• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK ATAS SEWA GUNA USAHA AKTIVA TETAP DENGAN METODE HAK OPSI (Studi Kasus Pada PT. Sinar Karya Cahaya Gorontalo) Oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK ATAS SEWA GUNA USAHA AKTIVA TETAP DENGAN METODE HAK OPSI (Studi Kasus Pada PT. Sinar Karya Cahaya Gorontalo) Oleh"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK ATAS SEWA GUNA USAHA AKTIVA TETAP DENGAN METODE HAK OPSI

(Studi Kasus Pada PT. Sinar Karya Cahaya Gorontalo)

Oleh

DWI NOVIKA DULLAH Nim. 921 409 042

Program Studi S1 Akuntansi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Negeri Gorontalo

ABSTRACT

Dwi Novika Dullah. 2013. The Implementation of Tax Accountancy on Fixed Asset Leasing with Capital Lease Method. Skripsi. Gorontalo. Study Program of S1 Accounting, Department of Accountancy, Faculty of Economics and Business, Universitas Negeri Gorontalo.

This research aimed to analyse how the implementation of Tax Accountancy on fixed asset leasing with capital lease method at the corporate. Method of the research applied descriptive method.

The results showed that after an analysis based on the provisions in the tax accounting, of the five leasing assets only three assets that meet the criteria to be classified as a capital lease, but it also happens difference in the calculation of depreciation expense charges and rental charges. Where the depreciation costs and positive fiscal correction in rental costs going negative fiscal correction. Fiscal correction that occurs will affect the size of the corporate tax burden.

(2)

PENDAHULUAN

Aktiva merupakan harta atau kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan yang dapat dinilai dengan uang baik yang berwujud maupun tak berwujud dan merupakan salah satu bentuk investasi yang akan menunjang aktivitas usaha perusahaan. Produktivitas suatu perusahaan dapat diukur dari besarnya nilai aktiva yang dimiliki. Suatu aktiva harus dapat menghasilkan sesuatu manfaat yang berguna dikemudian hari bagi perusahaan.

Terdapat berbagai macam alternatif yang dapat dipilih oleh perusahaan dalam hal pengadaan aktiva tetap (kenderaan) diantaranya adalah bagi perusahaan yang mempunyai modal besar dapat memilih untuk membeli aktiva tetap secara tunai, sedangkan bagi perusahaan yang modalnya terbatas dapat memilih alternatif untuk melakukan kredit investasi melalui pinjaman bank atau dapat juga melakukan pembelian barang secara angsuran (Azhari, 2007: 1). Untuk pembelian barang secara angsuran perusahaan dapat melakukan

pembelian kredit secara langsung kepada pihak penjual (supplier) atau dengan melalui

perantara penjualan melalui cara sewa guna usaha atau yang lebih dikenal dengan istilah leasing.

Kegiatan sewa guna usaha diperkenalkan untuk pertama kalinya di Indonesia pada tahun 1974 dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan clan Menteri Perindustrian No. Kep-122/MK/2/1974, No. 32/M/SK/2/1974 clan

No. 30/Kpb/I/74 tanggal 7 Pebruari 1974 tentang “Perijinan Usaha Leasing”. Sejak saat itu

dan khusunya sejak tahun 1980 jumlah perusahaan sewa guna usaha dan transaksi sewa guna usaha makin meningkat dari tahun ke tahun untuk membiayai penyediaan barang-barang modal dunia (PSAK NO. 30.1).

Berdasarkan PSAK No. 30 tentang Standar Akuntansi Sewa Guna Usaha, disebutkan bahwa sewa guna usaha terdiri dari dua jenis, yaitu sewa pembiayaan dan sewa operasi. Sewa pembiayaan adalah sewa yang mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan suatu aset. Hak milik pada akhirnya dapat dialihkan, dapat juga tidak dialihkan. Sedangkan sewa operasi adalah sewa selain sewa pembiayaan.

Perlakuan berdasarkan PSAK berbeda dengan perlakuan berdasarkan ketentuan perpajakan. Dimana dalam ketentuan perpajakan menurut Keputusan Menteri Keuangan RI

No. 1169/KMK.01/1991 bahwa selama masa sewa guna usaha, pihak lessee tidak boleh

melakukan penyusutan atas aktiva yang disewagunausahakan, sampai saat lessee

menggunakan opsi untuk membeli aktiva. Setelah lessee menggunakan opsi untuk membeli

(3)

aktiva tersebut. Dengan adanya perbedaan tersebut maka akan menimbulkan koreksi fiskal yang akan berdampak pada besarnya pajak perusahaan.

Maka atas dasar permasalahan di atas dan penelitian terdahulu, peneliti ingin meneliti lebih lanjut tentang “Penerapan Akuntansi Pajak Atas Sewa Guna Usaha Aktiva Tetap Dengan Metode Hak Opsi”.

Akuntansi Pajak

Menurut Muljono (2009: 1), akuntansi pajak adalah akuntansi yang berkaitan dengan perhitungan perpajakan dan mengacu pada peraturan dan perundang-undangan perpajakan beserta aturan pelaksanaannya. Sedangkan menurut Niswonger dan Fees yang dikutip Azhari (2007: 8) akuntansi perpajakan dirumuskan sebagai bagian dari akuntansi

yang menekankan pada penyusunan surat pemberitahuan pajak (tax return) dan pertimbangan

konsekuensi perpajakan terhadap transaksi atau kegiatan perusahaan.

Aktiva Tetap

Menurut IAI (2007) dalam PSAK NO. 16 yang dikutip dari Agoes (2009: 102) Aset atau aktiva tetap adalah aset berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dibangun lebih dahulu, yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif, dan diharapkan untuk dapat digunakan selama lebih dari satu periode. Kecuali tanah, semua jenis aset mempunyai umur terbatas.

Penyusutan Berdasarkan Peraturan Perpajakan

Sebagaimana telah diatur dalam Pasal 9 ayat (2) UU PPh No. 36 Tahun 2008 bahwa pengeluaran untuk mendapatkan manfaat, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun tidak boleh dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11. Adapun isi dari Pasal 11 adalah:

1. Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau

perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan.

(4)

2. Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain bangunan, dapat juga dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat asas.

3. Penyusutann dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang

masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut.

4. Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak diperkenankan melakukan

penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan.

5. Apabila Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva berdasarkan ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, maka dasar penyusutan atas harta adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut.

6. Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud

ditetapkan sebagai berikut:

Masa Manfaat dan Tarif Penyusutan Kelompok Harta Berwujud

Kelompok Harta

Berwujud Masa Manfaat

Tarif Penyusutan Metode Garis Lurus

Ayat (1)

Metode Saldo Menurun Ayat (2) I.Bukan bangunan Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 II Bangunan Permanen Tidak Permanen 4 Tahun 8 Tahun 16 Tahun 20 Tahun 20 Tahun 10 Tahun 25% 12,5% 6,25% 5% 5% 10% 50% 25% 12,5% 10%

(5)

Sewa Guna Usaha (Leasing)

Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991, Sewa-guna-usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara

sewa-guna-usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi

(operating lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan

pembayaran secara berkala. Menurut Suandy (2011: 49) sewa guna usaha (leasing) adalah

suatu kontrak antara lessor (pemilik barang modal) dengan lessee (pengguna barang modal),

lessor memberikan hak kepada lessee untuk menggunakan barang modal selama jangka

waktu tertentu, dengan suatu imbalan berkala dari lessee yang besarnya tergantung dari

perjanjian antara lessor dengan lessee, lessee dapat diberikan hak opsi untuk membeli barang

modal tersebut pada akhir masa kontrak. Dengan demikian, hak milik atas barang modal

tersebut tetap menjadi milik lessor selama jangka waktu kontrak.

Perlakuan Akuntansi Menurut PSAK No. 30 Untuk Transaksi Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi

Perlakuan akuntansi sewa guna usaha dengan hak opsi bagi lessee menurut PSAK No.

30 adalah:

1. Pada awal masa sewa, lessee mengakui sewa pembiayaan sebagai asset dari liabilitas

dalam laporan posisi keuangan sebesar nilai wajar asset sewaan atau sebesar nilai kini dari pembayaran sewa minimum, jika nilai kini tersebut lebih rendah dari pada nilai wajar. Penilaian ditentukan pada awal masa sewa. Tingkat diskonto yang digunakan dalam perhitungan nilai ini dari pembayaran sewa minimum adalah suku bunga implicit dalam sewa jika dapat ditentukan secara praktis; jika tidak, digunakan suku bunga

pinjaman incremental lessee, biaya langsung dari awal lessee ditambahkan dalam jumlah

yang diakui sebagai asset.

2. Jika transaksi sewa tersebut tidak tercermin dalam posisi keuangan lessee maka sumber

daya ekonomi dan tingkat kewajiban dari entitas menjadi terlalu rendah sehingga mendistorsi rasio keuangan. Oleh karena itu sewa pembiayaan diakui dalam laporan

posisi keuangan lessee sebagai asset dan kewajiban untuk membayar sewa masa depan.

Pada awal masa sewa, asset dan liabilitas untuk membayar sewa masa depan diakui dalam laporan posisi keuangan pada jurnal yang sama, kecuali untuk biaya langsung

awal dari lessee yang ditambahkan ke jumlah yang diakui sebagai asset.

3. Liabilitas dari asset keuangan tidak tepat disajikan sebagai pengurang asset sewaan

(6)

liabilitas jangka pendek dan liabilitas jangka panjang, hal yang sama berlaku untuk liabilitas sewa.

4. Biaya langsung awal sering terjadi sehubungan dengan aktivitas sewa tertentu, seperti

aktivitas negosiasi dan pemastian pengaturan sewa. Biaya yang dapat diatribusikan

secara langsung pada aktivitas lessee untuk sewa pembiayaan ditambahkan dalam jumlah

yang diakui sebagai asset.

5. Pembayaran sewa minimum dipisahkan antara bagian yang merupakan beban keuangan

dan pengurang liabilitas. Beban keuangan dialokasikan pada setiap periode selama masa sewa sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu suku bunga periodik yang konstan atas saldo liabilitas. Rental kontijen dibebankan pada periode terjadinya.

6. Dalam praktik, lessee dapat mengalokasikan beban keuangan pada setiap periode selama

masa sewa dengan menggunakan beberapa bentuk pendekatan untuk memudahkan perhitungan.

7. Sewa pembiayaan menimbulkan beban penyusutan untuk asset tersusutkan dan beban

keuangan pada setiap periode akuntansi. Kebijakan penyusutan untuk asset sewaan konsisten dengan asset yang dimiliki sendiri, dan perhitungan penyusutan yang diakui berdasarkan PSAK NO. 16: asset tetap dan PSAK NO. 19: asset tak berwujud. Jika tidak

ada kepastian yang memadai bahwa lessee akan mendapatkan hak kepemilikan pada

akhir masa sewa, maka asset sewaan disusutkan secara penuh selama jangka waktu yang lebih pendek antara masa sewa dan umur manfaatnya.

8. Jumlah tersusutkan dari asset sewaan dialokasikan pada setiap periode akuntansi selama

perkiraan masa penggunaan dengan dasar yang sistematis dan konsisten dengan kebijakan penyusutan asset yang dimiliki. Jika terdapat kepastian yang memadai bahwa lessee akan mendapatkan hak kepemilikan pada akhir batas sewa, maka perkiraan masa penggunaan asset adalah umur manfaat asset tersebut. Jika tidak, maka asset sewaan disusutkan selama periode yang lebih pendek antara masa sewa dan umur manfaatnya.

9. Jumlah beban penyusutan asset dan beban keuangan untuk periode sangat jarang akan

sama nilainya dengan jumlah pembayaran utang sewa untuk periode tersebut, sehingga tidak tepat jika pembayaran utang sewa langsung diakui sebagai beban.

Perlakuan Perpajakan Untuk Transaksi Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi

Perlakuan Perpajakan Untuk Transaksi Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi (finance

lease), berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 adalah sebagai

(7)

1) Pasal 3: Tentang Kegiatan Usaha

a. Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama

ditambah dengan nilai sisa barang modal harus dapat menutup harga perolehan

barang modal dan keuntungan lessor.

b. Masa sewa guna usaha sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal

golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal golongan II dan III, dan 7 (tujuh) tahun untuk golongan bangunan.

c. Perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.

2) Pasal 12: Pelaksanaan Hak Opsi

Dalam hal lessee menggunakan opsi membeli maka dasar penyusutannya adalah nilai

sisa barang modal.

3) Pasal 14: Perlakuan PPh Bagi Lessor

a. Penghasilan lessor yang dikenakan PPh adalah sebagian dari pembayaran sewa

guana usaha dengan hak opsi berupa imbalan jasa sewa guna usaha.

b. Lessor tidak boleh menyusutkan atas barang modal yang disewa-guna-usahakan dengan hak opsi.

c. Dalam hal masa sewa guna usaha lebih pendek dari masa sewa guna usaha yang

seharusnya, Dirjen Pajak melakukan koreksi atas penghasilan pihak lessor.

d. Lessor dapat membentuk cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya sejumlah 2,5% dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang sewa guna usaha dengan hak opsi. Piutang sewa

guna usaha (lease receivable) adalah jumlah seluruh pembayaran sewa guna usaha

selama masa sewa guna usaha.

e. Kerugian yang diderita karena piutang sewa guna usaha yang nyata-nyata tidak

dapat ditagih lagi dibebankan pada cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yang telah dibentuk pada awal tahun pajak yang bersangkutan.

f. Dalam hal cadangan penghapusan pitang ragu-ragu tersebut tidak atau tidak

sepenuhnya dibebani untuk menutup kerugian dimaksud maka sisanya dihitung sebagai penghasilan, sedangkan apabila cadangan tersebut tidak mencukupi maka kekurangannya dapat dibebankan sebagai biaya yang dikurangkan dari penghasilan bruto.

4) Pasal 15: Pengenaan PPN atas Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi

Atas penyerahan jasa dalam transaksi sewa guna usaha dengan hak opsi dari lessor

(8)

5) Pasal 16: Perlakuan PPh Bagi Lessee

a. Selama masa sewa-guna-usaha, lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas

barang modal yang disewa-guna-usaha, sampai saat lessee menggunakan hak opsi

untuk membeli;

b. Setelah lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal tersebut, lessee

melakukan penyusutan dan dasar penyusutannya adalah nilai sisa (residual value)

barang modal yang bersangkutan;

c. Pembayaran sewa-guna-usaha yang dibayar atau terutang oleh lessee kecuali

pembebanan atas tanah, merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan

bruto lessee sepanjang transaksi sewa-guna-usaha tersebut memenuhi ketentuan

dalam Pasal 3 Keputusan ini;

d. Dalam hal masa sewa-guna-usaha lebih pendek dari masa yang ditentukan dalam

Pasal 3 Keputusan ini, Direktur Jenderal Pajak melakukan koreksi atas pembebanan biaya sewa-guna-usaha.

e. Lessee tidak memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran sewa guna usaha yang dibayar atau terutang berdasarkan perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi.

METODE PENELITIAN Desain Penelitian

Desain penelitian ini dirancang dengan menggunakan penelitian deskriptif. Menurut Wirartha (2006: 89) penelitian deskriptif dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial, dimana dalam penelitian ini tidak sampai mempersoalkan jalinan hubungan antarvariabel yang ada, dan tidak dimaksudkan untuk menarik generalisasi yang menjelaskan variabel-variabel yang menyebabkan suatu gejala atau kenyataan sosial.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara langsung dari perusahaan yang terdiri dari data mengenai transaksi sewa guna usaha dan penyusutan aktiva perusahaan. Selain data sekunder, peneliti juga mengumpulkan data pendukung lainnya seperti: gambaran umum perusahaan yang dijadikan lokasi penelitian dan struktur organsasi perusahaan.

(9)

Teknik Analisis Data

Penelitian deskriptif terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah, keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya. Penelitian deskriptif melakukan analisis hanya sampai pada taraf deskriptif, yaitu menganalisis dan menyajikan data secara sistematik sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan (Wirartha, 2006: 154). Dalam penelitian ini data yang diperoleh adalah berupa dokumen-dokumen. Data-data tersebut harus dianalisis untuk dapat menjawab rumusan masalah yang telah dijabarkan pada bab awal. Langkah-langkah analisis yang akan ditempuh adalah:

1. Data perolehan aktiva tetap (kenderaan) perlu disusun terlebih dahulu.

2. Menerapkan perlakuan akuntansi pajak atas perolehan aktiva tetap dengan metode sewa

guna usaha dengan hak opsi.

3. Membandingkan antara perhitungan perusahaan dengan perhitungan berdasarkan

ketentuan perpajakan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Daftar Aktiva Sewa Guna Usaha

No Nama Aktiva Jlh Tahun Perolehan

Nilai Perolehan

Aktiva Nilai Opsi Masa Sewa

1 Greder 1 05/05/2010 Rp 500.000.000 Rp 117.132.705 3 Tahun 2 Toyota Camry 1 22/06/2010 Rp 459.989.200 Rp 108.920.912 3 Tahun 3 Stone Cruisher 1 14/07/2010 Rp 650.000.000 Rp 154.615.900 3 Tahun 4 Dump Truck 1 15/08/2010 Rp 498.708.000 Rp 134.258.723 3 Tahun 5 Dump Truck 1 15/08/2010 Rp 498.708.000 Rp 134.258.723 3 Tahun

Jumlah 5 Rp 2.589.405.200 Rp 649.186.958 Sumber : Olahan Penulis, 2013

(10)

Rincian transaksinya adalah sebagai berikut:

1. Alat greder. Transaksi dilakukan pada tanggal 5 Mei 2010 dengan masa sewa selama 3

tahun

Harga Aktiva : Rp 500.000.000

Bunga 3 tahun : Rp 117.100.705

Angsuran perbulan : Rp 13.888.000 x 36 : Rp 499.968.000

Nilai sisa (hak opsi) : Rp 117.132.705

2. Mobil toyota camry. Transaksi dilakukan pada tanggal 22 Juni 2010 dengan masa sewa

selama 3 tahun.

Harga Aktiva : Rp 459.989.200

Bunga 3 tahun : Rp 107.920.912

Angsuran perbulan : Rp 12.749.700 x 36 : Rp 458.989.200

Nilai sisa (hak opsi) : Rp 108.920.912

3. Alat Stone Cruisher. Transaksi dilakukan pada tanggal 14 Juli 2010 dengan masa sewa

selama 3 tahun.

Harga Aktiva : Rp 650.000.000

Bunga 3 tahun : Rp 152.615.900

Angsuran perbulan : Rp 18.000.000 x 36 : Rp 648.000.000

Nilai sisa (hak opsi) : Rp 154.615.900

4. 2 unit mobil dump truck. Transaksi dilakukan pada tanggal 15 Agustus 2010 dengan

masa sewa selama 3 tahun.

Harga Barang @ Rp 498.708.000 x 2 Unit : Rp 979.416.000

Bunga 3 tahun : Rp 297.101.445

Angsuran perbulan : Rp 28.000.000 x 36 : Rp 1.008.000.000

Nilai sisa (hak opsi) : Rp 268 517.445

Penyusutan aktiva sewa guna usaha dihitung dengan metode saldo menurun dengan presentase 25% untuk semua jenis kenderaan. Masa manfaat aktiva diperkirakan akan dipergunakan oleh perusahaan sampai dengan 30 tahun ke depan. Perusahaan sudah mulai melakukan penyusutan atas aktiva tetap terhitung sejak tanggal pembelian aktiva tersebut dengan dasar penyusutan adalah sebesar harga aktiva. Berikut ini adalah tabel penyusutan untuk aktiva sewa guna usaha:

(11)

Rincian Penyusutan Untuk Aktiva Sewa Guna Usaha Perusahaan

Tahun Perolehan

Greder Toyota Camry Stone Cruisher Dump Truck

Nilai Buku/

Harga Beli Penyusutan

Nilai Buku/

Harga Beli Penyusutan

Nilai Buku/

Harga Beli Penyusutan

Nilai Buku/

Harga Beli Penyusutan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 2010 Rp 500.000.000 Rp 72.916.667 Rp 459.989.200 Rp 57.498.650 Rp 650.000.000 Rp 81.250.000 Rp 979.416.000 Rp 81.618.000 2011 Rp 427.083.333 Rp 106.770.833 Rp 402.490.550 Rp 100.622.638 Rp 568.750.000 Rp 142.187.500 Rp 897.798.000 Rp 224.449.500 2012 Rp 320.312.500 Rp 80.078.125 Rp 301.867.913 Rp 75.466.978 Rp 426.562.500 Rp 106.640.625 Rp 673.348.500 Rp 168.337.125 2013 Rp 240.234.375 Rp 60.058.594 Rp 226.400.934 Rp 56.600.234 Rp 319.921.875 Rp 79.980.469 Rp 505.011.375 Rp 126.252.844 2014 Rp 180.175.781 Rp 45.043.945 Rp 169.800.701 Rp 42.450.175 Rp 239.941.406 Rp 59.985.352 Rp 378.758.531 Rp 94.689.633 2015 Rp 135.131.836 Rp 33.782.959 Rp 127.350.526 Rp 31.837.631 Rp 179.956.055 Rp 44.989.014 Rp 284.068.898 Rp 71.017.225 2016 Rp 101.348.877 Rp 25.337.219 Rp 95.512.894 Rp 23.878.224 Rp 134.967.041 Rp 33.741.760 Rp 213.051.674 Rp 53.262.918 2017 Rp 76.011.658 Rp 19.002.914 Rp 71.634.671 Rp 17.908.668 Rp 101.225.281 Rp 25.306.320 Rp 159.788.755 Rp 39.947.189 2018 Rp 57.008.743 Rp 14.252.186 Rp 53.726.003 Rp 13.431.501 Rp 75.918.961 Rp 18.979.740 Rp 119.841.567 Rp 29.960.392 2019 Rp 42.756.557 Rp 10.689.139 Rp 40.294.502 Rp 10.073.626 Rp 56.939.220 Rp 14.234.805 Rp 89.881.175 Rp 22.470.294 2020 Rp 32.067.418 Rp 8.016.855 Rp 30.220.877 Rp 7.555.219 Rp 42.704.415 Rp 10.676.104 Rp 67.410.881 Rp 16.852.720 2021 Rp 24.050.564 Rp 6.012.641 Rp 22.665.658 Rp 5.666.414 Rp 32.028.311 Rp 8.007.078 Rp 50.558.161 Rp 12.639.540 2022 Rp 18.037.923 Rp 4.509.481 Rp 16.999.243 Rp 4.249.811 Rp 24.021.234 Rp 6.005.308 Rp 37.918.621 Rp 9.479.655 2023 Rp 13.528.442 Rp 3.382.111 Rp 12.749.432 Rp 3.187.358 Rp 18.015.925 Rp 4.503.981 Rp 28.438.965 Rp 7.109.741 2024 Rp 10.146.332 Rp 2.536.583 Rp 9.562.074 Rp 2.390.519 Rp 13.511.944 Rp 3.377.986 Rp 21.329.224 Rp 5.332.306 2025 Rp 7.609.749 Rp 1.902.437 Rp 7.171.556 Rp 1.792.889 Rp 10.133.958 Rp 2.533.489 Rp 15.996.918 Rp 3.999.230 2026 Rp 5.707.311 Rp 1.426.828 Rp 5.378.667 Rp 1.344.667 Rp 7.600.468 Rp 1.900.117 Rp 11.997.689 Rp 2.999.422 2027 Rp 4.280.484 Rp 1.070.121 Rp 4.034.000 Rp 1.008.500 Rp 5.700.351 Rp 1.425.088 Rp 8.998.266 Rp 2.249.567 2028 Rp 3.210.363 Rp 802.591 Rp 3.025.500 Rp 756.375 Rp 4.275.264 Rp 1.068.816 Rp 6.748.700 Rp 1.687.175 2029 Rp 2.407.772 Rp 601.943 Rp 2.269.125 Rp 567.281 Rp 3.206.448 Rp 801.612 Rp 5.061.525 Rp 1.265.381 2030 Rp 1.805.829 Rp 451.457 Rp 1.701.844 Rp 425.461 Rp 2.404.836 Rp 601.209 Rp 3.796.144 Rp 949.036 2031 Rp 1.354.372 Rp 338.593 Rp 1.276.383 Rp 319.096 Rp 1.803.627 Rp 450.907 Rp 2.847.108 Rp 711.777 2032 Rp 1.015.779 Rp 253.945 Rp 957.287 Rp 239.322 Rp 1.352.720 Rp 338.180 Rp 2.135.331 Rp 533.833 2033 Rp 761.834 Rp 190.459 Rp 717.965 Rp 179.491 Rp 1.014.540 Rp 253.635 Rp 1.601.498 Rp 400.375 2034 Rp 571.376 Rp 142.844 Rp 538.474 Rp 134.619 Rp 760.905 Rp 190.226 Rp 1.201.124 Rp 300.281 2035 Rp 428.532 Rp 107.133 Rp 403.856 Rp 100.964 Rp 570.679 Rp 142.670 Rp 900.843 Rp 225.211 2036 Rp 321.399 Rp 80.350 Rp 302.892 Rp 75.723 Rp 428.009 Rp 107.002 Rp 675.632 Rp 168.908 2037 Rp 241.049 Rp 60.262 Rp 227.169 Rp 56.792 Rp 321.007 Rp 80.252 Rp 506.724 Rp 126.681 2038 Rp 180.787 Rp 45.197 Rp 170.377 Rp 42.594 Rp 240.755 Rp 60.189 Rp 380.043 Rp 95.011 2039 Rp 135.590 Rp 33.898 Rp 127.782 Rp 31.946 Rp 180.566 Rp 45.142 Rp 285.032 Rp 71.258 2040 Rp 101.693 Rp 101.693 Rp 95.837 Rp 95.837 Rp 135.425 Rp 135.425 Rp 213.774 Rp 213.774 Jumlah Rp 500.000.000 Rp 459.989.200 Rp 650.000.000 Rp 979.416.000

(12)

PEMBAHASAN

Transaksi Sewa Guna Usaha Menurut Peraturan Perpajakan

Dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 Pasal 3 disebutkan bahwa suatu kegiatan sewa guna usaha dapat dikategorikan sebagai sewa guna usaha dengan

hak opsi (capital lease) apabila memenuhi persyaratan di bawah ini:

1. Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama ditambah

dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan

keuntungan lessor.

2. Masa sewa guna usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal

golongan 1, 3 (tiga) tahun untuk barang modal golongan 2 dan 3, dan 7 (tujuh) tahun untuk golongan bangunan.

3. Perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.

Transaksi sewa guna usaha yang terjadi dapat dikatakan sebagai capital lease apabila

memenuhi 3 persyaratan di atas. Maka kemudian dilakukan pengujian atas transaksi sewa guna usaha tersebut. Adapun langkah pengujiannya adalah sebagai berikut:

1. 1 unit alat greder

Kriteria 1:

Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan

keuntungan lessor.

Jumlah pembayaran SGU selama 3 tahun:

Rp. 13.888.000 x 36 bulan = Rp. 499.968.000

Nilai sisa (hak opsi) = Rp. 117.132.705

Jumlah = Rp. 617.100.705

Harga perolehan + keuntungan (bunga):

Rp. 500.000.000 + Rp. 117.100.705= Rp 617.100.705

Karena jumlah semua angsuran sewa ditambah dengan nilai sisa dapat menutupi harga perolehan barang + bunga, maka kriteria 1 terpenuhi.

(13)

Kriteria 2:

Masa sewa guna usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal golongan 1, 3 (tiga) tahun untuk barang modal golongan 2 dan 3, dan 7 (tujuh) tahun untuk golongan bangunan.

Menurut PMK No. 96/PMK.03/2009 bahwa alat greder termasuk aktiva golongan 4. Masa sewa guna usaha yang dilakukan oleh perusahaan adalah selama 3 tahun (36 bulan), maka kriteria 2 tidak terpenuhi.

Kriteria 3:

Perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.

Menurut perjanjian, pihak perusahaan sebagai lessee memiliki hak opsi untuk

membeli aktiva SGU diakhir masa sewa, maka kriteria 3 terpenuhi.

Kesimpulan:

Transaksi sewa guna usaha untuk alat greder tidak semua persyaratan dapat terpenuhi, maka transaksi yang dilakukan oleh perusahaan atas 1 unit greder belum dapat

dikategorikan sebagai capital lease.

2. 1 unit mobil toyota camry

Kriteria 1:

Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan

keuntungan lessor.

Jumlah pembayaran SGU selama 3 tahun:

Rp. 12.749.700 x 36 bulan = Rp. 458.989.200

Nilai sisa (hak opsi) = Rp. 108.920.912

Jumlah = Rp. 567.910.112

Harga perolehan + keuntungan (bunga):

Rp. 459.989.200+ Rp. 107.920.912 = Rp 1.276.517.445

Karena jumlah semua angsuran sewa ditambah dengan nilai sisa dapat menutupi harga perolehan barang + bunga, maka kriteria 1 terpenuhi.

(14)

Kriteria 2:

Masa sewa guna usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal golongan 1, 3 (tiga) tahun untuk barang modal golongan 2 dan 3, dan 7 (tujuh) tahun untuk golongan bangunan.

Menurut PMK No. 96/PMK.03/2009 bahwa mobil toyota camry termasuk aktiva golongan 2. Masa sewa guna usaha yang dilakukan oleh perusahaan adalah selama 3 tahun (36 bulan), maka kriteria 2 terpenuhi.

Kriteria 3:

Perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.

Menurut perjanjian, pihak perusahaan sebagai lessee memiliki hak opsi untuk

membeli aktiva SGU diakhir masa sewa, maka kriteria 3 terpenuhi.

Kesimpulan:

Dengan terpenuhinya ketiga persyaratan sebagai capital lease, maka transaksi SGU yang

dilakukan oleh perusahaan atas 1 unit mobil toyota camry dapat dikategorikan sebagai capital lease.

3. 1 unit alat stone cruisher

Kriteria 1:

Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan

keuntungan lessor.

Jumlah pembayaran SGU selama 3 tahun: Rp. 18.000.000 x 36 bulan = Rp. 648.000.000

Nilai sisa (hak opsi) = Rp. 154.615.900

Jumlah = Rp. 802.615.900

Harga perolehan + keuntungan (bunga):

Rp. 650.000.000 + Rp. 152.615.900= Rp 802.615.900

Karena jumlah semua angsuran sewa ditambah dengan nilai sisa dapat menutupi harga perolehan barang + bunga, maka kriteria 1 terpenuhi.

(15)

Kriteria 2:

Masa sewa guna usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal golongan 1, 3 (tiga) tahun untuk barang modal golongan 2 dan 3, dan 7 (tujuh) tahun untuk golongan bangunan.

Menurut PMK No. 96/PMK.03/2009 bahwa alat stone cruisher termasuk aktiva golongan 4. Masa sewa guna usaha yang dilakukan oleh perusahaan adalah selama 3 tahun (36 bulan), maka kriteria 2 tidak terpenuhi.

Kriteria 3:

Perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.

Menurut perjanjian, pihak perusahaan sebagai lessee memiliki hak opsi untuk

membeli aktiva SGU diakhir masa sewa, maka kriteria 3 terpenuhi.

Kesimpulan:

Transaksi sewa guna usaha untuk alat stone cruisher tidak semua persyaratan dapat terpenuhi, maka transaksi yang dilakukan oleh perusahaan atas 1 unit stone cruisher

belum dapat dikategorikan sebagai capital lease.

4. 2 unit mobil dump truck

Kriteria 1:

Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan

keuntungan lessor.

Jumlah pembayaran SGU selama 3 tahun:

Rp. 28.000.000 x 36 bulan = Rp. 1.008.000.000

Nilai sisa (hak opsi) = Rp. 268 517.445

Jumlah = Rp. 1.276.517.445

Harga perolehan + keuntungan (bunga):

Rp. 979.416.000 + Rp. 297.101.445 = Rp 1.276.517.445

Karena jumlah semua angsuran sewa ditambah dengan nilai sisa dapat menutupi harga perolehan barang + bunga, maka kriteria 1 terpenuhi.

(16)

Kriteria 2:

Masa sewa guna usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal golongan 1, 3 (tiga) tahun untuk barang modal golongan 2 dan 3, dan 7 (tujuh) tahun untuk golongan bangunan.

Menurut PMK No. 96/PMK.03/2009 bahwa dump truck termasuk aktiva golongan 2. Masa sewa guna usaha yang dilakukan oleh perusahaan adalah selama 3 tahun (36 bulan), maka kriteria 2 terpenuhi.

Kriteria 3:

Perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.

Menurut perjanjian, pihak perusahaan sebagai lessee memiliki hak opsi untuk

membeli aktiva SGU diakhir masa sewa, maka kriteria 3 terpenuhi.

Kesimpulan:

Dengan terpenuhinya ketiga persyaratan sebagai capital lease, maka transaksi SGU yang

dilakukan oleh perusahaan atas 2 unit mobil dump truck dapat dikategorikan sebagai capital lease.

Perbandingan Perhitungan Perusahaan dan Perhitungan Menurut Ketentuan Perpajakan

Rekapitulasi Perbandingan Biaya Sewa Komersial dan Ketentuan Perpajakan

Tahun 2010

Keterangan Komersial Fiskal Koreksi Fiskal

Biaya Sewa:

- Greder Rp. 33.102.099 Rp. 97.216.000 Rp. 64.113.901 (KFN) - Toyota Camry Rp. 26.360.458 Rp. 76.498.200 Rp. 50.137.742 (KFN) - Stone Cruisher Rp. 31.338.442 Rp. 90.000.000 Rp. 58.661.558 (KFN) - Dump Truck Rp. 47.779.123 Rp. 112.000.000 Rp. 64.220,877 (KFN) Total Biaya Sewa Rp. 138. 580.122 Rp. 375.714.200 Rp. 237.134.078 (KFN)

Penyusutan:

- Greder Rp. 72.916.667 - Rp. 72.916.667 (KVP)

- Toyota Camry Rp. 57.498.650 - Rp. 57.498.650 (KVP)

- Stone Cruisher Rp. 81.250.000 - Rp. 81.250.000 (KVP)

- Dump Truck Rp. 81.618.000 - Rp. 81.618.000 (KVP)

Total Biaya Penyusutan Rp. 293.283.317 - Rp. 293.283.317 (KVP)

Total Biaya Rp. 431.863.439 Rp. 375.714.200 Rp. 56.149.239 (KFP) Sumber : Olahan Penulis, 2013

(17)

Dalam tabel di atas yang disajikan hanyalah transaksi yang berhubungan dengan sewa guna usaha selama tahun 2010. Dari perbandingan di atas, maka dapat dilihat perbedaan perhitungan antara perusahaan dengan perpajakan. Perbedaan perhitungan tersebut mengakibatkan terjadinya koreksi fiskal, baik koreksi fiskal positif maupun koreksi fiskal negatif. Koreksi fiskal negatif terjadi pada biaya sewa sebesar Rp 237.134.078 sedangkan koreksi fiskal positif terjadi pada biaya penyusutan sebesar Rp. 293.283.317. Koreksi fiskal yang terjadi berdampak pada perubahan laba perusahaan dan berdampak pula pada beban pajak perusahaan.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Setelah dilakukan analisis penerapan akuntansi pajak atas sewa guna usaha aktiva tetap dengan metode hak opsi diperoleh kesimpulan:

1. Dari kelima jenis aktiva yang disewa guna usaha hanya tiga aktiva yang dapat

digolongkan sebagai capital lease menurut kriteria dalam ketentuan perpajakan

2. Terdapat perbedaan dalam perhitungan biaya penyusutan, dimana dalam perusahaan

sudah menghitung penyusutan sejak awal terjadinya transaksi dengan dasar penyusutan sebesar harga perolehan hal tersebut menurut ketentuan dalam PSAK No. 30, sementara dalam ketentuan perpajakan penyusutan baru dihitung setelah melakukan opsi dengan dasar penyusutan sebesar harga opsi tersebut. Hal tersebut sebagaimana tercantum dalam KMK No. 1169/KMK.01/1991.

3. Selain pada penyusutan, perbedaan juga terjadi pada pembebanan biaya sewa, dalam

biaya sewa terjadi koreksi fiskal negatif. Artinya biaya yang diakui dalam perpajakan lebih besar dari pada yang diakui dalam perusahaan. Hal tersebut mengakibatkan biaya menjadi semakin besar sehingga dapat menguntungkan bagi perusahaan

4. Atas dasar perbedaan perhitungan mengakibatkan terjadinya koreksi fiskal positif

sebesar Rp 56.149.239. Hal tersebut akan berdampak pada besarnya beban pajak perusahaan

Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, saran yang dapat diberikan oleh penulis sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan yaitu, apabila di masa yang akan datang perusahaan melakukan transaksi sewa guna usaha kembali, perusahaan sebaiknya menghitung transaksi

(18)

sewa guna usaha tersebut berdasarkan ketentuan dalam perpajakan. Karena apabila perusahaan menghitung besarnya pajak penghasilan terutang harus berdasarkan pada ketentuan perpajakan. Jika dalam perhitungan akuntansi menurut PSAK No.30, biaya yang dapat diperkurangkan dalam sewa guna usaha hanyalah biaya bunga. Sedangkan jika perusahaan menerapkan akuntansi pajak semua biaya yang dikeluarkan dalam masa sewa baik itu angsuran pokok dan biaya bunga dapat diakui sebagai pengurang penghasilan usaha sebagaimana tercantum dalam undang-undang perpajakan No. 36 Tahun 2008 dan KMK. No. 1169/KMK.01/1991. Hal tersebut bisa menjadi keuntungan bagi perusahaan karena biaya yang diakui oleh perpajakan lebih besar dari pada biaya yang diakui oleh perusahaan. Jika biaya yang diakui oleh perpajakan lebih besar dari pada yang diakui oleh perusahaan, maka akan memperkecil laba perusahaan sehingga beban pajak yang akan dibayar oleh perusahaan pun akan semakin kecil.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno dan Estralita Trisnawati. 2009. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Penerbit

Salemba Empat.

Astuti, Dharvina Indri. 2009. Penerapan Akuntansi Leasing Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 30 Pada PT. Mandala Multifinance, Tbk Medan. Skripsi. Medan: Program Sarjana Universitas Sumatra Utara

Azhari, Hadiyanto. 2007. Penerapan Akuntansi Pajak Atas Kepemilikan Aktiva Kenderaan

Dengan Metode Capital Lease Pada PT. Iglas Sebagai Lessee. Skripsi. Surabaya: Program Sarjana Universitas Airlangga.

Baridwan, Zaky. 2010. Intermediate Accounting Edisi 8. Yogyakarta: BPFE.

Halim, Johan. Akuntansi Untuk Leasing.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991

Lubis, Arfan Aikhsan. 2010. Akuntansi Keperilakuan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Muljono, Djoko. 2009. Akuntansi Pajak. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Nasution, Manahan. 2003. Akuntansi Guna Usaha (Leasing Menurut Pernyataan SAK No.

30.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 16 Tahun 2012 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 30 Tahun 2012

Rosita. 2011. Perusahaan Sewa Guna Usaha (Perlakuan Akuntansi dan Pajak).

Samudra, Ria Dwiyanti. 2008. Penerapan PSAK No. 30 Mengenai Perlakuan Akuntansi

Sewa Guna Usaha Aktiva Tetap dan Pengaruhnya Pada Neraca dan Laporan Laba

Rugi Perusahaan. Studi Kasus Pada PT. Nusantara. Skripsi. Malang: Program Sarjana

Universitas Brawijaya.

Suandy, Erly. 2011. Perecanaan Pajak. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008

Wahono, Sugeng. 2012. Teori dan Aplikasi “Mengurus Pajak Itu Mudah”. Jakarta: PT. Elex

Media Komputindo.

(20)

http://natanedan.wordpress.com/2010/02/18/masalah-masalah perpajakan-seputar-leasing-sewa-guna-usaha-oleh-nany-ariany-se/

http://siafril-yudha.blogspot.com/2011/06/beda-leasing-dan-consumer-finance.html http://amiruddinzain.wordpress.com/2012/04/18/leasing-sewa-guna-usaha/

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan pada sambungan tipe geser dan tarik eksentris (sambungan eksentris tipe 2) dengan pembebanan antara 4000 kg sampai 9000 kg, pemakaian alat sambung baut mutu

Untuk efisiensi beban pajak, sewa guna usaha dengan hak opsi sebaiknya dipilih karena jangka waktu sewa guna usaha umumnya lebih pendek dari umur aktiva dan

Excel, sedangkan uji beda pada hubungan antar usia, agama, daerah asal, sumber pengetahuan, dan etnis pengunjung dianalisa menggunakan uji One-way ANOVA untuk data dengan

c) Pelanggan yang memiliki Kad Debit HLB dan Akaun Sertaan yang tidak berada dalam keadaan baik, tidak aktif, terikat kepada Akaun Semasa / Akaun Semasa-i yang telah ditutup atau

Bagaimanakah pengaruh Motivasi Belajar dan Status Ekonomi Keluarga secara bersama- sama terhadap Minat Melanjutkan Pendidikan ke Perguruan Tinggi pada siswa kelas XII SMA

Persyaratan minimal berpendidikan Sarjana Teknik (S-1) jurusan Teknik Sipil / Pengairan / Sipil Hidro lulusan universitas / perguruan tinggi negeri atau perguruan

Nasihat yang baik dengan lemah lembut, sudah diajarkan oleh Nabi-Nabi sebelum Nabi Muhammad, sebagaimana diabadikan dalam Al-Qur’an: Dan (ingatlah) ketika Luqman

Target peserta yang kami undang adalah Dokter Umum, Dokter Spesialis yang seminat dalam bidang antiaging dan estetik diseluruh Indonesia.. Kami ucapkan selamat bergabung dan