang berkepentingan dalam penelitian hukum khususnya mengenai pelaku tindak pidana anak sebagai kurir narkotika.

D. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian

Metode penelitian yang digunakan penulis adalah yuridis normatif, yaitu Pendekatan yang digunakan yuridis normatif karena yang diteliti adalah adalah pertimbangan hakim dalam memberikan sanksi pidana. Pendekatan ini dengan menelaah putusan hakim dikaitkan peraturan perundang – undangan.

2. Metode Pendekatan

a. Pendekatan Undang – Undang.

1. Undang – undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

2. Undang – undang Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak.

3. Undang – undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang

– Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. b. Pendekatan Kasus.

Pada pendekatan kasus yang dilakukan dalam penelitian ini, dilakukan dengan telaah terhadap kasus yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap terhadap putusan No1/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Pli. dan No.14/Pid.Sus.Anak/2015/PN.Dps. E. Bahan Hukum

Bahan Hukum yang digunakan dalam penelitian ini, Meliputi : 1. Bahan Hukum Primer

(12)

12

Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari kaidah dasar, bahan hukum yang digunakan : Undang – undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Undang – undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Undang – undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, Undang – undang No 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman. Putusan Nomor 1/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Pli dan No.14/Pid.Sus.Anak/2015/PN.Dps.

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder terdiri dari buku – buku hukum, jurnal hukum, yang dapat membantu memberikan penjelasan, analisa, pemahaman dari hukum primer

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan catatan Amnesty Internasional, sampai dengan tahun 2002 tercatat 111 negara telah menentang penerapan hukuman mati, melebihi 84 negara yang masih.. Ini

leher, kualitas jahitan vuring dan kualitas jahitan lengan.Kualitas hasil jahitanpenyelesaian (kelim dan pemasangan kancing), kualitas hasil jahitan pemasangan

Sebagaimana disebutkan dalam PP.72 Tahun 2005 (pasal 65), bahwa perencanaan pembangunan desa harus didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat

(2) Dalam pertimbangan hukum hakim dalam memutus perkara tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik dalam kasus tersebut adalah dengan mengkaji kualifikasi tindak pidana,

TERWUJUD NYA OKU SELATAN YANG MAJU Mengembangkan 1. dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Terciptanya 1. Sumber Daya Manusia yang cerdas

Konflik dapat berupa pertentangan yang dilakukan orang tua ketika anak memilih untuk meyakini agama yang tidak sama dengan kedua orang tuanya atau pemaksaan orang

Berdasarkan nilai korelasi, koefisien lintas, dan heritabilitas maka karakter yang dapat digunakan untuk menyusun indeks seleksi bagi daya hasil pada 11 populasi

Untuk mehasilkan poin ada beberapa macam teknik menyerang dalam cabang olahraga Bola Voli yaitu seperti yang dikemukakan oleh Dieter Beutelstahl (2008, hlm. Dalam