• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implikasi Co-Seismic dan Post-Seismic Horizontal Displacement Gempa Aceh 2004 Terhadap Status Geometrik Data Spasial Wilayah Aceh dan Sekitarnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Implikasi Co-Seismic dan Post-Seismic Horizontal Displacement Gempa Aceh 2004 Terhadap Status Geometrik Data Spasial Wilayah Aceh dan Sekitarnya"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Implikasi Co-Seismic dan Post-Seismic Horizontal Displacement

Gempa Aceh 2004 Terhadap Status Geometrik Data Spasial

Wilayah Aceh dan Sekitarnya

Andreas H., D.A. Sarsito, M.Irwan, H.Z.Abidin, D. Darmawan, M. Gamal

Kelompok Keahlian Geodesi

Departemen Teknik Geodesi Institut Teknologi Bandung

Jl. Ganesha 10 LABTEX IX C telp/FAX +62 22 253 4286, Bandung Indonesia Abstrak

Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran sesaat, bersifat tidak menerus, akibat terjadinya sudden slip (pergeseran secara tiba-tiba) pada kerak bumi. Sudden slip terjadi karena adanya sumber kekuatan (force) sebagai penyebabnya. Gempa bumi mempunyai sifat berulang, dalam arti bahwa suatu gempa bumi di suatu daerah akan terjadi lagi di masa yang akan datang dalam periode waktu tertentu (biasanya ratusan tahun). Istilah perulangan gempa bumi ini dinamakan earthquake cycle. Selanjutnya di dalam satu Earthquake cycle terdapat beberapa fase atau tahapan mekanisme terjadinya gempa bumi yaitu fase interseismic, pre-seismic, co-seismic, dan post-seismic.

Co-seismic adalah fase ketika terjadinya gempa utama (mainshock), dimana getaran pada bumi di rasakan paling kuat seiring terjadinya pergeseran secara tiba-tiba pada kerak bumi. Ketika fase co-seismic terjadi, maka sebagian kerak bumi dapat tergeser (terdeformasi) secara permanen mencapai orde meter. Post-seismic adalah fase setelah gempa utama terjadi dimana sisa-sisa energi di lepaskan secara aseismic namun tetap menghasilkan deformasi secara permanen mencapai orde sub meter. Data geodetik seperti GPS dan InSAR dapat mendokumentasikan dengan baik fase co-seismic dan post-co-seismic. Hasil dokumentasi yang diberikan data geodetik dapat memberikan besar nilai pergeseran/deformasi dari suatu blok kerak bumi setelah gempa bumi terjadi (fase co-seismic dan post-seismic). Nilai pergeseran yang diperoleh dapat digunakan diantaranya untuk pemahaman fisik dari mekanisme kejadian gempa bumi, studi dinamika geometrik data spasial, dan lain-lain. Selanjutnya pada paper ini akan di coba di bahas bagaimana implikasi co-seismic dan post-seismic horizontal displacement gempa Aceh 2004 terhadap status geometrik data spasial wilayah Aceh dan sekitarnya.

Kata kunci: co-seismic, post-seismic, data geodetik, data spasial I. PENDAHULUAN

Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran sesaat, bersifat tidak menerus, akibat terjadinya sudden slip (pergeseran secara tiba-tiba) pada kerak bumi. Sudden slip terjadi karena adanya sumber kekuatan (force) sebagai penyebabnya. Para peneliti kebumian

berkesimpulan bahwa penyebab utama terjadinya gempa bumi adalah akibat adanya energi di dalam interior bumi yang menekan kerak bumi (crust) yang bersifat rapuh, sehingga ketika kerak bumi tidak lagi kuat menahan respon gaya gerak energi dari dalam bumi tersebut maka akan terjadi batuan terpatahkan secara tiba-tiba (rock to

(2)

break suddenly) dan menghasilkan gempa bumi.

Gempa bumi mempunyai sifat berulang, dalam arti bahwa suatu gempa bumi di suatu daerah akan terjadi lagi di masa yang akan datang dalam periode waktu tertentu. Istilah perulangan gempa bumi ini dinamakan earthquake cycle (lihat gambar 1). Satu cycle dari gempa bumi ini biasanya berlangsung dalam kurun waktu seratusan tahun.

Dalam satu Earthquake cycle terdapat beberapa fase atau tahapan mekanisme terjadinya gempa bumi, yaitu fase interseismic, pre-seismic, co-seismic, dan post-seismic (lihat gambar 2).

Fase interseismic merupakan fase awal dari satu earthquake cycle, dimana pada fase ini energi dari dalam bumi menggerakan lempeng dan energi mulai terakumulasi di bagian-bagian lempeng tempat biasanya terjadinya gempa bumi (batas antar lempeng dan patahan). Sesaat sebelum terjadinya gempa bumi dinamakan fase pre-seismic, dan ketika terjadinya gempa utama dinamakan fase co-seismic. Sementara itu fase post-seismic didefinisikan sebagai fase ketika sisa-sisa energi gempa terlepaskan secara aseismic dan kondisi kembali pada tahap kesetimbangan awal (permulaan earthquake cycle yang baru).

Data geodetik seperti GPS dan InSAR dapat mendokumentasikan dengan baik fase-fase yang terjadi dalam suatu earthquake cycle. Hasil dokumentasi yang diberikan data geodetik dapat memberikan besarnya nilai pergeseran/deformasi dari suatu blok kerak bumi pada saat fase co-seismic maupun fase post-seismic.

Hilman 2004

Gambar 1. Contoh grafik Earthquake cycle

yang diperoleh dari hasil penelitian karakteristik pertumbuhan terumbu karang di daerah mentawai Sumatera. Periode

gempa sekitar 200 tahun [Hilman 2004] Nilai pergeseran yang diperoleh hasil dari co-seismic dan post-seismic deformation

dapat digunakan diantaranya untuk upaya pemahaman fisik dari mekanisme kejadian gempa bumi, studi dinamika geometrik data spasial, dan lain-lain. Pada paper ini akan di coba di bahas bagaimana implikasi co-seismic dan post-seismic horizontal displacement (pergeseran/deformasi horisontal) gempa Aceh 2004 terhadap status geometrik data spasial wilayah Aceh dan sekitarnya. II. CO-SEISMIC

Seperti telah di sebutkan sebelumnya, co-seismic adalah fase ketika terjadinya gempa utama (mainshock), dimana getaran pada bumi di rasakan paling kuat seiring terjadinya pergeseran secara tiba-tiba pada kerak bumi. Ketika fase co-seismic terjadi, maka sebagian kerak bumi dapat tergeser/terdeformasi ( co-Gambar 2. Grafik One Earthquake cycle

dengan fase-fase interseismic sampai dengan postseismic

(3)

seismic deformation) secara permanen mencapai orde meter. Co-seismic deformation dapat terjadi secara vertikal ( uplift dan atau subsidence ), dan juga horisontal ( horizontal displacement ). Magnitude dan Intensitas suatu gempa bumi (contoh Gempa Aceh 2004 Mw 9.0) dicatat pada fase ini.

Berikut ini adalah ilustrasi dari co-seismic deformation yang terjadi di daerah subduction zone, dimulai dari fase interseismic yaitu ketika energi terakumulasi dan akhirnya membuahkan fase co-seismic.

Berdasarkan gambar ilustrasi di atas terlihat bahwa pada daerah subduction zone, lempeng samudera menunjam terhadap lempeng benua. Pada batas pertemuan antar lempeng dapat terjadi

locking part akibat adanya gaya gesek antar dua material. Energi dominan yang datang dari arah lempeng samudera bersifat kontinyu dan menyebabkan timbulnya akumulasi energi di sekitar daerah locking part tersebut. Akumulasi energi menyebabkan terjadinya akumulasi deformasi (interseismik deformation). Interseismic vector searah dengan laju pergerakan lempeng samudera. Ketika energi deformasi lebih besar dari gaya gesek antar lempeng, maka terjadinya fase coseismic dari gempa bumi, yaitu bagian lempeng tergeser/terdeformasi secara tiba-tiba ( co-seismic deformation ) diiringi getaran yang kuat di permukaan bumi. Co-seismic vector berlawanan arah dengan interseismic vector.

Interseismic vector

II. POST-SEISMIC

Seperti juga telah di sebutkan sebelumnya, post-seismic adalah fase setelah gempa utama terjadi dimana sisa-sisa energi di lepaskan secara aseismic namun tetap menghasilkan deformasi secara permanen mencapai ini orde sub meter bahkan meter.

Energi dominan

Co-seismic vector

Di bawah ini diberikan contoh signal post-seismic yang diperoleh dari pengamatan GPS beberapa tahun setelah terjadinya gempa Mine Hector di Amerika. Dari contoh tersebut terlihat post-seismic memberikan nilai deformasi hampir 2 kali lipat dari co-seismic

Gambar 3. Ilustrasi co-seismic deformation

dimulai dari fase interseismic dimana energi terakumulasi akibat dari adanya locking part

lempeng, dan ketika energi semakin besar menyebabkan rupture dan terjadi fase co-seismic.

Gambar 4. Signal Post-seismic gempa Hector Mine di Amerika Serikat

(4)

Untuk gempa yang berkekuatan besar seperti gempa Aceh 2004(9.3 Mw), fase post-seismic ini mungkin dapat terjadi sampai sekitar 10 tahun lamanya, dan memberikan nilai deformasi dalam fraksi meter.

III. CO-SEISMIC DAN POST-SEISMIC GEMPA ACEH 2004

Pada tanggal 26 Desember 2004, terjadi gempa bumi dahsyat di Samudra Hindia, lepas pantai barat Aceh. Gempa terjadi pada waktu 6:58:50 WIB. Pusat gempa terletak pada koordinat 3,298° LU dan 95,779° BT, kurang lebih 160 km sebelah barat Aceh dengan kedalaman 10 kilometer. Gempa ini berkekuatan 9.0 Mw dan merupakan salah satu gempa bumi terdahsyat dalam kurun waktu 40 tahun terakhir ini yang menghantam Asia. Gempa bumi ini mengakibatkan tsunami (gelombang pasang) yang menelan sangat banyak korban jiwa. Dipastikan lebih dari 150.000 jiwa tewas. Di Indonesia, gempa menelan lebih dari 101.318. korban jiwa. Puluhan gedung hancur oleh gempa utama, terutama di Meulaboh dan Banda Aceh di ujung Sumatra. Di Banda Aceh, sekitar 80% dari semua bangunan rusak terkena tsunami. Tetapi, kebanyakan korban disebabkan oleh tsunami yang menghantam pantai barat Aceh dan Sumatra Utara (Wikipedia, 2004).

Secara prediksi, gempa besar yang diiringi oleh tsunami di Aceh ini jelas sekali akan menghasilkan nilai co-seismic deformation yang cukup besar pula. Wilayah Aceh dan sekitarnya diprediksikan telah bergeser sekitar 2 meter bahkan lebih. Hasil rekaman data stasiun GPS kontinyu yang dikelola oleh BAKOSURTANAL di daerah Sampali yang cukup jauh dari pusat gempa pun menunjukkan co-seismic horizontal displacement sebesar 12 sentimeter. Semenanjung Malaysia dan daerah Phuket Thailand ternyata ikut mengalami

deformasi sekitar beberapa sentimeter sampai beberapa desimeter dari hasil pengolahan data GPS kontinyu MASS dan Phuket Thailand (lihat gambar 4).

Gambar 5. Vektor Co-seismic horizontal displacement gempa Aceh 2004 di daerah semenanjung Malaysia dan Phuket Thailand (Far Field) [Simon et. al 2005]

Untuk membuktikan besarnya co-seismic deformation di wilayah Aceh dan sekitarnya, dan kemudian menggunakan informasi nilai deformasi bagi pemahaman fisik dari mekanisme kejadian gempa bumi, serta studi lainnya, maka dilakukan pengukuran lapangan. Kelompok Keilmuan Geodesi Departemen Teknik Geodesi ITB bekerjasama dengan Nagoya University, BPPT, dan Universitas Syah Kuala merupakan satu diantara tim yang membuat program pengukuran lapangan. Strategi pengukuran co-seismic deformation gempa Aceh 2004 dilakukan dengan cara membandingkan koordinat titik-titik kontrol yang terletak di sekitar wilayah Aceh yang dikelola oleh BAKOSURTANAL dan BPN yang telah ditentukan nilainya sebelum terjadinya gempa, dengan koordinat yang di cari setelah terjadinya gempa bumi. Ketika

(5)

survey lapangan di cari titik-titik yang masih utuh tidak rusak akibat terjangan tsunami.

Hasil pengukuran co-seismic deformation di sekitar wilayah Aceh tersebut di berikan pada tabel dan gambar di bawah ini :

H

d

S

Nama titik Lokasi Pergeseran horisontal (m) BPPT-SBG1 Sabang 1.8

BPN-0113 Kalahayati 1.4 BAKO-B110 Sigli 0.7 BAKO-K510 Banda Aceh 2.4

BPN-0250 Banda Aceh 2.4 BPN-0260 Pulot 2.5 BPN-0270 Lok Nga 2.7 BPN-0280 Pekan Bada 2.5 BAKO-B094 Meulaboh 1.9 BAKO-SAMP Sampali 0.1

Post-seismic pada gempa Aceh dimulai tepat setelah berakhirnya deformasi elastis pada fase co-seismic. Nilai deformasi bertambah sebesar 4 sentimeter dalam kurun waktu 15 hari di stasiun PHKT (Phuket Thailand). Rekaman sinyal post-seismic menunjukan pola eksponensial sesuai dengan hukum omori mengenai fase ini. Nilai deformasi

di stasiun PHKT (Phuket Thailand) setelah 50 hari dari waktu kejadian gempa mencapai 34 cm, dan nilai ini cukup signifikan, mencapai 1.25 kali nilai deformasi yang diberikan fase co-seismic. Sementara itu stasiun GPS yang dipasang kontinyu di Universitas Syah Kuala Banda Aceh menunjukkan nilai deformasi post-seismic sebesar 15 sentimeter setelah 90 hari pengamatan.

TABEL1

asil perhitungan Co-seismic horizontal isplacement gempa Aceh 2004 di daerah ekitar Aceh (Irwan, 2005) (Andreas, 2005)

Gambar 6. Vektor Co-seismic horizontal displacement gempa Aceh 2004 di daerah Sekitar Aceh (near field) [Irwan et. al 2005]

Gambar 7. Signal Post-seismic gempa Aceh 5 hari setelah fase co-seismic [Simon et. al 2005]

Gambar 8. Signal Post-seismic gempa Aceh di Stasiun GPS Unsyiah 90 hari setelah fase co-seismic [Kimata et al 2005]

(6)

IV. IMPLIKASI CO-SEISMIC DAN

POST-SEISMIC TERHADAP STATUS

GEOMETRIK DATA SPASIAL WILAYAH

ACEH SEKITARNYA

Data-data spasial yang terdapat di wilayah Aceh dan sekitarnya, seperti peta tematik (peta utilitas, peta kadastral) dan peta-peta lainnya terutama peta dengan skala besar dan mempunyai aspek legal yang signifikan dalam masalah ketelitian, kemudian jaringan titik-titik kontrol Nasional yang dikelola oleh BAKOSURTANAL dan BPN akan terpengaruh secara status geometriknya setelah adanya gempa bumi Aceh tahun 2004.

Berdasarkan informasi hasil survey lapangan seperti tertera pada tabel 1, wilayah Banda Aceh telah mengalami deformasi secara horisontal setelah fase co-seismic sekitar 2.4 meter, pulau sabang telah terdeformasi sekitar 1.8 meter, sigli mengalami deformasi sekitar 70 centimeter, Meulaboh bergeser sekitar 1.9 meter dan daerah yang mengalami deformasi paling besar yaitu Lok nga sebesar 2.7 meter. Berdasarkan gambar 8, Setelah 90 hari berlalu Banda Aceh kembali bergeser sekitar 15 sentimeter. Kesimpulan dapat kita ambil bahwa data spasial seperti jaring titik kontrol Nasional yang berada di wilayah Aceh dan sekitarnya, kemudian peta-peta tematik, dan peta-peta lainnya telah berubah secara geometrik dengan variasi mencapai orde meter.

Implikasi co-seismic dan post-seismic deformation terhadap status geometrik data spasial di wilayah Aceh dan sekitarnya mungkin akan mempengaruhi kegiatan survey dan pemetaan pasca gempa bumi. Kita ambil contoh untuk keperluan pemetaan kembali daerah yang terkena tsunami maka perlu adanya titik kontrol pemetaan yang memiliki ketelitian geometrik yang bagus.

Sementara jaringan titik kontrol yang ada ternyata telah terdeformasi dalam level meter, kemudian apa yang dapat disimpulkan?

Berikut ini di berikan beberapa contoh ilustrasi Implikasi co-seismic dan post-seismic deformation terhadap status geometrik data spasial di wilayah Aceh dan sekitarnya yang mungkin akan mempengaruhi kegiatan survey dan pemetaan pasca gempa bumi.

Vektor pergeseran

GRAFIK TANPA SKALA Image courtesy of BPN Gambar 9. Gambar ini memperlihartkan ilustrasi titik-titik kontrol orde 1 dan 2 di wilayah Aceh yang telah terdeformasi dengan nilai yang bervariasi setelah fase co-seismic dan post-seismic

2 m

Gambar 10.ilustrasi memperlihatkan jalan pada peta yang telah tergeser secara geometrik akibat efek co-seismic dan post-seismic.

(7)

III. PENUTUP

Gempa bumi menyebabkan sebagian kerak bumi terdeformasi. Nilai deformasi akibat gempa bumi ini dapat mencapai orde meter. Hasil survey geodetik (GPS) pasca gempa bumi di Aceh tahun 2004 memperlihatkan hasil co-seismic deformation di wilayah Aceh bervariasi sampai mencapai nilai 2.7 meter. Wilayah yang jauh dari pusat gempa seperti sampali, semenanjung Malaysia dan Phuket Thailand turut pula terdeformasi dalam orde sentimeter dan desimeter. Sementara itu catatan post-seismic deformation setelah 90 hari berlalu menyebabkan Banda Aceh kembali bergeser sekitar 15 sentimeter. Penduduk di Banda Aceh mungkin tidak menyadari dan mungkin pula tidak menghiraukan daerah mereka telah bergeser. Namun untuk bidang survey dan pemetaan, adanya fakta deformasi

yang mencapai orde meter sebagai implikasi dari terjadinya gempa bumi di Aceh apakah dapat diabaikan?

Setidaknya kita akan melihat implikasi coseismic dan post-seismic deformation terhadap status geometrik data spasial. Seberapa signifikan pengaruhnya tergantung pada kebutuhan atau spesifikasi teknis kegiatan survey dan pemetaan yang dilakukan tentunya.

Jika pengaruh deformasi akibat gempa bumi ini cukup signifikan bagi suatu pekerjaan survey dan pemetaan, dan mau tidak mau harus di perhitungkan efeknya, maka dapat digunakan model

Elastic Half Space (model Okada) untuk

mengestimasi berapa besarnya deformasi berikut vektornya di suatu tempat tertentu akibat efek gempa bumi.

2 m

Gambar 11. Gambar ini memperlihartkan ilustrasi overlay peta garis dengan peta foto yang tidak maksimal dikarenakan adanya efek deformasi akibat gempa bumi.

REFERENSI

Dany Hilman. Aceh Andaman Megatrust Earthquake 26 December 2004; what’s happen then and where is the Future Giant earthquake and Tsunami in sumatera. Workshop Gempa Aceh; Geodesi ITB

Fumi Kimata, Collaboration of the 2004 Great Sumatera Earthquake with Indonesia and its Result of GPS Measurement at Sumatera.

Aceh Earthquake Simposium. BPPT 2005 Hudnut KW, Bock Y, Cline M, Fang P, Feng Y,

et al. 1994. Co-seismic displacements of the 1992 Landers earthquake sequence.

Bull. Seismol. Soc. Am. 84:625–45

Irwan et.al 2005. The 2004 Great Sumatera Earthquake : Constrain on Source Parameter from GPS Campaign Observation. Symposium on Sumatran Earthquake. BPPT 2005

Segall P., J.L Davis. GPS Application for Geodynamic and Earthquake studies. Annu Rev. Earth Planet Sci. 1997 25 :361-36 Copyright 1997 by Annual Reviews Inc. all right reserved

Vigny, Simon (2005). Report on Banda Aceh Mega-Thrust Earthquake, December 26,2004. SEAMERGES PROJECT 2005

Wikipedia 2004. Berita Gempa Bumi Aceh tanggal 26 Desember 2004. Internet source published 2004.

Gambar

Gambar 1. Contoh grafik Earthquake cycle yang diperoleh dari hasil penelitian karakteristik pertumbuhan terumbu karang di daerah mentawai Sumatera
Gambar 3.  Ilustrasi  co-seismic deformation dimulai dari fase interseismic dimana energi terakumulasi akibat dari adanya locking part lempeng, dan ketika energi semakin besar menyebabkan  rupture dan terjadi fase  co-seismic
Gambar 5. Vektor Co-seismic horizontal displacement gempa Aceh 2004 di daerah semenanjung Malaysia dan Phuket Thailand (Far Field) [Simon et
Gambar 8. Signal Post-seismic gempa Aceh di Stasiun GPS Unsyiah 90 hari setelah fase co-seismic [Kimata et al 2005]
+3

Referensi

Dokumen terkait