• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Ekspresi Emosi. mempengaruhi perasaan internal, mengkomunikasikan perasaan,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. A. Ekspresi Emosi. mempengaruhi perasaan internal, mengkomunikasikan perasaan,"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

11 BAB II LANDASAN TEORI

A. Ekspresi Emosi 1. Pengertian Ekspresi Emosi

Ekspresi emosi merupakan refleksi dari perasaan-perasaan internal, mempengaruhi perasaan internal, mengkomunikasikan perasaan, menunjukkan maksud, mempengaruhi perilaku, dan perasaan orang lain (Wade & Travis, 2007). Teori lain dari Planalp mengatakan bahwa ekspresi emosi adalah suatu upaya mengkomunikasikan status perasaan individu yang berorientasi pada tujuan (dalam Safaria & Saputra, 2009). Hasanat (2006) mengatakan bahwa ekspresi emosi sebagai indeks keseluruhan emosi, sikap, dan perilaku yang diekspresikan oleh anggota keluarga terhadap anggota keluarga yang mengalami gangguan.

Tingginya ekspresi emosi (EE) dari keluarga merupakan salah satu faktor penyebab kekambuhan pada penderita gangguan skizofrenia. Hal ini didukung dengan penelitian King dan Dixon (Francis & Papageorgiou, 2004) yang menemukan bahwa kekambuhan skizofrenia disebabkan oleh adanya expressed emotion (EE) yang tinggi pada keluarga. Brown menyebutkan tinggi rendahnya EE keluarga dapat diketahui melalui komentar-komentar yang dikeluarkan oleh keluarga pada saat proses wawancara mengenai keadaan ODS (dalam Hazra dkk, 2010). Varghese dkk, (dalam Puspasari, 2012) menegaskan bahwa EE yang tinggi

(2)

commit to user

ditunjukkan oleh adanya perilaku keluarga yang berlebihan terlibat dalam urusan pribadi ODS, memperlihatkan permusuhan, mengkritik, dan selalu tidak puas dengan apa yang dilakukan ODS. Menurunkan ekspresi emosi keluarga terhadap pasien gangguan jiwa akan dapat memperbaiki prognosis gangguan jiwa (Sadock dan Sadock, 2007).

2. Aspek-Aspek Emosi

George Brown menjelaskan lima komponen EE yaitu kritik (critical comment/CC), keterlibatan emosi yang berlebihan (emotional over involment/EOI), hostilitas, komentar positif, dan kehangatan. Berikut penjelasannya:

a. Kritik (critical comment/CC)

Kritik dari caregiver yang muncul dapat dihitung selama wawancara. Pengamatan yang cermat dari komunikasi langsung antara pasien dan perawat membuktikan bahwa kritik dari caregiver berpotensi menyebabkan kekerasan fisik dan hal itu adalah sifat dari beberapa keluarga dengan EE tinggi.

b. Hostilitas

Konsekuensi kemarahan yang diatur dan diikuti oleh kritik serta mengarah kepada penolakan pasien. Hostilitas atau permusuhan ini ditunjukkan oleh kritik atau perilaku yang menolak dari pasien.

(3)

commit to user

c. Keterlibatan emosi yang berlebihan (emotional over involment/EOI) EOI manifestasi dari emosionalitas yang berlebihan dari dirinya, pengorbanan diri yang berlebihan, identifikasi berlebihan, dan perilaku overprotective yang ekstrim terhadap pasien.

d. Kehangatan

Kehangatan dinilai berdasarkan kebaikan, kepedulian, dan empati yang diberikan oleh perawat saat dia berbicara tentang pasien.

e. Komentar positif

Komentar positif yang terdiri dari laporan yang mengungkapkan penghargaan atau dukungan untuk perilaku pasien dan lisan/penguatan nonverbal oleh caregiver.

Ekspresi emosi dalam keluarga diklasifikasikan berdasarkan dua faktor yaitu kritik (critical comment/CC) dan keterlibatan emosi yang berlebihan (emotional over involment/EOI). Faktor ketiga yaitu hostilitas (hostility), biasanya diasosiasikan dengan tingginya tingkat critical comment. Dua faktor ekspresi emosi lainnya, kehangatan (warmth) dan komentar positif (positif remarks) kurang dianggap penting sebagai prediktor kekambuhan penderita skizofrenia.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspresi Emosi

McDonagh (2005) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi ekspresi emosi sebagai berikut:

(4)

commit to user a. Terapi keluarga

Terapi keluarga digunakan untuk mendidik anggota keluarga yang merawat pasien skizofrenia. Keluarga diminta memahami bahwa pasien skizofrenia memiliki gejala yang muncul dan menghilang sendiri. Pemahaman tersebut akan mengurangi ekspresi emosi tinggi yang ditunjukkan dengan permusuhan dan kritik terhadap pasien.

b. Dukungan sosial

Sarana dukungan sosial adalah suatu keharusan untuk menjaga kesehatan mental yang optimal pada kebanyakan orang. Mereka yang hidup sendiri mungkin tidak memiliki jaringan yang solid uantuk mendukung mereka, sehingga mengurangi kemampuan mereka untuk mengatasi tekanan hidup.

c. Budaya

Hubungan keluarga dan interaksi salah satu dari banyak kategori yang sangat bervariasi dari budaya ke budaya di seluruh dunia. Ketika berhadapan dengan topik seperti ekspresi emosi yang memiliki akar yang kuat dalam hubungan keluarga dan interaksi, adalah penting untuk dicatat bahwa efek emosi dinyatakan berpotensi sangat bervariasi antara budaya.

d. Profesionalitas

Ekspresi emosi oleh keluarga pasien dengan gangguan ditandai dengan memiliki hubungan yang kritis, bermusuhan, atau emosional lebih-terlibat. Hubungan profesional terjadi antara pekerja dan pasien

(5)

commit to user

tidak sama dengan hubungan keluarga. Oleh karena itu, ekspresi emosi tidak dapat ditandai dengan cara yang sama dengan yang akan datang dari anggota keluarga. Profesional yang bekerja dengan pasien cenderung tidak menunjukkan sikap emosional lebih-terlibat terhadap pasien. Hal ini disebabkan oleh jumlah rendah mereka kontak dengan pasien, atau pelatihan profesional mereka. Profesional dengan emosi diekspresikan tinggi cenderung memiliki tujuan hampir mustahil atau tak terjangkau dan harapan bagi pasien mereka. Mereka juga cenderung lebih fokus pada kelemahan pasien. Profesional dengan ekspresi emosi rendah sering menetapkan batas-batas dari hubungan mereka dengan pasien sebelum sesuatu terjadi di antara mereka.

e. Tingkat pendidikan

Seorang profesional berpendidikan rendah cenderung memiliki ekspresi emosi lebih tinggi dari profesional lebih terdidik (Barrowclough, dkk, 2001; Van Humbeeck, dkk, 2002). McDonagh mengomentari perbedaan antara ekspresi emosi rendah dan ekspresi emosi tinggi dengan mengatakan bahwa tingkat pendidikan anggota keluarga disekitarnya dan pengetahuan tentang gangguan memainkan peran penting dalam cara anggota keluarga menanggapi pasien yang ditangani.

(6)

commit to user

B. Psychological Well-Being 1. Pengertian Psychological Well-Being

Ryff (dalam Ryff & Keyes, 1995) mengatakan bahwa secara psikologis manusia yang memiliki sikap positif terhadap diri dan orang lain adalah manusia yang mengakui dan menerima berbagai aspek yang ada dalam dirinya, baik yang bersifat baik maupun buruk serta merasa positif dengan kehidupan masa lalunya, memiliki relasi positif dengan orang lain, mampu melakukan dan mengarahkan perilaku secara mandiri, penuh keyakinan diri (otonomi), dapat melakukan sesuatu bagi orang lain (memiliki tujuan hidup), dapat mengembangkan potensi diri sesuai dengan kapasitas yang dimiliki, serta mampu mengambil peran aktif dalam memenuhi kebutuhannya melalui lingkungan. Selain itu, Ryff (dalam Ryff dan Singer, 2008) menekankan dua poin utama dalam menjelaskan psychological well-being. Pertama psychological well-being menekankan pada proses pertumbuhan dan pemenuhan individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Poin kedua adalah eudaimonic, yang menekankan pada pengaturan yang efektif dari sistem fisiologis untuk mencapai suatu tujuan.

Psychological well-being berhubungan dengan kepuasan pribadi, keterikatan, harapan, rasa syukur, stabilitas suasana hati, pemaknaan terhadap diri sendiri, harga diri, kegembiraan, kepuasan dan optimisme, termasuk juga mengenali kekuatan dan mengembangkan bakat dan minat yang dimiliki (Bartram & Boniwell, 2007). Psychological well-being

(7)

commit to user

memimpin individu untuk menjadi kreatif dan memahami apa yang sedang dilakukannya (Bartram & Boniwell, 2007). Berdasarkan teori di atas psychological well-being adalah kondisi individu yang secara psikologis merasa nyaman, puas, dan mampu memahami dirinya dikarenakan individu tersebut yang bisa menerima dirinya, bisa berhubungan baik dengan orang lain, bebas tetapi bertanggung jawab, tumbuh dan berkembang, dan mempunyai tujuan hidup.

2. Dimensi-Dimensi Psychological Well-Being

Ryff (dalam Papalia, 2002) mengemukakan enam dimensi psychological well-being, yakni:

a. Penerimaan diri (self acceptance)

Penerimaan diri adalah kemampuan seseorang menerima dirinya secara keseluruhan baik pada masa kini dan masa lalunya. Seseorang yang menilai positif diri sendiri adalah individu yang memahami dan menerima berbagai aspek diri termasuk di dalamnya kualitas baik maupun buruk, dapat mengaktualisasikan diri, berfungsi optimal, dan bersikap positif terhadap kehidupan yang dijalaninya. Sebaliknya, individu yang menilai negatif diri sendiri menunjukkan adanya ketidakpuasan terhadap kondisi dirinya, merasa kecewa dengan apa yang telah terjadi pada kehidupan masa lalu, bermasalah dengan kualitas personalnya, dan ingin menjadi orang yang berbeda dari diri sendiri atau tidak menerima diri apa adanya.

(8)

commit to user

b. Hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others) Hubungan positif yang dimaksud adalah kemampuan individu menjalin hubungan yang baik dengan orang lain di sekitarnya. Individu memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain, dapat menunjukkan empati, afeksi, serta memahami prinsip memberi dan menerima dalam hubungan antar pribadi. Sebaliknya, individu yang rendah dalam dimensi hubungan positif dengan orang lain akan terisolasi dan merasa frustasi dalam membina hubungan interpersonal dan tidak berkeinginan untuk berkompromi dalam mempertahankan hubungan dengan orang lain.

c. Otonomi (autonomy)

Otonomi digambarkan sebagai kemampuan individu untuk bebas namun tetap mampu mengatur hidup dan tingkah lakunya. Individu yang memiliki otonomi yang tinggi ditandai dengan bebas, mampu untuk menentukan nasib sendiri (self-determination) dan mengatur perilaku diri sendiri, kemampuan mandiri, tahan terhadap tekanan sosial, mampu mengevaluasi diri sendiri, dan mampu mengambil keputusan tanpa adanya campur tangan orang lain. Sebaliknya, individu yang rendah dalam dimensi otonomi akan sangat memperhatikan dan mempertimbangkan harapan dan evaluasi dari orang lain, berpegangan pada penilaian orang lain untuk mmembuat keputusan penting, serta mudah terpengaruh oleh tekanan sosial untuk berpikir dan bertingkah laku dengan cara-cara tertentu.

(9)

commit to user

d. Penguasaan lingkungan (environmental mastery)

Penguasaan lingkungan digambarkan dengan kemampuan individu untuk mengatur lingkungannya, memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungan, menciptakan, dan mengontrol lingkungan sesuai dengan kebutuhan. Individu yang tinggi dalam dimensi penguasaan lingkungan memiliki keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan.

e. Tujuan hidup (purpose of life)

Tujuan hidup memiliki pengertian individu memiliki pemahaman yang jelas akan tujuan dan arah hidupnya, memegang keyakinan bahwa individu mampu mencapai tujuan dalam hidupnya, dan merasa bahwa pengalaman hidup di masa lampau dan masa sekarang memiliki makna. Individu yang tinggi dalam dimensi ini adalah individu yang memiliki tujuan dan arah dalam hidup, merasakan arti dalam hidup masa kini maupun yang telah dijalaninya, memiliki keyakinan yang memberikan tujuan hidup serta memiliki tujuan dan sasaran hidup. Sebaliknya, individu yang rendah dalam dimensi tujuan hidup akan kehilangan makna hidup, arah dan cita-cita yang tidak jelas, tidak melihat makna yang terkandung untuk hidupnya dari kejadian di masa lalu, serta tidak mempunyai harapan atau kepercayaan yang memberi arti pada kehidupan.

(10)

commit to user f. Pertumbuhan pribadi (personal growth)

Individu yang tinggi dalam dimensi pertumbuhan pribadi ditandai dengan adanya perasaan mengenai pertumbuhan yang berkesinambungan dalam dirinya, memandang diri sebagai individu yang selalu tumbuh dan berkembang, terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru, memiliki kemampuan dalam menyadari potensi diri yang dimiliki, dapat merasakan peningkatan yang terjadi pada diri dan tingkah lakunya setiap waktu serta dapat berubah menjadi pribadi yang lebih efektif dan memiliki pengetahuan yang bertambah. Sebaliknya, individu yang memiliki pertumbuhan pribadi rendah akan merasakan dirinya mengalami stagnasi, tidak melihat peningkatan dan pengembangan diri, merasa bosan dan kehilangan minat terhadap kehidupannya, serta merasa tidak mampu dalam mengembangkan sikap dan tingkah laku yang baik.

Hurlock (2003) menjelaskan bahwa ada beberapa esensi mengenai kebahagiaan, atau keadaan sejahtera (well-being), kenikmatan atau kepuasan, yaitu sebagai berikut:

a. Sikap menerima

Sikap menerima orang lain dipengaruhi oleh sikap menerima diri yang timbul dari penyesuaian pribadi maupun penyesuaian sosial yang baik.

(11)

commit to user b. Kasih sayang

Cinta atau kasih sayang merupakan hasil normal dari sikap diterima oleh orang lain. Semakin diterima oleh orang lain maka semakin banyak cinta yang diharapkan diperoleh dari orang lain. Kurangnya cinta atau kasih sayang memiliki pengaruh terhadap kebahagiaan seseorang.

c. Prestasi

Prestasi berhubungan dengan tercapainya tujuan seseorang. Apabila seseorang mempunyai tujuan yang tidak realistis maka kemungkinan kegagalan akan tinggi dan rasa tidak bahagia akan muncul.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Psychological Well-Being

Faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well-being seseorang antara lain (Ryff, 1995):

a. Faktor Demografis terdiri dari: 1) Usia

Ryff mengemukakan bahwa perbedaan usia mempengaruhi perbedaan dalam dimensi-dimensi psychological well-being. Penelitiannya menemukan bahwa dimensi penguasaan lingkungan dan dimensi otonomi mengalami peningkatan seiring bertambahnya usia, begitu juga dengan dimensi hubungan positif dengan orang lain. Sementara, dimensi tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi

(12)

commit to user

memperlihatkan penurunan seiring bertambahnya usia, terutama terjadi pada dewasa madya hingga dewasa akhir.

2) Gender

Ryff dalam penelitiannya menemukan bahwa wanita memiliki skor yang lebih tinggi pada dimensi hubungan yang positif dengan orang lain dan dimensi pertumbuhan pribadi dibandingkan pria. Wanita digambarkan sebagai sosok yang tergantung dan sensitif terhadap perasaan sesamanya, sepanjang hidupnya wanita terbiasa untuk membina keadaan yang harmonis dengan orang-orang di sekitarnya. Inilah yang menyebabkan mengapa wanita memiliki psychological well-being yang tinggi dalam dimensi hubungan positif karena ia dapat mempertahankan hubungan yang baik dengan orang lain (Papalia & Feldman, 2008).

3) Status sosial ekonomi

Data yang diperoleh dari Wisconsin Longitudinal Study memperlihatkan bahwa pendidikan tinggi dan status pekerjaan meningkatkan psychological well-being terutama pada dimensi penerimaan diri dan dimensi tujuan hidup. Individu yang menempati kelas sosial rendah jika dibandingkan dengan individu yang menempati kelas sosial tinggi memiliki perasaan yang lebih positif terhadap diri sendiri dan masa lalu mereka, serta adanya rasa keterarahan dalam hidup.

(13)

commit to user b. Budaya

Ryff mengatakan bahwa sistem nilai individualisme dan kolektivisme memberi dampak terhadap psychological well-being yang dimiliki suatu masyarakat. Budaya barat memiliki nilai yang tinggi dalam dimensi penerimaan diri dan otonomi, sedangkan budaya timur memiliki nilai yang tinggi pada dimensi hubungan positif dengan orang lain.

c. Dukungan sosial

Dukungan yang berupa ungkapan perilaku suportif kepada seseorang yang diterima dari orang-orang yang cukup bermakna dalam kehidupan individu tersebut, diantaranya pasangan, keluarga, teman, rekan kerja, maupun organisasi sosial (Sarafino, 1994). Robinson (1991) mengemukakan bahwa dukungan sosial dari orang-orang yang bermakna dalam kehidupan seseorang dapat memberikan peramalan akan well-being seseorang.

d. Evaluasi terhadap pengalaman hidup

Ryff (1989) mengemukakan bahwa psychological well-being seseorang dapat dipengaruhi oleh pengalaman hidup tertentu, yang mencakup berbagai bidang dalam berbagai periode kehidupan. Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ryff dan Essex (1992) mengenai pengaruh interpretasi dan evaluasi individu pada pengalaman hidupnya terhadap kesehatan mental. Hasil menunjukkan bahwa mekanisme evaluasi diri berpengaruh pada

(14)

commit to user

psychological well-being seseorang, terutama dalam dimensi penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan hubungan positif dengan orang lain.

Mekanisme evaluasi diri yang dikemukakan oleh Rosenberg (dalam Ryff & Essex, 1992), antara lain:

1) Mekanisme perbandingan sosial (social comparison)

Individu mempelajari dan mengevaluasi dirinya dengan membandingkan dirinya terhadap orang lain, yang mengarah pada evaluasi diri positif, negatif, atau netral, tergantung pada standar perbandingan yang digunakan, yang dalam hal ini biasanya adalah orang atau kelompok referensi.

2) Mekanisme perwujudan penghargaan (reflected appraisal)

Individu dipengaruhi oleh sikap orang lain terhadap dirinya, sehingga semakin lama ia akan memandang dirinya sesuai dengan pandangan orang lain.

3) Mekanisme persepsi diri terhadap tingkah laku (behavioral self-perceptions)

Kecenderungan, kemampuan, dan kompetensi sesorang dengan cara mengobservasi tingkah lakunya sendiri, dimana individu yang mempersepsikan perubahan positif diharapkan dapat memandang pengalaman secara lebih positif sehingga menunjukkan penyesuaian diri yang baik.

(15)

commit to user

4) Mekanisme pemusatan psikologis (psychological centrality)

Ada komponen konsep diri yang lebih terpusat dari komponen lain, dimana semakin terpusat suatu komponen, maka pengaruhnya semakin besar terhadap konsep diri. Oleh karena itu, untuk memahami dampak dari pengalaman hidup terhadap psychological well-being, maka harus dipahami pula sejauh mana peristiwa dan dampaknya mempengaruhi komponen utrama atau komponen perifer dari konsep diri seseorang.

C. Dukungan Sosial 1. Pengertian Dukungan Sosial

Cobb & Wills (dalam Sarafino, 1998) dukungan sosial mengarah pada rasa nyaman, perhatian, penghargaan atau bantuan yang diterima oleh individu dari individu lain atau kelompok. Inti dari dukungan sosial adalah mengetahui bahwa orang lain mencintai dan mau melakukan sesuatu yang dapat mereka lakukan untuk individu. Sarason, Levine, dan Basham (dalam Kirana, 2010) menyebutkan bahwa dukungan sosial adalah transaksi interpersonal yang melibatkan salah satu faktor atau lebih dari karakteristik berikut ini: afeksi (ekspresi menyukai, mencintai, mengagumi dan menghormati), penegasan (ekspresi persetujuan, penghargaan terhadap ketepatan, kebenaran dari beberapa tindak pernyataan, pandangan), dan bantuan (transaksi-transaksi dimana bantuan

(16)

commit to user

dan pertolongan dapat langsung diberikan seperti barang, uang, informasi dan waktu).

Hobfoll (Norris dan Kaniasty, 1996) mendefinisikan dukungan sosial sebagai interaksi atau hubungan sosial yang memberikan individu-individunya bantuan nyata atau yang membentuk keyakinan individu dalam suatu sistem sosial bahwa dirinya dicintai, disayangi, dan ada kelekatan terhadap kelompok sosial atau pasangannya. Definisi ini menunjukkan ada dua aspek utama dalam dukungan sosial yaitu:received support (dukungan yang diterima) dan perceived support (dukungan yang dirasakan). Barrera menyebutkan received support artinya perilaku membantu yang muncul secara alamiah yang diberikan, sedangkan perceived support diartikan sebagai keyakinan bahwa perilaku membantu akan tersedia ketika diperlukan (dalam Norris dan Kaniasty, 1996). Pierce (dalam Kail & Cavanaugh, 2000) mendefinisikan dukungan sosial sebagai sumber emosional, informasional atau pendampingan yang diberikan oleh orang-orang disekitar individu untuk menghadapi setiap permasalahan dan krisis yang terjadi sehari-hari dalam kehidupan.

2. Dimensi Dukungan Sosial

Menurut Cohen and McKay (dalam Sarason, 2013), mengklasifikasikan dukungan sosial dalam empat dimensi yaitu:

a. Appraisal Support

Kondisi dimana seseorang merasa dapat bergantung pada lingkungan untuk mendapatkan petunjuk berupa pemberian arah,

(17)

commit to user

nasihat, saran, atau pun umpan balik mengenai apa yang sebaiknya mereka lakukan.

b. Tangible Support

Merupakan bantuan yang diberikan secara langsung, bersifat fasilitas atau materi misalnya menyediakan fasilitas yang diperlukan, meminjamkan uang, memberikan makanan, permainan atau bantuan yang lain.

c. Self-Esteem Support

Kondisi dimana hubungan sosial membantu untuk menolong individu merasa lebih baik tentang dirinya, tentang keterampilan dan kemampuannya, dengan ekspresi dari penghargaan positif yang diberikan pada individu dan memberikan perbandingan yang positif antara individu dengan orang lain, yaitu orang-orang yang lebih kurang mampu atau keadaannya lebih buruk daripada dirinya. Dukungan seperti ini akan membangun perasaan yang lebih baik tentang dirinya, dan membuat individu merasa lebih berharga.

d. Belonging Support

Kondisi dimana individu merasa ia mempunyai orang lain yang dapat memberi rasa aman dan nyaman pada saat ia menghadapi masa-masa sulit. Atau dapat juga dikatakan bahwa dukungan ini meliputi ekspresi dari empati, kepedulian, dan rasa perhatian yang penuh pada seseorang agar ia merasa nyaman, aman, dicintai, dan merasa menjadi bagian dari kelompok pada saat ia mengalami stress.

(18)

commit to user

Aspek-aspek dukungan sosial yang lain juga dikemukakan oleh Sarafino (1998) adalah sebagai berikut:

a. Dukungan penghargaan

Dukungan ini dapat berupa penghargaan positif kepada orang lain, mendorong dan memberikan persetujuan atas ide-ide individu atau perasaannya, memberikan semangat, dan membandingkan orang tersebut secara positif. Individu memiliki seseorang yang dapat diajak bicara tentang masalah mereka.

b. Dukungan emosional

Dukungan emosional merupakan dukungan yang berhubungan dengan hal yang bersifat emosional atau menjaga kedaan emosi, afeksi atau ekspresi. Dukungan ini meliputi ekspresi empati, kepedulian, dan perhatian pada individu, memberikan rasa nyaman, memiliki dan perasaan dicintai.

c. Dukungan istrumental

Dukungan ini merupakan pemberian sesuatu berupa bantuan nyata (tangible aid) atau dukungan alat (instrumental aid). Wills (dalam Orford, 1992) menyatakan bahwa dukungan ini meliputi banyak aktivitas seperti menyediakan bantuan dalam pekerjaan rumah tangga, menjaga anak-anak, meminjamkan uang, menyampaikan pesan, menyediakan transportasi, membantu menyelesaikan tugas-tugas, menyediakan benda-benda seperti perabot, alat-alat kerja, dan buku-buku.

(19)

commit to user d. Dukungan informasi

House (dalam Orford, 1992) mengatakan bahwa dukungan informasi berarti memberi solusi pada suatu masalah. Dukungan ini diberikan dengan cara menyediakan informasi, memberikan saran secara langsung, atau umpan balik tentang kondisi individu dan apa yang harus ia lakukan. Dukungan ini dapat membantu individu dalam mengenali masalah yang sebenarnya.

e. Dukungan jaringan

Dukungan ini merupakan perasaan individu sebagai bagian dari kelompok. Cohen dan Wills (dalam Orford, 1992) menyatakan bahwa dukungan ini dapat berupa menghabiskan waktu bersama dengan orang lain dalam aktivitas rekreasional di waktu senggang serta dukungan ini juga dapat diberikan dalam bentuk menemani seseorang beristirahat atau rekreasi. Dukungan ini dapat mengurangi stress dengan memenuhi kebutuhan afiliasi dan kontak dengan orang lain, membantu mengalihkan perhatian seseorang dari masalah yang mengganggu serta memfasilitasi suatu suasana hati yang positif.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektifitas Dukungan Sosial

Sarafino (1994) menyebutkan bahwa tidak semua individu mendapatkan dukungan sosial yang mereka butuhkan, banyak faktor yang menentukan seseorang menerima dukungan. Berikut ini adalah faktor yang mempengaruhi dukungan sosial yaitu:

(20)

commit to user a. Penerima Dukungan

Seseorang tidak mungkin menerima dukungan sosial jika mereka tidak ramah, tidak pernah menolong orang lain, dan tidak membiarkan orang mengetahui bahwa dia membutuhkan bantuan. Beberapa orang tidak terlalu assertive untuk meminta bantuan pada orang lain atau adanya perasaan bahwa mereka harus mandiri tidak membebani orang lain atau perasaan tidak nyaman menceritakan pada orang lain atau tidak tahu akan bertanya kepada siapa.

b. Penyedia Dukungan

Seseorang yang harusnya menjadi penyedia dukungan mungkin saja tidak mempunyai sesuatu yang dibutuhkan orang lain atau mungkin mengalami stress sehingga tidak memikirkan orang lain atau bisa saja tidak sadar akan kebutuhan orang lain.

c. Faktor komposisi dan Struktur Jaringan Sosial

Faktor komposisi dan struktur jaringan sosial merupakan hubungan yang dimiliki individu dengan orang-orang dalam keluarga dan lingkungan. Hubungan ini dapat bervariasi dalam ukuran (jumlah orang yang berhubungan dengan individu), frekuensi hubungan (seberapa sering individu bertemu dengan orang-orang), komposisi (orang-orang tersebut termasuk dalam keluarga, teman, atau rekan kerja), dan intimasi (kedekatan hubungan individu dan kepercayaan satu sama lain).

(21)

commit to user

D. Family Caregiver Pasien Skizofrenia 1. Pengertian Caregiver Skizofrenia

Orang dengan skizofrenia (ODS) dapat pulih untuk beberapa waktu lalu mengalami kekambuhan, ada juga yang dapat mempertahankan kesehatannya dalam fase remisi, namun pada beberapa orang gejala skizofrenia bertahan sepanjang hidup bahkan memburuk seiring waktu. Perubahan yang terjadi pada ODS mempunyai dampak bagi orang-orang yang ada disekitarnya. Orang yang ada disekitarnya biasanya harus memberikan perawatan lebih pada ODS jika dibandingkan dengan merawat orang normal. Orang yang merawat orang lain ini biasa disebut sebagaicaregiver.

Caregiver adalah individu yang secara umum merawat dan mendukung individu lain (pasien) dalam kehidupannya (Awad & Voruganti, 2008). Awad & Voruganti (2008) menambahkan bahwa caregiver adalah individu yang memberikan bantuan informal dan tidak dibayar kepada orang lain yang membutuhkan bantuan fisik dan emosional. Sukmarini (2009) menyatakan bahwa caregiver adalah seseorang yang memberikan bantuan kepada orang yang mengalami ketidakmampuan dan memerlukan bantuan karena penyakit dan keterbatasannya.

Caregiver menurut Kung (2003) mempunyai tugas sebagai emotional support, merawat pasien (memandikan, memakaikan baju, menyiapkan makan, mempersiapkan obat), mengatur keuangan, membuat

(22)

commit to user

keputusan tentang perawatan dan berkomunikasi dengan pelayanan kesehatan formal. Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa caregiver adalah individu yang memberikan bantuan, dukungan sosial, pengawasan, melatih, dan perlindungan kepada orang yang mempunyai suatu penyakit atau keterbatasan fisik yang membuat orang tersebut tidak mampu melakukan kegiatan rutin sehari-hari.

2. Beban Pada Caregiver Skizofrenia

Setiap caregiver saat merawat orang lain (ODS, orang dengan keterbatasan fisik, dan sebagaimya) mendapatkan beban tersendiri. Beban caregiver dibagi atas dua yaitu beban subjektif dan beban objektif. Beban subjektif caregiver adalah respon psikologis yang dialami caregiver sebagai akibat perannya dalam merawat klien dengan penyakit. Beban objektif caregiver yaitu masalah praktis yang dialami oleh caregiver, seperti masalah keuangan, gangguan pada kesehatan fisik, masalah dalam pekerjaan, dan aktivitas sosial (Sukmarini, 2009). Selain beban subjektif dan objektif terdapat beban psikologis pula. Beban psikologis yang dirasakan oleh caregiver antara lain rasa malu, marah, tegang, tertekan, lelah, dan tidak pasti (Louw Anneke, 2009). Beban tersebut kemudian memicu timbulnya dampak bagi caregiver.

Dampak dari beban yang didapatkan caregiver berbeda-beda. Dampaknya bisa muncul dalam kehidupan pribadi dan sosial caregiver. Beban dalam kehidupan pribadi bisa berwujud dari kurangnya uang dan terpakainya banyak waktu serta energi caregiver. Selain itu, tugas

(23)

commit to user

caregiver yang seringkali tidak menyenangkan dapat menyebabkan stres secara psikologis.

3. Family Caregiver Skizofrenia

Widyanti (2009) mengatakan bahwa jenis caregiver ada dua, yaitu caregiver formal dan caregiver informal. Caregiver formal adalah caregiver yang menerima bayaran untuk melakukan tugas-tugas seorang caregiver, misalnya perawat. Caregiver informal adalah caregiver yang menyediakan bantuan pada individu lain yang memiliki hubungan pribadi dengannya, seperti hubungan keluarga, teman, ataupun tetangga.

Sebuah keluarga yang salah satu anggotanya menderita skizofrenia maka keluarga tersebut secara drastis dapat menjadi terasing dari lingkungannya, diremehkan, dan menjadi bahan pergunjingan di masyarakat yang pada akhirnya sikap masyarakat terhadap keluarga tersebut akan berdampak pada status sosial ekonomi keluarga, sehingga terkadang ODS dikucilkan oleh keluarganya sendiri karena dianggap sebagai pembawa malapetaka (Saseno, dalam Nurhayati, 2008). McDonell dkk (dalam Nuraenah, 2012) menemukan bahwa beban keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan skizofrenia berhubungan dengan perawatan termasuk biaya pengobatan, tanggung jawab untuk mengawasi kondisi mental ODS, stigma sehubungan dengan mental ODS yang muncul dari interaksi dengan masyarakat, serta distress emosional akibat dari simtom skizofrenia.

(24)

commit to user

Caregiver yang utamanya adalah keluarga atau disebut family caregiver dituntut menggunakan sebagian besar waktunya untuk merawat dan memberikan dukungan sosial demi kondisi ODS yang lebih baik. Caregiver juga dihadapkan dengan stigma masyarakat mengenai ODS yang dapat berdampak pada timbulnya rasa malu hingga penarikan diri secara sosial, selain itu biaya perawatan yang tinggi serta perubahan peran dan tanggung jawab antar anggota keluarga menimbulkan dinamika perubahan tertentu dalam keluarga.

Schwartz dan Gidron (dalam Nainggolan dan Hidajat, 2013) mengatakan bahwa keluarga ODS merasakan beban (burden) yang berbeda dengan keluarga lain pada umumnya. Menurut Fausiah (dalam Nainggolan dan Hidajat, 2013), burden itu sendiri merupakan beban fisik dan mental yang dialami oleh family caregiver dari ODS. Keluarga merasakan beban yang sangat berat, namun demikian keluarga pada umumnya tetap menunjukkan rasa tanggung jawab, dukungan, dan kasih sayang yang besar terhadap anggota keluarga mereka yang ODS (Subandi, 2008).

(25)

commit to user

E. Hubungan Psychological Well-Being dan Dukungan Sosial terhadap Ekspresi Emosi Family Caregiver Pasien Skizofrenia

1. Hubungan Psychological Well-Being dengan Dukungan Sosial Family Caregiver Pasien Skizofrenia

Family caregiver pasien skizofrenia mempunyai tingkat kepuasan hidup yang tergantung kondisi sekitarnya, baik dari ODS atau pun orang-orang di lingkungannya. Tingkat kepuasan hidup ini menunjuk pada tinggi rendahnya angka psychological well-being. Salah satu faktor yang mempengaruhi angka psychological well-being adalah dukungan sosial. Sebuah penelitian menunjukkan hubungan dua arah antara dukungan sosial dengan psychological well-being. Penurunan tingkat dukungan sosial menyebabkan meningkatnya tekanan psikologis dan meningkatnya tekanan psikologis menyebabkan menurunnya psychological well-being (Matt & Dean, 1993 dalam Hong, Seltzer, dan Krauss, 2001). Robinson (1991) mengemukakan bahwa dukungan sosial dari orang-orang yang bermakna dalam kehidupan seseorang dapat memberikan peramalan akan well-being seseorang. Major, Zubek, Cooper, Cozarelli, dan Richard (dalam Delamater & Mayer, 2004) menyatakan bahwa persepsi seseorang mengenai dukungan positif yang berasal dari orang-orang terdekat berkaitan dengan kesejahteraan (well-being) yang lebih baik, maka dapat dikatakan bahwa persepsi seseorang terhadap dukungan sosial yang diterimanya berkaitan dengan bagaimana seseorang menampilkan usaha

(26)

commit to user

untuk mencapai kesempurnaan yang mewakili potensinya. Persepsi terhadap dukungan sosial adalah penilaian secara kognisi dan afeksi berdasarkan pengalaman bersama keluarga dan teman mengenai dukungan emosional, informasi, instrumental, dan penghargaan. Berdasarkan hal tersebut psychological well-being dan dukungan sosial adalah variabel yang sangat penting bagi family caregiverpasien skizofrenia.

2. Hubungan Psychological Well-Being dengan Ekspresi Emosi Family Caregiver Pasien Skizofrenia

Family caregiver pasien skizofrenia mempunyai tingkat kepuasan hidup yang tergantung kondisi sekitarnya, baik dari ODS atau pun orang-orang di lingkungannya. Tingkat kepuasan hidup ini ditunjukkan dengan tinggi atau rendah psychological well-being miliknya. Salah satu dari unsur kepribadian yang dianggap mempengaruhi psychological well-being adalah masalah emosi (De Lazzari, 2000). Hasil penelitian Gross dan John (2003) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan individual dalam pengalaman ekspresi emosi dan selanjutnya berdampak secara berbeda terhadap kebahagiaan. Pengalaman emosi berdampak signifikan terhadap psychological well-being. Apabila emosi negatif menurun dan emosi positif meningkat berdampak pada kepuasan hidup yang lebih besar. Hal ini didukung oleh pendapat Ryff, 1998 (dalam Gross & John, 2003) bahwa perbedaan individual dalam regulasi emosi berdampak pada kebahagiaan hidup. Psychological well-being ini dapat tercapai apabila seorang caregiver memiliki hubungan personal yang baik, interaksi sosial yang

(27)

commit to user

baik, kepuasan hidup, serta kemampuan untuk menyeimbangkan emosi negatif dan positif yang ada pada dirinya. Hal ini menjadi sulit tercapai karena pasien skizofrenia cenderung tidak realistis dan membuat ODS atau pun keluarganya mendapat isolasi dari lingkungan luar. Hal ini kemudian membuat family caregiver ODS menjadi tidak puas dengan kondisinya. Rasa tidak puas ini yang membuat psychological well-being menjadi rendah. Jadi jika seorang family caregiver pasien skizofrenia bisa mencapai psychological well-being maka tingkat ekspresi emosi dirinya akan menjadi rendah.

3. Hubungan Dukungan Sosial dengan Ekspresi Emosi Family Caregiver Pasien Skizofrenia

Sheridan dan Radmacker (1992) menyebutkan bahwa adanya dukungan sosial dapat membuat individu menyadari bahwa ada lingkungan terdekat individu yaitu keluarga yang siap membantu individu dalam menghadapi tekanan. Dukungan sosial yang diberikan oleh keluarga dapat berupa dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan alat, dan dukungan informatif (Adicondro & Purnamasari, 2011).

Dukungan emosional yang diberikan oleh keluarga seperti rasa empati, selalu ada mendampingi individu ketika mengalami permasalahan, dan keluarga menyediakan suasana yang hangat di keluarga dapat membuat individu merasa diperhatikan, nyaman, diperdulikan dan dicintai oleh keluarga sehingga individu akan lebih mampu menghadapi masalah dengan lebih baik. Dukungan emosional ini mempengaruhi tinggi

(28)

commit to user

rendahnya ekspresi emosi keluarga yang merawat ODS. Dukungan yang baik dari lingkungan sekitar akan membuat family caregiver skizofrenia merasa mendapatkan penghargaan dari lingkungan sekitarnya. Sari, Johnson, dan Johnson (dalam Ermayanti & Abdullah, 2011) menyebutkan bahwa dengan adanya penghargaan yang positif dari keluarga akan membantu individu untuk meningkatkan rasa percaya dirinya.

Dukungan sosial yang diberikan pada family caregiver ODS dapat berfungsi sebagai strategi preventif untuk mengurangi stres dan konsekuensi negatifnya. Uchino menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau ketersedian bantuan kepada seseorang dari orang lain atau suatu kelompok (dalam Sarafino, 2011). Family caregiver selain bertugas untuk merawat dan memberikan dukungan pada ODS, mereka juga membutuhkan dukungan dan bantuan dari orang lain baik berupa material atau psikologis. Dukungan dan bantuan ini akan membuat family caregiver lebih nyaman dalam merawat ODS sehingga kondisi emosi family caregiverjuga stabil.

Menurut Cobb, dkk. (dalam Sarafino, 1998) sumber utama dukungan sosial adalah dukungan yang berasal dari anggota keluarga, teman dekat, rekan kerja, saudara, dan tetangga. Sari, Johnson, dan Johnson (dalam Ermayanti & Abdullah, 2011) menyebutkan bahwa dengan adanya penghargaan yang positif dari keluarga akan membantu individu untuk meningkatkan rasa percaya dirinya. Hal ini sama dengan family caregiver ODS yang membutuhkan dukungan sosial dari orang-orang di lingkungan

(29)

commit to user

tempat tinggal mereka untuk mendapatkan kenyamanan dan hal itu dapat membantu menstabilkan emosi mereka agar tercapai angka ekspresi emosi yang rendah. Dukungan sosial ini terkadang sulit didapatkan oleh family caregiver pasien skizofrenia karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gangguan mental skizofrenia dan mereka cenderung takut didekati oleh ODS atau pun keluarganya.

4. Hubungan Psychological Well-Being dan Dukungan Sosial Terhadap Ekspresi Emosi Family Caregiver Pasien Skizofrenia

Bagi family caregiver pasien skizofrenia tingkat psychological well-being dan dukungan sosial sangat penting pengaruhnya pada ekspresi emosi yang bisa memicu kekambuhan pasien yang mereka rawat. Hasil penelitian Gross dan John (2003) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan individual dalam pengalaman ekspresi emosi dan selanjutnya berdampak secara berbeda terhadap kebahagiaan (well-being). Sheridan dan Radmacker (1992) menyebutkan bahwa adanya dukungan sosial dapat membuat individu menyadari bahwa ada lingkungan terdekat individu yaitu keluarga yang siap membantu individu dalam menghadapi tekanan. Ekspresi emosi dapat muncul karena beratnya beban yang ditanggung oleh family caregiver. Beban tersebut berupa beban subjektif dan beban objektif. Beban subjektif dan objektif ini dapat berkurang dengan adanya dukungan sosial dari orang-orang disekitarnya. Apabila beban ini telah berkurang maka akan tercapai kesejahteraan psikologis. Berdasarkan hal

(30)

commit to user

tersebut maka ekspresi emosi family caregiver pasien skizofrenia akan turun dan kemungkinan kambuh pasien akan semakin berkurang.

(31)

commit to user

F. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan kajian teori yang sudah dikemukakan di atas, maka dapat disusun kerangka berpikir sebagai berikut:

Gambar 1.Kerangka Berpikir Family caregiver pasien

skizofrenia

Beban objektif dan beban subjektif Kurangnya pengetahuan tentang penyakit skizofrenia

Tidak terjalin hubungan baik antara family caregiver dan pasien skizofrenia

Ekspresi emosi tinggi

Ekspresi emosi rendah

1. Tingginya dukungan sosial dari warga masyarakat untuk family caregiverpasien skizofrenia. 2. Tercapianya kesejahteraan

psikologis dari family caregiver pasien skizofrenia

(32)

commit to user G. Hipotesis

Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

1. Ada hubungan antara psychological well-being dan dukungan sosial dengan ekspresi emosi family caregiver pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.

2. Ada hubungan antara psychological well-being dengan ekspresi emosi family caregiver pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.

3. Ada hubungan antara dukungan sosial dengan ekspresi emosi family caregiver pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Berpikir Family caregiver pasien

Referensi

Dokumen terkait

penyelenggaran pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembinaan personel. Oleh karena itu.. penyelenggaraan pendidikan harus senantiasa dikaitkan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak pemberian suara belalang “kecek” (Orthoptera) frekuensi 3000 Hz pada pembibitan jati (Tectona grandis)

Tesis yang berjudul : Pengaruh Pemberian Jus Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) Terhadap Profil Lipid Tikus Putih (Rattus norvegicus) Model Hiperlipidemia”

Masih banyak umat Islam yang tidak paham dengan Islam -nya, tapi sangat loyal dengan ulama su‘ (jahad), bahkan walaupun mereka tidak tahu bahwa kiai seperti

miskin sebagai perwujudan akses terhadap keadilan.Bantuan hukum yang dimaksud dalam UU Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum yaitu lembaga

Kesimpulan saya: kemungkinan besar bawha tape (yang tidak pernah muncul!) dan teks itu yang diberikan pada Rudhito, suatu pelancungan, pemalsuan. Maksudnya dan akibatnya:

Sifat fisik karbon aktif yang dihasilkan tergantung pada kekuatan daya tarik molekul penjerap maka terjadi proses adsorpsi dari bahan yang digunakan, misalnya,

Den tiltakende underlig- gende veksten i norsk økonomi de siste 15 årene avviker fra utviklingen i mange andre OECD-land.. Den underlig- gende BNP-veksten for OECD-området samlet