BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Implementasi Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tol Di Wilayah Madyopuro Kedung Kandang
Sebagaimana telah penulis uraikan pada rumusan masalah dalam Bab I, bahwa yang menjadi permasalahan pertama dalam penulisan ini adalah mengenai implementasi pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol di wilayah kedung kandang kota Malang.
Dalam melakukan penelitian terhadap pengadaan tanah untuk pembangunan jalan Tol Pandaan-Malang ini, penulis memilih lokasi di Wilayah Kecamatan Kedung Kandang Kelurahan Madyopuro Kota Malang. Hal ini dikarenakan Wilayah kedung kandang ini merupakan bagian dari pembangunan jalan Tol Pandaan-Malang yaitu sebagai pintu keluar dan pintu masuk Tol.
A.1. Objek Dan Subjek Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tol Di Wilayah Madyopuro Kedung Kandang
Objek dalam penelitian ini adalah pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol. Tanah yang dimaksud terletak di wilayah kecamatan kedung kandang kota malang, yang mana tanah tersebut keseluruhan merupakan tanah masyarakat yang tinggal di sekitar Jl. Ki Ageng Gribig.
Sedangkan yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah masyarakat di sekitar Jl. Ki Ageng Gribig kelurahan Madyopuro kecamatan kedung kandang kota malang dan panitia pelaksana pengadaan
tanah. Masyarakat di sekitar Jl. Ki Ageng Gribig kecamatan kedung kandang kota malang tersebut merupakan para pemilik tanah dan pihak yang berhubungan langsung dengan obyek penelitian ini yaitu mengenai pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol.
Panitia Pelaksana Pengadaan Tanah juga merupakan pihak yang berhubungan langsung dengan pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol di wilayah kedung kandang malang. Panitia pelaksana pengadaan tanah ini merupakan tim yang dibentuk oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Malang.
Pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol di wilayah kedung kandang tersebut membutuhkan luas tanah sebesar 148.553 m2 dan 212 bidang tanah, hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Narasumber Ibu Heny Susilawati selaku Kasubsi Pengaturan Tanah Pemerintah BPN Kota Malang pada saat wawancara pada tanggal 13 Desember 2016 di Kantor BPN Kota Malang, menurut Ibu Heny luas tanah yang diperlukan dalam pembangunan jalan tol di wilayah kedung kandang kota malang ini yaitu :
“Dalam Pengadaan Tanah untuk pembangunan jalan tol ini, tanah yang diperlukan untuk pembangunan jalan tol ini memerlukan luas tanah sebesar 148.553 M2 (seratus empat puluh delapan ribu lima ratus lima puluh tiga meter persegi), kemudian untuk total bidang tanah yang dibebaskan sebanyak 212 bidang tanah, dan dari 212 bidang tanah tersebut yang belum dibebaskan tanahnya berjumlah 63 bidang tanah/30% dari total keseluruhan tanah yang diperlukan.”32
32 Wawancara dengan Heny Susilowati,SH,M.Hum,Kasubsi Pengaturan Tanah Pemerintah BPN
Dalam pembangunan jalan tol Pandaan-Malang khususnya yang penulis teliti yakni di wilayah Kedung Kandang ini sumber pendanaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 52 ayat (1) UU No 2 tahun 2012.
A.2. Tujuan Pembangunan Jalan Tol di wilayah Madyopuro Kedung Kandang Malang
Menurut narasumber ibu Heny Susilawati selaku Kasubsi Pengaturan Tanah Pemerintah, bahwa tujuan dari adanya pembangunan jalan tol pandaaan-malang ini adalah:
“Tujuannya adalah, dengan adanya pembangunan infrastruktur (dalam hal ini pembangunan jalan tol tersebut maka hal tersebut dapat meningkatkan perekonomian, kesejahteraan dan kemakmuran bangsa dan negara, selain itu tujuan nya juga dapat meminimalisir waktu tempuh antara malang-surabaya yang selama ini berkisar antara 3-4 jam, dengan adanya tol ini maka waktu tempuh malang-surabaya hanya dalam waktu 1,5 jam saja”
Apa yang disampaikan narasumber diatas, menurut penulis sudah sejalan dengan maksud dan tujuan sebagaimana yang diatur didalam Pasal 3 Undang-Undang No. 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang berbunyi :
“Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak”.
Hal tersebut juga sejalan dengan Asas Kemanfaatan, yaitu hasil pengadaan tanah mampu memberikan manfaat secara luas bagi kepentingan masyarakat bangsa dan negara. Selain asas kemanfaatan
tersebut, tujuan pembangunan jalan tol ini juga sejalan dengan Asas Kesejahteraan, yaitu pengadaan tanah untuk pembangunan dapat memberikan nilai tambah bagi kelangsungan kehidupan pihak yang berhak dan masyarakat secara luas.
Menurut penulis, pembangunan jalan tol pandaan-malang ini jika diakitkan dengan kedua asas diatas dapat disimpulkan bahwa pembangunan jalan tol ini sangat memberikan manfaat khususnya untuk masyarakat kota malang dan umumnya untuk masyarakat diluar kota malang. Menurut penulis yang menjadi manfaat utama dalam pembangunan jalan tol ini adalah untuk mengurangi kemacetan yang begitu parah jika ingin berpergian keluar kota malang maupun ketika hendak memasuki kota malang, sehingga pada dasarnya tujuan dari pembangunan jalan tol pandaang-malang yang dalam hal ini melintasi daerah kedung kandang kota malang sangatlah bermanfaat dan sesuai dengan apa yang diamanatkan didalam ketentuan perundang-undangan.
A.3. Kesesuaian Antara Rencana Pembangunan Jalan Tol Pandaan-Malang Dengan Peraturan Daerah Kota Pandaan-Malang No 4 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2010-2030 Dan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Tahun 2011 - 2031
Dalam rencana pembangunan jalan tol Pandaan-Malang ini, adapun rencana pembangunan nya akan melewati beberapa wilayah
sebagaimana gambar/skema yang penulis paparkan dibawah ini
Sumber :http://gambar-rumah.com/attachments/malang/2067894d1420499889-rumah-kedungkandang-malang-tol-malang-pandaan.jpg
Berdasarkan gambar/skema diatas, jika ditinjau dari Perda Kota Malang dan Perda Provinsi Jawa Timur, maka pada dasarnya rencana pembangunan jalan tol tersebut sudah sesuai dengan rencana tata ruang baik berdasarkan Perda Provinsi maupun Perda Wilayah Kota Malang, artinya tidak ada pelanggaran dengan rencana tata ruang wilayah kota malang. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 26 Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Tahun 2011 - 2031
(1) Jalan bebas hambatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) yang sudah ada terdiri atas:
(2) Rencana pengembangan jalan bebas hambatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) meliputi:
a. jalan bebas hambatan antarkota terdiri atas: 1) Mantingan–Ngawi; 2) Ngawi–Kertosono; 3) Kertosono–Mojokerto; 4) Mojokerto–Surabaya; 5) Gempol–Pandaan; 6) Pandaan–Malang; 7) Gempol–Pasuruan; 8) Pasuruan–Probolinggo; 9) Probolinggo–Banyuwangi; 10) Gresik–Tuban; 11) Demak–Tuban; 12) Porong–Gempol; dan
13) Surabaya-Suramadu-Tanjung Bulupandan.
Jika ditinjau dari bunyi Pasal 26 Perda Provinsi Jawa Timur tersebut, dapatlah dikatakan bahwa Pembangunan jalan Tol Pandaan-Malang ini sudah diatur dalam Rencana Tata Ruang sebagaimana diatur dalam Perda Provinsi Jawa Timur tersebut. Akan tetapi untuk lintasan jalur nya tidak diatur secara jelas akan melintasi daerah mana saja nantinya jalan Tol tersebut, Pasal 26 Perda Provinsi Jawa Timur tersebut hanya mengatur rencana akan pembangunan jalan Tol Pandaan-Malang saja, tidak mengatur mengenai lintasan jalur untuk pembangunannya. Khususnya untuk di daerah kota Malang, juga tidak diatur daerah mana saja nantinya yang akan dilintasi pembangunan Tol Pandaan-Malang tersebut.
Selain itu pembangunan jalan Tol Pandaan-Malang yang dalam hal ini melintasi Jalan Ki Ageng Gribik, Kecamatan Kedung Kandang, Kelurahan Madyopuro, Kota Malang ini, juga tidak diatur dalam Rencana Tata Ruang Kota Malang.
Namun didalam Penjelasan Umum Pasal 23 ayat 1 huruf f Perda Kota Malang Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2010 – 2030 sedikit dijelaskan bahwa akan ada perbaikan jalan yang tujuannya untuk mengantisipasi pembangunan jalan tol pandaan-malang, sebagaimana dijelaskan berikut:
“Penyemiran dilakukan dengan menutup lubang-lubang atau memperbaiki retak-retak serta pengelupasan perkerasan yang terdapat pada badan jalan. Sedangkan peningkatan fungsi jalan
disesuaikan dengan persyaratan jalan untuk fungsi arteri sekunder dan untuk mengantisipasi pembangunan jalan tol Pandaan-Malang”.
Jadi pada dasarnya rencana pembangunan jalan Tol Pandaan-Malang Di Wiliayah Kedung Kandang ini menurut penulis tidaklah bertentangan dengan Rencana Tata Ruang Daerah Provnsi Jawa Timur sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Tahun 2011– 2031 hanya saja tidak diatur secara terperinci akan melintasi daerah mana saja pembangunan jalan Tol Pandaan-Malang. Tetapi untuk Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang sebagaimana diatur dalam Perda Kota Malang No. 4 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2010-2030 hal ini bertentangan karena tidak mengatur secara jelas didalam Perda Kota Malang bahwa nantinya di Kota Malang akan ada Pembangunan Jalan Tol khususnya didaerah Kecamatan Kedungkandang Kelurahan Madyopuro Kota Malang.
A.4. Tahapan Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tol Di Wilayah Madyopuro Kedung Kandang Kota Malang
Dalam penagadaan tanah untuk pembangunan jalan Tol di Wilayah Madyopuro Kedung Kandang Kota malang ini seluruh tahapannya sudah dilaksanakan, hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Ibu Heny Susilawati S.H., M.Hum selaku Kasubsi Pengaturan Tanah Pemerintah di Badan Pertanahan Nasional Kota Malang pada saat wawancara sebagaimana berikut:
“Tahapan pelaksanaan pengadaan tanah untuk jalan tol di kedung kandang ini meliputi inventarisasi dan identifikasi, penilaian ganti kerugian, musyawarah penetapan ganti kerugian, pemberian ganti kerugian dan pelepasan tanah oleh pemilik tanah yang sudah setuju dibebaskan tanahnya untuk pembanguna jalan tol. Sehingga hal ini sudah sesuai dengan apa yang diatur dalam UU 2 tahun 2012 jo Perpres 71 tahun 2012, sehingga tidak ada penyimpangan dalam pengadaan tanah untuk jalan tol tersebut”33
Adapun tahapan yang telah dilaksanakan beberapa kali dalam Pengadaan Tanah untuk pembangunan jalan tol di wilayah Kedung Kandang adalah sebagai berikut:
a) Tanggal 23 April 2014 yaitu dilakukan Rapat Sosialisai pelaksananaan pengadaan tanah dan bangunan bagi pembangunan tol di Balai Kelurahan Madyopuro
b) Tanggal 17 September 2015 Sosialisasi Kegiatan Pelaksanaan Pengadaan Tanah kepada masyarakat dengan mengumumkan secara lisan rencana dan time schedule program pelaksanaan pembebasan lahan utnuk pembangunan jalan tol, pandaan-malang.
c) Tanggal 28 September 2015: Pengumuman Tahap Inventarisasi d) Tanggal 2 Oktober 2015 : Pengumuman Tahap II Identifikasi e) Tanggal 29 Oktober 2015 : Penetapan daftar nominatif (final)
masyarakat yang terkena pengadaan tanah
f) Tanggal 23 November 2015 undangan musyawarah penetapan ganti kerugian.
g) Tanggal 7 Desember 2015 penyampaian tanah sisa yang disetujui dan menjelaskan kembali kepada warga yang belum setuju atau tidak tentang mekanisme ganti rugi.
h) Tanggal 7 Januari 2016 penyampaian hasil revisi dari penilai publik kepada warga dan sekaligus merupakan musyawarah ganti kerugian.34
Berdasarkan keterangan narasumber dan data diatas, maka apabila dikaitkan dengan ketentuan UU No. 2 Tahun 2012 Pasal 27 ayat (2), bahwa mengenai pelaksanaan pengadaan tanah meliputi:
33 ibid
a) Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah
b) Penilaian ganti kerugian
c) Musyawarah penetapan ganti kerugian d) Pemberian ganti kerugian dan
e) Pelepasan tanah instansi
Pelaksanaan sosialisasi itu juga diakui oleh masyarakat pemilik tanah, hal ini sesuai dengan keterangan Ibu Nova Indraningrum pada saat wawancara pada tanggal 13 Desember, yang menyatakan bahwa sebelumnya telah dilaksanakan sosialisasi oleh BPN. Selain sosialisasi, telah juga dilaksanakan pengukuran luas tanah dan bangunan oleh BPN dan juga telah dilakukan beberapa kali pertemuan antara pemilik tanah dan panitia pelaksana pengadaan tanah di aula kelurahan madyopuro, selain itu juga telah diadakan musyawarah tetapi musyawarah tersebut bersifat mengitimidasi. Pelaksanaan pemberian ganti kerugian dilakukan bersamaan dengan pelepasan hak atas tanah, dengan adanya pelepasan hak atas tanah tersebut, maka hapuslah secara otomatis hak milik atas tanah yang dimiliki oleh warga pemilik tanah di wilayah madyopuro kedungkandang dan beralih kepada pihak yang memerlukan tanah yaitu panitia pelaksana pengadaan tanah.
Sebagaimana telah diuraikan diatas, maka jika dikaitkan antara keterangan narasumber, kutipan data dan keterangan dari Ibu Nova Indraningrum sebagai pemilik tanah, maka menurut penulis pengadaan
tanah untuk pembangunan jalan di wilayah kedung kandang kota malang ini pada dasarnya sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku yaitu sebagaimana ketentuan dalam UU No. 2 Tahun 2012 jo Perpres 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, namun terdapat permasalahan dalam pelaksanaan musyawarahnya yaitu perbedaan pendapat mengenai makna musyawarah, dari pihak pemilik tanah musyawarah tersebut diartikan sebagai tawar menawar mengenai ganti kerugian, sedangkan BPN mengartikan musyawarah tersebut adalah bentuk penyampaian ganti kerugian dari hasil penilaian tim penilai.
B.Analisis Terhadap Dasar Gugatan Nomor 92/Pdt.G/2016/PN.MLG
Sebagaimana telah diuraikan diatas, bahwa yang menjadi kendala dari pembangunan jalan tol pandaan-malang di wilayah kedung kandang kota malang ini dikarenakan ada pihak yang tidak setuju. Adapun yang menjadi ketidak setujuan tersebut ialah mengenai nilai ganti kerugian yang dianggap tidak layak, sehingga pihak yang tidak setuju tersebut tidak mau membebaskan tanahnya.
Adapun yang menjadi dasar Adanya Gugatan Dari Masyarakat Pemilik Tanah Terhadap Panitia Pelaksana Pengadaan Tanah ialah:
1. Tidak ada Musyawarah 2. Ganti Rugi tidak layak
Hal ini juga sesuai dengan hasil wawancara yang penulis dapatkan dari keterangan narasumber yang tidak setuju tersebut. Berikut hasil wawancara
penulis bersama beberapa Narasumber yang keberatan dengan nilai ganti kerugian yang diberikan oleh pemerintah.
Berdasarkan wawancara dengan Ibu Nova Indraningrum S.Pd., Warga Jl. Ki Ageng Gribig No. 06 RT. 06 RW. 02 Kelurahan Madyopuro, Kec. Kedung Kandang, Kota Malang, Ibu Nova menjelaskan alasannya mengajukan Gugatan dikarenakan menurut ibu Nova Indra Ningrum, bahwa dalam pengadaan tanah ini tidak ada musyawarah yang dilakukan oleh panitia pelaksana pengadaan tanah kepada warga pemilik tanah, tetapi hanya dilaksanakan sosialisasi saja dan itu pun bersifat mengintimidasi para warga. Semua hak atas tanah ganti kerugiannya dipukul sama rata, tidak ada perbedaan klasifikasi baik yang dipinggir jalan maupun yang didalam gang, sehingga pihaknya berkeberatan jika tanahnya hanya ditaksir sebesar Rp. 3.900.000.-/m2, menurutnya nilai ganti rugi yang pantas untuk tanahnya sebesar Rp. 25.000.000.-/m2, hal ini dikarenakan lahan tersebut merupakan lahan yang produktif, fasilitas yang terjangkau dari segala kepentingan misalnya dekat dengan angkot, dekat dengan sekolah, fasilitas umum seperti pasar, dekat dengan keramaian kota dan dekat dengan bandara Abd Saleh. Sehingga atas dasar alasan itu lah pihaknya mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Kota Malang.35
Selanjutnya berdasarkan keterangan Ibu Subiati/Arruman Warga Jl. Ki Ageng Gribig No. 07 RT. 06 RW. 02 Kelurahan Madyopuro, Kec. Kedung Kandang, Kota Malang, juga dijelaskan alasannya Mengajukan Gugatan dikarenakan dalam ganti kerugian atas pengadaan tanah untuk pembangunan
35 Wawancara dengan Nova Indraningrum,S.Pd, Pemilik Tanah Yang Tidak Setuju, Malang,12
jalan tol ini tidak cocok atau tidak adil, hal ini dikarenakan lokasi tanah dan bangunan yang dimilikinya berada dipinggir jalan dan digunakan sebagai tempat usaha yang telah berjalan secara turun temurun. Menurut Ibu Subiati, bahwa rumahnya ditaksir dengan ganti kerugian sebesar Rp. 550.000.000.- (lima ratus lima puluh juta rupiah) dan warung nya Rp. 450.000.000.- (empat ratus lima puluh juta rupiah), sehingga total keseluruhan Rp. 1.000.000.000.- (satu milyar rupiah). Nilai ganti rugi tersebut menurut ibu Subiati tidak layak, karena untuk membeli rumah dan mendirikan warung dipinggir jalan raya untuk saat ini membutuhkan dana diatas satu milyar. Sehingga atas alasan tersebut pihak nya berkeberatan dan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Kota Malang.36
Kemudian berdasarkan keterangan Ibu Kartini Warga Jl. Ki Ageng Gribig No. 04 RT. 06 RW. 02 Kelurahan Madyopuro, Kec. Kedung Kandang, Kota Malang juga dijelaskan alasannya Mengajukan Gugatan dikarenakan dalam pengadaan tanah tidak ada musyawarah dari pihak pemerintah, pertemuan hanya seperti siasat, hanya sekedar sosialisasi dan warga selalu diintimidasi. Sedangkan warga ingin adanya duduk bersama bermusyawarah mengenai ganti kerugian seperti halnya tawar menawar. Menurut ibu Kartini, ganti rugi yang diberikan oleh pemerintah tidak layak, menurutnya nilai ganti kerugian tersebut adalah sebesar Rp. 25.000.000.-/m2. 37
36 Wawancara dengan Subiati/Aruman, Pemilik Tanah Yang Tidak Setuju, Malang,12 Desember
2016.
Berdasarkan hasil wawancara sebagaimana disampaikan oleh ketiga narasumber diatas, penulis menyimpulkan bahwa yang menjadi permasalahan hingga terjadi gugatan dari pihak yang tidak setuju itu adalah mengenai nilai ganti kerugian dan disamping itu menurut ketiga narasumber tersebut pihak pemerintah tidak pernah melakukan musyawarah.
Hal ini berbanding terbalik dengan apa yang disampaikan oleh narasumber yang sudah membebaskan tanahnya untuk digunakan sebagai pembangunan jalan tol sebagaimana disampaikan berikut:
Berdasarkan keterangan Bapak Purwanto Warga Jl. Ki Ageng Gribig RT. 07 RW. 02 Kelurahan Madyopuro, Kec. Kedung Kandang, Kota Malang, menjelaskan alasannya Setuju Membebaskan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tol hal ini karena pada dasarnya pihaknya setuju dikarenakan dalam pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol ini sudah sesuai dengan peraturan yang ada. Kemudian pihak panitia pelaksana pengadaan tanah sudah melaksanakan pemberitahuan, sosialisasi, dan musyawarah. Menurut bapak Purwanto, sebagai warga negara yang baik, dirinya haruslah mendukung pembangunan jalan tol tersebut hal ini dikarenakan pembangunan tol tersebut untuk kepentingan umum/kepentingan masyarakat banyak, bukanlah kepentingan individu semata. Luas tanah yang dimiliki bapak purwanto adalah 78 m2, adapun ganti rugi yang diterima oleh bapak Purwanto sebesar Rp. 614.000.000.- (enam ratus empat belas juta rupiah) atau sebesar Rp. 3.900.000.00/m2, menurut bapak Purwanto harga tanah tersebut sudah sangat wajar dikarenakan nilai tersebut sudah diatas NJOP (Nilai Jual Objek Pajak)
Kota Malang yang hanya sebesar Rp. 1.800.000.-/m2. Peralihan hak atas tanah sudah dilakukan bersamaan dengan penyerahan ganti kerugian yang diberikan dalam bentuk uang tunai.38
Keterangan yang sama juga disampaikan oleh Bapak Juwadi Warga Jl. Ki Ageng Gribig RT. 07 RW. 02 Kelurahan Madyopuro, Kec. Kedung Kandang, Kota Malang, yang mana memberikan alasan Setuju Membebaskan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tol karena menurut bapak Juwadi, ini merupakan program pemerintah, sebagai warga negara yang baik, haruslah mengikuti dan mendukung pembangunan jalan tol tersebu, hal ini dikarenakan untuk kepentingan umum bukanlah untuk perusahaan swasta. Nilai ganti kerugian yang diterima bapak Juwadi adalah sebesar Rp. 670.000.000.00 (enam ratus tujuh puluh juta rupiah) atau untuk tanahnya saja sebesar Rp. 3.900.000.00/m2, nilai tersebut sudah meliputi ganti kerugian tanah dan bangunannya, kemudian masih ada uang tunggu, uang bensin dan uang bangunan rumah yang diterima bapak Juwadi juga masih boleh ditempati sampai ada pembongkaran/proyek pembangunan. Menurut bapak Juwadi, dalam musyawarah tersebut tidak ada tawar menawar, akan tetapi harga yang dinilai lebih tinggi diatas NJOP, sehingga tidak merugikan sama sekali. 39 Sebagaimana yang dijelaskan oleh narasumber yaitu Bapak Purwanto dan Bapak Juwadi pada saat wawancara pada tanggal 12 Desember 2016, dapatlah kita ketahui bahwa mereka sangat mendukung adanya pembangunan jalan tol di wilayah madyopuro
38 Wawancara dengan Purwanto, Pemilik Tanah Yang Sudah Setuju, Malang,12 Desember 2016. 39 Wawancara dengan Juwadi, Pemilik Tanah Yang Sudah Setuju, Malang,12 Desember 2016.
kedungkandang, baik narasumber Bapak Purwanto maupun Bapak Juwandi sama-sama memiliki kesadaran bahwa tanah yang mereka miliki memiliki fungsi sosial yang berarti bahwa pemilikan tanah tidak pernah mutlak karena fungsi sosial atas tanah sangat penting.40
Berdasarkan keterangan yang penulis dapat dari narasumber yang setuju terhadap pembangunan jalan tol sebagaimana dimaksud diatas, menurut penulis terdapat perbedaan yang sangat jauh, padahal nilai ganti kerugian yang diberikan kepada pihak yang setuju dengan pembangunan jalan tol tidaklah jauh berbeda dengan nilai ganti kerugian yang diberikan kepada pihak yang tidak setuju. Hal ini menunjukkan bahwa pihak yang tidak setuju terhadap pembangunan tol di madyopuro kedungkandang kurang memahami atau bahkan tidak mengerti makna fungsi sosial atas tanah.
Menurut penulis, apa yang dijadikan alasan oleh pihak yang tidak setuju dengan ganti kerugian yang diberikan pemerintah, hal ini dikarenakan adanya perbedaan pendapat mengenai pengertian musyawarah.
Adapun pengertian Musyawarah ialah :
1. MenurutPasal 34 ayat (3) Undang-undang 2 Tahun 2012
“Bahwa yang dimaksud musyawarah adalah penyampaian nilai ganti kerugian oleh pihak pertanahan dalam hal ini panitia pelaksana pengadaan tanah berdasarkan hasil penilaian tim penilai kepada masyarakat”.
40 Adrian Sutedi, Loc.Cit.
2. Menurut Panitia Pelaksana pengadaan Tanah
“Bahwa musyawarah adalah penyampaian nilai ganti kerugian oleh pihak pertanahan dalam hal ini panitia pelaksana pengadaan tanah berdasarkan hasil penilaian tim penilai kepada masyarakat, sebagaimana yang tercantum dalam pasal 34 ayat (3) UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum”.
3. Menurut Pemilik Tanah / Pihak Yang Tidak Setuju
“Bahwa musyawarah adalah sebagai suatu cara dengan duduk bersama antara pemilik tanah dengan pihak yang membutuhkan tanah untuk membicarakan permasalahan ganti kerugian tersebut dalam bentuk tawar menawar”.
Selanjutnya, menurut penulis berdasarkan wawancara yang telah dilakukan baik kepada pemilik tanah yang sudah membebaskan tanahnya dan maupun wawancara kepada ibu Heny selaku panitia pelaksana pengadaan tanah bahwa mengenai ganti kerugian tersebut sudah lah memperhatikan harga pasaran tanah, dan bahkan diatas NJOP.
Sehingga menurut penulis, pihak yang tidak setuju/pihak yang belum membebaskan tanahnya tersebut hanya mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, seperti yang diuraikan diatas bahwa pihak yang tidak setuju dengan nilai ganti kerugian tersebut meminta ganti kerugian sebesar 25 juta rupiah/m2, padahal nilai yang diganti kerugian tersebut tidak
hanya tanah saja, akan tetapi jika mengacu pada ketentuan Pasal 33 UU No 2 Tahun 2012 bahwa penilaian ganti kerugian tersebut meliputi tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, kerugian lain yang dapat dinilai.
Menurut penulis, jika tanahnya saja sudah minta diganti sebesar 25 juta rupiah/m2, bagaimana dengan nilai ganti kerugian yang lain seperti ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, sehingga menurut penulis nilai ganti kerugian yang dimintakan oleh pihak yang tidak setuju tersebut sangatlah tidak wajar karena berpotensi merugikan APBN sebagai sumber pendanaan dalam pembangunan jalan tol tersebut.
Kemudian disini penulis melihat, bahwa pihak yang tidak setuju tersebut kurang memahami makna dari musyawarah, disini pihak yang tidak setuju memaknai bahwa musyawarah tersebut sebagai suatu cara untuk duduk bersama membicarakan permasalahan tersebut dalam bentuk tawar menawar, padahal jika mengacu pada ketentuan Pasal 34 ayat (3) UU No. 2 Tahun 2012 bahwa yang dimaksud musyawarah disini adalah penyampaian nilai ganti kerugian oleh pihak pertanahan dalam hal ini panitia pelaksana pengadaan tanah berdasarkan hasil penilaian tim penilai kepada masyarakat, sehingga kekeliruan pemahaman terhadap makna musyawarah disini menurut penulis juga menjadi permasalahan.
Kemudian disamping kurangnya pemahaman pihak yang tidak setuju terhadap makna musyawarah, menurut penulis pihak yang tidak
setuju tersebut juga kurang memahami mengenai makna ganti kerugian yang layak. Pihak yang tidak setuju tersebut menurut penulis hanya mengukur kata layak tersebut dengan nilai ganti kerugian yang sangat besar yaitu sebesar 25 juta rupiah/m2 tersebut, padahal ukuran layak bukanlah itu akan tetapi di dalam pengadaan tanah untuk pembangunan ukuran layak tersebut adalah sebagaimana yang sudah ditentukan dalam Standar Penilaian Indonesia (SPI).
Menurut SPI, harga itu rumusnya adalah x + nilai penggantian wajar, yang terdiri dari 2 komponen yaitu fisik dan non fisik. Fisik artinya terhadap apa yang kita lihat dan apa yang kita rasakan, sedangkan non fisik artinya hal-hal yang terjadi diluar fisik misalnya kerugian karena kehilangan usaha atau pekerjaan, biaya pemindahan tempat, biaya alih profesi dan nilai atas profesi sisa.
Sehingga menurut penulis, ganti kerugian yang layak disini sudah ditentukan berdasarkan SPI tersebut, bukanlah dikehendaki dengan tujuan untuk menentukan semaunya nilai ganti kerugian tersebut guna mencapai keuntungan yang besar.
Jadi pada dasarnya yang menjadi dasar adanya gugatan terhadap panitia pelaksana pengadaan tanah oleh pihak yang tidak setuju tersebut adalah dikarenakan adanya permintaan ganti kerugian yang tidak dapat tercapai, hal ini dikarenakan nilai ganti kerugian yang dimintakan oleh pihak yang tidak setuju tersebut sangat tidak wajar.
C.Putusan Pengadilan Negeri Malang Dalam Memutus Perkara mengenai Pengadaan Tanah Di Wilayah Kedung Kandang
Sebagaimana telah penulis uraikan diatas, bahwa dalam pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol di kecamatan kedungkandang kota malang ini terdapat gugatan dari pihak yang tidak setuju terhadap pemerintah ke pengadilan negeri kota malang, adapun alasannya karena nilai ganti kerugian yang diberikan pemerintah dianggap terlalu kecil.
Mengenai penyelesaian sengketa tentang bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian dalam kasus pengadaan tanah pihak yang keberatan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri setempat dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah musyawarah penetapan ganti kerugian, hal ini sebagaimana diatur didalam Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2012.
Bahwa berkaitan dengan kasus ini, putusan Pengadilan Negeri Malang hanya membahas hukum acaranya saja menyangkut hukum formil yaitu mengenai jangka waktu yang telah melewati batas 14 hari pegajuan keberatan sudah melewati batas waktu yang ditentukan sehingga tidak diterima, akan tetapi putusan ini mempunyai kelebihan karena tetap mempertimbangkan hal-hal yang dituntut oleh pihak Penggugat/Pemohon keberatan.
Sebelum penulis menganalisis mengenai dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara pengadaan tanah ini, penulis akan memaparkan terlebih dahulu para pihak yang ada dalam gugatan, inti dari permasalahan dan dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara ini sebagaimana penulis kutip melalui Putusan Pengadilan Negeri Kota Malang No 92/Pdt.G/2016/PN.MLG.
a) Pihak Penggugat :
Dalam kasus ini yang menjadi pihak Penggugat/Pemohon Keberatan adalah:
1. Nova Indraningrum S.Pd, Tempat tanggal lahir Malang, 18 November 1962, Pekerjaan PNS, alamat JL. Ki Ageng Gribik No. 06 RT. 06 RW. 02 Kel. Madyopuro, Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya sebagai Penggugat I
2. Herminah, Tempat tanggal lahir Malang, 17 Agustus 1958, Pekerjaan IRT,Alamat JL. Ki Ageng Gribik X No. 05 RT. 06 RW. 02 Kel. Madyopuro, Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya sebagai Penggugat II
3. Aruman, Tempat tanggal lahir Malang, 25 Agustus 1953, Pekerjaan Karyawan Swasta, Alamat JL. Ki Ageng Gribik No. 07 RT. 06 RW. 02 Kel. Madyopuro, Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya sebagai Penggugat III
4. Sumardi, Tempat tanggal lahir Malang, 1 Juni 1976, Pekerjaan Karyawan Swasta, Alamat JL. Ki Ageng Gribik X No. 42 RT. 06 RW. 02 Kel. Madyopuro, Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya sebagai Penggugat IV
5. Jumaiyah, Tempat tanggal lahir Malang 1 Januari 1957, Pekerjaan Karyawan Swasta, Alamat JL. Madyopuro X/38 RT. 06 RW. 02 Kel. Madyopuro, Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya sebagai Penggugat V
6. Purwati, Tempat tanggal lahir Malang, 31 Desember 1961, Pekerjaan Karyawan Swasta, Alamat JL. Ki Ageng Gribik X RT. 06 RW. 02 Kel. Madyopuro, Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya sebagai Penggugat VI
7. Marsono, Tempat tanggal lahir Madiun, 8 April 1963, Pekerjaan TNI, Alamat JL. Ki Ageng Gribik X No. 74 RT. 06 RW. 02 Kel. Madyopuro, Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya sebagai Penggugat VII 8. Rumini, Tempat tanggal lahir Jember, 5 Desember 1966, Pekerjaan IRT, Alamat JL. Ki Ageng Gribik X No. 17 RT. 05 RW. 02 Kel. Madyopuro, Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya sebagai Penggugat VIII 9. Misnati, Tempat tanggal lahir Malang, 15 September 1948, Pekerjaan Pedagang, Alamat JL. Ki Ageng Gribik X No. 27 RT. 06 RW. 02 Kel. Madyopuro, Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya sebagai Penggugat IX
10. Kartini, Tempat tanggal lahir Malang, 28 Agustus 1964, Pekerjaan Wiraswasta, Alamat JL. Ki Ageng Gribik No. 04 RT. 06 RW. 02 Kel. Madyopuro, Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya sebagai Penggugat X
11. Djaman, Tempat tanggal lahir Malang, 2 September 1962, Pekerjaan Wiraswasta, Alamat JL. Ki Ageng Gribik X No. 22 RT. 06 RW. 02 Kel. Madyopuro, Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya sebagai Penggugat XI
12. Zainal Arifin, Tempat tanggal lahir Malang, 12 Juni 1969, Pekerjaan Wiraswasta, Alamat JL. Ki Ageng Gribik X/No. 15 RT. 06 RW. 02 Kel. Madyopuro, Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya sebagai Penggugat XII
13. Moch. Anwar, Tempat tanggal lahir Malang, 4 Februari 1960, Pekerjaan Pedagang, Alamat JL. Ki Ageng Gribik X No. 41 RT. 06 RW. 02 Kel. Madyopuro, Kec. Kedungkandang Kota Malang, Selanjutnya sebagai Penggugat XIII
Para penggugat 1 sampai dengan penggugat 13 selanjutnya disebut sebagai para penggugat yang dalam hal ini memberi kuasa Sumardan S.H., Sampun Prayitno S.H., M.H., Ari Hariyadi S.H Advokat pada kantor Edan Law, beralamat dijalan Karya Timur, Wonosari Kota Malang berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 10 Mei 2016, selanjutnya disebut sebagai Para Penggugat.
b) Pihak Tergugat :
1. Pemerintah Republik Indonesia c.q. Kementrian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat, Alamat Jl. Patimura No. 20 Kebayoran Baru Jakarta Selatan 12110, Tergugat I
2. Pemerintah Republik Indonesia c.q. Kementrian Dalam Negeri, c.q. Gubernur Provinsi Jawa Timur, c.q. Walikota Malang, Alamat Jl. Tugu No. 1 Kota Malang, Tergugat II
3. Pemerintah Republik Indonesia c.q. Kementrian Agraria Dan Tata Ruang atau BPN, c.q. Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Timur
c.q. Kepala Kantor Pertanahan Kota Malang c.q. Ketua Pelaksana Pengandaan Tanah, Alamat Jl. Danau Jonge I/1 Kota Malang, Tergugat III Selanjutnya Para Tergugat
c) Inti Permasalahan/Duduk Permasalahan :
Untuk menggambarkan inti permasalahan dalam kasus ini, maka penulis membuat dalam bentuk tabel untuk mempermudah dalam menguraikan inti permasalahan/duduk perkaranya sebagaimana berikut:
Tabel Putusan Perkara No. 92/Pdt.G/2016/PN.MLG
Tuntutan/Gugatan Warga Kecamatan
Kedung Kandang Pengadilan Negeri Kota Malang Pertimbangan Majelis Hakim
1. Bahwa Para Tergugat tidak
pernah melaksanakan
musyawarah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 34 ayat 3 UU No. 2 Tahun 2012 jo Pasal 70 ayat 2 dan 3 Perpres No. 71 Tahun 2012
1. Menimbang, bahwa
berdasarkan Pasal 68 ayat 3, Pasal 63 ayat 1, Pasal 72 Perpres No 71 Tahun 2012,
bahwa yang dimaksud
musyawarah adalah
penyampaian besarnya ganti rugi berdasarkan hasil penilaian penilaiyang ditunjuk oleh pelaksana pengadaan tanah dan menetapkan bentuk ganti kerugian dan penetuan sikap pihak yang berhak atas tanah mengenai setuju atau tidak setuju dengan jumlah ganti kerugian yang ditetapkan oleh pelaksana pengadaan tanah berdasarkan hasil penilaian dari penilai.41
2. Bahwa para tergugat tidak terbuka dalam menyampaikan informasi terkait nilai ganti kerugian, para tergugat juga melakukan aktivitas diluar kewajaran dan diluar mekanisme sebagaimana UU yang berlaku tanpa ada proses musyawarah bersama yang terbuka.
2. Menimbang, bahwa para penggugat dalam posita maupun petitum gugatannya menuntut ganti rugi dalam bentuk uang, maka secara tidak langsungpara penggugat
telah mengakui ada
musyawarah tentang bentuk ganti rugi, karena bagaimana mungkin para penggugat menuntut ganti rugi uang kalau para tergugat tidak pernah membicarakan bentuk ganti rugi dengan para penggugat. 3. Bahwa nilai yang ditentuka oleh
para tergugat sangat rendah dan tidak memperhatikan asas kesejahteraan.
Bahwa para penggugat menuntut ganti kerugian yang layak dengan ketentuan:
a. Tanah yang berada didepan jalan raya (Kelas I) setiap satu/m2 sebesar Rp. 25.000.000.00
b. Tanah yang berada ditengah jalan kampung (Kelas II) setiap satu/m2 sebesar Rp. 20.000.000.00 c. Tanah yang dibelakang jalan kampung (Kelas III) setiap satu/m2 sebesar Rp. 17.000.000.00
3. Menimbang bahwa Pasal 63 ayat (1) Perpres No 71 Tahun
2012 Tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum berbunyi “Penetapan besarnya nilai ganti kerugian dilakukan oleh ketua pelaksana pengadaan tanah berdasarkan hasil penilaian jasa penilai atau penilai independen.42
4. Menimbang, bahwa Pasal 38 ayat 1 UU No 2 Tahun 2012 menguraikan bahwa dalam hal tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan atau besarnya ganti rugi, pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri setempat paling lama
14 hari setelah musyawarah penetapan ganti rugi sebagaimana dimaksud Pasal 37 ayat 1.
5. Menimbang, bahwa Pasal 73 ayat 1 Perpres No 71 Tahun 2012 menguraikan bahwa dalam hal tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan atau besarnya ganti rugi, pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri setempat paling lama 14 hari setelah musyawarah penetapan ganti rugi sebagaimana dimaksud Pasal 72 ayat 3.
6. Menimbang, bahwa Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung No 3 Tahun 2016 tentang tatacara pengajuan keberatan menguraikan bahwa keberatan sebagaimana dimaksud Pasal 2 diajukan dalam bentuk permohonan.
7. Menimbang, bahwa gugatan atau keberatan terhadap ganti rugi para penggugat diajukan pada tanggal 13 Mei 2016 maka apabila dihitung sejak musyawarah tentang ganti rugi tanggal 7 Januari 2016, maka keberatan Para Penggugat diajukan setelah 91 (sembilan puluh satu hari) atau lebih dari 14 (empat belas) hari.
8. Menimbang, bahwa keberatan atau gugatan penggugat diajukan lebih dari 14 hari, maka keberatan penggugat telah melewati tenggang waktu yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.
9. Menimbang, bahwa keberatan atau gugatan penggugat telah
melewati tenggang waktu, maka keberatan atau gugatan para penggugat tidak dapat diterima.43
d) Amar Putusan Pengadilan Negeri Kota Malang Dalam Memutus Perkara
1. Menyatakan keberatan atau gugatan para penggugat tidak dapat diterima
2. Menghukum para penggugat membayar segala biaya yag timbul dalam perkara ini secara tanggung renteng sebesar Rp. 576.000.00 (lima ratus tujuh puluh enam ribu rupiah).
Sebagaimana telah diuraikan diatas, bahwa apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam memutus perkara ini adalah mengenai tenggang waktu yang telah lewat dan hakim menganggap bahwa telah terjadi kesalah pahaman mengenai makna musyawarah.
Dalam pertimbangan hakim ini penulis melihat bahwa hakim pengadilan negeri kota malang sudah sangat tepat karena pada kenyataannya memang gugatan yang diajukan oleh para penggugat tersebut sudah melewati batas waktu yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan tanah. Jangka waktu mengajukan kebertaan tersebut memang telah ditegaskan didalam Pasal 38 ayat 1 UU No 2 Tahun 2012 dan Pasal 73 ayat 1 Perpres No 71 Tahun 2012 yang berbunyi “Pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri setempat dalam waktu paling
lama 14 hari kerja setelah musyawarah penetapan ganti kerugian”. Jika merujuk pada ketentuan pasal tersebut memang sudah jelas bahwa seharusnya apabila pihak yang tidak setuju/penggugat mau mengajukan keberatan atas penetapan nilai ganti kerugian tersebut sebelum lewat waktu 14 hari, karena apabila lewat dari 14 hari tersebut memang tidak dapat diterima lagi. Waktu 14 hari ini dihitung sejak musyawarah penetapan ganti kerugian yakni tanggal 7 Januari 2016, sedangkan pihak yang keberatan baru mengajukan gugatan tanggal 13 Mei 2016, maka apabila dihitung sejak tanggal 7 Januari 2016 sampai tanggal 13 Mei 2016, jangka waktu nya sudah mencapai 91 hari dan ini telah melewati waktu 14 hari.
Dalam kasus ini walaupun pengajuan keberatannya telah melewati jangka waktu dan hakim telah menolak permohonan keberatan tersebut, akan tetapi dalam putusan ini hakim tetap mempertimbangkan hal-hal yang dituntut oleh penggugat yaitu mengenai makna dari musyawarah dalam pengadaan tanah, menurut penulis apa yang dipertimbangan hakim tersebut memang sudah tepat, hal ini dikarenakan makna musyawarah yang dimaksud oleh pihak yang tidak setuju/penggugat sangat keliru dan berbeda dengan makna musyawarah yang diatur dalam UU No 2 Tahun 2012 jo Perpres No 71 Tahun 2012 tersebut, menurut penulis makna musyawarah dalam pengadaan tanah tersebut adalah untuk menetapkan bentuk kerugian berdasarkan hasil penilaian dan bukanlah musyawarah mengenai tawar menawar ganti kerugian, karena nilai ganti kerugian tersebut telah dinilai oleh penilai ganti kerugian/penilai publik, sehingga dalam hal ini penulis sangat sepakat dengan apa yang
dipertimbangkan majelis hakim pengadilan negeri kota malang yang memeriksa perkara ini sebagaimana dalam Putusan No 92/Pdt.G/2016/PN.MLG tersebut.