• Tidak ada hasil yang ditemukan

Amalan Thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah dan Pengaruhnya Terhadap Pengembangan Nilai-Nilai Spiritual Jamaah Di Desa Ngombak Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan. Tahun 2017 - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Amalan Thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah dan Pengaruhnya Terhadap Pengembangan Nilai-Nilai Spiritual Jamaah Di Desa Ngombak Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan. Tahun 2017 - Test Repository"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

i

AMALAN THARIQAH AN-NAQSABANDIYAH AL-KHALIDIYAH

DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENGEMBANGAN

NILAI-NILAI SPIRITUAL JAMAAH

DI DESA NGOMBAK KECAMATAN KEDUNGJATI

KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2017

SKRIPSI

Diajukan untuk memperoleh gelar

Sarjana Pendidikan (SPd)

Oleh

PUJI IMAM NAWAWI

NIM: 11110030

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

(6)

vi MOTTO

“Niscaya Allah akan meninggikan orang

-orang yang

beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu

pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha

mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS. Al-Mujadillah:

11)”

.

(7)

vii

PERSEMBAHAN

Atas rahmat dan ridho Allah SWT, skripsi ini aku persembahkan untuk:

1. Kedua orang tuaku yang sangat aku hormati dan cintai Bapak

Mustamaji dan Ibu Ngapi Naati karena dengan bimbingan, kasih sayang, dan doa keduanya lah aku melangkah ke depan dengan optimis untuk meraih cita-cita.

2. Kakakku Muhammad Bisyri Muthahar, Rizka Fadtikha Ichwan yang

senantiasa

memotivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

3. Sahabatku Teguh Kayen Marx, Ariyadi, Surya Sinanggiri, Khoirul

Anwar, Mudofir, Teman – Teman Syabab, LK HMI Tahun 2010

yang selalu memberikan semangat dan motivasi.

4. Teman-temanku di kampus yaitu kelas PAI A angkatan tahun

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Asslamu‟alaikum Wr. Wb

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya.

Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi M.Pd Selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

Keguruan IAIN Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua jurusan Pendidikan Agama

Islam (PAI).

4. Bapak Drs. Ahmad Sultoni, M.Pd., sebagai dosen pembimbing

skripsi yang telah dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

(9)

ix

6. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah

banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Kepala Desa Ngombak Bapak Mahfud yang telah banyak

membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Harapan penulis, semoga amal baik dari beliau mendapatkan balasan yang setimpal dan mendapatkan ridho Allah SWT.

Akhirnya dengan tulisan ini semoga bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya.

Wassalamu‟alaikum Wr. Wb

Salatiga, Juli 2017 Penulis

(10)

x

ABSTRAK

Nawawi, Puji Imam. 2017. Amalan Thariqah An-Naqsabandiyah

Al-Khalidiyah dan Pengaruhnya Terhadap Pengembangan Nilai-Nilai

Spiritual Jamaah Di Desa Ngombak Kecamatan Kedungjati

Kabupaten Grobogan. Skripsi. Fakultas Tarbiyahdan Ilmu Keguruan. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Drs. Ahmad Sultoni, M.Pd.

Kata kunci: Thariqah, Syarat, Dzikir.

Tarekat Naqsabandiyah bukan hanya sebuah ajaran ritual belaka, Tarekat ini fokus pada pendekatan spiritual manusia terhadap Allah SWT. Implementasi dzikir merupakan bagian dari metode pendekatan kepada Allah SWT. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu 1) Seperti apa bentuk-bentuk amalan Tarekat Naqsabandiyah yang berada di Desa Ngombak Kecamatan Kedungjati Kabupaten grobogan? 2) Bagaimana pengaruh amalan Tarekat Naqsabandiyah yang berada di Desa Ngombak Kecamatan Kedungjati Kabupaten grobogan terhadap masyarakat sekitar? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk amalan dan pengaruh amalan Thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah terhadap pengembangan nilai spiritual Di Desa Ngombak Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan.

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) yang sifatnya kualitatif. Penelitian ini ditempuh dengan langkah-langkah pengumpulan, klasifikasi dan analisis atau pengolahan data, membuat kesimpulan dan laporan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran tentang suatu keadaan secara obyektif dari suatu diskripsi. Adapun pendekatan yang menurut peneliti sesuai dengan tema penelitian ini adalah pendekatan sosiokultural.

(11)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR BERLOGO ... ii

HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iv

(12)

xii

4. Metode Analisis Data... ... 19

I. Sistematika Penulisan ... 20

BAB II LANDASAN TEORI ... 22

A. Nilai-Nilai Spiritual dan Implementasi ... 22

1. Definisi Nilai-Nilai Spiritual ... 22

2. Pengaruh Nilai Spiritual ... 28

B. Thariqah Naqsabandiyah ... 36

1. Gambaran Thariqah Naqsabandiyah ... 36

2. Ajaran Thariqah Naqsabandiyah ... 44

3. Amalan Nilai Spiritual dalam Ajaran Thariqah Naqsabandiyah 47 BAB III GAMBARAN UMUM PENELITIAN ... 54

A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 54

1. Gambaran Umum Masyarakat Desa Ngombak ... 54

2. Kehidupan Sosial Masyarakat Desa Ngombak ... 56

B. Asal Usul Thariqah Naqsabandiyah Khalidiyah ... 58

1. Sejarah Thariqah An-Naqsabandiyah... 61

2. Sejarah Thariqah Naqsabandiyah di Desa Ngombak ... 61

3. Amalan Thariqah Naqsabandiyah di Desa Ngombak Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan ... 62

BAB IV PEMBAHASAN ... 66

(13)

xiii

B. Pengaruh Ajaran Thariqah Terhadap perilaku Spiritual Jamaah di desa

Ngombak ... 92

1. Thariqah Terhadap Kepedulian Sosial ... 92

2. Thariqah Terhadap Kepuasan Hidup... 94

3. Thariqah Terhadap Pengembangan Pendidikan ... 96

C. Data Anggota Thoriqoh Naqsyabandiyah Kholidiyah Desa Ngombak 99 BAB V PENUTUP ... 103

A. Kesimpulan ... 103

B. Saran ... 106

(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keanekaragaman pemahaman terhadap ajaran agama yang disebabkan oleh perbedaan dalam memahami dan menginterprestasi sumber pemahaman dapat melahirkan berbagai paham atau aliran keagamaan. Dalam Islam,aliran-aliran keagamaan yang ada cukup beranekaragam. Salah satu aliran keagamaan dalam Islam yang lebih mementingkan olah batin untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dengan jalan memperbanyak dzikir dan ibadah serta menjauhi perbuatan tercela dinamakan tarekat (Nata,2006:269).

Thariqoh pada mulanya adalah sikap zuhud para sahabat atau generasi awal muslim yang ingin menjalankan syariat secara konsisten. Namun secara umum memiliki pengertian jalan, petunjuk dalam melakukan suatu ibadah sesuai dengan agama yang ditentukan, dicontohkan oleh Nabi, dikerjakan oleh para sahabat dan tabii'in, turun-temurun sampai pada ke-guru-guru, lama kelamaan semakin luas menjadi kumpulan kekeluargaan yang mengikat penganut-penganut sufi yang sepaham dan sealiran (Aceh, 1969;79).

Pada perkembangnya, tarekat menjadi sebuah organisasi yang

dibawah pengarahan seorang mursyid.Setiap tarekat yang berkembang

(15)

2

kultur dan struktur. Dari segi politik dunia Islam sedang menghadapi masa kritis hebat (Ali,1980:273).Pada bagian barat, seperti wilayah Palestina, Syiria dan Mesir, dunia Islam menghadapi serangan orang-orang Kristen Eropa yang terkenal dengan perang Salib. Selama lebih kurang dua abad telah terjadi 8 kali perang yang dahsyat. Serangan-serangan yang datang dari agama lain menumpas habis Islam secara tidak langsung,umat Islam mempertahankan agamanya dengan doktrin yang menentramkan jiwa. Selain itu umat Islam menjalin hubungan damai dengan sesama muslim dalam kehidupan (Nasution,1990:1-5).

Indonesia sebagai Negara yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM),memberikebebasandalam hal beragama dan berserikat.

Perkembangan thariqah atau tarekat tidak bisa dilarang dan dielakan. Para

penempuh jalanthariqah atau tarekat telah mengembangkan dan

mendirikan jamaah sampai pada daerah pedesaan.Tentu saja

perkembangnya dikarenakan adanya pengaruh Pondok Pesantren.

Seperti halnya Thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah di Desa

Ngombak Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan.Thariqah ini

merupakan thariqah yang memiliki jamaah atau pengikut dengan jumlah

yang besar. Realitas masyarakat yang kental dengan kehidupan yang keras dan latar belakang daerah pengaruh Islam yang berkembang disekitar daerah proses Hindunisasi terlama dalam sejarah nusantara sangat menarik

untuk diteliti. Thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah setidaknya

(16)

3

kehidupan sosial dan budaya di Desa Ngombak Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan.

Tarekat Naqsabandiyah adalah tarekat yang mengutamakan pada pemahaman hakikat dan tasawuf yang mengandung unsur-unsur pemahaman rohani yang spesifik. Di dalam pemahaman yang meng"isbat"kan zat ketuhanan dan "isbat" akan sifat "maanawiyah" yang maktub di dalam "roh" anak-anak Adam maupun pengakuan di dalam "fanabillah" mahupun berkekalan dalam "bakabillah" yang melibatkan dzikir-dzikir hati.

Kata Naqsyabandiyah berasal dari Bahasa Arab yaitu Murakab

Bina-i dua kalimah Naqsh dan Band yang berarti suatu ukiran yang terpateri, atau mungkin juga dari Bahasa Persia, atau diambil dari nama pendirinya yaitu Baha-ud-Din Naqshband Bukhari. Sebagian orang menerjemahkan kata tersebut sebagai "pembuat gambar", "pembuat hiasan". Sebagian lagi menerjemahkannya sebagai "Jalan Rantai", atau "Rantai Emas". Perlu dicatat pula bahwa dalam Tarekat Naqsyabandiyah, silsilah spiritualnya kepada Nabi Muhammad adalah melalui khalifah Hadhrat Sayyidina Abu Bakar Radhiyallahu 'Anhu, sementara kebanyakan tarekat-tarekat lain silsilahnya melalui khalifah Hadhrat Sayyidina Ali bin Abu Thalib Karramallahu Wajhahu.

Tarekat Naqsabandiyah memiliki banyak amalan sunnah seperti

(17)

4

Sedang amalan mingguan diisi dengan khataman dan amalan setiap bulan

adalah manaqib. Terakhir, amalan setahun sekali adalah shalat sunnah 100

rokaat.Dzikir batin bagi para pengamal Tarekat merupakan nutrisi wajib yang harus dimakan sehari-hari. Setidaknya mereka melahap dzikir 1000 kali setiap hari, kemudian mingguan, bulanan dan tahunan ada lagi jenis macamnya. Namun amalan dzikir semua itu adalah untuk batin saja.

Inti dari tarekat dalam arti ajaran adalah jalan yang harus ditempuh oleh kaum sufi dalam berusaha mendekatkan diri kepada Allah SWT melalaui jaran-ajaran yang telah ditentukan dan dicontohkan oleh ulama-ulama sebelumnya sebagai upaya untuk penyucian hati dari segala sesuatu selain Allah SWT, dan untuk menghiasi zikir kepada Allah SWT.

Berangkat dari realitas di atas bahwa berkembangnya aliran

Thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah di Desa Ngombak Kecamatan

Kedungjati Kabupaten Grobogan dengan segala kesederhanaan dan kesahajaannya memiliki keunikan tersendiri yang telah melakukan fungsinya dalam membangun pribadi dan masyarakat yang tidak dimiliki

oleh lembaga-lembaga lain, sehingga Thariqah An-Naqsabandiyah

Al-Khalidiyah tetap dapat eksis di tengah arus percaturan dunia global.Dasar

pemikiran penulis untuk mencari jawaban tentang Thariqah

An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah di Desa Ngombak Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan dan Implementasi nilai-nilai spiritual dzikirullah yang terangkum dalam sebuah judul “Amalan Thariqah

(18)

5

Nilai-Nilai Spiritual Jamaah Di Desa Ngombak Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan.”

B. Rumusan Masalah

1. Seperti apabentuk-bentuk amalan pada Thariqah An-Naqsabandiyah

Al-Khalidiyah Di Desa Ngombak Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan?

2. Bagaimana pengaruh amalan dan nilai-nilai spiritualJamaah Thariqah

An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah Di Desa Ngombak Kecamatan

Kedungjati Kabupaten Grobogan?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk amalan DzikirThariqah

An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah Di Desa Ngombak Kecamatan

Kedungjati Kabupaten Grobogan .

2. Untuk mengetahuipengaruhzikirdan pengaruh nilai-nilai spiritual pada

jamaah Thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah dalam kehidupan

sosial Di Desa Ngombak Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan.

D. Manfaat Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah serta tujuan di atas, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai:

1. Manfaat Teoritis

(19)

6

Spiritual dalam kehidupan sosial. Disamping itu hasil penelitian ini diharapkan juga menjadi dasar pemikiran serta memberikan motivasi dan dorongan bagi peneliti lainnya untuk melakukan penelitian lanjutan dengan pokok bahasan yang lebih mendalam tentangThariqah.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagiThariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah dan sekaligus bisa menjadi acuan dalam memberikan pembinaan dan bimbingan kepada peneliti dalam rangka mengungkapkan realita-realita yang masih menjadi permasalahan tentunya yang berkaitan dengan dalam kehidupan sosial.

E. Tinjauan Pustaka

Penelitian tentangThariqah dalam kehidupan sosial bukanlah hal yang baru, namun sangat menarik dalam pemikiran sosial dan budaya yang menempatkan pada perkembangan konsep keilmuan pada pemahaman yang signifikan.Akan tetapi pada kenyataannya pemahaman dinamika sosial dalam konteks tarekat dalam kehidupanDi Desa Ngombak Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan masih minim, ini ditunjukkan pada realitas yang timpang dan terjadinya konflik-konflik antar penganut Thariqah.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis meneliti tentang Amalan

(20)

7

untuk diteliti secara langsung dengan wawancara.Dalam waktu beberapa hari penulis melakukan penelusuran untuk mencari informasi beberapa tempat buku (perpustakaan, toko buku, kolektor dan lain-lain).Ditemukan

penelitian yang berkaitan dengan Amalan Thariqah An-Naqsabandiyah

Al-Khalidiyah dan Pengaruhnya Terhadap JamaahDi Desa Ngombak

Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan.

1. Skripsi Irfan Afandi (NIM : 4102075) Tahun 2009 Tarekat

Naqsabandiyah Kholidiyah (Analisis Pengajaran Tasawuf Pada

Pondok Tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah "Lidaril Baqo"

Kalipucang Wetan Welahan Jepara)”. Jurusan Tasawuf Psikoterapi

Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang. Dalam skripsi ini fokus penelitiannya adalah Kelebihan Pengajaran Tasawuf pada

tarekat Naqsabandiyyah KholidiyyahLidaril Baqo”.

Secara konseptual ajaran tasawuf pada tarekat

Naqsabandiyyah KholidiyyahLidaril Baqo‟” mudah dipahami oleh

para jama‟ahnya sehingga maksud yang dipahami oleh jam‟iyyah

tarekat sepaham dengan apa yang dimaksudkan Mursyid. Mursyid

tarekatnya memiliki silsilah yang jelas dan sanadnya bersambung dengan Rasulullah Saw.sehingga kemudian dikatakan sebagai tarekat yang muktabar, hal ini tentunya menjadi sebuah kredit poin bagi pengikutnya sehingga tidak muncul keraguan yang dialami jama‟ahnya. Di dalam skripsi ini hanya membahas persoalan konsep

(21)

8

membahas persoalan Dinamika Kehidupan Tarekat di Pondok Pesantren bila dihubungkan dengan sosial, politik, agama dan budaya.

2. Skripsi Muhlasin (NIM 09540008) Tahun 2013 yang berjudul “Peran

Tarekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyyah Dan Kesalehan Sosial Studi

Kasus Terhadap Masyarakat Desa Karangbolong Kabupaten Kebumen Jawa Tengah “ Fakultas Ushuluddin Studi Agama Dan Pemikiran

Islam Universaitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta yang untuk mengetahui peran yang dilakukan oleh Jama‟ah tarekat

Qadiriyah wa Naqsyabandiyah terhadap masyarakat pada umumnya di Desa Karangbolong.

Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui makna dan tujuan dari aktifitas ritual yang dilakukan oleh anggota

tarekat Qadiriyah Wa Naqsybandiyah serta mengetahui persepsi

masyarakat Desa Karangbolong Kabupaten Kebumen terhadap aktifitas ritual yang dilakukan oleh anggota tarekat Qadiriyah Wa Naqsybandiyah dan kesalehan sosial masyarakat Desa Karangbolong Kabupaten Kebumen. Di dalam skripsi ini belum dijelaskan mengenai dinamika secara keberurutan konteks sejarah dimasyarakat terutama kaitannya dengan pondok pesantren.

3. Tesis Wiwin Syahputra Nasution (NIM : 107037004) Tahun 2012

yang berjudul “Munajat Dalam Tarekat Naqsyabandiah Babussalam

Langkat: Kajian Terhadap Fungsi, Makna Teks, Dan Struktur Melodi”

(22)

9

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang untuk mengetahui analisis terhadap makna teks dengan pendekatan teori semiotika ditemukan bahwa syair teks munajat disamping berhubungan dengan konsep konsep tanda, juga memiliki unsur unsur puisi melayu tradisional seperti prosa, pantun, seloka, atau gurindam. Apabila ditinjau dari makna aktifitasnya maka munajat adalah sebagai salah satu wujud ketaqwaan kepada Allah.

Penelitian ini fokus pada analisis bentuk, fungsi dan makna munajat sebagai media dalam menjaga ideologi dan silsilah Tarekat Naqsyabandiah di desa Besilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatra Utara. Kajian ini dilakukan untuk memberikan pemahaman menyeluruh tentang peranan senandung Munajat dalam Tarekat Naqsyabandiah yang digunakan sebagai tanda akan masuknya waktu salat Subuh, Maqhrib dan salat Jumat. Adapun yang menjadi pencipta dan yang membudayakan tradisi pembacaan senandung munajat ini adalah tuan guru pertama yang juga merupakan pendiri Tarekat Naqsyabandiah di kampung Babussalam yaitu Syekh Abdul Wahab Rokan Khalidy Naqsyabandy.

(23)

10

etnomusikologi, teori semiotika, teori Tringulasi, Teori Weighted Scale

(bobot tangga nada), teori atqakum, teori takmilah.Data data dikumpulkan

melalui, studi pustaka, observasi, wawancara dan dokumentasi.

Setelah analisis dilakukan, ditemukan hasil bahwa Munajat dalam Tarekat Naqsyabandiah memiliki peranan yang penting sebagai alat untuk menjaga kontinuitas budaya dan sebagai penguat integritas tarekat Naqsyabandiah Babussalam.Munajat juga memiliki fungsi sebagai sarana pendidikan, menjaga adab serta silsilah tarekat Naqsyabandiah.

Buku-buku lain yang membahas tentang dinamika tarekat yang mendukung dengan penelitian skripsi ini ialah :

1. Harun Nasution, Thariqat Qadiriyah Naqsabandiyyah (sejarah,

asal-usul, dan Perkembanganya, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1990), buku ini membahas mengenai kedudukan tasawuf dalam Islam, tarekat dan hubungannya dengan Tasawuf, serta sejarah singkatnya tarekat masuk ke Indonesia khususnya tarekat Qadiriyyah Naqsyabandiyah di Pondok Pesantren Suryalaya.

2. Mahmud Sujuthi, Politik Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyyah

(24)

11

begitu besar pengaruhnya terhadap baik orang Madura maupun etnis Jawa.

3. Cecep Alba, Tasawuf dan Tarekat Dimensi Esoteris Ajaran Islam,

(Bandung: Rosda, 2012), buku ini lebih fokus pada pentingnya pengenalan ilmu tasawauf dan tarekat bagi setiap orang dan khususnya mahasiswa PTAI utuk mewujudkan manusia berakhlak dan bermoral. Penting ilmu dan amal dalam beribadah kepada Allah harus selaras dengan ajaran yang benar dalam tasawuf, karena di dalamnya terdapat keseimbangan antara ilmu dan amal.

4. Djma‟an Nur, Tasawuf dan Tarekat Naqsabandiyah Pimpinan Saidi Syekh Khadirun Yahya, (Jakarta: Dirjen Dikti PTAI, 2002), buku ini membahas konsep-konsep mengenai manusia dengan memeperhatikan

fakta-fakta empiris tentang manusia. Sedangkan entri “tasawuf”

menggambarkan pada jenis spiritualisme yang mendasarkan pada amalan ajaran dzikir berserta panduan lengkap ajaran tarekat.

Penjelasan sekilas tentang gambaran umum dari isi buku-buku diatas akan mempermudah penulis dalam melakukan penelitian, sehingga peneliti berharap dengan menggunakan literatur diatas dapat mengetahui

tentang Implementasi Nilai-Nilai Spiritual Thariqah An-Naqsabandiyah

Al-Khalidiyah di Desa Ngombak, Kecamatan Kedungjati, Kabupaten

Grobogan.

F. Penegasan Istilah

(25)

12

Pengertian nilai menurut Departemen pendidikan nasisonal dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:783), nilai adalah sifat-sifat yang penting(hal-hal) atau berguna bagi kemanusian. Dalam penelitian ini, penulis merumuskan yang dimaksud dengan nilai yaitu sesuatu yang dijadikan tolak ukur dalam menentukan perilaku seseorang yang berhubungan dengan sikap serta perbuatan kemanusian.

Pengertian spiritual dalam penelitian ini menurut Departemen pendidikan nasional dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:983), yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat kejiwaan, rohani, dan kepuasan kebatinan. Maka spritual menurut penulis merupakan suatu hasil dari penerapan atas keyakinan atas ajaran agama sehingga berdampak pada kepuasan atas kebutuhan batiniah seseorang.

(26)

13

2. PengertianDzikir

Kata "dzikr" menurut bahasa artinya ingat.Sedangkan dzikir menurut pengertian syariat adalah mengingat Allah SWT dengan maksud untuk mendekatkan diri kepadaNya. Kita diperintahkan untuk berdzikir kepada Allah untuk selalu mengingat akan kekuasaan dan kebesaranNya sehingga kita bisa terhindar dari penyakit sombong dan takabbur. Firman Allah: "Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya." (QS. Al-Ahzab : 4).

Ada beberapa definisi zikir menurut ulama, dan pakar. H. Abu Bakar Atjeh, sebagaimana dikutip M. Afif Ansori, memberikan pengertian zikir;

“Sebagai ucapan yang dilakukan dengan lidah atau mengingat akan Tuhan dengan hati, dengan ucapan atau ingatan yang mempersucikan Tuhan dan membersihkan-Nya dari sifat-sifat yang tidak layak untuk-Nya, selanjutnya memuji dengan puji-pujian dan sanjungan-sanjungan dengan sifat-sifat yang sempurna, sifat-sifat yang menunjukkan kebesaran dan kemurnian”.

Lebih luas lagi bahwa termasuk zikir adalah setiap amalan orang Islam yang dilakukan karena Allah swt. Sebab jelas setiap amalan yang dilakukan karena Allah swt tentu dimulai dengan didasari pada niat beribadah kepada Allah.

Menurut ulama sufi, Syekh Ahmad al-Fathan, asal zikir itu ialah as-Shafa artinya bersih dan bening, wadah (tempatnya) ialah al

(27)

14

menghadirkan hati sepenuhnya. Hamparannya ialah amal saleh, khasiatanya adalah pembukaan dari Allah al-Aziz ar-Rahim.

Menurut Muhammad Hasbi Asshidieqy zikir adalah menyebut nama Allah dengan membaca tasbih, tahlil, membaca tahmid, membaca taqdis, takbir, hauqalah, hasbalah, basmalah, membaca

al-Quran al Madjid dan membaca doa-doa yang ma‟tsur.

3. PengertianThariqah Naqsabandiyah

Menurut Nur Djamaan (2002: 120) kata thariqah atau tarekat

berasal dari bahasa Arab “tariiqatun” jamaknya ”taraiqun” yang secara etimologi berarti: jalan, cara (al kafiyah)¸ metode, sistem ( al uslub)¸ mazhab, aliran dan haluan.

Kata tarekat menurut Fuad Said (1996:1) disebutkan 9 dalam 5

surat dalam Al-Qur‟an yaitu: An-Nisaa 168 dan 169, Toha 63,77, dan

104, Al Ahqof 30, Al Mukminin 17, Al Jinn 11 dan 16. Thariqah

menurut istilah adalah jalan kepada Allah dengan mengamalkan ilmu Tauhid, Fiqih, dan Tasawuf (Said, 1996: 6).

Pengertian ”Naqsabandiyah” menurut Syekh Najmudin Amin

Al-Kurdi dalam kitabnya “tanwirul qulub” yang dikutip oleh Fuad Said (1996: 7), berasal dari dua buah kata bahsa arab, ”Naqsy” dan

(28)

15

Naqsabandiyah karena Syekh Badaudin pendiri tarekat ini senantiasa berzikir mengingat Allah berkepanjangan, sehingga lafad “Allah” itu

terukir melekat ketat di kalbunya.

G. Metodologi Penelitian

Adapun metode yang digunakan dalam penulisan ialah deskriptif analitis.Dari situ, langkah awal yang ditempuh adalah mengumpulkan data-data yang dibutuhkan, baru kemudian dibutuhkan klasifikasi, deskripsi kemudian analisis. Adapun alat penelitian ini digunakan lokasi penelitian, jenis penelitian, sumber data, metode pengumpulan data, dan metode analisis data, ruang lingkup penelitian,sebagai berikut:

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Ngombak Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Letak geografis Desa Ngombak adalah sebelah utara berbatasan dengan desa Kudunglumbu, sebelah selatan berbatasan dengan desa Tempuran (Kabupaten Semarang) dan sebelah barat berbatasan dengan desa Prigi serta sebelah timur berbatasan dengan Sungai dan desa Ngawurejo Desa Ngombak berjarak sekitar 7 (tujuh) kilometer dari Jalan Raya Kedungjati, secara administratif berada diKecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan, Propinsi Jawa Tengah.

Penulis memilih Thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah

di Desa Ngombak, Kecamatan Kedungjati, Kabupaten Grobogan

(29)

16

Al-Khalidiyah di Desa Ngombak adalah termasuk jamaah Thariqah yang masih mampu bertahan sampai saat ini.

2. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) yang sifatnya kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang–orang dan perilaku yang dapat diamati atau permasalahan yang

sedang dihadapi(Moloeng, 2007:4). Field research adalah research

yang dilaksanakan dikancah atau medan terjadinya gejala-gejala.Penelitian ini ditempuh dengan langkah-langkah pengumpulan, klasifikasi dan analisis atau pengolahan data, membuat kesimpulan dan laporan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran tentang suatu keadaan secara obyektif dari suatu diskripsi.Adapun pendekatan yang menurut peneliti sesuai dengan tema penelitian ini adalah pendekatan sosiokultural.

3. Sumber Data

Sumber data diperoleh dari data di lapangan dalam hal ini tentu menggunakan teknik pengumpulan data.Teknik pengumpulan data merupakan langkah strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono,2013:224). Adapun sebagai sumber datanya dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(30)

17

Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh langsung dari sumber-sumber yang diamati dan dicatat untuk pertama kalinya. Sedangkan menurut J. Supranto, sumber data perimer adalah data yang langsung dikumpulkan sendiri oleh perorangan/organisasi langsung melalui objeknya (Cet-ketujuh 2003:20).

Dalam penelitian ini, sumber data primer adalah langsung dari lokasi penelitian yaitu pengasuh dan tokoh Thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah di Desa Ngombak, Kecamatan Kedungjati, Kabupaten Grobogan

b.Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh atau yang dikumpulkan dari orang yang telah melakukan penelitian dan dari sumber-sumber yang telah ada sebagai pelengkap sumber primer.Sebagai data sekunder penulis mengambil dari buku-buku yang berhubungan dengan penelitian ini, mengumpulkan dokumentasi yang terkait dengan penelitian ini. Sedangkan menurut J. Supranto, data sekunder yaitu data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi berupa publikasi (Cet-ketujuh 2003:21).

(31)

18

penelitian ini adalah karya-karya ilmiah yang terkait dengan tema yang dimaksud untuk membantu memperjelas pembahasan dalam penelitian ini, baik itu karya yang berbentuk buku, jurnal, koran mapun media lainnya seperti internet.

H. Metode Pengumpulan Data

1. Observasi

Metode observasi adalah study yang disengaja atau sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala alam dengan jalan pengamatan dan pencatatan (Iqbal Hasan, 2008:19). Observasi dilakukan dengan pengindraan langsung kondisi, situasi, proses dan prilaku. Metode ini dilakukan untuk memperoleh gambaran dan data lapangan yang terkait dengan Implementasi Nilai-Nilai Spiritual Thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah di Desa Ngombak, Kecamatan Kedungjati, Kabupaten Grobogan.

2. Wawancara

Metode wawancara disebut juga Interview, yaitu pengumpulan informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula oleh responden (Nawawi dan Hadari, 1995:98). Metode wawancara menghendaki komunikasi langsung antara penyelidik dengan subyek (responden).Metode ini digunakan untuk mengetahui asal-usul tarekat dan perkembangannya, nilai-nilai spiritual yang diajarkan dalamAmalan Dzikir Thariqah

(32)

19

SpiritualTerhadap JamaahThariqah An-Naqsabandiyah

Al-Khalidiyahdi Desa Ngombak, Kecamatan Kedungjati, Kabupaten Grobogan.

3. Dokomentasi

Metode dokumentasi adalah metode yang digunakan untuk mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkrip, buku, majalah dan lain-lain.Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu yang berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang (Sugiyono,2013:240). Metode ini penulis gunakan untuk mendapatkan data tentang letak geografi dan demografi Desa Ngombak, Kecamatan Kedungjati, Kabupaten Grobogan, serta untuk mendapatkan dokumen-dokumen lainnya yang berhubungan dengan kehidupan Thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah di Desa Ngombak, Kecamatan Kedungjati, Kabupaten Grobogan.

4. Metode Analisis Data

(33)

20

Metode ini penulis gunakan dalam rangka memberikan gambaran data yang ada serta memberikan interpretasi terhadapnya, serta melakukan analisis interpretatif.Setelah data terkumpul, peneliti akan menganalisis data dengan teknik analisis deskriptifkualitatif. Penggunaan analisis ini dimulai dengan pengumpulan data-data kemudian diolah secara sistematik.

I. Sistematika Penulisan

Agar memperoleh gambaran yang lebih jelas dan menyeluruh mengenai pembahasan skripsi ini.Maka secara global penulis merinci dalam sistematika pembahasan ini sebagai berikut.

BAB I. Bagian ini merupakan bab pendahuluan yang menjelaskan tentang hal-hal yang melatarbelakangi munculnya masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini, Dalam bab ini berisi; latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini, kajian pustaka yang menjelaskan penelitian-penelitian sebelumnya dan buku-buku tentang dinamika kehidupan tarekat sebagai penjelasan bahwa penelitian penulis belum dilakukan sebelumnya; metodologi penelitian; dan sistematika penulisan.

(34)

21

An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah di Desa Ngombak. Pengertian Nilai-Nilai Spiritual dalam Islam dan Fungsinya.

Bab III, bab ini merupakan paparan data-data hasil penelitan secara lengkap atas kehidupan Thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah di Desa Ngombak dan tentunya tentang sejarah dan perkembangannya.

Bab IV, bab ini berisi tentang analisis dari berbagai pokok masalah mengenai Tarekat dan Implementasi Dzikir Spiritual dalam kehidupan sosial. Baik dari segi kekurangan maupun kelebihannya. Bab ini merupakan pengolahan hasil dari bahan-bahan yang diambil dari bab sebelumnya, sehingga pokok permasalahan pada penelitian ini bisa ditemukan.

(35)

22 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Nilai-Nilai Spiritual dan Implementasi

1. Definisi Nilai-Nilai Spiritual

Setiap manusia tentu melakukan suatu aktivitas dan tindakan untuk mencapai tujuan yang ia harapkan. Pada kenyataannya tidak sedikit orang yang melakukan segala tindakan untuk mencapai tujuannya, baik itu berupa tindakan baik maupun tindakan buruk. Yang terpenting ia mampu mencapai tujuan yang ia harapkan. Dalam hal ini, perlu adanya suatu patokan atau tolak ukur untuk mengatur tindakan manusia. Antara norma dengan nilai itu saling berkaitan, yang mana dalam nilai terdapat norma dan aturan yang berfungsi sebagai pedoman untuk menentukan baik atau buruknya suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang. Namun, sebelum membahas terlalu jauh mengenai nilai-nilai yang ada di masyarakat, organisasi maupun pendidikan terlebih dahulu harus memhami apa itu nilai. Dengan begitu kedepannya kita dapat mengidentifikasi bentuk-bentuk dari nilai.

(36)

23

indah adalah contoh nilai. Manusia memberikan nilai pada sesuatu. Sesuatu itu dikatakan adil, baik, cantik, anggun, dan sebagainya.

Istilah nilai (value) menurut kamus Poerwodarminto diartikan sebagai berikut:

a. Harga dalam arti taksiran, misalnya nilai emas.

b. Harga sesuatu, misalnya orang.

c. Angka, skor.

d. Kadar, mutu.

e. Sifat-sifat atau hal penting bagi kemanusiaan.

Beberapa pendapat tentang pengertian nilai dapat diuraikan sebagai berikut. Menurut Bambang Daroeso, nilai adalah suatu kualitas atau pengahargaan terhadap sesuatu, yang menjadi dasar penentu tingkah laku seseorang (2000:34). Sedangkan menurut Darji Darmodiharjo adalah kualitas atau keadaan yang bermanfaat bagi manusia baik lahir ataupun batin (2001: 56).

Sehingga nilai merupakan suatu bentuk penghargaan serta keadaan yang bermanfaat bagi manusia sebagai penentu dan acuan dalam melakukan suatu tindakan. Yang mana dengan adanya nilai maka seseorang dapat menentukan bagaimana ia harus bertingkah laku agar tingkah lakunya tersebut tidak menyimpang dari norma yang

berlaku, karena di dalam nilai terdapat norma – norma yang dijadikan

(37)

24

Seuatu dianggap bernilai apabila sesuatu itu memilki sifat sebagai berikut.

a. Menyenangkan (peasent)

b.Berguna (useful)

c. Memuaskan (satisfying)

d.Menguntungkan (profutable)

e. Menarik (ineteresting) f. Keyakinan (belief)

Ada dua pendapat mengenai nilai. Pertama mengatakan bahwa nilai objektif. Sedangkan pendapat kedua mengatakan nilai itu subjektif. Menurut aliran idealisme, nilai itu objekti, ada pada setiap sesuatu. Tidak ada yang diciptakan di dunia tanpa ada suatu nilai yang melekat di dalamnya. Dengan demikian, segala sesuatu ada nilainya dan bernilai bagi manusia. Hanya saja manusia tidak atau belum tahu nilai apa dari objek tersebut. Aliran ini disebut juga aliran objektivisme.

(38)

25

Di luar kedua pendapat itu, ada pendapat lain yang menyatakan adanya nilai ditentukan oleh subjek yang menilai dan objek yang dinilai. Sebelum ada subjek yang menilai maka barang atau objek itu tidak bernilai. Inilah ajaran yang berusaha menggabungkan antara aliran subjektivisme dan objektivisme. Contoh nilai adalah keindahan, keadilan, kemanusiaan, kesejahteraan, kerifan, keanggunan, kerapian, keselamatan, dan sebagainya.

Nilai penting bagi kehidupan manusia, sebab nilai yang bersifat normatif dan menjadi motivator tindakan manusia. Namun demikian, nilai belum dapat berfungsi secara praktis sebagai penunutun perilaku manusia itu sendiri. Nilai sendiri masih bersifat abstrak sehingga butuh konkretisasi atas nilai tersebut. Contohnya, manusia mendambakan keselamatan, tetapi apa yang harus dilakukan manusia agar terwujud keselamatan? Akhirnya. Yang dibutuhkan manusia adalah semacam aturan atau tuntunan yang bisa mengarahkan manusia agar terwujud keselamatan.

Jadi, nilai belum dapat berfungsi praktis bagi manusia. Nilai perlu dikonkretasikan atau diwujudkan ke dalam norma. Nilai yang bersifat normatif dan berfungsi sebagai motivator tindakan manusia itu harus diimplementasikan dalam bentuk norma. Norma merupakan konkretasi dari nilai. Norma adalah perwujudan dari nilai.

(39)

26

dengan berbagai ragam hubungan manusia dalam kehidupannya, di setiap hubungan tersebut ada hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam, manusia dengan manusia lain/masyarakat, dan manusia dengan dirinya sendiri. Untuk memenuhi kebutuhan rohaninya manusia melaksanakan nilai spiritual dalam kehidupannya.

Nilai spiritual memiliki hubungan dengan sesuatu yang dianggap mempunyai kekuatan sakral suci dan agung. Karena itu termasuk nilai kerohanian, yang terletak dalam hati (bukan arti fisik), hati batiniyah mengatur psikis. Hati adalah hakekat spiritual batiniah, inspirasi, kreativitas dan belas kasih. Mata dan telinga hati merasakan lebih dalam realitas-realitas batiniah yang tersembunyi di balik dunia material yang kompleks. Itulah pengetahuan spiritual. Pemahaman spiritual adalah cahaya Tuhan ke dalam hati, bagaikan lampu yang membantu kita untuk melihat (Robert Frager 2002: 70).

(40)

27

yang ada di luar dirinya, bahkan memujanya untuk melindungi dirinya dan bila perlu rela mengorbankan apa saja harta, jiwa/nyawa sebagai bukti kepatuhan dan ketundukan terhadap yang memiliki kekuatan tersebut.

Begitu kuatnya keyakinan terhadap kekuatan spiritual sehingga ia diangap sebagai kendali dalam memilih kehidupan yang baik dan atau yang buruk. Bahkan menjadi penuntun bagi seseorang dalam melaksanakan perilaku dan sifat dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Nilai-nilai spiritual dalam Thoriqoh adalah perbuatan untuk membersihkan hati dan membersihkan relung-relung hati dari karatnya kelalaian dan salah pahamnya kebutuhan.Relung-relung hati itu tidak bisa suci (bersih) kecuali dengan dzikir kepada Allah SWT dengan

cara tertentu. Oleh karena itu wajib bagi setiap mu‟min (muslim)

setelah mengetahui „aqidatul „awam (50 sifat wajib, mustahil, dan jaiz

bagi Allah SWT. dan para Rasul-Nya) dan pekerjaan-pekerjaan harian yang disyariatkan Allah SWT, berupa sholat (yang meliputi syarat-syarat, rukun-rukun dan hal-hal yang membatalkannya), zakat, puasa, dan haji untuk meningkatkan diri dan memasuki thoriqoh dzikir dengan cara khusus/tertentu.

(41)

28

interaksi sosial dengan masyarakat. Bahwa nilai-nilai spiritual berperan sangat penting dalam mengimplementasikan ajaran thariqah ke dalam kehidupan sehari-hari.

2. Pengaruh Nilai Spiritual

Kemampuan spiritual adalah kemampuan seseorang untuk mendengarkan hati nuraninya atau bisikan kebenaran yang meng-Ilahi dalam cara dirinya mengambil keputusan atau melakukan pilihan-pilihan, berempati dan beradaptasi. Untuk itu kecerdasan spiritual sangat ditentukan oleh upaya untuk membersihkan dan memberikan pencerahan qalbu sehingga mampu memberikan nasihat dan arah tindakan serta caranya mengambil keputusan. Qalbu harus senantiasa berada pada posisi menerima curahan cahaya nur yang bemuatan kebenaran dan kecintaan kepada Ilahi.

Sebenarnya manusia sejak lahir telah memiliki jiwa spiritual atau naluri keagamaan untuk mengenal Tuhan. Fitrah manusia yang dibawa sejak lahir ini berupa fitrah ketauhidan. Sebagaimana firman

Allah dalam QS. Al-A‟raaf ayat 172:

























Artinya: ”Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan

(42)

29

(Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah

orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan

Tuhan)"(QS. Al-A‟raf: 172)

Ayat di atas dapat dijelaskan bahwa manusia mempunyai kecenderungan dekat dengan Tuhan. Janji suci yang diikrarkan oleh tiap manusia, telah terjadi dalam kandungan ibu dalam usia empat bulan menurut perhitungan Allah, sebuah pertemuan yang tidak dapat dilupakan bahkan diabadikan dalam Al-Quran, yakni pertemuan antara Allah swt dengan hamba-Nya sebagai peristiwa yang paling syakral yang jauh sebelumnya telah dipersiapkan oleh Allah, adalah peristiwa penciptaan manusia dalam kandungan sang bunda, yakni setelah manusia disempurnakan maka Allah karuniakan ruh.

Nilai spiritual menurut Al-Quran lebih berpusat pada qalb

(hati). Kesadaran atau dzikrullah sebagai salah satu pintu hati, merupakan cahaya yang memberikan jalan terang, membuka kasyaf „tabir‟ antara manusia dan Allah, dengan terbukanya tabir tersebut

maka suara hati manusia selalu dalam perlindungan Allah dengan hati yang selalu hidup.

Implementasi nilai spiritual secara psikologis dan praktis menurut tokoh Barat seperti Danah Zohar (2000: 45), dapat disimpulkan antara lain:

a. Bagaimana manusia menyadari keberadaannya

(43)

30

c. Mengetahui motivasi yang paling dalam

d. Menemukan dan mengatasi rintangan

e. Menggali banyak kemungkinan untuk melangkah maju

f. Penetapan pada sebuah jalan, dan

g. Tetap menyadari ada banyak jalan (problem solving).

Sehingga dapat dipahami bahwa implementasi nilai spiritual di atas lebih bersifat psikologis dengan penekanan pada metode untuk mengatasi problem kehidupan yang dihadapi, seperti manusia dituntut untuk menyadari keberadaannya sekarang, sebagai apa, apa yang harus dilakukan untuk merubah suasana, mampu memotivasi diri sendiri, menemukan cara menghadapi hambatan, introspeksi diri sampai menemukan pandangan hidupnya, dan mampu memahami dan bertanggung jawab atas kehidupannya.

Sedangkan menurut tokoh muslim metode peningkatan nilai spiritual bisa melalui tiga hal, yaitu melalui pembersihan hati dari sifat tercela, kemudian mengisinya dengan sifat terpuji dengan melakukan ibadah sesuai tuntunan syariat. Sehingga akan mencapai derajat

taqwallah (takwa kepada Allah). Sehingga dapat disimpulkan bahwa implementasi nilai spiritual Islam sebagai upaya manusia untuk makrifat kepada Allah(Cecep, 2012:45).

Misalnya menurut Ibnu Taimiyah rahimahullah yang dikutip

oleh Ahmad Satori Ismail, tentang mengetahui tazkiyatu al nafs dalam

(44)

31

memahami sesuatu, beliau pergi ke masjid di tempat yang sepi dan bersujud meletakkan dahinya ke tanah, seraya berkata: “Wahai Allah

yang memberi pemahaman kepada Ibrahim, berikanlah kepadaku pemahaman.” Selanjutnya beristighfar (mohon ampun). Lebih lanjut dikatakan: “Istighfar ini terus dilakukan dan tidak dihalangi ramainya

majlis atau bisingnya pasar. Beliau mengatakan: “ketika aku berada di

pasar atau di masjid, jalan raya atau sekolahan, aku tetap beristighfar. Sehingga aku mendapatkan apa yang kucari (1999: 77).

Dalam ilmu Tasawuf, tazkiyatu al nafs dimaknai dengan

“pensucian jiwa” itu sangat terkait dengan riyadlotu al nafsi, yang tersusun dalam 3 tingkatan:

a. Takhalli: membersihkan diri dari sifat-sifat tercela, kotoran hati,maksiyat bathin.

b. Tahalli: mengisi diri dengan sifat-sifat terpuji,menyinari hati denganketaatan.

c. Tajalli: merasakan akan Ketuhanan yang sampai mencapai

kenyataan Tuhan.

(45)

32

a. Pembersihan Hati (tazkiyatu al qolb / tazkiyatu al nafs)

Pembersihan hati adalah membersihkan diri dari sifat-sifat tercela, kotoran hati, serta maksiyat bathin. Adapun cara praktis yang dapat dilakukan diantaranya:

b. Taubat

Yaitu dengan beristighfar (mohon ampunan kepada Allah), menyesali perbuatannya, dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.

c. Dzikir

Dengan cara menyebut nama Allah berulang-ulang melalui ucapan, pikiran dan hati sekaligus sampai menemukan getarannya pada lubuk hati.

d. Shalat

Memperbaiki shalat dengan memenuhi syarat dan rukun, meresapi maknanya sehingga akan mencapai kekhusyukan, seakan berhadapan langsung dengan Allah.

e. Doa

Selalu memohon (berharap) ampunan, rahmat dan ridha Allah. Hal ini dapat dilakukan kapan dan di mana saja, di waktu lapang maupun sempit.

(46)

33

Allah, sabar dalam menghadapi maksiat, dan sabar dalam beribadah. Tawakkal, berusaha dan berserah diri kepada Allah. Tawadhu, merasa rendah hati, santun, jauh dari sifat sombong. Zuhud, tidak menghambakan diri pada kemewahan dunia. Ikhlas, rela menerima kenyataan hidup. Syukur, berterima kasih atas segala karunia dari Allah.

Prosesi setelah melalui pensucian diri dan mengisinya dengan perbuatan yang terpuji, kemudian berusaha mempertahankan dan meningkatkan kejernihan hatinya, sehingga ia akan mengenali dirinya

dan mengenali Tuhannya (man „arafa nafsahu faqad „arafa rabbahu).

Sehingga akan tercipta insan kamil, manusia yang mampu menciptakan hubungan baik dengan sesama manusia (horizontal) dan juga hubungan baik dengan Tuhannya (vertikal), yang dikenal dengan

istilah hablum minannas wa hablum minallah.

(47)

34

di dunia maupun di akhirat. Sesuai dengan permohonan manusia kepada Tuhannya, yakni: Duhai Allah karuniakanlah kepada kami kebaikan (kesejahteraan) di dunia dan di akhirat dan jagalah kami dari api neraka. Doa pada ayat tersebut menggugah hati seorang muslim untuk selalu mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

Jadi, metode implementasi nilai spiritual bisa meliputi dua metode, sebagaimana pencerdasan spiritual menurut Sukidi terdapat 2 metode secara umum. Metode Vertikal yaitu bagaimana kecerdasan spiritual bisa mendidik hati kita untuk menjalin hubungan kemesraan ke hadirat Tuhan. Jika dalam Islam ditegaskan dalam Al-Quran “Ketahuilah, dengan berdzikir kehadirat Allah, hati kalian menjadi

tenang”, maka dzikir (mengingat Allah dengan lafadz-lafadz tertentu) merupakan salah satu metode kecerdasan spiritual untuk mendidik hati menjadi tenang dan damai. Sudah terlampau banyak dibuktikan bahwa dzikir berkorelasi positif dengan ketenangan jiwa dan menjadikan hati kita mengalami kedamaian dan penuh kesempurnaan secara spiritual.”

(48)

35

Cara yang paling mudah untuk mengenal diri sendiri adalah dengan mengamati diri sendiri dalam kehidupan sehari-hari, dengan kata lain, menjadi saksi bagi diri sendiri. Amati diri dari bangun tidur, makan, mandi, berjalan, sampai tidur lagi. Apapun yang dilakukan oleh diri amatilah. jangan sampai terlewat setiap detiknya. Hal sekecil apapun yang dilakukan, amati dan sadarilah, kalau perlu buatlah agenda harian.

Pengamatan diri dilakukan secara tidak terbatas, termasuk berfikir, bahkan diam sekali pun. cara ini terlihat mudah, tapi pada waktu dilaksanakan akan sulit, dan bila telah terbiasa, maka akan menjadi sangat mudah. Apabila mengamati diri telah cukup baik, maka seseorang dapat segera menyadari perasaan yang ada didalam diri. apakah sedang marah, sedih, bahagia, dan lain-lain. Sadar akan perasaan membuat diri menjadi lebih mudah untuk memperbaiki diri.

(49)

36

Jadi dengan lebih mengenal diri, minimal bisa terbebas dari penyakit hati, dengan menyadari bahwa selama ini yang menyebabkan penderitaan/duka dalam diri adalah mind-pikiran sendiri, bukan lingkungan dan bukan orang lain. Dan seseorang akan berhenti menuduh orang lain dan berhenti menghakimi orang lain. jika dijalankan dengan sungguh-sungguh maka sudah sulit untuk menemukan diri dalam perasaan negatif. Jika menemukan diri dalam perasaan negatif apapun perasaan itu, misalnya marah atau sedih seseorang akan merasa senang, karena melalui perasaan negatif tersebutlah seseorang dapat lebih mengenali diri sendiri.

Cara sederhana ini dapat memperkuat dasar dari perjalanan spiritual. menjalankan cara sederhana ini dapat membawa manusia untuk selalu dalam keadaan bahagia. Selalu dalam keadaan bahagia tersebutlah yang membuat diri lebih mudah dalam mejajaki perjalanan hidup ini, yakni manusia yang memiliki kecerdasan spiritual yang sempurna.

B. Thariqah Naqsabandiyah

1. Gambaran Thariqah Naqsabandiyah

(50)

37

M.). Beliau adalah seorang ulama besar dari Indonesia yang tinggal sampai akhir hayatnya di Makkah. Syaikh Ahmad Khatib adalah mursyid Thariqah Qadiriyah, di samping juga mursyid dalam Thariqah Naqsabandiyah. Tetapi ia hanya menyebutkan silsilah tarekatnya dari sanad Thariqah Qadiriyah saja. Sampai sekarang belum diketemukan secara pasti dari sanad mana beliau menerima bai‟at Thariqah Naqsabandiyah.

Sebagai seorang mursyid yang kamil mukammil Syaikh Ahmad Khatib sebenarnya memiliki otoritas untuk membuat modifikasi tersendiri bagi tarekat yang dipimpinnya. Karena dalam tradisi Thariqah Qadiriyah memang ada kebebasan untuk itu bagi yang telah mempunyai derajat mursyid. Karena pada masanya telah jelas ada pusat penyebaran Thariqah Naqsabandiyah di kota suci Makkah maupun di Madinah, maka sangat dimungkinkan ia mendapat bai‟at

dari tarekat tersebut. Kemudian menggabungkan inti ajaran kedua

tarekat tersebut, yaitu Thariqah Qadiriyah dan Thariqah

Naqsabandiyah dan mengajarkannya kepada murid-muridnya,

khususnya yang berasal dari Indonesia.

Penggabungan inti ajaran kedua tarekat tersebut karena pertimbangan logis dan strategis, bahwa kedua tarekat tersebut memiliki inti ajaran yang saling melengakapi, terutama jenis dzikir dan metodenya. Di samping keduanya memiliki kecenderungan yang sama,

(51)

38

faham Wihdatul Wujud. Thariqah Qadiriyah mengajarkan Dzikir Jahr Nafi Itsbat, sedangkan Thariqah Naqsabandiyah mengajarkan Dzikir Sirri Ism Dzat.

Dengan penggabungan kedua jenis tersebut diharapkan para muridnya akan mencapai derajat kesufian yang lebih tinggi, dengan cara yang lebih mudah atau lebih efektif dan efisien. Dalam kitab Fath al-„Arifin, dinyatakan tarekat ini tidak hanya merupakan penggabungan dari dua tarekat tersebut. Tetapi merupakan penggabungan dan modifikasi berdasarkan ajaran lima tarekat, yaitu Tarekat Qadiriyah, Tarekat Anfasiyah, Junaidiyah, dan Tarekat Muwafaqah (Samaniyah). Karena yang diutamakan adalah ajaran Tarekat Qadiriyah dan Tarekat Naqsyabandiyah, maka tarekat tersebut diberi nama Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah. Disinyalir tarekat ini tidak berkembang di kawasan lain (selain kawasan Asia Tenggara).

Penamaan tarekat ini tidak terlepas dari sikap tawadlu‟ dan

ta‟dhim Syaikh Ahmad Khathib al-Sambasi terhadap pendiri kedua

tarekat tersebut. Beliau tidak menisbatkan nama tarekat itu kepada namanya. Padahal kalau melihat modifikasi ajaran yang ada dan tatacara ritual tarekat itu, sebenarnya layak kalau ia disebut dengan nama Tarekat Khathibiyah atau Sambasiyah, karena memang tarekat ini adalah hasil ijtihadnya.

(52)

39

dalam hal-hal kesufian. Beberapa ajaran yang merupakan pandangan para pengikut tarekat ini bertalian dengan masalah tarekat atau metode untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Metode tersebut diyakini paling efektif dan efisien. Karena ajaran dalam tarekat ini semuanya

didasarkan pada Al-Qur‟an, Al-Hadits, dan perkataan para „ulama

arifin dari kalangan Salafus Shalihin.

Setidaknya ada empat ajaran pokok dalam tarekat ini, yaitu : tentang kesempurnaan suluk, tentang adab (etika), tentang dzikir, dan tentang murakabah.Sejarah mencatat bahwa para pendakwah yang datang ke Indonesia berasal dari Gujarat India yang kebanyakan nenek moyang mereka adalah berasal dari Hadlramaut Yaman. Negara Yaman saat itu, bahkan hingga sekarang, adalah “gudang” al-Asyrâf

atau al-Habâ‟ib; ialah orang-orang yang memiliki garis keturunan dari

Rasulullah. Karena itu pula para wali songo yang tersebar di wilayah Nusantara memiliki garis keturunan yang bersambung hingga Rasulullah.

(53)

40

Bahkan hal ini diungkapkan dengan jelas oleh para para tokoh terkemuka Hadlramaut sendiri dalam karya-karya mereka.

Salah satunya as-Sayyid al-Imam „Abdullah ibn „Alawi al

-Haddad, penulis ratib al--Haddad, dalam Risâlah al-Mu‟âwanah

mengatakan bahwa seluruh keturunan as-Sâdah al-Husainiyyîn atau yang dikenal dengan Al Abi „Alawi adalah orang-orang Asy‟ariyyah dalam akidah dan Syafi‟iyyah dalam fikih. Dan ajaran Asy‟ariyyah

Syafi‟iyyah inilah yang disebarluaskan oleh moyang keturunan Al Abi

„Alawi tersebut, yaitu al-Imâm al-Muhâjir as-Sayyid Ahmad ibn „Isa ibn Muhammad ibn „Ali ibn al-Imâm Ja‟far ash-Shadiq. Dan ajaran Asy‟ariyyah Syafi‟iyyah ini pula yang di kemudian hari di warisi dan

ditanamkan oleh wali songo di tanah Nusantara.

Walisongo yang terdiri dari Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Gresik, Sunan Muria, Sunan Kudus, Sunan Kalijaga, dan Sunan Gunung Jati adalah sebagai tokoh-tokoh terkemuka dalam sejarah penyebaran Islam di wilayah Nusantara. Tokoh-tokoh melegenda ini hidup di sekitar pertengahan abad sembilan hijriah. Artinya Islam sudah bercokol di wilyah Nusantara ini sejak sekitar 600 tahun lalu, bahkan mungkin sebelum itu (Bachtiar Amsal, 2003:82).

(54)

orang-41

orang Indonesia dan sekitarnya, tapi juga oleh orang-orang timur tengah, bahkan oleh dunia Islam secara keseluruhan. Beliau menjadi

guru besar di Masjid al-Haram dengan gelar “Sayyid „Ulamâ‟ al

-Hijâz”, juga dengan gelar “Imâm „Ulamâ‟ al-Haramain”. (Bachtiar Amsal, 2003:83).

Berbagai hasil karya yang lahir dari tangannya sangat populer, terutama di kalangan pondok pesantren di Indonesia. Beberapa judul kitab, seperti Kâsyifah al-Sajâ, Qâmi‟ al-Thughyân, Nûr al-Zhalâm, Bahjah al-Wasâ‟il, Mirqât Shu‟ûd al-Tashdîq, Nashâ‟ih al-„Ibâd, dan Kitab Tafsir al-Qur‟an Marâh Labîd adalah sebagian kecil dari hasil karyanya. Kitab-kitab ini dapat kita pastikan sangat akrab di lingkungan pondok pesantren. Santri yang tidak mengenal kitab-kitab tersebut patut dipertanyakan “kesantriannya”.

Tokoh tersebut tidak lain adalah Syaikh Nawawi al Bantani. Kampung Tanara, daerah pesisir pantai yang cukup gersang di sebelah barat pulau Jawa adalah tanah kelahirannya. Beliau adalah keturunan ke-12 dari garis keturunan yang bersambung kepada Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah) Cirebon. Dengan demikian dari silsilah ayahnya, garis keturunan Syaikh Nawawi bersambung hingga Rasulullah.

(55)

42

Nusantara, dan belajar kepada yang lebih senior di antara mereka. Di antaranya kepada Syaikh Khathib Sambas (dari Kalimantan) dan Syaikh „Abdul al-Ghani (dari Bima NTB). Kepada para ulama Mekah terkemuka saat itu, Syaikh Nawawi belajar di antaranya kepada as-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan (mufti madzhab Syafi‟i), as-Sayyid

Muhammad Syatha ad-Dimyathi, Syaikh „Abd al-Hamid ad-Dagestani,

dan lainnya.

Pendidikan dari Syaikh Nawawi di kemudian hari bermunculan syaikh-syaikh lain yang sangat populer di Indonesia. Mereka tidak hanya sebagai tokoh ulama yang “pekerjaannya” bergelut dengan

pengajian saja, tapi juga merupakan tokoh-tokoh terdepan bagi perjuangan kemerdekaan RI. Di antara mereka adalah; KH. Kholil Bangkalan (Madura), KH. Hasyim Asy‟ari (pencetus gerakan sosial

NU), KH. Asnawi (Caringin Banten), KH. Tubagus Ahmad Bakri (Purwakarta Jawa Barat), KH. Najihun (Tangerang), KH. Asnawi (Kudus) dan tokoh-tokoh lainnya.

Ada tiga ulama thoriqoh terpenting dalam kaitannya dengan pemurnian ajaran tasawuf pada abad XIX yaitu syeikh Ismail al-Khalidi al-Minangkabawi, syeikh Muhammad Saleh az-Zawawi dan syeikh Ahmad Khatib as-Sambasi. Thoriqoh yang dikembangkan oleh ketiga ulama sufi ini adalah thoriqoh Naqsabandiyah Khalidiyyah,

(56)

43

Naqsabandiyyah. Ketiga aliran thoriqoh ini yang belakangan memiliki penganut paling besar dibanding thoriqoh lain (Mufid, 2006: 65).

Pada pertengahan abad XIX, seorang ulama dari Kalimantan mengajarkan thoriqoh Qadiriyyah yang digabungkan dengan thoriqoh Naqsabandiyyah sebagai kesatuan yang kemudian dikenal dengan nama thoriqoh Qadiriyyah wan Naqsabandiyyah. Ahmad Khatib Sambas adalah pembaharu dan pencetus thoriqoh tersebut. Setelah syeikh Ahmad Khatib Sambas meninggal (1878 M) kepemimpinan dilanjutkan oleh para muridnya, yaitu syeikh Abdul Karim Banten, syeikh Thalhah Cirebon dan Kyai Ahmad Hasbullah ibn Muhammad Madura. Dari tiga pengganti (khalifah) syeikh Ahmad Khatib tersebut, Kyai Ahmad Hasbullah ibn Muhammad Madura menurunkannya kepada para muridnya di Jawa Timur, seperti KH Romli. Di Jawa Tengah, KH Muslih mengambil silsilah thoriqohnya kepada syeikh Abdul Karim Banten. Di Jawa Barat, Abah Anom mengambil silsilah dari jalur Kyai Thalhah Cirebon (Mufid, 2006:67).

Sampai pada saat ini, thoriqoh masih terus eksis dan berkembang.Eksistensi thoriqoh disebabkan para mursyid yang

senantiasa mengajarkan dan menyebarkan thoriqohnya.Pada

(57)

44

2. Ajaran Thariqah Naqsabandiyah

Dzikir dalam Thariqoh Naqsyabandiyah merupakan dzikir tahap kedua setelah Thariqoh Qodiriayah. Dzikir ini disebut sebagai dzikir itsmu dzat, yaitu dzikir dengan lafad Allah di dalam hati (Dzikrul Qalbi) (Shohibul Kahfi, 2002:83). Tata cara dzikir itsmu dzat ini adalah:

a. Membaca surat al-Fatihah untuk Nabi muhammad SAW,

sahabat-sahabatnya dan semua syeh Thoriqoh Qodiriyah wa

Naqsyabandiyah, terutama untuk syeh Abdul Qodir al-Jilani, syeh Junaid al-Baghdadi. Surat al-Fatihah ini juga ditujukan untuk ayah, ibu dan seluruh saudara-saudara muslim yang sudah meninggal dan yang masih hidup.

b. Membaca Istighfar.

c. Membaca Surat al-lkhlas.

d. Membaca Dzikir itsmu dzat (Allah-Allah), dengan posisi duduk

(58)

45

dilacak pada syekh Ahmad Faruqi as-Sirhindi.

Al-Attas (1963) mengutip sebuah keterangan dari kitab “Fath al-Arifin”: kelembutan hati (latifah al-qolb) ada di bawah dada kiri, dua jari ke kiri, dan warnanya adalah kuning, ia adalah tempat kewenangan penghulu kita Adam AS, dan asalnya adalah air, udara dan tanah. Kelembutan ruh (latifah ar-ruh) terdapat di bawah dada kanan, dua jari ke kanan, warnanya adalah merah dan ia merupakan tempat kewenangan penghulu kita Ibrahim as dan Nuh AS, dan asalnya adalah api. Kelembutan batin (latifah as-sirr) terletak berlawanan dengan dada kiri, dua jari ke arah dada, warnanya adalah putih, ia adalah tempat kewenangan penghulu kita Musa AS, dan asalnya adalah air.

Kelembutan rahasia (latifah al-khafi) berlawanan dengan dada kanan, dua jari ke arah dada, warnanya adalah hijau, ia adalah tempat kewenangan penghulu kita Isa AS dan asalnya adalah udara. Kelembutan paling rahasia (latifah al-akhfa) terletak di tengah dada, ia adalah tempat kewenangan penghulu kita Muhammmad SAW., dan asalnya adalah tanah. Kelembutan jiwa/otak (latifah nafs an-natiqah) terletak di dahi dan seluruh kepala (Zulkifli, 2003: 49).

(59)

46

Kwaja Baqi-billah, atau para Syeikh agung sebelumnya. Disepakati bahwa dzikir penegasan dan penafikan sangat baik untuk penghambaan, suluk, dan bahwa dzikir penegasan saja lebih kondusif pada keterserapan diri dalam Allah SWT.

Menurut sebagian sufi, metode dzikir al-Issbat al-Mujarrah adalah sedemikian sang hamba mestilah mengangkat kata-kata Allah dari pusarnya dan kemudian mestinya mengangkat ke otak dengan segenap kekuatan seraya menahan nafas. Secara bertahap, ia memperpanjang waktu menahan nafas dan pada saat yang sama semakin banyak mengulang dzikir. Sebagian mengulang dzikir sebanyak seribu kali (Mir Valiuddin, 1979:139).

Prosedur dzikir Ism adz-Dzat (nama Dzat Allah) ialah seseorang mesti menyentuh langit mulut dengan lidahnya, dan mencamkan nama makna Allah yang diberkahi (Yang tidak menyerupai entitas apapun dan tidak ada satu entitas yang menyerupai-Nya; Yang tidak menyerupai sesuatu dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya; Yang tidak bisa diukur dan dibatasi, Yang tidak diliput arah; Yang tidak menyerupai badan; Yang Tunggal tanpa ada tandingan; Yang terpisah tanpa ada keserupaan) dan mestilah mengarahkan hatinya kepada Allah Yang Maha Kuasa serta tenggelam dalam dzikir Ism ad-Dzat.

(60)

47

mestilah dicamkan dalam benak pikiran: "Berkah spiritual mengalir dari yang wujud, yang Maha Tunggal tanpa ada yang menyerupai-Nya, terpisah tanpa ada keserupaan, Yang memiliki segenap kualitas dan kesempurnaan, terbebas dari segenap kekurangan dan ketercelaan, pada hatiku".

3. Amalan Nilai Spiritual dalam Ajaran Thariqah Naqsabandiyah

Berbagai nilai spiritual diantaranya adalah adab kepada mursyid (syaikh), merupakan ajaran yang sangat prinsip dalam tarekat, bahkan merupakan syarat dalam riyadhah seorang murid. Adab antara murid dengan mursyidnya diatur sedemikian rupa, sehingga menyerupai adab para sahabat dengan Nabi Muhammad SAW.

Hal yang demikian ini karena diyakini bahwa mu‟asyarah

antara murid dan mursyid adalah melestarikan sunnah (tradisi) yang terjadi pada masa Nabi. Dan kedudukan murid menempati peran sahabat, dan mursyid menggantikan peran Nabi, dalam hal irsyad bimbingan dan pengajaran.

Diantara adab seorang murid kepada syaikhnya, adalah:

a. Seorang murid harus memiliki keyakinan, bahwa maksud dan

tujuan suluknya tidak mungkin berhasil tanpa perantara gurunya.

b. Seorang murid harus pasrah, menurut dan mengikuti bimbingan

(61)

48

menurut, patuh dan hidmat.

c. Jika seorang murid berbeda paham (pendapat) dengan guru, baik

dalam masalah kulliyat maupun juziyyat, masalah ibadah maupun adat, maka murid harus mutlak mengalah dan menuruti pendapat

gurunyakarena i‟tirad (menentang) guru itu menghalangi berkah

dan menjadi su‟ul khatimah.

d. Murid harus berlari dari semua hal yang dibenci gurunya dan turut

membenci apa yang dibenci gurunya.

e. Jangan tergesa-gesa memberikan ta‟bir (mengambil kesimpulan)

atas masalah-masalah seperti: impian, isyarat-isyarat, walaupun ia lebih ahli dari gurunya dalam hal itu. Akan tetapi sampaikan hal itu kepada guru dan jangan meminta jawaban, tunggu saja jawaban darinya.

f. Merendahkan suara di majelis gurunya dan jangan

memperbanyak bicara dan tanya jawab dengan gurunya, karena semua itu akan menjadi sebabnya mahjub.

g. Jika ingin menghadap (sowan) kepada syaikh atau guru jangan

pada waktu istirahat atau waktu sibuk. Jangan berbicara yang tidak

mengenakkan, harus tetap menjaga kesopanan (khudu‟ dan

(62)

49

lain, kecuali sekedar saja yang dapat dipahami oleh orang yang diajak bicara.

h. Jangan mengunjing, menghina, mengumpat, mengkritik dan

menyebarluaskan aib guru kepada orang lain. Ketika maksud dan tujuannya dihalangi oleh guru. Murid harus yakin bahwa guru menghalangi karena ada hikmat. Karena guru adalah bapak spiritual sedangkan bapak sendiri adalah bapak jasmani.

Prinsip-prinsip ajaran etika (adab), antara sesama ikhwan ini diantaranya disebutkan dalam kitab Tanwirul al-Qul. Dalam kitab ini disebutkan prinsip-prinsip adab yang diajarkan oleh Rasulullah kepada para sahabatnya. Prinsip-prinsip adab itu tersimpul pada pengambaran bentuk persahabatan yang diajarkannya sebagaimana dalam hadis Nabi SAW :

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:

"Tidaklah beriman seseorang dari kalian sehingga dia mencintai untuk saudaranya sebagaimana dia mencintai untuk dirinya sendiri". (Tanwirul al Qul)

Adab antara sesama ikhwan itu adalah sebagai berikut (Hanbali, 1968:9-10):

a. Hendaknya kita menyenangkan saudara kita, dengan sesuatuyang

menyenangkan diri kita, dan jangan mengistimewakan diri kita sendiri.

b. Jika kita bertemu dengan mereka, hendaknya bersegera

Referensi

Dokumen terkait