• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan kadar IL-8 dan IL-10 pada pasien Gastritis H.Pylori dan Non H.Pylori

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan kadar IL-8 dan IL-10 pada pasien Gastritis H.Pylori dan Non H.Pylori"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

2.1Definisi Gastritis

Secara sederhana definisi gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa

dan submukosa lambung secara histopatologi. Sedangkan definisi lain dari

gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung sebagai

respon terhadap jejas (injury) yang dapat bersifat akut maupun kronik (Hirlan,

2009; El-Zimaity et al., 2007).

Mukosa lambung terdiri dari sel-sel yang memproduksi asam dan enzim.

Asam dan enzim ini akan berperan dalam pencernaan makanan, sedangkan mukus

berperan dalam melindungi mukosa lambung dari asam. Ketika mukosa

mengalami inflamasi, maka produksi asam, enzim dan mukus akan terganggu.

Gastritis merupakan gangguan kemerahan pada mukosa yang nampak pada saat

pemeriksaan endoskopi dan tidak bisa mengantikan istilah dispepsia. Sampai saat

ini masih belum jelas hubungan antara gambaran mikroskopi (histopatologi)

dengan keluhan pada lambung. Hubungan antara gambaran mikroskopi dengan

endoskopi juga tidak konsisten. Pada kebanyakan pasien dengan gambaran

gastritis pada pemeriksaan PA sering tidak meunjukkan kelainan saat endoskopi (

Pratomo WB, 2011).Perbedaan antara gastritis dan ulkus gaster berdasarkan

kedalaman rusaknya mukosa, sementara ulkus gaster menembus sampai mukosa

muskularis. Dari endoskopi, kedalaman rusaknya mukosa hanya bisa

diperkirakan.

A.Struktur normal, B.Erosi superfisial, C.Erosi dalam, D.Ulkus gaster akut, E. Ulkus gaster kronik

(2)

2.2Epidemiologi Gastritis

Gastritis merupakan masalah kesehatan yang umum ditemui dalam

pelayanan klinis. Sekitar 10% kunjungan pada unit gawat darurat merupakan

kasus gastritis. Berdasarkan penelitian WHO (Word Health Organization)

dilaporkan prevalensi gastritis dibeberapa negara sebagai berikut : Inggris

22%,China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35% dan Perancis 29,5%. Sekitar 1,8-2,1

juta penduduk mengalami gastritis setiap tahunnya.

Angka kejadian gastritis di Indonesia menurut WHO adalah 40,8% dan

merupakan salah satu dari sepuluh penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di

rumah sakit (S Iiyas, 2013).

2.3Etiologi Gastritis

Terdapat beberapa penyebab gastritis diantaranya infeksi kuman

Heliobacter pylori (H.pylori) ; gangguan fungsi sistem imun ; infeksi virus seperti

: enteric rotavirus, calicivirus dan cytomegalovirus ; infeksi jamur seperti :

candida species, histoplasma capsulatum dan mukonacea serta obat anti inflamasi

nonsteroid, konsumsi alkohol, usia, stress oleh karena trauma, tindakan operatif,

luka bakar, dll (Hirlan, 2009; Mayo clinic, 2014).

Infeksi kuman H.pylori merupakan penyebab gastritis yang sangat

penting. Prevalensi infeksi H.pylori pada orang dewasa di negara berkembang ±

90%. Di Indonesia, prevalensi kuman H.pylori yang dinilai melalui pemeriksaan

urea breath test pada pasien dispepsia menunjukkan jumlah yang menurun

(Hirlan, 2009).

Gastritis dapat muncul secara tiba-tiba (gastritis akut) ataupun

membutuhkan waktu yang lama (gastritis kronik). Gastritis akut adalah proses

inflamasi akut pada mukosa lambung biasanya berupa kondisi erosi dan

hemorgik. Penyebab yang paling sering diantaranya Non Steroid Anti

Inflammatory Drugs (NSAIDs), kortikosteroid, paparan zat kimia berupa alkohol,

kondisi stress seperti luka bakar berat, myocard infarction, lesi intrakaranial dan

periode postoperatif, kemoterapi dan iskemia. Secara endoskopi berupa hiperemis

mukosa dengan erosi multipel, kecil dan superfisial serta dapat juga ditemukan

(3)

pada kelenjar superfisial. Perdarahan pada lamina propria dapat ditemukan.

Sel-sel inflamasi dijumpai dalam jumlah kecil, meskipun neutropil lebih dominan.

Pada kasus ringan, pasien biasanya asimptomatik atau hanya memiliki gejala

dispepsia ringan. Pada kasus sedang sampai berat, biasanya pasien dengan nyeri

ulu hati, mual, muntah, hematemesis dan melena. Pada kasus berat, pasien

biasanya telah mengalami ulkus yang dalam dan komplikasi berupa perforasi.

Sedangkan gastritis kronik didefinisikan secara histologi berupa

peningkatan jumlah sel limfosit dan sel plasma pada mukosa lambung.

Berdasarkan etiologi, gastritis kronik dikelompokkan menjadi tipe A yaitu

berasal dari autoimun, tipe B yaitu berasal dari infeksi H.pylori dan berapa kasus

lain dengan etiologi yang belum jelas. Secara endoskopi, mukosa menunjukkan

gambaran atropi. Sedangkan secara histologi ditemukan infiltrasi sel

limfosit-plasma pada daerah mukosa sel-sel parietal. Neutrofil jarang ditemukan. Mukosa

dapat menunjukkan perubahan ke arah metaplasia intestinal.

Pada stadium akhir, mukosa atropi dan sel-sel parietal tidak ditemukan,

namun H. Pylori dapat ditemukan. Gejala gastritis kronik dapat asimtomatik.

Beberapa gejala yang dapat ditemukan berupa : nyeri epigastrium ringan, mual

dan tidak nafsu makan. Pemeriksaan endoskopi perlu dilakukan oleh karena

gastritis kronik berisiko terhadap terjadinya ca gaster. Pasien gastritis tipe A,

memiliki kelainan autoimun pada organ lain khususnya penyakit tiroid. (Wehbi,

2014)

Etiologi gastritis oleh Rugge (2011) atas dasar agen yang ditransmisikan

yaitu : kimiawi, fisik, faktor imun, dan idiopatik. Rugge juga membagi etiologi

gastritis berdasarkan 3 bentuk utama antara lain gastritis H.pylori, gastritis

kimiawi, dan gastritis autoimun. Lalu Toljamo (2012) mengelompokkan etiologi

gastritis menjadi 3 kelompok yaitu agen kimiawi, penyakit, dan faktor

fisik/mekanik. Adapun Adibi (2014) menuliskan etiologi gastritis menjadi 2

(4)

2.3.1 Etiologi Gastritis Berdasarkan Agen yang Ditransmisikan, Kimiawi, Fisik, Imun, dan Idiopatik

Berikut ditampilkan tabel etiologi gastritis yang ditulis oleh Rugge

(2011).

Tabel 2.1 Etiologi Gastritis Berdasarkan Agen yang Ditransmisikan, Kimiawi, Fisik, Imun, dan Idiopatik (Rugge et al., 2011)

Etiologi Agen Etiologi Spesifik Klinis Keterangan Agen yang

Agen Fisik Radiasi Akut/kronik Non atrofik &

(5)

Immuno-Keterangan: prevalensi : *** tinggi, ** rendah, * sangat rendah

2.3.2 Etiologi Utama

Adibi P menulis ada 2 etiologi utama dari gastritis yaitu gastritis

H.pylori dan gastritis non H.pylori (Adibi, 2014).Berbagai macam penyebab

terjadinya gastritis non H.pylori antara lain:

1. Gastritis kimiawi

i. Gastritis alkoholik

ii. Gastritis yang diinduksi obat

Obat yang berhubungan dengan gastritis antara lain

acarbose, alkohol, antibiotik (eritromisin oral), bifosfonat,

herbal (garlic, ginkgo, saw palmetto, feverfew, chaste tree

berry, white willow), zat besi, metformin, miglitol, NSAID

(termasuk COX-2), opiat, orlistat, potasium klorida (KCl),

teofilin (Loyd et al., 2011).

iii. Gastritis refluks (empedu atau duodenal juice)

(6)

2. Gastritis radiasi

3. Gastritis alergi

4. Gastritis autoimun

5. Bentuk khusus gastritis, gastritis NOS/ unspecified

6. Duodenitis

2.4Klasifikasi Gastritis

Sampai saat ini belum ada klasifikasi gastritis yang dapat diterima secara

luas. Salah satu klasifikasi yang digunakan oleh banyak ahli adalah the Sydney

System yang diperbaharui. Klasifikasi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut

(Dixon et al,1996):

2.4.1 Klasifikasi Gastritis secara Makroskopis

Klasifikasi ini membagi gastritis menjadi gastritis erosiva dan gastritis

non erosiva. Gastritis erosiva merupakan erosi mukosa gaster disebabkan

kerusakan/ defek pertahanan mukosa. Umumnya bersifat akut, bisa dengan

perdarahan, namun bisa bersifat subakut atau kronik dengan sedikit gejala atau

asimtomatis. Paling sering disebabkan oleh NSAID, alkohol, stres. Penyebab lain

yang jarang seperti radiasi, infeksi virus, injuri vaskular, dan trauma langsung.

Erosi superfisial dan lesi mukosa punktata bisa terjadi. Erosi dalam, ulkus, bahkan

perforasi terjadi pada kasus berat atau yang tidak ditangani. Lesi khas muncul di

korpus, tetapi antrum juga bisa terlibat. Ciri khas dari gastritis erosiva adalah lesi

mukosa tidak menembus lapisan mukosa muskularis. Sementara gastritis

non-erosiva mengacu pada kelainan histologis yang terutama akibat infeksi H.pylori.

Kebanyakan pasien gastritis non-erosiva asimtomatis(Szoke, 2009).

2.4.2Klasifikasi secara Histopatologis

Penelitian pemetaan dari sejumlah spesimen biopsi dengan H.pylori

positif ditemukan dari pemeriksaan empat spesimen (dua daerah antrum dan dua

daerah corpus). Kedua lokasi ini memiliki probabilitas H.pylori yang tinggi.

Biopsi daerah corpus berfungsi untuk menilai respon terapi setelah pengobatan

(7)

pattern gastritis yang berimplikasi penting dalam menilai risiko yang

berhubungan dengan penyakit. Biopsi di incisura angularis penting untuk menilai

atropi dan intestinal metaplasia serta merupakan daerahyang juga sering

mengalami premalignan displasia. Ketiga regio ini merupakan regio yng

dianjurkan untuk histologi(Dixon et al., 1996).

Masing-masing tampilan patologi yang relevan (kepadatan H.pylori,

intensitas neutrofil, inflamasi mononuklear, atrofi antrum dan korpus, dan

metaplasia intestinal) digradasikan menurut standardized visual analogue scale.

Gambar 2.2 Skema daerah yang direkomendasikan untuk biopsi(Dixon et al., 1996). Satu spesimen harus berasal dari daerah curvatura minor (A1) dan curvatura mayor (A2) daerah antrum yauitu kedua duanya

berjarak 2-3cm dari pylorus ; dari curvatura minor corpus sekitar 4cm

proximal dari angulus (B1); bagian tengah corpus dari curvatura mayor,

(8)

Gambar 2.3 The Updated Sydney System visual standardized visual analogue scale (Dixon et al., 1996)

Tabel 2.2 Kriteria Grading Biopsi Gaster menurut revised Sydney System (Aydine et al., 2015)

Type of Feature Density Of The Histological Feature Grade

Chronic Inflammation (Lymphocytes and plasma cells)

2-3 chronic inflammatory cells scattered randomly in the biopsy

10-15 chronic inflammatory cells/hpf

Some areas with dense cronic inflammatory cells

Diffuse infiltration with dense chronic inflammatory cells

Nil (0)

Mild (1)

Moderator(2)

Marked (3)

Neutrophilic infiltration

No neutrophils any where in the biopsy

Scattered neutrophils in the biopsy

Foci of dense neutrophilic infiltrate with scattred neutrophils in the rest if the biopsy

Several foci of dense inflammatory infiltrate in the biopsy with involvement

Nil (0)

Mild (1)

Moderate (2)

(9)

of crypts

Atrophy No evidence of gastric gland loss

Small areas where gastric glands have disappeared(<25%)

25-50% of the biopsy shows loss of gastric glands

>50% of the biopsy shows loss of gastric glands

Focal areas intestinal metaplasia (1-4 crypts)

Multiple foci involving > 4 crypts but < 50% of the biopsy

Intestinal metaplasia involving > 50 % of the biopsy specimen

No H.pilory anywhere in the biopsy

Only a few H.pylori seen in single of multiple foci

Numerous H.pylori seen in separate areas of foci

>50% of the surface area covered with

H.pylori

Nil (0)

Mild (1)

Moderate (2)

Masing-masing variabel diberi skor numerik atau deskriptif: 0 untuk

absen, 1 untuk ringan, 2 untuk moderate, 3 untuk berat. Nilai masing-masing

spesimen dirata-rata secara terpisah untuk masing-masing kompartemen (antrum

dan korpus). Langkah selanjutnya adalah menentukan derajat inflamasinya di 2

(10)

sama beratnya (pangastritis) atau lebih berat pada antrum (antrum-predominant

gastritis) atau korpus (corpus-predominant gastritis)(Dixon et al., 1996)

2.4.3 Klasifikasi Gastritis Berdasarkan Endoskopi

Klasifikasi ini membagi gastritis menjadi gastritis komplit dengan tipe

matur dan imatur, gastritis inkomplit, serta gastritis erosif hemoragik.

Tabel 2.3 Klasifikasi gastritis berdasarkan endoskopi (Toljamo K, 2012) Main class Subclass Characteristic features

I Complete Innumerable pinpoint-sizedhemorrhages on the Mucosal surface

Ia Mature type The surrounding mucosal elevation is Irreversible due to fibrosis

Ib Immature type The bulging border is due to oedema

II Incomplete A simple defect of the mucosal layer without

reaction to surrondings IIa Erosion located on flat mucosa

IIb Erosion located on the prominent folds of the prepyloric region

III Hemorrhagic-erosive gastritis

Innumerable pinpoint-sized hemorrhages on the Mucosal surface with erythrodiapedesisand engorged blood vessels within mocosaand submucosa.

Sistem diagnosis gastritis yang dikembangkan sekarang adalah gabungan

antara temuan endoskopi dan histologis yang dikenal dengan nama Sydney

System. Klasifikasi Sydney dari gastritis per endoskopi bertujuan untuk

menstandarisasi laporan klasifikasi gastritis per endoskopi berdasarkan tampilan

mukosa seperti edema, punctuate and confluent erythema, friability, punctuate

and confluent exudate, flat and raised erosion, rugal hyperplasia and atrophy,

visibility of vascular pattern, punctuate and confluent intramural bleeding spots,

dan coarse nodularity. Semua hasil endoskopi dilaporkan termasuk penilaian

subjektif dari tingkat keparahan seperti ringan, sedang, berat, lalu diklasifikasikan

ke salah satu dari 8 kategori yaitu gastritis superfisial, gastritis hemoragik,

gastritis erosiva, gastritis verukosa, gastritis atrofik, gastritis metaplastik, gastritis

(11)

Tabel 2.4 Temuan gastritis dari endoskopi dan kriteria diagnosisnya (Kaur, 2002)

Fundamental types

Definition according to endoscopic findings

Superficial Gastritis

Findings including edema and redness (spotted, patchy, linear), friabililty and/or exudate are observed

Hemorrhagic Gastritis

Hemorrhage is evidenced

Erosive Gastritis

Erosive changes including flat or depressed types

Verrucous Gastritis

Erosive changes including elevated type

Atrophic Gastritis

Findings such as color change of mucosa, visible vascular pattern and thinning are observed

Metaplastic Gastritis

Intestinal metaplasia was defined as the lesion visualized as an ash-colored nodular change by conventional endoscopy alone dyeing

Hyperplastic Gastritis

Remarkable irregularity of mucosa or rugal hypertrophy of greater curvature in corpus

Special Gastritis

Congestive gastropathy: the term “portal hypertensive gastropathy” refers to the mosaic-like pattern, congestion and edema of the mucosa with or without red spots seen endoscopically in patients with portal hypertension

2.5Patofisiologi

2.5.1 Patofisiologi Gastritis secara Umum

Terjadinya gastritis secara umum karena ketidakseimbangan faktor

agresif dan defensif, di mana faktor agresif lebih dominan daripada faktor

defensif. Yang termasuk faktor agresif antara lain asam lambung, pepsin, refluks

bilier, nikotin, alkohol, NSAID, kortikosteroid, H.pylori, dan adanya radikal

(12)

permukaan, prostaglandin, fosfolipid, mukus, bikarbonat, dan motilitas saluran

pencernaan(Simadibrata, 2009).

Gambar 2.4 Patofisiologi Gastritis (Silva et al., 2011)

Keterangan : (A) mukosa gaster normal akibat adanya keseimbangan

antara faktor agresif dan pertahanan mukosa. (B) pembentukan ulkus

gaster karena ketidakseimbangan faktor agresif dan faktor pertahanan

mukosa.

2.5.2 Patofisiologi Gastritis akibat NSAID

Beberapa sel di mukosa gaster berkontribusi terhadap produksi asam

lambung. Sel G di antrum gaster melepaskan hormon gastrin. Hormon ini bekerja

pada enterochromaffin-like cells (ECL) di korpus lambung menyebabkan

pelepasan histamin. Histamin akan menstimulasi sel parietal untuk mensekresikan

asam. Hormon gastrin juga menstimulasi secara langsung sel parietal dan

meningkatkan kerja ECL serta sel parietal. Prostaglandin merupakan faktor

pertahanan yang penting untuk melindungi mukosa gaster. Sintesis prostaglandin

dipengaruhi aktivitas cyclooxygenase (COX) enzyme. Ada 2 bentuk COX yaitu

COX-1 dan COX-2. COX-1 bertanggungjawab memproduksi prostaglandin, yang

(13)

NSAID dapat menekan aktivitas COX-1, yang berakibat pada lesi mukosa gaster

(Syam, 2009)

Aspirin, salah satu NSAID yang digunakan secara luas di klinis bisa

menyebabkan stres ulcer dan mengeksaserbasi ulkus gaster sebelumnya. Interaksi

NSAID dan stres dapat menyebabkan lesi pada gaster dengan salah satu

mekanismenya adalah dengan meningkatkan sitokin inflamasi salah satunya TNF-α (Brzozowski, 2003)

Gambar 2.5 Pembentukan lesi gaster akibat aspirin (Brzozowski, 2003) Penggunaan analgetik berhubungan dengan erosi gaster. Dilaporkan juga

jumlah erosi gaster yang sama antara penggunaan COX-2 selektif dengan NSAID

non selektif, yaitu celecoxib vs diklofenak. Banyak studi yang melaporkan ada

hubungan signifikan terjadinya gastritis dengan penggunaan NSAID. Mekanisme

NSAID menginduksi erosi antara lain dengan menghambat sintesis prostaglandin

dan fosforilasi oksidatif, mengganggu mikrosirkulasi lokal, yang berdampak

terjadinya nekrosis iskemik. Penggunaan NSAID jangka panjang pada pasien

H.pylori secara signifikan menyebabkan erosi yang lebih berat dibandingkan pada

pada pasien yang tidak terinfeksi H.pylori, namun hal ini masih kontroversi

(Cheung et al., 2010, Toljamo, 2006)

2.5.3 Patofisiologi Gastritis Helicobacter pylori

Helicobacter pylori merupakan bakteri gram-negatif dengan bentuk

batang melengkung, panjang 3 mikrometer, dan memiliki flagella yang membantu

(14)

Australia Barry Marshall dan Robin Warren, yang saat itu ditemukan pada pasien

gastritis kronik dan ulkus gaster. Bakteri ini tinggal di lapisan mukus yang

melapisi epitel gaster. H.pylori mensekresikan faktor-faktor, peptida, dan

lipopolisakarida yang bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan monosit (Mueller

A et al., 2004)

Gambar 2.6 Morfologi H. pylori (Mueller A et al., 2004)

Berikut akan dijelaskan mengenai faktor virulesi utama dari H.pylori

a. Cytotoxin-associated gene (cag) pathogenicity island (cagPaI)

CagPaI merupakan regio DNA yang disusun oleh 30 gen yang

mengkode Type IV Secretion System (T4SS). Infeksi strain H.pylori

dengan cagPaI sekitar 2x beresiko terkena ulkus peptikum dan

adenokarsinoma gaster.Infeksi H.pylori di mukosa gaster menginduksi

produksi sitokin-sitokin IL-1 , IL-6, IL-8 dan TNF-α. IL-1 atau TNF-α saja, maupun TNF-α bersinergis dengan IFN- menginduksi produksi IL-8 di sel gaster. Peningkatan produksi IL-8 bisa disebabkan infeksi H.pylori

maupun sekunder dari peningkatan kadar IL-1 atau TNF-α. Produksi IL -8oleh sel epitel gaster berkepanjangan dapat menyebabkan rekruitmen

neutrofil dan limfosit ke jaringan yang terinfeksi (Szoke, 2009, Fischer et

(15)

b. Vacuolating cytotoxin A (VacA)

Vacuolating cytotoxin A (VacA)merupakan protein yang

disekresikan oleh H. pylori. Protein ini toksin yang dapat menginduksi

pembentukan vakuola secara masif pada sel epitel in vitro dan mengurangi

proliferasi sel T. Inhibisi sel T menyebabkan H.pylori dapat menyebabkan

infeksi kronik. Toksin dapat membentuk pori-pori pada sel epitel gaster

yang mengangkut cairan interstisial bersama urea menuju ke bakteri.

Dengan cara ini bakteri mendapatkan nutrisi, mempertahankan pH dengan

mengubah urea menjadi amonia sehingga membantu H.pylori untuk

tumbuh. VacA juga berperan melonggarkan tight junction antara sel-sel

dan menyebabkan kerusakan epitel (Pelicic et al., 1999, Sundrud et al.,

2004)

c. Duodenal ulcer promoting gene A (dupA)

Gen dupA terutama berhubungan dengan ulkus peptikum. Pada

penelitian di China menunjukkan pasien ulkus duodenum memiliki

prevalensi strain dupA positif dibandingkan pasien Ca gaster dan ulkus

gaster (Zhang Z, et al, 2008). Penelitian Lu et al menemukan bahwa

infeksi strain dupA+ berkaitan dengan peningkatan kadar IL-8 pada

mukosa gaster dan infiltrasi neutrofil yang lebih berat.

d. Outer inflammatory protein (oipA)

Gen oipA juga dapat menginduksi ekspresi IL-8 dari sel epitel

gaster. Adanya oipA berkorelasi dengan ulkus duodenum dan Ca gaster

(Yamaoka et al., 2006)

e. Protein membran luar lainnya

Banyak protein membran luar H.pylori memungkinkan perlekatan

H.pylori terhadap sel epitel gaster, seperti BabA, SabA, HpaA, Omp18,

AlpA, AlpB, dan HopZ. BabA (blood group antigen binding adhesion

A), salah satu faktor yang paling banyak dipelajari, ditemukan pada sel

epitel dan memfasilitasi kolonisasi H.pylori dan meningkatkan respons

(16)

f. HP-NAP

NAP adalah faktor lain yang dapat mengaktivasi neutrofil.

HP-NAP mengaktivasi sel mast sehingga menyebabkan pelepasan isi

granul dan sitokin proinflamasi IL-6. Faktor ini dapat menyebabkan

datangnya monosit dan neutrofil ke lokasi infeksi (Montemurro P, et al,

2002). HP-NAP juga dapat menginduksi respons Th1 yang kuat,

induksi neutrofil untuk memproduksi ROS dan menyebabkan inflamasi

dan kerusakan sel (Montecucco et al, 2003)

Gambar 2.7 Perjalanan alamiah infeksi Helicobacter pylori (Mueller et al., 2004)

H.pylori menginduksi sitokin-sitokin proinflamasi seperti IL-1 , IL-6, TNF-α, IL-8 melalui aktivasi NF-κB. Respons inflamasi yang terjadi menyebabkan Treg mensekresikan sitokin imunosupresif, yang mempertahankan

kadar H.pylori dalam mukosa gaster. Peran Treg dalam memodulasi respon imun

pejamu selama infeksi H.pylori telah beberapa kali dipikirkan. Treg adalah subset

dari sel T yang mensupresi respon imun pejamu dan berhubungan dengan kanker.

Sel T khusus tersebut mengekspresikan marker seperti CD4, CD25, dan FoxP3.

Treg meningkatkan toleransi terhadap antigen diri sendiri dan pada saat

bersamaan memfasilitasi pertumbuhan tumor melalui imunosupresi. Beberapa

studi menyebutkan peningkatan dari TH1, TH2, Treg, mengindikasikan

keseimbangan imunomodulasi pejamu untuk inflamasi. Infeksi H.pylori memiliki

(17)

TNF-α, dll. Kondisi inflamasi ini diseimbangkan dengan IL-10 dari Treg untuk menyebabkan infeksi kronik dengan imunosupresi parsial (Banerjee et al., 2013)

Gambar 2.8 Respons Inflamasi akibat Helicobacter Pylori (Banerjee et al., 2013)

Metode diagnostik untuk mendeteksi kuman H.pylori dibagi menjadi

pemeriksaan invasif dan pemeriksaan non invasif. Beberapa metode telah

dikembangkan untuk mendeteksi keberadaan infeksi kuman H. pylori, yang dapat

dilihat pada tabel di bawah ini

Tabel 2.5 Pemeriksaan diagnostik untuk H. pylori (Lew, 2009)

(18)

H. pylori-induced Host factors regulated by

NF-kB activation Role

IL-8 Chemotaxis for neurotrophil and lymphocytes

iNOS Enzyme that generates cell damaging NO

COX-2 The rate limiting enzyme in the synthesis of prostaglandins

hBD-2 Anti-bacterial peptide

MMP-9 and -7 Matrix metalloproteinases tumour invasiveness

IAP and Mel-1 Anti-apoptotic genes

IL-12p40.TNF-α. IFN- . IL-2.IL-6

Pro-inflammatory cytokines

VEGF.HIF-α Angiogenic growth factors

Bax Apoptotic gene

PAI-2 Inhibit fibrinolysis (degradation

Of blood clots

2.6. Hubungan Sitokin Inflamasi dengan Gastritis

2.6.1 Sitokin Inflamasi terhadap Gastritis non H.pylori

Kadar serum sitokin seperti IL-6, TNF-α, IL-1 , dan IFN- pada pasien yang mengalami inflamasi lebih tinggi daripada individu normal. Penurunan kadar

IL-6 dan TNF-α merupakan petunjuk terjadinya perbaikan inflamasi. IL-6 disekresikan oleh sel T dan makrofag untuk menstimulasi respons imun terutama

selama ada kerusakan jaringan yang menyebabkan terjadinya inflamasi. IL-6 juga

berperan dalam melawan infeksi. TNF-α merupakan sitokin yang terlibat dalam inflamasi sistemik dan termasuk kelompok sitokin yang menstimulasi reaksi akut.

(19)

Injuri gaster akibat kimiawi seperti NSAID bisa menyebabkan

peningkatan ekspresi mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1 , maupun IL-8. Penelitian Lee et al pada tikus menemukan pemberian indometasin secara

signifikan meningkatkan ekspresi TNF-α, IL-1 , IL-8 pada sel epitel gaster. Hal ini mengkorfirmasi mediator inflamasi berperan dalam kerusakan sel epitel gaster

akibat indometasin. Menurut Tanigawa T, et al pemberian PPI bisa menurunkan

produksi TNF-α dan IL-1 . Jadi PPI memiliki efek anti inflamasi dengan menekan secara langsung induksi TNF-α dan IL-1 melalui inhibisi NF-κB dan aktivasi ERK pada sel-sel inflamasi. Penelitian Tanigawa T, et al dan Lee HJ, et

al mengkonfirmasi bahwa pada erosi gaster terjadi peningkatan sitokin-sitokin

inflamasi(Tanigawa et al., 2009; Lee et al., 2012).

Gastritis kimiawi/ gastropati seperti NSAID memiliki berbagai

patogenesis/ mekanisme yang menyebabkan cedera seperti inhibisi prostaglandin,

efek toksik langsung dari NSAID, dan stimulasi sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IL-1 , IL-6, IL-8, IFN- dan infiltrasi sel-sel inflamasi di lamina propria yang menyebabkan penurunan aliran darah mukosa, hipoksia, dan penurunan

pertahanan mukosa(Rakanurak et al., 2013).

Pada percobaan terhadap model tikus yang terkena gastritis akibat

diinduksi oleh HCl/etanol, terjadi peningkatan kadar serum dari IL-6 dan TNF-α. Adanya penurunan sitokin proinflamasi ini setelah mendapatkan

gastroprotektor(Zhao et al, 2013).

Penelitian Eamlamnam K, et al pada lesi gaster akut yang diinduksi

asam asetat terjadi peningkatan leukosit, TNF-α, dan penurunan IL-10. Sehingga saat terjadi proses penyembuhan terjadi penurunan TNF-α dan leukosit serta peningkatan kadar IL-10. Pada inflamasi gaster kronik terjadi peningkatan IL-10

yang secara simultan mengurangi inflamasi jaringan gaster. Peningkatan IL-10

sebagai sitokin antiinflamasi guna menekan inflamasi di gaster(Eamlamnam et al.,

2006).

Naito Y, et al dan Jainu M, et al melaporkan bahwa inflamasi gaster

(20)

Iskemia pun menginduksi lesi gaster, kemungkinan akibat banyak

pembentukan radikal bebas, tetapi peranan sitokin proinflamasi seperti IL-1 dan TNF-α dalam proses penyembuhan lesi ini belum dipelajari mendalam. Konturek PC, et al melakukan percobaan pada tikus menemukan bahwa lesi gaster

dimediasi oleh pembentukan radikal bebas, menyebabkan supresi mikrosirkulasi

gaster dan aktivitas sekresi dari gaster. Serta terjadi peningkatan superoksida

dismutase dan pelepasan IL-1 dan TNF-α bisa mengaktivasi ekspresi ICAM-1 dan infiltrasi neutrofil, yang berperan penting dalam progresivitas iskemia yang

menginduksi erosi gaster akut menjadi ulkus kronis (Konturek et al, 2000)

2.6.2 Sitokin Inflamasi terhadap Gastritis H.pylori

H. pylori yang menginfeksi kurang lebih 50% penduduk di seluruh

dunia, yang menyebabkan inflamasi lambung kronis yang akan menjadi atrofi,

metaplasia, displasia dan akhirnya kanker lambung(Fox, 2007).

Inflamasi kronis tersebut melibatkan netrofil, limfosit (sel T dan B), sel

plasma, dan makrofag, sesuai dengan tingkat degenerasi dan kerusakan selnya

(Israel DA, 2001). Mekanisme inflamasi lainnya melalui kontak langsung dengan

sel epitel lambung dan merangsang pembentukan serta pelepasan sitokin

inflamasi. Adanya inflamasi karena H pylori dapat ditunjukkan dengan

peningkatan IL-1 , IL-2, IL-6, IL-8 dan TNF-α (Israel DA, 2001)

Inflamasi lambung ditemukan bervariasi pada pasien yang terinfeksi

dengan H pylori tergantung dari respon imun pejamu terhadap organisme.

Mekanisme inflamasi terhadap infeksi H pylori melibatkan respon imun spesifik

dan imun non spesifik, seperti terlihat pada gambar di bawah ini. Proses tersebut

juga akan menimbulkan keluarnya mediator sitokin, pada gastritis karena H

pylori, seperti pada tabel di bawah(Bodger, 1998).

Tabel 2.7 Sitokin yang dihasilkan sebagai implikasi dari gastritis H pylori (Bodger, 1998)

Mediator Usual actions

Cytokines

(21)

IL-1α

Stimulation of Th 1 response

Pro-inflamatory, especially cellular immunity

Pro-inflamatory, maturation factor

Nuetrophil recruitment and activation

Nuetrophil recruitment and activation

Mononuclear cell recruitment and activation

Mononuclear cell recruitment and activation

TNF-α berperan untuk meningkatkan reaksi inflamasi dan diyakini berperan penting dalam kerusakan mukosa gaster akibat H.pylori. TNF-α menyebabkan kaskade inflamasi terhadap infeksi, respons inflamasi berlebihan di

mukosa gaster yang berhubungan dengan inhibisi sekresi asam lambung dan

kerentanan yang lebih tinggi terhadap Ca gaster(Furuta et al., 2002).

Infeksi H.pylori berkontribusi terhadap rekrutmen neutrofil dan limfosit

yang menyebabkan kerusakan epitel melalui pelepasan sitokin, salah satunya

TNF-α. Bodger K, et al melaporkan bahwa ada hubungan signifikan antara IL-6, IL-8, TNF-α pada pasien yang terinfeksi H.pylori. Sitokin ini berkorelasi dengan derajat inflamasi dan aktivitas neutrofil, di mana makin tinggi kadar sitokin

sebanding dengan peningkatan derajat inflamasi dan aktivitas neutrofil (Bodger et

al., 2001).

Sementara IL-10 yang merupakan sitokin anti inflamasi dapat

mengurangi inflamasi dan efek sitotoksik dari sitokin-sitokin proinflamasi (Holck

(22)

endotel. IL-10 diketahui bekerja menurunkan aktivitas sel imun dan inflamasi

seperti sel T dan neutrofil. Semua data ini menunjukkan IL-10 potensial menekan

inflamasi dan mendukung kolonisasi H.pylori yang lebih lama pada mukosa

gaster(Schottelius et al., 1999; Al-Ashyet al., 2006; Zakaria et al., 2008).

2.7 Interleukin-10 (IL-10) 2.7.1 Definisi Interleukin 10

IL-10 merupakan sitokin imunoregulator yang poten dan bersirkulasi

sebagai homodimer yang terdiri dari 160 protein asam amino. IL-10 ini terletak

pada kromosom manusia 1q31-32. IL-10 pertama kali dikenal sebagai cytokine

synthesis inhibiting factor (CSIF) oleh karena dapat menekan sintesis sitokin pada

sel T tertentu. IL-10 merupakan anggota dari keluarga sitokin IL-10 yang terdiri

dari IL-19, IL-20, IL-22, IL-24, IL-26, IL-28 dan IL-9 (Mege et.al., 2006).

IL-10 diproduksi oleh banyak sel diantaranya sel B, sel T khususnya

Tregs (T cell regulatory), monosit dan makrofag serta sel dendritik, tetapi tidak

diproduksi oleh sel-sel epitel. Sebuah penelitian yang meneliti tentang defisiensi

IL-10 pada tikus menyebutkan bahwa Tregs merupakan sumber penting dalam

produksi IL-10. Pada awalnya hanya T helper (Th)2 yang dapat memproduksi

IL-10, namun pada saat-saat ini Th 1 juga dilaporkan dapat menghasilkan IL-10.

Dendritic Cell (DC) yang diaktivasi oleh H.pylori akan memproduksi sejumlah

sitokin diantaranya TNF-α, IL-1 , IL-6, IL-8, IL-10, IL-12 dan IL-23. TNF-α merupakan sitokin tertinggi yang diproduksi yaitu 1000-2000 kali lipat dibanding

nilai basal, sedangkan IL-6 kenaikan 1000 kali lipat, IL-10 mengalami kenaikan

200-400 kali lipat, IL-8 mengalami kenaikan 10 kali lipat dan IL-1 150 kali lipat (Mege et.al., 2006; Front, 2013)

IL-10 yang disekresikan oleh Tregs merupakan senyawa yang penting

dalam mencegah penyakit pada saluran gastrointestinal. Sebuah penelitian juga

menyebutkan bahwa terdapat banyak IL-10 pada intra epitel limfosit pada usus

halus dan limfosit lamina propria pada kolon setelah stimulasi sel T reseptor.

Kulberg dkk, melaporkan bahwa IL-10 yang diproduksi Tr1 dapat menekan Th1

dalam menghasilkan IFN-Y. IL-10 juga dapat mengontrol inflamasi dan

(23)

ulseratif. IL-10 dengan kadar tinggi merupakan prognosis yang rendah dari ca

gaster (Zakaria, 2010).

2.7.2 Mekanisme kerja Interleukin 10

Mekanisme kerja utama IL-10 adalah menekan inflamasi dan regulasi sel

T. IL-10 dapat secara spesifik menekan produksi IFN-Y dan IL-2 melalui Th1.

Th1 merupakan sumber utama dari IFN-Y, yang bersifat mengaktivasi monosit

dan menginhibisi proliferasi Th2. Melalui penekanan terhadap IFN-Y, IL-10

membantu memelihara polarisasi sel T helper pada Th2. IL-10 juga dapat

menghambat produksi IFN-Y melalui sel Natural Killer (NK) dan menghambat

aktivasi NF-Kb. Faktor-faktor transkripsi ini mengontrol proinflamasi dan gen

antiapototik yang berperan penting dalam terjadinya inflamasi akut atau kronik.

Melalui blokade aktivasi NF-Kb, IL-10 menginhibisi IL-1 dalam menginduksi

sintesis COX-2 dan ekspresi COX-2 pada neutrofil. IL-10 juga dapat menghambat

perlekatan monosit dengan sel-sel endotel. Disisi lain, IL-10 menunjukkan

imunostimulator pada sel B dan sel endotel. IL-10 dapat mempengaruhi fungsi sel

mast dan secara signifikan memperluas aktivitas pertumbuhan faktor stem sel

pada sel ini. Berikut ini merupakan tabel yang berisikan beberapa faktor yang

diregulasi oleh NF-kB sebagai respon terhadap H. pylori (Zakaria, 2010).

Peranan yang luas dari IL-10 pada penyakit-penyakit infeksi, termasuk

infeksi H.pylori, memiliki dua gambaran utama yaitu sebagai pencegah

berkembangnya lesi-lesi imunopatologi yang merupakan dampak dari respon

imun protektif yang mengalami eksarsebasi, sedangkan di sisi lain IL-10 berperan

dalam timbulnya persistensi patogen dengan cara mempengaruhi sistem imun

alamiah dan adaptif (Fathurrahman et al., 2013).

Ekspresi IL-10 minimal pada jaringan yang normal dan memerlukan

pencetus dari flora patogenik maupun komensal. Induksi IL-10 melibatkan

ERK1/2, p38, dan sinyal NF-κB, dan aktivasi transkripsi melalui promoter dari faktor transkripsi NF-κB dan AP-1. Mekanisme IL-10 dalam imunoregulasi dan efek stimulasi dapat dilihat pada gambar berikut : (Eskdale et al., 1997; Saraiva et

(24)

IL-10 dilepaskan oleh sel T sitotoksik untuk menghambat kerja sel NK

selama respons imun terhadap infeksi virus. IL-10 menurunkan ekspresi sitoksin

Th1, antigen MHC kelas II, dan makrofag. IL-10 dapat meningkat masa hidup sel

B, proliferasi, dan produksi antibodi. IL-10 mampu menghambat sintesis sitokin

proinflamasi seperti IFN- , IL-2, IL-3, TNF-α, GM-CSF yang diproduksi oleh makrofag dan sel T regulator. IL-10 juga dapat menekan kapasitas presentasi

antigen dari APC (Antigen Presenting Cells). Di satu sisi IL-10 dapat bersifat

stimulasi terhadap Th2, sel mast, dan merangsang maturasi sel B dan produksi

antibodi (Eskdale et al., 1997; Saraiva et al., 2010).

IL-10 secara spesifik menekan produksi IFN- dan IL-2 oleh sel Th. IL-10 juga dapat menghambat produksi IFN- oleh sel NK dan menghambat aktivasi NF-κB. Melalui blokade aktivasi NF-κB, IL-10 menghambat IL-1 yang dimediasi oleh induksi sintesis protein COX-2 dan ekspresi protein COX-2 di neutrofil.

Lebih lanjut IL-10 dapat menghambat perlengketan monosit ke sel endotel. IL-10

diketahui bekerja menurunkan aktivitas sel imun dan inflamasi seperti sel T dan

neutrofil. IL-10 juga diketahui menekan sekresi IL-8 dan ekspresi molekul adhesi

intraseluler-1 (ICAM-1). Semua data ini menunjukkan IL-10 potensial menekan

inflamasi dan mendukung kolonisasi H.pylori yang lebih lama pada mukosa

gaster (Schottelius et al., 1999; Al-Ashyet al., 2006; Zakaria et al., 2008). Pada

model tikus, IL-10 terbukti melindungi dari perkembangan gastritis berat dan

kerusakan mukosa dengan menurunkan H.pylori yang diinduksi oleh respons Th1

(25)

Gambar 2.9 Efek imunoregulator dan stimulator dari IL-10

Tabel 2.8 Beberapa faktor yang diregulasi oleh NF-kB sebagai respon terhadap infeksi H.pylori (Zakaria, 2010).

2.8 Interleukin-8 (IL-8) 2.8.1 Definisi IL-8

IL-8 adalah kemokin yang diproduksi oleh monosit, limfosit T, neutrofil,

sel endotel vaskular, fibroblas dermis, keratinosit, hepatosit dan sel kanker gaster

(26)

terhadap limfosit T dan basofil serta neutrofil in vitro. Selain itu, IL-8 dapat

menginduksi neutrofil untuk melepaskan enzim lisosom. IL-8 ini tidak terdeteksi

pada plasma orang dewasa normal (Luster AD, 1998).

IL-8 merupakan salah satu faktor penting yang menyebabkan influks

neutrofil menuju sel-sel yang terinfeksi dan jumlah IL-8 diekspresikan oleh sel

epitel gaster sebagai respons terhadap H.pylori yang cukup untuk menginduksi

kemotaksis neutrofil (Yamada H, et al, 2001). Penelitian in vivo dan in vitro

menunjukkan adanya peningkatan kadar IL-8 yang berhubungan dengan infeksi

H.pylori (Kim H, et al, 2001; Seo JH, et al, 2004; Robinson K, et al, 2008).

Induksi ekspresi IL-8 dimediasi melalui NF-κB dan proten activator-1 (AP-1) (Chu SH, et al, 2003). H.pylori secara langsung akan melakukan up regulasi

ekspresi mesenger RNA dari IL-8 dan protein IL-8 pada sel epitel (Crabtree JE, et

al, 1995).

2.8.2 Mekanisme kerja IL-8

H.pylori mensekresikan faktor-faktor, peptida, dan lipopolisakarida yang

bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan monosit. In vivo, infeksi H.pylori di

mukosa gaster menginduksi produksi sitokin-sitokin IL-1 , IL-6, IL-8 dan TNF-α. IL-1 atau TNF-α saja, maupun TNF-α bersinergis dengan IFN- menginduksi produksi IL-8 di sel gaster. Peningkatan produksi IL-8 bisa disebabkan infeksi

H.pylori maupun sekunder dari peningkatan kadar IL-1 atau TNF-α. Produksi IL -8 oleh sel epitel gaster berkepanjangan dapat menyebabkan rekruitmen neutrofil

dan limfosit ke jaringan yang terinfeksi (Szoke D, 2009).

H.pylori menginduksi sitokin-sitokin proinflamasi seperti IL-1 , IL-6, TNF-α, IL-8 melalui aktivasi NF-κB. Respons inflamasi yang terjadi menyebabkan Treg mensekresikan sitokin imunosupresif, yang mempertahankan

kadar H.pylori dalam mukosa gaster. Peran Treg dalam memodulasi respon imun

pejamu selama infeksi H.pylori telah beberapa kali dipikirkan. Treg adalah subset

dari sel T yang mensupresi respon imun pejamu dan berhubungan dengan kanker.

Sel T khusus tersebut mengekspresikan marker seperti CD4, CD25, dan FoxP3.

Treg meningkatkan toleransi terhadap antigen diri sendiri dan pada saat

(27)

studi menyebutkan peningkatan dari TH1, TH2, Treg, mengindikasikan

keseimbangan imunomodulasi pejamu untuk inflamasi. Infeksi H.pylori memiliki

respon TH1 yang kuat yang dimediasi oleh sitokin TH1 termasuk IFN- , IL-12, TNF-α, dll. Kondisi inflamasi ini diseimbangkan dengan IL-10 dari Treg untuk menyebabkan infeksi kronik dengan imunosupresi parsial (Banerjee A, et al,

2013).

Injuri gaster akibat kimiawi seperti NSAID bisa menyebabkan

peningkatan ekspresi mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1 , maupun IL-8. Penelitian Lee et al pada tikus menemukan pemberian indometasin secara

signifikan meningkatkan ekspresi TNF-α, IL-1 , IL-8 pada sel epitel gaster. Hal ini mengkorfirmasi mediator inflamasi berperan dalam kerusakan sel epitel gaster

akibat indometasin. Menurut Tanigawa T, et al pemberian PPI bisa menurunkan

produksi TNF-α dan IL-1 . Jadi PPI memiliki efek anti inflamasi dengan menekan secara langsung induksi TNF-α dan IL-1 melalui inhibisi NF-κB dan aktivasi ERK pada sel-sel inflamasi. Penelitian Tanigawa T, et al dan Lee HJ, et

al mengkonfirmasi bahwa pada erosi gaster terjadi peningkatan sitokin-sitokin

inflamasi (Tanigawa T, et al, 2009; Lee HJ, et al, 2012).

Gastritis kimiawi/ gastropati seperti NSAID memiliki berbagai

patogenesis/ mekanisme yang menyebabkan cedera seperti inhibisi prostaglandin,

efek toksik langsung dari NSAID, dan stimulasi sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IL-1 , IL-6, IL-8, IFN- dan infiltrasi sel-sel inflamasi di lamina propria yang menyebabkan penurunan aliran darah mukosa, hipoksia, dan penurunan

pertahanan mukosa (Rakananurak N, et al, 2013).

Beberapa penelitian tentang hubungan status CagA, kadar IL-8 mukosa

gaster dan derajat inflamasi mukosa menunjukkan hasil yang beragam. Penelitian

yamaoka,et al. menunjukkan derajat severitas yang lebih berat pada H. pylori

positif daripada yang negatif. Infiltrasi PMN dan MN lebih berat pada galur

dengan CagA positif. Kadar IL-8 mukosa gas berhubungan derajat severitas yang

lebih berat secara signifikan pada galur dengan CagA positif. CagA positif

berhubungan kuat dengan tingginya kadar IL-8 mukosa gaster. Infiltrasi sel MN

(28)

Penelitian Andersen et al mendapatkan bahwa IL-8 dan IL-10 meningkat

secara signifikan pada derajat inflamasi yang lebih berat dan tingkat kepadatan

H.pylori yang makin banyak. (Andersen LP et al., 2005)

Xuan, et al. tahun 2005 mendapatkan kadar IL-8 mukosa metode ELISA

yang lebih tinggi pada derajat gastritis yang lebih berat (infiltrasi neutrofil,

infiltrasi mononuklear dan atrofi.

Holck et al melaporkan adanya hubungan signifikan antara 8 dan

IL-10 dengangastritis maupun tingkat kepadatan H.pylori. Aktivitas sitokin IL-8

dan IL-10 meningkatpada pasien yang terinfeksi H.pylori. IL-8 ditemukan

meningkat pada separuh pasien H.pylori, dibandingkan dengan 25% pada pasien

yang tidak terinfeksi H.pylori .

Gambar 2.10 Efek Interleukin 10 terhadap sitokin pro inflamasi yang lain

(29)
(30)

2.9 Kerangka Teori/Konsepsional

Pasien Abdominal Discomfort

Menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut penuh, sendawa, regurgitasi dan rasa panas yang menjalar di dada (Djojoningrat D, 2006).

H. pylori (+) lambung. (El-Zimaity HMT, 2007).

Infeksi lambung disebabkan oleh pajanan aspirin, indometasin, NSAID lain, asam empedu, alkohol, iskemia, bahan korosif (Adibi 2014).

Suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif khususnya H.pylori. (Adibi 2014).

IL-10 yang juga dikenal sebagai human cytokine synthesis inhibitory factor (CSIF), merupakan sitokin anti inflamasi (Saraiva M, et al, 2010).

IL-8 adalah kemokin yang diproduksi oleh monosit, limfosit T, neutrofil, sel endotel vaskular, fibroblas dermis, pertanyaan yang mengevaluasi gejala nyeri epigastrium, mual, muntah, perut kembung, dan early satiation.

Skor > 6 : dispepsia

Gastroskopi :

Suatu metode yang ditunjuk untuk melihat lebih jauh bagian-bagian yang ada dalam tubuh dengan cara memasukkan sebuah alat berupa tabung yang fleksibel yang dilengkapi kamera kecil diujung alat tersebut.

Biopsi :

pengambilan sampel kecil dari jaringan sehingga dapat diperiksa di bawah mikroskop untuk mengetahui derajat keparahan suatu penyakit.

Gambar

Gambar  2.1 Struktur potong lintang dinding gaster (Toljamo K, 2012)
Tabel 2.1 Etiologi Gastritis Berdasarkan Agen yang Ditransmisikan,
Gambar 2.2 Skema daerah yang direkomendasikan untuk
Gambar  2.3 The Updated Sydney System visual standardized visual analogue scale (Dixon et al., 1996)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan karakteristik responden dengan dimensi tipe kepribadian menunjukkan tidak terdapatnya hubungan antara tipe kepribadian introvert dan ektrovert dengan

Berdasarkan usul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Sekretaris Jenderal melalui Kepala Biro menyusun daftar rencana penyusunan Rancangan Peraturan

Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 35 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan perlu menetapkan

Menimbang : bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan penyediaan air bersih agar dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang

[r]

bahwa dalam rangka meningkatkan ketertiban dan akuntabilitas pemberian hibah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Peraturan Bupati Bantul Nomor 78

Universitas Negeri

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Bupati Bantul Nomor 31 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Sistem Pembiayaan dan Penggunaan Dana Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama