AKUNTASI DAN AKUNTABILITAS
PEMERINTAHAN DESA
Tugas Akhir Mata Kuliah
Akuntansi Sektor Publik
Prof. Dr. Abdul Halim, MBA.
Mahasiswa
: Warka Syachbrani
NIM.
: 12/338792/PEK/17091
Program Magister Sains Akuntansi
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
ENTITAS PEMERINTAHAN DESA
Pengertian Desa
Struktur Organisasi Pemerintahan Desa
Kedudukan Desa dalam Pemerintahan Nasional
Pemerintahan Desa sebagai Sebuah Entitas Ekonomi
PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
Alokasi Dana Desa
Laporan Keuangan Desa
Tujuan Penyusunan Laporan Keuangan Desa
AKUNTABILITAS PENGELOLAAN DANA DESA
KESIMPULAN
AKUNTANSI DAN AKUNTABILITAS
PEMERINTAHAN DESA
WARKA SYACHBRANI
Master of Science in Accounting
Universita s Gadjah Mada
PENDAHULUAN
Tulisan ini diajukan atas alasan perlunya kita untuk mengetahui bagaimana
pengelolaan pemerintahan desa, terkhusus pada tata kelola, akuntansi dan
akuntabilitas keuangannya. Alasan tersebut didasari dengan kenyataan bahwa
belum populernya kajian dan pembahasan mengenai akuntansi pemerintahan desa.
Entah karena isu akuntabilitas pemerintahan desa yang masih belum banyak
dibicarakan atau karena nominal tanggung jawab keuangannya yang terbilang
kecil. Padahal pemerintahan desa atau kelurahan adalah institusi pemerintah yang
terdekat dalam kehidupan bernegara kita.
Pemerintah Desa dan Kelurahan adalah institusi yang setara atau sama dari segi
posisi dalam strata pemerintahan. Perbedaan keduanya terletak pada wilayah
keberadaan dan kepala pemerintahannya. Kelurahan berada pada wilayah kota
sedangkan desa bukan di kota. Kelurahan di kepalai oleh seorang Lurah yang
ditunjuk langsung oleh Bupati/Walikota dan berstatus Pegawai Negeri Sipil
pemilihan langsung oleh masyarakatnya. Tulisan ini mengakomodasi
kedua-duanya karena topologi dari kekedua-duanya bisa dikategorikan sama.
Pembahasan ini dimulai dengan sebuah pertanyaan; Perlukah Pemerintah Desa
menyusun laporan keuangan? Ini adalah pertanyaan yang pastinya selalu
menyeruak dalam benak seseorang yang telah belajar atau telah menjadi praktisi
Akuntansi Sektor Publik. Pada tulisan ini, kami akan mencoba membahas
jawaban atas pertanyaan tersebut.
Desa merupakan sebuah institusi legal formal dalam pemerintahan nasional. Hal
itu tergambar dengan adanya kewenangan penuh bagi Desa untuk
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri. Kewenangan tersebut telah diatur
oleh negara dalam beberapa runtutan konstitusi secara hukum. Dalam
Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa dan UU Nomor
32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, dijelaskan bahwa Desa merupakan
kesatuan masyarakat hukum yang berwenang untuk mengurus kepentingan
masyarakatnya sendiri.
Kewenangan untuk mengatur rumah tangga sendiri tersebut termasuk didalamnya
pengelolaan keuangan dalam rangka penyelenggaran pemerintahan. Hal itu
dipertegas dengan adanya keharusan untuk menyusun Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa (APB Desa) yang dijelaskan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
(Permendagri) Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
hukum Pemerintah Desa wajib untuk melaporkan kinerjanya kepada Pemerintah
dan masyarakat.
Pada dasarnya semua entitas atau kelompok yang menggunakan dana
pemerintah/masyarakat dalam aktivitasnya, perlu untuk
mempertanggungjawabkan penggunaan dana tersebut dalam hal ini melaporkan
kegiatan ekonominya selama periode tertentu dengan tujuan utama sebagai alat
evaluasi kinerja dalam kurun waktu tersebut. Tuntutan pelaporan tersebut sejalan
dengan spirit good govenrnance yang tengah digadang-gadangkan dalam
kehidupan pemerintahan modern.
Laporan kinerja yang harus dilaporkan pemerintah desa, terkandung didalamnya
Laporan Keuangan yang menggambarkan pengelolaan keuangan Pemerintah Desa
selama tahun anggaran dan selama periode pemerintahan Kepala Desa. Pelaporan
tersebut dijelaskan pada pasal 1 ayat 5 sampai ayat 10 dalam Permendagri Nomor
35 Tahun 2007 Tentang Pedoman Umum Tata Cara Pelaporan dan
Pertanggungjawaban Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Secara umum
digambarkan bahwa Pemerintah Desa wajib melaporkan penyelenggaraan
pemerintahan desa kepada Bupati/Walikota dan Badan Permusyawaratan Desa
(BPD)/masyarakat sebagai bentuk pertanggungjawaban meliputi semua kegiatan
desa berdasarkan kewenagan yang ada serta tugas-tugas dan keuangan dari
ENTITAS PEMERINTAHAN DESA
Pengertian Desa
Desa menurut defenisi universal adalah sebuah anglomerasi pemukiman di area
pedesaan (rural). Istilah desa merupakan pembagian wilayah administratif di
bawah kecamatan yang dipimpin oleh seorang Kepala Desa. Sejak
diberlakukannya otonomi daerah, istilah desa dapat disebut dengan nama lain
misalnya, naga ri di Sumatera Barat, kampung di Papua dan Kalimantan, dan
istilah-istilah lainnya di masing-masing daerah. Hal ini merupakan salah satu
pengakuan dan penghormatan Pemerintah terhadap asal-usul dan adat istiadat
masyarakat.
Beberapa pengertian desa menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut;
- Sutarjo Kartohadikusumo (1965), Desa merupakan kesatuan hukum
tempat tinggal suatu masyarakat yang berhak menyelenggarakan ruma h
tangganya sendiri dan merupa kan pemerintaha n terendah (di ba wa h
kecamatan).
- R. Bintarto (1977), Desa adalah perwujudan geografis yang ditimbulkan
oleh unsur-unsur fisiografis, social, ekonomi-politik, dan kultural setempat
dalam hubungan dan pengaruh timbal-balik dengan daerah lain.
- Paul H. Landis, Desa adalah suatu wilayah ya ng jumlah penduduknya
kurang da ri 2.500 jiwa dengan cirri-ciri: perga ulan hidup yang saling
kenal-mengenal antar penduduk; pertalian pera saan yang sa ma tentang
agraris dan masih dipenga ruhi oleh alam sekitar, seperti iklim da n
keadaan serta kekayaan alam.
Sedangkan menurut hukum/perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, desa
didefinisikan sebagai suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk
sebagai kesatuan masya rakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintaha n
terendah langsung di ba wah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah
tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU
Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa).
Struktur Organisasi Pemerintahan Desa
Dalam penyelenggaraan pemerintahan, desa dipimpin oleh seorang Kepala Desa.
Kepala desa tersebut dipilih langsung oleh masyarakatnya dengan masa jabatan
selama 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali pada masa
jabatan berikutnya. Dalam melaksanakan tugasnya, kepala desa dibantu oleh
sekertaris desa dan beberapa perangkat desa.
Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan
bahwa, dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, dibentuk Badan
Permusyawaratan Desa (BPD). Badan ini berfungsi sebagai legislatif yang
melakukan pengawasan terhadap kinerja kepala desa dan menetapkan
peraturan-peraturan bersama kepala desa. Selain itu, BPD juga berfungsi menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat serta melindungi berbagai nilai dan adat-istiadat
Di desa juga dibentuk lembaga kemasyarakatan yang bertugas membantu
pemerintah desa dan memperdayakan masyarakat desa. Lembaga ini dibentuk
melalui penetapan Peraturan Desa (Perdes) yang berpedoman pada peraturan
perundang-undangan. Contoh lembaga kemasyarakatan yakni, Lembaga
Keamanan Masyarakat Desa (LKMD), Pertahanan Sipil (Hansip), PKK, dan
Karang Taruna.
Kedudukan Desa dalam Pemerintahan Nasional
Pemerintahan Desa merupakan salah satu institusi pemerintahan yang
keberadaannya telah diatur dalam konstitusi/perundang-undangan Negara sebagai
dasar hukumnya. Sebagai aturan secara khusus untuk pemerintahan desa, pada
masa Orde Baru telah diterbitkan UU Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan
Desa. Kemudian dengan adanya otonomi daerah setelah jatuhnya Pemerintahan
Orde Baru, peraturan yang berlaku adalah UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah.
Dalam struktur pemerintahan nasional Indonesia, pemerintahan desa berada tepat
di bawah kecamatan didalam lingkup pemerintahan daerah (kabupaten/kota).
Namun, kecamatan hanyalah berstatus sebagai struktur geografis, bukan
merupakan struktur koordinasi pemerintahan. Dengan kata lain, bahwa komando
kebijakan atau pola pemerintahan tetap dari kabupaten/kota ke desa, tidak melalui
Dengan adanya struktur pemerintahan tersebut, maka pemerintah desa
bertanggung jawab secara vertikal kepada pemerintah kabupaten/kota dalam hal
ini kepada bupati/walikota. Sedangkan untuk pertanggungjawaban secara
horizontal adalah kepada BPD dan masyarakat desa itu sendiri.
Pemerintahan Desa Sebagai Sebuah Entitas Ekonomi
Secara kelembagaan, desa telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor
72 tahun 2005 tentang Desa yang menjadi landasan yurisdisnya. Dalam peraturan
tersebut diantaranya telah pula diatur tentang keuangan desa, mulai dari ketentuan
umum, sumber pendapatan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa)
dan pengelolaannya, hingga pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Secara spesifik, pengelolaan keuangan desa telah pula diatur dengan terbitnya
Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 37 Tahun 2007 tentang
Pedoman Umum Tata Cara Pelaporan dan Pertanggungjawaban Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa sebagai pelaksanaan PP Nomor 72 Tahun 2005 tersebut.
Dari kedua ketentuan tersebut, maka secara garis besar dapat disimpulkan bahwa
desa merupakan sebuah entitas yang mandiri. Dengan kata lain, desa memiliki
otoritas yang otonom untuk mengatur perencanaan, pengelolaan, dan
pertanggungjawaban keuangannya dimana kepala desa berperan sebagai
pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan di desa.
Bila ditinjau dari perspektif Standar Akuntansi Pemerintah, desa merupakan
APBN dan atau ABPD, dan adanya kewajiban kepala desa untuk
mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada BPD sebagai lembaga
yang merepresentasikan rakyat didesa terkait. Karakteristik ini sesuai dengan ciri
entitas pelaporan sebagaimana yang dimaksud dalam paragrap 11 Pernyataan
Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 11 (PP Nomor 71 Tahun 2010
tentang Standar Akuntansi Pemerintahan).
PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
Dalam Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 dijelaskan bahwa, keuangan desa
adalah semua hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
desa yang dapat dinilai dengan uang terma suk didalamnya segala bentuk
kekayaan yang behubungan dengan hak dan kewajiban desa tersebut. Sumber
keuangan desa pada umunya berasal dari Pendapatan Asli Desa (PAD), dana dari
Pemerintah, dan hasil dari BUMDes. Adapun pelaksanaan urusan pemerintah
daerah oleh pemerintah desa akan didanai dari APBD, sedangkan pelaksanaan
urusan pemerintah pusat yang diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai oleh
APBN.
Dalam pelaksanaan pemerintahan, pemerintah desa wajib mengelola keuangan
desa secara transparan, akuntabel, dan partisipatif. Transparan berarti dikelola
secara terbuka, akuntabel berarti dipertanggungjawabkan secara hukum, dan
partisipatif bermakna melibatkan masyarakat dalam prosesnya. Disamping itu,
keuangan desa harus dibukukan dan dilaporkan sesuai dengan kaidah sistem
Kepala desa sebagai kepala pemerintahan desa adalah pemegang kekuasaan
pengelolaan keuangan desa yang mewakili pemerintah dalam kepemilikan
kekayaan desa. Tugas dan kewenangan kepala desa dalam kaitan pengelolaan
keuangan antara lain; menetapkan kebijakan pengelolaan barang desa, dan
menetapkan kebijakan pelaksanaan APBDesa, dan menetapkan Bendahara Desa.
Kepala desa dibantu oleh sekertaris desa sebagai koordinator pelaksana
pengelolaan keuangan desa dan pelaksana teknis pengelolaan keuangan desa
lainnya.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) adalah rencana keuangan
desa dalam satu tahun yang memuat perkiraan pendapatan, rencana belanja,
program dan kegiatan serta rencana pembiayaan yang dibahas dan disetujui
bersama oleh pemerintah desa dan BPD yang ditetapkan melalui Perdes.
APBDesa menggambarkan susunan perencanaan penyelenggaraan pemerintahan
desa yang output-nya berupa pelayanan publik, pembangunan, dan perlindungan
masyarakat.
APBDesa setidaknya memiliki beberapa tahapan dari awal hingga akhir periode
pelaksanaannya, yaitu:
Tahap penyusunan Rancangan APBDesa (Raperdes APBDesa)
Tahap penetapan APBDesa melalui Perdes
Tahap pelaksanaan APBDesa
Tahap pelaporan pertanggungjawaban APBDesa.
Alokasi Dana Desa
Alokasi Dana Desa (ADD) adalah bagian keuangan desa yang diperoleh dari bagi
Hasil Pajak Daerah dan bagian dari Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah yang diterima oleh kabupaten. ADD dalam APBD kabupaten/kota
dianggarkan pada bagian pemerintah desa, dimana mekanisme pencairannya
dilakukan secara bertahap atau disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi
pemerintah daerah. Adapun tujuan dari alokasi dana ini adalah sebagai berikut;
Penanggulangan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan
Peningkatan perencanaan dan penganggaran pembangunan di tingkat desa dan pemberdayaan masyarakat
Peningkatan infrastruktur pedesaan
Peningkatan pendalaman nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam rangka mewujudkan peningkatan sosial
Meningkatkan pendapatan desa melalui BUMDesa.
Laporan Keuangan Desa
Pada akhir periode anggaran setiap tahunnya, kepala desa wajib membuat atau
menyusun Laporan Keuangan Desa. Laporan keuangan tersebut merupakan
bagian dari laporan kinerja pemerintahan desa selama periode anggaran
pemerintahan desa terkait. Laporan tersebut sebagai bentuk pertanggungjawaban
Komposisi laporan keuangan pemerintah desa sejatinya juga mengikuti Laporan
Keuangan Pemerintah sesuai PSAP Nomor 01 paragraf 14 yang menyatakan
bahwa laporan keuangan terdiri atas:
Laporan Pelaksanaan Anggaran;
o Laporan Realisasi Anggaran (LRA) o Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih
Laporan Finansial; o Neraca
o Laporan Operasional (LO) o Laporan Arus Kas (LAK)
o Laporan Perubahan Ekuitas (LPE) o Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK)
Namun, karena keterbatasan sumber daya manusia yang pada umumnya dimiliki
pemerintahan desa, pemerintah kemudian hanya menetapkan laporan wajib yang
sangatlah sederhana karena hanya berupa Laporan Realisasi Anggaran (APBDesa)
yang kemudian turut serta dilampirkan:
Buku Kas Umum Desa;
Buku Kas Pembantu Perincian Objek Pengeluaran;
Buku Kas Harian Pembantu;
Laporan Realisasi Penerimaan ADD;
Tujuan Penyusunan Laporan Keuangan Desa
Secara umum, tujuan laporan keuangan disusun adalah sebagai bentuk
pertanggungjawaban entitas ekonomi atas penggunaan dan pengelolaan sumber
daya yang dimiliki dalam suatu periode tertentu. Oleh karena itulah laporan
keuangan desa berfungsi sebagai alat evaluasi karena menyediakan informasi
posisi keuangan entitas tersebut serta menunjukkan kinerja yang telah dilakukan
sehingga nantinya akan menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan bagi kepala desa sendiri maupun pemangku kepentingan lainnya
(Pemerintah, BPD, dan masyarakat).
Dari tujuan umum tersebut, dapat disimpulkan beberapa manfaat pentingnya
laporan keuangan bagi pemerintah desa, antara lain:
1. Mengetahui tingkat efektivitas, efisiensi dan kebermanfaatan pengelolaan
sumber daya ekonomi oleh pemerintah desa dalam satu tahun anggaran.
2. Mengetahui nilai kekayaan bersih yang dimiliki desa sampai dengan
posisi terakhir periode pelaporan.
3. Sebagai alat evaluasi yang lebih informatif tentang kinerja aparatur desa
utamanya kepala desa.
4. Sebagai sarana pengendalian terhadap kemungkinan terjadinya praktik
penyalahgunaan ataupun penyimpangan sumber-sumber ekonomi yang
5. Sebagai wujud riil implementasi azas transparansi dan akuntabilitas yang
diamanatkan peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan model
praktis bagi entitas lain.
Manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan laporan keuangan pemerintah desa
sebenarnya tidak hanya terbatasa pada lima poin diatas, karena masih banyak
hal-hal yang positif lainnya yang secara tidak langsung berdampak pada masyarakat
dan pemerintahan itu sendiri, misalnya sebagai bahan pertimbangan bagi pihak
luar (donator, investor, dll.) agar dapat perperan dalam mengembangkan desa.
AKUNTABILITAS PENGELOLAAN DANA DESA
Sistem pemerintahan dewasa ini, membuat desa mempunyai peran yang strategis
dalam membantu pemerintah daerah dalam proses penyelenggaraan pemerintahan,
termasuk pembangunan. Semua itu dilakukan sebagai langkah nyata pemerintah
daerah mendukung pelaksanaan otonomi daeraha. Implementasi otonomi bagi
desa akan menjadi kekuatan bagi pemerintah desa untuk mengurus, mengatur dan
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri, sekaligus bertambah pula beban
tanggung jawab dan kewajiban desa, namun demikian penyelenggaraan
pemerintahan tersebut tetap harus dipertanggungjawabkan.
Menurut Subroto (2009) menjelaskan bahwa, pemberian kewenangan kepada desa
dalam mengelola dana secara mandiri dimaksudkan dengan tujuan:
1. Meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan desa dalam melaksanakan
2. Meningkatkan kemampuan lembaga kemasyarakatan desa dalam
menyusun rencana, melaksanakan, mengendalikan, memanfaatkan dan
memelihara, serta mengembangkan pembangunan secara partisipatif sesuai
dengan potensi desa;
3. Meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan kerja, dan kesempatan
berusaha bagi masyarakat desa;
4. Menumbuhkembangkan dinamika masyarakat dalam pemberdayaan
masyarakat;
5. Menggerakkan dan mengembangkan partisipasi, gotong royong, dan
swadaya masyarakat.
Dalam usaha untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut diatas maka dalam proses
pengelolaan dana desa sangat diperlukan adanya akuntabilitas agar semua
kegiatan pemerintahan desa dapat berhasil. Akuntabilitas sendiri merupakan
prinsip pertanggungjawaban publik yang berarti bahwa proses penganggaran
keuangan mulai dari proses perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan harus
benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
Masyarakat tidak hanya memiliki hak untuk mengetahui anggaran tersebut tetapi
juga berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun
pelaksanaan anggaran tersebut. Oleh karena itu, dengan adanya akuntabilitas
dalam pengelolaan dana desa maka penyerapan anggaran dapat terjadi secara
maksimal karena mendapat pengawasan langsung dari masyarakat.
Akuntabilitas dalam sistem pengelolaan dana pemerintahan desa juga
baik atau good governance. Sebagaimana yang dikemukanan oleh Haryanto
(2007) yang dikutip dari Subroto (2009) bahwa prinsip atau kaidah-kaidah good
governance adalah adanya pertisipasi, transparansi dan kebertanggungjawaban
dalam pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan. Pengelola keuangan desa
sebagai bagian dari pelaksanaan pembangunan di desa, sudah seharusnya
memegang teguh prinsip-prinsip yang merupakan indicator goog governance
tersebut.
Tingkat akuntabilitas dalam implementasi pengelolaan dana desa dimulai dari
perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban. Secara umum, pengelolaan
keuangan desa harus berpedoman pada minimal prinsip-prinsip berikut:
a. Pengelolaan keuangan direncanakan secara terbuka melalui musyawarah
perencanaan pembangunan desa yang hasilnya dituangkan dalam Perdes
tentang APBDesa, serta dilaksanakan dan dievaluasi secara terbuka dan
melibatkan seluruh unsur masyarakat desa.
b. Seluruh kegiatan harus dapat dipertanggungjawabkan secara administrasi,
teknis, dan hukum.
c. Informasi tentang keuangan desa secara transparan dapat diperoleh oleh
masyarakat.
d. Pengelolaan keuangan dilaksanakan dengan prinsip hemat, terarah, dan
terkendali.
e. Masyarakat baik secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan
KESIMPULAN
Dewasa ini sudah sangat beragam pembangunan di desa yang sumber dananya
tidak saja berasal dari APBDesa tetapi juga bersumber dari APBN, APBD
Propinsi maupun dari bantuan luar negeri antara lain berbagai kegiatan
pemberdayaan masyarakat desa yang tentunya mengharuskan perangkat desa
mempunyai pengetahuan yang memadai mengenai penatausahaan pengelolaan
keuangan. Tentunya ini menjadi suatu tantangan bagi penyelenggara keuangan di
desa. Pemahaman yang baik atas Pengelolaan Keuangan Desa akan sangat
membantu para Kepala Desa dan perangkat desa lainnya termasuk bendahara
desa. Nah, disinilah pemerintah daerah memainkan peranan yang penting dalam
memberikan perhatian atas kapabilitas para penyelenggara pengelola keuangan
desa, dengan membuat suatu petunjuk pengelolaan keuangan desa yang lebih rinci
dalam rangka penyeragaman penyelenggaraan penatausahaan dan
pertanggungjawaban keuangan desa.
Pengelolaan keuangan desa merupakan hal yang sangat penting untuk digalakkan.
Karena hal ini berkaitan dengan proses pembangunan yang ada di desa.
Akuntabilitas lembaga desa perlu ditingkatkan, desa sebagai institusi yang paling
bersentuhan dengan rakyat. Pemerintah desa harus mampu tampil memberikan
contoh kepada masyarakat tentang bagaimana mengelola Negara dalam skala
mikro, dalam hal ini desa. Apabila desa tidak melaksanakan funginya dengan
baik. Maka masyarakat dapat dengan tegas melakukan kritik secara langsung.
masa lampau. Desa menjadi cermin bagi pemerintah dalam memberikan
pelayanan. Komitmen pemerintah dalam pembangunan dapat dilihat melalui pola
pembangunan yang dilakukan oleh desa.
Pemerintah desa secara umum harus melaksanakan tanggung jawabnya dengan
baik dan berwawasan publik. Akuntabilitas, profesionalitas, akomodatif dan
prinsip-prinsip lainnya dalam good governace dapat menjadi acuan pemerintah
desa dalam melakukan fungsinya. Pemerintah desa selain melakukan fungsi
strukturnya, juga diharapkan mampu menjalankan fungsi sosialnya. Karena
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Syukry. 2008. Pengelolaan Keuangan Desa: Apa yang Baru?,
(Online),
(http://syukry.wordpress.com/2008/06/16/pengelolaan-keuangan-desa-apa-yang-baru/, diakses 27 Desember 2012).
Hadi, Ilham. 2012. Kedudukan Pemerintah Desa dalam Konstitusi dan
Perundang-Undangan, (Online),
(http://hukumonline/.../kedudukan-pemerintah-desa-dalam-konstitusi-dan-perundang-undangan.html, diakses
29 Desember 2012).
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Desa.
Santosa, Joko. 2012. Perlukah Desa Menyusun Laporan Keuangan?, (Online),
(http://jokosantosa21.wordpress.com/2012/05/19/perlukah-desa-menyusun-laporan-keuangan/, diakses 27 Desember 2012).
Subroto, Agus. 2009. Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa. Tesis tidak
dipublikasikan. Semarang: Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa.
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.