• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kerja seperti faktor fisik, faktor kimia, faktor biologi, faktor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kerja seperti faktor fisik, faktor kimia, faktor biologi, faktor"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di tempat kerja terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja seperti faktor fisik, faktor kimia, faktor biologi, faktor fisiologis dan faktor mental-psikologis. Faktor fisik di tempat kerja meliputi kebisingan, penerangan, tekanan panas, radiasi, dan getaran mekanis (Suma’mur, 2009). Di negara-negara maju, kebisingan merupakan masalah utama kesehatan kerja. Menurut WHO tahun 1995, di perkirakan hampir 14% dari total tenaga kerja negara industri terpapar kebisingan lebih dari 90 dB (Roestam, 2003).

Kebisingan di tempat kerja menyebabkan berbagai gangguan pada tenaga kerja, salah satunya adalah gangguan terhadap psikologis. Gangguan kebisingan terhadap psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur serta cepat marah. Bila kebisingan di tempat kerja diterima dalam waktu lama lebih dari 8 jam/hari dapat menyebabkan penyakit

psychosomatic berupa stress akibat kerja (Roestam, 2003).

Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Novitasari (2009), gangguan fisik akibat kebisingan tersebut tidak saja mengganggu organ pendengaran, tetapi juga dapat menimbulkan gangguan pada organ-organ tubuh yang lain, seperti penyempitan pembuluh darah dan sistem jantung. Pengaruh bising secara psikologi, yaitu berupa penurunan efektivitas kerja dan kinerja

(2)

commit to user

seseorang. Pengaruh kebisingan terhadap tubuh sama seperti pengaruh stress terhadap tubuh manusia.

PT. X merupakan usaha pembenihan padi, kegiatan produksinya meliputi perontokan padi menggunakan thresher, selanjutnya pengeringan dengan alat batch dryer dan blower, kemudian pembersihan denganseed cleaner,

pembuatan lot, pengemasan dan pemasaran.

Berdasarkan survey awal di PT. X, ditemukan intensitas kebisingan di dalam ruangan pembenihan padi melebihi NAB (Nilai Ambang Batas) yaitu 91,5 dB(A) dengan 8 jam kerja/hari, sedangkan di luar ruangan pembenihan padi kurang dari NAB (Nilai Ambang Batas) yaitu 72,9 dB(A). Sesuai Kepmenaker No. KEP-51/MEN/1999 NAB kebisingan untuk bekerja selama 8 jam/hari sebesar 85 dB(A). Peneliti juga melakukan wawancara dengan 10 karyawan, 7 karyawan diantaranya mengalami keluhan sakit kepala, sulit berkonsentrasi dalam melakukan pekerjaan, nyeri pada otot leher dan punggung, mudah marah saat bekerja di tempat kerja yang bising, dimana keluhan-keluhan tersebut merupakan gejala-gejala mengalami stress akibat kerja dan 3 karyawan tidak mengalami keluhan.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari survey awal, kebisingan di dalam ruangan melebihi NAB (Nilai Ambang Batas) dan 7 karyawan mengalami keluhan yang merupakan ciri-ciri stress kerja. Sebagai tindak lanjut survey awal tersebut maka penulis mengambil judul “Pengaruh Kebisingan terhadap Stress Kerja Karyawan Pembenihan Padi PT. X ”.

(3)

commit to user

B. Perumusan Masalah

“Apakah Ada Pengaruh Kebisingan terhadap Stress Kerja Karyawan Pembenihan Padi PT. X ?”

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui besarnya kebisingan di pembenihan padi PT. X . 2. Untuk mengetahui stress kerja karyawan pembenihan padi PT. X .

3. Untuk mengetahui pengaruh kebisingan terhadap stress kerja karyawan

pembenihan padi PT. X .

D. Manfaat Penelitian 1. Teoritis :

Diharapkan dapat menjadi pengkajian bahwa lingkungan kerja yang bising dapat mempengaruhi stress kerja karyawan pembenihan padi PT. X .

2. Aplikatif :

a. Diharapkan pemilik usaha lebih memperhatikan kesehatan dan

keselamatan kerja karyawan.

b. Diharapkan dapat terkendalikannya pengaruh lingkungan kerja bising terhadap stress kerja karyawan pembenihan padi PT. X .

c. Diharapkan hasil penelitian dapat dijadikan acuan untuk mengendalikan kebisingan dalam upaya menurunkan stress kerja karyawan serendah-rendahnya.

(4)
(5)

commit to user

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kebisingan a. Pengertian Kebisingan

Kebisingan diartikan sebagai semua suara/bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Suma’mur, 2009).

Kebisingan dalam kesehatan kerja diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan pendengaran baik secara kwantitatif (peningkatan ambang pendengaran) maupun secara kwalitatif (penyempitan spektrum pendengaran), berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi, durasi dan pola waktu. Jadi dapat disimpulkan bahwa kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan, kenyamanan serta dapat menimbulkan ketulian (Depkes, 2010).

Kebisingan merupakan salah satu faktor fisik lingkungan kerja yang dapat menimbulkan dampak pada gangguan pendengaran (audiotory) dan extra audiotory seperti stress kerja (psikologik), hipertensi, kelelahan kerja dan perasaan tidak senang (annoyance) (Tana, 2002).

(6)

commit to user

Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : KEP-51/MEN/1999 kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Jadi kebisingan adalah bunyi yang dapat menimbulkan gangguan pendengaran pekerja.

b. Sumber-sumber Kebisingan

Sumber-sumber kebisingan di tempat kerja berasal dari eksternal dan internal tempat kerja :

1) Sumber eksternal

Sumber kebisingan eksternal adalah kebisingan yang berasal dari luar gedung atau tempat kerja, misalnya traffic, industri dan bangunan.

2) Sumber internal

Sumber kebisingan internal adalah kebisingan yang berasal dari dalam gedung, misalnya bunyi mesin, kompresor, penggilingan, dan lain-lain (Roestam, 2003).

Sumber-sumber kebisingan di tempat kerja yaitu dari dalam maupun dari luar tempat kerja :

1) Generator, mesin diesel untuk pembangkit listrik 2) Mesin-mesin produksi

3) Mesin potong, gergaji, serut di perusahaan kayu 4) Ketel uap atau boiler untuk pemanas air

(7)

commit to user

5) Alat-alat lain yang menimbulkan suara dan getaran seperti alat

pertukangan

6) Kendaraan bermotor dari lalu lintas, dan lain-lain.

Sumber-sumber suara tersebut harus selalu diidentifikasi dan dinilai kehadirannya agar dapat dipantau sedini mungkin dalam upaya mencegah dan mengendalikan pengaruh pemaparan kebisingan terhadap pekerja yang terpapar (Tarwaka, 2004).

Sumber kebisingan utama dalam pengendalian kebisingan dapat diklasifikasikan dalam kelompok :

1) Kebisingan interior

Kebisingan interior adalah sumber kebisingan yang paling sering dibuat oleh manusia dan yang harus dipertanggungjawabkan. Kebisingan interior adalah kebisingan yang disebabkan oleh radio dan televisi, alat-alat musik, bantingan pintu, pembicaraan yang keras, dan lalulintas. Kebisingan bangunan dihasilkan oleh mesin dan alat rumah tangga, seperti kipas angin, motor, kompresor, pendingin, penghancur sampah, mesin cuci, pengering, pembersih vakum, pengkondisi udara, penghancur makanan, pembuka kaleng, pembuat kilap lantai, pencukur listrik, pengering rambut, dan lain-lain. Tingkat kebisingan yang sangat tinggi diproduksi dalam beberapa bangunan industri oleh proses pabrik atau produksi.

2) Kebisingan luar

Kebisingan luar adalah kebisingan yang paling mengganggu dari kategori ini. Kebisingan luar berasal dari lalulintas, transportasi,

(8)

commit to user

industri, alat-alat mekanis yang terlihat dalam gedung, tempat pembangunan gedung-gedung, perbaikan jalan, kegiatan olahraga dan lain-lain (Prasetio, 2006).

c. Jenis-jenis Kebisingan

Menurut Suma’mur (2009), jenis kebisingan yang sering dijumpai yaitu :

1) Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi yang luas (steady state wide band noise), misalnya suara gerakan udara dalam saluran, kipas angin, mesin tenun, dalam kokpit pesawat helikopter, dan lain-lain. 2) Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi sempit (steady state

narrow band noise), misalnya suara sirine, generator, kompresor,

suara katup mesin gas, suara gergaji sirkuler dan lain-lain.

3) Kebisingan terputus-putus (intermittent) yaitu kebisingan yang berlangsung tidak terus-menerus, misalnya kebisingan yang terdapat di lapangan udara, di jalan raya, dan lain-lain.

4) Kebisingan Impulsif yaitu kebisingan dengan intensitas yang agak cepat berubah, misalnya tembakan bedil, meriam, dan lain-lain.

5) Kebisingan impulsif berulang, misalnya : mesin tempa di perusahaan, pandai besi, dan lain-lain.

Di tempat kerja, kebisingan diklasifikasikan ke dalam dua jenis golongan besar, yaitu kebisingan tetap (steady noise) dan kebisingan tidak tetap.

(9)

commit to user

1) Kebisingan tetap dipisahkan lagi menjadi dua jenis, yaitu :

a) Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frequency noise)

Kebisingan ini berupa “nada-nada” murni pada frekuensi yang beragam, contohnya suara mesin, suara kipas, dan sebagainya. b) Broad band noise

Kebisingan dengan frekuensi terputus dan Broad band noise terjadi pada frekuensi yang lebih bervariasi.

2) Kebisingan tidak tetap dibagi lagi menjadi : a) Kebisingan fluktuatif

Kebisingan yang selalu berubah-ubah selama waktu tertentu. b) Intermittent noise

Kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah, contohnya kebisingan lalulintas.

c) Impulsive noise

Kebisingan yang dihasikan oleh suara-suara berintensitas tinggi dalam waktu relatif singkat, misalnya suara ledakan senjata api dan alat-alat sejenisnya (Tigor, 2009).

d. Akibat Kebisingan

Kebisingan secara fisik berpengaruh terhadap manusia. Gangguan fisik akibat kebisingan tersebut tidak saja mengganggu organ pendengaran, tetapi juga dapat menimbulkan gangguan pada organ-organ tubuh yang lain, seperti penyempitan pembuluh darah dan sistem jantung. Pengaruh bising secara psikologi, yaitu berupa penurunan efektivitas

(10)

commit to user

kerja dan kinerja seseorang. Pengaruh kebisingan terhadap tubuh sama seperti pengaruh stressterhadap tubuh manusia (Novitasari, 2009).

Kebisingan dapat mengakibatkan gangguan fisiologis dan psikologis terhadap manusia. Kebisingan juga akan memberikan pengaruh negatif terhadap performansi kerja (Soegijanto, 2000).

Akibat paparan kebisingan diatas 85 dB dapat menimbulkan ketulian. Selain itu kebisingan juga dapat menimbulkan keluhan

non-auditory seperti susah tidur, mudah emosi dan gangguan konsentrasi

yang memungkinkan dapat menimbulkan kecelakaan kerja (Roestam, 2003).

Kebisingan di atas 70 dB dapat menyebabkan kegelisahan, kurang enak badan, kejenuhan mendengar, sakit lambung dan masalah peredaran darah. Kebisingan di atas 85 dB dapat menyebabkan kemunduran yang serius pada kondisi kesehatan seseorang dan bila berlangsung lama dapat terjadi kehilangan pendengaran sementara atau permanen. Kebisingan yang berlebihan dan berkepanjangan terlihat dalam masalah-masalah kelainan seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan luka perut. Pengaruh kebisingan yang merusak pada efisiensi kerja dan produksi telah dibuktikan secara statistik dalam beberapa bidang industri (Prasetio, 2006).

Menurut Budiono (2009), pengaruh kebisingan terhadap tenaga kerja adalah :

1) Mengurangi kenyamanan dalam bekerja,

(11)

commit to user

3) Mengurangi konsentrasi,

4) Menurunkan daya dengar, 5) Tuli akibat kebisingan.

Pengaruh kebisingan pada manusia digolongkan :

1) Pengaruh pada telinga (auditory) yaitu menyebabkan

ketulian/gangguan daya dengar baik sementara maupun permanen.

2) Pengaruh bukan pada pendengaran (non auditory), misalnya :

komunikasi terganggu, ancaman bahaya keselamatan, menurunnya konsentrasi kerja, kelelahan kerja dan stress kerja.

e. Pengendalian kebisingan

Menurut Tarwaka (2004) pengendalian kebisingan dengan orientasi jangka panjang, teknik pengendaliannya secara berurutan adalah eliminasi sumber kebisingan, pengendalian secara teknik, pengendalian secara administratif dan terakhir penggunaan alat pelindung diri. Sedangkan untuk orientasi jangka pendek adalah sebaliknya secara berurutan.

1) Eliminasi kebisingan

a) Pada teknik eliminasi ini dapat dilakukan dengan penggunaan

tempat kerja atau pabrik baru sehingga biaya pengendalian dapat diminimalkan.

b) Pada tahap tender mesin-mesin yang akan dipakai, harus

mensyaratkan maksimum intensitas kebisingan yang dikeluarkan dari mesin baru.

(12)

commit to user

c) Pada tahap pembuatan pabrik dan pemasangan mesin, konstruksi bangunan harus dapat meredam kebisingan serendah mungkin, dan lain-lain.

2) Pengendalian secara teknik

a) Pengendalian kebisingan pada sumber suara. Penurunan

kebisingan pada sumber suara dapat dilakukan dengan menutup mesin atau mengisolasi mesin sehingga terpisah dengan pekerja. Teknik ini dapat dilakukan dengan mendesain mesin memakai remot kontrol. Selain itu dapat dilakukan redesain landasan mesin dengan bahan anti getaran.

b) Pengendalian kebisingan pada bagian transmisi kebisingan.

Apabila teknik pengendalian pada sumber suara sulit dilakukan, maka teknik berikutnya adalah dengan memberi pembatas atau sekat antara mesin dan pekerja. Cara lain adalah dengan menambah atau melapisi dinding, plafon dan lantai dengan bahan penyerap suara. Cara tersebut dapat mengurangi kebisingan antara 3-7 dB.

3) Pengendalian secara administratif

Dengan mengatur rotasi kerja antara yang bising dengan tempat yang lebih nyaman yang didasarkan pada intensitas kebisingan yang diterima.

4) Pengendalian pada penerima atau pekerja

Teknik ini merupakan teknik terakhir apabila seluruh teknik belum memungkinkan untuk dilaksanakan. Jenis pengendalian ini dapat

(13)

commit to user

dilakukan dengan pemakaian alat pelindung telinga. Pemakaian sumbat telinga dapat mengurangi kebisingan hingga 30 dB. Sedangkan tutup telinga dapat mengurangi kebisingan 40-50 dB. Pengendalian kebisingan pada penerima ini telah banyak ditemukan di perusahaan-perusahaan, karena secara sekilas biayanya relatif lebih murah.

Nilai ambang batas adalah standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu (Kepmenaker No.Kep-51 MEN/1999)

Tabel 1. Nilai Ambang Batas Kebisingan

Catatan : Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dB(A), walaupun sesaat Sumber : Kepmenaker No. Kep-51/MEN/1999

Batas Waktu Pemaparan per Hari Kerja

Intensitas Kebisingan dB(A) 8 jam 4 jam 2 jam 1 jam 30 menit 15 menit 7,5 menit 3,75 menit 1,88 menit 0,94 menit 28,12 menit 14,06 menit 7,03 menit 3,52 menit 1,76 menit 0,88 menit 0,44 menit 0,22 menit 0,11 menit 85 88 91 94 97 100 103 106 109 112 115 118 121 124 127 130 133 135 139

(14)

commit to user

Tingkat bising sebesar 85 dB dengan pemaparan selama 8 jam/hari atau 40 jam/minggu adalah untuk pekerjaan yang tidak memerlukan komunikasi verbal dan pekerjaan manual, rutin atau tidak kompleks. Kebisingan dalam hubungannya dengan kompleksitas pekerjaan, ternyata kebisingan yang tinggi akan menghasilkan error yang lebih banyak pada pekerjaan yang rumit/kompleks (Tri, 2000).

2. Stress Kerja

a. Pengertian Stress Kerja

Menurut Charles D, Spielberger dikutip Handoyo (2001) dalam Buchari (2007) menyebutkan bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang. Pengertian stress kerja menurut Mixx (2009) adalah respon adaptif yang merupakan karakteristik individual dan konsekuensi dan tindakan eksternal, situasi atau peristiwa yang terjadi baik secara fisik maupun psikologis. Menurut Wardani dan Prawita Setya (2001) Stres merupakan ketidakmampuan untuk melakukan penyesuaian psikologis, fisik dan perilaku terhadap suatu kegiatan, situasi atau kejadian dengan kapasitas tuntutan yang dirasakan berlebihan. Sedangkan menurut Sunyoto (2001) stres kerja dapat dipahami sebagai suatu keadaan dimana seseorang menghadapi tugas atau pekerjaan yang tidak bisa atau belum bisa dijangkau oleh kemampuannya.

(15)

commit to user

Stress akibat kerja secara lebih sederhana adalah stress yang terjadi karena suatu ketidakmampuan pekerja untuk menghadapi tuntutan tugas yang mengakibatkan ketidaknyamanan dalam kerja. Dalam kaitannya dengan pekerjaan, semua dampak dari stress kerja tersebut akan mengakibatkan menurunnya performansi, efisiensi dan produktivitas kerja tenaga kerja yang bersangkutan (Tarwaka, 2004).

Stress kerja merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang dimana ia terpaksa memberikan tanggapan melebihi kemampuan penyesuaian dirinya terhadap suatu tuntutan eksternal (lingkungan). Stress kerja timbul karena tuntutan lingkungan. Stress kerja yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya. Sebagai hasilnya, pada diri para karyawan berkembang berbagai macam gejala stress kerja yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka (Novitasari, 2009).

b. Gejala-gejala Stress Kerja

Sebagai hasil dari adanya stress kerja karyawan mengalami beberapa gejala stress yang dapat mengancam dan mengganggu pelaksanaan kerja mereka, seperti : mudah marah, agresif, tidak dapat santai, emosi yang tidak stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan tidak mampu terlibat, dan susah tidur (Novitasari, 2009).

Sedangkan gejala stress di tempat kerja, yaitu meliputi : 1) Kepuasan kerja rendah

(16)

commit to user

3) Semangat dan energi menjadi hilang 4) Komunikasi tidak lancar

5) Pengambilan keputusan jelek 6) Kreatifitas dan inovasi kurang

7) Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif

Menurut Iwa (2007), gejala stress kerja dapat berupa tanda-tanda :

1) Fisik, yaitu nafas memburuk, mulut dan kerongkongan kering, tangan lembab, merasa panas, otot-otot tegang, pencernaan terganggu, sembelit, letih yang tidak beralasan, sakit kepala, salah urat, dan gelisah.

2) Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas dan sedih, jengkel, salah paham, tidak berdaya, tidak mampu berbuat apa-apa, gelisah, gagal, tidak menarik, kehilangan semangat, sulit konsentrasi, sulit berfikir jernih, sulit membuat keputusan, hilangnya kreativitas, hilangnya gairah dalam penampilan dan hilangnya minat terhadap orang lain. 3) Watak dan kepribadian, yaitu sikap hati-hati menjadi cermat yang

berlebihan, cemas menjadi lekas panik, kurang percaya diri menjadi rawan, penjengkel menjadi meledak-ledak.

Gejala individu yang mengalami stress kerja antara lain :

1) Bekerja melewati batas kemampuan

2) Kelerlambatan masuk kerja yang sering dan ketidakhadiran pekerja

3) Kesulitan membuat keputusan

4) Kesalahan yang sembrono

(17)

commit to user

6) Lupa akan janji yang telah dibuat dan kegagalan diri sendiri 7) Kesulitan berhubungan dengan orang lain

8) Kerisauan tentang kesalahan yang dibuat

9) Menunjukkan gejala fisik seperti pada alat pencernaan, tekanan darah tinggi, radang kulit, radang pernafasan

c. Faktor Penyebab Stress Kerja

Untuk dapat mengetahui secara pasti, faktor apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya stress kerja sangat sulit, oleh karena sangat tergantung dengan sifat dan kepribadian seseorang. Perbedaan reaksi antara individu tersebut sering disebabkan karena faktor psikologis dan sosial yang dapat merubah dampak stress kerja bagi individu. Faktor-faktor tersebut antara lain :

1) Kondisi individu seperti umur, jenis kelamin, temperamental, genetik, intelegensia, pendidikan, kebudayaan, status gizi, status sosial ekonomi, lama kerja, dan lain-lain.

2) Ciri kepribadian seperti tingkat emosional, kepasrahan dan

kepercayaan diri.

3) Sosial-kognitif seperti dukungan sosial, hubungan sosial dengan

lingkungan sekitarnya.

4) Strategi untuk menghadapi setiap stress kerja yang muncul. Penyebab stress akibat kerja yang lain adalah :

1) Faktor intrinsik pekerjaan

Meliputi keadaan fisik lingkungan kerja yang tidak nyaman (bising, berdebu, bau, suhu panas dan lembab), stasiun kerja yang tidak

(18)

commit to user

ergonomis, kerja shift, jam kerja yang panjang, perjalanan ke dan dari tempat kerja yang semakin macet, pekerjaan berisiko tinggi, dan berbahaya, pemakaian teknologi baru, pembebanan berlebih, adaptasi pada jenis pekerjaan baru.

2) Faktor peran individu dalam organisasi kerja

Beban tugas yang bersifat mental dan tanggung jawab dari suatu pekerjaan lebih memberikan stress kerja yang tinggi dibandingkan dengan beban kerja fisik.

3) Faktor hubungan kerja

Kecurigaan antara pekerja, kurangnya komunikasi, ketidaknyamanan dalam melakukan pekerjaan merupakan tanda-tanda adanya stress akibat kerja.

4) Faktor pengembangan karier

Perasaan tidak aman dalam pekerjaan, posisi dan pengembangan karier mempunyai dampak cukup penting sebagai penyebab terjadinya stress kerja. Faktor pengembangan karier yang dapat menjadi pemicu stress kerja adalah ketidak pastian pekerjaan seperti adanya reorganisasi perusahaan dan mutasi kerja.

5) Faktor struktur organisasi dan suasana kerja

Penyebabnya antara lain, kurangnya pendekatan partisipatoris, konsultasi yang tidak efektif, kurangnya komunikasi dan kebijaksanaan kantor serta sering kali pemilihan dan penempatan karyawan pada posisi yang tidak tepat juga dapat menyebabkan stress kerja.

(19)

commit to user

6) Faktor di luar pekerjaan

Perselisihan antara anggota keluarga, lingkungan tetangga dan komunitas juga merupakan faktor penyebab timbulnya stress yang kemungkinan besar masih akan terbawa dalam lingkungan kerja (Tarwaka, 2004).

Sedangkan menurut Soeripto (2008), faktor yang ada di lingkungan tempat kerja dapat menyebabkan stress kerja bermacam-macam, yaitu :

1) Faktor kimia meliputi debu, asap, awan.

2) Faktor fisik meliputi suhu ekstrim, penerangan, kebisingan, getaran. 3) Faktor fisiologi antara lain sikap dan cara kerja, konstruksi mesin. 4) Faktor psikologi meliputi hubungan kerja yang tidak harmonis antara

atasan dan bawahan, hubungan antar sesama tenaga kerja, suasana kerja yang monoton, pemillihan pekerjaan yang tidak cocok.

5) Faktor biologi baik dari kelompok tumbuhan ataupun hewan.

Peran faktor umur memberikan respon terhadap situasi yang potensial menimbulkan stress kerja. Tenaga kerja yang usianya sudah lanjut (> 60 tahun) kemampuan dalam beradaptasinya menurun karena adanya penurunan fungsi organ di dalam tubuhnya. Penelitian pada kelompok usia lebih dari 40 tahun dan dibawah 40 tahun, dengan indikator adrenalin dan tekanan darah, mendapatkan hasil bahwa kelompok umur lebih dari 40 tahun lebih rentan dalam menghadapi stress kerja (Roestam, 2003).

(20)

commit to user

d. Akibat stress Kerja

Akibat adanya stress kerja orang menjadi tegang, merasakan kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses berikir dan kondisi fisik individu. Pekerja atau karyawan yang mengalami stress akibat kerja akan menunjukkan perubahan perilaku. Perubahan perilaku terjadi pada diri manusia sebagai usaha mengatasi stress kerja. Usaha mengatasi stress kerja dapat berupa perilaku melawan stress kerja

(flight) atau freeze (berdiam diri) (Novitasari, 2009).

Stress kerja dapat menimbulkan reaksi pada tubuh manusia. Reaksi tubuh karena stress akibat kerja yang merupakan masalah kesehatan, diantaranya adalah :

1) Penyakit psikis yang diinduksi oleh stress kerja

Misalnya jantung koroner, hipertensi, tukak lambung dan gangguan

psychosomatic lain. Kondisi lain yang juga mungkin terjadi adalah keletihan, sering pilek, gangguan tidur, nafas pendek, sakit kepala, migren, kaki tangan dingin, nyeri kuduk serta pundak, gangguan menstruasi, gangguan pencernaan, muntah, alergi dan serangan asma. 2) Kecelakaan kerja

Berbagai data dapat dinyatakan bahwa kecelakaan kerja terjadi 90% karena tindakan yang kurang berhati-hati.

3) Absen kerja

Absensi kerja sering terdapat pada pekerja yang sulit menyesuikan diri dengan pekerjaannya. Ketidakhadiran ini biasanya karena gejala sakit psikis ringan.

(21)

commit to user

4) Lesu kerja

Terjadi apabila tenaga kerja kehabisan motivasi dalam upaya mencari suatu kinerja yang tinggi.

5) Gangguan jiwa

Berupa suatu continnum, mulai gejala subjektif yang mempunyai efek ringan sehari-hari hingga gangguan jiwa mengganggu fungsi pekerjaan (Roestam, 2003).

Menurut Dewi (2002), stress akibat kerja menyebabkan timbulnya penyakit psychosomatic. Penyakit psychosomatic yang timbul sebagai akibat stress kerja yaitu :

1) Gejala-gejala otot a) Nyeri

b) Pegal-pegal

2) Gejala-gejala gastro intestinal

a) Sakit pada pencernaan b) Mual-mual

c) Susah buang air besar d) Iritasi kolon

e) Rasa terbakar pada ulu hati 3) Gejala-gejala jantung

a) Berdebar-debar

b) Sakit pada daerah di bawah puting susu c) Denyut jantung tidak teratur

(22)

commit to user

4) Gejala-gejala pernafasan

a) Pernafasan yang cepat (hyperventilation)

b) Dyspnoea

5) Gejala-gejala susunan syaraf pusat a) Susah tidur

b) Lesu

c) Pusing-pusing d) Sakit kepala

6) Gejala-gejala pada alat kelamin

a) Impoten

b) Sakit pada waktu haid e. Pencegahan Stress Kerja

Cara pencegahan timbulnya stress di tempat kerja : 1) Faktor promosi kesehatan di tempat kerja,

2) Penyesuaian pekerjaan dengan kemampuan dan kebutuhan, 3) Menaggulangi stress dalam organisasi,

4) Kontrol reaksi stress psikologis,

5) Peranan profesi kesehatan kerja di tempat kerja (Dewi, 2002).

Menurut Roestam (2003), Program pencegahan stress akibat kerja dapat dilaksanakan dengan pendekatan :

1) Pemahaman dan pengenalan yang lebih baik tentang kesehatan mental bagi para eksekutif dan profesi kesehatan.

2) Pendekatan organisasi dalam rangka mewujudkan suasana kerja yang meminimalkan terjadinya stress kerja.

(23)

commit to user

3) Pendidikan pada karyawan untuk melaksanakan berbagai adaptasi. Cara-cara mencegah stress akibat kerja secara lebih spesifik :

1) Redesain tugas-tugas pekerjaan. 2) Redesain lingkungan kerja.

3) Menerapkan waktu kerja yang fleksibel. 4) Menerapkaan manajemen partisipatoris.

5) Melibatkan karyawan dalam pengembangan karier. 6) Menganalisis peraturan kerja dan menetapkan tujuan. 7) Mendukung aktivitas sosial.

8) Membangun tim kerja yang kompak (Tarwaka, 2004). 3. Pengaruh Kebisingan terhadap Stress Kerja

Akibat paparan kebisingan di atas 85 dB dapat menimbulkan ketulian. Selain itu kebisingan juga dapat menimbulkan keluhan non-auditory

seperti susah tidur, mudah emosi dan gangguan konsentrasi yang memungkinkan dapat menimbulkan kecelakaan kerja (Roestam, 2003).

Suara atau bunyi yang tidak diinginkan akibat penggunaan teknologi di tempat kerja akan menimbulkan gangguan psikologis berupa stress kerja (Meidina, 2009).

Secara spesifik stress kerja karena kebisingan, dapat menyebabkan antara lain :

a. Stress menuju keadaan cepat marah, sakit kepala, dan gangguan tidur. b. Gangguan reaksi psikomotor.

c. Kehilangan konsentrasi.

(24)

commit to user

e. Penurunan performasi kerja yang kesemuanya itu akan bermuara pada

kehilangan efisiensi dan produktivitas kerja (Tarwaka, 2004). Menurut Susanto (2006), pengaruh kebisingan terhadap stress kerja: a. Gangguan emosional (kejengkelan, kebingungan).

b. Gangguan gaya hidup (gangguan tidur atau istirahat, hilang konsentrasi waktu bekerja, membaca dan sebagainya).

Selain kebisingan (faktor intrinsik pekerjaan), stress kerja juga dipengaruhi oleh kondisi individu (usia, jenis kelamin, lama kerja, pendidikan, kebudayaan, status gizi, dan status sosial ekonomi), ciri kepribaian, sosial-kognitif, faktor peran individu seperti beban tugas, faktor hubungan kerja, faktor pengermbangan karier, faktor struktur organisasi dan suasana kerja, dan faktor di luar pekerjaan (Tarwaka, 2004). Menurut Soeripto (2008), faktor kimia, faktor fisik, faktor fisiologi, faktor psikologi,faktor biologi merupakan faktor lain penyebab stress kerja.

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Kebisingan (berasal dari

mesin-mesin produksi)

Faktor internal :

- Kondisi individu (umur, jenis kelamin, lama kerja, status gizi)

- Kepribadian (emosi, kepercayaan diri) - Sosial-kognitif Stress kerja Kondisi psikologi Dampak non-auditory Faktor eksternal : Faktor kimia Faktor fisik Faktor fisiologi Faktor psikologi Faktor biologi

(25)

commit to user

C. Hipotesis

Ada Pengaruh Kebisingan terhadap Stress Kerja Karyawan Pembenihan Padi PT. X .

(26)

commit to user

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik yaitu penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena itu terjadi, kemudian melakukan analisis dinamika korelasi antara fenomena, baik antara faktor risiko dengan efek, antar faktor risiko, maupun antar efek. Berdasarkan pendekatannya, maka penelitian ini menggunakan pendekatan

Cross Sectional (Arief, 2004).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di PT. X . Pada tanggal 17 Desember 2010 s/d 20 Januari 2011.

C. Subjek Penelitian

Subjek Penelitian adalah karyawan pembenihan padi PT. X . Berdasarkan data primer PT. X terdapat 50 pekerja yang menjadi subjek penelitian, dengan kriteria sebagai berikut :

1. Kriteria Inklusi adalah alasan mengapa peneliti memilih subjek tersebut. Dalam penelitian ini antara lain tenaga kerja pembenihan padi, jenis kelamin laki-laki, usia 20-60 tahun, dan masa kerja lebih dari 1 tahun.

(27)

commit to user

2. Kriteria Eksklusi adalah alasan mengapa peneliti tidak memilih subjek. Dalam penelitian ini antara lain karyawan jenis kelamin perempuan, usia kurang dari 20 tahun atau usia lebih dari 60 tahun, dan masa kerja kurang dari 1 tahun.

D. Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan pada saat penelitian adalah non-random dengan jenis sampel purposivesampling, yaitu teknik penentuan sampel didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Sumardiyono, 2010).

Pada penelitian ini yang dipilih sebagai sampel adalah karyawan yag mempunyai kriteria inklusi antara lain jenis kelamin laki-laki, usia 20-60 tahun, dan masa kerja lebih dari 1 tahun.

E. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kebisingan. 2. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah stress kerja. 3. Variabel Pengganggu

Variabel pengganggu dalam penelitian ini ada dua, yaitu:

a. Variabel pengganggu terkendali : umur, jenis kelamin, masa kerja. b. Variabel pengganggu tidak terkendali : status sosial ekonomi, status gizi.

(28)

commit to user

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Kebisingan

Kebisingan adalah suara yang dihasilkan oleh mesin di bagian produksi antara lain mesin pembersih, mesin pengering (batch dryer) dan blower.

Alat ukur : Sound Level Meter

Satuan : dB(A) (desibel)

Hasil pengukuran kebisingan dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu: a. Tenaga kerja yang terpapar kebisingan jika melebihi NAB (lebih 85 dB). b. Tenaga kerja yang terpapar kebisingan jika kurang dari NAB (kurang 85

dB).

Skala pengukuran : Nominal 2. Stress Kerja

Stress kerja merupakan jumlah dari keluhan pekerja berdasar kuesioner HRSA.

Alat ukur : kuesioner HRSA (Hamilton Rating Scale Anxiety).

(sumber: Hamilton, 1969).

Hasil pengukuran dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu : a. Kategori gejala stress tingkat ringan : ”

b. Kategori gejala stress tingkat sedang : 21-27 c. Kategori gejala stress tingkat berat : > 27

(29)

commit to user

G. Desain Penelitian

Gambar 2. Desain Penelitian

H. Alat dan Bahan Penelitian

Dalam penelitian ini untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan penelitian, peralatan yang digunakan untuk pengambilan data beserta pendukungnya adalah :

1. Kebisingan

Sound Level Meter RION NA-20, yaitu alat untuk mengukur kebisingan. Cara kerja :

a. Putar switch ke A.

b. Putar FILTER-CAL-INT ke arah INT.

Populasi

Subjek

Teknik non-random

dengan purposive sampling

Bising > NAB Bising < NAB

Chi Square Stress ringan Stress sedang Stress berat Stress ringan Stress sedang Stress berat

(30)

commit to user

c. Putar level switch sesuai dengan tingkat kebisingan yang terukur.

d. Gunakan meter dynamic characteristic selector switch “FAST” karena jenis kebisingannya continue.

e. Pengukuran dilakukan selama 1-2 menit, mikropon diarahkan ke sumber kebisingan.

f. Jarak Sound Level Meter dengan sumber bising adalah sesuai dengan posisi tenaga kerja selama kerja.

g. Angka skala dibaca setelah panah penunjuk dalam keadaan stabil. 2. Stress Kerja

HRSA (Hamilton Rating Scale Anxiety) merupakan kuesioner untuk

mengukur stress kerja, yang berisi 14 kelompok gejala yang masing-masing gejala diberi penilaian antara 0-4 sebagai berikut :

a. Nilai 0: tidak ada gejala atau keluhan. b. Nilai 1: gejala ringan (1 gejala)

c. Nilai 2: gejala sedang (separuh dari total gejala yang ada) d. Nilai 3: gejala berat (lebih separuh dari total gejala yang ada) e. Nilai 4: gejala berat sekali (semua gejala ada)

Gejala-gejala yang tertuang dalam kuesioner ini ada 14 antara lain: gejala perasaan cemas, gejala ketegangan, ketakutan, gangguan tidur, gangguan kecerdasan, perasaan depresi, gejala somatik, gejala somatik fisik/somatik, gejala kardiovaskuler dan pembuluh darah, gejala respiratori, gejala gastrointestinal, gejala urogenital, gejala autonom, sikap dan tingkah laku.

(31)

commit to user

Diketegorikan menjadi 3 kriteria sesuai dengan jumlah total skor yaitu : ringan (” 20), sedang (21-27), dan berat (> 27).

3. Alat tulis, yaitu alat yang digunakan untuk mencatat hasil dari pengukuran.

I. Cara Kerja Penelitian 1. Tahap Persiapan :

Sebelum penelitian, peneliti melakukan ijin penelitian, survey awal, menyusun proposal dan ujian proposal.

2. Tahap Pelaksanaan :

a. Ijin ke perusahaan untuk menjelaskan tujuan penelitian. b. Mengisi lembar data responden.

c. Menentukan sampel.

d. Mengukur stress kerja dengan HRSA (Hamilton Rating Scale Anxiety).

e. Mengukur kebisingan dengan Sound Level Meter. f. Mencatat hasil pengukuran.

3. Tahap Penyelesaian :

a. Mengumpulkan data.

b. Mengolah dan menganalisa data dengan chi square test SPSS versi 16.0. c. Menyusun laporan skripsi.

J. Teknik Analisis Data

Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan uji statistik Chi

Square Test dimana menggunakan data kategori nominal dan ordinal. Dapat

(32)

commit to user

1. Menggunakan rumus :

Keterangan :

X2 = Nilai Chi Square

fo = Frekuensi yang diobservasi fh = Frekuensi yang diharapkan

Rumus mencari frekuensi harapan (fh) :

Keterangan :

fh = Frekuensi yang diharapkan ™Ik = Jumlah frekuensi pada kolom ™Ib = Jumlah frekuensi pada baris

™7 -XPODKNHVHOXUXKDQSDGDNRORPGDQEDULV Kriteria pengujian :

a. Ho diterima (Ha ditolak), jika X2o < 5,591

b. Ha diterima (Ho ditolak), jika X2o •6XPDUGL\RQR

2. Menggunakan program komputer SPSS versi 16.0, dengan interpretasi hasil sebagai berikut :

a. Jika p value ” 0,01 maka hasil uji dinyatakan sangat signifikan. b. Jika 0,01 < p value ”PDNDKDVLOXMLGLQ\DWDNDQVLJQLILNDQ

c. Jika p value > 0,05 maka hasil uji dinyatakan tidak signifikan

(33)

commit to user

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Perusahaan

PT. X berdiri tahun 2005. Lokasi Perusahaan pembenihan Padi PT. X terletak di Jl. Raya Solo- Km. 17/04 , Jawa Tengah.

Dalam melakukan kegiatan produksi benih padi, PT. X menggunakan lahan sewa dari para petani sebanyak 3 ha dan lahan kerjasama dengan para kelompok tani yang ada sebanyak 377 ha. Sedangkan untuk sarana dan prasarana PT. X mempunyai gudang yang memadai dengan kapasitas 2.876.808 kg yang terdiri atas tiga gudang, lantai jemur dengan luas 6.794 m2, 1 unit Batch

dryer dengan kapasitas 10 ton, mesin perontok, 8 unit blower dengan

menggunakan bahan bakar diesel, alat pengemasan semi otomatis. Sarana

distribusi yang dimiliki PT. X adalah truk dengan daya angkut masing-masing antara 5-30 ton. Tata letak fasilitas pengolahan benih padi pada PT. X meliputi lantai jemur, gudang penyimpanan yang terdapat pada mesin pembersih, dan

batch dryer, serta kantor.

(34)

commit to user

Kegiatan-kegiatan dalam pengolahan benih (Gambar 3) meliputi :

Gambar 3. Jalur Pengolahan Benih PT. X 1. Perontokan

Kegiatan perontokan padi ini dilakukan secara modern dengan menggunakan mesin perontok dirancang mampu memperbesar kapasitas kerja, meningkatkan efisiensi kerja, mengurangi kehilangan hasil dan memperoleh mutu hasil gabah yang baik.

2. Penerimaan

Benih padi akan diterima setelah dilakukan pemanenan dari lapang. Calon benih akan disimpan terlebih dahulu jika penerimaan dari lapang menjelang sore dan akan dilakukan pengeringan pada pagi harinya.

Perontokan Penerimaan Pengeringan Pembersihan Pembuatan Lot Pengemasan Pemasaran

(35)

commit to user

3. Pengeringan

PT. X, pengeringan benih padi menggunakan 2 cara : a. Pengeringan secara alami (sun drying)

Melibatkan unsur-unsur iklim, yaitu sinar matahari dan angin atau pergantian udara memerlukan penanganan yang aktif karena tanpa penanganan yang aktif terdapat beberapa resiko yang dapat berpengaruh pada viabilitas dan vigor benih.

b. Pengeringan buatan menggunakan batch dryer

PT. X memiliki 1 unit batch dryer (Gambar 4) dengan kapasitas 20 ton. Dalam kapasitas penuh pengeringan dilakukan selama 18 jam dengan suhu 45oC.

Gambar 4. Batch dryer

4. Pembersihan

Benih yang sudah dikeringkan sampai kadar air 11-13% dibersihkan dari kotoran dengan mengeluarkan Seed cleaner ISEKI rice hiller (Gambar 5). PT. X memiliki 8 unit Seed cleaner yang menggunakan tenaga diesel. Seed

(36)

commit to user

benih/hari/mesin, dalam 1 jam akan menghasilkan benih bersih sebesar ± 250 kg/jam/mesin, yang dikemas dalam 5 karung masing-masing 50 kg. untuk 8

Seed cleaner menghasilkan benih bersih sebesar 40 karung/jam dan untuk 8 jam kerja memperoleh 320 karung/jam atau sekitar 16 ton/hari.

Gambar 5. Seed cleaner ISEKI Rice Hiller

5. Pembuatan Lot

Dilakukan setelah pembersihan dan dikemas dalam karung 50 kg. Setiap tumpukan benih diberi alas kayu untuk menjaga kadar air benih tidak meningkat karena bersentuhan dengan lantai yang lembab.

6. Pengemasan

Pengemasan benih bertujuan untuk mempertahankan kemurnian benih baik secara fisik maupun genetik, serta memudahkan penyimpanan dan pengangkutan.

(37)

commit to user

7. Pemasaran

Benih padi akan segara dipasarkan sesuai dengan permintaan konsumen. Merk dagang yang digunakan adalah “Pak Tani” yang sudah melekat di benak petani.

B. Karakteristik Subjek Penelitian 1. Jenis Kelamin

Karyawan Pembenihan Padi PT. X semuanya berjenis kelamin laki-laki. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2. Distribusi Jenis Kelamin Responden Lokasi Kerja Jenis

Kelamin

Frekuensi Persentase (%)

Di dalam ruangan Laki-laki 50 100

Di halaman Sumber : Data Primer 2011

2. Umur

Hasil pendataan terhadap 50 karyawan Pembenihan Padi PT. X diperoleh sebaran umur sebagai berikut :

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Umur Responden

Umur Frekuensi Persentase (%)

21-30 21 42

31-40 19 38

41-50 9 18

51-60 1 2

Total 50 100

Sumber : Data Primer 2011

(38)

commit to user

3. Masa Kerja

Hasil pendataan terhadap 50 karyawan Pembenihan Padi PT. X diperoleh sebaran masa kerja sebagai berikut :

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Masa Kerja Responden

Masa kerja Frekuensi Persentase (%)

2 17 34.0

3 18 36.0

4 9 18.0

5 6 12.0

Total 50 100.0

Sumber : Data Primer 2011

Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui masa kerja minimal 2 tahun dan masa kerja maksimal 5 tahun. Daftar selengkapnya dapat dilihat di lampiran 1.

C. Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan Tempat Kerja

Pengukuran intensitas kebisingan dilakukan di dalam ruangan dan di halaman Pembenihan Padi PT. X . Berdasarkan hasil pengukuran intensitas kebisingan, besarnya rata-rata intensitas kebisingan selama 8 jam pada 4 titik pengukuran dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 5. Distribusi Rata-rata Intensitas Kebisingan (Leq) di dalam Ruangan No. Titik Pengukuran Leq (dBA)

1. 2. 3. 4. 1 2 3 4 91 90 90 89 Total Leq 90

Sumber : Data Primer 2011

Berdasarkan tabel 5 di atas rata-rata intensitas kebisingan di dalam ruangan pembenihan padi PT. X adalah 90 dB(A).

(39)

commit to user

Tabel 6. Distribusi Rata-rata Intensitas Kebisingan (Leq) di Halaman No. Titik Pengukuran Leq (dBA)

1. 2. 3. 4. 1 2 3 4 80 74 71 63 Total Leq 75

Sumber : Data Primer 2011

Berdasarkan tabel 6 di atas rata-rata intensitas kebisingan di halaman pembenihan padi PT. X adalah 75 dB(A). Daftar selengkapnya dapat dilihat di lampiran 2. Denah titik pengukuran kebisingan dapat dilihat di lampiran 3.

D. Hasil Pengukuran Stress Kerja Tenaga kerja

Hasil penilaian stress kerja dengan kuesioner HRS-A pada 25 karyawan di dalam ruangan dan 25 karyawan di halaman pembenihan padi PT. X dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Stres Kerja di dalam Ruangan

Sumber : Data Primer 2011

Berdasarkan tabel 7 di atas kategori strees kerja pembenihan padi PT. X dikategorikan 3, yaitu ringan dengan frekuensi 3 orang, sedang 8 orang dan berat 14 orang.

Skor Kategori stress kerja Frekuensi Prosentase

” Ringan 3 12%

21-27 Sedang 8 32%

>27 Berat 14 56%

(40)

commit to user

Tabel 8. Distribusi Frekuensi Stres Kerja di Halaman

Sumber : Data Primer 2011

Berdasarkan tabel 8 di atas kategori strees kerja pembenihan padi PT. X dikategorikan 3, yaitu ringan dengan frekuensi 8 orang, sedang 12 orang dan berat 4 orang. Daftar selengkapnya dapat dilihat di lampiran 4.

E. Uji Bivariat

1.Pengaruh kebisingan terhadap Stress Kerja

Berdasarkan uji statistik chi square dengan program SPSS 16.0 di dapatkan hasil uji statistik pengaruh kebisingan terhadap stress kerja pembenihan padi PT. X adalah sebagai berikut:

Tabel 9. Hasil Uji Kontingensi

STRESS KERJA TOTAL

RINGAN SEDANG BERAT

KEBISINGAN >NAB 3 8 14 25

<NAB 9 12 4 25

TOTAL 12 20 18 50 Sumber : Data Primer 2011

Daftar perhitungan dengan SPSS 16.0 selengkapnya dapat dilihat di lampiran 5. Perhitungan secara manual dapat dilihat di lampiran 6.

Skor Kategori kelelahan Frekuensi Prosentase

” Ringan 9 32%

21-27 Sedang 12 48%

>27 Berat 4 20%

(41)

commit to user

2.Pengaruh Usia terhadap Stress Kerja

Tabel 10. Hasil Korelasi Usia terhadap Stress Kerja

Usia Stress Kerja

Usia Person Correlation

N

1 50

0,004 50 Stress Kerja Person Correlation

N

0,004 50

1 50 Sumber : Data Primer 2011

Daftar selengkapnya dapat dilihat di lampiran 7. 3.Pengaruh Masa Kerja terhadap Stress Kerja

Tabel 11. Hasil Korelasi Masa Kerja terhadap Stress Kerja

Masa Kerja Stress Kerja

Masa Kerja Person Correlation N

1 50

-0,040 50 Stress Kerja Person Correlation

N

-0,040 50

1 50 Sumber : Data Primer 2011

(42)

commit to user

BAB V PEMBAHASAN

A. Analisa Univariat 1. Jenis Kelamin

Penelitian terhadap 50 orang karyawan pembenihan padi PT. X yang menjadi responden semuanya berjenis kelamin laki-laki. Persentase responden yang berjenis kelamin laki-laki adalah 100%. Diharapkan dengan menyamakan karakteristik responden tersebut akan terlihat perbedaan antara tenaga kerja yang terpapar kebisingan di atas NAB dengan tenaga kerja yang terpapar kebisingan di bawah NAB terhadap timbulnya stress kerja.

2. Umur

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa umur responden berada pada usia produktif dengan umur termuda 21 tahun dan umur tertua adalah 51 tahun. Peran faktor umur memberikan respon terhadap situasi yang potensial menimbulkan stress kerja. Tenaga kerja yang usianya sudah lanjut (> 60 tahun) kemampuan dalam beradaptasinya menurun karena adanya penurunan fungsi organ di dalam tubuhnya (Roestam, 2003). Sehingga peneliti mengambil sampel usia produktif yaitu 21-51 tahun.

3. Masa Kerja

Penelitian terhadap masa kerja didapatkan hasil bahwa masa kerja karyawan minimal adalah 2 tahun dan masa kerja maksimal adalah 5 tahun. Rata-rata tenaga kerja sudah bekerja di atas 2 tahun, sehingga dalam

(43)

commit to user

penelitian ini peneliti mengambil sampel masa kerja di atas 2 tahun. Masa kerja yang lebih dari 2 tahun merupakan masa kerja dimana tenaga kerja sudah beradaptasi dengan pekerjaannya. Masa kerja mempunyai kaitan dengan kepuasan kerja. Tenaga kerja mempunyai kepuasan kerja yang terus meningkat sampai lama kerja 5 tahun dan kemudian mulai terjadi penurunan sampai lama kerja 8 tahun, tetapi kemudian setelah tahun kedelapan maka kepuasan kerja secara perlahan-lahan akan meningkat lagi (Suma’mur, 2009). 4. Kebisingan

Rata-rata intensitas kebisingan pada 4 (empat) titik pengukuran di dalam ruangan pembenihan padi yang terdapat alat-alat produksi seperti batch dryer, seed cleaner, bower dimana pekerja berada di sekitar mesin adalah 90 dB(A), sedangkan rata-rata intenstas kebisingan pada 4 (empat) titik pengukuran di halaman pembenihan padi tempat penjemuran yang masih terpapar suara bising adalah 75 dB(A). Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas faktor fisika di tempat kerja, menyatakan bahwa besarnya rata-rata adalah 85 dB(A) untuk waktu kerja terus menerus tidak lebih dari 8 jam/hari atau 40 jam/minggu (Tarwaka, 2004).

Lingkungan kerja yang bising dapat menyebabkan timbulnya berbagai gangguan terhadap kesehatan tenaga kerja. Gangguan yang ditimbulkan akibat dari kebisingan pada tenaga kerja, seperti gangguan fisiologis yang berupa peningkatan tekanan darah, gangguan psikologis yang berupa stress, gangguan komunikasi, gangguan keseimbangan serta gangguan pada pendengaran (Roestam, 2003). Tindakan yang dapat dilakukan untuk

(44)

commit to user

menghindarkan tenaga kerja dari gangguan yang diakibatkan oleh kebisingan yaitu dengan pemberian alat pelindung telinga, seperti ear plug dan perbaikan terhadap mesin produksi yang menimbulkan suara kebisingan yang tinggi. 5. Stress Kerja

Dari hasil diketahui bahwa karyawan pembenihan padi PT. X yang bekerja di dalam ruangan mengalami stres kerja tingkat ringan sejumlah 3 orang dengan prosentase 12%, stres kerja tingkat sedang sejumlah 8 orang dengan prosentase 32%, dan untuk stres kerja tingkat berat sejumlah 14 orang dengan prosentase 56%. Sedangkan karyawan yang bekerja di halaman mengalami stres kerja tingkat ringan sejumlah 9 orang dengan prosentase 32%, stres kerja tingkat sedang sejumlah 12 orang dengan prosentase 48%, dan untuk stres kerja tingkat berat sejumlah 4 orang dengan prosentase 20%.

Karyawan yang berada di halaman seharusnya yang mengalami stress tingkat berat tidak ada dan yang paling banyak harusnya karyawan mengalami stress tingkat ringan. Hal tersebut tidak hanya disebabkan oleh kebisingan saja melainkan dipengaruhi oleh faktor lain, diantaranya :

a. Faktor kimia: debu yang berasal dari benih padi

b. Faktor fisik: suhu ekstim yang tiba-tiba hujan tiba-tiba panas, getaran. c. Faktor fisiologi: sikap dan cara kerja karyawan yang berada di tempat

yang panas.

d. Faktor psikologi: hubungan kerja antara karyawan dengan karyawan

(45)

commit to user

e. Faktor biologi: disebabkan oleh burung yang selalu makan benih padi yang dijemur, dan disebabkan oleh ilalang atau batang padi yang ikut terbawa.

Menurut Nur’aini (2004) stres kerja diartikan sebagai suatu interaksi antara kondisi kerja dengan sifat-sifat pekerja yang mengubah fungsi fisik maupun fungsi psikis yang normal. Definisi tersebut menunjukkan bahwa stres kerja merupakan tuntutan pekerjaan yang tidak dapat diimbangi oleh kemampuan karyawan.

Stres kerja pada intinya merujuk pada kondisi dari pekerjaan yang mengancam individu. Stres kerja timbul sebagai bentuk ketidakharmonisan individu dengan lingkungan kerja.

Dari beberapa teori diatas maka dapat disimpulkan bahwa stres kerja merupakan bentuk respon psikologis dari tubuh terhadap tekanan-tekanan, tuntutan-tuntutan pekerjaan yang melebihi kemampuan yang dimiliki, baik berupa tuntutaan fisik atau lingkungan dan situasi sosial yang mengganggu pelaksanaan tugas, yang muncul dari interaksi antara individu dengan pekerjaanya, dan dapat merubah fungsi fisik serta psikis yang normal, sehingga dinilai membahayakan, dan tidak menyenangkan.

Dampak yang di timbulkan dari stress kerja yaitu menurunnya performasi kerja serta efisiensi kerja sehingga produktivitas kerja menurun. Stress kerja dapat menimbulkan reaksi pada tubuh manusia sehingga dapat menyebabkan timbulnya penyakit psikis, kecelakaan kerja, absensi kerja, lesu kerja dan gangguan jiwa (Roestam, 2003). Akibat adanya stress kerja orang

(46)

commit to user

menjadi tegang, merasakan kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses berfikir dan kondisi fisik individu (Novitasari, 2009).

B. Analisa Bivariat

1. Pengaruh Kebisingan terhadap Stress Kerja

Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa harga chi square (Ȥð) hitung 9,356 sedangkan harga chi square (Ȥð) tabel pada df = 2, pada taraf signifikan 0,05 adalah 5,591, hal ini berarti bahwa Ȥð hitung > Ȥð tabel, maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh kebisingan terhadap stress kerja karyawan pembenihan padi PT. X . Disamping itu bisa dilihat pula dari nilai p yaitu 0,009 yang berarti p ” 0,01 artinya ada hubungan yang sangat signifikan antara pengaruh kebisingan terhadap sress kerja karyawan pembenihan padi PT. X . Pendapat ini sesuai dengan pendapat Meidina (2009), yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan sangat kuat antara intensitas kebisingan dengan stres kerja pada pekerja.

Kebisingan di tempat kerja dapat menimbulkan gangguan psikologis berupa stres kerja. Pengaruh pemaparan kebisingan di atas NAB mengakibatkan terjadinya kerusakan pada indra pendengaran dan pengaruh pemaparan kebisingan dibawah NAB menyebabkan timbulnya stress kerja dan gangguan kesehatan lainnya (Tarwaka, 2004). Dampak non auditorial akibat kebisingan dapat menyebabkan timbulnya gangguan pada kondisi kejiwaan pekerja yang dapat mengakibatkan stress kerja (Tigor, 2009).

Hasil dari penilaian stress kerja menunjukkan bahwa karyawan yang bekerja di dalam ruangan pembenihan padi dengan intensitas kebisingan di

(47)

commit to user

atas NAB, hasil terbanyak karyawan mengalami stress tingkat berat yaitu 14 orang (56%), sedangkan tenaga kerja yang bekerja di halaman pembenihan padi dengan intensitas kebisingan di bawah NAB, hasil terbanyak karyawan mengalami stress tingkat sedang sebanyak 12 orang (48%). Seharusnya semua tenaga kerja yang bekerja di halaman pembenihan padi dengan intensitas kebisingan di bawah NAB mengalami stress kerja tingkat ringan, tapi dalam kenyataannya jumlah karyawan yang mengalami stress kerja tingkat sedang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja yang mengalami stress kerja tingkat ringan.

Berdasarkan perhitungan kontingen, pengaruh kebisingan terhadap stress kerja sebesar 38% sedangkan faktor lain yang mempengaruhi stress kerja sebesar 62%. Faktor tersebut antara lain faktor kimia, faktor fisik, faktor fisiologi, faktor psikologi, dan faktor biologi.

2. Pengaruh Usia terhadap Stress Kerja

Dari hasil uji statistik bahwa r hitung = 0,004, dibaca pada nilai

pearson correlation. Nilai ini dibandingkan dengan besarnya r tabel SDGDĮ dengan n = 50, maka diketahui r tabel = 0,279 sehingga r hitung < r tabel artinya Ho diterima, Ha ditolak, sehingga tidak ada pengaruh usia terhadap stress kerja.

3. Pengaruh Masa Kerja terhadap Srtess Kerja

Dari hasil uji statistik bahwa r hitung = -0,040, dibaca pada nilai

pearson correlation. Nilai ini dibandingkan dengan besarnya r tabel SDGDĮ dengan n = 50, maka diketahui r tabel = 0,279 sehingga r hitung < r tabel artinya

(48)

commit to user

Ho diterima, Ha ditolak, sehingga tidak ada pengaruh masa kerja terhadap stress kerja.

(49)

commit to user

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Intensitas kebisingan di dalam ruangan pembenihan padi adalah di atas Nilai Ambang Batas (NAB) yaitu 90 dB sedangkan kebisingan di halaman pembenihan padi adalah di bawah Nilai Ambang Batas (NAB) yaitu 75 dB. 2. Tenaga kerja yang terpapar kebisingan di atas NAB hasil terbanyak karyawan

mengalami stress kerja tingkat berat yaitu 14 orang (56%), sedangkan tenaga kerja yang terpapar kebisingan di bawah NAB hasil terbanyak karyawan mengalami stress kerja tingkat sedang yaitu 12 orang (48%).

3. Hasil uji statistik chi square test nilai p = 0,009 yang berarti p ” 0,01 dinyatakan sangat signifikan dan disimpulkan ada pengaruh kebisingan terhadap stress kerja karyawan pembenihan padi PT. X .

B. Saran

1. Sebaiknya melakukan rotasi kerja pada karyawan bagian dalam ruangan

dengan karyawan di halaman setiap 2 jam sekali sehingga karyawan yang bekerja di dalam ruangan pembenihan padi tidak terpapar kebisingan di atas 85 dB secara terus menerus.

2. Sebaiknya mengadakan penyuluhan dari bagian personalia perusahaan

tentang pentingnya menggunakan sumbat telinga dan pengontrolan mesin secara berkala terutama pelumas dan baut yang tidak stabil.

(50)

commit to user

3. Sebaiknya pemilik perusahaan menyediakan alat sumbat telinga dari bahan yang lembut, mempunyai daya serap kebisingan yang tinggi dan harganya juga terjangkau seperti busa yang lunak tahan terhadap cairan/air.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Kebisingan (berasal dari
Gambar 2. Desain Penelitian
Gambar 3. Jalur Pengolahan Benih PT. X  1.   Perontokan
Gambar 4. Batch dryer  4.   Pembersihan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian, siswa dengan prestasi tinggi dalam tingkat kemampuan pemahaman level Van-Hiele mencapai level 4, siswa mampu menyelesaikan soal yang

Di bawah ini adalah hitungan untuk mendapatkan waktu kejadian rerata dan simpangan baku waktu kejadian hujan deras... Distribusi frekuensi waktu kejadian hujan deras di 14 stasiun

2. Kongres Pemuda Kedua adalah kongres pergerakan pemuda Indonesia yang melahirkan keputusan yang memuat ikrar untuk mewujudkan cita-cita berdirinya negara Indonesia, yang

|jejakseribupena.com, Soal dan Solusi Simak UI Matematika Dasar, 2009

Indeks hara tanah merupakan angka yang dipakai sebagai pengali yang disediakan untuk menghindari jumlah hara yang tidak cukup memenuhi kebutuhan tanaman. Disamping itu

JUDUL : PERUBAHAN GAYA HIDUP CEGAH KANKER. MEDIA :

Selain dari beberapa karya di atas, Fazlur Rahman pernah menulis artikel yang berjudul “Iqbal in Modern Muslim Thoght” Rahman mencoba melakukan survei terhadap

PENGUKURAN DAN PENGGAMBARAN PROFIL MEMANJANG MELINTANG DENGAN AUTODESK LAND DEKSTOP 2004 UNTUK PERENCANAAN JALAN SADAPAN GETAH DI DAERAH LENGKONG KABUPATEN SUKABUMI..