• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Jumlah Bibit dan Sistem Tanam Jajar Legowo yang Dimodifikasi terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Sawah (Oryza sativa L.) di Kecamatan Medan Tuntungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Jumlah Bibit dan Sistem Tanam Jajar Legowo yang Dimodifikasi terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Sawah (Oryza sativa L.) di Kecamatan Medan Tuntungan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA Padi Sawah

Padi (Oryza sativa L.) berasal dari tumbuh-tumbuhan golongan

rumput-rumputan (Gramineae) yang ditandai dengan batang yang tersusun dari

beberapa ruas. Tumbuhan padi bersifat merumpun, artinya tanaman tanamannya

anak beranak. Bibit yang hanya sebatang saja ditanamkan dalam waktu yang

sangat dekat, dimana terdapat 20-30 atau lebih anakan/tunas tunas baru. Padi

terdiri dari 3 golongan ecogeographic yaitu Indica, Japonica, dan Javanica.

Daerah penyebaran padi Indica adalah Asia tropis, padi Japonica lebih terbatas di

daerah subtropis dan Javanica ditanam di Indonesia. Kenampakan ketiga golongan

tersebut tersebut dapat dicirikan dari morfologi tanaman, daun, batang, gabah,

kerontokan dan sebagainya (Ambarwati, 1992).

Pada pertanaman padi sawah terdapat tiga fase pertumbuhan, yaitu fase

vegetatif (0-60 hari), fase generatif (60-90 hari), dan fase pemasakan

(90-120 hari). Kebutuhan air pada ketiga fase tersebut bervariasi yaitu pada fase

pembentukan anakan aktif, anakan maksimum, inisiasi pembentukan malai, fase

bunting dan fase pembungaan. Fase vegetatif merupakan fase pertumbuhan organ

vegetatif, seperti pertambahan jumlah anakan, tinggi tanaman, bobot, dan luas

daun. Lama fase ini beragam menyebabkan adanya perbedaan umur tanaman.

Fase reproduktif ditandai dengan : (a) memanjangnya beberapa ruas batang

tanaman; (b) berkurangnya jumlah anakan (matinya anakan tidak reproduktif);

(c) munculnya daun bendera; (d) bunting; dan (e) pembungaan. Inisiasi primordia

pembungaan biasanya terjadi sebelum heading dan waktunya bersamaan dengan

(2)

itu stadia reproduktif juga disebut stadia pemanjangan ruas

(Makarim dkk., 2009).

Apabila ketiga stadia dirinci lagi, maka akan diperoleh sembilan stadia.

Stadia tersebut adalah :

- Stadia 0 : dari perkecambahan sampai timbulnya daun pertama, dan biasanya

memakan waktu 3 hari.

- Stadia 1 : stadia bibit, stadia ini lepas dari terbentuknya daun pertama sampai

terbentuk anakan pertama selama 3 minggu, atau sampai padi

berumur 24 hari.

- Stadia 2 : stadia anakan, ketika jumlah anakan semakin bertambah sampai

batas maksimum, lamanya sampai 2 minggu atau saat padi

berumur 40 hari.

- Stadia 3 : stadia perpanjangan batang, lamanya sekitar 10 hari, yaitu sampai

terbentuknya bulir saat padi berumur 52 hari.

- Stadia 4 : stadia saat mulai terbentuknya bulir, lamanya sekitar 10 hari atau

sampai padi berumur 62 hari.

- Stadia 5 : perkembangan bulir, lamanya sekitar 2 minggu, saat padi sampai

berumur 72 hari. Bulir tumbuh sempurna sampai terbentuknya biji.

- Stadia 6 : pembungaan, lamanya 10 hari, fase dimana saat mulai munculnya

bunga, polinasi, dan fertilisasi.

- Stadia 7 : stadia biji berisi cairan menyerupai susu, bulir kelihatan berwarna

hijau, lamanya sekitar 2 minggu, yaitu padi berumur 94 hari.

-Stadia 8 : ketika biji yang lembek mulai mengeras dan berwarna kuning,

(3)

sehingga seluruh pertanaman kelihatan kekuning-kuningan. Lama

stadia ini sekitar 2 minggu atau saat tanaman berumur 102 hari.

- Stadia 9 : stadia pemasakan biji, biji berukuran sempurna, keras dan berwarna

kuning, bulir mulai merunduk, lama stadia ini sekitar 2 minggu

atau sampai padi berumur 116 hari.

Tahap 7,8,9 merupakan fase pematangan, fase akhir dari pertumbuhan dan

perkembangan tanaman padi. Periode pemasakan ini memerlukan waktu kira-kira

30 hari dan ditandai dengan penuaan daun. Suhu sangat mempengaruhi periode

pemasakan gabah (Vergara, 1980 ; Yoshida, 1981).

Tanah Sawah

Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah,

baik secara terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman

palawija. Istilah tanah sawah bukan merupakan istilah taksonomi, tetapi

merupakan istilah umum seperti halnya tanah hutan, tanah perkebunan, tanah

pertanian dan sebagainya. Tanah sawah dapat berasal dari tanah kering yang

disawahkan, atau dari tanah-tanah yang dikeringkan melalui sistem drainase.

Sawah yang airnya berasal dari irigasi disebut sawah irigasi sedang yang

menerima langsung dari air hujan disebut sawah tadah hujan. Di daerah pasang

surut ditemukan sawah surut sedangkan yang dikembangkan daerah rawa-rawa

lebak disebut sawah lebak (Hardjowigeno dkk., 2005).

Penggenangan pada tanah sawah dan pengolahan lahan kering pada tanah

sawah dapat menyebabkan perubahan sifat-sifat tanah sawah baik dari segi

morfologi, fisik, kimia, dan biologi. Perubahan-perubahan nyata yang terjadi pada

(4)

1. Tubuh tanah terbagi menjadi dua yaitu bagian atas (lapisan olah) yang

berubah dan bagian bawah yang tetap sama seperti keadaan semula.

2. Kedua bagian tanah sawah dibatasi oleh suatu lapisan kedap air yang

terbentuk oleh tekanan bajak (plow sole).

3. Struktur bagian atas menjadi rusak akibat pelumpuran dan pengolahan lahan

saat tanah masih dalam keaadan jenuh ataupun kelewat jenuh, sehingga

agregat-agregat tanah menjadi terdispersi.

4. Lapisan olah tanah bersifat reduktif (anaerob) akibat penggenangan sedangkan

pada bagian bawah tanah bersifat oksidatif (aerob).

5. Pada perbatasan bagian anaerob dan aerob sering terbentuk konkresi-konkresi

Fe-Mn akibat peningkatan potensial redoks padatanah bagian bawah yang

mengendapkan Fe dan Mn yang tereluviasi dari tanah bagian atas yang

bersuasana reduktif (potensial rendah) (Notohadiprawiro, 2006).

Untuk menciptakan kondisi agar tanaman padi mempunyai pertumbuhan

baik dan anakan produktif yang banyak, maka pengolahan tanah memegang

peranan penting dalam budidaya padi sawah. Sebelum pengolahan tanah dimulai

sebaiknya perlu dilakukan perbaikan pematang/galengan sekeliling petakan untuk

perapian petakan dan sekaligus mengendalikan gulma. Kemudian sawah

digenangi air (dilumpurkan) seminggu sebelumnya dengan tujuan melunakkan

tanah sehingga tanah mudah dipotong, dibalik, tanah tidak lengket di mata bajak,

dan meringankan energi yang dikeluarkan. Saat pembajakan kedalaman

pengolahan disesuaikan dengan lapisan olah, yaitu sekitar 10-20 cm. Pengolahan

tanah yang terlalu dalam dapat menimbulkan bocornya lapisan kedap air maupun

(5)

adalah proses penghalusan tanah, penggenangan tanah dengan air setinggi 4-5 cm

sampai tanaman berumur 35-42 HST dan di drainase saat panen

(Sukristiyonubowo dkk., 2013).

Ciri khas yang membedakannya dengan tanah tergenang lainnya, yaitu

adanya lapisan oksidasi di bawah permukaan air akibat difusi O2 setebal

0,8 - 1,0 cm dan selanjutnya lapisan reduksi setebal 25 - 30 cm dan diikuti oleh

lapisan tapak bajak yang kedap air. Lapisan tapak bajak ini merupakan lapisan

yang terbentuk sebagai akibat dari adanya praktik pengolahan tanah sawah dalam

keadaan tergenang. Selama pertumbuhan tanaman padi akan terjadi sekresi O2

oleh akar tanaman padi yang menimbulkan kenampakan yang khas pada tanah di

sekitar tanaman (Mukhlis dkk., 2011).

Jumlah Bibit per Rumpun

Tinggi rendahnya produksi padi sangat di pengaruhi oleh tingkat kerapatan

tanaman, yang sangat tergantung dengan jarak tanam dan jumlah bibit per lubang.

Pindah tanam bibit dilakukan dengan penanaman satu bibit setiap lubang

bertujuan agar tanaman memiliki ruang untuk menyebar dan memperdalam

perakaran. Tanaman tidak bersaing terlalu ketat untuk memperoleh ruang tumbuh,

cahaya, atau nutrisi dalam tanah sehingga sistem perakaran menjadi sangat baik

(Maitulung et al., 2014 ; Agusmiati, 2010).

Penanaman bibit dengan jumlah relatif lebih banyak (5-10 batang per

rumpun) menyebabkan terjadinya persaingan (kompetisi) sesama tanaman padi

(kompetisi inter spesies) yang sangat berat, terutama dalam hal mendapatkan air,

unsur hara, CO2, O2, cahaya dan ruang untuk tumbuh, sehingga pertumbuhan akar

(6)

mudah terserang oleh hama dan penyakit. Lebih lanjut, keadaan tersebut akan

mengurangi hasil gabah. Sedangkan Hutasoit (2015) menyatakan bahwa metode

SRI dengan prinsip tanam satu bibit per lubang tanam atau per rumpun

masih dapat dikembangkan dengan menanam dua sampai tiga bibit per lubang

tanam atau per rumpun sehingga dapat memberikan hasil terbaik. Penggunaan

jumlah bibit yang lebih sedikit (1-3 batang per rumpun) menyebabkan; (1) lebih

ringannya kompetisi inter spesies untuk mendapatkan unsur hara, cahaya dan air,

(2) dengan kurangnya jumlah bibit yang digunakan akan berdampak terhadap

pengurangan biaya produksi (Burbey dkk., 2014).

Pemakaian jumlah bibit yang tepat merupakan salah satu upaya dalam

peningkatan efisiensi penggunaan input pada padi sawah. Menurut penelitian

Christanto dkk., (2014) penanaman jumlah bibit lebih dari 3 bibit per lubang

tanam memberikan hasil gabah per malai, berat gabah kering panen per halen.

Sedangkan penggunaan jumlah bibit 1-3 buah memberikan hasil gabah tertinggi

dimana dengan penanaman 1-3 bibit per lubang tanam menghasilkan jumlah daun,

jumlah anakan, panjang malai, jumlah gabah per malai, berat 1000 biji, hasil

gabah, dan berat kering jerami yang lebih tinggi dari pada penanaman lebih dari

3 bibit per lubang tanam.

Sistem Tanam Jajar Legowo

Sekarang ini telah diperkenalkan berbagai teknologi budidaya padi, antara

lain budidaya sistem tanam benih langsung (Tabela), sistem tanam tanpa olah

tanah (TOT), dan sistem tanam Jajar Legowo (Jarwo). Sistem tanam jajar legowo

(tajarwo) merupakan sistem tanam yang memperhatikan larikan tanaman dan

(7)

Tujuannya agar populasi tanaman per satuan luas dapat ditingkatkan dan

dipertahankan.Sistem ini pertama kali diperkenalkan oleh Bapak Legowo, Kepala

Dinas Pertanian kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Istilah Legowo di ambil

dari bahasa jawa, yaitu berasal dari kata ”lego” berarti luas dan ”dowo” berarti

memanjang (Karo-Karo dkk., 2015).

Prinsip dari sistem tanam jajar legowo adalah meningkatkan populasi

dengan cara mengatur jarak tanam sehingga pertanaman akan memiliki barisan

tanaman yang diselingi oleh barisan kosong dimana jarak tanam pada barisan

pinggir setengah kali jarak tanam antar barisan. Sistem tanam ini memanipulasi

tata letak tanaman, sehingga rumpun tanaman sebagian besar menjadi tanaman

pinggir. Tanaman padi yang berada di pinggir akan mendapatkan sinar matahari

yang lebih banyak, sehingga menghasilkan gabah lebih tinggi dengan kualitas

yang lebih baik. Misalnya, pada sistem tanam legowo 2:1, setiap dua baris

tanaman diselingi satu barisan kosong dengan lebar dua kali jarak barisan, namun

jarak tanam dalam barisan dipersempit menjadi setengah jarak tanam aslinya

(Ikhwani dkk., 2013).

Sistem tanam padi sawah menganjurkan penerapan sistem tanam jajar

legowo karena adanya keuntungan dan kelebihan yang lebih dibanding dengan

sistem tanam konvensional (tegel) diantaranya adalah adanya efek tanaman

pinggir, sampai batas tertentu semakin tinggi populasi tanaman semakin banyak

jumlah malai persatuan luas sehingga berpeluang menaikkan hasil panen, terdapat

ruang kosong untuk pengaturan air, saluran pengumpulan keong atau mina padi,

pengendalian hama, penyakit dan gulma menjadi lebih mudah. Selain itu dengan

(8)

dan pemupukan lebih berdaya guna. Hal inilah yang menyebabkan penanaman

berpengaruh nyata terhadap produksi petani padi. Selain memiliki beberapa

manfaat, sistem tanam jajar legowo juga memiliki beberapa kelemahan yaitu

membutuhkan tenaga tanam yang lebih banyak dan waktu tanam yang lebih lama.

Dengan semakin banyaknya populasi, benih yang dibutuhkan juga akan semakin

banyak. Dan biasanya pada bagian lahan yang kosong di antara barisan tanaman

akan lebih banyak ditumbuhi rumput (Siregar, 2013).

Jumlah anakan atau rumpun dan jumlah malai adalah komponen yang

mendukung peningkatan hasil padi. Hal ini menunjukkan semakin lebar jarak

tanam, maka anakan yang dihasilkan akan lebih banyak, pertumbuhan akar yang

lebih baik disertai dengan berat kering akar dan tekanan turgor yang tinggi, serta

kandungan prolin yang rendah dibandingkan dengan jarak tanam yang lebih

sempit. Sistem tanam Legowo 4:1 menghasilkan produksi gabah tertinggi, tetapi

untuk mendapat bulir gabah berkualitas benih lebih baik jika digunakan legowo

2:1. Legowo 2:1 mampu mengurangi kehampaan akibat efek tanaman pinggir

Referensi

Dokumen terkait

Sebagian besar rata rata lama paparan anak dengan riwayat kontak penderita tuberkulosis BTA positif lebih dari 8 jam dan anak tinggal di hunian yang kepadatan hunian baik lebih

kepada 21 subjek penelitian terdapat siswa mengalami miskonsepsi pada setiap butir soal namun pada soal nomor 5 dengan indikator soal “ siswa mampu menghitung jarak

persentase tanggapan siswa terhadap aspek kemenarikan e-book interaktif, maka dapat dikatakan bahwa e-book interaktif berbasis representasi kimia pada materi ikatan

Media yang dikembangkan pada penelitian ini yaitu multimedia interaktif dilengkapi dengan simulasi berupa animasi yang bertujuan untuk memvisualisasikan konsep

Urutan makanan hewan dari yang paling sedikit adalah .... Coba selesaikan

Fenomenologi Tax Amnesty-Efektif atau Tidak Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, peneliti menemukan bahwa salah satu alasan wajib pajak mengikuti tax amnesty

Sistem yang dibuat dapat digunakan untuk mendeteksi objek dengan mengklasifikasikan 2 kondisi mata yaitu mata terbuka dan tertutup berdasarkan nilai thresholding luasan

berpasangan (suami-istri) adalah fitrah dalam artian untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, diantaranya fitrah manusia itu adalah bertumbuh dan berkembang,