• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembatalan Hibah Dan Akibat Hukumnya Terhadap Sertipikat Hasil Peralihan Hak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembatalan Hibah Dan Akibat Hukumnya Terhadap Sertipikat Hasil Peralihan Hak"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960, telah terjadi perubahan fundamental pada hukum agraria di Indonesia terutama hukum di bidang pertanahan karena telah terjadi pembaharuan di bidang hukum agraria atau hukum tanah di Indonesia. UUPA telah menciptakan unifikasi di bidang hukum tanah dan hak-hak perorangan atas tanah dan menyatakan tidak berlaku lagi hukum tanah yang dualistik, yaitu :1

1. hukum tanah barat yangliberalistik, dan

2. hukum tanah adat tertulis ciptaan pemerintah Belanda dan pemerintah Swapraja. Hukum tanah adat yang tidak tertulis masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas tanah yang sudah dikuasai oleh orang dan badan hukum baik yang berasal dari hukum tanah barat maupun hukum tanah adat pun dikonversi atau diubah menjadi hak-hak perorangan atas tanah menurut hukum tanah nasional.2

Dengan demikian UUPA bersumber utama pada hukum adat yang tidak tertulis, sehingga hukum tanah nasional menggunakan konsepsi, asas-asas,

lembaga-1Boedi Harsono (a),Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional,Cet. 10, (Jakarta: Universitas Trisakti, 2007), hlm.30

(2)

lembaga hukum, dan sistem hukum adat yang dirumuskan menjadi norma-norma hukum tanah nasional yang tertulis dan disusun menurut sistem hukum adat. Konsepsi hukum adat mengenai pertanahan yang diangkat menjadi konsepsi hukum tanah nasional dirumuskan sebagai komunalistik-religius yang memungkinkan penguasaan bagian-bagian tanah bersama karunia Tuhan Yang Maha Esa oleh para warga negara secara individual dengan hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi, sekaligus mengandung unsur kebersamaan.3

Berlakunya dualisme hukum tanah di Indonesia adalah sebagai akibat dari politik penjajahan yang menimbulkan permasalahan antar golongan dalam masyarakat yang tentunya hal ini tidak sejalan dengan cita-cita persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu hukum pertanahan yang sederhana bersifat nasional, berlaku di seluruh wilayah Republik Indonesia, dan menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia untuk menggantikan hukum tanah yang bersifat dualisme.

Pembentukan UUPA tersebut dimaksudkan untuk menghilangkan dualisme hukum tanah di Indonesia dan meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang berstruktur tunggal serta menciptakan reformasi di bidang pertanahan. Salah satu dasar yang diletakkan UUPA sebagai hukum tanah nasional adalah kesatuan dan kesederhanaan hukum. Sifat dualisme yang menjiwai hukum agraria kolonial dengan memberlakukan perbedaan antara hak-hak tanah menurut hukum adat dan hak-hak tanah menurut hukum barat harus diakhiri.

(3)

Pemberian jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan memerlukan tersedianya perangkat hukum tertulis yang lengkap, jelas, dan dilaksanakan secara konsisten, serta penyelenggaraan pendaftaran tanah yang efektif. Dengan tersedianya perangkat hukum yang tertulis, siapapun yang berkepentingan akan dengan mudah mengetahui kemungkinan apa yang tersedia baginya untuk menguasai dan menggunakan tanah yang diperlukannya, bagaimana cara memperolehnya, hak-hak, kewajiban, serta larangan-larangan apa yang ada dalam menguasai tanah dengan hak-hak tertentu, sanksi apa yang dihadapinya jika diabaikan ketentuan-ketentuan yang bersangkutan, serta hal-hal lain yang berhubungan dengan penguasaan dan penggunaan tanah yang dipunyainya.4

Kegiatan pendaftaran tanah sejalan dengan semangat awal pembentukan UUPA untuk menghilangkan segala perbedaan antara hukum tanah adat dan hukum tanah barat dengan mengkonversi hak-hak tanah tersebut menjadi hak baru menurut UUPA sejak berlakunya UUPA. UUPA sebagai peraturan dasar pokok-pokok agraria telah menetapkan ketentuan-ketentuan konversi terhadap hak barat maupun hak-hak Indonesia atas tanah sebagaimana diatur dalam bagian kedua UUPA. Dengan ditetapkannya ketentuan konversi, maka hak-hak dimaksud secara hukum menjadi hak yang sesuai sejak berlakunya UUPA dan secara administratif, subjek hak

4Boedi Harsono (b),Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Pembentukan Undang-Undang

(4)

diharuskan mendaftarkan haknya pada instansi pemerintahan melalui suatu kegiatan yang disebut pendaftaran tanah.5

Penerbitan suatu sertipikat tanah di suatu negara berkaitan dengan sistem pendaftaran tanah yang dianut oleh negara yang bersangkutan. Jika dilihat dari ketentuan Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA ditegaskan bahwa “surat tanda bukti hak atau sertipikat tanah yang diterbitkan tersebut berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat” dan sesuai dengan sistem negatif yang dianut dalam pendaftaran tanah di Indonesia, maka berarti sertipikat tanah yang diterbitkan itu bukanlah alat bukti yang mutlak yang tidak bisa diganggu gugat artinya sertipikat tanah itu bisa dicabut atau dibatalkan.6

Sistem pendaftaran tanah yang digunakan dalam hukum tanah nasional adalah sistem pendaftaran hak dengan sistem negatif yang mengandung unsur-unsur positif. Makna dari sistem ini adalah bahwa pemerintah memberikan pengakuan atas sertipikat hak atas tanah sebagai tanda bukti hak dan sebagai alat bukti kuat sepanjang tidak dibuktikan sebaliknya.7 Hal ini juga dinyatakan dalam putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 459 K/Sip/1975 tanggal 18 September 1975 yang memuat dasar pertimbangan bahwa mengingat stelsel negatif tentang register/ pendaftaran tanah yang berlaku di Indonesia, maka pendaftaran nama seseorang di

5Muchtar Wahid,Memaknai Kepastian Hukum Hak Milik Atas Tanah : Suatu Analisis

dengan Pendekatan Terpadu Secara Normatif dan Sosiologis,Cet. 1, (Jakarta: Republika, 2008), hlm.24.

6Bachtiar Effendi,Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-Peraturan

Pelaksanaannya,cet. 1, edisi kedua, (Bandung: Alumni, 1993), hlm.75.

(5)

dalam register bukanlah berarti absolut menjadi pemilik tanah tersebut apabila ketidakabsahannya dapat dibuktikan oleh pihak lain.8Dengan demikian, berdasarkan sistem pendaftaran tanah tersebut, apabila ada pihak yang merasa dirugikan atas diterbitkannya sertipikat atas suatu bidang tanah, maka pihak yang merasa dirugikan tersebut dapat mengajukan gugatan pembatalan sertipikat tersebut.

Sebagai pemberian perlindungan hukum kepada para pemegang sertipikat hak atas tanah tersebut, Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 menyatakan bahwa:

“Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak yang merasa mempunyai hak atas tanah ini tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan pada Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut”.9

Timbulnya sengketa pertanahan bermula dari adanya gugatan dari salah satu pihak yang berisi keberatan dan tuntutan terhadap hak atas tanah, baik mengenai status tanah, prioritas, maupun kepemilikannya dengan tujuan untuk memperoleh penyelesaian secara administratif sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Tujuan akhir dari pengaduan tersebut adalah gugatan bahwa ia adalah pihak yang lebih berhak dari yang lain atas tanah sengketa tersebut. Oleh karena itu penyelesaian terhadap sengketa hukum tersebut tergantung dari sifat atau masalah yang diajukan.

8A.P. Parlindungan,Pendaftaran Tanah di Indonesia,Cet. 1, (Bandung: CV. Mandar Maju, 1999), hlm.66.

(6)

Adapun sifat permasalahan dari suatu sengketa pertanahan secara umum ada beberapa macam, antara lain:10

1. Masalah yang menyangkut prioritas untuk dapat ditetapkan sebagai pemegang hak yang sah atas tanah yang berstatus hak atau atas tanah yang belum ada haknya;

2. Bantahan terhadap sesuatu alas hak atau bukti perolehan yang digunakan sebagai dasar pemberian hak;

3. Kekeliruan atau kesalahan pemberian hak yang disebabkan penerapan peraturan yang kurang atau tidak benar;

4. Masalah lain yang mengandung aspek-aspek sosial praktis (bersifat strategis). Penyelesaian sengketa pertanahan dapat berakibat pada pembatalan hak atas tanah. Berdasarkan Pasal 104 ayat (1) Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan (PMNA/KBPN Nomor 9 Tahun 1999), pembatalan hak atas tanah tersebut meliputi :11

1. Pembatalan keputusan pemberian hak; 2. Pembatalan sertipikat hak atas tanah;

3. Pembatalan keputusan pemberian hak dalam rangka pengaturan penguasaan tanah.

10Rusmadi Murad,Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah,Cet. 1, (Bandung: Alumni, 1991), hlm.22-23.

(7)

Alasan penerbitan pembatalan hak atas tanah tersebut karena :12

1. Adanya cacat hukum administratif dalam penerbitan keputusan pemberian hak dan/atau sertipikat hak atas tanahnya;

2. Melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Pembatalan hak atas tanah tersebut tentunya dilakukan setelah melalui tahap pembuktian yang diajukan oleh para pihak di persidangan mengenai peralihan hak atas tanah tersebut. Hal ini sesuai dengan Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa pembuktian atas suatu hak dapat dibuktikan dengan alat bukti yang terdiri atas:13

1. Alat bukti tertulis; 2. Alat bukti saksi-saksi; 3. Alat bukti persangkaan; 4. Alat bukti pengakuan; 5. Alat bukti sumpah.

Peralihan hak atas tanah adalah suatu perbuatan hukum memindahkan suatu hak atas tanah yang dimilikinya kepada orang lain. Menurut John Salindeho, pengertian peralihan hak atas tanah dengan pemindahan hak atas tanah adalah sama. Bahwa peralihan hak atas tanah atau pemindahan hak atas tanah adalah suatu perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan atau mengalihkan hak atas tanah dari yang mengalihkan kepada yang menerima pengalihan.14 Menurut Haryanto dalam Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 20 ayat (2) ditentukan bahwa hak milik dapat 12Republik Indonesia, Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, Bab IV.

13Kitab Undang-Undang Hukum Perdata[Burgerlijk Wetboek],diterjemahkan oleh Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2004), Pasal 1866.

(8)

beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Yang dimaksud dalam pasal ini adalah hak milik yang dapat dijual, ditukarkan dengan benda lain, dihibahkan dan diberikan dengan wasiat. Pengertian dialihkan menunjukkan bahwa hak milik dapat berpindah kepada pihak lain karena adanya perbuatan hukum yang sengaja dilakukan dengan tujuan agar pihak lain memperoleh hak tersebut.15

Menurut Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, peralihan hak atas tanah dengan cara pemindahan hak atas tanah terjadi karena beberapa perbuatan hukum, yaitu :

1. Jual beli

Jual beli tanah diartikan sebagai suatu perbuatan yang merupakan penyerahan hak milik dari penjual kepada pembeli untuk selama-lamanya dan pembeli berkewajiban memberikan uang harga yang telah disepakati kepada penjual. Penyerahan hak yang dilakukan oleh penjual kepada pembeli tersebut mengakibatkan terjadinya peralihan hak milik atas tanah dari penjual kepada pembeli sebagai pemilik hak baru, supaya perbuatan jual beli tersebut memperoleh bukti.

2. Pemberian dengan wasiat

Pemberian dengan wasiat ini dilakukan pada saaat pemiliknya masih hidup, tetapi haknya baru beralih setelah ia meninggal dunia. Selama ia masih hidup, maka apa yang diwariskan tersebut masih dapat diubah atau ditarik kembali. 3. Pemasukan Dalam Perusahaan

Dalam hal ini pihak yang memasukkan tanah ke dalam perusahaan akan mendapat imbalan berupa saham dalam perusahaan yang bersangkutan. 4. Hibah

Hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu. Hibah hanyalah dapat mengenai benda-benda yang sudah ada.16

15Haryanto,Cara Mendapatkan Sertifikat Hak Atas Tanah, (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), hlm.3.

(9)

Setiap peralihan hak atas tanah yang dilakukan oleh seseorang kecuali pemindahan hak melalui lelang, harus didasarkan pada suatu akta yang berwenang sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah:

“Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya kecuali pemindahan hak melalui lelang, hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Dengan demikian, setiap perbuatan peralihan hak atas tanah tersebut harus didaftarkan ke Kantor Pertanahan setempat di mana letak tanah berada dengan terlebih dahulu dibuatkan akta PPAT. Hal ini perlu agar peralihan hak atas tanah tersebut mempunyai kekuatan hukum yang kuat, sehingga bila terjadi sengketa pertanahan di kemudian hari dan penerima peralihan hak atas tanah tersebut mempunyai bukti otentik, berupa sertipikat hak atas tanah, maka akan mendapat perlindungan secara hukum. Salah satu bentuk sengketa pertanahan mengenai peralihan hak dapat muncul karena adanya gugatan pembatalan peralihan hak.

(10)

bagian mutlak dengan melakukan pemotongan. Urutan pemotongan yaitu apabila pengambilan bagian dari ahli waris non legitimaris dan wasiat tidak mencukupi, maka pemenuhan bagian mutlak diambil dari hibah-hibah, dimulai dari hibah-hibah yang terakhir.”

Suatu hibah pada dasarnya tidak dapat dibatalkan, tetapi hanya dapat ditarik kembali atau dihapuskan bilamana memenuhi ketentuan Pasal 1688 KUHPerdata, yaitu:

1. Syarat-syarat dengan mana penghibahan dilakukan tidak terpenuhi;

2. Penerima hibah bersalah melakukan atau membantu melakukan kejahatan yang bertujuan mengambil jiwa pemberi hibah atau suatu kejahatan lain terhadap pemberi hibah;

3. Penerima hibah menolak memberikan tunjangan nafkah kepada pemberi hibah, setelah penghibah jatuh miskin.

(11)

atas nama Rahul, berdasarkan Akta Hibah Nomor 180/2002 tanggal 19 Agustus 2002 yang dibuat oleh Reny Helena Hutagalung selaku PPAT Kota Medan.

Ketika Harminder Singh tersebut meninggal dunia, maka warisannya terbuka dan setelah dilaksanakan hibah wasiat terhadap Sertipikat Hak Milik No. 254/Sei Sikambing B, maka ahli waris Harminder Singh lainnya menggugat agar sertipikat tersebut dikembalikan ke dalam boedel warisan, melalui gugatan ke Pengadilan. Putusan Pengadilan Negeri Medan di Medan dengan Nomor 506/Pdt.G/2008/PN-Mdn tanggal 10 Juni 2009 yang salah satu amar putusannya antara lain menyatakan bahwa Akta Hibah Nomor 180/2002 tanggal 19 Agustus 2002 yang diperbuat oleh Reny Helena Hutagalung, PPAT di Kota Medan tidak sah dan batal demi hukum. Putusan pengadilan Negeri Medan tersebut selanjutnya dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi Medan, dan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia.

(12)

oleh Kepala Kantor Pertanahan diadakan pencatatan data Yuridis/Fisik pemeliharaan data pendaftaran tanah sebagai lanjutan dari penyelesaian kasus pertanahan berdasarkan putusan pengadilan setelah diterimanya salinan keputusan pembatalan peralihan hak yang bersangkutan dari pejabat yang berwenang.

Sertipikat hak milik atas tanah yang diterbitkan dalam kenyataanya mengandung kelemahan terhadap kepastian haknya karena masih dapat dipersoalkan oleh masyarakat di lembaga peradilan baik itu mengenai proses penerbitannya maupun proses peralihan haknya. Oleh karena itu, sertipikat hak milik atas tanah memiliki kekuatan hukum pasti setelah memperoleh putusan hakim.17

Kepastian hukum dalam pendaftaran tanah mempunyai sasaran untuk mencapai perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah. Karenanya setiap permasalahan yang timbul pada saat sengketa yang bergulir di pengadilan harus melalui proses pembuktian. Dalam hal ini para pihak yang bersengketa memerlukan alat bukti dan sertipikat tanah sebagai hasil proses pendaftaran tanah, merupakan alat bukti hak kepemilikan yang diperlukan oleh para pihak yang bersengketa.18 Melalui tahap pembuktian di persidangan akan diperoleh kepastian hukum terhadap proses peralihan hak atas tanah yang merupakan salah satu kegiatan pendaftaran tanah dan yang pada akhirnya diharapkan akan memberikan perlindungan hukum bagi pemegang sertipikat hak atas tanah.

17Muchtar Wahid,Op. cit., hlm. 112

(13)

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, perlu suatu penelitian lebih lanjut mengenai akibat hukum pembatalan peralihan hak atas tanah terhadap sertipikat yang akan dituangkan ke dalam judul tesis “Pembatalan Hibah Dan Akibat Hukumnya Terhadap Sertipikat Hasil Peralihan Hak”.

B. Permasalahan

Adapun permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut dalam tesis ini adalah: 1. Bagaimana hak ahli waris terhadap harta orang tua yang telah dihibahkan dan

telah dibalik-namakan atas nama penerima hibah?

2. Bagaimana akibat hukum pembatalan peralihan hak atas tanah terhadap sertipikat hasil hibah?

3. Bagaimana perlindungan hukum bagi pemegang sertipikat hak atas tanah hasil hibah yang dibatalkan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukan di atas maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui hak ahli waris terhadap harta orang tua yang telah dihibahkan dan telah dibalik-namakan atas nama penerima hibah.

2. Untuk mengetahui akibat hukum pembatalan peralihan hak atas tanah terhadap sertipikat hasil wasiat.

(14)

D. Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian dan manfaat penelitian merupakan satu rangkaian yang hendak dicapai bersama, dengan demikian dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat menambah bahan pustaka/literatur mengenai pembatalan hibah dan akibat hukumnya terhadap sertipikat hasil peralihan hak, selain itu penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi dasar bagi penelitian pada bidang yang sama.

2. Secara praktis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang terkait dengan masalah pembatalan hibah dan akibat hukumnya terhadap sertipikat hasil peralihan hak.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang ada dan sepanjang penelusuran kepustakaan yang ada dilingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Magister Kenotariatan dan Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, belum ada penelitian sebelumnya yang berjudul “Pembatalan Hibah Dan Akibat Hukumnya Terhadap Sertipikat Hasil Peralihan Hak”, akan tetapi ada beberapa penelitian yang yang menyangkut peralihan hak atas tanah antara lain penelitian yang dilakukan oleh: 1. Saudari Elyanju Sihombing (Nim. 002111009), Magister Kenotariatan

(15)

Milik Atas Tanah Karena Pewarisan Menurut PP No. 24 Tahun 1997 (Penelitian di Kota P. Siantar)”, dengan permasalahan yang diteliti adalah :

a. Bagaimana pelaksanaan pendaftaran peralihan hak atas tanah karena pewarisan menurut PP No. 24 Tahun 1997 di Kota P. Siantar?

b. Faktor-faktor apa yang menyebabkan pemegang hak milik atas tanah karena pewarisan belum mendaftarkan peralihan haknya?

c. Apa upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalam pendaftaran peralihan hak milik atas tanah karena pewarisan menurut PP No. 24 Tahun 1997?

2. Saudara Nirwan Harahap (Nim. 087011171), Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Problematika Jual Beli dan Pendaftaran Tanah Hak Milik Yang Dimiliki Bersama Anak Di Bawah Umur (Studi Di Pematang Siantar)”, dengan permasalahan yang diteliti adalah :

a. Bagaimana sikap Kantor Pertanahan Kota Pematang Siantar dalam mendaftarkan jual beli tanah hak milik yang dimiliki bersama dengan anak di bawah umur?

b. Apakah problematika jual beli dan pendaftaran tanah hak milik yang dimiliki bersama dengan anak di bawah umur yang dilaksanakan di hadapan PPAT? c. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh PPAT dan penghadap untuk mengatasi

(16)

Permasalahan-permasalahan yang dibahas dalam penelitian-penelitian tersebut berbeda dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Dengan demikian penelitian ini adalah asli baik dari segi substansi maupun dari permasalahan, sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis, teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses tertentu terjadi.19 Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.20

Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan didalam kerangka teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut. Teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori kepastian hukum. Dalam pengertian teori kepastian hukum yang oleh Roscue Pound dikatakan bahwa adanya kepastian hukum memungkinkan adanya “Predictability”.21 Dengan demikian kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian, yang pertama adanya aturan yang

19Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986), hlm.122.

(17)

bersifat umum membuat individu mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu.

Menurut Radbruch, hubungan antara keadilan dan kepastian hukum perlu diperhatikan. Oleh karena kepastian hukum harus dijaga demi keamanan dalam Negara, maka hukum positif selalu harus ditaati, walaupun isinya kurang adil atau juga kurang sesuai dengan tujuan hukum. Tetapi terdapat kekecualian yakni bilamana pertentangan antara isi tata hukum dengan keadilan begitu besar, sehingga tata hukum itu tampak tidak adil pada saat itu tata hukum boleh dilepaskan.22

Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan akhirnya timbulnya keresahan. Tetapi terlalu menitikberatkan kepada kepastian hukum, terlalu ketat mentaati peraturan hukum, akibatnya kaku dan akan menimbulkan rasa tidak adil. Apapun yang terjadi, peraturannya adalah demikian dan harus ditaati atau dilaksanakan. Undang-undang itu sering terasa kejam apabila dilaksanakan secara ketat ”Lex dura, set tamen scripta” (undang-undang itu kejam, tetapi demikianlah bunyinya).23

Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) merupakan peraturan dasar yang mengatur penguasaan, pemilikan, peruntukan, penggunaan, dan pengendalian pemanfaatan tanah yang bertujuan terselenggaranya pengelolaan dan pemanfaatan

(18)

tanah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Salah satu aspek yang dibutuhkan untuk tujuan tersebut adalah mengenai kepastian hak atas tanah yang menjadi dasar utama dalam rangka kepastian hukum kepemilikan tanah.

Untuk menjamin kepastian hukum hak atas tanah, dalam Pasal 19 UUPA telah diatur ketentuan dasar pendaftaran tanah sebagai berikut :

(1) Untuk menjamin kepastian hukum, oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia, menurut ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah.

(2) Pendaftaran tanah tersebut pada ayat (1) meliputi : a. pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah;

b. pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;

c. pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.24

Mengenai sistem pendaftaran tanah yang dianut oleh UUPA dikemukakan oleh para ahli hukum yang mengemukakan pandangannya masing-masing. A.P. Parlindungan menyatakan bahwa ”pendaftaran tanah yang dianut dalam UUPA disamping menganut sistem positif juga sistem negatif.” Sedangkan menurut Maria Sumardjono, sistem pendaftaran tanah yang dipakai di Indonesia adalah sistem positif sekalipun secara tidak langsung. Sistem pendaftaran tanah yang dianut sekarang adalah sistem buku tanah, dimana yang dibukukan adalah hak-haknya (registration of title).

Demikian juga menurut Boedi Harsono, sesungguhnya pendaftaran tanah di Indonesia menurut Pasal 19 ayat (1) UUPA bertujuan untuk menjamin kepastian hukum, tetapi bukan maksudnya akan menggunakan apa yang disebut sistem positif.

24Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentangPeraturan Dasar

(19)

Ketentuan tersebut tidak memerintahkan dipergunakannya sistem positif, karena sertipikat sebagai surat tanda bukti hak yang diterbitkan berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat dan bukan alat bukti yang mutlak. Hal ini ditegaskan dalam penjelasan PP Nomor 24 Tahun 1997 bahwa pihak lain yang merasa memiliki tanah dapat menuntut orang yang namanya tercantum dalam sertipikat dalam waktu lima tahun sejak dikeluarkannya sertipikat itu. Jadi pendaftaran hak yang diatur dalam peraturan pemerintah ini tidaklah mutlak, karena orang yang terdaftar dalam buku tanah tidak mengakibatkan orang yang sebenarnya berhak atas tanah akan kehilangan haknya. Orang tersebut masih dapat menggugat orang yang berhak. Bahwa sistem yang dipergunakan dalam UUPA bukanlah sistem negatif yang murni melainkan sistem negatif yang bertendensi positif. Pengertian negatif disini adalah bahwa keterangan-keterangan yang ada itu jika ternyata tidak benar masih dapat diubah dan dibetulkan.

(20)

kepastian hukum. Para pejabat berhak menjajaki proses terjadinya peralihan dan berhak menolak pembuatan akta peralihan hak ataupun menolak melakukan pendaftaran tanah jika dilihat adanya syarat-syarat yang tidak terpenuhi. Penggunaan ciri-ciri stelsel positif dapat menutupi kelemahan-kelemahan stelsel negatif. Bagi masyarakat yang masih perlu mendapat bimbingan hal ini merupakan bantuan yang besar untuk mencegah terjadinya hal-hal yang dapat menimbulkan kerugian pada pemilik yang sebenarnya dan para pembeli. Menurutnya sistem pendaftaran tanah di Indonesia juga disebutQuasiPositif (positif yang semu).

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori dengan observasi, antara abstrak dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.25 Menurut Burhan Ashshofa, suatu konsep merupakan abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari jumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok atau individu tertentu.26

Adapun uraian dari pada konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah: a. Pembatalan peralihan hak adalah pembatalan perbuatan hukum pemindahan hak

berupa hibah wasiat.

(21)

b. Sertipikat hasil hibah yaitu sertipikat hasil pendaftaran peralihan hak yang dilakukan melalui hibah wasiat.

c. Legitimaris adalah adalah Ahli waris ab intestato yang dijamin oleh undang-undang bahwa ia akan menerima suatu bagian minimum dalam harta peninggalan yang bersangkutan. Baik dengan jalan penghibahan ataupun secara pemberian sesudah meninggal (making bij dode) pewaris tidak boleh mencabut hak legitimaris ini.27

d. Hak Atas Tanah adalah hak-hak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan UUPA Pasal 16.28

e. Hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu.29

G. Metode Penelitian

1. Sifat Penelitian dan Metode Pendekatan

Sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis, bersifat deskriptif analisis maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dimaksudkan

27 Komar Andasasmita, Notaris III Hukum Harta Perkawinan Dan Waris Menurut Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata (Teori & Praktek), (Bandung: Ikatan Notaris Indonesia Komisariat Daerah Jawa Barat, 1987), hlm.143.

28Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Pasal 1 angka 5.

(22)

berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat untuk menjawab permasalahan.30

Penelitian ini termasuk ruang lingkup penelitian yang menggambarkan, menelaah dan menjelaskan serta menganalisa teori hukum yang bersifat umum dan peraturan perundang-undangan mengenai pembatalan peralihan hak terhadap sertipikat hasil hibah wasiat, sehingga dapat diperoleh penjelasan apakah putusan pengadilan sudah tepat dan sesuai dengan sistem pendaftaran tanah di Indonesia, apakah prosedur pembatalan sertipikat oleh Badan Pertanahan Nasional telah sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan bagaimana kepastian hukum terhadap sertipikat hak atas tanah hasil hibah wasiat yang, dan sebagai hasilnya dapat menjelaskan mengenai akibat hukum pembatalan peralihan hak atas tanah terhadap sertipikat hasil hibah wasiat kepada legitimaris.

Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif, yang disebabkan karena penelitian ini merupakan penelitian hukum doktriner yang disebut juga penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain.31 Meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum, sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat menganalisis permasalahan yang

30Sunaryati Hartono,Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, (Bandung: Alumni, 1994), hlm.101.

(23)

dibahas,32 serta menjawab pertanyaan sesuai permasalahan-permasalahan dalam penulisan tesis ini, yaitu masalah pembatalan hibah dan akibat hukumnya terhadap sertipikat hasil peralihan hak.

2. Sumber Data

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan menggunakan bahan hukum :

a. Bahan hukum primer.

Yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian33 ini di antaranya adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria beserta peraturan pelaksanaannya, dan peraturan-peraturan lain yang berkaitan dengan pembatalan hibah dan akibat hukumnya terhadap sertipikat hasil peralihan hak. b. Bahan hukum sekunder.

Yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer,34 seperti hasil-hasil penelitian, hasil-hasil seminar, hasil-hasil karya dari para ahli hukum, serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan masalah pembatalan hibah dan akibat hukumnya terhadap sertipikat hasil peralihan hak.

32Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hlm.13.

33Ronny Hanitijo Soemitro,Metodologi Penelitian Hukum dan Juritmetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), hlm.53.

(24)

c. Bahan hukum tertier.

Yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder35 seperti kamus hukum, surat kabar, makalah yang berkaitan dengan objek penelitian.

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

a. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan, pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan (Library Research), studi kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan atau mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil pemikiran lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini.

b. Alat Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data-data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka pengumpulan data dilakukan melalui :

1) Studi Dokumen.

Studi Kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan atau mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil pemikiran lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini.

2) Pedoman Wawancara.

Hasil wawancara yang diperoleh akan digunakan sebagai data pendukung dalam penelitian ini. Data tersebut diperoleh dari pihak-pihak yang telah ditentukan sebagai narasumber yang dianggap mengetahui permasalahan yang berkaitan dengan

(25)

pembatalan hibah dan akibat hukumnya terhadap sertipikat hasil peralihan hak, yaitu pihak Kantor Pertanahan Kota Medan atau yang mewakilinya guna memperoleh data-data yang berkaitan dengan penelitian ini.

Alat yang digunakan dalam wawancara yaitu menggunakan pedoman wawancara sehingga data yang diperoleh langsung dari sumbernya serta lebih mendalam sehingga dapat dijadikan bahan guna menjawab permasalahan dalam tesis ini.

4. Analisis Data

Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang bersifat unik dan kompleks. Padanya terdapat regularitas atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman).36

Selanjutnya, data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) dan data primer yang diperoleh dari penelitian lapangan (field research) kemudian disusun secara berurutan dan sistematis dan selanjutnya dianalisis sehingga diperoleh gambaran secara menyeluruh tentang gejala dan fakta yang terdapat dalam masalah pembatalan hibah dan akibat hukumnya terhadap sertipikat hasil peralihan hak. Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan

36Burhan Bungin,Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis

(26)

metode berpikir deduktif, yaitu cara berpikir yang dimulai dari hal-hal yang umum untuk selanjutnya menarik hal-hal yang khusus, dengan menggunakan ketentuan berdasarkan pengetahuan umum seperti teori-teori, dalil-dalil, atau prinsip-prinsip dalam bentuk proposisi-proposisi untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus,37 guna menjawab permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk memperbaiki dan meningkatkan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran bermain tonnis, maka akan dilakukan tindakan berupa mempebrikan pembelajaran

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS USAHATANI TEBU LAHAN SAWAH DAN LAHAN KERING DENGAN PENDEKATAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) TECHNICAL EFFICIENCY ANALYSIS OF SUGARCANE FARMING ON WET

• The HDFS file writer service just polls a file every hour and pushes the file in HDFS using the cTalendJob component, which basically enables Talend ESB to call Talend Big

Dalam penulisan ilmiah ini,penulis akan menjelaskan tentang perancangan aplikasi e-learning bangun ruang berbasis web dengan menggunakan PHP dan MySQL. Dengan memanfaatkan

Sorgum adalah tanaman serbaguna yang dapat digunakan sebagai sumber pangan, pakan ternak, dan bahan baku industri. Tanaman sorgum mirip tanaman jagung, namun tumbuh lebih

Hal tersebut dapat diterapkan untuk mempelajari pola radiasi antena, karena perhitungan yang digunakan melibatkan rumus yang kompleks dan dilakukan secara berulang-ulang sehingga

Hasil dari penelitian ini adalah : (1) Implementasi model pembelajaran project based learning terbukti dapat meningkatkan proses dan hasil belajar mahasiswa pada