• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA PENYEDIAAN HIJAUAN MAKANAN TERNAK DOMBA DAN KAMBING DI DESA SIDOHARJO DAN SUMBERHARJO, KECAMATAN PACITAN, KABUPATEN PACITAN, PROPINSI JAWA TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POLA PENYEDIAAN HIJAUAN MAKANAN TERNAK DOMBA DAN KAMBING DI DESA SIDOHARJO DAN SUMBERHARJO, KECAMATAN PACITAN, KABUPATEN PACITAN, PROPINSI JAWA TIMUR"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

POLA PENYEDIAAN HIJAUAN MAKANAN TERNAK DOMBA

DAN KAMBING DI DESA SIDOHARJO DAN SUMBERHARJO,

KECAMATAN PACITAN, KABUPATEN PACITAN,

PROPINSI JAWA TIMUR

SKRIPSI

AGUSTINA SULASTRI NINGSIH

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

(2)

RINGKASAN

Agustina Sulastri Ningsih. D24062644. 2010. Pola Penyediaan Hijauan Makanan Ternak Domba dan Kambing di Desa Sidoharjo dan Sumberharjo, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, Propinsi Jawa Timur. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Muhammad Agus Setiana, MS Pembimbing Anggota : Ir. Sudarsono Jayadi, M.Sc.Agr

Usaha ternak ruminansia kecil merupakan salah satu alternatif kegiatan yang dapat diintegrasikan dengan usaha tani, kebun dan perikanan. Mengingat budidaya domba dan kambing ini cukup mudah, hewannya relatif tahan terhadap penyakit, membutuhkan teknologi sederhana, reproduksi cukup cepat sesuai dengan kondisi tropis Indonesia (Udo, 2002). Peningkatan produksi ternak akan berhasil dengan baik jika ketersediaan pakan hijauan sebagai sumber pakan dapat dipenuhi baik secara kualitas, kuantitas, dan kontinyu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa pola penyediaan hijauan makanan ternak dalam memenuhi kebutuhan hijauan pakan domba dan kambing yang nantinya dapat bermanfaat sebagai masukan kepada pemerintah daerah dan peternak di Desa Sidoharjo dan Sumberharjo.

Daerah yang digunakan dalam penelitian ini adalah Desa Sidoharjo dan Sumberharjo, Kecamatan Pacitan, Jawa Timur. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dan kuesioner petani serta pengamatan lapang. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi yang terkait dengan penelitian ini. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain analisa deskriptif, dan analisa Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR).

Berdasarkan pengamatan di lapang, sistem pemeliharaan di Desa Sidoharjo dan Sumberharjo merupakan sistem intensif sebanyak 96% dan 84% dari responden. Sisanya merupakan sistem semi intensif sebesar 4% dan 16%. Penyediaan hijauan makanan ternak (HMT) dengan sistem intensif dilakukan secara cut and carry (mengarit). Pada musim kemarau perbandingan pemberian pakan legum lebih banyak dibandingkan dengan rumput. Pemeliharaan secara semi intensif adalah sistem pemeliharaan ternak yang dikandangkan pada malam hari, sedangkan siang hari diikat dan digembalakan sehingga ternak dapat merumput. Rumput yang biasanya tumbuh di lapangan antara lain rumput grinting (Cynodon dactylon L.), Rumput gajah (Pennisetum purpureum Schum), dan alang-alang (Imperata cylindrica L.).

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sistem pemeliharaan ruminansia kecil di Desa Sidoharjo dan Sumberharjo yang lebih efektif adalah sistem intensif dengan pola penyediaan HMT secara diaritkan (cut and carry). Berdasarkan hasil KPPTR Desa Sidoharjo menunjukkan bahwa daerah tersebut padat ternak sedangkan Desa Sumberharjo sudah mendekati kapasitas tampungnya.

Kata-kata kunci : Kecamatan Pacitan, kambing, domba, KPPTR, legum

(3)

ABSTRACT

Availability Forage Pattern For Sheep and Goat In Sidoharjo and Sumberharjo Village, Pacitan Subdistrict And Regency, East Java

Agustina, S.N., M. A. Setiana and S. Jayadi

Goat and sheep often provide main source of livelihood for small farmers and small source income for the dryland. Both of them have potentially important future economic contribution in the development of sustainable agriculture. The development of animal husbandry related to availability forage pattern problems. The aims of this study are to analyze the availability forages pattern that can support the development of small ruminant livestock and also identified Pacitan area such as Sidoharjo and Sumberharjo. These areas have potency for development ruminant based on forage availability. Data collection was conducted on July 2009 until

February 2010, it consists of primary and secondary data. The primary data was

collected from interview with quesioner and direct observations. The secondary data was collected from Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda), Sidoharjo and Sumberharjo village, Dinas

Tanaman Pangan dan Peternakan, and Badan Penelitian dan Pengembangan

(Balitbang). This study use descriptive analysis, and Capacity of Additional

Ruminant Population (CARP) analysis. Estimation of CARP shows that the CARP value in Sumberharjo was positive but Sidoharjo village was negative. However it does not mean that those villages can not be developed as central of small ruminant production.

Keywords : Pacitan regency, goat, sheep, CARP, legume

(4)

POLA PENYEDIAAN HIJAUAN MAKANAN TERNAK DOMBA

DAN KAMBING DI DESA SIDOHARJO DAN SUMBERHARJO,

KECAMATAN PACITAN, KABUPATEN PACITAN,

PROPINSI JAWA TIMUR

AGUSTINA SULASTRI NINGSIH D24062644

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 

(5)

Judul : Pola Penyediaan Hijauan Makanan Ternak Domba Dan Kambing Di Desa Sidoharjo Dan Sumberharjo, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, Propinsi

Jawa Timur

Nama : Agustina Sulastri Ningsih

NIM : D24062644

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

( Ir. Muhammad Agus Setiana, MS ) ( Ir. Sudarsono Jayadi,M.Sc.Agr )

NIP. 19570824 198503 1 001 NIP. 19660226 199003 1 001

Mengetahui, Ketua Departemen,

( Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr ) NIP. 19670506 199103 1 001

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Agustus 1987 di Pacitan, Jawa Timur. Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan Bapak Alm. Anung Heru Santosa dan Ibu Tatik Sulastri.

Pada tahun 1994 penulis menempuh pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Baleharjo II Pacitan dan lulus pada tahun 2000. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri I Pacitan dari tahun 2000-2003. Pada tahun 2003, penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Pacitan dan lulus pada tahun 2006.

Pada tahun 2006, penulis diterima sebagai mahasiswa tingkat Persiapan Bersama di Institut Pertanian Bogor (TPB IPB) melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Penulis terdaftar sebagai mahasiswa pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di Paduan Suara Graziono dan Ikatan Mahasiswa Peternakan Indonesia (ISMAPETI) Fakultas peternakan, Institut Pertanian Bogor.

(7)

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim,

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini. Shalawat serta salam penulis sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Penyusunan skripsi yang berjudul “Pola Penyediaan Hijauan Makanan Ternak Domba dan Kambing di Desa Sidoharjo dan Sumberharjo, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur” merupakan salah satu syarat memperoleh gelar sarjana peternakan pada Program Mayor Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2009-Februari 2010 di Desa Sidoharjo dan Sumberharjo, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur. Persiapan dimulai dari penulisan proposal dilanjutkan dengan perizinan penelitian, pelaksanaan penelitian dan penulisan hasil. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola penyediaan hijauan makanan ternak yang dapat mendukung perkembangan bidang peternakan terutama ruminansia kecil di Desa Sidoharjo dan Sumberharjo.

Penulis memahami bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat menyempurnakan tulisan penulis berikutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan.

Akhir kata, penulis berharap karya kecil ini dapat menjadi salah satu karya terbaik yang bisa penulis persembahkan terutama untuk bunda tercinta. Amin.

Bogor, Agustus 2010

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... i

ABSTRACT ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2 Kegunaan Penelitian ... 2 Kerangka Pemikiran ... 4

Bagan Kerangka Pemikiran ... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 6

Usaha Peternakan Domba dan Kambing ... 6

Sistem Pemeliharaan Ternak ... 6

Sumberdaya Hijauan ... 7

Sumberdaya Manusia ... 8

Sumberdaya Lahan ... 9

Sumberdaya Teknologi ... 9

Karakteristik Padang Penggembalaan ... 10

Ternak Domba ... 11

Ternak Kambing ... 12

Manajemen Kandang dan Penyakit ... 13

MATERI DAN METODE ... 14

Lokasi dan Waktu ... 13

Materi ... 13

Responden Peternak ... 14

Ternak ... 14

Peralatan ... 14

Prodesur ... 14

Teknik Pengambilan Data ... 15

Teknik Pengambilan Hijauan ... 15

(9)

Analisis Data ... 16

Analisis Deskriptif ... 16

Analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) ... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

Keadaan Umum Pacitan ... 18

Tatatguna Tanah dan Pertanian ... 18

Keadaan Umum Desa Sidoharjo ... 19

Keadaan Topografi ... 19

Penggunaan Lahan Desa Sidoharjo ... 19

Keadaan Umum Desa Sumberharjo ... 21

Keadaan Topografi ... 21

Penggunaan Lahan Desa Sumberharjo ... 21

Kependudukan dan Sosial Budaya ... 23

Sistem Pemeliharaan Ternak Domba dan Kambing ... 24

Sistem Pemeliharaan Domba dan Kambing Secara Intensif ... 25

Frekuensi Pemberian Pakan ... 27

Sistem Pemeliharaan Domba dan Kambing Secara Semi Intensif ... 28 Karakteristik Peternak ... 30 Umur Peternak ... 30 Pengalaman Beternak ... 31 Jenis Pekerjaan ... 31 Tingkat Pendidikan ... 33

Ketersediaan Tenaga Kerja Keluarga ... 33

Jenis Hijauan ... 35

Manajemen Kandang dan Penyakit ... 39

Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) .. 40

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 43 Saran ... 43 UCAPAN TERIMAKASIH ... 44 DAFTAR PUSTAKA ... 45 LAMPIRAN ... 48      

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. ... Keadaan Umum Desa Sidoharjo ... 19 2. ... Luas

Penggunaan Lahan Desa Sidoharjo ... 20 3. ... Keadaan

Umum Desa Sumberharjo ... 21 4. ... Luas

Penggunaan Lahan Desa Sumberharjo ... 22 5. ... Sistem

pemeliharaan Ternak Domba dan Kambing Desa

Sidoharjo dan Sumberharjo ... 24 6. ... Pola

Penyediaan HMT Cut and Carry Desa Sidoharjo dan

Sumberharjo ... 25 7. ... Frekuensi

Pemberian Pakan Pada Ternak Domba dan

Kambing ... 27

8. Lahan Padang Penggembalaan Ruminansia Kecil di Desa

Sidoharjo dan Sumberharjo ... 28 9. ... Jumlah

Tanggungan Keluarga Responden Peternak di Desa

Sidoharjo dan Sumberharjo ... 34

10. Jenis Hijauan, Nama Latin, dan Penggunaannya di Desa

Sidoharjo dan Sumberharjo ... 37 11. ... Rataan Bobot

Badan Ternak Domba dan Kambing ... 38 12. ... Perhitung

an Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak

Ruminansia (KPPTR) Desa Sidoharjo dan Sumberharjo ... 41

     

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. ... Persentase Jumlah Penduduk Desa Sidoharjo  

Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2009 ... 23 

2. Persentase Jumlah Penduduk Desa Sidoharjo dan

Sumberharjo Berdasarkan Umur Tahun 2009 ... 23 3. ... Pola

Penyediaan HMT Cut and Carry (Intensif) ... 26 4. ... Pola

Penyediaan HMT Cut and Carry dan Grazing

(Semi Intensif) ... 29 5. Persentase Jumlah Responden Desa Sidoharjo dan

Sumberharjo Berdasarkan Umur Tahun 2009 ... 30 6. ... Persentase

Jumlah Responden Desa Sidoharjo dan

Sumberharjo Berdasarkan Pengalaman Beternak

Tahun 2009 ... 31

7. Persentase Jumlah Responden Desa Sidoharjo dan

Sumberharjo Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Tahun 2009 ... 32 8. Persentase jumlah responden Desa Sidoharjo dan

Sumberharjo Berdasarkan Pendidikan Tahun 2009 ... 32 9. ... Rumput dan

legum di Desa Sidoharjo dan Sumberharjo………. ... 36

10. ... Manajemen Kandang di Desa Sidoharjo dan Sumberharjo ... 39

(12)

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. ... Peta Kabupaten Pacitan ... 49 2. ... Peta Kecamatan Pacitan ... 50 3. ... Sketsa Desa Sidoharjo ... 51 4. ... Sketsa Desa Sumberharjo ... 52

5. Curah Hujan dan Hari Hujan di Kecamatan Pacitan Tahun

1998-2007 ... 53 6. ... Suhu udara di

Kecamatan Pacitan tahun 2007 ... 53 7. ... Jumlah

Penduduk Desa Sidoharjo Berdasarkan Umur ... 54 8. ... Jumlah

Penduduk Desa Sumberharjo Berdasarkan Umur ... 54 9. ... Sistem

(13)

Sidoharjo dan Sumberharjo ... 54 10. ... Penyediaan

HMT secara Cut and Carry di Desa Sidoharjo ... 55 11. ... Penyediaan

HMT secara Cut and Carry di Desa Sumberharjo ... 55 12. ... Frekuensi Pemberian Hijauan Pakan di Desa Sidoharjo ... 55 13. ... Frekuensi Pemberian Hijauan Pakan di Desa Sumberharjo ... 55 14. Jumlah Tanggungan Keluarga Responden Peternak di Desa

Sidoharjo ... 55 15. Jumlah Tanggungan Keluarga Responden Peternak di Desa

Sumberharjo ... 56 16. ... Lahan Padang

Penggembalaan (Grazing) di Desa Sidoharjo ... 56 17. ... Lahan Padang

Penggembalaan (Grazing) di Desa Sumberharjo ... 56 18. Perhitungan Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia

(KPPTR) Desa Sidoharjo ... 56 19. Perhitungan Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia

(KPPTR) Desa Sumberharjo ... 57 20. ... Kuisioner

... 58

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kebutuhan daging domba dan kambing secara nasional selama beberapa periode terakhir (1995-2006) adalah 55,84 ton/thn. Artinya bahwa prospek pasar

(14)

ternak domba dan kambing secara nasional cukup besar dilihat dari konsumen yang mengkonsumsi daging tersebut cukup besar. Kurun waktu yang sama (1990-2004) jumlah pemotongan domba dan kambing berkisar rata-rata 2,01 juta ekor per tahun atau sekitar 15,78 terhadap populasi (Statistik Peternakan, 2005).

Pembangunan sektor pertanian dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan, dan terdesentralisasi, senantiasa didorong untuk mewujudkan perekonomian nasional yang sehat berdasarkan dari visi yang telah ditetapkan oleh Departemen Pertanian. Sementara itu dalam misi pembangunan peternakan antara lain adalah memfasilitasi penyediakan pangan asal ternak yang cukup baik secara kuantitas maupun kualitasnya, memberdayakan SDM agar menghasilkan produk yang berdaya saing tinggi, menciptakan peluang ekonomi untuk meningkatkan pendapatan, membantu menciptakan lapangan kerja, dan melestarikan serta memanfaatkan sumberdaya alam pendukung peternakan (Departemen Pertanian, 2001). Salah satu komoditas peternakan yang memenuhi kriteria seperti pada visi daan misi di atas antara lain komoditas domba dan kambing.

Desa Sidoharjo dan Sumberharjo merupakan desa yang berada dilingkup wilayah Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Ruminansia kecil merupakan salah satu komoditas peternakan di Desa Sidoharjo dan Sumberharjo yang mendominasi di kedua desa tersebut. Beternak kambing dan domba merupakan usaha sampingan bagi peternak di kedua desa tersebut. Usaha ternak ruminansia kecil merupakan salah satu alternatif kegiatan yang dapat diintegrasikan dengan usaha tani, kebun dan perikanan. Budidaya kambing dan domba cukup mudah, hewannya relatif tahan terhadap penyakit, membutuhkan teknologi sederhana, reproduksi cukup cepat sesuai dengan kondisi tropis Indonesia (Udo, 2002). Menurut Winarso (2009), domba dan kambing merupakan hewan ternak kecil yang memiliki banyak kegunaan dan manfaat, disamping dapat menghasilkan daging untuk memenuhi kebutuhan protein hewani bagi masyarakat juga bisa memberikan penghasilan tambahan. Domba dan kambing dapat menghasilkan beberapa macam komoditas diantaranya berupa ternak hidup dari hasil repoduksi, daging, susu maupun limbah kotoran ternak yang banyak manfaatnya bagi usaha budidaya pertanian tanaman pangan.

Pengembangan sektor peternakan tidak lepas dari masalah penyediaan hijauan makanan ternak. Pakan merupakan input yang memberikan sumbangsih

(15)

cukup besar demi terjaganya kualitas ternak, agar kedepannya ternak tersebut dapat diolah dan memiliki nilai jual yang tinggi. Lebih dari 60% dari seluruh pakan yang dikonsumsi ternak ruminansia adalah hijauan, baik dalam bentuk segar maupun dalam bentuk kering. Menurut McDowell (1972) hasil ternak melibatkan banyak aspek kompleks tetapi penyediaan pakan merupakan faktor pembatas yang lebih pokok dibandingkan dengan segi lingkungan atau kesehatan ternak. Salah satu faktor yang menentukan baik buruknya pertumbuhan ternak ruminansia adalah pakan.

Pembangunan peternakan pada masa mendatang akan dihadapkan pada masalah keterbatasan sumberdaya alam sebagai basis penyediaan pakan (Kasryno, 1998). Seiring dengan meningkatnya kepadatan penduduk, keberadaan lahan terutama lahan padang penggembalaan menjadi semakin terancam dikarenakan kebutuhan yang lebih penting yaitu tempat pemukiman penduduk. Semakin sempitnya suatu lahan terutama di Indonesia, membuat lahan untuk penanaman hijauan makanan ternak juga ikut berkurang. Padahal kebutuhan akan Hijauan Makanan Ternak (HMT) untuk pakan sangat tinggi. Peningkatan produksi ternak akan berhasil dengan baik jika ketersediaan pakan hijauan sebagai sumber pakan dapat dipenuhi baik secara kualitas, kuantitas, dan kontinyu.

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui pola penyediaan hijauan pakan ternak domba dan kambing di Desa Sidoharjo dan Sumberharjo dalam memenuhi kebutuhan ternak yang nantinya dapat bermanfaat sebagai masukan kepada pemerintah daerah dan peternak di daerah Pacitan.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa pola penyediaan hijauan makanan ternak yang dapat mendukung perkembangan bidang peternakan di Desa Sidoharjo dan Sumberharjo.

Kegunaan penelitian

1. Menjadi acuan bagi peternak domba dan kambing dalam melakukan

pemeliharaan ternak guna meningkatkan pendapatannya

2. Bagi instansi yang terkait khususnya dapat menjadi acuan dalam rangka

pembangunan usaha ternak domba dan kambing di wilayah yang bersangkutan atau di daerah lain

(16)

Kerangka Pemikiran

Peternakan memiliki peranan sebagai penyedia protein hewani yang memiliki manfaat menciptakan dan membuka lapangan pekerjaan, terutama penduduk desa yang sebagian besar bekerja sebagai petani. Desa Sidoharjo dan Sumberharjo

(17)

merupakan desa yang berada di lingkup wilayah Kabupaten Pacitan yang terletak di pesisir selatan Propinsi Jawa Timur yang sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani. Kedua desa tersebut memiliki potensi dalam pengembangan usaha peternakan ruminansia kecil (domba dan kambing) yang merupakan usaha sampingan. Ternak domba dan kambing memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan karena memiliki kelebihan dibandingkan ternak lainnya antara lain : berkembang biak dengan cepat, mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan yang kering, dan dagingnya relatif disukai oleh masyarakat.

Perkembangan peternakan domba dan kambing sampai saat ini perkembangan produksinya dan produktivitasnya hampir tidak mengalami kemajuan berarti. Hal ini diduga akibat pola pemeliharaannya yang masih bersifat tradisional dengan skala pemilikan yang kecil (small holders), sehingga domba dan kambing kebanyakan dipelihara apa adanya tanpa suatu perencanaan yang jelas untuk lebih berkembang, lebih produktif, dan lebih menguntungkan. Dengan didukung adanya sumberdaya lahan yang belum dimanfaatkan secara optimal, ketersediaan hijauan makanan ternak (segar maupun limbah pertanian), dan sumberdaya manusia yang memanfaatkan tenaga kerja keluarga serta didukung dengan adanya metode Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) yang merupakan suatu pendekatan untuk menunjukkan kapasitas wilayah dalam penyediaan hijauan pakan, usaha ternak domba dan kambing dapat berkembang di kedua desa tersebut.

Hal-hal tersebut diatas akan sangat membantu dalam menentukan pola penyediaan hijauan makanan ternak di desa Sidoharjo dan Sumberharjo yang nantinya dapat memperbaiki dan meningkatkan produktivitas ternak domba dan kambing. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan kerangka pemikiran sebagaimana disajikan pada Gambar 1.

(18)

Keterangan : KPPTR = Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian 5

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Usaha Peternakan Domba dan Kambing

Peternakan adalah usaha manusia untuk mendayagunakan hewan bagi kesejahteraan umat manusia. Kegunaan yang diperoleh manusia dari ternak yang dipeliharanya, antara lain tenaga kerja, makanan berupa daging, telur dan susu, olah raga dan rekreasi, serta kotorannya yang digunakan sebagai pupuk organik maupun biologis. Menurut Mubyarto (1989), peternakan dilihat dari pola pemeliharaannya di Indonesia dapat dibagi tiga kelompok, yaitu 1) peternakan rakyat dengan cara pemeliharaan yang tradisional, 2) peternakan rakyat dengan cara pemeliharaan yang semi komersial dan 3) peternakan komersial. Agar dapat berproduksi dengan optimal maka diperlukan faktor-faktor produksi meliputi ternak, tenaga kerja, modal dan manajemen.

Kambing dan domba merupakan hewan yang sangat penting dalam pertanian subsistem, karena kemampuannya yang unik dalam mengadaptasikan dan mempertahankan dirinya dalam lingkungan yang kering (Williamson dan Payne, 1993). Sebagian masyarakat pedesaan memperlakukan kambing dan domba sebagai pabrik kecil penghasil daging dan susu. Hasil lain yang bisa diperoleh dari ternak adalah kulit dan kotorannya yang berfungsi sebagai pupuk kandang.

Pengaruh iklim pada produksi ternak menurut Valtorta (2006) dapat dilihat

pada empat hal, yaitu : (1) Pengaruh pada ketersediaan dan harga bijian pakan ternak, (2) Pengaruh pada produktivitas dan kualitas pastura hijauan pakan ternak, (3) Perubahan pada penyebaran hama dan penyakit ternak, (4) Pengaruh langsung dari cuaca dan kondisi yang ekstrim pada kesehatan, pertumbuhan dan repoduksi ternak.

Sistem Pemeliharaan Ternak

Menurut Parakkasi (1999), sistem pemeliharaan dibedakan menjadi tiga antara lain (1) sistem pemeliharaan secara ekstensif, (2) sistem pemeliharaan secara intensif, (3) sistem pemeliharaan secara semi intensif.

Sistem pemeliharaan ternak secara ekstensif umumnya dilakukan di daerah yang tanahnya sama sekali tidak cocok untuk peningkatan pertanian dan terlalu sulit atau mahal untuk memagarinya. Usaha ini melibatkan jumlah tenaga kerja dan biaya yang minimal. Segi-segi penentu utama dalam sistem ekstensif adalah kondisi iklim

(20)

yang menguntungkan khususnya musim hujan yang pendek, tersedianya padang rumput penggembalaan, adanya pepohonan dan semak, sedikit terdapat binatang buas dan rendahnya pencurian ternak. Di Nigeria kambing juga digunakan untuk membantu membersihkan semak-semak (Williamson dan Payne, 1993).

Parakkasi (1999) menyatakan bahwa sistem ekstensif dapat dilihat dari aktivitas perkawinan, pembesaran, pertumbuhan, dan penggemukan dilaksanakan oleh orang dan di lapangan penggembalaan yang sama. Ditinjau dari segi usaha, cara ini mungkin tidak merugi dikarenakan ongkos produksi hampir nol, akan tetapi secara nasional akan kebutuhan daging sistem ini tidak diharapkan.

Sistem pemeliharaan ternak secara intensif memerlukan pengadaan hijauan pakan terus menerus atau tanpa penggembalaan. Manfaat dari sistem ini antara lain: proteksi maksimal dari pengaruh lingkungan yang tidak terkontrol, dan memberikan control yang lengkap atas aspek-aspek kebiasaan kambing yang merusak (Williamson dan Payne, 1993). Menurut Parakkasi (1999) salah satu keuntungan dari pemeliharaan intensif adalah penggunaan bahan makanan hasil ikutan dari beberapa industri dan limbah pertanian bisa diberikan secara intensif dibandingkan dengan pemeliharaan secara ekstensif. Kerugiannya adalah mengenai penyakit, investasi yang lebih banyak, dan masalah mengenai limbah kotoran.

Sistem pemeliharaan ternak secara semi intensif merupakan gabungan antara pemeliharaan secara intensif dan ekstensif dan biasanya membutuhkan penggembalaan terkontrol di padang penggembalaan (Williamson dan Payne, 1993). Parakkasi (1999) menyatakan bahwa peternak kecil memelihara beberapa ekor domba dan kambing dengan sistem semi intensif dengan maksud digemukkan dengan bahan makanan yang ada di dalam atau sekitar usaha pertanian.

Sumberdaya Hijauan

Hijauan Makanan Ternak (HMT) adalah semua bahan makanan yang berasal dari tanaman dalam bentuk daun-daunan. Termasuk kelompok HMT ialah bangsa rumput (gramineae), leguminosa, dan hijauan dari tumbuh-tumbuhan lain seperti daun nangka, aur, waru dsb. Hijauan diberikan kepada ternak dalam bentuk, yaitu segar atau kering. Hijauan memegang peranan penting bagi ternak, yaitu mengandung hampir semua zat dibutuhkan oleh hewan (Aksi Agraris Kanisius,

(21)

1995). Faktor-faktor penting yang membatasi pertumbuhan tanaman adalah suhu lingkungan, curah hujan, panjangnya hari, dan intensitas radiasi cahaya. Kadar air yang tinggi pada tanaman makanan ternak dapat mempengaruhi total pakan yang dimakan.

Kandungan nutrisi tanaman makanan ternak lebih tinggi pada musim hujan dibandingkan dengan musim kering. Penyebab salah satunya adalah korelatif positif antara curah hujan dengan protein kasar dan korelasi negatif antara curah hujan dengan serat kasar pada hijauan. Produksi bahan kering dari hijauan tiap unit tanah tergantung pada jenis tanaman yang dipakai, jumlah radiasi sinar, tersedianya kelembaban tanah dan zat-zat makanan untuk tanaman dan cara pengelolaan. Tersedianya air tanah tergantung pada jumlah curah hujan, musim, dan tipe tanah. Kualitas hijauan tergantung pada curah hujan yang efektif dan intensitas radiasi sinar matahari (Williamson dan Payne, 1993).

Rumput termasuk dalam family Poaceae, yang biasanya disebut Graminae. Rumput merupakan monokotil yang lambat pertumbuhannya, memiliki toleransi yang tinggi terhadap pemangkasan dan tekanan. Menurut Pfander ( 1971 ) beberapa keuntungan dari hijauan leguminosa berbentuk pohon antara lain : (1) sumber hijauan yang kandungan proteinnya cukup tinggi, (2) simpanan hijauan alami yang sangat berharga pada musim kemarau karena sifatnya yang “evergreen” terutama bagi peternak tradisional yang enggan melaksanakan pengawetan hijauan, (3) untuk tanaman pelindung bagi peternak serta perbaikan tanah kritis dari padang rumput dan lainnya.

Sumberdaya Manusia

Tenaga kerja memiliki peran penting bagi usaha peternakan domba dan kambing baik yang berasal dari dalam maupun dari luar keluarga. Tanpa adanya tenaga kerja mustahil suatu usaha peternakan dapat berjalan. Tenaga kerja sangat berhubungan dengan kegiatan dalam usaha ternak yang meliputi kegiatan penyediaan pakan, pemberian pakan, melakukan vaksinasi, membersihkan ternak, mengawinkan ternak, menjual hasil dan melakukan pembersihan kandang ternak. Tenaga kerja merupakan input dari sumber daya manusia dan salah satu faktor produksi yang utama selain ternak, modal, lahan, lingkungan, serta teknologi (Rahardi dan Hartono, 2003).

(22)

Penggunaan ketenagakerjaan di bidang pertanian dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Perhitungan efisiensi tenaga kerja diperoleh dengan melihat perbandingan antara jumlah ternak yang dimiliki dalam satuan ternak (ST) serta jumlah curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja yang dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Skala usaha akan mempengaruhi besar kecilnya berapa tenaga kerja yang dibutuhkan dan juga menentukan macam tenaga kerja yang diperlukan (Soekartawi, 2002).

Sumberdaya Lahan

Menurut Arsyad (2000) penggunaan lahan adalah setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual. Penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan bukan lahan pertanian. Menurut Saefulhakim dan Nasoetion (1995) penggunaan lahan merupakan suatu proses yang dinamis, perubahan yang terus menerus sebagai hasil dari perubahan pada pola dan besarnya aktivitas manusia sepanjang waktu.

Jenis lahan berdasarkan kebutuhan ternak dalam memperoleh hijauan makanan ternak dapat dilakukan dalam pangonan (padang penggembalaan) maupun cut and carry. Praktik penanaman pada pangonan dengan terlebih dahulu menghitung kebutuhan ternak berdasarkan kebutuhan nisbah energi-protein dan konsumsi bahan kering yang berimbang. Berdasarkan perhitungan tadi, tanaman hijauan pakan ini ditanam dan menghasilkan padang pangonan yang nantinya dapat direnggut oleh ternak sesuai dengan naluri feeding behaviour. Selain dengan cara penggembalaan bebas, hijauan tersebut pun dapat disajikan dengan cara cut and carry.

Sumberdaya Teknologi

Teknik pemeliharaan ternak domba dan kambing di Indonesia umumnya masih dilakukan secara tradisional, sehingga perlu adanya penyerapan teknologi agar pengembangan ternak domba dan kambing dapat tercapai. Menurut Balitnak (1997), teknologi sendiri menjadi gerakan (revolusi) produksi bila telah menguasai dimensi permintaan pasar (kualitas, kuantitas, waktu, dan harga) yang memiliki berbagai proses produksi dalam industri. Teknologi peternakan mencakup teknologi industri

(23)

(konsep-konsep mengenai pengembangan peternakan), teknologi budidaya atau produksi (usaha ternak komersial kecil, peternakan kecil, penyuluh, dan penelitian), teknologi prapasca (teknologi budidaya yang dapat meningkatkan kualitas produk sebelum dipanen), teknologi pasca (teknologi dalam pengolahan hasil ternak), dan teknologi pasar/pemasaran (tranportasi dalam pengangkutan dan pemasaran hasil).

Karakteristik Padang Penggembalaan

Padang rumput merupakan lahan yang paling ekonomis dalam menyediakan pakan ternak ruminansia. Menurut Martojo dan Mansjoer (1985), pada sistem pemeliharaan ternak secara tradisional ekstensif maupun semi intensif, hampir seluruh kebutuhan pakan ternak disediakan dari sumber hijauan yang ada di padang penggembalaan (pangonan), sedangkan pemeliharaan sistem tradisional intensif pemberian pakan hijauan dilakukan di dalam kandang (cut and carry) dan ternak mendapat pakan tambahan berupa dedak maupun konsentrat. Padang rumput yang produktif dapat menghasilkan produksi ternak yang tinggi, dalam upaya pencapaian produksi yang tinggi tersebut diperlukan suatu perencanaan dan manajemen yang baik.

Padang penggembalaan tropis biasanya menghasilkan hijauan yang melimpah dimusim hujan, tunas tanaman dan biji tumbuh serta berkembang lebih cepat. Selanjutnya, pada musim hujan tanaman hijauan yang lebih banyak dikonsumsi oleh ternak dengan daya cerna yang lebih tinggi dibanding tanaman tua. Kadar protein kasar hijauan dapat mencapai 8-10% dari total bahan kering hijauan, sehingga pada musim hujan biasanya ternak menghasilkan produktivitas yang tinggi.

Menurut Umberger (2001) bahwa manajemen penggembalaan dapat dibedakan menjadi dua cara yaitu penggembalaan kontinyu dan penggembalaan bergilir. Penggembalaan kontinyu membiarkan ternak merumput sendiri pada suatu padang rumput yang telah ditetapkan sepanjang musim penggembalaan (ekstensif), sedangkan penggembalaan bergilir melibatkan campur tangan manusia dengan membagi lahan penggembalaan ke dalam petak-petak (intensif). Salah satu keuntungan penggembalaan bergilir untuk mencegah ternak agar tidak melakukan renggut pilih (selective grazing), sehingga pertumbuhan kembali rumput (regrowth) dapat terjamin.

(24)

Ternak Domba

Domba yang berasal dari Indonesia terdiri dari 3 jenis : domba lokal, domba Priangan atau domba garut, dan domba ekor gemuk. Ternak domba memiliki beberapa kelebihan yang dapat diperoleh, antara lain: (1) domba mudah beradaptasi terhadap lingkungan walaupun Indonesia terletak didaerah tropis, (2) domba memiliki sifat hidup berkelompok sehingga pada saat digembalakan tidak akan saling terpisah jauh dari kelompoknya, (3) domba cepat berkembang biak karena dalam kurun waktu dua tahun dapat beranak tiga kali, sekali beranak dapat mencapai dua ekor, (4) modal kecil dan dapat dijadikan sebagai tabungan dan kulit domba merupakan nilai tambah karena dapat dijual dengan harga tinggi.

Pemeliharaan domba di daerah pedesaan bersifat komplementer bagi usaha pertanian. Pemeliharaan ternak domba dan kambing kurang memperhatikan tiga

faktor penunjang produksi yang terdiri dari breeding, feeding, dan management.

Untuk itu, perlu diadakan pembinaan pada peternak dengan tambahan bekal pengetahuan teknis pemeliharaan yang dapat ditinjau dari aspek pembibitan, pemberian pakan dan manajemen sehingga dapat terjadi peningkatan skala usaha. Umumnya semua jenis domba tropik dipelihara pada penggembalaan yang tidak unggul. Di Afrika dan Asia Barat domba digembalakan secara ekstensif kadang-kadang bercampur dengan sapi atau kambing dan pada daerah-daerah yang lebih kering domba digembalakan bercampur dengan unta. Di beberapa negara Asia domba berkeliaran di pinggir-pinggir jalan.

Domba adalah perumput yang selektif, lebih suka rumput pendek, legum, dan berbagai semak pendek. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa konsumsi pakan dari domba tropik lebih rendah daripada domba jenis daerah dingin. Domba cenderung hidup baik pada daerah yang lebih kering dengan suplai makanan naik turun baik kualitas maupun kuantitasnya pada saat musim hujan maupun musim kemarau. Domba dihadapkan pada musim kering yang panjang produktivitas dapat dinaikkan dengan memberi tambahan pakan selain digembalakan. Lama kebuntingan dari kebanyakan domba lokal tropik tidak diketahui dengan tepat, tetapi jaraknya kira-kira sama dari masa kebuntingan dari domba daerah dingin 140-160 hari. Domba tidak mesti minum tiap hari terutama jika digembalakan pada pastura yang

(25)

muda dan basah. Keperluan air dari domba yang dipelihara pada kondisi tropis setengah kering sekitar 4-5 liter (Williamson dan Payne, 1993).

Ternak Kambing

Berdasarkan klasifikasi biologi, kambing digolongkan dalam kerajaan animalia, filum cordata, kelas kelompok mamalia, ordo Arthodactyla, family Bovidae, sub famili Caprinae dan genus Capra. Menurut Sodik dan Abidin (2008), dalam perkembanganya tipe kambing diklasifikasikan berdasarkan produk utamanya seperti kambing tipe perah, tipe potong, tipe dwiguna (gabungan tipe potong dan perah) dan kambing tipe bulu.

Ciri–ciri kambing lokal antara lain : (1) garis profil kepala lurus atau cekung, (2) daun telinga pendek dengan sikap berdiri yang mengarah kedepan dan panjangnya 15 cm, (3) tanduk relatif pendek, melengkung dengan ujung yang membengkok keluar, panjang tanduk jantan lk. 10 cm dan betina lk. 8 cm, (4) betina memiliki bulu–bulu yang pendek dan pada jantan bulu–bulunya panjang pada dagu, tengkuk, pundak dan punggung sampai keekor serta bagian belakang, (5) warna bulu hitam, putih, coklat serta campuran.

Ternak kambing merupakan ternak yang dipelihara oleh masyarakat secara luas karena mempunyai beberapa sifat yang menguntungkan bagi pemeliharaannya yaitu sebagai tabungan yang sewaktu–waktu boleh dijual dan cepat berkembang biak. Ternak kambing selain digunakan sebagai tabungan juga merupakan penghasil pupuk kandang, penghasil daging, susu serta kulit dan mempunyai nilai sosial.

Kambing mempunyai kebiasaan makan yang khusus karena lidahnya yang cekatan dan dapat merumput serta makan daun pohon-pohonan atau semak-semak (to browse foliage) yang biasanya tidak dimakan oleh ternak ruminansia lainnya (Wiliamson and Payne, 1993). Pakan kambing yang utama adalah hijauan yang terdiri dari rumput dan daun-daun. Apabila menginginkan produksi lebih baik sesuai dengan tujuan komersil selain rumput dan daun-daun juga harus diberikan makanan penguat seperti dedak padi, dedak jagung, bungkil kelapa, dan lainya. Disamping itu, dapat diberikan pakan berupa sisa-sisa dapur seperti kulit pisang, ampas kelapa, kulit ubi, jerami, nangka , kulit jagung dan lain-lainya.

(26)

Manajemen Kandang dan Penyakit

Fungsi kandang bagi ternak diantaranya: sebagai tempat ternak berlindung dari semua gangguan yang dapat diprediksi seperti aklimatisasi, terpaan angin, sinar matahari maupun binatang pengganggu. Fungsi kandang harus mempermudah pengawasan dan pemeliharaan bagi peternak, seperti makan, minum, tidur, membuang kotoran.

Kandang kambing sangat sederhana serta tidak membutuhkan tempat yang luas dan tenaga kerja yang banyak. Kandang kambing dibuat seperti panggung dengan lantai bercelah–celah supaya kotoran jatuh ke bawah. Ukuran kandang untuk 2 ekor betina dewasa adalah 2 m x 3 m, dan kandang untuk kambing jantan sebaiknya dipisahkan.

Penyakit kembung perut pada kambing disebabkan karena terlalu banyak konsumsi sehingga pakan susah dicerna dan menjadi busuk dan menimbulkan gas dalam perut. Pencegahan penyakit ini dengan menghindarkan pemberian pakan yang berlebihan dan penggembalaan di pagi hari. Sedangkan untuk penyakit cacingan dapat menggunakan tepung buah pinang sebanyak 5-10 gr yang diaduk dalam pakan dan setelah 5 jam diberikan garam inggris untuk kambing dewasa. Sebelum diberikan obat hendaknya ternak dipuasakan terlebih dahulu. Penyakit lain yang menyerang kambing yaitu scabies / kudis/ kurap yang disebabkan oleh kotoran dan parasit kulit serta kandang/ lingkungan yang kotor.

   

(27)

MATERI METODE Lokasi dan Waktu

Lokasi penelitian dilaksanakan di Desa Sidoharjo dan Sumberharjo, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan Jawa Timur. Pemilihan lokasi peternak dilakukan atas dasar tingkat kesulitan dalam penyediaan hijauan pakan oleh para peternak di Desa Sidoharjo dan Sumberharjo serta kondisi topografi ke dua desa yang berbeda. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2009-Februari 2010.

Materi Responden Peternak

Pemilihan peternak dilakukan secara acak dan sudah mewakili jumlah populasi yaitu 30 % dari per KK penduduk dikedua desa tersebut. Jumlah peternak terpilih sebagai responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 50 peternak pada masing-masing desa.

Ternak

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah kambing dan domba yang dimiliki oleh 50 responden yang masing-masing terdapat pada Desa Sidoharjo dan Sumberharjo, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan Jawa Timur. Ternak berasal dari segala umur, jenis kelamin, dan kondisi reproduksi yang berbeda-beda.

Peralatan

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah karung, plastik, kamera, dan kuisioner. Bobot badan ternak domba dan kambing ditimbang dengan menggunakan timbangan dengan kapasitas 100 kg.

Prosedur Teknik Persiapan

Tahap persiapan penelitian ini meliputi dari penentuan lokasi penelitian, penetapan tujuan dan pembuatan usulan penelitian, permohonan izin terhadap instansi-instansi yang terkait, serta persiapan survei diantaranya kegiatan penyiapan kuesioner, pengisian data, petunjuk pelaksanaan, penyusunan jadwal pengambilan data.

(28)

Teknik Pengambilan Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Pengambilan data primer dilakukan secara langsung kepeternak dengan teknik wawancara berdasarkan kuisioner yang telah disiapkan sebagai bahan acuan dan pengamatan lapang. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi yang terkait dengan penelitian ini, antara lain desa Sidoharjo dan Sumberharjo, Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Pacitan, Dinas Bina Marga dan Pengairan, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Pacitan, Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kabupaten Pacitan, dan Pangkalan TNI AU Iswahyudi Detasemen Pacitan.

Data sekunder selain diperoleh dari instansi yang terkait dengan penelitian ini, juga diperoleh melalui literatur–literatur penunjang lainnya seperti buku, artikel, makalah, jurnal yang berhubungan dengan penelitian ini. Data yang dikumpulkan meliputi data populasi ternak domba dan kambing, jumlah penduduk, luas lahan garapan, data cuaca, iklim serta data-data lain yang mendukung dalam penelitian.

Teknik Pengambilan Hijauan

Sampel hijauan diambil dari beberapa peternak. Sampel tersebut berasal dari lokasi penanaman hijauan dan yang berasal dari kandang pada saat domba dan kambing diberikan pakan. Hijauan yang dikoleksi kemudian dikelompokkan berdasarkan jenisnya dan didokumentasikan.

Analisis ketersediaan hijauan juga dilakukan untuk mengetahui ketersediaan dan kontinuitas sepanjang tahun. Hijauan yang digunakan adalah hijauan yang ditanam para peternak di lahan sawah, tegalan, dan halaman rumah yang mereka miliki. Data diambil dengan pengamatan langsung dilapang dan beberapa pertanyaan penunjang kepada peternak yang sebelumnya sudah dipersiapkan pada kuesioner.

Peubah yang diamati Peubah yang diamati adalah:

1. Sistem Pemeliharaan Ternak Domba dan Kambing

2. Pola Penyediaan HMT (Hijauan Makanan Ternak)

(29)

4. Karakteristik Peternak (Umur, Pengalaman Beternak, Jenis Pekerjaan, dan Tingkat Pendidikan).

Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil wawancara responden di lapangan diolah dan ditabulasi. Kemudian data dianalisis secara metode deskriptif, dan Metode Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR).

Analisis Deskriptif

Analisis ini digunakan untuk menggambarkan keadaan umum di lokasi penelitian dan menganalisa sistem pemeliharaan ternak serta pola penyediaan hijauan makanan ternaknya yang dapat mendukung perkembangan bidang peternakan kambing dan domba.

Analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Menurut Soewardi (1985), metode Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) merupakan suatu pendekatan untuk menunjukkan kapasitas wilayah dalam penyediaan hijauan makanan ternak. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Potensi Maksimum berdasarkan Sumberdaya Lahan (PMSL)

PMSL = a LG + b PR + c R

PMSL : Potensi Maksimum Sumberdaya Lahan (ST)

a : Koefisien kapasitas tampung lahan garapan sebesar 0,8 ST/ha

Nilai koefisien dalam perhitungan ini merupakan nilai koefisien untuk Propinsi Jawa Timur.

LG : Lahan garapan tanaman pangan (ha)

b : koefisien kapasitas tampung padang rumput sebesar 0,5 ST/ha

PR : Luas padang rumput

c : koefisien kapasitas tampung rawa sebesar 1,2 ST/ha

R : Luas rawa (ha)

2. Potensi Maksimum berdasarkan Kepala Keluarga Petani (PMKK)

PMKK = d KK

(30)

KK : Kepala Keluarga termasuk pekerja

d : Koefisien rataan jumlah ternak ruminansia yang dapat dipelihara

oleh setiap KK yaitu 3 ST/KK

3. Perhitungan KPPTR berdasarkan PMSL

KPPTR (SL) = PMSL – POPRIL

KPPTR (SL) : Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (ST) berdasarkan Sumberdaya Lahan

PMSL : Potensi Maksimum Sumberdaya Lahan(ST)

POPRIL : Populasi Riil ternak Ruminansia (ST)

4. Perhitungan KPPTR berdasarkan PMKK

KPPTR (KK)= PMKK – POPRIL

KPPTR (KK) : Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (ST) berdasarkan Kepala Keluarga petani

PMKK : Potensi Maksimum Kepala Keluarga petani

POPRIL : Populasi Riil ternak Ruminansia (ST)

5. Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia Efektif ditentukan

dengan melihat kendala yang paling besar :

KPPTR (SL) Efektif jika dan hanya jika KPPTR (SL) < KPPTR (KK) dan KPPTR (KK) Efektif jika dan hanya jika KPPTR (KK) < KPPTR (SL)

(31)

PEMBAHASAN Keadaaan Umum Pacitan

Kabupaten Pacitan terletak di pesisir selatan Propinsi Jawa Timur. Letak Kabupaten Pacitan secara geografis berada pada 100°55’-111°25’ BT, 07°55’-08°17’ LS dengan luas wilayah 1.419,44 km2. Sebagian besar wilayahnya berupa perbukitan dan tanah kapur yang merupakan bagian pegunungan kapur selatan, dan membentang dari Gunung Kidul hingga Trenggalek menghadap ke Samudera Hindia.

Kabupaten Pacitan dibagi menjadi 4 wilayah pembantu bupati, 12 wilayah kecamatan, 5 kelurahan dan 159 desa. Kabupaten ini merupakan pintu gerbang Propinsi Jawa Timur bagian Selatan dan berbatasan langsung dengan Propinsi Jawa Tengah serta Daerah Istimewa Yogyakarta. Adapun batas wilayah Kabupaten Pacitan sebagai berikut :

Sebelah Timur : Kabupaten Trenggalek,

Sebelah Selatan : Samudera Hindia,

Sebelah Barat : Kabupaten Wonogiri (Jawa Tengah),

Sebelah Utara : Kabupaten Ponorogo

Kabupaten Pacitan seperti daerah lain di Pulau Jawa dipengaruhi oleh iklim tropika basah yang memiliki dua musim yaitu musim hujan (Bulan Oktober-April) dan musim kemarau (Bulan April-Oktober). Rata-rata curah hujan bulanan berkisar antara 7-405 mm. Suhu udara merupakan parameter yang dapat mempengaruhi cuaca. Suhu udara tersebut dapat mengetahui seberapa kering ataupun basah dari suatu wilayah. Suhu rata-rata di Pacitan dalam setahun sebesar 27,3oC. Suhu udara tersebut masih sesuai dengan suhu udara daerah tropis yaitu berkisar antar 27-32oC.

Tataguna Tanah dan Pertanian

Tegalan mendominasi sebagian besar lahan pertanian di Kabupaten Pacitan dengan jenis tanaman utama ubi kayu, jagung, padi, kedelai, dan kacang tanah, ubi jalar, sorgum, kacang hijau, beberapa jenis sayuran dan hijauan makanan ternak (HMT). Dari jumlah 13.087 Ha sawah di Kabupaten Pacitan, hanya 2.799 Ha yang berpengairan teknis dan setengah teknik, selebihnya + 78,65 % terdiri dari sawah tadah hujan dan sawah berpengairan sederhana (Balitbang, 2003).

(32)

Keadaan Umum Desa Sidoharjo Keadaan Topografi

Desa Sidoharjo merupakan salah satu desa di Pacitan yang berbatasan dengan Desa Bangunsari di sebelah Utara, Teluk Pacitan di sebelah Selatan, Kecamatan Pringkuku di sebelah Barat dan Kelurahan Baleharjo di sebelah Timur.

Tabel 1. Keadaan Umum Desa Sidoharjo

Keadaan Lokasi Penelitian Keterangan

Luas Wilayah ( km2) 8,36

Jumlah Penduduk ( jiwa ) 5.366

Kepadatan Penduduk ( jiwa/km2 ) 641,87

Ketinggian tempat ( m/dpl ) 0-150

Curah Hujan ( mm/th ) 28-30

Suhu ( 0C ) 26-28

Jenis Iklim tropika basah

Bentang Alam ( Ha )

Dataran 591,76 Perbukitan/Pegunungan 244,67

Sumber : Data Dasar Profil Desa Sidoharjo ( 2009)

Luas Desa Sidoharjo adalah 836,43 ha atau 8,36 km2 yang terdiri dari dataran seluas 591.76 ha dan perbukitan/pegunungan seluas 244,67 ha. Kepadatan penduduk

di desa tersebut sebanyak 641,87 jiwa/km2 dengan curah hujan rata-rata 28-30

mm/tahun dan suhu 26-280C. Domba dan kambing merupakan ruminansia yang

mampu beradaptasi baik pada wilayah kering beriklim kering seperti di desa Sidoharjo.

Penggunaan Lahan Desa Sidoharjo

Lahan merupakan salah satu bagian terpenting bagi domba dan kambing untuk pengadaan hijauan makanan ternak (HMT). Fungsi lahan terus mengalami pergeseran dari lahan pertanian menjadi non-pertanian sehingga sumber dan ketersediaan hijauan pakan untuk ternak khususnya ruminansia kecil (domba dan kambing) menjadi terbatas. Seiring dengan meningkatnya kepadatan penduduk, keberadaan lahan terutama lahan padang penggembalaan menjadi semakin terancam

(33)

dikarenakan kebutuhan yang lebih penting yaitu tempat tinggal. Berdasarkan Tabel 2, sebagian besar lahan di Desa Sidoharjo digunakan sebagai lahan pemukiman yaitu sebanyak 45,46 %.

Dengan semakin sempitnya suatu lahan terutama di Indonesia, membuat lahan untuk penanaman hijauan makanan ternak juga ikut berkurang. Konsekuensi dari keterbatasan lahan adalah produktivitas ternak domba dan kambing akan mengalami penurunan. Kekurangan dan keterbatasan penyediaan pakan didaerah marjinal yang biasanya padat ternak menurut Nitis (1993) dapat diatasi dengan meningkatkan penggunaan tanah-tanah kosong di batas pekarangan, tepi jalan, pematang sawah, dan tegalan.

Tabel 2. Luas Penggunaan Lahan Desa Sidoharjo

Jenis Lahan Luas (ha) Persentase (%)

Pemukiman 380,236 45,46

Sawah 99,900 11,94

Tegalan & Perladangan 40,814 4,88

Perkebunan 8,020 0,96

Rawa/Danau 5,500 0,66

Padang Rumput 5,510 0,66

Hutan 171,650 20,52

Perkantoran & Sekolah 36,410 4,35

Jalan 15,500 1,85

Lapangan 25,540 3,05

Lahan Kritis 35,000 4,18

Perikanan 12,350 1,48

Lain - Lain 17,733 2,12

Sumber : Data Dasar Profil Desa Sidoharjo ( 2009)

Lahan-lahan yang memiliki potensi dalam pengadaan hijauan pakan untuk domba dan kambing selain dari padang penggembalaan seperti memanfaatkan lahan hutan (20,52 %), perkebunan (0,96 %), pinggiran jalan (1,85 %), dan lahan-lahan kritis yang belum diolah secara maksimal (4,18 %). Menurut Saefulhakim dan Nasoetion (1995) penggunaan lahan merupakan suatu proses yang dinamis,

(34)

perubahan yang terus menerus sebagai hasil dari perubahan pada pola dan besarnya aktivitas manusia sepanjang waktu.

Keadaan Umum Desa Sumberharjo Keadaan Topografi

Desa Sumberharjo berbatasan dengan Desa Sambong di sebelah Utara, Desa Bangunsari di sebelah Selatan, Desa Sedeng di sebelah Barat dan Kelurahan Pucangsewu di sebelah Timur.

Tabel 3. Keadaan Umum Desa Sumberharjo

Keadaan Lokasi Penelitian Keterangan

Luas Wilayah ( km2) 1,98

Jumlah Penduduk ( jiwa ) 1.309

Kepadatan Penduduk ( jiwa/km2 ) 661,11

Ketinggian tempat ( m/dpl ) 0-200

Curah Hujan ( mm/th ) 28-30

Suhu ( 0C ) 26-28

Jenis Iklim tropika basah

Bentang Alam ( Ha )

Dataran 89,65 Perbukitan/Pegunungan 108,48

Sumber : Data Dasar Profil Desa Sumberharjo ( 2009)

Luas Desa Sumberharjo lebih kecil bila dibandingkan dengan desa Sidoharjo

yaitu 198,13 ha atau 1,98 km2 yang terdiri dari dataran seluas 89,65 ha dan

perbukitan/pegunungan 108,48 ha. Kepadatan penduduk 641,87 jiwa/km2 yang

pemukimannya menyebar di bawah perbukitan. Desa tersebut memiliki rata-rata curah hujan dan suhu yang sama dengan Desa Sidoharjo sehingga memungkinkan untuk beternak domba dan kambing.

Penggunaan Lahan Desa Sumberharjo

Lahan merupakan salah satu faktor penting dalam beternak domba dan kambing. Lahan diperlukan untuk membangun kandang, menanam hijauan makanan tenak (HMT), dan jika dipelihara secara ekstensif maupun semi intensif maka

(35)

digunakan sebagai padang penggembalaan. Sebagian besar mata pencaharian penduduk Desa Sumberharjo adalah sebagai petani, oleh karena itu persentase penggunaan lahan banyak diperuntukan sebagai lahan persawahan yaitu sebesar 20,53 %. Usaha ternak ruminansia kecil merupakan salah satu alternatif kegiatan yang dapat diintegrasikan dengan usaha tani, kebun dan perikanan.

Tabel 4. Luas Penggunaan Lahan Desa Sumberharjo

Jenis Lahan Luas (ha) Persentase (%)

Pemukiman 33,674 17,00

Sawah 40,680 20,53

Tegalan & Perladangan 25,000 12,62

Perkebunan 3,320 1,68

Rawa/Danau 0,000 0,00

Padang Rumput 0,000 0,00

Hutan 30,656 15,47

Perkantoran & Sekolah 0,250 0,13

Jalan 13,000 6,56

Lapangan 0,050 0,03

Lahan Kritis 50,000 25,24

Perikanan 1,500 0,76

Lain - Lain 0,500 0,25

Sumber : Data Dasar Profil Desa Sumberharjo ( 2009)

Persawahan di Desa Sumberharjo merupakan sawah tadah hujan, yaitu lahan persawahan yang pengairannya bergantung pada musim hujan saja. Pada musim penghujan lahan sawah berfungsi untuk menanami padi, sedangkan saat musim kemarau tiba lahan tersebut ditanami dengan tanaman tahan kering, bahkan sebagian peternak menggunakan lahan sawah tersebut sebagai padang penggembalaan. Sistem pertanian tersebut memegang peranan penting dalam menunjang kehidupan dan kesejahteraan petani. Selain mendapatkan hasil panen (pangan), limbah pertaniannya dapat dimanfaatkan sebagai hijauan pakan ternak domba dan kambing.

(36)

Berdasarkan Tabel 4, lahan-lahan yang belum dimanfaatkan secara maksimal untuk menyediakan HMT di Desa Sumberharjo antara lain perkebunan (1,68 %), hutan (15,47 %), tepi jalan (6,56 %), dan lahan kritis ( 25,24 %).

Kependudukan dan Sosial Budaya

Jumlah penduduk Desa Sidoharjo dan Sumberharjo, yaitu berjumlah 5.366 dan 1.309 jiwa. Berdasarkan jenis kelamin, penduduk Desa Sidoharjo terdiri atas laki–laki dan perempuan. Penduduk desa tersebut lebih banyak berjenis kelamin perempuan dengan persentase sebesar 54,49 % (2.924 jiwa). Sementara itu, persentase jumlah untuk laki–laki adalah sebesar 45,51 % (2.442 jiwa). Penduduk Desa Sumberharjo berdasarkan persentase juga lebih banyak berjenis kelamin perempuan, yaitu persentase sebesar 53,48 % (700 jiwa). Sementara itu, persentase jumlah untuk laki–laki adalah sebesar 46,52 % (609 jiwa).

Gambar 1. Persentase Jumlah Penduduk Desa Sidoharjo dan Sumberharjo Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2009

Gambar 2. Persentase Jumlah Penduduk Desa Sidoharjo dan Sumberharjo Berdasarkan Umur Tahun 2009

(37)

Kepala keluarga dari total jumlah penduduk Desa Sidoharjo dan Sumberharjo sebanyak 1.789 dan 436 kepala keluarga. Dilihat dari segi umur, penduduk kedua desa tersebut terbagi menjadi tujuh kelompok umur. Kelompok umur tersebut antara lain kelompok umur 0–8 tahun, 9–17 tahun, 18–26 tahun, 27–35 tahun, 36–44 tahun, 45–53 tahun dan di atas 54 tahun. Persentase jumlah penduduk Desa Sidoharjo dan Sumberharjo berdasarkan umur tahun 2009 disajikan pada Gambar 2.

Sistem Pemeliharaan Ternak Domba dan Kambing

Yumichad dan Llham (2006) mengemukakan bahwa sistem produksi domba dan kambing tidak mengalami perubahan dalam 50 tahun terakhir. Sebagian besar sumbangan produksi tetap berada dalam tangan peternak rakyat, sementara peternak besar tidak berkembang. Tingkat masyarakat menunjukkan bahwa kegiatan budidaya ternak kambing lebih didominasi oleh peternak skala kecil dengan tingkat penguasaan ternak berkisar antara 3-10 ekor/KK.

Bentuk pemeliharaan di Desa Sidoharjo dan Sumberharjo masih tetap usaha rakyat yang merupakan usaha sampingan, maka sistem pemeliharaan masih konvensional tidak ada sentuhan investasi dan biaya yang yang nyata dalam pemeliharaan. Sistem pemeliharaan yang digunakan di kedua desa tersebut antara lain sistem intensif dengan pola penyediaan hijauan cut and carry dan sistem semi intensif dengan pola penyediaan hijauan digembalakan pada siang hari agar dapat merumput (grazing) dan sore dikandangkan kembali.

Tabel 5. Sistem Pemeliharaan Ternak Domba dan Kambing Desa Sidoharjo dan Sumberharjo

Pola Pemeliharaan Persentase Peternak ( % )

Desa Sidoharjo Desa Sumberharjo

Intensif 96 84

Semi Intensif 4 16

Berdasarkan Tabel 5, pemeliharaan ternak domba dan kambing yang dilakukan peternak secara umum di kedua desa tersebut adalah sistem intensif ternak diberi pakan dan minum di kandang. Mayoritas responden peternak di Desa Sidoharjo dan Sumberharjo menggunakan sistem intensif dalam memelihara ternak

(38)

domba dan kambing, yaitu 96 % dan 84 %. Sisanya sebanyak 4 % dan 16 % responden peternak menggunakan sistem semi intensif.

Menurut peternak di kedua desa tersebut, sistem pemeliharaan secara intensif lebih efektif dibandingkan dengan semi intensif, antara lain peternak dapat melakukan pekerjaan utama tanpa perlu was-was karena ternaknya hilang saat digembalakan, dan waktu yang digunakan untuk mengawasi ternak saat digembalakan lebih efektif untuk mengarit (menyediakan HMT dengan sistem cut and carry). Jarak lapangan yang digunakan sebagai padang penggembalaan domba dan kambing cukup jauh sehingga membuat enggan peternak untuk menggembalakan ternaknya.

Sistem Pemeliharaan Domba dan Kambing Secara Intensif

Sistem pemeliharaan ternak secara intensif merupakan sistem pemeliharaan ternak yang dikandangkan dengan pola penyediaan HMT secara cut and carry (diaritkan). Pola Penyediaan HMT secara cut and carry adalah cara penyediaan hijauan pakan dengan cara dipotong dan diangkut. Para peternak di kedua desa tersebut biasanya mengangkut hijauan pakan dengan gerobak kecil, sepeda, atau dengan menggunakan pikulan berjalan kaki hingga rumah. Penyediaan HMT dengan

sistem cut and carry di kedua desa tersebut dilakukan peternak pada pagi hingga

siang hari sekitar pukul 10.00-13.00 WIB atau pada siang hari hingga sore sekitar pukul 12.00-15.00 WIB.

Tabel 6. Pola Penyediaan HMT Cut and Carry Desa Sidoharjo dan Sumberharjo Penyediaan HMT Cut and Carry

( Sistem Intensif )

Persentase Peternak ( % )

Desa Sidoharjo Desa Sumberharjo

Menanam Sendiri 8,33 52,38

Membeli 12,5 14,29

Menggunakan Tanaman Liar 79,17 33,33

Hijauan merupakan hal penting bagi ternak domba dan kambing, oleh karena itu peternak harus menyediakan hijauan dalam jumlah yang cukup. Namun demikian, tidak seluruh peternak memiliki lahan hijauan pakan. Berdasarkan Tabel 6, mayoritas penduduk di Desa Sidoharjo menggunakan tanaman liar dalam menyediakan HMT

(39)

sedangkan di Desa Sumberharjo 52,38 % responden peternak menanam sendiri hijauan pakannya. Hal tersebut menunjukkan bahwa peternak di Desa Sumberharjo peduli terhadap ketersediaan HMT untuk pakan ternak domba dan kambing.

Lahan yang digunakan oleh peternak untuk menanam sendiri hijauan pakan antara lain lahan sawah, halaman rumah, tegalan. Beberapa peternak lainnya yang tidak mempunyai lahan membeli dari masyarakat yang menjual HMT, dan pasar hewan. Tanaman liar diperoleh dari mengarit rumput serta legum di pinggiran jalan, serta lapangan sepakbola.

Gambar 3. Pola Penyediaan HMT Cut and Carry (Semi Intensif)

Luas lahan yang tersedia bagi produksi tanaman hijauan makanan ternak di pedesaan semakin terbatas karena pertambahan penduduk. Potensi pekarangan atau halaman masih belum digunakan secara maksimal oleh beberapa peternak dalam menanam HMT. Lahan pekarangan yang dimiliki oleh peternak umumnya 0.25-0.50 ha dapat dimanfaatkan untuk menanaminya dengan HMT. Desa Sidoharjo maupun

(40)

Sumberharjo masih memiliki lahan-lahan yang belum dimanfaatkan sebagai sumber hijauan seperti perkebunan, hutan, dan lahan kritis.

Frekuensi Pemberian

Berdasarkan Tabel 7, frekuensi pemberian hijauan pakan dengan pola penyediaan HMT cut and carry terhadap ternak domba dan kambing di Desa Sidoharjo yang banyak dilakukan adalah satu kali yaitu 62,5 %. Frekuensi pemberian HMT di Desa Sumberharjo sebanyak 90,48 % responden peternak memberikan sebanyak dua kali, yaitu pagi sekitar pukul 08.00 WIB dan sore hari pukul 16.00 WIB.

Tabel 7. Frekuensi Pemberian Pakan Pada Ternak Domba dan Kambing Frekuensi Pemberian

Pakan

Persentase Peternak (%)

Desa Sidoharjo Desa Sumberharjo

satu kali 62,5 9,52

dua kali 37,5 90,48

Sistem pemeliharaan intensif dengan pola penyediaan cut and carry memiliki banyak manfaat. Adapun manfaat dari pola penyediaan hijauan dengan cut and carry antara lain : (1) Penggunaan lahan lebih efisien untuk produksi hijauan pakan, (2) Meningkatkan hasil produksi khususnya ternak yang menghasilkan susu, (3) Ternak dapat terkontrol dengan baik manajemen pemeliharaannya baik dari penyakit, siklus kebuntingan, maupun proses kelahiran, (4) Penanganan limbah ternak dapat terkontrol yaitu kotorannya yang dapat dijadikan pupuk untuk tanaman pangan dan tanah, (5) Mencegah ternak untuk merusak lahan-lahan pertanian dan tanaman pangan.

Kekurangan pola penyediaan HMT secara cut and carry antara lain : (1) Memerlukan tenaga kerja untuk menyediakan pakan, mencari hijauan pakan, dan memberi minum, (2) Risiko penyebaran penyakit dari ternak satu ke ternak lain, (3) Hijauan yang disediakan harus mencukupi kebutuhan ternak dan memerlukan keahlian dalam pemeliharaan

(41)

Sistem Pemeliharaan Domba dan Kambing Secara Semi Intensif

Sistem pemeliharaan ternak secara semi intensif merupakan sistem pemeliharaan ternak yang dikandangkan pada malam hari, sedangkan siang hari diikat dan digembalakan agar dapat merumput (grazing). Pola penyediaan HMT untuk domba dan kambing dengan sistem semi intensif merupakan gabungan antara sistem intensif dan ekstensif.

Pola penyediaan HMT dengan sistem semi intensif ini dibedakan menjadi dua yaitu (1) ternak diberi pakan sebelum digembalakan, (2) ternak baru diberi pakan setelah dikandangkan pada sore hari. Pola penyediaan HMT di Desa Sidoharjo dan Sumberharjo dengan sistem semi intensif yaitu dengan pemberian hijauan pakan pada pagi harinya kemudian pada siang hari sekitar pukul 11.00 WIB ternak dibiarkan merumput hingga sore hari dan sekitar pukul 16.00 WIB ternak kembali dikandangkan. Menurut Devendra dan Burns (1971) didaerah tropis yang lembab dan kering, ruminansia kecil biasanya dipelihara dalam kawanan kecil dibawah sistem peternakan semi intensif.

Tabel 8. Lahan Padang Penggembalaan Ruminansia Kecil di Desa Sidoharjo dan Sumberharjo

Penyediaan HMT Cut and Carry & Grazing (Sistem Semi Intensif)

Persentase Peternak ( % )

Desa Sidoharjo Desa Sumberharjo

Lapangan Sepak Bola 0 50

Sawah & Tegalan 100 25

Tepi Jalan 0 25

Pengertian padang penggembalaan secara umum merupakan lahan yang digunakan sebagai tempat atau lahan yang ditanami rumput unggul dan legum (jenis rumput atau legum yang tahan terhadap injakan ternak) yang digunakan untuk menggembalakan ternak. Akan tetapi padang penggembalaan di kedua desa tersebut yang digunakan untuk menggembalakan ternak merupakan lahan dengan rumput dan legum yang tumbuh liar tanpa dirawat atau sengaja ditanam. Lahan yang biasanya digunakan sebagai padang penggembalaan ruminansia kecil di desa Sidoharjo dan

(42)

Sumberharjo adalah lapangan sepak bola, tegalan, tepi jalan, dan sawah (musim kemarau).

Sebagian wilayah Indonesia, terutama di desa-desa, seperti Desa Sumberharjo menggunakan lapangan sepak bola sebagai padang penggembalaan selain sebagai lapangan olahraga. Responden peternak Desa Sumberharjo sebanyak 50 % menggunakan lapangan sepak bola sebagai pangonan untuk ternak domba dan kambing. Responden peternak lainnya sebanyak 25 % memanfaatkan sawah, tegalan, dan tepi jalan terutama saat musim kemarau.

Pada Desa Sidoharjo 100 % responden peternak menggunakan sawah dan tegalan sebagai lahan padang penggembalaan (pangonan) ternak domba dan kambing terutama saat musim kemarau. Hal tersebut dikarenakan adanya larangan menggembalakan ternak oleh pemerintah daerah, selain itu jarak lapangan dengan rumah peternak cukup jauh sehingga peternak enggan menggembalakan domba dan kambingnya di lapangan sepak bola.

                 

(43)

Karakteristik Peternak

Menurut Simamora (2004) karakteristik seseorang mempengaruhi cara dan kemampuan yang berbeda dalam bentuk persepsi, informasi apa yang diinginkan, bagaimana menginterpretasikan informasi tersebut. Hasil pengukuran karakteristik peternak di Desa Sidoharjo dan Sumberharjo dibedakan berdasarkan umur, pengalaman beternak, jenis pekerjaan, dan tingkat pendidikan. Data karakteristik peternak di kedua desa tersebut diperoleh dari wawancara menggunakan kuesioner yang dilakukan pada saat penelitian. Adapun gambar diagram persentase karakteristik peternak sebagai berikut:

Umur Peternak

Berdasarkan Gambar 5, umur para peternak di desa Sidoharjo dan Sumberharjo sebagian besar berusia produktif (18-54 tahun), yaitu 90 % dan 92 %. Peternak yang berusia nonproduktif di dua desa tersebut, yaitu 10 % dan 8 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa tenaga kerja di kedua desa tersebut memiliki potensial dalam pengembangan sektor pertanian terutama subsektor peternakan ruminansia kecil karena sebagian besar peternaknya dalam usia yang produktif. Usia produktif menunjukkan kemampuan dan kemauan yang lebih dibandingkan dengan peternak yang berusia nonproduktif dalam hal penyediaan hijauan makanan ternak dengan jangkauan yang lebih luas, merawat, dan menjaga kebutuhan harian ternak.

Gambar 5. Persentase Jumlah Responden Desa Sidoharjo dan Sumberharjo Berdasarkan Umur Tahun 2009

Makin muda usia peternak biasanya mempunyai semangat ingin tahu yang makin besar terhadap hal-hal yang baru sehingga kesan mereka lebih cepat atau

(44)

responsif dalam pembaharuan. Umur bukan merupakan faktor psikologis, tetapi adalah apa yang diakibatkan oleh umur adalah faktor psikologis.

Pengalaman Beternak

Pengalaman beternak ruminansia di Desa Sidoharjo dan Desa Sumberharjo sebagian besar berkisar 1–5 tahun, yaitu 76 % dan 64 %. Sisa pengalaman beternak di kedua desa tersebut yang lebih dari lima tahun adalah 24 % dan 36 %. Pengalaman beternak mempengaruhi pengolahan usaha tani dimana petani yang lebih tua memiliki banyak pengalaman dan kapasitas pengolahan usaha tani yang lebih matang.

Umumnya para peternak di Desa Sidoharjo dan Sumberharjo telah memiliki pengetahuan tentang cara beternak yang diperoleh dari keluarga secara turun temurun. Pengalaman beternak yang lama menandakan peternak sudah memiliki pengalaman yang cukup baik sehingga dapat dijadikan modal untuk mengelola ternak domba dan kambing dengan baik, seperti menanam hijauan pakan dilahan sendiri, mempergunakan pakan tambahan seperti ampas tahu dan dedak padi, dan menjaga kesehatan ternak.

Gambar 6. Persentase Jumlah Responden Desa Sidoharjo dan Sumberharjo Berdasarkan Pengalaman Beternak Tahun 2009

Jenis Pekerjaan

Usaha ternak ruminansia kecil di Desa Sidoharjo dan Sumberharjo merupakan usaha sampingan. Berdasarkan Gambar 7, sebagian besar 44 % responden di Desa Sidoharjo memiliki pekerjaan tetap sebagai pedagang selain beternak domba dan kambing di rumah. Sisanya adalah peternak dengan pekerjaan sebagai petani (20 %), sopir angkutan (16 %), dan Pegawai Negeri Sipil (20 %).

(45)

Sebagian besar 52 % responden peternak Desa Sumberharjo bekerja sebagai petani. Sisanya adalah peternak yang bekerja sebagai sopir angkutan (8 %), pedagang (20 %), dan Pegawai Negeri Sipil (20 %). Hal tersebut menunjukkan bahwa selain bertani, para peternak di Desa Sumberharjo memanfaatkan lahan pertanian untuk menanam hijauan pakan dan hasil panen berupa limbah pertanian untuk pakan ternak domba dan kambing.

Gambar 7. Persentase Jumlah Responden Desa Sidoharjo dan Sumberharjo Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tahun 2009

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan peternak di Desa Sidoharjo pada Gambar 8. sebagian besar lulusan SMP (38 %), SMU (34 %), dan SD (28 %). Sedangkan di Desa Sumberharjo lebih banyak lulusan SD (48 %), SMP (28 %) dan lulusan SD (24 %). Tingkat keterampilan dan pengetahuan peternak dalam hal memanfaakan teknologi peternakan khususnya teknologi pakan masih rendah, dikarenakan rendahnya pendidikan peternak dan tidak adanya penyuluh peternakan di kedua desa penelitian.

Gambar 8. Persentase Jumlah Responden Desa Sidoharjo dan Sumberharjo Berdasarkan Pendidikan Tahun 2009

(46)

Keterampilan dan pengetahuan dapat diperoleh peternak melalui pendidikan formal dan non-formal. Pendidikan formal merupakan ilmu yang diperoleh dibangku sekolahan (SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi). Adapun pendidikan non-formal dapat dilakukan oleh peternak sebagai usaha untuk menambah wawasan, pengalaman, keterampilan, dan pengetahuan yaitu dengan seminar-seminar, kursus-kursus, dan pelatihan-pelatihan.

Kepemilikan Ternak

Jumlah ternak yang dimiliki oleh peternak, yang dinyatakan dalam satuan ternak (ST). Pemilikan ternak dapat dikategorikan menjadi dua yaitu skala kecil dan skala besar. Menurut Karyadi (2008), menunjukkan bahwa peternak memiliki jumlah ternak sedikit karena usaha yang dijalankan masih dalam skala kecil dan hanya bersifat sampingan. Usaha peternakan domba dan kambing di Desa Sidoharjo dan Sumberharjo masih bersifat usaha sampingan dengan tiap-tiap peternak memiliki ternak antara 3–10 ekor.

Ketersediaan Tenaga Kerja Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga adalah banyaknya anggota keluarga inti (suami, istri, dan anak) termasuk anggota keluarga lainnya seperti saudara yang masih menjadi tanggungan. Mayoritas jumlah keluarga responden peternak di Desa Sidoharjo termasuk dalam kategori rendah hanya terdiri dari suami, istri, dan anak. Sementara itu responden peternak di Desa Sumberharjo umumnya memiliki anggota keluarga yang terdiri dari 4-6 orang anggota keluarga dan tinggal bersama. Jumlah tanggungan keluarga merupakan salah satu sumberdaya manusia yang dimiliki peternak, terutama yang berusia produktif dan ikut membantu usaha ternaknya, akan tetapi juga dapat menjadi beban keluarga jika tidak aktif bekerja.

Menurut Soewardi dan Suryahadi (1988), bahwa di Indonesia tenaga kerja keluarga merupakan andalan utama pemenuhan tenaga kerja dalam pemilihan ternak yang sifatnya tradisional, dan tidak dinilai dengan uang, meskipun usaha tani dapat sekali-kali membayar tenaga kerja tambahan untuk pemeliharaan ternak. Anggota keluarga yang aktif bekerja pada usaha tani tergantung dari banyaknya anggota keluarga yang sudah dewasa dan banyaknya pria.

(47)

Tabel 9. Jumlah Tanggungan Keluarga Responden Peternak di Desa Sidoharjo dan Sumberharjo

Jumlah Anggota Keluarga

Responden Peternak (%)

Desa Sidoharjo Desa Sumberharjo

1 – 3 orang (rendah) 64 42

4 – 6 orang (sedang) 28 56

7 – 9 orang (tinggi) 8 2

Berdasarkan Tabel 9, sebanyak 64 % responden di Desa Sidoharjo memiliki jumlah tanggungan keluarga yang rendah yaitu 1-3 orang. Sedangkan di Desa Sumberharjo sebanyak 56 % memiliki tanggungan keluarga sedang yaitu 4-6 orang. Jumlah anggota keluarga yang rendah sedikit berpengaruh terhadap pemeliharaan dan penyediaan hijauan pakan terhadap ternak domba dan kambing. Penyediaan HMT dengan sistem intensif membutuhkan tenaga kerja untuk mengarit atau memotong hijauan pakan, menyediakan minum, dan membersihkan kandang.

Penggunaan tenaga kerja dalam penyediaan HMT di kedua desa tersebut didominasi oleh tenaga kerja keluarga. Jumlah anggota keluarga dengan rata-rata 3 orang per rumah tangga dan dibandingkan dengan jumlah ternak yang dipelihara rata-rata 4 ekor per rumah tangga sehingga dapat memanfaatkan tenaga kerja dari keluarga. Adapun tenaga kerja perempuan hanya sebatas dalam pemberian pakan sedangkan pengadaan hijauan pakan setiap harinya dilakukan oleh para pria (anak-anak maupun dewasa). Menurut Soewardi dan Suryahadi (1988) bahwa di Indonesia tenaga kerja keluarga merupakan andalan utama dalam pemenuhan tenaga kerja dalam pemilihan ternak yang bersifat tradisional dan tidak dinilai dengan uang.

Sabrani et al (1981) menyatakan bahwa ternak ruminansia kecil mempunyai peranan cukup besar dan merupakan salah satu komponen untuk memperbaiki efisiensi tenaga kerja dan pendapatan petani kecil. Sebagian besar sistem pemilikan ternak di desa Sidoharjo dan Sumberharjo adalah milik sendiri. Dalam penelitian ini tidak diamati secara mendalam mengenai hubungan sistem kepemilikan ternak dan pengaruhnya terhadap tingkat pendapatan peternak.

Gambar

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian  5
Tabel 1. Keadaan Umum Desa Sidoharjo
Tabel 2. Luas Penggunaan Lahan Desa Sidoharjo
Tabel 3. Keadaan Umum Desa Sumberharjo
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait