• Tidak ada hasil yang ditemukan

116 BUKU BACAAN SMA MA BERBASIS CERITA RAKYAT | Dunia Pendidikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "116 BUKU BACAAN SMA MA BERBASIS CERITA RAKYAT | Dunia Pendidikan"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Ditulis oleh

(3)

BETAWOL

Penulis : Suwanti

Penyunting : Rini Adiati Ekoputranti Ilustrator : Pandu Dharma W Penata Letak : Desman Diterbitkan pada tahun 2016 oleh

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Jalan Daksinapati Barat IV

Rawamangun Jakarta Timur

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

(4)

Kata Pengantar

Karya sastra tidak hanya rangkaian kata demi kata, tetapi berbicara tentang kehidupan, baik secara realitas ada maupun hanya dalam gagasan atau cita-cita manusia. Apabila berdasarkan realitas yang ada, biasanya karya sastra berisi pengalaman hidup, teladan, dan hikmah yang telah mendapatkan berbagai bumbu, ramuan, gaya, dan imajinasi. Sementara itu, apabila berdasarkan pada gagasan atau cita-cita hidup, biasanya karya sastra berisi ajaran moral, budi pekerti, nasihat, simbol-simbol

ilsafat (pandangan hidup), budaya, dan hal lain yang

berkaitan dengan kehidupan manusia. Kehidupan itu sendiri keberadaannya sangat beragam, bervariasi, dan

penuh berbagai persoalan serta konlik yang dihadapi

oleh manusia. Keberagaman dalam kehidupan itu berimbas pula pada keberagaman dalam karya sastra karena isinya tidak terpisahkan dari kehidupan manusia yang beradab dan bermartabat.

(5)

IV

budayanya. Atas dasar media bahasa dan seni imajinatif itu, sastra bersifat multidimensi dan multiinterpretasi. Dengan menggunakan media bahasa, seni imajinatif,

dan matra budaya, sastra menyampaikan pesan untuk

(dapat) ditinjau, ditelaah, dan dikaji ataupun dianalisis

dari berbagai sudut pandang. Hasil pandangan itu sangat bergantung pada siapa yang meninjau, siapa yang menelaah, menganalisis, dan siapa yang mengkajinya dengan latar belakang sosial-budaya serta pengetahuan yang beraneka ragam. Adakala seorang penelaah sastra

berangkat dari sudut pandang metafora, mitos, simbol,

kekuasaan, ideologi, ekonomi, politik, dan budaya, dapat

dibantah penelaah lain dari sudut bunyi, referen, maupun

ironi. Meskipun demikian, kata Heraclitus, “Betapa pun berlawanan mereka bekerja sama, dan dari arah yang berbeda, muncul harmoni paling indah”.

(6)

memicu imajinasi lebih lanjut, membuka pencerahan, dan menambah wawasan. Untuk itu, kepada pengolah kembali cerita ini kami ucapkan terima kasih. Kami juga menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada Kepala Pusat Pembinaan, Kepala Bidang Pembelajaran, serta Kepala Subbidang Modul dan Bahan

Ajar dan staf atas segala upaya dan kerja keras yang

dilakukan sampai dengan terwujudnya buku ini.

Semoga buku cerita ini tidak hanya bermanfaat

sebagai bahan bacaan bagi siswa dan masyarakat untuk menumbuhkan budaya literasi melalui program Gerakan

Literasi Nasional, tetapi juga bermanfaat sebagai

bahan pengayaan pengetahuan kita tentang kehidupan

masa lalu yang dapat dimanfaatkan dalam menyikapi

perkembangan kehidupan masa kini dan masa depan.

Jakarta, Juni 2016 Salam kami,

(7)

VI

Betawoladalah kisah seorang pemuda bernama Betawol yang artinya gagah dan tampan. Walau miskin, pemuda itu

selalu semangat, tekun, dan bekerja keras untuk menafkahi

kedua orang tuanya yang renta. Suatu hari pemuda itu melihat tujuh bidadari yang sedang mandi di danau. Satu bidadari bernama Dedari gagal kembali ke kayangan karena pakaiannya tidak ditemukan. Betawol memperistri Dedari. Semenjak itu, keluarga Betawol hidup bahagia dan makmur, bahkan padi di lumbung tidak pernah habis walau dimakan setiap hari. Semenjak itu, pula Betawol sering membuat

irau/birau (pesta) untuk mensyukuri kejayaan itu.

Setiap irau, para undangan kagum pada kecantikan Dedari sehingga Betawol memaksa Dedari untuk menari demi menghibur para tamu. Dedari menari menggunakan baju kayangan yang dicuri dan disimpan Betawol. Seiring dengan lengkingan gamelan tubuh Dedari melayang ke langit. Tepatnya, di atas Sungai Sibuku, di Gunung Batu kawasan Tawau, Sabah, atau perbatasan Indonesia dengan Malaysia yang dipercayai sebagai wilayah asal suku Tidung. Betawol dan anaknya mengejar Dedari dan terjerumus dalam

(8)

gelombang tujuh (pertemuan arus sungai dan derasnya gelombang laut). Atas izin Yang Mahakuasa, anak Betawol

selamat dan Betawol tidak dapat diselamatkan.

Terima kasih saya sampaikan kepada Badan Bahasa, para narasumber, ilustrator, penyunting, pengatak, dan

seluruh panitia yang bekerja keras memfasilitasi penerbitan buku ini. Semoga cerita ini bermanfaat dan menjadi tuntunan

bagi para pecinta sastra, khususnya para siswa. Mudah-mudahan, penulisan ini sekaligus sebagai penyelamatan cerita rakyat Kalimantan Utara yang berjudul Betawol.

(9)

VIII

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... iii

Sekapur Sirih ... vi

Daftar Isi ... viii

1. Betawol... ... 1

Biodata Penulis ... 49

Biodata Penyunting ... 50

(10)

Betawol

Siapakah orang itu? Dari manakah asalnya? Banyak orang yang membicarakan dan banyak pula yang penasaran dengannya. Pemuda Tidung itu tinggal di sebuah desa, tepatnya di tepi Sungai Sibuku, daerah sekitar Tawau. Ia dikenal karena ketampanan dan kegagahannya. Itulah sebabnya ia dinamai Betawol yang berarti laki-laki, atau tepatnya pemuda tampan dan gagah.

(11)

2

Karena berkekurangan, pemuda itu sering dihina orang sekampungnya. Penghinaan demi penghinaan menjadi makanan sehari-hari bagi keluarganya.

Makin dihina, ia makin terdorong untuk semangat dan bekerja keras.

Sejak remaja, ia ditempa kedua orang tuanya untuk bekerja di hutan dan di sungai. Ia sadar bahwa dirinya tulang punggung keluarga. Orang tuanya sudah tua dan tidak mungkin bekerja keras.

(12)

Betawol lari pontang-panting saat berangkat dan pulang dari dan menuju hutan. Saat mencari damar dan rotan, luka dan amis darah di kaki menjadi santapan lintah hingga lintah menggendut dan berjatuhan setelah kenyang. Pontang-panting ia bekerja dari gelap sampai gelap. Lelah letih tak dirasa.

Yang ia tahu hanya bekerja demi menafkahi

orang tua yang renta. Pertarungan hidup yang dahsyat membentuknya menjadi pribadi yang keras dan kuat.

(13)
(14)

Bertahun-tahun lamanya berguru, membuat Betawol menguasai banyak ilmu. Ia tumbuh menjadi laki-laki yang lebih gagah, tampan, dan dewasa. Semenjak itu, namanya makin dikenal orang.

Betawol bekerja sepanjang hari hingga kelelahan dan tertidur di rimbun pepohonan

gisok (pohon kayu berukuran besar di wilayah pedalaman). Saat itu terdengar suara gaduh

luar biasa. Antara terjaga dan mengantuk, ia terpaksa bangkit dari tidurnya. Ketika kesadarannya belum penuh, ia mengira kegaduhan bersumber dari makhluk halus yang sering memunculkan suara-suara aneh di hutan.

(15)
(16)

Saat kesadarannya mulai utuh, Betawol ingin memastikan bahwa suara gaduh bukanlah suara makhluk halus penghuni hutan. Betawol jalan berjingkat menuju sumber suara. Ia mengendap-endap ketika suara makin dekat. Rupanya, suara berasal dari danau besar yang indahnya menyerupai surga.

Betawol celingukan. Ia menoleh ke kanan-kiri serta terus mengendap-endap hingga tubuhnya terbungkuk-bungkuk. Matanya menyisir danau yang indah meyerupai taman surga.

(17)
(18)

menjelang sore, Betawol kembali melihat seorang bidadari yang turun dari kayangan melalui tangga sinar pelangi berwarna tujuh, yakni warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Tangga pelangi itu segera menghilang setelah sang bidadari menapak ke bumi. Betawol mengamati bidadari itu. Ternyata, ia lebih cantik jika dibandingkan dengan enam bidadari yang dilihat sebelumnya.

(19)
(20)

“Aduh! Di mana baju gantiku?” ucap Dedari sambil celingukan.

“Kau simpan di mana?” ucap salah satu kakak yang mendengar suara Dedari.

“Kusimpan di sini. Aku tidak lupa!” ucap Dedari dengan suara keras.

“Kalau tersimpan di situ pasti akan ada. Kami lalu-lalang di sekitar itu sejak tadi,” bantah kakak yang lain.

“Aku tidak bohong dan buat apa berbohong,” bantah Dedari mulai kesal.

“Habis bagaimana lagi? Mana mungkin kau terbang ke kayangan tanpa baju itu,” jawab kakak yang lain memastikan.

“Duh, bagaimana ini?” rintih Dedari mulai terdengar.

(21)
(22)

“Aduh, jangan tinggalkan aku,” ucap Dedari merajuk.

“Tidak ada cara lain. Kau memang harus ditinggal,” ucap kakak kedua.

“Aduh! Di mana baju gantiku,” ucap Dedari sambil celingukkan.

“Kau simpan di mana?” ucap salah satu kakak yang mendengar suara Dedari.

“Kusimpan di sini. Aku tidak lupa!” ucap Dedari dengan suara keras.

“Tunggu! Tunggu dulu, Kak!” teriak Dedari makin keras.

“Tunggu apa lagi,” ucap kakak kelima. “Aku tidak mau di hutan sendirian,” bantah Dedari berkaca-kaca.

(23)
(24)

“Iya, sayang. Ketika matahari tenggelam, kami tidak mungkin dapat terbang ke kayangan,” ucap kakak tertua lembut.

“Berarti, aku benar-benar sendirian di hutan,” ucap Dedari mulai meremas-remas kedua tangannya.

“Iya, cantik. Kalau kami terlambat naik, kita bertujuh akan menjadi manusia bumi,” ucap kakak keempat.

“Ih..., tidak mau,” jawab keenam kakaknya hampir bersamaan.

“Jadi, kalian benar-benar tega padaku,” jawab Dedari mulai kesal.

“Tidak ada cara lain, cantik,” jawab kakak tertua sambil menahan buliran bening di ujung matanya.

(25)

16

berangkat bersama ke kayangan,” ucap kakak kedua meyakinkan.

Dedari berlari ke belakang sambil menyibak rimbun dedaunan dan ongok bebatuan di beberapa titik. Hasilnya nihil. Ia melangkah gontai dan tersungkur sambil mengusap buliran bening yang makin membanjiri matanya.

“Waktu hampir habis, Dik!” ucap para bidadari hampir serempak.

“Berarti kita harus berpisah,” ucap kakak keempat.

“Baik-baiklah kau di hutan,” ucap kakak kedua.

“Carilah tempat yang terlindung dan aman.” Kakak keenam menambahkan.

(26)

“Carilah tempat yang berpenghuni,” kakak ketiga menambahkan.

“Ya, tetapi tetap berhati-hati dan

waspada,” ucap kakak kelima dengan mata merah.

“Selamat tinggal, adikku,” ucap para bidadari hampir bersamaan.

“Adikku, jaga diri baik-baik,” ujar kakak tertua sambil mengusap buliran bening di matanya.

(27)

18

Dedari bersimpuh sambil tergugu-gugu. Ia merasa tidak punya siapa-siapa. Ia dicekam gelap. Ia diserang takut akan berbagai hal. Ia takut tiba-tiba diserang binatang buas. Ia juga takut makhluk halus mengeroyoknya. Saat itu, ular berseliweran di atas pepohonan raksasa. “Ampun Tuhan, jangan-jangan umurku tidak lama lagi,” gumam Dedari dalam hati.

Ia takut membuka mata, ia takut bergerak karena khawatir mengundang para makhluk hutan. Bersamaan dengan itu, perlahan Betawol menghampiri Dedari.

“Hai gadis! Apa yang kamu rasakan?” tanya Betawol berulang kali.

(28)

“Aku tidak akan mengganggumu,” Betawol meyakinkan.

“Jangan! Jangan mendekat!” teriak gadis itu makin histeris.

“Tolong! Jangan dekati aku,” pinta sang gadis makin histeris.

“Kalau tidak mendekat, bagaimana mungkin aku menolongmu,” bantah Betawol.

Dedari makin meringkuk saat Betawol mendekat. Karena penasaran, gadis itu membuka ekor matanya. Di hadapannya tampak sesosok laki-laki berbadan tinggi besar. Gadis itu makin tersedu dan meringkuk ketakutan.

(29)

20

“Tidak! Aku takut dengan isi hutan ini,” ucap gadis itu sesenggukan.

“Memang kau pikir isinya apa?” bentak Betawol mulai kesal.

“Aku belum lihat, tetapi aku merasa ngeri,” bantah gadis itu masih sesenggukan.

“Terserah! Kalau begitu, kau akan kutinggal dan terserah kalau diterkam macan!” ancam Betawol kesal.

Seketika itu, Dedari membelalakkan mata. Ia membayangkan kalau ia sendiri di hutan dan benar-benar diterkam macan.

“Jangan! Jangan tinggalkan aku!” ucap Dedari memohon.

(30)

“Kalau begitu, kita segera keluar dari hutan ini. Tidak baik malam gelap berada di hutan lebat,” ajak Betawol.

Dedari melangkah mengikuti Betawol. Dengan kecepatan tinggi pemuda itu berjalan meninggalkan hutan. Walau terseok-seok, Dedari mengikutinya dari belakang. Sesampainya di tepi hutan, mereka beristirahat sejenak.

“Yakin, kau akan ikut aku ke rumah?”

tanya Betawol berulang kali.

“Iya, sekarang aku yakin,” jawab Dedari mantap.

“Rumahku masih sangat jauh,” Betawol meyakinkan.

(31)

22

“Berjalan jauh kuat tidak?” tanya Betawol menyelidik.

“Kuusahakan kuat,” janji gadis itu bersemangat.

“Sekarang, perjalanan kita lanjutkan,” ajak Betawol tegas.

“Mengapa harus sekarang?” tanya gadis itu sambil meringis.

“Karena takut dikejar macan,” jawab Betawol bergurau. Mereka melanjutkan perjalanan penuh semangat. Setelah dua jam berjalan, sampailah mereka di tepian Sungai Sibuku dan satu jam berikutnya sampailah ia di rumah Betawol.

“Ibu! Ayah!” teriak Betawol sambil mencium telapak tangan keduanya.

(32)

“Maaf, Bu. Saya telah membuat khawatir

Ayah dan Ibu,” ucap Betawol bernada menyesal.

“Tidak mengapa, yang penting kau telah sampai dengan selamat,” jawab ayah dengan bijak.

“Ini siapa?” tanya ibu sambil mencuri pandang dan mengamati Dedari.

“Saya mendapatinya sedang menangis sendirian di hutan,” jawab pemuda itu dengan perasaan malu pada ibunya.

“Mengapa sendirian di tengah hutan?” tanya ayah penasaran.

“Ceritanya panjang, Pak,” jawab Dedari tersipu.

“Sebenarnya saya bukan makhluk bumi,” jawab gadis itu polos.

(33)

24

“Saya orang kayangan, Bu,” jawab gadis itu perlahan.

“Lho, kok bisa begitu?” ucap ayah kebingungan.

“Saya dan keenam kakak saya bermain ke bumi untuk mandi di danau yang indahnya menyerupai surga,” tutur gadis itu.

“Lalu, mengapa kau jadi sendirian di hutan?” tanya ibu bingung.

“Ketika turun ke bumi saya telat, Bu!” ucap gadis itu lugu.

“Mengapa bisa begitu?” tanya ayah bertambah bingung.

“Saya tidak cekatan seperti kakak-kakak saya,” aku gadis itu jujur.

(34)

“Keenam kakak saya bangun lebih pagi dibanding saya. Jadi, saya tertinggal dalam acara mandi di bumi,” jawab sang gadis dengan polos.

“Lalu, apa hubungannya dengan kesendirianmu di hutan?” tanya ibu bertambah pusing.

“Ketika diajak segera ke bumi, saya mengabaikan nasihat kakak,” jawab gadis itu dengan mata basah.

“Mengabaikan? Maksudnya?” tanya bapak ikut pusing.

“Ketika mereka mengajak dan menaiki tangga pelangi, saya jawab nanti saja, gampang!” ucap gadis itu tergugu-gugu.

(35)

26

“Akhirnya, saya telat ke bumi dan di hu-tan sendirian,” ucap gadis itu mempersalahkan diri.

“Pulangnya mengapa tidak bersama-sama?” tanya ibu sambil memegangi kepala.

“Karena baju ganti saya hilang. Jadi, saya tidak dapat kembali ke kayangan,” jawab gadis itu sesenggukan.

“Lalu, mengapa? Bukankah sementara bisa memakai daun-daun lebar yang ada di hutan?” tanya ibu penasaran.

“Karena tanpa baju itu, kami tidak dapat kembali ke kayangan.” Gadis itu terdiam dan terus mengusap matanya yang basah.

“Sekarang urusannya bagaimana?” tanya bapak kebingungan.

(36)

kayangan selama baju itu belum ditemukan,” ucap gadis itu sambil meledakkan tangis yang gagal ditahan.

“Lalu, kami harus bagaimana?” tanya ibu bertambah bingung.

“Terserah Bapak Ibu saja?” jawab Dedari singkat.

“Ini bukan masalah terserah, tetapi masalah nyawa,” jawab ayah masih bingung.

“Hah, nyawa?” tanya Betawol gelagapan. “Iya, nyawa! Nyawa temanmu itu,” bentak ayah tegas.

“Siapa nama temanmu itu?” tanya ibu mulai melembut.

“Dedari, Bu!” jawab perempuan muda itu perlahan.

(37)

28

“Iya, Bu! Saya paham,” jawab Dedari berhati-hati.

“Kalau sudah paham, kau harus memutuskan untuk tinggal di sini atau keluar dari rumah ini?” tanya Betawol tegas.

“Apa pun yang terjadi, aku tetap tinggal di sini,” jawab Dedari pasrah.

“Silakan bila mau, tetapi hidup kami serba seadanya,” ucap ibu.

“Terima kasih, dengan senang hati tawaran Ibu saya terima,” jawab Dedari mantap.

(38)

tetangga Betawol. Makin hari penduduk yang berdatangan makin banyak. Bahkan, sebagian berasal dari negeri yang sangat jauh. Bahkan, Betawol didatangi tetua adat.

“Assalamualaikum!” teriak tetua adat yang sering dipanggil dengan sebutan Dato.

“Wa alaikum salam!” balas ayah Betawol sambil bergegas membukakan pintu.

“Silakan masuk, Dato!” sambut ibu Betawol dengan ramah.

“Ada apa, Dato? Tumben pagi-pagi sudah sampai di sini!” sapa ayah tak kalah ramah.

“Kudengar ada gadis yang menginap di sini?” tanya Dato berhati-hati.

(39)

30

“Sebaiknya, segera dilaporkan, tetapi ditunggu-tunggu tak kunjung melapor,” balas Dato.

“Mohon maaf, Dato. Beberapa hari ini

kami kelelahan,” jawab ibu masih membela diri.

“Memang habis bekerja apa? Sepertinya sibuk sekali!” ucap Dato menyelidik.

“Tidak bekerja apa-apa!” bantah ayah. “Iya, kami kelelahan karena diserbu tamu dari berbagai desa yang ingin berkenalan dengan gadis itu,” jawab ibu polos.

“Tidak masalah. Sebagai tetua adat, bolehkah saya berpendapat?” tanya Dato dengan tegas.

(40)

“Sebenarnya, seseorang menginap di rumah orang lain bukanlah masalah,” ucap Dato tak kalah santun.

“Lalu, mengapa harus dibahas?” tanya Betawol.

“Permasalahannya, yang menginap seorang gadis,” ucap Dato lembut.

“Lalu, mengapa dipermasalahkan?” tambah Betawol.

“Permasalahannya lagi, yang punya rumah seorang pemuda,” ucap Dato perlahan.

“Lalu, permasalahannya apa?” tanya Betawol keheranan.

“Permasalahan sesungguhnya, gadis dan pemuda yang bukan muhrimnya dilarang tinggal satu rumah,” jawab tetua adat tegas.

(41)

32

“Saya mengerti, tetapi orang di luar sana tidak mengerti itu.” Dato menjelaskan.

“Yang penting kami tidur terpisah

kamar,” ucap Betawol membantah.

“Tetapi, orang tidak mengerti dan

menimbulkan itnah untuk kalian,” bantah

Dato geram.

“Memang ada yang memitnah kami?”

tanya Dedari murung.

“Banyak!” jawab Dato singkat.

“Oleh karena itu, kalau kalian saling suka, sebaiknya kalian menikah,” saran Dato tetua adat.

“Bagaimana pendapat kalian?” tanya tetua itu.

(42)

“Bagaimana, Dedari? Apakah kalian bersedia kunikahkan?” tanya tetua adat.

“Tidak punya pilihan lain sebab ingin ke kayangan tidak mungkin tanpa baju bidadari,” jawab Dedari pasrah.

“Kalau Ayah dan Ibu merestui, aku bersedia,” jawab Betawol sambil mengalihkan pandangan ke orang tuanya.

“Asal kau suka, Ayah merestui kalian,” ucap ayah perlahan.

“Ibu merestui, asal kalian tulus,” ucap ibu menambahkan.

“Kalau tidak menikah, salah satu dari kalian harus keluar dari rumah ini,” ucap Dato tetua adat tegas.

(43)

34

“Aku juga tidak mungkin keluar dari rumah ini sebab aku tidak punya siapa-siapa di bumi,” ucap Dedari dengan wajah pasrah.

“Dengan restu orang tua dan izin tetua adat, kalian akan segera kunikahkan,” ucap sang Dato dengan wajah lega.

Hari yang ditentukan tiba. Betawol dan Dedari dinikahkan secara adat oleh Dato tetua adat. Pernikahan berjalan khidmat dan

iraw/birau (pesta) berjalan sangat meriah.

Tamu yang datang terlihat gembira menikmati hidangan dan alunan gamelan tradisional.

(44)

Padi di lumbung selalu penuh seolah tak pernah terpakai. Padahal, padi itu setiap hari dimakan terus tanpa henti. Bahkan, Betawol bertambah kaya dan terkenal hingga banyak penduduk yang berdatangan untuk kembali membuktikan kekayaan dan kecantikan istri Betawol. Semenjak itu, Betawol sering membuat iraw, pesta syukuran hingga tujuh hari tujuh malam.

(45)

36

yang terkejut melihat kecantikan Dedari yang melebihi dari sebelumnya.

Para tamu meminta agar Dedari menari untuk para tamu undangan. Wanita itu menolak untuk menari. Akan tetapi, Betawol memaksa terus.

Saat pesta, Betawol ingin menunjukkan kepada tamu undangan bahwa selain cantik, istrinya juga pandai menari. Berkali-kali sang istri menolak permintaan suaminya untuk menari, tetapi berkali-kali pula pula Betawol memaksa istrinya untuk menari. Akhirnya, Dedari bersedia menari asalkan memakai pakaian kayangan yang pernah hilang.

“Suamiku, aku bersedia menari, tetapi ada syaratnya,” pinta Dedari.

(46)

“Asalkan memakai baju kayangan milikku yang pernah hilang,” pinta Dedari dengan wajah murung.

“Baiklah, akan kuikuti permintaanmu,” jawab Betawol tertantang.

Betawol ke belakang sejenak. Ia menuju ke lumbung padi. Sebagian padi disingkirkan secepatnya, lalu ia menarik kain alas lumbung padi dan membawanya ke hadapan sang istri.

“Istriku, ini bajumu yang hilang dulu,” ucap Betawol dengan tegas.

“Mengapa baju ini ada padamu?” tanya sang istri dengan suara gemetar.

“Yah, baju ini aku yang menyimpan,”

ucap Betawol sekenanya.

(47)
(48)

“Dari pinggiran danau,” jawab Betawol jujur.

“Jadi, kau yang selama ini menyembunyikan bajuku,” ucap Dedari bersamaan dengan ledakan tangisnya.

“Benar, tetapi nasi sudah menjadi bubur. Sudah telanjur. Mau diapakan lagi,” ucap Betawol.

“Baiklah, akan kupakai baju ini,” ucap Dedari dengan wajah mendung.

Sambil terburu-buru Dedari memakai baju kayangan itu. Lalu, ia kembali ke tengah-tengah tamu undangan. Seperti janjinya kepada Betawol, ia pun menari untuk para tamu. Ketika itu, suara gamelan melengking di udara.

(49)

40

dari tanah, makin lama makin tinggi, dan sampailah di atas genting.

“Selamat tinggal, suamiku,” ucap Dedari hampir tak terdengar.

“Tidak, istriku! Aku tidak ingin berpisah darimu,” balas Betawol dengan suara bergetar.

“Tidak, suamiku! Kita memang harus berpisah,” ucap Dedari dengan suara lirih.

“Tidak mungkin! Kita tidak mungkin terpisahkan!” bantah Betawol.

“Kini, dunia kita sudah berbeda,” jawab Dedari perlahan.

“Apanya yang berbeda? Selama ini kita hidup bersama tanpa ada perbedaan,” bantah laki-laki itu.

(50)

“Nyatanya, selama ini kita bisa hidup bersama,” bantah Betawol.

“Akan tetapi, aku harus kembali ke asalku,” Dedari menegaskan.

“Tidak, kau tidak boleh kembali ke sana,” bantah Betawol makin gencar.

“Tidak ada seorang pun yang boleh menghalangiku,” bantah Dedari.

“Bagaimana dengan anak kita?” ucap Betawol sambil terus mengusap matanya yang basah.

“Anak kita tidak mungkin kubawa sebab dunianya berbeda denganku,” Dedari menjelaskan.

“Akan tetapi, ia masih sangat membutuhkanmu,” bantah Betawol.

(51)

42

“Si kecil akan merindukanmu,” ucap Betawol melemah.

“Sama, aku pun akan merindukan kalian,” ucap Dedari dengan mata basah.

“Oleh karena itu, janganlah kau pergi,” ucap Betawol ingin mencegah.

“Aku harus pergi. Waktunya telah tiba. Selamat tinggal suamiku dan kecup sayang untuk anakku,” ucap Dedari sambil terus melayang di angkasa.

Para tamu undangan menghambur ke arah Betawol. Sementara Betawol berlari dan terus mengikuti jejak Dedari di angkasa hingga sampai ke Gunung Batu.

(52)

itu digunakannya untuk mengampaki Gunung Batu hingga gunung itu meruncing pada bagian bawahnya.

Betawol sadar bahwa sang istri akan kembali ke asalnya. Sambil terus mengusap buliran bening di kedua ekor matanya, Betawol terus mengejar istrinya yang terus melayang menuju pusat Gunung Batu di kawasan Tawau, Sabah, tepatnya di daerah perbatasan antara Indonesia dan Malaysia.

Sesampainya di gunung itu, Betawol

memohon agar sang istri memaafkan dirinya dan

(53)

44

“Pulanglah, suamiku! Janganlah kau mengikutiku terus,” ucap Dedari mulai kesal.

“Sampai kapan pun aku akan terus mengikutimu,” bantah Betawol terengah-engah.

“Setelah ini, kau tidak akan lagi dapat mengikutiku,” balas Dedari.

“Mengapa begitu?” tanya Betawol dengan wajah bodoh.

“Karena aku akan benar-benar hilang dan tak terlihat lagi,” ujar Dedari dengan mata basah.

“Kalau begitu, apa pesanmu untuk anak kita?”

Rawat dan didiklah agar kelak menjadi orang berguna bagi sesama,” pinta Dedari sambil membasuh cairan bening di ujung matanya.

(54)

“Ayah! Ayah! Ibu di mana Ayah?” tanya anak Betawol.

“Ibu di langit, sayang,” jawab Betawol menahan haru.

“Di langit mana, Ayah!” tanya bocah itu penasaran.

“Di atas pelangi,” jawab sang ayah singkat.

“Ayah, aku diantar kakek dan nenek untuk menemui Ibu,” ujar bocah polos itu.

“Anakku! Jaga dirimu baik-baik,” ucap Dedari sambil mendekat dan memeluk anaknya sejenak.

“Baik, Bu,” ucap bocah itu spontan.

“Patuhilah ayah, nenek, dan kakek. Jangan pernah membantah mereka,” ucap Dedari sambil berkaca-kaca.

(55)

46

“Sebentar lagi purnama tiba. Pada masa itu, para bidadari akan turun ke bumi. Apabila ingin bertemu denganku, bawalah putra tercinta ke muara Sungai Sibuku di antara Sungai Sumbol dan Tidong Patag, tetapi seminggu sebelum purnama persiapkanlah tempat pertemuan berupa mahligai untuk mengetahui posisimu dan putra kita berada,” pinta Dedari kepada Betawol.

(56)

tengah sungai. Saat itu, Betawol bersama anaknya terjun ke tengah sungai menuju bayangan yang disertai gemuruh gelombang tujuh serta dahsyatnya goncangan bumi. Betawol tidak dapat diselamatkan, atas

izin Yang Mahakuasa putranya dapat

diselamatkan.

Ketika dewasa, putra Betawol menikah dengan penduduk setempat hingga beranak cucu sebagai cikal bakal atau asal mula suku Tidung Sibuku. Untuk mengenang kakek moyang suku Tidung Sibuku yang bernama

Yaki Betawol atau Aki Betawol yang berarti

Kakek Betawol dan untuk mengenang nenek moyang mereka yang bernama Dedari atau

(57)

48

(58)

Biodata Penulis

Nama : Suwanti

Pos-el : wantiisdi@yahoo.co.id Bidang Keahlian : Kepenulisan

Riwayat Pekerjaan

Staf Subbidang Revitalisasi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (1993--sekarang)

Riwayat Pendidikan

Fakultas Sastra Universitas Sebelas Maret, Solo

(1991)

Judul Buku dan Tahun Terbit: 1. Hasil Sebuah Perjuangan (2000)

2. Cerita remaja Pengadilan Abu Syahmah (2008)

3. “Titisan Sumur Bandung” (2007)

4. “Lintah Raksasa dan Dewi Gangga”;“Bayi Lintah”;

dan“Mencari Ayah” (2012 dan 2014)

Informasi Lain:

(59)

50

Biodata Penyunting

Nama : Dra. Rini Adiati Ekoputranti, M.M. Pos-el : riniae@gmail.com

Bidang Keahlian : Penyuntingan Riwayat Pekerjaan

Peneliti Pusat Pembinaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Riwayat Pendidikan

1. S-1 Bahasa dan Sastra Indonesia 2. S-2 Manajemen

3. S-2 Pendidikan Bahasa Indonesia

Informasi Lain

Lahir di Bandung pada tanggal 21 Juli 1957. Sepuluh tahun terakhir Rini telah menyunting modul untuk Lemhanas dan lampiran pidato presiden di Bappenas. Ia juga menyunting naskah dinas pilkada di Mahkamah

Konstitusi, di samping aktif menyunting seri penyuluhan

(60)

Biodata Ilustrator

Nama : Pandu Dharma W

Pos-el : pandudharma1980@gmail.com Bidang Keahlian : Ilustrator

Judul Buku dan Tahun Terbitan

1. Seri Aku Senang (Zikrul Kids) 2. Seri Fabel Islami (Anak Kita) 3. Seri Kisah 25 Nabi (Zikrul Bestari)

Informasi Lain

Referensi

Dokumen terkait

Faktor-faktor yang berhubungan signifikan dengan status gizi balita adalah tinggi badan ibu, tingkat kecukupan energi dan protein balita dan panjang badan lahir

Namun ketahanan pangan hanya dipahami pada tingkat nasional, dengan definisi bahwa negara akan aman secara pangan jika produksi pangan meningkat untuk memenuhi jumlah permintaan

Berdasar pada Berita Acara Pembuktian kualifikasi nomor Berita Acara Pembuktian kualifikasi Nomor : 156/ULP-Pokja-JK/2012 tanggal 21 September 2012 Pekerjaan Studi

Whet her you are j ust st art ing out in business or pursuing opport unit ies online OR if you have been at it for a long t im e OR som ew here in bet w een,.. m ot ivat ion t o

pembayaran atas penjualan kredit tersebut. Perputaran piutang yang baik dapat menunjukan tingkat kemampuan suatu perusahaan dalam merubah aktiva lancar dalam bentuk

Pada hari ini Kamis , tanggal Enam bulan September tahun Dua Ribu Dua Belas , dimulai jam 09.00 WIB, Panitia Pengadaan Pokja Jasa Konsultansi berdasarkan SK

Jeje, SKOM Page 16 Nyquist Sampling Rate : untuk memperoleh representasi akurat dari suatu sinyal analog secara lossless, amplitudonya harus diambil

Panitia Pengadaan Pokja II Jasa Konsultansi berdasarkan SK Nomor : 458/KPTS/ULP/2012, tanggal 30 Juli 2012, telah melakukan penutupan pemasukan/ upload dokumen Prakualifikasi :..