• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PRESTASI BELAJAR IPS PADA SISWA SD NEGERI 2 PASIR KULON - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PRESTASI BELAJAR IPS PADA SISWA SD NEGERI 2 PASIR KULON - repository perpustakaan"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

F. Pola Asuh Orang Tua

1. Pengertian Pola Asuh Orang Tua

Hasan (2011: 21) mengemukakan bahwa secara etimologi, pengasuhan berasal dari kata “asuh” yang artinya pemimpin, pengelola, pembimbing, sehingga “pengasuh” adalah orang yang melaksanakan tugas

membimbing, memimpin atau mengelola. Poerwadarminta (2007) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan “asuh” adalah menjaga

(merawat dan mendidik) anak kecil.

Orang tua menurut Poerwadarminta (2007: 813) adalah orang yang dihormati di kampung, tetua. Orang tua adalah orang paling tua dalam keluarga, orang tua dalam keluarga berupa ayah, ibu, orang tua asuh atau wali yang bisa membimbing dan bertanggung jawab pada anak. Purwanto (2003: 80) berpendapat bahwa orang tua adalah pendidik sejati, pendidik karena kodrati.

Pola asuh orang tua diartikan Wahyuning (2003: 126) sebagai seluruh cara perlakuan orang tua yang diterapkan pada anak. Pola Asuh orang tua merupakan tindakan atau perlakuan yang diberikan oleh orang tua untuk anaknya. Beberapa ahli juga mengemukakan pendapatnya tentang pola asuh. Pendapat lain dikemukakan oleh Baumrind dalam Marini (2005: 48) yang mengatakan bahwa,

(2)

berkaitan dengan kontrol perilaku dari orang tua. (2) Responsiveness, menggambarkan bagaimana orang tua berespons kepada anaknya berkaitan dengan kehangatan dan dukungan orang tua.

Fine dalam Wahyuning (2003:126) pengasuhan anak (child rearing) adalah bagian penting dan mendasar menyiapkan anak untuk menjadi masyarakat yang baik. Purwadarminta (2007) menyatakan bahwa pengasuhan merupakan hal (cara, perbuatan dan sebagainya) dalam mengasuh. Santrock (2007: 163) mengemukakan bahwa pengasuhan (parenting) memerlukan sejumlah kemampuan interpersonal dan mempunyai tuntutan emosional yang besar, namun sangat sedikit pendidikan formal mengenai tugas ini. Kebanyakan orang tua mempelajari praktik pengasuhan dari orang tua mereka sendiri.

Pola asuh orang tua dapat disimpukan sebagai cara perlakuan orang tua terhadap anak untuk mengarahkan, merawat, membimbing, melindungi dan juga mendidik anak. Cara perlakuan orang tua terhadap anak tersebut akan menciptakan hubungan interaksi sosial antara keduanya. Perlakukan orang tua yang diberikan kepada anak yang akan membentuk sikap dan tingkah laku anak. Sikap dan perilaku anak kemudian akan berkembang kelingkungan interaksi sosial yang lebih luas. Karena itu orang tua berusaha memberikan pola asuh yang paling tepat untuk anaknya agar dapat mendukung prestasi belajar anaknya.

(3)

lain. Kontrol orang tua juga mempengaruhi perilaku anak. Anak yang perilakunya dikontrol oleh orang tua pastinya lebih tertata dibandingkan anak yang yang kurang atau tidak dikontrol oleh orang tua.

2. Tipe Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh orang tua sangatlah beragam, antara orang tua satu dan orang tua yang lain pastinya memiliki pola asuh yang berbeda-beda. Baumrind dalam Santrock (2007: 257-258) menekankan tiga tipe pengasuhan, yaitu otoriter, otoritatif dan laissez-faire (permisif). Baru-baru ini para ahli perkembangan berpendapat bahwa pengasuhan anak yang permisif terjadi dalam dua bentuk: permissive-indulgent dan permissive-indiferent.

a. Pengasuhan Otoriter (Authoritarian parenting ).

Pengasuhan yang otoriter ialah suatu gaya membatasi dan menghukum yang menuntut anak untuk mengikuti dan menghukum yang menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orang tua dan menghormati pekerjaan dan usaha. Orang tua yang otoriter menempatkan batas-batas yang tegas dan tidak memberikan peluang yang besar kepada anak-anak untuk berbicara (bermusyawarah). Pengasuhan yang otoriter diasosiasikan dengan inkompetensi sosial anak-anak.

b. Pengasuhan Otoritatif (authoritative parenting)

Pengasuhan yang otoritatif mendorong anak-anak agar mandiri tetapi masih menetapkan batas-batas dan pengendalian atas tindakan-tindakan mereka. Musyawarah verbal yang ekstensif dimungkinkan, dan orang tua memperlihatkan kehangatan serta kasih sayang kepada anak. Pengasuhan yang otoritatif diasosiasikan dengan kompetensi sosial anak-anak. Anak-anak yang mempunyai orang tua yang otoritatif berkompeten secara sosial, percaya diri, dan bertanggung jawab.

c. Pengasuhan Permisif

Pengasuhan yang permisif terjadi dalam dua bentuk: permissive-indifferent parenting dan permissive indulgent parenting.

1.)Pengasuhan yang permissive- indifferent (mengabaikan)

(4)

Anak-anak yang orang tuanya bergaya permissive-indifferent mengembangkan suatu perasaan bahwa aspek-aspek lain kehidupan orang tua lebih penting daripada anak mereka. Anak-anak yang orang tuanya bergaya permissive-indifferent inkompeten secara sosial mereka memperlihatkan kendali diri yang buruk dan tidak membangun kemandirian dengan baik.

2) Pengasuhan yang permissive-indulgent (menuruti)

Ialah suatu gaya pengasuhan dimana orang tua sangat terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka tetapi menetapkan sedikit batas atau kendali terhadap mereka. Pengasuhan yang permissive-indulgent diasosiasikan dengan inkompetensi sosial anak, khususnya kurangnya kendali diri. Orang tua seperti itu membiarkan anak-anak mereka melakukan apa saja yang mereka inginkan, dan akibatnya ialah anak-anak tidak pernah belajar mengendalikan perilaku mereka sendiri dan selalu mengharapkan kemauan mereka dituruti. Beberapa orang tua sengaja mengasuh anak-anak mereka dengan cara seperti ini karena mereka yakin kombinasi keterlibatan yang hangat dengan sedikit kekangan akan menghasilkan seorang anak yang kreatif, percaya diri.

(5)

3. Sikap dan Perilaku Orang Tua yang Berkaitan dengan Pola Asuh

Wahyuning (2003: 134-137) mengemukakan tentang pola asuh dari orang tua adalah sarana atau kapal yang menjadi kendaraan untuk mengkomunikasikan nilai-nilai moral pada anak-anak kita. Lewat pola asuh, anak-anak akan merasakan bagaimana orang tua bersikap memandang yang baik dan buruk dan sebagainya. Beberapa sikap dan perilaku orang tua yang berkaitan dengan pola asuh, antara lain:

a. Perlindungan yang berlebihan

Orang tua sering kali memiliki perlindungan yang berlebihan terhadap anak mereka. Orang tua harus tahu semua kegiatan yang dilakukan oleh anak dan kemanapun anak pergi harus selalu orang tua ikuti. Hal tersebut menyebabkan anak menjadi tidak mandiri karena selalu bergantung pada orang tua.

b. Pembolehan

(6)

c. Ijin yang belebihan

Pemberian ijin yang berlebihan kepada anak tanpa pertimbangan akan baik dan buruknya terhadap anak dapat berdampak tidak baik terhadap diri anak. Karena hal tersebut akan menimbulkan anak yang bersifat egois, ingin selalu dituruti dan juga semua yang ia lakukan harus dengan apa yang dia inginkan.

d. Penolakan

Tindakan orang tua yang menolak tanpa disertai dengan alasan mengapa orang tua menolak akan membuat anak tidak dapat memahami secara rasional terhadap penolakan yang dilakukkan oleh orang tua. Penolakan yang anak terima biasanya juga akan mereka lakukan terhadap orang lain yang lebih lemah.

e. Penerimaan

Sikap penerimaan orang tua dengan kasih sayang terhadap anak secara tepat akan menimbulkan karaktek anak yang ramah terhadap orang lain, mudah bersosialisasi dan emosinya yang cenderung stabil. f. Dominasi

(7)

g. Patuh kepada anak

Kita tidak jarang menemui anak yang lebih mendominasi terhadap orang tuanya, semua keinginan anak akan dituruti oleh orang tuanya. Anak menjadi kurang menghormati orang tua.

h. Orang tua yang ambisius

Kemampuan anak pastilah berbeda-beda, tapi orang tua terkadang secara tidak sadar banyak menuntun terhadap anak untuk dapat bisa ini dan itu. Tak jarang orang tua membanding-bandingkan anak mereka dengan anak orang lain. Orang tua memiliki ambisius untuk menjadikan anak mereka seperti anak-anak yang dianggap lebih dalam segaala hal, tanpa pernah mengetahui bakat atau minat dan keterbatasan anaknya.

Hurlock, Schneiders, dan Lore dalam Yusuf (2007: 48-50) menyatakan bahwa terdapat beberapa pola sikap dan perilaku orang tua terhadap anak yang masing-masing mempunyai pengaruh tersendiri terhadap kepribadian anak.

Tabel 2.1 Sikap atau Perlakuan Orangtua dan dampaknya

(8)
(9)

2. Menempatkan anak

(10)

setiap tipe pola asuh orang tua. Sikap dan perilaku orang tua dapat dikategorikan kedalam tipe-tipe pola asuh sebagai berikut.

1. Authoritarian (Otoriter).

a. Sikap penerimaan rendah, namun kontrolnya tinggi, b. Suka menghukum secara fisik,

c. Bersikap komando (mengharuskan/memerintah anak), d. Bersikap kaku(keras),

e. Cenderung emosional dan bersikap menolak. 2. Authoritative (Demokratis).

a. Sikap penerimaan dan kontrolnya tinggi, b. Bersikap responsif terhadap kebutuhan anak,

c. Mendorong anak untuk menanyakan pendapat atau pertanyaan,

d. Memberikan penjelasan tentang dampak perbatan yang baik dan buruk.

3. Permisiive (Permisif).

a. Sikap penerimaan tinggi namun kontrolnya rendah,

b. Memberikan kebebasan kepada anak untuk menyatakan dorongan atau keinginan.

G.Prestasi Belajar IPS

1. Belajar

a. Pengertian Belajar

(11)

memperoleh yang baru sebagai bentuk usaha agar adanya perubahan tingkah laku. Wasty (1990: 98) berpendapat bahwa banyak orang beranggapan, bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah mencari ilmu atau menuntut ilmu. Ada lagi yang secara lebih khusus mengartikan belajar adalah menyerap pengetahuan. Pendapat juga dikemukakan oleh Keingskey dalam Djamarah (2002: 13) learning is the process by which behavior (in the broader sense) is originated or changed through

practice or traning (Belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam

arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan. Wittig dalam Syah (2011: 64) juga mengemukakan definisi belajar sebagai perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman.

(12)

b. Teori Belajar

1.)Teori Belajar John Piaget

Teori belajar Piaget dalam Slameto (2010: 12) mengenai perkembangan proses belajar pada anak-anak adalah sebagai berikut: a.)Anak mempunyai struktur mental yang berbeda dengan orang

dewasa. Mereka bukan merupakan orang dewasa dalam bentuk kecil, mereka mempunyai cara yang khas untuk menyatakan kenyataan dan untuk menghayati dunia sekitarnya. Maka memerlukan pelayanan tersendiri dalam belajar

b.)Perkembangan mental pada anak melalui tahap-tahap tertentu, menurut suatu urutan yang sama bagi semua anak.

c.)Walaupun berlangsungnya tahap-tahap perkembangan itu melalui suatu urutan tertentu, tetapi jangka waktu untuk berlatih dari satu tahap ke tahap yang lain tidak selalu sama pada setiap anak.

d.)Perkembangan mental anak dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu: (1) kemasakan, (2) pengalaman, (3) interaksi sosial, (4) equilibration (proses dari ketiga faktor diatas bersama-sama untuk membangun dan memperbaiki struktur mental).

e.)Ada 3 tahap perkembangan, yaitu: (1) berpikir secara intuitif ± 4 tahun, (2) beroperasi secara kongkret ± 7 tahun, dan (3) beroperasi secara formal ± 11 tahun.

(13)

mental dengan urutan tertentu dan membutuhkan pelayanan yang berbeda-beda. Karena perkembangan mental anak dari satutahap ketahap yang ain akan berbeda satu anak dengan anak yang lain, walaupun urutan perkembangan mental mereka sama yaitu: (1) berpikir secara intuitif (2) beroperasi secara kongkret, dan (3) beroperasi secara formal

2.)Teori R. Gagne

Slameto (2010: 13) terhadap masalah belajar, Gagne memberikan dua definisi, yaitu:

a.) Belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan, dan tingkah laku.

b.) Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang diperoleh dari instruksi.

Gagne mengatakan pula bahwa segala sesuatu yang dipelajari oleh manusia dapat dibagi menjadi 5 kategori, yang disebut “the domains of learning”yaitu:

(1) Ketrampilan motoris (motor skill) (2) Informasi verbal

(3) Kemampuan intelektual (4) Stategi kognitif

(14)

2. Prestasi Belajar

a. Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi diperoleh dari proses belajar yang dilakukan oleh seseorang. Prestasi belajar sangat erat kaitannya dengan hasil belajar yaitu pada ranah kognitif (pengetahuan). Prestasi belajar dan hasil belajar mempunyai perbedaan yaitu prestasi belajar lebih kepada aspek kognitif (pengetahuan) saja sedangkan hasil belajar mencakup 3 aspek yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (ketrampilan). Arifin (2013: 12) mengemukakan bahwa:

kata “prestasi” berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatieI. Kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi “prestasi” yang berarti “hasil usaha” istilah “prestasi belajar” (achievement) berbeda dengan “hasil belajar” (learning outcome). Prestasi berkaitan dengan pengetahuan, sedangkan hasil belajar melputi aspek pembentukan watak peserta didik.

Prestasi diartikan Poerwadarminta (2007: 875) sebagai hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan, dsb). Pendapat lain dikemukakan oleh Syah (2010: 216) bahawa prestasi belajar berasal dari hasil belajar siswa yang mengarah pada ranah kognitif pada proses pembelajaran.

(15)

b. Fungsi Prestasi Belajar

Prestasi belajar dikemukakan oleh Arifin (2013: 12) dalam kehidupan manusia pada tingkat dan jenis tertentu dapat memberikan kepuasan tersendiri pada manusia, semaik terasa penting untuk dipermasalahkan. Dalam hal ini, memiliki fungsi utama, antara lain: 1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan

yang telah dikuasai peserta didik.

2) Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. 3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dan inovasi pendidikan. 4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi

pendidikan. Indikator intern dalam arti bahwa prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat produktivitas suatu institusi pendidikn dan sebaliknya.

5) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap (kecerdasan) peserta didik.

c. Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Prestasi belajar yang dicapai oleh seseorang menurut Ahmadi (2013: 138) merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal) maupun faktor dari luar (faktor eksternal).

1) Faktor internal, digolongkan menjadi 2, yaitu

(16)

b) Faktor psikologis, baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh, terdiri atas:

(1) Faktor intelektif yang meliputi:

(a)Faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat.

(b)Faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang dimiliki.

(2) Faktor non-intelektif, yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat kebutuhan, motivasi, emosi, penyesuaian diri.

(3) Faktor kematangan fisik maupun psikis 2) Faktor eksternal, terdiri atas:

a) Faktor sosial, yang terdiri atas: (1) Lingkungan keluarga (2) Lingkungan sekolah (3) Lingkungan masyarakat (4) Lingkungan kelompok

b) Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian

c) Faktor lingkungan spiritual dan keamanan.

(17)

3. IPS

a. Pengertian IPS

Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang pelajari disekolah baik di tingkat dasar, menengah maupun diperguruan tinggi. Istilah IPS biasanya digunakan di Indonesia sedangkan diluar lebih dikenal dengan social studies. Dalam Kurikulum Pendidikan Dasar Tahun 1993 dalam Santoso (2014: 139) disebutkan bahwa IPS adalah mata pelajaran yang mempelajari kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian geografi, ekonomi, sejarah, antropologi, sosiologi, dan tata negara.

(18)

Pendidikan IPS (PIPS) atau sisebut social studies menurut Banks dalam Susanto (2014: 139) merupakan bagian dari kurikulum disekolah yang bertujuan untuk membantu mendewaskan siswa supaya dapat mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan nilai-nilai dalam rangka berpartisipasi didalam masyaraka, negara dan bahkan di dunia. Sapriya (2009: 12) mengemukakan bahwa PIPS untuk tingkat sekolah sangat erat kaitannya dengan disiplin ilmu-ilmu sosial yang terintegrasi dengan humaniora dan ilmu pengetahuan alam yang dikemas secara ilmiah dan pedagogis untuk kepentingan pembelajaran disekolah.

Andriani (2014: 25) menyatakan bahwa untuk sekolah dasar, pendidikan IPS pada hakekatnya merupakan suatu integrasi utuh dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan disiplin ilmu lain yang relevan untuk tujuan pendidikan (citizenship education). Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dapat disimpulkan yaitu pengetahuan ilmu-ilmu sosial dan kehidupan yang mempelajari tentang sosiologi, antropologi, geografi, sejarah, ekonomi, psikologi dan politik. IPS di SD juga mejadi salah satu mata pelajaran yang dipelajari oleh peserta didik sebagai salah satu disiplin ilmu di sekolah.

b. Tujuan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

(19)

yang akan dihasilkan dari proses belajar IPS itu sendiri. Trianto (2010: 176-177) menyatakan bahwa tujuan utama ilmu pengetahuan sosial ialah: untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi dimasyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari, baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Tujuan tersebut akan tercapai manakala program-program pelajaran IPS di sekolah diorganisasikan secara baik.

Rumusan tujuan tersebut dapat dirinci sebagai berikut:

1) Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat.

2) Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial.

3) Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta membuat keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat.

4) Menaruh perhatian terhadap isi-isu dan masalah-masalah sosial, serta mampu membbuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat.

5) Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung jawab membangun masyrakat.

(20)

7) Fasilitator didalam suatu lingkungan yang terbuka dan tidak bersifat menghakimi.

8) Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang baik dalam kehidupannya “to prepare student to be well-functioning citizens in

democratic society” dan mengembangkan kemampuan siswa menggunakan penalaran dalam mengambil keputusan pada setiap persoalan yang dihadapinya.

9) Menekankan perasaan, emosi, dan derajat penerimaan atau penolakan siswa terhadap materi pembelajran IPS yang diberikan.

Susanto (2014:149) menyatakan bahwa kaitannya dengan KTSP, pemerintah telah memberi arah yang jelas pada tujuan dan ruang lingkup pembelajaran IPS, yaitu:

1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkunganya.

2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis. Rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan ketrampilan dalam kehidupan sosial.

3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.

4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat majemuk, ditingkat lokal, nasional dan global.

(21)

masalah-masalah sosial yang mereka hadapi ataupun yang ditemukan, sebagai dasar pengetahuan yang akan berkembang dalam kehidupan seiring majunya jaman, sebagai bekal untuk anak agar dapat berkomunikasi dengan lingkungannya baik dengan teman ataupun dengan masyarakat dilingkungannya.

H.Hasil Penelitian yang Relevan

Berdasarkan literatur lain penelitian tentang “ Hubungan pola asuh orang tua dengan prestasi belajar IPS SD Negeri 2 Pasir Kulon” belum pernah

dilakukan. Terdapat penelitian sejenis yang pernah dilaksanakan antara lain oleh:

1. Putra A. P.(2014) dengan judul “Pengaruh Pola Asuh Orang Tua terhadap Motivasi Belajar Peserta Didik Kelas 7 SMP Gunung Jati Kembaran Tahun Akademik 2012/2013” (Skripsi) berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan diperoleh hasil terdapat perbedaan tingkat motivasi belajar dilihat dari pola asuh orang tua.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Sary N. F. K. tentang “Peran Pola Asuh Orang Tua dalam Motivasi Berprestasi” (Jurnal) dengan pengolahan data

(22)

3. Penelitian yang dilakukan oleh Sriyanto, dkk. tentang Perilaku Asertif dan Kecenderungan Kenakalan Remaja Berdasarkan Pola Asuh dan Peran Media Massa” (Jurnal) Dari hasil uji statistik, maka hasil uji hipotesis dengan taraf signifikansi 0,05 dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua berpengaruh signifikan positif terhadap perilaku asertif. Pengaruh positif pola asuh terhadap perilaku asertif dapat digambarkan bahwa orang tua menjadi faktor penting dalam pembentukan kepribadian anak, yang akan menentukan perkembangan selanjutnya. Sedangkan pola asuh menunjukkan pengaruh signifikan negatif terhadap kecenderungan kenakalan remaja. Menunjukkan.

I. Kerangka Berfikir

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir

Hubungan antara pola asuh orang tua dengan prestasi belajar IPS siswa SD Negeri 2 Pasir Kulon.

Pola asuh menurut Wahyuning (2003: 126) diartikan seluruh cara perlakuan orang tua yang diterapkan pada anak. Pola asuh orang tua memiliki 3 tipe yaitu otoriter, demokratis dan permisif. Pola asuh orang tua memiliki sikap dan perilaku terhadap anak-anak mereka, seperti perlindungan yang berlebihan, pembolehan, ijin yang berlebihan, penerimaan, penolakan, patuh kepada anak dan dominasi orang tua yang ambisius.

(23)

Pola asuh orang tua merupakan salah satu penentu prestasi belajar siswa. Karena prestasi belajar siswa salah satunya dipengaruhi oleh faktor ekstern yaitu faktor dari luar, dan salah satunya yaitu faktor keluarga dalam hal ini pola asuh orang tua. Jika sikap dan perilaku orang tua dalam pola asuh yang mereka terapkan terhadap anak baik maka akan mempengaruhi perkembangan kognitif anak yang dapat diketahui dari prestasi belajar anak mereka. Maka akan diperoleh hubungan antara pola asuh orang tua dengan prestasi belajar IPS. Jika pola asuh orang tua baik maka prestasi belajar IPS siswa juga akan baik, begitu pula sebaliknya.

J. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir diatas maka dapat disimpulkan hipotesis penelitian sebagai berikut,

Ha: Terdapat hubungan yang signifikan pola asuh orang tua dengan prestasi belajar IPS pada siswa SD Negeri 2 Pasir Kulon.

Gambar

Tabel 2.1 Sikap atau Perlakuan Orangtua dan dampaknya
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir

Referensi

Dokumen terkait

[r]

wawancara maka peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang. partisipan dalam menginterprestasikan situasi dan fenomena yang

Dalam hubungannya dengan bahasa Indonesia, bahasa daerah berfungsi sebagai (1) pendukung bahasa Indonesia, (2) bahasa pengantar, di sekolah di daerah tertentu, pada tingkat

Dari hasil pengujian yang diperoleh pada penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan dan pengaruh yang positif signifikan antara komitmen pekerjaan afektif,

Kelangsungan khidupan pikiran dari pertalian pikiran satu sama lain, sebagaimana yang ditetapkan oleh Ibnu Sina, sama dengan hasil pemikiran tokoh-tokoh pikir modern seperti

hipotesis bahwa interaksi radiasi gamma dengan materi selalu diikuti oleh perubahan energi menjadi panas, dan interaksi tersebut sangat dipengaruhi oleh jenis bahan, maka bahan

Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini akan merancang sebuah Aplikasi Penyustan Aktiva tetap untuk membantu perusahaan dalam melakukan proses penyustan

Checking out habit will certainly consistently lead people not to pleased reading The Man With A Load Of Mischief By Martha Grimes , an e-book, ten publication, hundreds books, as