• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persilangan Interspesifik dan Intergenerik Anggrek Phalaenopsis Untuk Menghasilkan Hibrid Tipe Baru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Persilangan Interspesifik dan Intergenerik Anggrek Phalaenopsis Untuk Menghasilkan Hibrid Tipe Baru"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

101

Makalah Pendukung 3

Persilangan Interspesifik dan Intergenerik Anggrek

Phalaenopsis Untuk Menghasilkan Hibrid Tipe Baru

Budi Marwoto, Dedeh S. Badriah, Minangsari Dewanti, dan Lia Sanjaya Balai Penelitian Tanaman Hias,

Jln. Raya Pacet-Ciherang PO BOX 8 SDL 43253, Telp. (0263) 517056, Fax. (0263) 514138

ABSTRAK. Sejak puluhan tahun lalu kegiatan pemuliaan Phalaenopsis dilakukan melalui persilangan antar varietas dengan menggunakan kelompok tetua yang sama. Hal ini menyebabkan variasi genetik hibrid yang dihasilkan makin terbatas. Hibrid tipe baru dapat diciptakan melalui persilangan antar spesies dan genera yang memiliki karakter unik. Namun persilangan interspesifik dan intergenerik tidak mudah dilakukan karena terdapat barier genetik yang disebabkan oleh abnormalitas proses meiosis dan ketidakserasian antara tepungsari dan kepala putik antar tetua jantan dan betina. Di dalam penelitian ini dilakukan persilangan interspesifik dan intergenerik Phalaenopsis dengan tujuan mengetahui keserasian genetik antar tetua persilangan. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan untuk merakit hibrid tipe baru yang sesuai dengan preferensi konsumen. Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Desember 2010 di rumah kaca dan laboratorium Balai Penelitian Tanaman Hias, Cipanas-Jawa Barat. Materi genetik yang digunakan sebagai tetua persilangan terdiri atas spesies, hibrid primer, hibrid sekunder dan hibrid tingkat lanjut (hibrid komersial) Phalaenopsis. Cakupan penelitian meliputi koleksi tetua persilangan, karakterisasi koleksi tetua, persilangan antar tetua, pengecambahan biji, pembentukan plb (protocrom like bodies), regenerasi planlet dan aklimatisasi. Persilangan antar spesies dan genera Phalaenopsis dilakukan di dalam rumah kaca dengan meletakkan tepungsari tetua jantan ke kepala putik tetua betina. Biji F1 dikecambahkan pada media Vaccin dan Went. Plbs yang dihasilkan kemudian diregenerasikan hingga menjadi planlet pada media yang diberi auksin dan sitokinin. Planlet yang tumbuh selanjutnya dipelihara hingga siap diaklimatisasikan di dalam rumah kaca. Sebanyak 147 persilangan antar spesies dan genera Phalanopsis telah dilakukan di dalam penelitian ini, 102 persilangan menghasilkan buah dan 45 silangan tidak menghasilkan buah (aborsi). Buah yang dihasilkan ternyata tidak selalu dapat bertahan hingga matang fisiologis, bahkan sebagian buah yang diketahui telah masak fisiologis ternyata tidak mengandung biji. Sebanyak 11.03 % persilangan saja yang menghasilkan buah matang fisiologis dan menghasilkan biji, sedang sisa buah lainnya mengalami kerontokan pada umur 1 – 3 bulan. Plb dan planet dari berbagai persilangan interspesifik dan intergenerik Phalaenopsis telah dihasilkan dan sebagian planlet telah diaklimatisasikan di dalam rumah kaca.

Kata kunci : Phalaenopsis, hibrid, tipe baru, persilangan interspesifik, persilangan intergenerik, keserasian genetik

ABSTRACT. Marwoto, B, D.S. Badriah, M. Dewanti, and L. Sanjaya. 2011. Compatibility of Interspesific and Intergeneric Crosses of Phalaenopsis to Produce New Type Hibrids. For the last decades Phalaenopsis breeding has been done through intervarietal crosses using the same group of parents that caused reduction of genetic variation of new hibrids. New type of hybrids are certainly needed to generate market trend setter that can be resulted from interspecific and intergeneric crosses. Those crossess, however, are really not easy

(2)

102

to be done because of genetic barrier caused by abnormalities of meiosis process and incompatibility between polen of male parent and stigma of female parent. In this study interspesific and intergeneric crosses were done to determine genetic compatibility among the parents used. The study was done on March through December 2010 in the greenhouse and laboratory Indonesian Ornamental Crop Research Institute, Cipanas-West Java. Genetic materials used as female and male parents comprised of species, primary hibrids, secondary hibrids and advanced hibrids (commercial hibrids). Scope of study included collection of selected material genetics, characterization of collected material genetics, crosses among the material genetics, seed sowing, production of plb (protocrom like bodies), regeneration of planlet and planlet acclimatization. Crosses among the genetic materials of Phalaenopsis were done in the greenhouse through disposing polen of male parent on stigma of male parents. F1 seeds were germinated on Vaccin dan Went medium and the growing plbs were subsequently regenerated to induce planlets using same medium added with plant growth regulators (cytokinin and auxin). The planlets were then maintained in the greenhouse. About 147 interspecific and intergeneric croses of Phalanopsis were done. Of the total crosses made, 102 crosses produced fruit and 45 crosses did not yield fruits (abortus). After maintained sometime one part of the total fruits could not survive till physiological mature. Only 11.03 % of the total crosses produced mature fruits and seeds and the remainings yielded fruits aborted on 1 – 3 months after fruit initiation. Sowing of the seeds on the in vitro media produced plb and regeneration of the plb on the same media enriched with auxin and cytokinin resulted in planets. Four months after regeneration in the in vitro medium, the planlets were acclimated in the greenhouse.

Kata kunci : Phalaenopsis, new type hybrids, interspesifi crosses, intergeneric hybrids, genetic compatibility

PENDAHULUAN

Phalaenopsis merupakan salah satu genera anggrek yang banyak dibudidayakan di dalam negeri dan sangat diminati para konsumen. Beberapa spesies Phalaenopsis merupakan asli Indonesia, seperti Phalaenopsis amabilis, P. javanica, P. sumaterana dan P. amboinensis (Sastrapradja et al., 1977). Spesies alam anggrek Indonesia telah dimanfaatkan para pemulia internasional untuk menghasilkan hibrid baru yang eksotis (Djaafarer, 2002). Dalam upaya memenangkan persaingan global diperlukan perakitan varietas yang memiliki karakter unik.

Karakter-karakter unik diperoleh melalui skema persilangan yang melibatkan spesies dan/atau genera lain yang diketahui dapat mewariskan karakter yang diinginkan. Persilangan antar spesies dan genera Phalaenopsis akan menghasilkan tipe, warna dan bentuk bunga beragam yang untuk memenuhi preferensi konsumen.

Persilangan interspesifik dan intergenerik Phalaenopsis dapat menghasilkan warna bunga bervariasi dari warna putih, merah muda, ungu, kuning hingga merah dengan bintik-bintik, bercak ataupun garis yang menarik. Hibrid baru dengan karakter unik dapat dibuat dengan memanfaatkan informasi pewarisan sifat tetua jantan dan betina. Beberapa spesies berikut dapat mewariskan karakter kualitatif unggul,

(3)

103 seperti : (1) Phalaenopsis amabilis

mewariskan karakter warna bunga putih, berbunga banyak dan tangkai bunga kekar, (2) Phalaenopsis equestris, Phalaenopsis violacea dan Phalaenopsis schilleriana mewariskan karakter warna bunga merah, (3) Phalaenopsis javanica mewariskan karakter bunga berwarna kuning, krem atau pun merah, (4) Phalaenopsis amboensis mewariskan karakter warna bunga kuning, merah dan berbintik, (5) Phalaenopsis comucervi mewariskan karakater bunga bercorak garis-garis, dan (6) Phalaenopsis sumatera dan Phalaenopsis viridis mewariskan karakter bunga tebal dan berbintik.

Untuk mendapatkan hibrid-hibrid anggrek tipe baru dibutuhkan persilangan jarak jauh antar spesies dan antar generik (Cameron and Chase, 1999). Namun persilangan interspesifik maupun intergenerik tanaman anggrek sering mengalami kegagalan karena terdapat kendala, seperti abnormalitas pada meiosis, rendahnya fertilitas (Tanaka dan Kamaemoto, 1961) dan sterilitas tepungsari (Anonymous. 1998). Menurut Bechtel et al. (1981) persentase keberhasilan persilangan Aranda (Aerides x Vanda) sangat rendah. Apabila persilangannya berhasil, jumlah biji yang dapat ditumbuhkan dan terus bertahan hidup biasanya sangat sedikit, beberapa bijinya abnormal dan tumbuh lambat (Tsai et al., 2009). Lee et al. (1990) juga melaporkan adanya hambatan kompatibilitas tepungsari dengan putik dalam persilangan antar genus Ascocenda (Ascocentrum x Vanda). Persilangan intergenerik juga telah dilakukan antara Phalaenopsis

dengan kerabat Vanda yang menghasilkan hibrid ternama seperti Asconopsis Irene Dobkin (Phal. Doris x Ascocentrum miniatum)

Ke depan tren perakitan varietas Phalaenopsis mengarah pada upaya mengkombinasikan karakter beragam corak warna dan bentuk untuk menciptakan bunga yang lebih bervariasi melalui skema persilangan baru. Hal ini dipelopori oleh J. Veitch pada tahun 1887 yang menghasilkan hibrid hasil persilangan antara Phal. amabilis dan Phal. violacea dengan karakter bunga stripes, multifloral, dan berwarna pink. Spesies lain, seperti Phal. celebensis telah diintroduksikan pula dalam skema persilangan untuk meningkatkan keragaman karakter-karakter yang unik pada hibrid baru (Sarwono, 2002).

Kegiatan pemuliaan tanaman dilakukan untuk mendapatkan varietas unggul dengan karakter ideotipe (Soedjono, 1997). Genera Phalaenopsis memiliki gen dominan yang tipikal pada sejumlah spesies (Martin, 1996). Program pemuliaan anggrek Phalaenopsis diarahkan pada perbaikan karakter pada Phalaenopsis tipe standar, multiflora, novel dan ketahanan terhadap penyakit penting. Perbaikan karakter yang perlu dilakukan terhadap karakter hibrid yang ada saat ini yaitu, (1) tipe standar : Phalaenopsis dengan warna putih berukuran besar (> 13 cm), pink/ungu, kuning dan variasinya, jumlah kuntum bunga ≥ 16 dan panjang tangkai bunga ≥ 60 cm (Fukumura, 1993), (2) tipe multiflora : jumlah kuntum banyak dan tersusun kompak, ukuran bunga sedang (3-5 cm) dan tangkai bunga tegak

(4)

104

dan bercabang (Chang, 2006; Hawkes, 1970), (3) Novel : perbaikan penampilan tanaman dan bunga, peningkatan produktivitas, dan ketahanan terhadap hama/penyakit (Sinha, 2010). Perbaikan karakter tersebut dapat dilakukan dengan cara menggunakan spesies tertentu dalam program pemuliaan Phalaenopsis, seperti : aphrodite, amabilis, violacea (Borneo dan murtoniana), schelleriana, stuartiana, sanderiana, amboinensis dan equiestris (Chih-Chung et al., 2005).

Keragaman hibrid Phalaenopsis yang dikomersialkan dalam beberapa tahun terakhir cenderung makin menurun dari waktu ke waktu. Hal ini dibuktikan dari tipe, bentuk dan warna bunga yang makin homogen. Penurunan keragaman hibrid tersebut terjadi karena para penyilang menggunakan kelompok tetua yang sama dari waktu ke waktu. Penyediaan produk yang cenderung homogen dapat menyebabkan konsumen akan mengalami kebosanan dan pasar menjadi cepat jenuh. Oleh karena itu ke depan program pemuliaan anggrek perlu diarahkan pada upaya memperluas keragaman genetik untuk meningkatkan variasi tipe, bentuk dan warna bunga yang unik, frekuensi berbunga tinggi dan tahan terhadap patogen penyebab penyakit serta cekaman lingkungan. Hal ini dapat dilakukan melalui persilangan antar individu yang berkerabat jauh (Kartikaningrum et al., 2002). Persilangan berkerabat jauh biasanya sulit dilakukan, dan apabila menghasilkan hibrid, biji yang dihasilkannya sukar berkecambah atau steril (Dwiatmini et al., 2003). Untuk itu meningkatkan keberhasilan dalam persilangan antar genotipe berkerabat

jauh perlu diketahui kompatibilitas persilangan guna menjamin proses introgresi gen yang dikehendaki.

Tipe baru dengan karakter eksotik dan unik dapat dibuat dalam genera Phalaenopsis mengingat tingginya keragaman karakter di dalam spesies dan genera (Martin, 1996). Pada penelitian ini akan dibuat kreasi baru hibrid Phalaenopsis yang novel dengan karakter beragam dan unik dengan memanfaatkan informasi kompatibilitas antar tetua persilangan. Penyediaan hibrid tipe baru sangat bermanfaat untuk mengurangi impor benih dari luar negeri yang cenderung meningkat akhir-akhir ini. Selain itu penyediaan hibrid baru di dalam negeri dapat menggerakkan kegiatan industri yang berdampak terhadap tumbuhnya perekonomian nasional. Hal ini layak dilakukan mengingat Indonesia memiliki sumberdaya genetik Phalaenopsis yang luas dengan beragam karakter yang mudah dikombinasikan dalam skema persilangan yang sistematis.

Penelitian ini bertujuan mengetahui kompatiblitas persilangan interspesifik dan intergenerik Phalaenopsis dalam upaya mendapatkan hibrid tipe baru yang mampu menjadi trend setter pasar pada masa mendatang. Adapun hipotesis yang diajukan ialah bahwa di dalam persilangan interspesifik dan intergenerik terdapat keserasian genetik yang potensial untuk menunjang program pemuliaan Phalaenopsis.

(5)

105

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di rumah kaca dan laboratorium Balai Penelitian Tanaman Hias Segunung (1100 m dpl) pada bulan Maret sampai dengan Desember 2010. Penelitian ini menggunakan materi genetik terdiri atas spesies, hibrid primer, hibrid sekunder dan hibrid tingkat lanjut (hibrid komersial) Phalaenopsis. Materi genetik tersebut diperoleh dengan cara mengakses dari Kebun Raya Cibodas, Kebun Raya Purwodadi, para kolektor, pemulia swasta, pengusaha dan petani. Adapun materi genetik yang digunakan ialah Doritis pulcherrima Blue, R962 (1), R962 (2), Phal. Sogo Mini Dog x venosa (R1067-1), Phal. Sogo Mini Dog x venosa (R1067-(2), R1047 (1), R1047 (2), R903, Phal. Amboinensis yellow x Phal. Violacea Sumatra, Phal. Gigantea x Phal. Floresensis, Phal. Sogo Cake, Phal. Taida Salu, Phal. Cinderella x Phal. Everspring Prince, Phal. Mary Amos, Phal. John Ewing, Kuning Global, Tsinying Champion, OX1325, C13, C11, D2, C10, Chianxen P, C6, Minho Princess, A36P10 (A31D10), KHM1527, Ever Spring Fairy, KHM1460/B55, C9, C2, V3, KHM421, Coklat-2, Leopard Prince White, Nobies Amy, Sweet Strowberry, Brother Lancer, Brother Sara Gold, Ever Sring Prince dan Yopin Sweeties Lighten. Hibrid primer dan hibrid sekunder Phalaenopsis merupakan hasil persilangan spesies Phalaenopsis : Phal. amabilis, Phal. amboinensis, Phal. violacea, Phal. sumatrana, Phal. equestris, Phal. stuartiana, Phal. celebensis, dan Doritis pulcherrima.

Tanaman induk persilangan dipelihara di dalam rumah kaca di bawah kondisi dinaungi. Tanaman dipelihara dengan memberikan pemupukan slow release yang mengandung P2O5, K2O dan

NH4. Selain itu tanaman juga diberi

pupuk daun Hyphonex (20:20:20) dan Decastar untuk menjaga pertumbuhan optimal. Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dikendalikan dengan insektida permetrin, sipermetrin, asefamida, fenvalerat, basminon, tiodan, diklorovinil dimetil fosfat, fungsida chlorotalonyl, tembaga oksiklorida, tembaga oksida, carbendazim, organomerkuri, dan natrium dikromat. Tanaman juga disiram sesuai kebutuhan untuk menjaga pertumbuhan yang optimum.

Karakterisasi Tetua Persilangan

Karakterisasi merupakan kegiatan untuk mengidentifikasi sifat-sifat penting yang bernilai ekonomis, atau yang merupakan penciri dari varietas yang bersangkutan. Sifat/karakter yang diamati dapat berupa karakter morfologis (bentuk daun, bentuk buah, bentuk dan warna bunga dsb), dan karakter agronomis (umur panen, tinggi tanaman, panjang tangkai daun, jumlah anakan, dan sebagainya). Karakterisasi pada tanaman anggrek yang dilakukan merupakan karakterisasi berdasarkan panduan karakterisasi tanaman anggrek. Panduan karakterisasi tanaman anggrek disusun berdasarkan discriptor list UPOV dan deskripsi morfologi anggrek sesuai panduan umum dalam Orchid of Borneo dan The Manual of Cultivated Orchid Species. Pengamatan karakter agronomi meliputi perhitungan jumlah bunga,

(6)

106

panjang tangkai bunga, panjang malai, diameter bunga, jumlah tangkai bunga, umur masak buah (apabila menghasilkan buah), dan ketahanan mekar bunga. Penyilangan

Penyerbukan dilakukan pada pagi hari terhadap bunga yang telah mekar sekitar 4 hari. Persilangan dilakukan secara interspesifik dan intergenerik secara resiprok dan searah (Rose, 1994 dan Hawkes, 1970). Setiap persilangan diberi label sesuai dengan nama induk betina dan jantannya. Jumlah bunga yang disilangkan antara 1-3 bunga tergantung pada jumlah bunga per tangkai. Bunga yang disilangkan dipilih yang letaknya di tengah tangkai. Silangan yang berhasil membentuk buah dipelihara sampai kematangan fisiologis dengan ciri berubahnya warna polong menjadi kekuningan dan keras. Di dalam penelitian ini juga diakses kompot dan planlet hasil persilangan interspesifik Phalaenopsis yang dilakukan oleh pemulia swasta.

Penyemaian Biji

Buah yang matang fisiologis dan berhasil membentuk biji dipanen dan disebar bijinya secara aseptik pada media Vacin dan Went dalam erlenmeyer ukuran 100 ml. Buah terlebih dahulu digosok dengan alkohol 70% kemudian disterilisasi dengan menggunakan clorox 10-20% selama 10 menit dan clorox 5% selama 5 menit, kemudian dicuci dengan aquades streril sebanyak 3 kali. Sterilisasi dilakukan di laminar flow. Buah yang sudah steril dibelah dengan pisau steril dan bijinya disebar di atas media dengan menggunakan pinset. Selanjutnya

erlenmeyer disimpan di rak dalam ruangan dengan suhu 20-25 oC dan diberi penerangan lampu TL 40W setiap tingkat dalam rak.

Penjarangan Planlet

Biji F1 yang sudah membentuk protokorm disubkultur secara aseptik pada media Vacin dan Went ditambah dengan pisang, charcoal dan zat pengatur tumbuh (auksin dan sitokinin) di dalam botol dengan ukuran panjang 21 cm, diameter 6 cm. Jumlah planlet yang ditanam sebanyak maksimal 30 planlet/botol. Penjarangan dan pemindahan planlet dilakukan 1-2 kali sampai tanaman siap dikompot, tergantung kecepatan pertumbuhan planlet di dalam botol. Botol-botol tersebut kemudian diletakkan di atas rak dalam ruangan bersuhu 20-25 oC dan diberi penerangan lampu TL 40W pada setiap tingkat dalam rak.

Pengompotan

Setelah planlet berakar, botol dipindahkan ke dalam ruangan bersuhu ruang selama 7 hari, kemudian bibit dikeluarkan dari dalam botol dan media agar yang menempel dibersihkan dengan air keran. Bibit kemudian dikompot pada media cacahan pakis yang sudah disterilkan dengan uap panas. Kompotan disiram setiap hari dan dipupuk dengan pupuk berkandungan N tinggi 2 kali seminggu.

Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati ialah jumlah persilangan, jumlah buah yang membengkak, jumlah persilangan yang langsung gugur, jumlah buah yang

(7)

107 bertahan sampai 4 bulan, waktu

terbentuknya protokorm, dan pertumbuhan protokorm menjadi planlet. Data pengamatan dianalisis dengan metode statistik (analisis frekuensi, nilai rataan, ragam, dan uji t nilai tengah) (Gomez and Gomez, 1995). Keserasian persilangan antar materi genetik tetua ditentukan berdasarkan kriteria keberhasilan persilangan menghasilkan buah dan biji F1.

HASIL DAN PEMBAHASAN Anggrek tipe baru Phalaenopsis diperoleh dari persilangan antara materi genetik (spesies, hibrid primer, hibrid sekunder dan hibrid tingkat lanjut). Persilangan tersebut dimaksudkan untuk menginduksi keragaman generik pada hibrid modern. Dalam beberapa tahun terakhir ada kecenderungan bahwa keragaman karakter morfologi bunga dan tanaman yang terdapat pada anggrek hibrid Phalaenopsis mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya variasi karakter fenotipik hibrid Phalaenopsis yang baru diimpor. Situasi tersebut akan mendorong kejenuhan pasar, mengingat para konsumen diberikan tanaman yang memiliki karakter yang relatif sama dengan karakter terdahulu. Oleh karena itu persilangan interspesifik dan intergenerik diharapkan dapat merombak konstitusi genetik hibrid yang melalui proses rekombinasi dan segregasi alel dan gen. Hasil persilangan selanjutnya diseleksi dengan parameter tertentu untuk mendapatkan hibrid tipe baru yang diinginkan. Hibrid terseleksi kemudian

diperbanyak secara klonal dan massal melalui kultur jaringan untuk penyediaan benih sebelum hibrid tersebut dilepas dan dikomersialkan.

Koleksi Tetua Persilangan

Langkah pertama yang perlu dilakukan untuk mendapatkan hibrid tipe baru Phalaenopsis ialah mengoleksi dan mengkarakterisasi tetua persilangan yang terdiri atas spesies, hibrid primer, hibrid sekunder dan hibrid tingkat lanjut. Koleksi dilakukan dengan mendatangi kebun-kebun koleksi milik Kebun Raya Bogor, Cibodas dan Purwodadi, para kolektor, pemulia swasta, perusahaan swasta, pedagang/petani dan importir. Hasil koleksi hibrid tingkat lanjut diperoleh dari para importir dengan kriteria memiliki karakter bunga berwarna merah, putih, kuning dengan corak stripe, spot, lidah beragam dalam bentuk dan warna kesimetrian, petal dan sepal, ukuran bunga dan ketegaran tangkai bunga.

Hibrid tingkat lanjut yang digunakan antara lain Phal. Cinderella x Phal. Everspring Prince, Phal. Mary Amos, Phal. John Ewing, Kuning Global, Tsinying Champion, OX1325, C13, C11, D2, C10, Chianxen P, C6, Minho Princess, A36P10 (A31D10), KHM1527, Ever Spring Fairy, KHM1460/B55, C9, C2, V3, KHM421, Coklat-2, Leopard Prince White, Nobies Amy, Sweet Strowberry, Brother Lancer, Brother Sara Gold, Ever Sring Prince dan Yopin Sweeties Lighten. Sogo Cake, Taida Salu, Mary Amos, Cinderella x Ever Spring Prince, KHM164, KHM1527, Minho Princess, R1047-1, Sogo Mini

(8)

108

Dog x venosa (R1067-1), Nobies Amy, Phal. Yopin Sweeties Lighten, Ever Spring Prince, Phal. Sweet Strowberry, Ever Princes Fairy, Brother Lancer, Cinderella, Tsinying Champion, dan Phal Brother Sara Gold. Sedang individu silangan primer dan sekunder yang dikumpulkan ialah turunan Amabilis Formosa, Gigantea, John Ewing, Amboinensis, Venosa, Doritis pulcherima, Phal violaceae. Masing-masing individu hasil persilangan primer dan sekunder memiliki karakter unik, sehingga diharapkan dapat mengintroduksikan karakter-karakter tersebut pada hibrid komersial. Sebanyak 20 individu hasil silangan primer berhasil dikoleksi dari para kolektor, kebun raya Bogor, Cibodas dan Purwodadi, para pemulia senior, yaitu amboinensis, R1047-2, Sogo Mini Dog x Venosa, R962-1, R962-2, Dorithis pulcherima yellow, Dorithis pulcherima 4N x 2N, Blas on, RI067, RI047-3, Phal. Superbbde, Phal. Violaceae, Phal. Ming Shing yellow, Phal Brother Sara Gold, RI034 dan Phal Balina.

Dari semua tetua persilangan (spesies, hibrid primer, sekunder dan hibrid tingkat lanjut) yang dipergunakan dalam penelitian ini, masing-masing memperlihatkan karakter yang berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan tersebut dikarenakan perbedaan background genetik dan habitat asal. Komposisi genom mengekspresikan kumpulan karakteristik yang mencirikan morfologi tanaman. Habitat asal tanaman anggrek memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan anggrek melalui pengaruh sinar matahari, cuaca atau keadaan iklim, suhu udara, kelembaban

udara serta tersedianya unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman anggrek untuk mendukung pertumbuhan tanaman anggrek, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas bunga yang dihasilkannya. Selain itu perbedaan penampilan tanaman juga dapat disebabkan oleh perbedaan teknik budidaya yang diterapkan masing-masing kolektor. Meskipun terdapat keragaman karakter dari masing-masing jenis anggrek yang digunakan, terdapat pula kesamaan karakter. Kesamaan karakter yang dimiliki oleh beberapa anggrek spesies tersebut dapat menunjukkan kedekatan dalam hubungan kekerabatan yang dimiliki oleh anggrek-anggrek tersebut.

Karakterisasi Tetua Persilangan

Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa calon tetua hibrid tingkat lanjut, individu silangan primer dan sekunder serta spesies memiliki karakter yang bervariasi ditinjau dari parameter panjang tangkai, panjang malai, panjang ruas, jumlah bunga. Diameter bunga dan jumlah tangkai bunga. Variasi morfologis juga ditemukan pada karakter karakter kualitatif bunga, seperti warna bunga, tipe bunga, stripe, dan lekukan, bentuk, tipe dan warna lidah. Semua karakter tersebut sangat unik yang berbeda satu tanaman dengan tanaman lainnya. Kombinasi karakter dominan dari tiap individu diharapkan dapat diperoleh setelah tanaman disilangkan. Hasil karakterisasi tersebut dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan skema/diagram persilangan (Tabel 1).

(9)

109 Tabel 1. Karakter tetua yang digunakan dalam pembentukan hibrid tipe baru/Characteristics

of parents used to produce new type hybrids

No. Nama tetua yang di

koleksi/Collected parents Panjang tangkai/ Stalk length Panjang malai/ Spike length Jumlah bunga/ Flower numbers Diameter bunga/ Flower diameter Jumlah tangkai bunga/ Flower Stalk Number

1. Doritis pulcherrima Blue 15,5 4,8 6 1

2. R962 (1) 14,2 2,9 3 4,2 2

3. R962 (2) 28,15 10,7 13 4,55 5

4. Phal. Sogo Mini Dog x venosa

(R1067-1)

53 21 9 5,6 1

5. Phal. Sogo Mini Dog x venosa

(R1067-(2)

26,9 9,8 7 4,4 1

6. R1047 (1) 16,95 4,5 3,5 4,4 3

7. R1047 (2) 5,8 1,5 2 4,5 2

8. R903 28,8 12,8 6 5,5 1

9. Phal. Amboinensis yellow x Phal.

Violacea Sumatra

10,3 2,37 2 5 3

10. Phal. Gigantea x Phal. Floresensis 57,5 28,1 12 5,4 2

11. Phal. Sogo Cake 48,7 18,7 12 5,8 1

12. Phal. Taida Salu 57,4 35,5 16 7,5 1

13. Phal. Cinderella x Phal. Everspring Prince

43,5 11,8 6 8,7 1

14. Phal. Mary Amos 50,7 12 5 7,9 1

15. Phal. John Ewing 22,7 8,2 7 5,25 11

16. Kuning Global 14,3 7,4 8 5,5 2 17. Tsinying Champion 33,3 12,2 8 4,7 2 18. OX1325 39,2 13,0 5 9,7 2 19. C13 31,0 13,3 6 9,8 2 20. C11 36,0 22,8 12 9,3 1 21. D2 32,4 18,9 10 9,0 1 22. C10 33,5 27,8 14 9,3 1 23. Chianxen P 37,0 22,6 13 9,8 1 24. C6 38,0 21,0 13 9,1 1 25. Minho Princess 33,8 24,0 14 9,9 1 26. A36P10 (A31D10) 38,3 58,0 16 13,5 1 27. KHM1527 34,8 14,3 16 7,1 2

28. Ever Spring Fairy 59,0 37,3 9 10,6 2

29. KHM1460/B55 45,3 28,0 10 9,2 2 30. C9 35,5 18,3 8 8,0 2 31. C2 13,0 42,5 16 8,9 1 32. V3 47,3 51,0 16 12,1 1 33. KHM421 46,0 31,7 10 12,1 1 34. Coklat-2 38,0 22,5 10 5,9 1

35. Leopard Prince White 47,8 15,8 6 10,9 2

(10)

110

No. Nama tetua yang di

koleksi/Collected parents Panjang tangkai/ Stalk length Panjang malai/ Spike length Jumlah bunga/ Flower numbers Diameter bunga/ Flower diameter Jumlah tangkai bunga/ Flower Stalk Number 37. Sweet Strowberry 22,2 14,6 18 5,0 2 38. Brother Lancer 28,5 17,2 9 6,5 1

39. Brother Sara Gold 29,0 19,0 10 6,9 1

40. Ever Sring Prince 42,5 33,3 14 9,0 1

41. Yopin Sweeties Lighten 40,4 24,3 10 10,5 2

Keserasian persilangan

Sebanyak 145 persilangan telah dilakukan dengan melibatkan spesies, hibrid primer, hibrid sekunder dan hibrid tingkat lanjut. Dari hasil pengamatan di lapangan diperoleh sebanyak 102 persilangan menghasilkan buah membengkak, 27 persilangan mengalami kerontokan buah dan 16 persilangan menghasilkan buah yang mampu

bertahan sampai 4 bulan (Tabel 2). Gugurnya buah kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adanya jarak genetik yang terlalu panjang, sehingga menyebabkan munculnya barier pembuahan dan pembentukan zigot : (1) terjadi polinasi tetapi zigot tidak terbentuk, sehingga buah tidak berkembang (2) terjadi fertilisasi tetapi buah berkembang lambat.

Tabel 2. Jumlah Persilangan dan keserasian persilangan/Cross number and cross compatibility Kriteria/Criteria Jumlah persilangan/Number of crosses Persentase thd jumlah persilangan/Percentage to cross number Keserasian persilangan/Cross compatibility Persilangan 145 - - Buah yang membengkak 102 70.34 - Persilangan yang langsung gugur 43 29.66 Persilangan tidak serasi Buah yang bertahan sampai 4 bulan 16 11.03 Serasi

Tingkat kematangan buah bervariasi disebabkan oleh waktu persilangan yang beragam, tergantung pada tingkat anthesis bunga. Dari persilangan yang dilakukan pada tahap 1 terdapat 10 buah yang telah disemaikan,

4 buah membentuk 1 botol protocorm, sedang 3 buah lainnya menghasilkan 3 botol planlet.

Persilangan yang menghasilkan buah yang dapat berkembang hingga 4 bulan dan bijinya dapat disemaikan ialah

(11)

111 (1) Phal. Goh Cok Tong x Phal.

P.Kaiulani, (2) Phal. Violacea Sumatra x Phal. Amboinensis Yellow, (3) Phal. Brother Sara Gold x Phal. Amboinensis, (3) Dtps. Chian “Taida” x Phal. Be Tris “TH”, (4) Phal. Tabasco Tax x David Lim x Phal. Sogo Champion, (5) Phal. Sogo Champion x Phal. Tabasco Tax, (6) Phal. Tabasco Tax x David Lim, (7) Phal. (Zimy X Amboinensis) x Gigantea, (8) Phal. Ching Ruey’s Tiger “Yellow Red Spot x Gigantea, (9) Phal.Barbara Moler x Taida Gold, (10) Phal. Limtvirsen x amboinensis, (11) Phal. Venosa x violacea Mentawai x Phal.

Ching Ruey’s Tiger x Haur Jin Diamont, (12) Phal. Amabilis x gigantean x Dtps. Leopard Prince x Ching ANN Doris, (13) Phal. Gigantean x Golden Budha x Phal. Gigantean x Golden Budha, (14) Phal. Amboinensis x gigantean x Phal. Ludemania ”Word Lauw”, (15) Phal. I Shin Salmon x Phal. Belina, dan (16) Phal. Salu Spot x Golden Poeker x Phal. Ludemania ”Word Lauw”. Keberhasilan persilangan ini disebabkan keserasian konstitusi genetik, sehingga pembelahan meiosis pasca fertilisasi dapat terjadi secara normal.

Tabel 3. Persilangan antar hibrid primer dan sekunder sebagai tetua betina dan jantan yang serasi/compatible crosses between primary and secondary hybrids

No. Tetua Betina/Female Parents Tetua Jantan/Male Parent Keterangan/Remark 1. Phal. Goh Cok Tong Phal. P.Kaiulani Kompot

2. Phal. Violacea Sumatra Phal. Amboinensis Yellow Kompot 3. Phal. Brother Sara Gold Phal. Amboinensis Kompot

4. Dtps. Chian “Taida” Phal. Be Tris “TH” Kompot dan Planlet 4. Phal. Tabasco Tax x David

Lim

Phal. Sogo Champion Planlet 5. Phal. Sogo Champion Phal. Tabasco Tax x David

Lim

Planlet 6. Phal. (Zimy X Amboinensis) x

Gigantea

Phal. Ching Ruey’s Tiger “Yellow Red Spot”

Planlet 7. Phal.Barbara Moler x Taida

Gold

Phal. Limtvirsen x amboinensis

Planlet 8. Phal. Venosa x violacea

Mentawai

Phal. Ching Ruey’s Tiger x Haur Jin Diamont

Planlet 9. Phal. Amabilis x gigantea Dtps. Leopard Prince x Ching

ANN Doris

Planlet 10. Phal. Gigantean x Golden

Budha

Phal. Gigantean x Golden Budha

Planlet 11. Phal. Amboinensis x gigantea Phal. Ludemania ”Word

Lauw”

Planlet 12. Phal. I Shin Salmon Phal. Belina Planlet 13. Phal. Salu Spot x Golden

Poeker

Phal. Ludemania ”Word Lauw”

(12)

112

Selain melakukan persilangan interspesifik dan intergenerik Phalaenopsis secara langsung, di dalam penelitian ini juga dilakukan pemeliharaan planlet dan pengkompotan 13 populasi hibrid primer dan sekunder hasil persilangan pemulia swasta. Hasil persilangan tersebut diakses dalam stadia kompot dan planlet, masing-masing 4 silangan dalam stadia kompot (Phal. Goh Cok Tong x Phal. P.Kaiulani, Phal. Violacea Sumatra x Phal. Amboinensis Yellow, Phal. Brother Sara Gold x Phal. Amboinensis,dan Dtps. Chian “Taida” x Phal. Be Tris “TH”) dan 9 silangan lainnya dalam stadia planlet. Tetua persilangan hibrid primer dan sekunder merupakan spesies yang mewariskan sifat unggul dan dikenal sebagai tetua yang melahirkan varietas-varietas Phalaenopsis yang terkenal di dunia. Spesies-spesies tersebut di antaranya Phal. Goh Cok Tong, Phal. P.Kaiulani, Phal. Violacea Sumatra, Phal. Amboinensis Yellow, Phal. Venosa x violacea Mentawai, Phal. (Zimy X Amboinensis) x Gigantea, Phal. Limtvirsen x amboinensis, Phal. Belina, Phal. Limtvirsen x amboinensis, Phal. Amabilis x gigantean, Phal. Amboinensis x gigantean, dan Phal. Tabasco Tax x David Lim (Tabel 3).

Hibrid primer hasil persilangan P. amboinensis yang disilangkan dengan P. violaceae dapat memberikan peluang keberhasilan yang tinggi dibandingkan persilangan jenis anggrek ini dengan jenis anggrek di luar klusternya. Berdasarkan informasi hasil-hasil persilangan dari Sander's List of Orchid Hybrid (Royal Horticulture Society cit. Dwiatmini et al., 2003) diperoleh hasil

bahwa seluruh spesies Phalaenopsis dapat disilangkan dan menghasilkan keturunan yang fertil. Kesulitan dalam melakukan persilangan, kebanyakan disebabkan oleh pengaruh lingkungan.

Hibridisasi interspesifik pada Phalaenopsis menghadapi hambatan utama yaitu tanaman F1 yang dihasilkan bersifat steril sehingga tidak akan diperoleh tanaman F2 dan keturunan berikutnya. Sterilitas pada F1 hasil hibridisasi interspesifik dapat disebabkan (1) perbedaan genom antara spesies yang disilangkan sehingga pada waktu sel mengalami proses meiosis, genom-genom yang berbeda tersebut tidak dapat berpasangan, (2) perbedaan jumlah kromosom antara spesies yang disilangkan, yaitu diploid (2n) disilangkan dengan tetraploid (4n) sehingga menghasilkan individu triploid (3n) yang umumnya steril, karena pada tanaman triploid, proses pembentukan gamet biasanya akan mengalami gangguan (Suryo 1995). Salah satu upaya mengatasi ketidakmampuan kromosom untuk berpasangan adalah dengan menggandakan kromosom. Pada kondisi triploid penggandaan kromosom akan menghasilkan tanaman hexaploid yang fertil. Cara untuk menggandakan kromosom dapat dilakukan dengan menggunakan senyawa kimia yaitu colchicine (Suryo 1995).

Hambatan dalam hibridisasi interspesifik disebabkan oleh (a) kegagalan polen untuk berkecambah pada stigma asing akibat ketakserasian yang disebabkan faktor genetik atau hambatan fisiologi oleh substan yang dikeluarkan oleh stigma, (b) kegagalan polen untuk

(13)

113 tumbuh cukup cepat ke tangkai putik

untuk menghasilkan pembuahan, sebelum pembentuk lapisan absisik di tangkai bunga (kadang2 dapat diatasi dg menyemprot dg hormon tertentu untk mencegah pembentukan lapisan absisik), (c) kegagalan fertilisasi akibat hancurnya jaringan endosperm dan aborsi embrio muda, hal ini dapat diatasi dengan kultur embrio, (d) kegagalan sistem reproduksi tanaman hibrid akibat ketidakteraturan meiosis – kesulitan menentukan pasangan kromosom, dapat diatasi dengan pemberian kolkisin, Kegagalan progeni F1 utk tumbuh normal akibat efek mematikan dari ketidakseimbangan kromosom

Penyemaian Biji F1

Dari persilangan yang dilakukan sejak bulan Februari 2010 diperoleh 6 buah yang telah disemaikan. Penyemaian menghasilkan plbs sebanyak 4 botol dan planlet sebanyak 2 botol. Pada saat ini plbs tumbuh baik dengan karakteristik berwarna hijau dan menggerombol. Dalam beberapa minggu ke depan plbs tersebut telah siap diregenerasikan menjadi planlet. Sementara itu planlet yang terdapat dalam 2 botol tumbuh optimal dengan

kondisi dua daun primer telah terbentuk sepanjang kurang lebih 1 cm. Seperti halnya plbs, pada beberapa minggu ke depan planlet akan dikompotkan pada media yang mengandung moss.

Sampai dengan akhir bulan Desember 2010 telah diperoleh protocorm dari hasil persilangan pada bulan Maret, Juni, dan Agustus 2010. Protocorm dari semian biji hasil persilangan bulan Maret 2010 diperoleh dari persilangan antara Phal. (viridis x luddemanianna), sedang dari hasil persilangan bulan Mei 2010 diperoleh dari silangan antara R 1047 (3) x Phal. White Angel. Persilangan antara Phal. Coklat x Phal. Amboinensis Yellow x Violaceae Sumatera, Phal coklat (1) x Phal. Gigantea x Florescens, phal. Mary Amos x Phal. John Ewing, Phal. Sogo lake, Phal. Taida Salu x Phal. John Ewing, R 1047 (2) x Phal. Gigantea x Florescens, Phal. Sogo Cake, dan Phal. Taida Salu yang dilakukan pada bulan Juni 2010. Persilangan pada bulan Agustus 2010 yang telah menghasilkan protocorm yaitu silangan antara KHM 1527 x Phal. Chian Yen Pearl. Protocorm tersebut saat ini telah beregenerasi menghasilkan planlet.

Tabel 4. Persilangan yang menghasilkan protocorm/crosses among the parents that produced protocorm like bodies

No. Waktu Persilangan/Cross period Jenis Persilangan/Crosses scheme 1 Maret 2010 R 1047 (3) x Phal. White Angel

2. Juni 2010

Phal. Coklat x Phal. Amboinensis Yellow x Violaceae Sumatera, Phal coklat (1) x Phal. Gigantea x Florescens, phal. Mary Amos x Phal. John Ewing, Phal. Sogo lake, Phal. Taida Salu x Phal. John Ewing, R 1047 (2) x Phal. Gigantea x Florescens, Phal. Sogo Cake, dan Phal. Taida Salu

(14)

114

KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :

a) Penelitian ini telah berhasil mengoleksi spesies, hibrid primer, hibrid sekunder dan hibrid tingkat lanjut sebanyak 41 aksesi. Koleksi aksesi tersebut dilakukan secara sistematis dengan menggunakan kriteria seleksi yang disusun berdasarkan informasi pewarisan karakter unggul. Hibrid tingkat lanjut yang berhasil dikoleksi di antaranya Sogo Cake, Taida Salu, Mary Amos, Cinderella x Ever Spring Prince, KHM164, Kuning Global, KHM1527, Minho Princess, R1047-1, Sogo Mini Dog x venosa (R1067-1), Nobies Amy, Phal. Yopin Sweeties Lighten, Ever Spring Prince, Phal. Sweet Strowberry, Ever Princes Fairy, Brother Lancer, Cinderella, Tsinying Champion, dan Phal Brother Sara Gold. Sedang individu hibrid primer dan sekunder yang dikumpulkan adalah turunan Amabilis Formosa, Gigantea, John Ewing, Amboinensis, Venosa, Doritis pulcherima, Phal violaceae. Masing-masing individu silangan primer dan sekunder memiliki karakter unik, sehingga diharapkan dapat mengintroduksikan karakter-karakter tersebut pada hibrid komersial.

b) Sebanyak 13 populasi hibrid primer dan sekunder telah dikoleksi dalam bentuk kompot dan planlet. Populasi hibrid primer dan sekunder tersebut merupakan persilangan tunggal dan

ganda Phal. Violacea Sumatra, Phal. Amboinensis Yellow, Phal. Venosa x violacea Mentawai, Phal. Ludemania ”Word Lauw, Phal. Belina, Phal. Limtvirsen x amboinensis, Phal. Sogo Champion, Phal. Brother Sara Gold Phal. Goh Cok Tong, Phal. P.Kaiulani. Dari ke 13 populasi hibrid yang dikoleksi, sebanyak 4 populasi hibrid dalam stadia kompot yaitu hasil silangan Phal. Goh Cok Tong x Phal. P.Kaiulani, Phal. Violacea Sumatra x Phal. Amboinensis Yellow, Phal. Brother Sara Gold x Phal. Amboinensis,dan Dtps. Chian “Taida” x Phal. Be Tris “TH” serta 9 silangan lainnya dalam stadia planlet.

c) Sebanyak 145 persilangan telah dilakukan dengan melibatkan tetua hibrid primer, sekunder dan kompleks modern. Dari jumlah persilangan yang dilakukan (145 persilangan) diperoleh sebanyak 102 buah membengkak, 27 buah gugur dan 16 buah mampu bertahan sampai 4 bulan. Dari persilangan tahap pertama diperoleh 10 buah, sebanyak 1 buah telah disemaikan membentuk kompot, 3 buah telah disemaikan membentuk planlet dan sebanyak 6 buah sedang mengalami kematangan dan akan disemaikan secepatnya.

Berdasarkan hasil penelitian disarankan bahwa perlu dilakukan analisis genetik untuk persilangan yang tidak menghasilkan buah. Ketidakmampuan tanaman menghasilkan buah kemungkinan disebabkan oleh adanya barier genetik antara polen dan stigma yang disebut barier genetik sporofitik dan barier genetik fertilisasi

(15)

115 (pembuahan sel telur oleh spermatozoid)

yang disebut gametofitik. Selain itu perlu dianalisis pula kondisi sitogenetik tetua yang digunakan dalam persilangan.

DAFTAR PUSTAKA

Bechtel, H., P. Cribb and E. Launert. 1981. The Manual of Cultivated Orchid Species.. Blandford Press. Poole Dorset U.K.

Biro Pusat Statistik. 2007 a. Data Ekspor/ Impor Komoditi Indonesia. Jakarta. Biro Pusat Statistik. 2007 b. Data Produksi

dan Luas Panen Tanaman Hias. Jakarta.

Cameron, K. M. and Chase, M. W. 1999. Phylogenetic relationship of pogoniinae (Vanilloideae, Orchidaceae): an herbaceous example of the eastern north America-

Anonymous. 1998. Eastern Asia phytogeographic. J. Plant Res. 112: p317-329

Bechtel, H., P. Cribb and E. Launert. 1981. The Manual of Cultivated Orchid Species.. Blandford Press. Poole Dorset U.K.

Charanasri, U. 1984. Breeding of Aranda Types of Orchids. Proc. Of the Fifth Asean Orchid Congress Seminar. Singapore 1-3 August.

Chang CC, Lin HC, Lin IP, Chow TY, Chen HH, Chen WH, Cheng CH, Lin CY, Liu SM, Chang CC, Chaw SM. 2006 The chloroplast genome of Phalaenopsis aphrodite (Orchidaceae): comparative analysis of evolutionary rate with that of grasses and its phylogenetic implications. Mol. Biol.Evol. Feb;23(2):279-91. Epub 2005 Oct 5.

Chih-Chung LIN1, Yao-Huang CHEN2,3, Wen-Huei CHEN2,4, Chi-Chang CHEN1, and Yen-Yu KAO1,5. 2005. Genome organization and relationships of Phalaenopsis orchids inferred from genomic in situ hybridization. Bot. Bull. Acad. Sin. (2005) 46: 339-345

Djaafarer, R. 2002. Phalaenopsis Spesies: Jenis dan Potensi untuk Silangan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Dwiatmini, K., N.A. Mattjik, H. Aswidinnoor dan N.L. Toruan-Matius. 2003. Analisis Pengelompokan dan Hubungan Kekerabatan Spesies Anggrek Phalaenopsis Berdasarkan Kunci Determinasi dan Marka Molekuler RAPD. Jurnal Hortikultura. XIII (1): 16-27.

Fukumura, R. 1993. Incredible Journey. American Orchid Society Bull., October:1003-1008.

Gomez, K.A. and A.A. Gomez. 1995. Statistical Procedures for Agricultural Research. UPLB. Philippines.

Hadiati, S. 2003. Pendugaan Jarak Genetik dan Hubungan Kekerabatan Nanas Berdasarkan Analisis Isozim. Jurnal Hortikultura. XIII (2): 87-94.

Hawkes, A.D. 1970. Encyclopedia of Cultivated Orchids. Faber and Faber Limited, London. hal. 485.

Kartikaningrum, S., N. Hermiati, A. Baihaki, M. Haeruman dan N. Toruan-Mathius. 2002. Kekerabatan Antar Genus Anggrek Sub Tribe Sarcanthinae Berdasarkan Data Fenotip dan Pola Pita DNA. Zuriat. XIII (1): 1-10. Pinaki Sinha, Miskat Ara Akhter Jahan, John

Liton Munshi, Rahima Khatun. 2010. High Frequency Regeneration of Phalaenopsis amabilis (L.) Bl. cv. Lovely through In vitro Culture. Plant Tissue Cult. & Biotech. 20(2): 185-193, 2010 (December)

Sastrapradja, S., Irawati dan R.E. Nasution. 1977. Evaluasi dan Pemanfaatan Anggrek-Anggrek Alam Indonesia. Buletin Kebun Raya. III (1): 17-20. Sarwono, B. 2002. Mengenal dan Membuat

Anggrek Hibrid. AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Sastrapradja, S., Irawati dan R.E. Nasution. 1977. Evaluasi dan Pemanfaatan Anggrek-Anggrek Alam Indonesia. Buletin Kebun Raya. III (1): 17-20. Soedjono, S. 1997. Pemuliaan Tanaman

Anggrek. Buku Komoditas No. 3. Balai Penelitian Tanaman Hias. Puslit Hortikultura. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.

(16)

116

Suryo, H. (1995) Sitogenetika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 446 hal.

Tanaka, R. and Kamaemoto, H. 1961. Meiotic Chromosome Behavior in Some Intergeneric

Tsai, C.C., Chiang, Y.C., Huang, S.C., Liu, W.L. And Chou, C.H. 2009. Intergeneric Hybridization, Embryo

Rescue And Molecular Detection For Intergeneric Hybrids Between Ascocenda And Phalaenopsis. Acta Hort. (Ishs) 829:413-416

Widiastoety, D. 1990. Meningkatkan Pertumbuhan Vegetatif Anggrek dengan Ergostim. Buletin Penelitian Hortikultura. XIX (1): 101-106.

Gambar

Tabel 2.  Jumlah Persilangan dan keserasian persilangan/Cross number and cross compatibility  Kriteria/Criteria  Jumlah  persilangan/Number  of crosses  Persentase thd jumlah  persilangan/Percentage to cross number  Keserasian  persilangan/Cross compatibility  Persilangan  145  -  -  Buah yang  membengkak  102  70.34  -  Persilangan yang  langsung gugur  43  29.66  Persilangan tidak serasi  Buah yang  bertahan sampai  4 bulan  16  11.03  Serasi
Tabel  3.      Persilangan  antar  hibrid  primer  dan  sekunder  sebagai  tetua  betina  dan  jantan  yang  serasi/compatible crosses between primary and secondary hybrids

Referensi

Dokumen terkait

Dari beberapa pengertian mengenai prosedur diatas dapat disimpulkan bahwa prosedur merupakan suatu urutan-urutan kegiatan yang melibatkan beberapa orang atau lebih di

Paket IPTEK peningkatan produktivitas HHBK penghasil obat terutama penyakit degeneratif dan penyakit akibat perubahan iklim Konservasi tanaman hutan penghasil

dengan mengkritisi hasil kerja FG yang sedang presentasi. c) Dosen menilai presentasi mahasiswa dengan mengisi borang C-2. 30 Dosen memberikan umpan balik terhadap materi

Proses pengolahan data terdiri dari koreksi rediometrik, segmentasi citra (cropping), perhitungan rata-rata nilai replektan secara spasial dan analisis data secara

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan pada penelitian ini dapat disumpalkan bahwa minat masyarakat untuk berolahraga rekreasi pada kegiatan Car

merujuk pada Berita Acara Perundingan antar-pemerintah tertanggal 7 Maret 2006 dan persetujuan oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) dari komitmen khusus

Pengukuran dilakukan pada rangkaian AC atau DC, maksudnya mengukur tegangan dan arus pada rangkaian tertentu harus jelas dulu apakah AC atau DC agar tidak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan model pem- belajaran learning cycle 3E yang efektif dalam meningkatkan kete- rampilan mengkomunikasikan dan