• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Motivasi dengan Kinerja Perawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Djasamen Saragih Kota Pematangsiantar Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Motivasi dengan Kinerja Perawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Djasamen Saragih Kota Pematangsiantar Tahun 2016"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kinerja

2.1.1 Pengertian Kinerja

Kinerja dalam bahasa Inggris disebut dengan job performance atau actual performance atau level of performance, yang merupakan tingkat keberhasilan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaannya. Kinerja bukan merupakan karakteristik individu, seperti bakat, atau kemampuan, namun merupakan perwujudan dari bakat atau kemampuan itu sendiri (Priansa, 2014).

Kinerja (performance) adalah kuantitas dan atau kualitas hasil kerja individu atau sekelompok di dalam organisasi dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang berpedoman pada norma, standar operasional prosedur, kriteria dan ukuran yang telah ditetapkan atau yang berlaku dalam organisasi (Torang, 2014).

2.1.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan

(ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis (dalam Mangkunegara, 2013) yang merumuskan bahwa :

a. Human Performance = Ability + Motivation

b. Motivation = Attitude + Situation

(2)

1. Faktor Kemampuan

Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pegawai yang memiliki IQ di atas rata – rata (IQ 110 – 120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari – hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya (the right man in the right place, the right man on the right job).

2. Faktor Motivasi

Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja).

2.1.3 Standar Kinerja

Syarat pertama untuk menghasilkan penilaian prestasi yang efektif adalah menetapkan standar kinerja itu sendiri. Mathis dan Jackson (2000) (dalam Yuli, 2005) menetapkan lima standar utama dalam melakukan penilaian terhadap prestasi/kinerja karyawan, yaitu :

1. Jumlah keluaran (quantity of output)

(3)

2. Kualitas keluaran (quality of output)

Jika yang digunakan dalam mengukur prestasi kerja karyawan itu adalah sedikitnya jumlah produk yang cacat, maka standar ini disebut sebagai standar

quality. Standar ini lebih menekankan pada kualitas barang yang dihasilkan dibanding jumlah output.

3. Waktu Keluaran (timelines of output)

Ketepatan waktu yang digunakan dalam menghasilkan sebuah barang sering digunakan sebagai ukuran atau penilaian terhadap prestasi kerja. Apabila karyawan dapat memperpendek/mempersingkat waktu proses sesuai dengan standar, maka karyawan tersebut dapat dikatakan telah memiliki prestasi yang baik.

4. Tingkat Kehadiran (presences at work)

Ada sebagian organisasi yang mengukur dan menilai prestasi kerja karyawannya dengan melihat daftar hadir. Asumsi yang digunakan dalam standar ini adalah jika kehadiran karyawan di bawah standar hari kerja yag ditetapkan maka karyawan tersebut tidak akan mampu memberikan kontribusi yang optimal terhadap organisasi.

5. Kerja Sama (cooperativeness)

Standar ini biasanya digunakan untuk menilai kinerja karyawan pada tingkat supervisor dan manajer. Keterlibatan seluruh karyawan dalam mencapai target yang ditetapkan akan mempengaruhi keberhasilan bagian yang diawasi. Kerja sama antara karyawan dapat ditingkatkan apabila masing – masing

(4)

2.1.4 Penilaian Kinerja

Armstrong (dalam Priansa, 2014) menyatakan bahwa pada umumnya skema manajemen kinerja disusun dengan menggunakan peringkat dan ditetapkan setelah dilaksanakan penilaian kinerja. Peringkat tersebut menunjukkan kualitas kerja atau kompetensi yang ditampilkan pegawai dengan memilih tingkat pada skala yang paling dekat dengan padangan penilai tentang seberapa baik kinerja pegawai.

Mathias dan Jackson (dalam Priansa, 2014) menyatakan bahwa penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses mengevaluasi seberapa baik pegawai melakukan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan seperangkat standar, dan kemudian mengkomunikasikan informasi tersebut kepada pegawai.

Penilaian kinerja merupakan mekanisme penting bagi manajemen untuk digunakan dalam menjelaskan tujuan dan standar kinerja dan memotivasi kinerja individu waktu berikutnya penilaian kinerja menjadi basis bagi keputusan – keputusan yang mempengaruhi gaji, promosi, pemberhentian, pelatihan, transfer, dan kondisi kepegawaian lainnya (Yani, 2012).

2.1.4 Tujuan Penilaian Kinerja

Tujuan penilaian kinerja karyawan menurut Yani (2012) pada dasarnya meliputi :

1. Untuk mengetahui tingkat prestasi karyawan selama ini.

2. Pemberian imbalan yang serasi, misalnya untuk kenaikan gaji, gaji pokok, kenaikan gaji istimewa, insentif uang.

(5)

4. Untuk pembeda antar karyawan satu dengan yang lain.

5. Pengembangan SDM yang masih dapat dibedakan lagi ke dalam : (1) Penugasan kembali, seperti mutasi atau transfer, rotasi pekerjaan. (2) Promosi, kenaikan jabatan.

(3) Training dan latihan. 6. Meningkatkan motivasi kerja 7. Meningkatkan etos kerja.

8. Memperkuat hubungan antara karyawan dengan supervisor melalui diskusi tentang kemauan kerja mereka.

9. Sebagai alat untuk memperoleh umpan balik dari karyawan untuk memperbaiki desain pekerjaan, lingkungan kerja, dan rencana karier selanjutnya.

10. Riset seleksi sebagai kriteria keberhasilan/efektivitas.

11. Sebagai salah satu sumber informasi untuk perencanaan SDM, karier dan keputusan perencanaan sukses.

12. Membantu menempatkan karyawan dengan pekerjaan yang sesuai untuk mencapai hasil yang baik secara menyeluruh.

13. Sebagai sumber informasi untuk mengambil keputusan yang berkaitan dengan gaji, upah, kompensasi dan sebagai imbalan lainnya.

14. Sebagai penyalur keluhan yang berkaitan dengan masalah pribadi maupun pekerjaan.

15. Sebagai alat untuk menjaga tingkat kinerja.

(6)

17. Untuk mengetahui efektivitas kebijakan SDM, seperti seleksi, rekrutmen, pelatihan dan analisis pekerjaan sebagai komponen yang saling ketergantungan di antara fungsi - fungsi SDM.

18. Mengidentifikasi dan menghilangkan hambatan - hambatan agar kinerja menjadi baik.

19. Mengembangkan dan menetapkan kompensasi pekerjaan. 20. Pemutusan hubungan kerja, pemberian sanksi ataupun hadiah.

2.2. Motivasi

2.2.1 Pengertian Motivasi

Menurut Edwin B Flippo (dalam Hasibuan, 2000), motivasi adalah suatu keahlian, dalam mengarahkan pegawai dan organisasi agar mau bekerja secara berhasil, sehingga keinginan para pegawai dan tujuan organisasi sekaligus tercapai.

Motivasi adalah suatu faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu aktivitas tertentu, oleh karena itu motivasi sering kali diartikan pula sebagai faktor pendorong perilaku seseorang (Sutrisno, 2010).

(7)

Motivasi adalah keinginan untuk melakukan sesuatu dan menentukan kemampuan bertindak untuk memuaskan kebutuhan individu (Robbins, 2002).

2.2.3 Tujuan Motivasi

Menurut Hasibuan (2000), tujuan motivasi antara lain sebagai berikut : 1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.

2. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan. 3. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan. 4. Meningkatkan kedisiplinan karyawan.

5. Mengefektifkan pengadaan karyawan.

6. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.

7. Meningkatkan loyalitas, kreativitas, dan partisipasi karyawan. 8. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan.

9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas – tugasnya. 10. Meningkatkan efesiensi penggunaan alat – alat dan bahan baku.

2.2.4 Jenis – Jenis Motivasi

Menurut Hasibuan (2000), ada dua jenis motivasi, yaitu motivasi positif dan motivasi negatif.

1. Motivasi Positif (Insentif Positif)

(8)

meningkat karena umumnya manusia senang menerima yang baik – baik saja.

2. Motivasi Negatif (Insentif Negatif)

Motivasi negatif maksudnya manajer memotivasi bawahan dengan standar mereka akan mendapat hukuman. Dengan motivasi negatif ini semangat bekerja bawahan dalam jangka waktu pendek akan meningkat karena mereka takut dihukum, tetapi untuk jangka waktu panjang dapat berakibat kurang baik.

Dalam praktek, kedua jenis motivasi di atas sering digunakan oleh suatu perusahaan. Penggunaannya harus tepat dan seimbang supaya dapat meningkatkan semangat kerja karyawan. Yang menjadi masalah ialah kapan motivasi positif atau motivasi negatif dapat efektif merangsang gairah kerja karyawan. Motivasi positif efektif untuk jangka panjang sedangkan motivasi negatif efektif untuk jangka pendek. Akan tetapi, manajer harus konsisten dan adil dalam menerapkannya.

2.2.5 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Motivasi

Faktor Intrinsik terdiri dari :

Menurut Herzberg (dalam Munandar, 2011), faktor – faktor yang mempengaruhi motivasi adalah terbagi dua, yaitu :

1. Faktor Motivasi (Faktor Intrinsik)

(9)

b. Kemajuan (advancement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja dapat maju dalam pekerjaannya seperti naik pangkat.

c. Pekerjaan itu sendiri (the work it self), besar kecilnya tantangan yang dirasakan tenaga kerja dari pekerjaannya. Aspek ini meliputi pelaksanaan kerja yang aktual dapat dilihat dari rutinitas jumlah pekerjaan dan sifat pekerjannya.

d. Pencapaian (achievement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja mencapai prestasi kerja yang optimal. Aspek ini meliputi keberhasilan atau kegagalan yang dinilai secara spesifik misalnya pelaksanaan kerja penyelesaian masalah dan usaha untuk mempertahankan keberhasilan.

e. Pengakuan (recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada tenaga kerja atas hasil kerja. Aspek ini meliputi segala tindakan peringatan, pujian atau teguran yang dapat bersumber dari penyelia, manajemen sebagai suatu kekuatan interpersonal rekan kerja dan masyarakat umum.

2. Faktor Higienis (Faktor Ekstrinsik)

a. Administrasi dan kebijakan perusahaan, derajat kesesuaian yang dirasakan tenaga kerja dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam perusahaan. Aspek ini meliputi keadekuatan organisasi dan manajemen perusahaan dan administrasi perusahaan b. Penyeliaan (supervisi), derajat kewajaran yang dirasakan diterima

(10)

dalam memperlakukan karyawan ketika atasan memberikan pengarahan dan bimbingan kepada karyawan.

c. Insentif, derajat kewajaran dari insentif yang diterima sebagai imbalan perilaku kerja karyawan.

d. Hubungan antar pribadi, derajat kesesuaian yang dirasakan dalam berinteraksi dengan tenaga kerja lain. Aspek ini meliputi interaksi antara karyawan dengan penyelia bawahan dan rekan kerjanya. e. Kondisi kerja, derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses

pelaksanaan tugas pekerjaannya. Aspek ini meliputi kondisi fisik tempat karyawan bekerja, termasuk fasilitas dan ciri – ciri ruangan.

2.3 Perawat

2.3.1 Pengertian Perawat

Menurut Internasional Council of Nursing (dalam Iskandar, 2013), Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan keperawatan yang memenuhi syarat serta berwenang di negeri bersangkutan untuk memberikan pelayanan keperawatan yang bertanggung jawab untuk meningkatkan kesehatan, pencegahan penyakit dan pelayanan penderita sakit.

Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang – undangan (Undang – Undang No. 38 tahun 2014).

(11)

Diploma III (D3) dan/atau Sarjana Strata 1 (S1), baik dalam negeri maupun luar negeri, yang program pendidikannya sesuai dengan standar keperawatan dan diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.0/Menkes/148/I Tahun 2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat).

2.3.2 Peran Perawat

Peran Perawat adalah cara untuk menyatakan aktifitas perawat dalam praktik, di mana telah menyelesaikan pendidikan formalnya yang diakui dan diberi kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab keperawatan secara profesional sesuai dengan kode etik profesional (Iskandar, 2013).

Peran perawat menurut Doheny (dalam Iskandar, 2013) meliputi : 1. Care Giver, sebagai pemberi asuhan keperawatan

2. Client Advocate, sebagai pembela untuk melindungi klien 3. Counsellor, sebagai pemberi bimbingan/konseling klien 4. Educator, sebagai pendidik klien

5. Collaborator, sebagai anggota tim kesehatan yang dituntut untuk dapat bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain

6. Coordinator, sebagai koordinator agar dapat memanfaatkan sumber – sumber dan potensi klien

(12)

8. Consultant, sebagai sumber informasi yang dapat membantu memecahkan masalah klien

2.3.3 Fungsi Perawat

Fungsi Perawat menurut Iskandar (2013), yaitu : 1. Fungsi Independen

Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, di mana perawat dalam menjalankan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis (pemenuhan kebutuhan oksigenasi, pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi, pemenuhan kebutuhan keamanan dan kenyamanan, pemenuhan cinta dan mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri.

Dalam hal ini, perawat menentukan bahwa klien membutuhkan intervensi keperawatan yang pasti, salah satunya adalah membantu memecahkan masalah yang dihadapi atau mendelegasikan pada anggota keperawatan yang lain dan bertanggung jawab atas keputusan dan tindakan (akuntabilitas). Contoh dari tindakan keperawatan mandiri adalah seorang perawat merencanakan dan mempersiapkan perawatan pada mulut klien setelah mengkaji keadaan mulut pasien.

2. Fungsi Dependen

(13)

spesialis kepada perawat umum atau dari perawat primer ke perawat pelaksana atau dari dokter ke perawat pelaksana. Contoh dari tindakan fungsi ketergantungan adalah memberikan injeksi antibiotik.

3. Fungsi Interdependen

Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan di antara tim satu dengan yang lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerja sama tim dalam pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita yang mempunyai penyakit kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun yang lainnya.

2.3.4 Bentuk Pelayanan Perawat

Manusia merupakan makhluk yang unik, tetapi masing-masing memiliki kebutuhan dasar yang sama yang terdiri atas aspek biologis, psikologis, sosiokultural, dan spiritual. Menurut Budiono (2015), bentuk pelayanan perawat antara lain :

1. Kebutuhan Biologis

Pelayanan perawat pada kebutuhan biologis diberikan kepada pasien/klien yang membutuhkan perawatan secara jasmani yang berkaitan dengan kesehatan fisik.

2. Kebutuhan Psikologis

(14)

dengan kesehatan mental pasien. Gangguan kesehatan mental misalnya stress ataupun depresi, yang dapat disebabkan oleh berbagai macam hal.

3. Kebutuhan Sosial dan Kultural

Pelayanan perawat pada kebutuhan sosial diberikan kepada pasien/klien yang mengalami hal-hal yang terjadi langsung di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat. Misalnya, pasien/klien yang mengalami kekerasan fisik yang berdampak pada kesehatan fisik maupun mental. Pelayanannya dapat diberikan dalam bentuk seminar, penyuluhan, ataupun pendampingan terhadap pasien.

4. Kebutuhan Spiritual

Pelayanan perawat pada kebutuhan spiritual diberikan kepada pasien/klien yang memerlukan bimbingan spiritual seperti motivasi atau kajian keagamaan. Pelayanan yang diberikan misalnya dalam bentuk mentoring langsung dengan pasien/klien.

2.3.5 Standar Praktek Keperawatan

Menurut Persatuan Perawat Nasional Indonesia (2005), standar praktik keperawatan Indonesia terdiri dari :

1. Standar I : Pengkajian Keperawatan

(15)

2. Standar II : Diagnosa Keperawatan

Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosa keperawatan. Diagnosis keperawatan sebagai dasar pengembangan rencana intervensi keperawatan dalam rangka mencapai peningkatan, pencegahan, dan penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan klien.

3. Standar III : Perencanaan

Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan dan meningkatkan kesehatan klien. Perencanaan dikembangkan berdasarkan diagnosis keperawatan.

4. Standar IV : Pelaksanaan Tindakan (Implementasi)

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan. Perawat mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan partisipasi klien dalam tindakan keperawatan berpengaruh pada hasil yang telah diharapkan.

5. Standar V : Evaluasi

(16)

2.4 Rumah Sakit

2.4.1 Pengertian Rumah Sakit

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan. Organisasi rumah sakit paling sedikit terdiri atas kepala rumah sakit atau direktur rumah sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal serta administrasi umum dan keuangan (Undang - Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit). Menurut Adiatama (dalam Herlambang, 2012), rumah sakit merupakan suatu tempat dan juga sebuah fasilitas, sebuah institusi dan organisasi yang menyediakan pelayanan pasien rawat inap. Rumah sakit juga merupakan suatu tempat bekerja tenaga kesehatan yang berhubungan langsung dengan pasien dalam upaya pelayanan kesehatan. Untuk itu rumah sakit dapat dipandang bertanggung jawab atas kesalahan dan atau kelalaian tenaga kesehatan yang bekerja di dalamnya.

2.4.2 Klasifikasi Rumah Sakit

(17)

1. Rumah Sakit Umum Kelas A

Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas A paling sedikit terdiri dari :

a. Pelayanan medik; b. Pelayanan kefarmasian;

c. Pelayanan keperawatan dan kebidanan; d. Pelayanan penunjang klinik;

e. Pelayanan penunjang nonklinik; dan f. Pelayanan rawat inap.

Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum Kelas A terdiri atas : a. Tenaga Medis paling sedikit terdiri atas :

1) 18 dokter umum untuk pelayanan medik dasar;

2) 4 dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut;

3) 6 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar;

4) 3 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis penunjang;

5) 3 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis lain;

6) 2 dokter subspesialis untuk setiap jenis pelayanan medik subspesialis; dan

(18)

b. Tenaga Kefarmasian paling sedikit terdiri atas :

1) 1 apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit;

2) 5 apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling sedikit 10 tenaga teknis kefarmasian;

3) 5 apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 10 tenaga teknis kefarmasian;

4) 1 apoteker di intalasi gawat darurat yang dibantu oleh minimal 2 tenaga teknis kefarmasian.

5) 1 apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling sedikit 2 tenaga teknis kefarmasian;

6) 1 apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit; dan

7) 1 apoteker sebagai koordinator produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit.

(19)

2. Rumah Sakit Umum Kelas B

Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas B paling sedikit terdiri dari :

a. Pelayanan medik; b. Pelayanan kefarmasian;

c. Pelayanan keperawatan dan kebidanan; d. Pelayanan penunjang klinik;

e. Pelayanan penunjang nonklinik; dan f. Pelayanan rawat inap.

Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum Kelas B terdiri atas : a. Tenaga Medis paling sedikit terdiri atas :

1) 12 dokter umum untuk pelayanan medik dasar;

2) 3 dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut;

3) 3 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar;

4) 2 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis penunjang;

5) 1 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis lain;

6) 1 dokter subspesialis untuk setiap jenis pelayanan medik subspesialis; dan

(20)

b. Tenaga Kefarmasian paling sedikit terdiri atas :

1) 1 apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit;

2) 4 apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling sedikit 8 tenaga teknis kefarmasian;

3) 4 apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 8 tenaga teknis kefarmasian;

4) 1 apoteker di intalasi gawat darurat yang dibantu oleh minimal 2 tenaga teknis kefarmasian;

5) 1 apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling sedikit 2 tenaga teknis kefarmasian;

6) 1 apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantuk oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuiakan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit; dan

7) 1 apoteker sebagai koordinator produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit.

(21)

3. Rumah Sakit Umum Kelas C

Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas C paling sedikit terdiri dari :

a. Pelayanan medik; b. Pelayanan kefarmasian;

c. Pelayanan keperawatan dan kebidanan; d. Pelayanan penunjang klinik;

e. Pelayanan penunjang nonklinik; dan f. Pelayanan rawat inap.

Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum Kelas C terdiri atas : a. Tenaga Medis paling sedikit terdiri atas :

1) 9 dokter umum untuk pelayanan medik dasar;

2) 2 dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut;

3) 2 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar;

4) 1 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis penunjang;

5) 1 dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis gigi mulut.

b. Tenaga Kefarmasian paling sedikit terdiri atas :

1) 1 apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit;

(22)

3) 4 apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 8 tenaga teknis kefarmasian;

4) 1 apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit; dan

c. Tenaga keperawatan d. Tenaga kesehatan lain e. Tenaga non kesehatan 4. Rumah Sakit Umum Kelas D

Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas D paling sedikit terdiri dari :

a. Pelayanan medik; b. Pelayanan kefarmasian;

c. Pelayanan keperawatan dan kebidanan; d. Pelayanan penunjang klinik;

e. Pelayanan penunjang nonklinik; dan f. Pelayanan rawat inap.

Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum Kelas C terdiri atas : a. Tenaga Medis paling sedikit terdiri atas :

1) 4 dokter umum untuk pelayanan medik dasar;

(23)

3) 1 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar;

b. Tenaga Kefarmasian paling sedikit terdiri atas :

1) 1 apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit;

2) 1 apoteker yang bertugas di rawat inap dan rawat jalan yang dibantu oleh paling sedikit 2 tenaga teknis kefarmasian;

3) 1 apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit; dan

c. Tenaga keperawatan d. Tenaga kesehatan lain e. Tenaga non kesehatan

2.4.3 Standar Pelayanan Rumah Sakit

(24)

1. Input

Struktur kegiatan operasional di sebuah rumah sakit meliputi tenaga, peralatan, dana, dan sebagainya. Ada sebuah asumsi yang mengatakan bahwa jika struktur input tertata dengan baik, akan lebih menjamin mutu pelayanan serta lebih efisien dan efektif dalam pelaksanaan.

2. Process

Process adalah semua kegiatan dokter dan tenaga profesi lainnya yang mengadakan interaksi secara profesional dengan pasiennya. Interaksi ini diukur antara lain dalam bentuk penilaian tentang penyakit pasien, penegakan diagnosis, rencana tindakan pengobatan, indikasi tindakan, penangan penyakit, dan prosedur pengobatan.

Dalam hal ini juga dianut asumsi bahwa semakin patuh tenaga profesi menjalankan standards of conduct yang telah diterima dan diakui oleh masing-masing ikatan profesi akan semakin tinggi pula mutu asuhan pelayanan terhadap pasien. Baik tidaknya pelaksanaan proses pelayanan di rumah sakit dapat diukur dari tiga aspek, yaitu :

a. Sesuai tidaknya proses itu bagi pasien. b. Efektivitas prosesnya.

c. Kualitas interaksi pelayanan terhadap pasien.

3. Outcome

(25)

2.5 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

2.6 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep penelitian tersebut maka hipotesis penelitian yaitu ada pengaruh motivasi dengan kinerja perawat di instalasi rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Djasamen Saragih Kota Pematangsiantar Tahun 2016.

Kinerja Perawat di Instalasi Rawat Inap

Motivasi Intrinsik :

1. Tanggung jawab 2. Kemajuan

3. Pekerjaan itu sendiri 4. Pencapaian

5. Pengakuan

Motivasi Ekstrinsik :

1. Administrasi dan kebijakan perusahaan 2. Penyeliaan (supervisi)

3. Insentif

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Issues of concern in this study is, REST WebService running on the HTTP protocol, which means the data is sent in the form of text. If

Diabetes Mellitus tipe 2 adalah penyakit yang disebabkan karena kerja insulin yang tidak adekuat, sehingga menimbulkan kadar glukosa darah yang

harapan masyarakat sebagai pelanggan (demander) yang dalam hal ini adalah yang diperintah, sesuai dengan standar pelayanan dan alas-azas pelayanan publik. Peningkatan

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi, buku karikatur sebagai media massa, kritik sosial, kategorisasi sosial pada buku Karikatur

Warna-warna lain dapat diperoleh dengan mencampurkan ketiga warna pokok tersebut dengan perbandingan tertentu (meskipun tidak sepenuhnya benar, karena tidak semua kemungkinan

Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengevaluasi saluran drainase yang sudah ada ( eksisting ) dalam menampung dan mengalirkan debit limpasan, serta melihat

PPL adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh selama perkuliahan, sesuai dengan

1.3.2 Jelaskan hubungan program studi yang diusulkan dengan program studi lain pada institusi pengusul ditinjau dari aspek kurikulum (minimum terdapat perbedaan