• Tidak ada hasil yang ditemukan

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2021

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2021"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

GUBERNUR JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2021

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENTERAMAN,

KETERTIBAN UMUM, DAN PELINDUNGAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA BARAT,

Menimbang : a. bahwa pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) merupakan bencana nasional yang berdampak pada berbagai aspek kehidupan tidak hanya aspek kesehatan namun merambah aspek lainnya khususnya perekonomian nasional, sehingga perlu partisipasi aktif berbagai pihak terutama pemerintah daerah dalam mencegah dan mengendalikan penyebarannya;

b. bahwa untuk melakukan pengendalian dan pencegahan pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) sebagaimana dimaksud pada huruf a, diperlukan landasan hukum yang kuat dan pasti;

c. bahwa Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Ketenteraman, Ketertiban Umum, dan Pelindungan Masyarakat, disesuaikan dengan dinamika dan perkembangan penyelenggaraan pemerintahan daerah agar lebih memberikan ruang gerak dalam penegakan hukumnya; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Ketenteraman, Ketertiban Umum, dan Pelindungan Masyarakat;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

(2)

2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia tanggal 4 Juli 1950) jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Djakarta Raya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 15) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4744) dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010);

3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273);

4. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);

5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 183, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6398);

7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

(3)

8. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6236);

9. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6485);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanganan Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3447);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang Satuan Polisi Pamong Praja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6205);

13. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 199);

14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2036) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah

(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 157);

15. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2010 Nomor 1 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 69);

16. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Ketenteraman, Ketertiban Umum, dan Pelindungan Masyarakat (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2018 Nomor 13, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat 230);

(4)

17. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 14 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Kesehatan (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2019 Nomor 14,

Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 242);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT dan

GUBERNUR JAWA BARAT MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PERUBAHAN ATAS

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN

KETENTERAMAN, KETERTIBAN UMUM, DAN PELINDUNGAN MASYARAKAT.

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Ketenteraman, Ketertiban Umum, dan Pelindungan Masyarakat (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2018 Nomor 13, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13), diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan: 1. Daerah Provinsi adalah Daerah Provinsi Jawa Barat. 2. Pemerintah Daerah Provinsi adalah Gubernur sebagai

unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

3. Gubernur adalah Gubernur Jawa Barat.

4. Daerah Kabupaten/Kota adalah Daerah Kabupaten/Kota di Daerah Provinsi Jawa Barat.

5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat.

6. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Gubernur dan DPRD dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.

(5)

7. Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Jawa Barat yang selanjutnya disebut Satpol PP adalah Perangkat Daerah yang dibentuk untuk menegakkan Peraturan Daerah dan Peraturan Gubernur, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman serta menyelenggarakan pelindungan masyarakat.

8. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

9. Ketertiban Umum adalah kondisi keteraturan yang terbentuk karena tidak adanya pelanggaran yang dilakukan di tempat-tempat umum terhadap norma-norma agama, kesopanan, kesusilaan, kebiasaan, dan norma hukum yang berlaku.

10. Ketenteraman adalah keadaan yang aman, damai, dan bebas dari rasa ketakutan dan kekhawatiran akan adanya gangguan dan ancaman baik fisik maupun psikis.

11. Ketenteraman dan Ketertiban Umum adalah suatu keadaan dinamis yang memungkinkan Pemerintah Daerah Provinsi dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan tenteram, tertib, dan teratur. 12. Penyelenggaraan Ketenteraman dan Ketertiban Umum

adalah upaya dan kegiatan yang diselenggarakan oleh Satpol PP yang memungkinkan Pemerintah Daerah Provinsi dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dalam situasi dan kondisi yang tenteram, tertib, dan teratur sesuai dengan kewenangannya, dalam rangka penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Gubernur.

13. Gangguan Ketenteraman dan Ketertiban Umum yang selanjutnya disebut Gangguan Trantibum adalah kondisi yang disebabkan oleh perilaku tidak tertib yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan terganggunya kepentingan umum.

14. Pelindungan Masyarakat adalah suatu keadaan dinamis dimana warga masyarakat disiapkan dan dibekali pengetahuan serta keterampilan untuk melaksanakan kegiatan penanganan bencana guna mengurangi dan memperkecil akibat bencana, serta ikut memelihara keamanan, ketenteraman dan ketertiban masyarakat, dan kegiatan sosial kemasyarakatan.

(6)

15. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

16. Bencana Alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, antara lain berupa gempa bumi karena alam, tsunami, letusan gunung berapi, banjir, kekeringan, angin topan, tanah longsor, kebakaran hutan/lahan karena faktor alam, dan kejadian antariksa/benda-benda angkasa.

17. Bencana Nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh kebakaran hutan/lahan disebabkan karena manusia, kecelakaan transportasi, kegagalan konstruksi/teknologi, dampak industri, ledakan nuklir, pencemaran lingkungan, kegiatan keantariksaan, dan kejadian luar biasa yang diakibatkan oleh hama penyakit tanaman, pandemi, epidemi dan wabah.

18. Bencana Sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia, yang meliputi kerusuhan sosial dan konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat dan teror.

19. Setiap Orang adalah orang perseorangan, kelompok, dan/atau penyelenggara kegiatan.

20. Badan adalah badan usaha baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

21. Penertiban adalah tindakan penegakan peraturan yang bersifat tindakan represif non yustisial yang dilakukan oleh Polisi Pamong Praja terhadap anggota masyarakat yang melanggar ketentuan Peraturan Daerah atau ketertiban umum.

22. Penegakan Peraturan Daerah adalah segala bentuk upaya yang dilakukan oleh Polisi Pamong Praja yang bersifat preemtif, preventif, dan represif guna meningkatkan ketaatan masyarakat.

23. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah Daerah Provinsi kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi.

(7)

24. Satuan Tugas Penanganan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) Provinsi Jawa Barat yang selanjutnya disebut Satuan Tugas Provinsi adalah tim yang dibentuk oleh Gubernur Jawa Barat, mempunyai tugas melaksanakan penanganan Covid-19 melalui sinergitas antar pemerintah, badan usaha, akademisi, masyarakat, dan media.

25. Level Kewaspadaan Daerah adalah tingkat risiko dan tingkat transmisi Covid-19 di suatu daerah dalam waktu tertentu, yang dinyatakan dalam zona hijau, kuning, oranye, dan merah yang ditetapkan oleh Gubernur.

26. Pembatasan Sosial Berskala Besar yang selanjutnya disingkat PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).

27. Adaptasi Kebiasaan Baru yang selanjutnya disingkat AKB adalah upaya percepatan penanganan Covid-19 yang mendukung keberlangsungan perekonomian masyarakat yang mensinergikan aspek kesehatan, sosial, dan ekonomi.

28. Pembatasan Sosial Berskala Mikro yang selanjutnya disingkat PSBM adalah pembatasan sosial pada skala mikro, dapat berupa Desa, Kelurahan, Dusun, Rukun Warga (RW), Rukun Tetangga (RT), atau cakupan yang lebih kecil berdasarkan persebaran hasil pelacakan kontak kasus positif Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).

29. Coronavirus Disease 2019 yang selanjutnya disebut Covid-19 adalah penyakit menular yang disebabkan

oleh jenis coronavirus yang baru ditemukan, yang merupakan virus baru dan penyakit yang sebelumnya tidak dikenal sebelum terjadi wabah di Wuhan, Tiongkok, bulan Desember 2019.

30. Sistem Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.

31. Pusat Informasi dan Koordinasi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Provinsi Jawa Barat yang selanjutnya disebut Pikobar adalah pusat informasi dan koordinasi yang melaksanakan pelayanan satu pintu untuk penanganan Covid-19 di Jawa Barat.

2. Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 11

(8)

a. tertib tata ruang; b. tertib jalan;

c. tertib perhubungan;

d. tertib sungai, saluran irigasi, situ dan pinggir pantai; e. tertib lingkungan;

f. tertib tempat usaha; g. tertib bangunan; h. tertib sosial;

i. tertib kesehatan; dan

j. tertib keadaan Bencana, terdiri dari: 1. Bencana Alam;

2. Bencana Nonalam; dan 3. Bencana Sosial.

3. Di antara Pasal 11 dan Pasal 12, disisipkan 1 (satu) bagian baru yakni Bagian Ketiga A sehingga yang berbunyi sebagai berikut:

Bagian Ketiga A

Pelaksanaan Ketertiban Umum

4. Setelah Pasal 12 ditambahkan Pasal 12 A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 12 A

(1) Dalam hal terjadi Bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf h, Setiap Orang wajib menaati perintah dan/atau larangan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi dalam penanganan Bencana nasional dan/atau Bencana Daerah.

(2) Pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk mencegah, menangani, menanggulangi dan menghentikan Bencana serta memulihkan kondisi akibat Bencana.

5. Ketentuan Pasal 13 dihapus.

6. Di antara Pasal 21 dan Pasal 22, disisipkan 19 (sembilan belas) pasal, yakni Pasal 21 A, Pasal 21 B, Pasal 21 C, Pasal 21 D, Pasal 21 E, Pasal 21 F, Pasal 21 G, Pasal 21 H, Pasal 21 I, Pasal 21 J, Pasal 21 K, Pasal 21 L, Pasal 21 M, Pasal 21 N, Pasal 21 O, Pasal 21 P, Pasal 21 Q, Pasal 21 R, dan Pasal 21 S sehingga berbunyi sebagai berikut:

(9)

Pasal 21 A

(1) Dalam menyelenggarakan Pelindungan Masyarakat karena terjadinya Bencana Alam, Bencana Nonalam, dan Bencana Sosial di 2 (dua) Kabupaten/Kota atau lebih yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa, harta benda dan/atau menimbulkan ancaman terhadap kesehatan masyarakat, perekonomian, dan/atau kerusuhan sosial, Gubernur berwenang melakukan pembatasan kegiatan masyarakat.

(2) Pembatasan kegiatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah adanya penetapan status darurat bencana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 21 B

(1) Pembatasan kegiatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21A ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur setelah dibahas dalam Forum Koordinasi Pimpinan Daerah Provinsi.

(2) Khusus untuk Bencana Nonalam pandemi Covid-19, pembatasan kegiatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sesuai kriteria: a. tingkat kematian;

b tingkat kesembuhan; c. tingkat kasus aktif; dan

d. tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit (bed occupation room) untuk intensif care unit (ICU) dan ruang isolasi.

(3) Dari kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan zona risiko untuk setiap Daerah Kabupaten/Kota.

(4) Berdasarkan penetapan zona risiko Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Gubernur menetapkan status kewaspadaan Daerah untuk jangka waktu tertentu, meliputi: a. AKB, dalam hal dimungkinkan pengaturan

aktivitas masyarakat yang mendukung keberlangsungan perekonomian dan mensinergikan aspek kesehatan, sosial dan ekonomi; dan

b. PSBB, dalam hal tingkat penyebaran Covid-19 berdasarkan 4 (empat) kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dimungkinkan adanya kelonggaran aktivitas masyarakat.

(5) Pembatasan aktivitas luar rumah dalam pelaksanaan PSBB sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, meliputi kegiatan di:

(10)

a. sekolah dan institusi pendidikan; b. tempat kerja/kantor;

c. restoran/rumah makan/usaha sejenis;

d. mall/pusat perbelanjaan/supermarket/mini market/toko kelontong/usaha sejenis;

e. pasar tradisional; f. kegiatan pertanian/peternakan/perikanan/ perkebunan/perhutanan; g. perhotelan; h. tempat hiburan; i. pekerjaan konstruksi; j. rumah ibadah;

k. tempat dan fasilitas umum; l. kegiatan olah raga;

m. kegiatan sosial dan budaya; dan n. transportasi.

(6) Pembatasan kegiatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus mempertimbangkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat dan berjalannya aktivitas perekonomian.

(7) Ketentuan lebih lanjut penetapan AKB dan PSBB sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dalam Peraturan Gubernur.

Pasal 21 C

(1) Pemerintah Daerah Provinsi menyajikan data sebaran jumlah kasus suspek, kasus probable, dan kasus konfirmasi Covid-19.

(2) Berdasarkan data sebaran jumlah kasus suspek, kasus probable, dan kasus konfirmasi Covid-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah Provinsi membuat peta sebaran kasus suspek, kasus probable, dan kasus konfirmasi Covid-19.

(3) Data sebaran dan peta sebaran kasus suspek, kasus probable, dan kasus konfirmasi Covid-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), divalidasi secara periodik.

Pasal 21 D

(1) Pemerintah Daerah Provinsi memberikan bantuan tunai dan/atau bantuan nontunai kepada masyarakat di luar data terpadu kesejahteran sosial yang terdampak secara ekonomi dalam memenuhi kebutuhan pokoknya selama pelaksanaan PSBB, dengan mekanisme sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(11)

(2) Bantuan tunai dan/atau bantuan nontunai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk bahan pokok dan/atau bantuan langsung lainnya yang mekanisme penyalurannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Penetapan penerima bantuan tunai dan/atau bantuan nontunai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai bantuan tunai dan/atau bantuan nontunai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam Peraturan Gubernur.

Pasal 21 E

Kegiatan tertentu yang tetap dilaksanakan selama PSBB meliputi:

a. fasilitas pelayanan kesehatan;

b. kegiatan lain yang berkaitan dengan aspek pertahanan dan keamanan;

c. kegiatan perwakilan resmi negara asing, termasuk lembaga-lembaga internasional yang ada di Daerah Provinsi; dan

d. aktivitas Satuan Tugas Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.

Pasal 21 F

(1) Dalam menyelenggarakan pelindungan masyarakat karena terjadinya pandemi Covid-19 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21B, Gubernur membentuk Satuan Tugas Provinsi.

(2) Satuan Tugas Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan Satuan Tugas Kabupaten/Kota dalam menyelenggarakan pelindungan masyarakat karena terjadinya pandemi Covid-19.

Pasal 21 G

(1) Selain melakukan pembatasan kegiatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 B, Gubernur berwenang mengatur kewajiban pemberlakuan protokol kesehatan dan/atau protokol lainnya sesuai dengan bentuk bencana yang dihadapi.

(2) Protokol kesehatan Covid-19 meliputi:

a. menggunakan masker yang baik dan benar; b. mencuci tangan dengan menggunakan sabun

atau hand sanitizer;

(12)

d. menghindari kerumunan yang berpotensi menimbulkan penularan Covid-19; dan

e. membatasi aktivitas di tempat umum.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai protokol kesehatan dan/atau protokol lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.

Pasal 21 H (1) Setiap Orang berhak:

a. menerima perlindungan dari penyebaran dan penularan Covid-19;

b. menerima pelayanan kesehatan dalam rangka penanganan Covid-19;

c. memperoleh data dan informasi mengenai penanganan Covid-19 yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Provinsi;

d. memperoleh perlakuan dan pelayanan dari Pemerintah Daerah Provinsi;

e. mendapatkan pelayanan kesehatan dasar sesuai kebutuhan medis;

f. menerima penanganan kesehatan untuk meningkatkan daya tahan tubuh dari risiko penularan Covid-19; dan

g. memperoleh pelayanan pemulasaraan dan pemakaman jenazah Covid-19 dan/atau terduga Covid-19;

(2) Setiap penanggung jawab, pemilik dan/atau pengelola usaha dan/atau kegiatan berhak:

a. menerima perlindungan dari penyebaran dan penularan Covid-19;

b. melaksanakan usaha dan/atau kegiatan sepanjang diperbolehkan sesuai level kewaspadaan Daerah; dan

c. mendapatkan jaminan pelayanan publik dari Pemerintah Daerah Provinsi sepanjang dimungkinkan, sesuai level kewaspadaan Daerah.

Pasal 21 I (1) Setiap Orang berkewajiban:

a. melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS);

b. menggunakan masker yang baik dan benar; c. mencuci tangan dengan menggunakan sabun

atau hand sanitizer;

(13)

e. menghindari kerumunan yang berpotensi menimbulkan penularan Covid-19;

f. membatasi aktivitas di tempat umum;

g. menerima penanganan kesehatan untuk tujuan menghindari penyebaran Covid-19;

h. mematuhi seluruh ketentuan di dalam pelaksanaan PSBB;

i. ikut serta dalam pelaksanaan PSBB dan AKB; dan

j. melaporkan kepada tenaga kesehatan apabila dirinya dan/atau keluarganya memiliki gejala Covid-19.

(2) Setiap penanggung jawab, pemilik dan/atau pengelola usaha dan/atau kegiatan berkewajiban: a. menyediakan sarana untuk mencuci tangan

dengan menggunakan sabun dan air mengalir atau hand sanitizer;

b. tidak mengijinkan orang yang tidak menggunakan masker masuk ke tempat kegiatan/usahanya;

c. mewajibkan pegawai/karyawan menggunakan masker di tempat kegiatan/usahanya;

d. menyediakan alat pengukur suhu tubuh (thermo gun);

e. menerapkan aturan jaga jarak secara fisik antar orang minimal 1 (satu) meter ketika berada di tempat kegiatan/usahanya;

f. menghindari kegiatan yang berpotensi menyebabkan kerumunan di ruangan/tempat usaha/kegiatan yang melebihi kapasitas sesuai level kewaspadaan Daerah; dan

g. melakukan pembatasan kegiatan yang telah ditetapkan sesuai level kewaspadaan Daerah.

Pasal 21 J

Pemerintah Daerah Provinsi melakukan upaya pencegahan penyebaran Covid-19, dengan cara:

a. memberikan sosialiasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai protokol kesehatan dan pola hidup bersih dan sehat;

b. menyiapkan sarana dan prasarana fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai;

c. menyiapkan sumber daya manusia, baik tenaga kesehatan maupun tenaga nonkesehatan;

(14)

d. menyediakan dan mengalokasikan pembiayaan untuk penanganan Covid-19; dan

e. mengupayakan kerja sama dan kemitraan dengan berbagai pihak dalam penanganan Covid-19.

Pasal 21 K

Pemerintah Daerah Provinsi sesuai kemampuan, melaksanakan pelayanan pengujian Covid-19 sesuai dengan standar yang berlaku, dengan cara:

a. penyiapan laboratorium kesehatan daerah sebagai laboratorium pengujian resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. penyiapan sarana dan prasarana laboratorium untuk pengujian Covid-19;

c. menyiapkan sumber daya manusia, baik tenaga kesehatan maupun tenaga nonkesehatan;

d. membentuk jejaring laboratorium kesehatan dalam rangka pengujian Covid-19; dan

e. mengupayakan kerja sama dan kemitraan dengan berbagai pihak dalam pengujian Covid-19.

Pasal 21 L

Pemerintah Daerah Provinsi menyiapkan fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai untuk penanganan Covid-19, meliputi:

a. Rumah sakit; b. Klinik kesehatan;

c. Dinas Kesehatan Provinsi; dan

d. Fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) lainnya; dan

e. Laboratorium Kesehatan yang ditunjuk. Pasal 21 M

(1) Pemerintah Daerah Provinsi menyiapkan sarana pelayanan isolasi pasien terkonfirmasi positif Covid-19, berupa:

a. rumah sakit; dan b. nonrumah sakit.

(2) Dalam hal sarana pelayanan isolasi pasien terkonfirmasi positif Covid-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak memadai, Pemerintah Daerah Provinsi dapat:

a. menggunakan aset Daerah Provinsi berupa bangunan yang dimungkinkan untuk dimanfaatkan;

b. menggunakan aset Instansi yang berada di Daerah Provinsi;

(15)

c. bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan masyarakat untuk memanfaatkan bangunan yang dapat difungsikan sebagai tempat isolasi;

d. memanfaatkan hotel, hostel, losmen dan sejenisnya; dan

e. memberikan penyadaran pasien Covid-19 untuk melakukan isolasi mandiri di rumah sepanjang dimungkinkan.

Pasal 21 N

Dalam hal terdapat kasus positif Covid-19, petugas kesehatan melakukan pemeriksaan dini (testing), untuk memutus persebaran Covid-19.

Pasal 21 O

(1) Pelacakan kontak (tracing) Covid-19 harus segera dilaksanakan segera setelah kasus suspek/probable ditemukan.

(2) Kontak erat dikarantina selama 14 (empat belas) hari.

(3) Jika setelah dilakukan karantina selama 14 (empat belas) hari tidak muncul gejala, maka pemantauan dapat dihentikan.

(4) Dalam hal selama pemantauan, muncul gejala pada kontak erat, maka yang bersangkutan segera diisolasi dan dilakukan pengujian.

Pasal 21 P

(1) Setiap Orang harus menjalankan proses perawatan (treatment) secara benar apabila merasakan gejala Covid-19.

(2) Perawatan (treatment) bertujuan untuk melakukan penanganan terhadap orang yang positif Covid-19 sedini mungkin pada saat masih mengalami gejala ringan, sehingga tingkat probabilitas sembuh cukup tinggi.

Pasal 21 Q

(1) Untuk menekan penularan Covid-19 di Daerah Provinsi, ditetapkan PSBM.

(2) Kriteria penetapan PSBM adalah pada lokasi skala mikro:

a. ditemukan penambahan positif baru secara signifikan;

b. terjadi penyebaran kasus positif melalui transmisi lokal;

(16)

c. terdapat kasus Covid-19 yang belum stabil; d. terdapat masyarakat dengan aktivitas rentan

penyebaran Covid-19;

e. terdapat wilayah pemukiman atau perumahan yang rentan penyebaran Covid-19;

f. adanya keterbatasan kemampuan upaya deteksi dini melalui pemeriksaan rapid diagnostic test (RDT) dan polymerase chain reaction (PCR); dan

g. adanya keterbatasan sumber daya Daerah dalam penanganan Covid-19.

(3) Tahapan pelaksanaan PSBM meliputi: a. persiapan;

b. pelaksanaan; dan c. penanganan dampak.

(4) Ketentuan mengenai tahapan pelaksanaan PSBM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dalam Peraturan Gubernur.

Pasal 21 R

(1) Penanganan Covid-19 mendayagunakan tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan yang berada di Daerah Provinsi.

(2) Dalam hal tenaga kesehatan dan tenaga nonkesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tersedia dalam jumlah yang cukup, Pemerintah Daerah Provinsi dapat melibatkan relawan.

(3) Pelibatan relawan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.

Pasal 21 S

(1) Penanganan Covid-19 mendayagunakan sarana dan prasarana yang berada di Daerah Provinsi, baik yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan pihak lainnya.

(2) Dalam hal sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak cukup memadai, Pemerintah Daerah Provinsi dapat memfungsikan sarana dan prasarana lainnya yang dapat didayagunakan dalam penanganan Covid-19 sepanjang memenuhi standar yang berlaku sesuai peraturan perundang-undangan.

(17)

7. Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 22

(1) Gubernur menyelenggarakan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian dalam penyelenggaraan Ketenteraman, Ketertiban Umum, dan Pelindungan Masyarakat di Daerah Provinsi. (2) Penyelenggaraan pembinaan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), meliputi:

a. peningkatan kapasitas sumber daya manusia Satpol PP;

b. peningkatan kapasitas infrastruktur teknologi Satpol PP; dan

c. peningkatan kapasitas Perangkat Daerah.

(3) Peningkatan kapasitas sumber daya manusia Satpol PP sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a, dilaksanakan dalam bentuk: a. sosialisasi dan penyuluhan;

b. bimbingan teknis;

c. pendidikan dan pelatihan; dan d. bentuk lainnya sesuai kebutuhan.

(4) Peningkatan kapasitas infrastruktur teknologi Satpol PP sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf b, dilaksanakan dalam bentuk:

a. penyediaan sarana dan prasarana digital; dan b. bentuk lainnya sesuai kebutuhan.

(5) Peningkatan kapasitas Perangkat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dilaksanakan dalam bentuk:

a. sosialisasi dan penyuluhan; b. bimbingan teknis;

c. pendidikan dan pelatihan; dan d. bentuk lainnya sesuai kebutuhan.

(6) Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dalam bentuk:

a. supervisi;

b. pemantuan; dan

c. evaluasi pelaksanaan penertiban dan penanganan gangguan.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Gubernur.

(18)

(8) Dalam hal kedaruratan, Pol PP dan Perangkat Daerah terkait harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai sesuai dengan tingkat kedaruratan serta pemenuhan kebutuhan untuk meningkatkan daya tahan tubuh.

8. Ketentuan BAB VI diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

BAB VI

KOORDINASI, SINERGITAS/KERJA SAMA DAN FASILITASI

9. Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 25

(1) Gubernur menyelenggarakan sinergitas dan kerja sama dalam rangka penyelenggaraan Ketenteraman, Ketertiban Umum, dan Pelindungan Masyarakat. (2) Sinergitas dan kerja sama sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), meliputi:

a. sinergitas Daerah Provinsi dengan pemerintah; b. kerja sama Daerah Provinsi dengan instansi

vertikal;

c. kerja sama antarDaerah; dan

d. kerja sama Daerah Provinsi dengan pihak ketiga. (3) Dalam menyelenggarakan Ketenteraman, Ketertiban

Umum, dan Pelindungan Masyarakat, yang memiliki dampak sosial dan/atau dampak kesehatan yang luas dan risiko tinggi, Gubernur dapat berkoordinasi dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Tentara Nasional Indonesia.

(4) Permintaan bantuan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Tentara Nasional Indonesia dapat dilakukan melalui Forum Koordinasi Pimpinan Daerah Provinsi.

10. Ketentuan BAB IX diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

BAB IX

PERAN SERTA DAN PARTISIPASI MASYARAKAT

11. Diantara Pasal 29 dan Pasal 30, disisipkan 1 (satu) pasal baru, yakni Pasal 29 A, sebagai berikut:

Pasal 29 A

(1) Masyarakat baik secara perorangan maupun kelompok, tokoh masyarakat, tokoh agama, badan usaha, atau pihak lainnya dapat berpartisipasi dalam penanganan Covid-19.

(19)

(2) Partisipasi masyarakat yang berkaitan dengan penanganan Covid-19 di bidang kesehatan dapat dilakukan dengan cara:

a. memberikan bantuan berupa alat kesehatan dan obat-obatan; dan

b. penyediaan dan pembagian masker yang memenuhi standar keamanan dari risiko penularan Covid-19 secara gratis kepada masyarakat.

(3) Partisipasi masyarakat yang berkaitan dengan penanganan Covid-19 di luar bidang kesehatan dapat dilakukan dengan cara:

a. memberikan bantuan berupa uang dan/atau barang;

b. memberikan bantuan berupa penyediaan sarana dan prasarana yang dimiliki untuk penanganan Covid-19;

c. memberikan bantuan berupa tenaga dan/atau fikiran untuk optimalisasi penanganan Covid-19; d. memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan

pangan harian;

e. memberikan bantuan stimulus ekonomi keluarga;

f. penyediaan sarana cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air mengalir atau hand sanitizer;

g. penyediaan media sosialisasi protokol kesehatan dan pengenaan sanksi administratif dalam bentuk brosur, pamflet, booklet, spanduk, baligo, poster dan media sosialisasi lainnya, yang kontennya diverifikasi terlebih dahulu oleh Satuan Tugas Provinsi;

h. membantu memberikan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat untuk mentaati protokol kesehatan di tempat/rumah ibadah, sekolah, dan ruang publik lainnya serta melalui media massa, yang kontennya diverifikasi terlebih dahulu oleh Satuan Tugas Provinsi;

i. menjadi relawan;

j. memberikan fasilitas konsultasi psikologi dan keluarga;

k. memberikan layanan pembelajaran bagi anak-anak; dan

l. bantuan lainnya yang dimaksudkan untuk penanganan Covid-19.

(20)

(4) Pengaturan lebih lanjut mengenai partisipasi masyarakat, ditetapkan dalam Peraturan Gubernur. 12. Diantara Pasal 31 dan Pasal 32, disisipkan 1 (satu) pasal

baru, yakni Pasal 31 A, yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 31 A

(1) Pemerintah Daerah Provinsi dapat memberikan insentif kepada orang perorangan, kelompok masyarakat, korporasi, dan/atau pelaku usaha yang memiliki peran dan/atau membantu pencegahan dan penanganan Covid-19.

(2) Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk:

a. pengurangan pajak dan retribusi Daerah bagi pelaku usaha;

b. pemberian bantuan sosial kepada karyawan yang terdampak atas pelaksanaan PSBB;

c. bantuan lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau

d. pemberian penghargaan.

(3) Pelaksanaan pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan mempertimbangkan kemampuan keuangan Daerah. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara

pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Gubernur.

13. Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 33

(1) Setiap Orang atau Badan yang melanggar ketentuan dalam Pasal 12 dikenakan sanksi administratif, berupa:

a. teguran lisan; b. teguran tertulis; c. peringatan tertulis;

d. penghentian sementara kegiatan; e. penghentian tetap kegiatan; f. pencabutan sementara izin; g. pencabutan tetap izin; h. paksaan pemerintahan; i. denda administratif;

(21)

j. sanksi sosial dalam bentuk pembinaan; dan/atau

k. sanksi administratif lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenakan secara berjenjang dan/atau tidak secara berjenjang.

(3) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d dan huruf j, dilaksanakan oleh Satpol PP.

(4) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf e, huruf h, huruf i dan huruf k, dilaksanakan oleh Satpol PP bersama-sama

dengan Perangkat Daerah terkait.

(5) Pencabutan sementara izin dan pencabutan tetap izin sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1) huruf f dan huruf g, dilakukan oleh Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penanaman modal dan perizinan terpadu satu pintu setelah mendapat rekomendasi dari Perangkat Daerah terkait.

(6) Besaran denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(7) Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disetor ke Kas Umum Daerah Provinsi.

(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dalam Peraturan Gubernur.

14. Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 34

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 11 huruf a, huruf f, dan huruf g; Pasal 12 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, serta Pasal 21 I ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling sedikit Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(2) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 11 huruf b, huruf c, huruf d, huruf h, dan huruf i serta Pasal 12 huruf e dan huruf g, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(22)

(3) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 11 huruf e, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling sedikit Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). (4) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

ayat (2), dan ayat (3) adalah pelanggaran.

15. Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 35

(1) Selain Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia, PPNS tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi dan/atau PPNS pada Satpol PP, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan atas pelanggaran Peraturan Daerah Provinsi.

(2) PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:

a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;

b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan pemeriksaan; c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan

memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. melakukan penggeledahan dan penyitaan; e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; f. mengambil sidik jari dan memotret seseorang; g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa

sebagai tersangka atau saksi;

h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungan dengan pemeriksaan perkara;

i. mengadakan penghentian penyidikan; dan

j. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

(3) PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Pejabat Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia.

(4) PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikan kepada Pengadilan Negeri.

(23)

Pasal II

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat.

Ditetapkan di Bandung

pada tanggal 15 Maret 20210 GUBERNUR JAWA BARAT, ttd

MOCHAMAD RIDWAN KAMIL Diundangkan di Bandung

pada tanggal 15 Maret 2021

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI JAWA BARAT,

ttd

SETIAWAN WANGSAATMAJA

LEMBARAN DAERAH DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2021 NOMOR 5

NOREG PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT: (1-36/2021)

Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO HUKUM DAN HAM,

(24)

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2021

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENTERAMAN,

KETERTIBAN UMUM, DAN PELINDUNGAN MASYARAKAT

I. UMUM

Dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan menyelenggarakan tanggung jawab pelaksanaan urusan pemerintahan wajib bidang ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat, telah diatur Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Ketenteraman, Ketertiban Umum, dan Pelindungan Masyarakat. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2018 mengatur jenis-jenis ketertiban umum yang wajib dipatuhi oleh masyarakat, serta ancaman sanksi terhadap pelanggaran ketertiban umum tersebut.

Terjadinya bencana baik bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial, perlu diantisipasi penanggulangannya dari segala aspek, baik aspek penanganan kebencanaan, aspek sosial, aspek ekonomi, serta aspek penertiban melalui kebijakan yang diatur dalam Peraturan Daerah. Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) yang terjadi pada kurun waktu bulan Maret 2019 yang berlangsung sampai Peraturan Daerah ini disusun, dibahas dan ditetapkan, merupakan kejadian kebiasaan, bersifat global, menembus batas negara dan administrasi kewilayahan, menimbulkan dampak yang sangat luar biasa, tidak saja korban jiwa, kesehatan masyarakat, ekonomi, sosial, bahkan ketahanan masyarakat, telah mengakibatkan perubahan kehidupan dan penghidupan masyarakat.

Covid-19 merupakan jenis virus baru yang belum diketahui karakteristiknya sehingga belum ada obat-obatan yang dapat digunakan untuk menyembuhkan pasien positif Covid-19. Di sisi lain, Covid-19 sangat menular dan infeksius, sehingga perlu membiasakan masyarakat untuk menggunakan dan melaksakan protokol kesehatan secara disiplin, yang harus menjadi kebiasaan baru dalam melaksanakan aktivitas di ruang publik.

Namun demikian, masih banyak masyarakat yang tidak menaati protokol kesehatan penanganan Covid-19 sehingga risiko penularan tetap tinggi, bahkan menimbulkan klaster-klaster baru. Oleh karena itu, perlu adanya pengaturan yang dapat meningkatkan ketaatan masyarakat terhadap pelaksanaan protokol kesehatan, sehingga dapat menekan risiko penularan Covid-19.

(25)

Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Ketenteraman, Ketertiban Umum, dan Pelindungan Masyarakat perlu diubah dan dilengkapi dengan norma-norma yang mengatur tentang penanganan Covid-19 dan penegakan protokol kesehatan.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal I

Angka 1 Pasal 1

Istilah-istilah dalam pasal ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya salah tafsir dan salah pengertian dalam memahami dan melaksanakan pasal-pasal dalam Peraturan Daerah ini.

Angka 2 Pasal 11

Huruf a

Tetrib tata ruang ditujukan untuk mewujudkan tata ruang yang menjamin terselenggaranya pembangunan berkelanjutan.

Huruf b

Tertib jalan ditujukan untuk mewujudkan lalulintas yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib, dan teratur.

Huruf c

Tertib perhubungan ditujukan untuk mewujudkan mobilitas orang, barang dan jasa secara aman, cepat, lancar dan teratur.

Huruf d

Tertib sungai, saluran irigasi, situ dan pinggir pantai ditujukan untuk mewujudkan keberfungsian sungai, saluran irigasi, situ dan pinggir pantai secara optimal serta meminimalisasi pemanfaatan sungai, saluran irigasi, situ dan pinggir pantai di luar fungsi utamanya.

Huruf e

Tertib lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kelestarian lingkungan sesuai keseimbangan daya dukung dan daya tampung lingkungan.

Huruf f

Tertib tempat usaha dimaksudkan untuk menjamin bahwa penyelenggaraan kegiatan usaha dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Huruf g

Tertib bangunan dimaksudkan agar seluruh bangunan yang ada memiliki perizinan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Huruf h

Tertib sosial dimaksudkan untuk meminimalisasi adanya penyandang masalah kesejahteraan sosial di Jawa Barat.

(26)

Huruf i

Tertib kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sebagai implementasi dari kewajiban Pemerintah Daerah Provinsi untuk memberikan kesehatan kepada masyarakat.

Huruf j

Tertib keadaan bencana dimaksudkan untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat terhadap peraturan perundang-undangan dan/atau kebijakan pemerintah dalam masa Bencana yang meliputi Bencana Alam, Bencana Nonalam dan Bencana Sosial.

Angka 3 Cukup jelas. Angka 4 Pasal 12 A Cukup jelas. Angka 5 Cukup jelas. Angka 6 Pasal 21 A Ayat (1)

Pembatasan kegiatan masyarakat dilakukan untuk meminimalisasi terjadinya dampak negatif dari bencana. Ayat (2)

Penetapan status darurat bencana dilaksanakan seseuai dengan skala bencana. Status bencana level provinsi ditetapkan oleh Gubernur.

Pasal 21 B Ayat (1)

Pembatasan kegiatan masyarakat dibahas dalam Forum Koordinasi Pimpinan Daerah Provinsi karena penanganannya memerlukan dukungan dari unsur Forum Koordinasi Pimpinan Daerah Provinsi, terutama unsur Kepolisian dan unsur Tentara Nasional Indonesia.

Ayat (2)

Kriteria pembatasan kegiatan masyarakat, meliputi:

a. tingkat kematian, di atas rata-rata tingkat kematian nasional.

b. tingkat kesembuhan, di bawah rata-rata tingkat kesembuhan nasional.

c. tingkat kasus aktif, di atas rata-rata kasus aktif nasional.

d. tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit (bed occupation room) untuk intensif care unit (ICU) dan ruang isolasi, di atas 70 % (tujuh puluh persen).

Ayat (3)

Zona risiko Daerah Kabupaten/Kota terbagi atas: - level 1 (tidak terdampak);

(27)

- level 3 (risiko sedang); dan - level 4 (risiko tinggi).

Ayat (4)

Cukup jelas. Ayat (5)

Cukup jelas. Ayat (6)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjamin masyarakat tetap memiliki kesempatan untuk memperoleh kebutuhan dasarnya, menjalankan aktivitas untuk mencari nafkah, serta untuk menjamin aktivitas perekonomian, walaupun dengan pembatasan tertentu.

Ayat (7)

Cukup jelas. Pasal 21 C

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “Kasus Suspek” adalah seseorang yang memiliki Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan pada 14 (empat belas) hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah Indonesia yang melaporkan transmisi lokal, dan/atau orang dengan salah satu gejala/tanda ISPA dan pada 14 (empat belas) hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi/probable Covid-19, dan/atau orang dengan ISPA/pneumonia berat yang membutuhkan perawatan di rumah sakit dan tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan.

Yang dimaksud dengan “Kasus Probable” adalah kasus suspek dengan ISPA Berat/Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)/meninggal dengan gambaran klinis yang meyakinkan Covid-19 dan belum ada hasil pemeriksaan laboratorium Reverse Transcriptions Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).

Yang dimaksud dengan ‘’Kasus Konfirmasi’’ adalah seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi virus Covid-19 yang dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium RT-PCR Ayat (2)

Cukup jelas. Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “periodik" adalah jangka waktu masa inkubasi terpanjang Covid-19.

Pasal 21 D Ayat (1)

Sebagai akibat pembatasan kegiatan masyarakat yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi, maka masyarakat akan mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, bahkan kelompok masyarakat tertentu rentan kehilangan sumber penghidupannya. Dengan demikian, adalah hal yang wajar apabila Pemerintah Daerah Provinsi memberikan bantuan tunai dan/atau bantuan nontunai kepada masyarakat yang terdampak secara ekonomi.

(28)

Ayat (2)

Yang dimaksud “bahan pokok” adalah barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak dengan skala pemenuhan kebutuhan yang tinggi serta menjadi faktor pendukung kesejahteraan masyarakat.

Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 21 E Cukup jelas. Pasal 21 F Cukup jelas. Pasal 21 G Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “protokol lainnya” adalah aturan dan ketentuan yang harus ditaati oleh semua pihak agar dapat beraktivitas secara aman pada saat pandemi Covid-19 sesuai dengan lingkup aktivitas dan/atau tempat diselenggarakannya aktivitas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 21 H Cukup jelas. Pasal 21 I Cukup jelas. Pasal 21 J Cukup jelas. Pasal 21 K Cukup jelas. Pasal 21 L Cukup jelas. Pasal 21 M Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “nonrumah sakit” adalah bangunan bukan rumah sakit yang dimanfaatkan sebagai rumah sakit darurat untuk penanganan isolasi pasien Covid-19.

Ayat (2)

Cukup jelas. Pasal 21 N

Pemeriksaan dini (testing) penting agar bisa mendapatkan perawatan dengan cepat. Dengan mengetahui lebih cepat, maka potensi penularan dapat dihindari.

(29)

Pasal 21 O Ayat (1)

Pelacakan kontak (tracing) dilakukan pada kontak-kontak terdekat pasien positif Covid-19. Setelah diidentifikasi oleh petugas kesehatan, kontak erat pasien harus melakukan isolasi atau mendapatkan perawatan lebih lanjut.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “kontak erat” adalah orang uang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable atau konfirmasi Covid-19. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 21 P Ayat (1)

Perawatan dilakukan apabila seseorang positif Covid-19. Jika tidak ada gejala, maka orang tersebut harus melakukan isolasi mandiri di fasilitas yang sudah ditunjuk Pemerintah Daerah Provinsi.

Dalam hal orang tersebut menunjukkan gejala, maka petugas kesehatan akan memberikan perawatan di rumah sakit yang ditunjuk Pemerintah Daerah Provinsi.

Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 21 Q Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “transmisi lokal” adalah wilayah yang melaporkan kasus konfirmasi yang penularannya diketahui secara lokal di suatu wilayah.

Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas Pasal 21 R Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “tenaga kesehatan” adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Yang dimaksud dengan “tenaga nonkesehatan” adalah tenaga kesehatan yang tidak langsung berhubungan dengan pasien.

(30)

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “relawan” adalah seseorang yang secara sukarela (uncoeced) menyumbangkan waktu, tenaga, pikiran, dan keahliannya untuk menolong orang lain (help other) dan sadar bahwa tidak akan mendapatkan upah atau gaji atas apa yang telah disumbangkan. Relawan Covid-19 meliputi relawan medis dan relawan nonmedis.

Ayat (3) Cukup jelas Pasal 21 S Cukup jelas Angka 7 Pasal 22 Cukup jelas Angka 8 Cukup jelas Angka 9 Pasal 25 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “sinergitas’ adalah pembagian peran dan tanggung jawab antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam Penyelenggaraan Ketenteraman, Ketertiban Umum dan Pelindungan Masyarakat.

Yang dimaksud dengan ‘’kerja sama’’ adalah upaya bersama yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Provinsi dengan berbagai pihak dalam Penyelenggaraan Ketenteraman, Ketertiban Umum dan Pelindungan Masyarakat dengan prinsip saling menguntungkan.

Ayat (2)

Cukup jelas. Ayat (3)

Unsur Kepolisian Negara Republik Indonesia perlu dilibatkan dalam Penyelenggaraan Ketenteraman, Ketertiban Umum dan Pelindungan Masyarakat. Sesuai dengan wilayah kerja Kepolisian Daerah di Jawa Barat, maka Kepolisian Daerah terkait, meliputi Kepolisian Daerah Jawa Barat dan Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya.

Unsur Tentara Nasional Indonesia perlu dilibatkan dalam Penyelenggaraan Ketenteraman, Ketertiban Umum dan Pelindungan Masyarakat. Sesuai dengan wilayah kerja Komando Daerah Militer di Jawa Barat, maka Komando Daerah Militer terkait meliputi Kodam III/Siliwangi dan Kodam Jaya/Jayakarta.

Ayat (4)

Cukup jelas. Angka 10

(31)

Angka 11 Pasal 29 A Cukup jelas Angka 12 Pasal 31 A Cukup jelas Angka 13 Pasal 33 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “sanksi administratif” adalah sanksi yang dikenakan terhadap pelanggaran administrasi atau ketentuan peraturan yang bersifat administratif.

Huruf a

Teguran lisan merupakan sanksi administratif yang paling ringan dan lazimnya peringatan/teguran lisan merupakan tahap awal sebelum menuju ke jenjang/tahap sanksi administratif berikutnya.

Huruf b

Teguran tertulis harus mengandung kepastian hukum, artinya bahwa orang yang diberi teguran/peringatan tersebut mengetahui secara pasti apa yang harus dilakukan dan apa konsekuensinya jika tidak dilakukan. Teguran tertulis juga memuat secara pasti ketentuan peraturan perundang-undangan mana yang dilanggar.

Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h

Tindakan paksaan pemerintahan (bestuursdwang/ politiedwang) merupakan tindakan nyata (feitelijke handelingen) dari Pemerintah Daerah Provinsi guna mengakhiri suatu keadaan yang dilarang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan atau melakukan sesuatu yang seharusnya ditinggalkan oleh seseorang karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Tindakan ini merupakan tindakan langsung dari Pemerintah Daerah Provinsi. Tindakan nyata tersebut dilakukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi dalam rangka menyesuaikan keadaan nyata yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan, manakala pelanggar melalaikannya.

(32)

Kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi untuk melaksanakan tindakan nyata tersebut merupakan konsekuensi dari tugas pemerintah bahwa Pemerintah Daerah Provinsi dibebani tugas untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Huruf i

Cukup jelas. Huruf j

Yang dimaksud dengan “sanksi sosial” adalah kegiatan melakukan sesuatu untuk kepentingan masyarakat, antara lain membersihkan sarana fasilitas umum, memberikan sumbangan kepada masyarakat yang kurang mampu, dan kegiatan lainnya yang bermanfaat untuk masyarakat.

Huruf k Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6)

Besaran denda administratif sesuai kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, diatur dengan Peraturan Gubernur. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Angka 14 Pasal 34 Cukup jelas. Angka 15 Pasal 35 Cukup jelas. Pasal II Cukup jelas.

Referensi

Dokumen terkait

bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun

(2) Badan sebagai pelaksana urusan pemerintahan bidang ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat sub urusan bencana, kegiatan operasionalnya

Dalam menyelenggarakan Ketertiban umum dan Ketenteraman Masyarakat serta Pelindungan Masyarakat di Daerah KotA, Pemerintah Daerah Kota telah mempunyai Peraturan

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Perlindungan Tenaga Kerja di

Menimbang : bahwa dalam upaya menciptakan ketertiban umum, ketenteraman dan perlindungan masyarakat di Daerah dan melaksanakan ketentuan Pasal 25 ayat (5)

Penyusunan RKPD Provinsi Jawa Barat Tahun 2018 merupakan penjabaran dari RPJMD Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2018 serta sudah mengacu kepada Rancangan Peraturan Daerah

bahwa Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat telah menetapkan kebijakan pemberian biaya operasional pendidikan daerah sebagai dana pendamping bantuan operasional

bahwa dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2008 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2008, telah